You are on page 1of 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam daftar komoditi ekspor unggulan Indonesia, khususnya ekspor

non-migas, komoditi hasil perikanan menempati rangking pertama dan meru-

pakan komoditi penyumbang devisa negara yang cukup besar.

Menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) potensi total

ikan tuna adalah sekitar 350.000 ton/tahun, sementara volume produksi ikan

tuna saat ini adalah sekitar 150.000 ton/tahun. Data tersebut menunjukkan

masih adanya potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal sehingga

dapat dipastikan bahan baku kegiatan ekspor tuna masih tersedia bagi para

pelaku bisnis ekspor yang hendak bergerak di bidang ekspor ikan tuna.

Dari data Badan Pusat Statistik diperoleh informasi bahwa realisasi

ekspor Januari – Maret 2006 adalah sebesar 22,3 Milyar USD, naik 12,47 %

dibandingkan realisasi ekspor Januari – Maret 2005 yang sebesar 19,9 Milyar

USD. Kenaikan prosentase tersebut menunjukkan adanya gairah pada

bidang ekspor Indonesia.

Ekspor ikan tuna Indonesia pernah mengalami kemunduran ketika pada

tahun 2003 pihak Yayasan Lembaga Konsumen Uni Eropa mengeluarkan

Rapid Alert System (RAS) karena mensinyalir adanya keterlibatan 16

perusahaan eksportir ikan tuna asal Indonesia pada kejadian keracunan

makanan setelah konsumen di Uni Eropa mengkonsumsi produk tuna dari

1
2

Indonesia. Pihak Uni Eropa kemudian memperketat perhatian terutama

terhadap kandungan histamin pada tuna-tuna asal Indonesia.

Pada akhir tahun 2004, Ditjen Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan

Pemasaran DKP, DR sumpeno Putro, mengirim surat ke Uni Eropa menjamin

produk tuna asal Indonesia yang bebas histamin mulai dari tingkat produsen

hingga ke pelabuhan masuk impor suatu negara. DKP juga memberikan

pinjaman lunak kepada nelayan tradisional untuk dapat membeli kotak

pendingin ikan sebagai sarana untuk meningkatkan mutu hasil tangkapan

dan menjadi awal dari pelaksanaan sistem rantai dingin (cold chain system /

CCS) yang dapat mencegah terurainya kandungan histamin di kulit tuna.

Dalam suratnya disampaikan juga bahwa untuk selanjutnya pengusaha

Indonesia tidak lagi bertanggung jawab atas produk tuna setelah keluar dari

pelabuhan masuk impor, sehingga keberadaan produk tuna Indonesia

menjadi tanggung jawab importir hingga pada tingkat retail (eceran) dan pada

tingkat konsumen.

Pada awal tahun 2005, di beberapa daerah pengekspor ikan tuna terjadi

peningkatan aktifitas ekspor yang menunjukkan adanya pukulan balik

eksportir setelah pada tahun 2003 terjadi penurunan ekspor akibat seleksi

ketat pihak Uni Eropa.

Uni Eropa bukanlah negara tujuan ekspor tuna utama Indonesia. Produk

tuna di Uni Eropa lebih banyak dikonsumsi sebagai menu sehat, sebagai

2
3

makanan khusus di restoran-restoran kelas menengah atas. Masyarakat Uni

Eropa tidak setiap hari menyantap menu ikan tuna.

Produk tuna di Uni Eropa sangat berbeda dengan di Jepang. Sebagai

bahan baku utama makanan tradisional Jepang Sashimi, bangsa Jepang dan

ikan tuna bagaikan 2 sisi koin yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat

Jepang hampir setiap hari menyantap produk ikan tuna sebagai hidangan

utama.

Peluang mendulang devisa melalui ekspor tuna ke Jepang hingga saat ini

terbuka sangat lebar. Pemanfaatan potensi ikan tuna yang hanya separuh

dari total potensi yang dimiliki oleh perairan laut Indonesia menunjukkan

besarnya peluang ekspor yang masih dapat diusahakan. Menurut data Bank

Ekspor Indonesia, ekspor ke Jepang mencapai 32.000 ton untuk jenis tuna

Sirip Kuning (Madidihang / Yellow-Finned Tuna / Thunnus Albacares) dan

menempati peringkat pertama negara pengekspor tuna ke Jepang (data

terlampir).

Oleh karenanya maka untuk mewujudkan peningkatan kualitas ekspor

loin tuna sirip kuning kami memandang perlu mengangkat judul pengamatan

kandungan histamin pada loin tuna sirip kuning (Thunnus albacares) sebagai

bahan baku untuk ekspor di PT Mina Samudera Makassar.

3
4

B. Rumusan Masalah

Bagaimana kandungan histamin loin tuna Sirip Kuning (Thunnus

albacares) sebagai bahan baku untuk ekspor di PT Mina Samudera ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kandungan histamin loin tuna Sirip Kuning (Thunnus

albacares) sebagai bahan baku untuk ekspor di PT Mina Samudera.

D. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan rujukan bagi mereka yang berminat kepada

perdagangan ekspor ikan tuna.

2. Sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat umum tentang

prospek perdagangan ekspor ikan tuna di masa mendatang.

3. Sebagai input bagi PT Mina Samudera dalam kegiatan ekspor ikan

tuna Sirip Kuning (Madidihang / Thunnus albacares).

4. Sebagai bahan pembanding bagi penelitian lain.

4
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekspor Ikan Tuna

Laba sebagai tujuan kegiatan bisnis pada kenyataannya dapat berbuat

banyak pada perusahaan. Dengan laba perusahaan dapat melakukan

rehabilitasi dan strukturisasi aset perusahaan, perluasan dan diversifikasi

usaha. Menurut Ali M.S. (2003:3), “Laba adalah selisih antara harga jual

dengan biaya, selisih antara selling price dengan procurement cost.” Jadi

bagaimanapun baiknya mutu suatu komoditi, besarnya jumlah produksi, tidak

akan mendatangkan keuntungan apabila komoditi atau produk tersebut tidak

laku dijual.

