You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perkembangan yang menggembirakan terjadi dalam pendidikan Bidan yaitu dikembangkannya materi Etika Profesi Kebidanan menyatu dengan Hukum Kesehatan dalam Kurikulum Nasional Diploma III Kebidanan Tahun 2002. Mengigatkan betapa pentingnya substansi tersebut dalam perkembangan pelayanan dan praktik kebidanan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dalam kebidanan

yang evidence atau up to date sebagai dasar munculnya rumusan dan terobosan baru dalam konsep pengetahuan dan praktik kebidanan. Disisi lain diberbagi disiplin ilmu lain juga mengalami perkembangan pesat, termasuk perkembangan atau trend maupun need(kebutuhan) masyarakat juga berubah. Tidak lepas juga dari pengaruh perkembangan era globalisasi, akan meningkatkan kritis masyarakat terhadap pelayanan kebidanan. Berbagai permasalahan yang muncul diseputar praktik profesi bidan terkait dengan etika dan hukum merupakan bahan belajar yang sangat bagus bagi bidan untuk menciptakan kajian yang lebih mendalam untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang hal tersebut. Tantangan yang muncul menjadi Siapakah bidan menghadapi persoalanpersoalan terkait dengan etika dan hukumkesehatan?, dan Bagaimana upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh bidan beserta segenap jajaran profesi untuk mensosialisasikan mengenai hukum kesehatan yang terkait dengan para bidan?. Siapakah bidan membuka peluang baru untuk mengembangkan disiplin ilmu hukum kesehatan dalam kebidanan?.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah yang dimaksud dengan hukum kesehatan ? 2. Apakah fungsi hukum Kesehatan ?

3. Apakah perbedaan dan persamaan etik dan hukum dalam praktek bidan ? 4. Bagaimanakah peraturan dan Perundang-undangan Kesehatan yang

melandasi tugas dan fungsi praktek kebidanan ?

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM KESEHATAN Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar pelayanan medik dan lain-lain. Hukum kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administratif dalam hubungan tersebut. Pula pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu dan literatur, menjadi sumber hukum kesehatan (Prof.DR.H.S.Alam) Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur tentang pelayanan mendik dan sarana mendik. Perumusan Hukum kesehatan mengandung pokok-pokok pengertian sebagai berikut : 1. Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputu kesehatan badan, jiwa dan sosial, bukan hanya keaadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Adapun istilah kesehatan dalam undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun1992 adalah keadaan sejahtera well being badan, jiwa dan sosial, yang memungkinan seseorang hidup produktif secara ekonomi dan sosial. 2. Upayah kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. 3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan

di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 4. Tenaga kesehatan meliputi tenaga kesehatan sarjana, sarjana muda. 5. Sarana medik meliputi Rumah sakit umum, Rumah sakit khusus, rumah bersalin, praktik kelompok, Balai pengobatan/Klinik dan sarana lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan. 6. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkanorgan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh seseorang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

B. FUNGSI HUKUM KESEHATAN Fungsi hukum kesehatan adalah: 1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata kehidupan di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat memberi sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan 2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat 3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalanghalangi dokter untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang lukaluka karena tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan. Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap doktrer sebagai dewa yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini juga salah, mengingat dokter adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan di dalam menjalankan profesinya, sehingga ia perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk dihukum.

Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan sikap dan pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang sering merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan.

C. Persamaan etik & hukum 1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertib hidup masyarakat 2. Mengatur hak dan kewajiban masyarakat 3. Bersifat kemanusiaan 4. Objeknya tingkah laku manusia 5. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi 6. Sumbernya hasil pemikiran para pakar dan pengalaman senior

D. Perbedaan etik & hukum 1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku secara umum 2. Pelanggaran etik penyelesaianya oleh MKEK (Majelis Kode Etik Kedokteran) 3. Pelanggaran hukum diselesaikan oleh pengadilan. 4. Etik kesehatan merupakan suatu penerapan adri aturan-aturan etik yang sifatnya umum di dalam pelayanan kesehatan. Hukum kesehatan objeknya bukanlah semata-mata hukum yang berlaku, melainkan juga masalah pemikiran menganai nilai-nilai dan norma-norma dari hak-hak dasar manusia, masalah pertimbangan nilai-nilai individual dan nilai-nilai kemasyarakatan 5. Hukum berlaku secara umum di masyarakat, sedangkan etik itu mengingat akan adanya perbedaan-perbedaan besar di dalamnya, maka ia tidak berlaku secara umum di masyarakat 6. Etik itu sebenarnya telah membuat norma-norma menganai perilaku mempunyai sifat yang tidak mengikat dan membuat pelanggarannya tidak dituntut, sedang di dalam hukum, pelanggaran terhadap norma selalu dapat dituntut.

