You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Manusia dalah mahluk yang sempurna, ia diberi akal dan pikiran yang membedakan dengan makhluk yang lainnya. Kedudukan manusia yang lebih tinggi membuatnya dapat berfikir dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan kelebihan yang dimilikinya. Oleh karena itu manusia dibebani taklif yaitu peintah-perintah dan laranglarangan, agar manusia dapat berfikir dan berusaha sesuai dengan akal dan sesuai dengan taklif yang dibebankan kepadanya. Diantara taklif yang dibebankan kepada manusia adalah perintah shalat, puasa, zakat, haji dan amalan-amalan lainnya seperti menyuruh berbuat baik kepada sesama dan larangan berbuat jahat kepada yang lemah.1 Dalam agama (Islam) bukan hanya menatur kehidupan antara manusia dengan sesamanya saja, tapi juga mengatur kehidupan rukhaniyah, yaitu hubungan manusia dengan penciptanya, yaitu Allah. Sebagai wujud moral atas pengabdian kepadanya serta berharap bahwa Allah akan menolong dan membimbing hidupnya menempuh jalan menuju kebenaran.2 Salah satu bentuk dari pengabdian dan kesadaran akan kehadiran Allah dalam diri seorang hamba diperlukan sarana berkomunikasi dengan Allah adalah dengan shalat. Shalat secara lughat (asli) ialah doa rahmat serta mohon ampun, menurut istilah fiqh ialah seperangkat perbuatan dan perkataan yang dilakukan dengan beberapa syarat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dengan demikian shalat adalah kewajiban yang tetap kepada manusia dan tidak bisa terwakilkan, terkcuali sudah tidak sanggup laghi melaksanakannya . Ibnu Masud dan Zaenal Abidin, Fiqih Madzhab Syafii (Buku I Ibdah), CV. Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 1. Nur Cholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta, Paramadina, 1992, hlm. 64. 1
2 1

Sementara tujuan dari shalat adalah mengingat Allah yang akan melahirkan rasa aman dan tentram, karena yakin akan adanya sandaran hidup yang pasti, seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Al-An-Kabut ayat ; 45 yang berbunyi :

)54 : . (
Artinya : Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah (manusia) dari perbuatan jahat dan munkar. (Q.S. Al-Ankabut : 45).3 Bila dilihat dari kenyataan yang ada pelaksanaan shalat terkadang tidak dapat terpenuhi secara keseluruhan dalam sehari karena adanya hambatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi, di antaranya : karena sakit, sedang hujan atau karena sedang bepergian yang membuat shalatnya tidak terpenuhi. Dalam hal shalat ketika sakit Allah memberikan keringanan untuk shalat dengan cara duduk atau berbaring, sementara pada keadaan hujan dan saat bepergian boleh menjama atau mengqashar shalat. Untuk orang yanag sedang dalam bepergian dibolehkan untuk menjama dan mengqashar shalat. Berkaiatan dengan shalat qashar hubungannya dengan shalat seorang musafir yaitu orang yang meninggalkan negaranya selama 3 (tiga) hari atau lebih. Maka ia boleh mengqashar shalat yang semestinya 4 rakaat menjadi 2 rakaat, seperti tertuang dalam surat An-Nisa ayat 101 yang berbunyi :

)101 : . (
Artinya : Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat (mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. (Q.S. An-Nisa : 101).4 Mengenai diperbolehkannya mengqashar shalat bagi musafir di kalangan para ulama terutama ulama madzab terjadi perbedaan pendapat tentang hukum Al-Quran, Surat Al-Ankabut Ayat 45, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI, 1992, hal. 363. Al-Quran, Surat An-Nisa Ayat 101, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI, 1992, hal. 137.
4 3

melaksanakannya, apakah itu rukhshaah (keringanan) atau azimah (wajib). Menurut Imam Syafii shalat qashar adalah rukshah dengan alasan bahwa ayat 101 surat An-Nisa memberikan pengertian tentang tidak wajibnya mengqashar shalat karena ada ungkapan meniadakan menunjukkan hukum mubah (boleh), tidak menunjukkan hukum wajib, seandainya mengqashar itu wajib, maka akan diungkapkan dengan faalaikum an-taqsyuru minasshalat atau faqsyuru shalat. Sedangkan menurut Imam Malik beliau mengatakan bahwa mengqashar shalat adalah sunnah muakadah yang berarti harus dilaksanakan. Ini senada dengan pendapat Imam Hanafi yang mengatakan bahwa shalat qashar adalah wajib. Sebagaimana diisyaratkan oleh sabda Rasulullah SAW :

