You are on page 1of 6

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN PERSYARAFAN TETANUS DIRUANG MAWAR RSU PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Disusun Oleh : NUR ARIFAH AFIANI A11100721

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2013

A. DEFINISI Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang

otot.(Ritharwan,2004) B. KLASIFIKASI Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang. 2. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering, biasanya timbul mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung daan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat kontraksi otot somatic meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi. 3. Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum. Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu: 1. Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang. 2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.

3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan. C. ETIOLOGI Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang dapat masuk melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tidak dirawat dan tidak dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril, dan penjahitan luka robek yang tidak steril. Penginfeksian kuman Clostridium tetani lebih mudah bila klien belum terimunisasi. D. PATOFISIOLOGI Tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang masuk melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tida dirawat dan tidak dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang tidak steril, dan penjahitan luka robek yang tidak steril yang lebih beresiko bagi orang-orang yang belum terimunisasi. Toksin kuman C. tetani berbentuk spora. Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh. E. Manifestasi Klinis Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan gejala umum: 1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris 2. Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki 3. Ketegangan otot dinding perut 4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior 5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi

6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering merupakan gejala dini) 7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar, spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat. 8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat. 9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir. 10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak. F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi dan non-farmakologi. 1. Farmakologi a. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas. b. Anti kejang (antikonvulsan) 1) Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max. 200mg/hari). 2) Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mulamula 4-6 mg/kg BB. 3) Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll. c. Antibiotic: penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V. Dapat memusnahkan tetani tetapi tidak

mempengaruhi proses neurologiknya. 2. Non-farmakologi a. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,

b. Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus, diberikan lewat sonde parenteral. c. Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar. d. Menjaga jalan nafas agar tetap efisien. e. Mengatur cairan dan elektrolit. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus meliputi: 1. Darah Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang. BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan

predisposisi kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl). 2. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi. 3. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.

H. KOMPLIKASI PADA PASIEN TETANUS 1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di rongga mulut. Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi. 2. Asfiksia. 3. Atelektasis karena obstruksi secret.

I. INTERVENSI a. Anjurkan keluarga agar menahan tubuh pasien saat kejang b. Anjurkan keluarga untuk memasang sendok ke mulut pasien saat pasien kejang c. Jelaskan pada klien penyebab kesulitan makan dan pentingnya makanan bagi tubuh. d. Anjuran klien banyak minum.

e. Anjurkan minum yang hangat-hangat.

KOLABORASI a. Memberikan obat anti kejang kepada pasien b. Berikan obat laksatif. c. Berikan diet tinggi serat. d. Berikan diet TKTP cair, lunak, dan bubur kasar. e. Berikan cairan IV line. f. Lakukan pemasangan NGT bila perlu.

RASIONALISASI

You might also like