E. PERATURAN DAN PERUNDANG UNDANGAN YANG MELANDASI TUGAS, FUNGSI DAN PRAKTEK BIDAN A. DASAR HUKUM 1. No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan 2. Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Tentang Izin Iindonesia dan Nomor HK.02.02/MENKES/149/2010 Praktik Bidan 5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ijin dan Penyelengaraan

Penyelengaraan Praktek Bidan.

1.

No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan Pada peraturan pemerintah ini berisikan tanggung jawab dan tugas tenaga

kesehatn termasuk didalamnay tenaga bidan : hal ini tertuang pada BAB dan Pasal sebagai berikut : a) BAB VII Bagian Kedua Tenaga Kesehatan Pasal 50 Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

b) BAB V,Bagian Kedua Kesehatan Keluarga Pasal 12 Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia, dan sejahtera.Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.

Pasal 13 Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis. Pasal 14 Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan Pasal 15 Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan : a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya; d. pada sarana kesehatan tertentu

2.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Kepmen Kes RI No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan perizinan untuk melaksanakan

praktek, dalam peraturan ini, terdapat ketentuan-ketentuan secara birokrasi hal-hal yang harus bidan penuhi sebelum melakukan praktik dan juga terlampir informasiinformasi petunjuk pelaksanaan praktik kebidanan. bidan hal tersebut tertuang pada Bab dan Pasal-pasal berikut : BAB IV PERIZINAN Pasal 9 (1) Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB. (2) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan.

Pasal 10 (1) SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan, antara lain meliputi: a. fotokopi SIB yang masih berlaku; b. fotokopi ijazah Bidan; c. surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai Pegawai Negeri atau pegawai pada sarana kesehatan. d. surat keterangan sehat dari dokter; e. rekomendasi dari organisasi profesi; f. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar. (3) Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan. Pasal 11 (1) SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. (2) Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan : a. fotokopi SIB yang masih berlaku; b. fotokopi SIPB yang lama; c. surat keterangan sehat dari dokter; d. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2(dua) lembar; e. rekomendasi dari organisasi profesi; Pasal 12

Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB. Pasal 13 Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan dan/atau keterampilannya melalui pendidikan dan/atau pelatihan. BAB V PRAKTIK BIDAN Pasal 14 Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. pelayanan kebidanan; b. pelayanan keluarga berencana; c. pelayanan kesehatan masyarakat. Pasal 15 (1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak. (2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). (3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. BAB lain dalam peraturan pemerintah ini, mengacu ke pada dua BAB tersebut, kedua bab ini memberi gambaran umum mengenai ketentuan praktik bidan dan bab lain yang tidak si sebutkan disini melengkapi atau menjabarkan hal-hal umum tersebut.

3.

Keputusan Menteri kesehatan RI 369/MENKES/SK/III/2007 Secara Umum Isi Kepmenkes ini mencakup : Definsi dan pengertian bidan,

asuhan kebidanan, praktek bidan dan standar kompetensi bidan (pengetahuan maupun keterampilan). Hal-hal tersebut yang mendasari praktek bidan. Praktek kebidanan dikatakan baik apabila memenuhi standar kompetensi sebagia berikut :

a.

STANDAR KOMPETENSI BIDAN

Kompetensi ke 1 : Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya. b. PRA KONSEPSI, KB, DAN GINEKOLOGI

Kompetensi ke-2 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua c. ASUHAN DAN KONSELING SELAMA KEHAMILAN

Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu. d. ASUHAN SELAMA PERSALINAN DAN KELAHIRAN Kompetensi ke-4 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. e. ASUHAN PADA IBU NIFAS DAN MENYUSUI

Kompetensi ke-5 : Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat. f. ASUHAN PADA BAYI BARU LAHIR

Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan. g. ASUHAN PADA BAYI DAN BALITA

Kompetensi ke-7 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan 5 tahun).

h.