Sesuai salinan keputusan Dirjen Bea dan Cukai No KEP-44/BC/1999

tertanggal 9 Juli 1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana

Kepabeanan di Bidang Ekspor, pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa “Barang

ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari Daerah Pabean Indonesia untuk

dibawa atau dikirim ke luar negeri.” Namun demikian surat ini

mengindikasikan bahwa barang yang dimaksud baru dikatakan barang

ekspor apabila merupakan barang dagangan, atau dikirim ke luar negeri

untuk diperdagangkan, sehingga tanpa maksud perdagangan maka barang

itu hanya disebut barang kiriman atau pindahan.

Berdasarkan data DKP, pada tahun 2003 saja, ekspor ikan tuna ke

Amerika Serikat adalah 20ribu ton atau senilai 47,8 juta USD. Sementara

5
6

pada tahun 2004 priode Januari – Agustus tercatat 6ribu ton atau senilai 20,4

juta USD. Berarti hingga tahun 2005 terjadi ekspor ikan tuna ke Amerika

Serikat sebesar 12ribu ton. Dianggap menurun oleh sumber di DKP akibat

seleksi ketat terhadap kandungan histamin produk tuna Indonesia.

Dari sumber JETRO, pada tahun 2002 tercatat ekspor produk tuna segar

(Chilled/Fresh) ke Jepang mencapai 54ribu ton, menunjukkan besarnya

kebutuhan produk tuna asal Indonesia di Jepang. Tuna segar dari jenis sirip

kuning (yellow-finned tuna/ Thunnus albacares) merupakan komoditi impor

utama Jepang, dan Indonesia sebagai penghasil terbesar tuna jenis tersebut

merupakan eksportir utama di Jepang (JETR0).

Ekspor ikan tuna dari tanah Sulawesi Selatan berasal dari pendaratan

Majene dan Bone, merupakan hasil laut Selat Makassar dan Teluk Tomini.

Menurut Disperindag, ekspor ikan tuna SulSel mencapai 8 ton per bulan dan

masih 50% dari total potensi yang tersedia di kedua perairan laut tersebut.

Industri tuna Indonesia merupakan penyumbang devisa terbesar kedua

setelah udang. Perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang

ekspor juga turut menjadi sebab bergairahnya industri di sektor ini. Melalui

diplomasi DKP, kini eksportir semakin diuntungkan dengan sistem FOB (Free

On Board) yaitu tanggung jawab eksportir hanyalah hingga produk tuna naik

ke atas kapal atau hanya sampai di pelabuhan ekspor.

Ekspor ikan tuna dalam berbagai bentuk produknya, dengan negara

tujuan ekspor Jepang sangat menjanjikan keuntungan besar disamping

6
7

menghasilkan devisa bagi negara. Produk ikan tuna sangat digemari di

Jepang, kebutuhan akan produk ikan tuna ini dari tahun ke tahun terus

meningkat seiring pertambahan penduduknya.

B. Ikan Tuna

Tuna termasuk jenis ikan pelagis, yaitu ikan yang umumnya berenang

mendekati permukaan hingga kedalaman 200m, berenang berkelompok

dalam jumlah yang sangat besar.

Tuna adalah perenang handal, kecepatannya pernah diukur mencapai 77

km/jam. Tuna memiliki beberapa nama, di Indonesia terkenal dengan sebutan

Madidihang, nama Internasionalnya Yellowfin tuna, nama latinnya adalah

Thunnus albacares (Bonnaterre, 1788).

Tuna memiliki beberapa julukan atau nama lokal, yaitu Madidihang

(Ternate dan Bitung), Tatihu (Ambon), Baby Tuna (Kendari), Tuna (Jakarta

dan Cilacap), Tuna Jabrig (Palabuhan Ratu), Sisik (Sibolga), Sisiak kuniang

radai (Bungus).

Tuna termasuk klasifikasi ordo Percomorphi, sub ordo Scombroidea,

famili Scombridae, dan genus Thunnus. Bentuk tubuh seperti torpedo yang

memanjang, memiliki rostrum, dua sirip punggung; sirip depan biasanya

pendek dan terpisah dari sirip belakang; pectoral tinggi; ekor berlekuk sangat

dalam. Paling sedikit memiliki dua keel kecil di setiap sisi batang ekor, satu

keel lebih besar. Garis linea lateralis sederhana. Tubuh ditutupi oleh sirip

7
8

halus. Duri dari sirip punggung belakang dan sirip anal lebih panjang

dibandingkan spesies lain. Permukaan sisi dan perutnya dipenuhi oleh sekitar

20 garis vertikal atau bercak-bercak. Sirip anal dan ujung-ujung sirip kecil

(finlet) berwarna kuning cerah. Memiliki 26-34 giil raker pada insang pertama.

Gambar 1. Bagian-bagian fisik ikan tuna

Daerah penyebarannya adalah di Perairan Timur Laut Sumatra Utara

sampai Selatan Jawa, Nusa Tenggara dan di seluruh perairan laut dalam

Indonesia bagian timur (Laut Banda, Laut Sulawesi, Laut Maluku), serta

Samudera Pasifik bagian barat.