.
Artinya : Shalat qashar itu adalah shadaqah yang diberikan Allah kepadamu, maka terimalah shadaqah Allah itu. (H.R. Muslim). 5 Dari keterangan hadist tersebut diatas, maka kita harus menerima shadaqah dari Allah itu, sehingga jelaslah bahwa shalat qashar adalah azimah. Menurut pendapat Imam Alau Al-Din Al-Kasani bahwa shalat qashar adalah wajib. Alasannya adalah pada saat Rasulullah sedang dalam perjalanan atau bersafar selalu mengamalkan shalat qashar, sebagaimana riwayat Ibnu Masud dan Ibnu Umar beliau berkata :

.
Artinya : Saya shalat bersama Rasulullah Saw dua rakaat, dua rakaat bersama Abu Bakar, juga dua rakaat dan bersama Umar pun dua rakaat. (HR. Bukhori Muslim). Kesimpulannya adalah bahwa qashar shalat adalah wajib bagi orang yang dalam perjalanan, yaitu ditetapkan dengan jumlah dua rakaat bagi musafir, empat rekaat bagi muqimin, seperti hadits riwayat Imran bin Husain sebagai berikut :

Ibid, hlm. 124.

: 6 . :
Artinya : Diriwayatkan dari Imron bin Hushain (bahwa ia) berkata saya pernah menunaikan ibadah haji bersama Nabi SAW, maka beliau mengerjakan shalat dua rakaat hingga kembali ke Madinah. Dan beliau tinggal di Mekkah selama delapan belas hari, tidak mengerjakan kecuali dua rakaat, dan beliau bersabda kepada penduduk Mekkah Shalatlah kamu sekalian empat rakaat sesungguhnya kami adalah orang-orang yang sedang dalam keadaan berpergian. Dengan keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk menganalisa pendapat Imam Alau Al-Din tentang qashar shalat, berkaitan dengan pendapat Imam alau Al-Din tentang masyaqah apabila terjadi kepayahan dalam perjalanan. Dengan demikian, maka apakah shalat qashar tetap menjadi kewajiban atau dapat ditunda. Dalam hal ini juga, penulis ingin mengetahui mengenai masafat qashar dan alasan Imam Alau Al-Din yang digunakan untuk menetapkan masafat qashar, sehingga berbeda dengan ulama lainnya.7 Dari keterangan yang telah diuraikan di atas, maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai pendapat Imam Alau Al-Din tentang pelaksanaan qashar shalat bagi musafir atau orang yang bepergian. B. Penegasan Judul Untuk menghindari kerancuan dan kesalahpahaman serta membatasi permasalahan yang penulis maksudkan, maka perlu adanya penegasan dalam peristilahan yang penulis pakai dalam judul skripsi ini, yaitu : 1. Studi Analisis : Studi yaitu pelajaran, penggunaan waktu dan pikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sedangkan analisis yaitu menyelediki suatu peristiwa (karangan atau perbuatan) untuk mengetahui sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya. Abdul Rochim Fathani, Syariat Islam Tafsir Ayat Ibadah, CV. Rajawali Jakarta, 1997, hlm. 145.
7 6

Imam Alau Al-Din menetapkan masafat qashar bagi musafir.

2. Imam Alau Al-Din Abu Bakar Ibn Masud Al-Kasani Al-Hanafi : Nama lengkapnya Abu Bakar Masud bin Ahmad Alau Al-Din AlKasani, beliau bertempat di Al-Kasani dan berguru ilmu pada Alau Al-Din Muhammad bin Ahmad Assamarqodhi. Belajar fiqh pada Muhammad bin Mahmud Al-Ghazwani. Kitab karangan beliau; Badaissanai, sarah tukhfatul fuqoha. 3. Qashar : Pemendekan rakaat dalam shalat wajib yang jumlahnya empat rakaat menjadi dua rakaat dalam perjalanan. 4. Shalat : Ibadah yang terdiri dari perkataan ataupun ucapan disertai niat yang dimulai dengan takbir kepada Allah dan diakhiri dengan ucapan salam. 5. Musafir : Orang yang bepergian meninggalkan negaranya selama tiga hari atau lebih (pengembara).8 Jadi makna judul keseluruhan adalah suatu kajian ilmiah pendapat Imam Alau Al-Din tentang pelaksanaan qashar shalat bagi orang yang bepergian atau musafir.