KEBIDANAN KOMUNITAS

Kompetensi ke-8 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat. i. ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI

Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.

4.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No Hk.02.02/Menkes/149/2010 Dalam peraturan ini, berisi mengenai ketentuan-ketentuan yang harus di lakukan

bidan untuk menyelenggarakan praktek kebidanan sesuai dengan standar kebidanan yang ada. Ketentuan-ketentuan tersebut secara khusus diatur yaitu mengenai perizinan dan penyelenggaraan praktik. Yang tertuang pada BAB II dan III sebagai berikut BAB II PERIZINAN Pasal 2 Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktik mandiri. Bidan yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III) kebidanan. Pasal 3 Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB Kewajiban memiliki SIPB dikecualikan bagi bidan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri atau Bidan yang menjalankan tugas pemerintah sebagai Bidan Desa. Pasal 4 SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/ Kota SIPB berlaku selama STR masih berlaku.

Pasal 5 Untuk memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bidan harus mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan: a. Fotocopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir b. Surat keterangan sehat fisik dari Dokter yang memiliki Surat Izin Praktik; c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik d. Pasfoto berwarna terbaru ukuran 46 sebanyak 3 (tiga ) lembar; dan e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi Surat permohonan memperoleh SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagaimana tercantum dalam Formulir I (terlampir) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir

Pasal 6 Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran peraturan ini. Dalam menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidan wajib memasang nama praktik kebidanan Pasal 7 SIPB dinyatakan tidak berlaku karena: 1. 2. 3. 4. 5. Tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPB Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang Dicabut atas perintanh pengadilan Dicabut atas rekomendasi Organisasi Profesi Yang bersangkutan meninggal dunia

BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK Pasal 8 Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi: a. Pelayanan kebidanan b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan c. Pelayanan kesehatan masyarakat Pasal 9 Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari. Pasal 10 1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi: a. Penyuluhan dan konseling b. Pemeriksaan fisik c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal d. Pertolongan persalinan normal e. Pelayanan ibu nifas normal 2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi: a. Pemeriksaan bayi baru lahir b. Perawatan tali pusat c. Perawatan bayi d. Resusitasi pada bayi baru lahir e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan f. Pemberian penyuluhan

Pasal 11 Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk: a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah b. Bimbingan senam hamil c. Episiotomi d. Penjahitan luka episiotomi e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan; f. Pencegahan anemi g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk; j. Pemberian minum dengan sonde/pipet k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III; l. Pemberian surat keterangan kelahiran m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk; Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom; Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter; Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.

Pasal 13 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk: a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi; b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. Pasal 14 Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku. Pasal 15 Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat. Pasal 16 Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan

Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan. Pasal 17 Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pasal 18 1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk: a. Menghormati hak pasien b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu. c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan; e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan; f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis; g. Mematuhi standar; dan h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian. 2.Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. Pasal 19 Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak: a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan; b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya; c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan d. Menerima imbalan jasa profesi.

Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 TENTANG IJIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTEK BIDAN Secara Garis Besar Permenkes RI no. 1464 ini merupakan pembaruan dari Permenkes No.149, hanya beberapa perbedaan yaitu : Pada Pasal II ayat 2 ditiadakan Terdapat Revisi pada pasal III menjadi 3 ayat Setiap bidan yang bekerja di fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan wajibMemiliki SIKB Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki SIPB, SIKB dan SIPB sebagaimana di maksud ayat 1 dan 2 berlaku untuk satu tempat Terdapat Revisi pada Pasal 4, 5 Pasal 8 pada permenkes ini masuk Pada Bab III Bab III direvisi sampai dengan Pasal 19

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

http://etikaindahdianhusada.blogspot.com/p/peraturan-dan-perundang-undanganyang.html http://yasminmidwife.blogspot.com/2012/05/issue-etik-dan-moral-dalampelayanan.html Wahyuni, Sari (2009) Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : Kedokteran EGC http://viorenshaflody.blogspot.com/2011/09/makalah-peran-dan-fungsi-bidanuud.html

You might also like