8
9

Tuna termasuk ikan yang dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat

bertahan dalam kondisi yang beragam. Tuna adalah ikan yang senang

melanglang buana. Ikan tuna sirip biru selatan (southern bluefin tuna) bisa

berpindah dari Samudera Hindia ke sebelah barat Benua Australia hingga

Samudera Selatan dekat kutub. Jarak ribuan kilometer itu ditempuh dengan

kecepatan tinggi sehingga jenis ikan ini tergolong sulit ditangkap.

Gambar 2. Penyebaran ikan tuna (ditunjukkan oleh warna merah)

Tuna termasuk ikan buas/karnivor/predator. Hidup bergerombol dan

tertangkap biasanya bersama-sama cakalang. Warna bagian atas gelap

keabu-abuan, dan bagian bawahnya kuning perak. Sirip-sirip punggung,

perut, sirip tambahan kuning cerah berpinggiran warna gelap. Pada perut

terdapat ± 20 garis putus-putus warna putih pucat melintang. Ukuran tuna

dapat mencapai 195 cm, umumnya 50 - 150 cm dan beratnya 0,8 - 111 kg.

Rekor bobot tuna yang pernah tertangkap adalah 420 kg.

9
10

Gambar 3. Perbandingan ukuran Tuna dengan manusia

Daging ikan tuna berwarna merah muda sampai merah tua disebabkan

ototnya mengandung lebih banyak myglobin sehingga pada spesies tuna sirip

biru (bluefin tuna) bahkan dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air

hanya melalui aktifitas ototnya.

Gambar 4. Daging ikan tuna


Tuna adalah ikan dengan nilai komersial tinggi. Bagi Indonesia ikan tuna

merupakan komoditas ekspor terbesar kedua dengan kontribusi 20 % total

nilai ekspor dan volume rata-rata 200.000 ton/tahun (dkp.go.id/content/

ikantuna.htm).

10
11

Ikan tuna mentah per 100 gram porsi makanan mengandung 103 kcal

energi dengan kandungan protein sebesar 22 gram, tidak mengandung serat

dan karbohidrat, kaya potassium dan phospor masing-masing 407 mg dan

222 mg, mengandung selenium dan kalsium 36,5 mg dan 29 mg, juga

terdapat vitamin C dan vitamin A, mengandung kolesterol 47 mg, dan

berbagai asam amino seperti asam glutamic, asam aspartic, lysine, leucine,

isoleucine, alanine, dan sebagainya (www.asiamaya/nutrients/ikantuna.htm).

Keterangan tersebut menunjukkan betapa besarnya manfaat yang diberikan

ikan tuna kepada tubuh manusia.

C. Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares)

Beberapa istilah lain untuk jenis ikan tuna sirip kuning adalah tuna

madidihang, yellowfin-tuna (Inggris) dan Thunnus albacares (latin). Salah

satu ciri utama tuna sirip kuning adalah garis berwarna kuning yang terdapat

di sepanjang sisi kiri dan sisi kanan ikan tuna. Garis kuning tersebut akan

tampak jelas apabila terkena cahaya. Hidupnya bergerombol dan bergerak

sangat cepat sehingga sulit ditangkap.

11
12

Gambar 5. Yellowfin Tuna

Gambar 6. Yellowfin Tuna hidup dalam gerombolan kecil

Potensi ikan tuna jenis sirip kuning di Indonesia sangat besar sebab jenis

tersebut merupakan jenis terbanyak yang terdapat di perairan laut Indonesia.

Wilayah kelautan dengan sumber daya ikan tuna sirip kuning terbesar di

Indonesia adalah Laut Flores dan Selat Makassar.

12
13

Menurut data DKP, tuna sirip kuning di Laut Flores dan Selat Makassar

mencapai 1,2 ton per pancing dengan luas area penangkapan 605ribu km².

Meskipun demikian, hingga saat ini tingkat pengusahaan potensi tersebut

baru mencapai 50% (data terlampir).

D. Loin Tuna Sirip Kuning

Istilah loin tuna menunjukkan model potongan produk tuna ekspor. Loin

tuna sirip kuning berarti ¼ potongan memanjang ikan tuna sirip kuning, terdiri

atas sisi kiri atas, sisi kiri bawah, sisi kanan atas dan sisi kanan bawah, tidak

termasuk kepala, tulang tengah dan ekor ikan.

Gambar 7. Loin tuna sirip kuning (Thunnus albacares)

Loin tuna sirip kuning kebanyakan digunakan untuk produk tuna beku dan

dikirim ke pelabuhan impor melalui transportasi laut dengan konteiner khusus

13
14

yang memiliki refrigrator atau berpendingin. Produk tuna beku mensyaratkan

model loin disebabkan tingkat kebekuannya yang merata, sehingga kondisi

bekunya lebih mudah dipertahankan hingga tiba di konsumen akhir.

Proses tuna sirip kuning dari bentuk ikan menjadi loin dilakukan segera

setelah pendaratannya. Karena dilakukan dengan teknik tradisional, yaitu

dengan pisau dan terkadang pekerjanya tidak menggunakan sarung tangan,

maka pada proses awal ini kerap terjadi kontaminasi besi dan kuman telapak

tangan terhadap loin tuna. Tahap ini sangat membutuhkan kesadaran para

pekerja loin untuk melaksanakan sistem rantai dingin seperti yang sudah

penulis paparkan pada bab pendahuluan, yaitu dengan bekerja memakai

sarung tangan, ikan dipotong di dalam wadah yang bertaburan es, dan

menggunakan pisau potong jenis baja antikarat (stainless steel). Semua hal

tersebut adalah untuk menjaga mutu loin yang dihasilkan.

Setelah ikan tuna sirip kuning diproses menjadi loin tuna sirip kuning,

maka loin sangat membutuhkan pendingin yang cukup untuk menghambat

enzim perusak, terutama enzim pembentuk histamin.