C. Rumusan Masalah Untuk lebih memfokuskan pembahasan dalam skripsi ini, maka persoalanpersoalan yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pendapat Imam Alau Al-Din tentang qashar shalat untuk musafir ? 2. Bagaimana illat masyaqah dan metode istimbath hukum yang digunakan menurut Imam Alau Al-Din ? 3. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendapat Imam Alau Al-Din kaitannya dengan masalah qashar shalat ?

Tim Penyusun Kamus Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka dan Pengembangan Bahasa, Cet. II, Jakarta, 1995, hlm. 213.

D. Tujuan Penulisan Skripsi Dalam suatu pembahasan dan permasalahan pasti mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan dari penulisan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pendapat Imam Alau Al-Din tentang qashar shalat untuk musafir. 2. Untuk mengetahui illat masyaqah dan metode istimbath hukum yang digunakan Imam Alau Al-Din. 3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendapat Imam Alau Al-Din kaitannya dengan masalah qashar shalat. E. Metode Penelitian Untuk menghasilkan karya-karya ilmiah yang berbobot dan kualified, maka digunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang teknik analisanya tidak menggunakan perhitungan. 9 Tetapi menggunakan logika ilmiah. Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan atau library research, dengan maksud bahwa di dalam mancari atau mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk mendukung pembahasan skripsi ini sumber data utama adalah dari literatur. Langkah yang dilakukan adalah meneliti dan menelaah buku-buku perpustakaan, seperti kitan Mazhahib Al-Arbaah karya Abdurrahman Al-jaziri, Fiqh Islam Waadillaluhu karya Wahbah Al-Zuhaili, kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, kitab Badaai Al-Shanai karya Imam Alau Al-Din, kitab Fathul AlQadir karya Imam Kamaludin Assyiwasyi dan lain sebagainya. Dari data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk diskriptif analitik yaitu menggambarkan secara jelas akurat dan tepat dengan memberikan analisis pada bagian tertentu.10
9

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 4, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hlm. 2.
10

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid II, Yogyakarta, 2001, hlm. 42.

2. Sumber Data a. Dalam penelitian ini data diperoleh melalui sumber data primer yaitu mengambil dari sumber buku pedoman, yaitu Kitab Badaai Al-Shanai karya imam Alau Al-Din Abu Bakar Ibnu Masud Al-Kasani Al-Hanafi. b. Bahan data sekunder Sumber data sekunder adalah yang mendukung sumber data primer. Seperti buku-buku Ushul Fiqh, Fiqh yang berkaitan dengan pokok masalah, terutama buku Hanafiah. c. Bahan data tersier Sumber data tersier adalah bahan-bahan yang memberikan informasi terhadap bahan primer dan sekunder. Seperti Kamus Istilah Fiqh, Kamus Umum dan Hukum. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk membahas permasalahan skripsi ini penulis mengumpulkan datadata literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji. Di samping itu penulis juga mencari data dari buku-buku yang berkenaan dengan masalah qashar shalat dan buku-buku lain yang ada kaitannya dengan penulisan karya ilmiah ini. Dengan data-data itulah penulis bermaksud untuk mengadakan analisis serta menarik kesimpulan dari hasil penelitian. 4. Metode Analisa Data Metode analisa data adalah proses penyederhanaan dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Metode ini dipakai untuk menganalisa data kualitatif . Maksudnya setelah data terkumpul kemudian diuraikan dan akhirnya disimpulkan dengan menggunakan pola pikir. a. Metode Deduktif Metode deduktif adalah metode pembahasan yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik toalk dari pengetahuan umum yaitu akan digunakan untuk menilai suatu kajian khusus.11

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hlm. 43.