E. Histamin

Keracunan makanan akibat mengkonsumsi produk perikanan pada

umumnya disebabkan oleh toksin yang terdapat pada ikan dari golongan

scombroidea seperti : tuna, cakalang, tongkol, marlin dan mackerel (Hardy &

Smith, 1976). Ikan-ikan tersebut dapat dikenali dari dagingnya yang sebagian

14
15

besar berwarna merah. Di pasar-pasar tradisional di Indonesia, scombroidea

seperti cakalang dan tongkol cukup mudah ditemukan.

Senyawa pada ikan scombroidea yang dapat menyebabkan keracunan

adalah histamine yang merupakan hasil perombakan asam amino bebas

histidin oleh enzim histidine dekarboksilase yang dihasilkan oleh bakteri

pembentuk histamin, yaitu Klebsiella pneumonia, Hafnia alvei, Morganella

morganii, Clostridium perfringens, Lactobacilius sp, Escherichia sp,

Salmonella sp, Photobacterium sp, serta Vibrio sp (Weit et al., 1990).

Pada ikan jenis scombroidea daging merahnya mengandung asam amino

histidin lebih tinggi daripada bagian daging putihnya (Haaland et al., 1990).

Pada ikan tuna mentah, per 100 gram porsi makanan mengandung asam

amino histidine 0,65 gram (www.asiamaya.com/nutrients/ikantuna/htm) yang

mana histidine itu terurai oleh enzim histidine dekarboksilase yang dihasilkan

bakteri pembentuk histamin dan menjadi senyawa histamine yang pada nilai

tertentu dapat menjadi racun bagi tubuh.

Keracunan histamin (intoksikasi kimiawi) terjadi dalam beberapa menit

hingga beberapa jam setelah mengkonsumsi dengan gejala seperti

kemerahan di sekitar leher dan wajah, badan terasa panas dan gatal-gatal.

Gejala yang dialami konsumen biasanya selama beberapa jam, tetapi pada

beberapa kasus gejala tersebut dapat sampai beberapa hari (Taylor, 1983).

Tingginya kandungan histamin pada ikan tuna hasil tangkapan nelayan

dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah karena tidak

15
16

diterapkannya sistem rantai dingin selama proses penanganan dan

pengolahan.

Alat tangkap juga mempengaruhi tingginya kandungan histamin pada ikan

tuna tangkapan nelayan. Sebagaimana diutarakan sebelumnya, otot tuna

yang kaya akan myglobin akan bekerja lebih kuat apabila penangkapan

dilakukan dengan cara konvensional (alat pancing) sebab terjadi adu fisik

antara pemancing dan ikan tuna, proses tarik ulur tersebutlah kemudian

menyebabkan darah ikan tuna mengalir lebih kencang dan memperbesar

kandungan asam amino histidin yang kemudian terurai menjadi histamin.

Berbeda dengan penangkapan cara modern yang menggunakan troll dimana

ikan tuna tidak bisa melawan saat terpancing dan ditarik ke kapal.

Gambar 8. Kapal penangkap ikan tuna

Lamanya waktu penangkapan di laut juga sangat mempengaruhi mutu

ikan yang ditangkap. Semakin lama waktu operasi penangkapan ikan di laut

16
17

akan semakin rendah mutu ikan yang ditangkap karena lamanya waktu

operasi melebihi kemampuan es untuk mempertahankan kesegaran ikan,

sehingga ikan yang didaratkan sebagian tidak segar lagi dan resiko

peningkatan kandungan histamin menjadi semakin besar.

Faktor cuaca turut mempengaruhi mutu ikan karena kontaminasi air hujan

yang mengandung asam tinggi dan waktu operasi penangkapan ikan di laut

menjadi lebih lama dari yang direncanakan apabila cuaca buruk.

Menurut Bulletin Cuaca Untuk Pelayaran Perairan Indonesia, sepanjang

tahun 2006 telah disimpulkan bahwa cuaca berawan sebagian dan berawan

banyak dengan hujan intensitas sedang, kadang-kadang disertai badai guntur

terjadi di Perairan Sulawesi Selatan, Laut Flores, dan Perairan Maluku.

Sementara angin di atas wilayah Perairan Indonesia di sebelah Utara

Khatulistiwa umumnya bertiup dari arah Tenggara sampai Barat Daya dan

sebelah Selatan Khatulistiwa umumnya bertiup dari arah Timur sampai

Tenggara dengan kecepatan angin berkisar antara 10–20 Knot. Sementara

keadaan laut dengan gelombang laut 1,25 s/d 2,5 m terjadi di Perairan

Masalembu, Laut Bali, Perairan Sulawesi Selatan, Selat Makassar bagian

Selatan, Laut Banda, Laut Buru, Laut Seram, Perairan Maluku bagian

Selatan, Laut Aru, Laut Maluku, dan Laut Halmahera. Sementara gelombang

laut Samudera Hindia dan Laut Arafura mencapai 30 m.

Gambar 9. Peta cuaca wilayah Indonesia pada umumnya sepanjang


tahun 2006 (data sekunder 2006)

17
18

Pemahaman yang salah dalam pengolahan ikan untuk makanan juga

menjadi penyebab terjadinya keracunan, yaitu mengolah ikan yang sudah

tidak segar lagi menjadi menu ikan pindang atau ikan asin.

Pencegahan keracunan dapat dilakukan dengan selektif memilih ikan

yang akan dikomsumsi, salah satu usaha untuk menghambat terbentuknya

histamin pada ikan jenis Thunnus albacares adalah dengan penyimpanan

pada suhu 0°C sampai pada proses pengolahan selanjutnya (Maher et al.,

2000). Dengan cara ini kerusakan fisik ikan dapat dikurangi dan terbentuknya

racun histamine dapat dihambat (Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial

Ekonomi Kelautan dan Perikanan).