11

Metode deduktif ini penulis gunakan dalam rangka membuat konklusi yang dimulai dari hal-hal yang umum menuju sesuatu yang khusus. Metode ini penulis gunakan dalam bab II di mana penulis akan mencoba mengungkapkan tentang pengertian qashar shalat, syarat qashar shalat, syarat-syarat musafir, dan istinbath hukum Imam Alau Al-Din. Pembahasan bab ini merupakan landasan teori yang akan berguna bagi penulis dalam menyatukan pembahasan dalam bab selanjutnya. b. Metode Induktif Metode induktif ialah metode berfikir di mana dari kenyataan yang bersifat khusus ditarik suatu kesimpulan bersifat umum.12 Metode induktif ini akan digunakan untuk mengungkapkan dan mengkaji secara khusus konsep pemikiran (pendapat) Imam Alau Al-Din tentang qashar shalat bagi musafir selanjutnya akan memasuki tahap analisa yang merupakan misi dalam penulisan skripsi ini yaitu bab IV.

F. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mempermudah penyelesaian penulisan skripsi ini, maka disusunlah sistematika yang terdiri dari tiga bagian sebagai berikut : 1. Bagian Muka Bagian muka terdiri dari : halaman judul, halaman nota persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, halaman daftar isi. 2. Bagian Isi Bab I : PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, penegasan judul, tujuan penulisan skripsi, dan sistematika penulisan skripsi.

12

Ibid.

Bab II

: KETENTUAN UMUM TENTANG QASHAR SHALAT Dalam bab ini berisi berbagai hal yang merupakan landasan teori dari bab-bab berikutnya. Hal-hal yang dikemukakan meliputi pengertian umum tentang shalat qashar, syarat qashar dan syarat menjadi musafir, dan perjalanan yang diperbolehkan mengqashar shalat.

Bab III : IMAM ALAU AL-DIN DAN PEMIKIRANNYA TENTANG QASHAR SHALAT BAGI MUSAFIR Berisi tentang biografi Imam Alau Al-Din, guru dan hasil karyanya serta bagaimana pandangannya tentang qashar shalat bagi musafir. Bab IV : ANALISIS PENDAPAT IMAM ALAU AL-DIN TENTANG QASHAR SHALAT BAGI MUSAFIR Pada bab ini penulis membicarakan analisis secara khusus mengenai pemikiran Imam Alau Al-Din baik pelaksanaan qashar shalat jika terjadi masyaqat (illat masyaqat) dalam perjalanan dan masafat yang harus ditempuh oleh musfir. Bab V : PENUTUP Berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup. 3. Bagian Akhir Dalam bagian akhir ini terdiri dari : daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.

10

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rochim Fathani, Syariat Islam Tafsir Ayat Ibadah, CV. Rajawali Jakarta, 1997. Al-Quran, Surat Al-Ankabut Ayat 45, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, Depag RI, 1992. Ibnu Masud dan Zaenal Abidin, Fiqh Mazhab Syafii, Buku I Ibadah, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2000. Ibnu Abidin, Radd Al-Muhtar, Dar Al-Kutub, Al-Ilmiah Al-Mawardi, Juz. II. BeirutLebanon, t.th. Imam Alau Al-Din Abu Bakar Ibn Masud, Al-Kasani Al-Hanafi, Al-Badai AlAsshonai, Juz I, Beirut, Libanon, 1996. Imam Kamal Al-Din Muhammad bin Abdi Al-Wahid Al-Siwasi, Fathul Qadir, Dar Al-Fikr, Beirut-Lebanon, t.th. Imam Abi Husain Muslim Ibn Hijaj Al-Qusairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim Juz I, Dar Al-Fikr, 1993 Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, Syafii, Hanafi, Hambali, Maliki, Jafari, PT. Lentera Baritama, Jakarta, 2000. Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqh Praktis menurut Quran dan Sunnah dan Pendapat Para Ulama, Mizan, Bandung, 1999. Lahmudin Nasution, Fiqh I, Logos, Bandung, 1995. Suharsimi Arikunto, Prosedur Suatu Pendekatan Praktis, Rineka Cipta, Jakarta, 1985. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta, 1986. Tim Penyusun Kamus Pusat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka dan Pengembangan Bahasa, Cet. II, Jakarta, 1995. Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, Dar Al-Fikr, Beirut, Cet. III, 1989.

11

DAPATKAN SKRIPSI LENGKAP DENGAN SMS KE 08970465065 KIRIM JUDUL DAN ALAMAT EMAIL SERTA KESIAPAN ANDA UNTUK MEMBANTU OPRASIONAL KAMI GANTI OPRASIONAL KAMI 50rb SETELAH FILE TERKIRIM SITUS: http://www.lib4online.com/p/bentuk-file.html

You might also like