18
19

F. Histamin Loin Tuna Sulawesi Selatan

Nilai kandungan histamin ikan dapat dipakai sebagai indikator tingkat

kerusakan ikan. Pada nilai histamin 15 mg% mulai tampak kerusakan, pada

50 mg% - 99 mg% berbahaya untuk kesehatan, dan pada 100 mg% atau

lebih sudah bersifat racun pada manusia (SNI 01-2360, 1991). Nilai histamin

pada produk perikanan yang aman untuk dikonsumsi adalah kurang dari 10

mg% (Scoging, 1998).

Pada rata-rata produk tuna Sulawesi Selatan terdapat kandungan hista-

min yang bervariasi mulai 0,1 - 6 mg% untuk ekspor dan hingga batas 8 mg%

untuk penjualan lokal domestik. Khusus untuk ikan dengan kandungan

histamin dibawah 4mg% negara tujuan ekspornya adalah Amerika dan Uni

Eropa, untuk kandungan histamin 4 - 6 mg% negara tujuan ekspornya adalah

Asia Timur dan Asia Tenggara, dan untuk kandungan histamin di atas 6 mg%

tujuan pemasarannya adalah restoran-restoran lokal yang menyajikan

masakan khas Jepang.

G. Histamin Loin Tuna PT Mina Samudera Makassar

PT Mina Samudera memberlakukan seleksi ketat terhadap hasil tang-

kapan nelayan yang dibelinya, khususnya produk loin tuna yang merupakan

bahan baku produk saku, steak, chunk, dan cube yang menjadi andalan atau

primadona ekspor. Hal ini disebabkan oleh ketatnya pula syarat yang diminta

19
20

importir negara tujuan ekspor berkenaan dengan kualitas produk yang dike-

hendaki.

Di PT Mina Samudera rata-rata kandungan histamin loin tuna ekspornya

berkisar 0,8–1,9 mg% dan masih memenuhi syarat kelayakan baik menurut

Sertifikat Nasional Indonesia (SNI) di bawah 8 mg% maupun oleh Sertifikat

Mutu Ekspor (SME) di bawah 6 mg%.. Dengan dilakukannya pemeriksaan

awal pada saat penerimaan ikan hasil tangkapan, loin-loin tuna yang tampak

tidak segar lagi langsung diolah untuk dijual ke pasar lokal, yaitu restoran-

restoran Jepang di kota Makassar dan sekitarnya.

Tabel 1. Klasifikasi pangsa pasar pemasaran loin tuna berdasarkan


kandungan histaminnya (data sekunder 2006)

No. Kandungan Histamin Tujuan Pemasaran


1. ≤ 4 mg% USA dan Uni Eropa
2. 4 mg% - 6 mg% Asia Timur dan Tenggara
3. 6 mg% - 8 mg% Lokal domestik

20
21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat deskriptif, yaitu dilakukan untuk menjelaskan /

mendeskripsikan variabel-variabel yang diselidiki. Data yang diperoleh memi-

liki karakteristik yang mewakili karakteristik pada umumnya.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Jl Kima V Kav E No 3A Kawasan Industri

Makassar dengan masa penelitian mulai tanggal 1 Januari 2006 hingga

tanggal 31 Maret 2006.

C. Sumber Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer bersumber dari wawancara dan observasi lapangan. Data sekunder

bersumber dari dokumentasi yang dimiliki PT Mina Samudera mulai bulan

Desember 2005 hingga bulan Juni 2006.

D. Instrumen Penelitian

21
22

Instrumen penelitian ini terdiri atas pedoman observasi dan pedoman

wawancara yang digunakan untuk mengetahui kondisi riil di perusahaan

seperti sejarah berdirinya perusahaan, sarana dan prasarana yang tersedia,

tata cara penerimaan bahan baku, teknik sampling, teknik pengolahan, dan

teknik pengemasannya. Selain pedoman observasi dan wawancara, dalam

instrumen penelitian ini juga termasuk pengamatan data pengujian histamin

yang dilakukan perusahaan.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara, digunakan untuk menghimpun data tentang hal-hal yang

diperlukan dalam penelitian yang sifatnya tidak terdokumentasi atau

merupakan penjelasan dari dokumentasi.

2. Observasi, adalah cara untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Adakalanya data atau informasi yang tidak diperoleh dalam

wawancara dapat diperoleh melalui observasi.

3. Dokumentasi, adalah data tersimpan milik perusahaan yang merupa-

kan hasil pengujian histamin terhadap loin tuna ekspor selama kurun

waktu tertentu (Desember 2005 hingga Juni 2006) dan menurut

daerah asal yang berbeda (Ambon dan Majene).

F. Teknik Analisis Data

22
23

Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif yang terdiri dari

persentase, tabel distribusi frekuensi, gambar dan grafik. Juga digunakan

teknik analisa uji t untuk mengetahui apakah perbedaan kandungan histamin

pada kedua daerah asal ikan (Ambon dan Majene) berbeda nyata atau tidak.

Kemudian untuk memperkuat analisa uji t dilakukan pula teknik analisa uji z.

23
24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PT Mina Samudera

Pada awalnya perusahaan Mina Samudera berbadan hukum CV berdiri

dengan Akte Notaris Kurniaty Fashar, SH No 9 tahun 1997 di Watampone

kabupaten Bone propinsi Sulawesi Selatan. Merupakan usaha patungan 3

sekawan Ir Suherman, Ir Hanni B Cahyadi dan Suwardi Abubakar SE.

Di Watampone CV Mina Samudera menjalakan kegiatan pembekuan ikan

cakalang dan baby tuna sebagai bahan baku ikan kaleng. Ikan diperoleh dari

nelayan setempat yang memancing di Teluk Bone dan sekitar Halmahera

Ambon. Kegiatan ini berkembang sedemikian pesat seiring kompetisi di dunia

usaha. Ketika peraturan pemerintah membatasi ruang gerak eksportir,

dimana hanya badan usaha UD dan PT yang dapat melakukan ekspor, Mina

Samudera pun merubah bentuk badan usahanya dari CV menjadi PT.

Perubahan bentuk badan usaha yang dulunya CV menjadi PT dilakukan

di hadapan Notaris Ria Trimurti, SH dengan nomer 18 tahun 2000 dan berlo-

kasi di Jl Kima V Kav E No 3A Makassar.

Kini PT Mina Samudera Makassar merambah dunia ekspor dengan pasar

tujuan utama Amerika, Jepang, dan Korea, disamping tetap menggarap pasar

lokal untuk cakalang, baby tuna, deha, layang, dan tongkol.

B. Kandungan Histamin Loin Tuna PT Mina Samudera

24
25

PT Mina Samudera telah melakukan pengujian histamin di Sucofindo

sebanyak 84 kali dari bulan Desember 2005 hingga bulan Juni 2006, rata-

rata kandungan histamin loin tuna adalah sebesar 1,459 mg%.

Gambar 10. Pengujian Histamin Loin Tuna Sirip Kuning PT Mina Samudera
Desember 2005 s/d Juni 2006 (data sekunder 2006)

Kandungan histamin
2.0
1.8

y = -0.0005x + 1.4817
1.6

R2 = 0.0024
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0

1/9/06

2/1/06

4/1/06
4/3/06

5/1/06

6/1/06
1/3/06
1/4/06
1/6/06
1/9/06

1/9/06

2/4/06
2/9/06

4/5/06
4/7/06
4/8/06

5/1/06
5/1/06

5/5/06
5/8/06

6/2/06
6/3/06
1/12/06
1/14/06
1/18/06
1/24/06
1/28/06

2/14/06

3/29/06

3/31/06

5/13/06
5/23/06
5/29/06
5/30/06
3/28/06
3/28/06
3/28/06

3/29/06

4/11/06
12/31/05
12/31/05
12/31/05

Tanggal pengujian

25
26

Persamaan y = -0,0005x +1,4817 menunjukkan garis ideal kandungan

histamin melalui metode kuadrat terkecil dengan intersep 1,4817 mg%

kandungan histamin pada sumbu y dan slope -0,0005 mg% tiap pengujian

histamin pada sumbu x. Sementara koefisien determinasi R² = 0,0024

menunjukkan betapa lebarnya titik data terpencar dengan variasi yang besar

terhadap garis ideal dan adanya hubungan yang lemah antara variabelnya.

Periode akhir Desember 2005 – awal Februari 2006 nilai kandungan

histamin sangat fluktuatif, cenderung meningkat pada periode awal Februari

2006 – akhir Maret 2006, kembali fluktuaif hingga 11 April 2006, kemudian

cenderung menurun hingga awal Mei 2006, mengalami fluktuasi di 10 hari

pertama bulan Mei 2006, kemudian cenderung turun hingga Juni 2006.

Kandungan histamin loin tuna sirip kuning yang diekspor oleh PT Mina

Samudera selama periode Desember 2005 hingga Juni 2006 masih berada di

angka < 6 mg% (SME) dan < 10 mg% (SNI) sebagai ketentuan kelayakan

ekspor dan konsumsi. Keadaan ini berarti terbuka pasar ekspor yang luas,

baik ke Amerika maupun ke Uni Eropa maupun ke negara-negara di Asia.

C. Histamin Loin Tuna Asal Ambon

Loin tuna asal Ambon berasal dari penangkapan ikan Tuna di perairan

Laut Maluku dan Laut Flores. Setelah didaratkan kemudian Tuna dibentuk

menjadi loin dan dikirim ke eksportir loin tuna di berbagai daerah, baik di kota

Ambon sendiri maupun di kota-kota lain seperti Makassar. Loin tuna asal

26
27

Ambon terkenal ekonomis sebab harga belinya lebih rendah dibandingkan

harga beli loin tuna asal Bone maupun Majene. Keadaan ini menyebabkan

banyak eksportir yang melakukan pembelian langsung dari kota Ambon.

Gambar 11. Hasil Pengujian Kandungan Histamin Loin Tuna Sirip Kuning
Asal Ambon di PT Mina Samudera (data sekunder 2006)
Kandungan histamin
2.0
1.8

y = 3E-05x + 1.4375
1.6

R2 = 2E-06
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0

2/9/06

6/3/06
1/3/06
1/4/06

2/1/06

4/1/06
4/3/06
4/5/06

5/1/06
5/1/06
5/1/06
5/5/06

6/2/06

6/3/06
1/5/06
1/6/06
1/7/06
1/9/06

2/2/06
2/4/06

4/8/06
4/8/06
1/16/06
1/18/06

1/24/06

1/30/06

3/28/06
3/28/06
3/28/06
3/29/06

5/29/06
5/30/06
1/12/06

1/19/06
1/13/06
1/14/06

1/27/06
1/28/06

3/28/06
3/28/06

3/31/06

4/11/06
12/31/05
12/31/05
12/31/05
12/31/05
12/31/05

Tanggal pengujian

27
28

Tampak persamaan y = 3E -05x +1,4375 dan R² = 2E -06 dimana E =

elastisitas, maka E >1 dan R² >1, hal ini menunjukkan kandungan histamin

loin tuna asal Ambon berada pada garis ideal atau konstan dengan titik data

tidak terpencar dan tidak banyak bervariasi.

Pada pengujian bulan Desember 2005 hingga Juni 2006 di PT Mina

Samudera, tercatat angka tertinggi 1,965 mg% di tanggal 28 Maret 2006 dan

angka terendah di tanggal 31 Desember 2005, hanya 0,884 mg%.

Pada tanggal 30 Desember 2005 dilakukan 5 kali pengujian histamin

dengan hasil yang berbeda-beda, yaitu 1,496 mg%; 1,417 mg%; 1,074 mg%;

0,882 mg%; 1,563 mg%. Keadaan ini membuktikan adanya pengaruh teknik

penangkapan secara konvensional (alat pancing tradisional) sebab jumlah

asam amino histidin sangat dipengaruhi perlawanan ikan saat terpancing dan

ditarik ke atas kapal.

Kandungan histamin loin tuna asal Ambon pada bulan Desember 2005

hingga bulan Pebruari 2006 tampak tidak stabil, kadang tinggi dan kadang

pula rendah. Selain faktor teknik penangkapan, faktor suhu juga memiliki

pengaruh kuat. Pada kurun waktu Desember 2005 hingga Februari 2006

daerah perairan Laut Maluku dan Laut Flores mengalami musim hujan seperti

wilayah daratannya. Kondisi ini menyebabkan kurangnya nelayan yang pergi

melaut dan berupaya menumpuk hasil tangkapan di daerah pendaratan

hingga terpenuhinya kuota pengiriman ke Makassar.

28
29

Bertumpuknya hasil tangkapan menyebabkan tumbuhnya mikroorganis-

me perusak tidak sama di setiap hasil tangkapan. Keadaan ini turut ditunjang

oleh kurangnya perhatian terhadap sistem rantai dingin baik oleh nelayan

maupun pengusaha pengumpul yang memproses ikan tuna menjadi loin.

Hal yang sama menjadi penyebab fluktuatifnya kandungan histamin loin

tuna asal Ambon pada akhir bulan Maret 2006 hingga awal bulan April 2006.

Tercatat pada tanggal 28 Maret 2006 kandungan histamin loin tuna asal

Ambon sebesar 1,036 mg% dan pada pengujian lain di tanggal yang sama

tercatat angka 1,965 mg%. Di tanggal 5 April 2006 tercatat angka 1,666 mg%

sebagai fluktuasi terendah periode 28 Maret 2006 – 8 April 2006.

Periode April 2006 – Juni 2006 adalah kondisi ideal antara ketersediaan

bahan baku dengan permintaan. Kandungan histamin loin tuna berhasil

dipertahankan kualitasnya baik saat penangkapan oleh nelayan di Ambon

maupun saat pengiriman hingga tiba di Makassar. Dapat kita lihat kontra

indikasinya pada periode awal Februari 2006 – akhir Maret 2006 dimana

terjadi peningkatan kandungan histamin loin ikan tuna yang disebabkan oleh

terjadinya penumpukan besar-besaran loin ikan tuna akibat keadaan cuaca.

Pembelian loin tuna asal Ambon yang dilakukan di Makassar pada

dasarnya sangat rentan terhadap penurunan mutu produk disebabkan masa

yang cukup lama, mulai dari pendaratan di Ambon hingga tiba di Makassar.

Es sebagai komponen utama sistem rantai dingin menjadi sangat penting.

29
30

D. Histamin Loin Tuna Asal Majene

Ikan tuna yang didaratkan di Majene ditangkap di perairan laut Selat

Makassar. Karena jaraknya tidak jauh dan mudah dilalui maka loin tuna asal

Majene hanya perlu dijaga esnya agar tidak terkontaminasi. Pengusaha loin

tuna di Majene cukup menerapkan sistem rantai dingin sederhana dengan

bahan pendingin yang mudah diperoleh.

Gambar 12. Hasil Pengujian Kandungan Histamin Loin Tuna Sirip Kuning
Asal Majene di PT Mina Samudera (data sekunder 2006)

Kandungan histamin
0
2.
8
1.
6

y = -0.0057x + 1.5951
1.

R2 = 0.0607
4
1.
2
1.
0
1.
8
0.
6
0.
4
0.
2
0.

2/15/2006

3/29/2006
3/31/2006

5/11/2006

5/27/2006
5/29/2006
1/9/2006

2/6/2006

4/1/2006
4/3/2006

4/8/2006

6/1/2006
6/2/2006
12/31/2005
1/4/2006
1/9/2006

1/9/2006
1/9/2006
1/9/2006

2/10/2006
2/14/2006

3/29/2006
3/29/2006

4/5/2006
4/5/2006
4/7/2006

4/11/2006
5/1/2006
5/1/2006
5/2/2006
5/5/2006
5/8/2006

5/13/2006
5/17/2006
5/23/2006

5/30/2006

6/3/2006
0
0.

Tanggal pengujian

30
31

Persamaan y = -0,0057x +1,5951 menunjukkan garis ideal dengan

intersep 1,5951 mg% kandungan histamin pada sumbu y dan slope -0,0057

mg% tiap pengujian histamin pada sumbu x. Sementara R² = 0,0607 berarti

titik data terpencar dengan variasi yang besar terhadap garis ideal dengan

hubungan yang lemah antara variabelnya.

Pengujian histamin loin tuna asal Majene periode 30 Desember 2005 –

awal Pebruari 2006 hanya 7 kali dengan hasil 1,666 mg%; 1,440 mg%; 1,681

mg%; 1,326 mg%; 1,134 mg%; 1,080 mg%; 1,432 mg%. Keadaan tersebut

menunjukkan kurangnya pasokan bahan baku loin ikan tuna.

Loin tuna asal Majene mencapai nilai tertinggi pada tanggal 5 April 2006

sebesar 1,947 mg% dan terendah pada 9 Januari 2006 sebesar 1,080 mg%.

Pada periode 10 Februari 2006 – 5 April 2006 terjadi peningkatan kan-

dungan histamin loin ikan tuna asal Majene. Namun kemudian hingga Juni

2006 terus menurun karena telah terpenuhinya kondisi ideal mutu loin.

E. Perbandingan Histamin Asal Ambon dengan Majene

Daerah Ambon dan Majene adalah penyedia utama loin ikan tuna di

wilayah Indonesia Timur dengan kekayaan sumber daya ikan tuna yang

sangat besar, yaitu Selat Makassar, Laut Flores, dan Laut Maluku. Menurut

DKP Bidang Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan

Indonesia, ketiga perairan itu memiliki potensi Tuna Sirip Kuning hingga

31
32

16ribu Ton (data terlampir). Gambar berikut ini menampilkan perbandingan

kandungan histamin loin ikan tuna asal Ambon dengan Majene.

Gambar 13. Perbandingan Kandungan Histamin loin tuna asal Ambon


dengan loin tuna asal Majene (data sekunder 2006)

Kandungan histamin
2.2

1.9

1.6
y = 3E-05x + 1.4375
R2 = 2E-06

y = -0.0057x + 1.5951
1.3
R2 = 0.0607

1.0

0.7
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47

Majene Ambon Tren Majene Tren Ambon


No pengujian

Dari gambar terlihat bahwa loin tuna asal ambon mengalami pengujian

kandungan histamin lebih banyak, hal ini berarti loin tuna PT Mina Samudera

32
33

didominasi loin tuna asal Ambon, disamping harganya lebih murah, juga

mutunya setiba di Makassar masih baik.

Garis trend menunjukkan kecenderungan kandungan histamin masing-

masing daerah. Pada periode berikutnya, yaitu Juli 2006 – Desember 2007,

loin tuna asal Ambon akan cenderung tetap seperti periode Desember 2005 –

Juni 2006, yaitu rata-rata 1,438 mg%. Sementara kandungan histamin loin

tuna asal Majene meskipun tampak turun di bawah 1,486 mg% tapi datanya

tersebar dan hubungan antara variabelnya lemah sehingga kemungkinan

terjadi pengulangan pola grafik sangat besar.

Dalam membandingkan, dilakukan analisa uji t untuk mengetahui apakah

kandungan histamin loin ikan tuna asal Ambon dan Majene berbeda nyata

atau tidak, kemudian dilakukan lagi analisa uji z untuk mengetahui apakah

salah satu daerah asal lebih tinggi kandungan histaminnya.

Penggunaan data kandungan histamin kedua daerah asal untuk analisa

uji t dan uji z membutuhkan konversi data menjadi simbol-simbol seperti

terlihat pada tabel 2, 3, 4, dan 5.

1. Data Analisa Perhitungan Uji t dan Uji z

Pada analisa uji t data diambil secara acak dari lampiran 6 (Ambon) dan

lampiran 7 (Majene) masing-masing sebanyak 10 pengujian untuk memenuhi

kriteria jumlah sampel dalam analisa uji t. Sementara pada analisa uji z, data

diambil tanpa pengacakan.

33
34

n = jumlah pengujian kandungan histamin


x = nilai kandungan histamin loin ikan tuna
x1 = rata-rata, yaitu ∑x/n
S = akar dari ∑(x-x1)²

Tabel 2. Data analisa uji t loin ikan tuna asal Ambon


N x x-x1 (x-x1)²
01 1,496 0,058 0,00334
03 1,074 -0,364 0,13262
05 1,563 0,125 0,01558
11 1,378 -0,060 0,00362
19 1,386 -0,052 0,00272
29 1,036 -0,402 0,16174
37 1,918 0,480 0,23024
43 1,206 -0,232 0,05390
45 1,262 -0,176 0,03104
47 1,236 -0,202 0,04087
13,555 0,67568
rata2 (x1) 1,356

Diketahui : n = 10
x1 = 1,356
S = √ 0,67568/(10-1) = 0,274

Tabel 3. Data analisa uji t loin ikan tuna asal Majene

N x x-x1 (x-x1)²
01 1,666 0,180 0,03230
03 1,681 0,195 0,03792
05 1,134 -0,352 0,12409
11 1,292 -0,194 0,03774
18 1,947 0,461 0,21227
19 1,680 0,194 0,03753
26 1,482 -0,004 0,00002
33 1,195 -0,291 0,08484
35 1,230 -0,256 0,06567
37 1,100 -0,386 0,14920
14,407 0,78160
rata2 (x1) 1,441
Diketahui : n = 10
x1 = 1,441
S = √ 0,78160/(10-1) = 0,2947

Tabel 4. Data analisa uji z loin ikan tuna asal Ambon

34
35

n x x-x1 (x-x1)² n x x-x1 (x-x1)²


01 1,496 0,058 0,00334 26 1,785 0,347 0,12029
02 1,417 -0,021 0,00045 27 1,478 0,040 0,00159
03 1,074 -0,364 0,13262 28 1,317 -0,121 0,01468
04 0,882 -0,556 0,30933 29 1,036 -0,402 0,16174
05 1,563 0,125 0,01558 30 1,965 0,527 0,27755
06 1,567 0,129 0,01660 31 1,795 0,357 0,12733
07 1,397 -0,041 0,00169 32 1,770 0,332 0,11011
08 1,617 0,179 0,03198 33 1,838 0,400 0,15986
09 1,581 0,143 0,02040 34 1,741 0,303 0,09171
10 1,664 0,226 0,05100 35 1,666 0,228 0,05191
11 1,378 -0,060 0,00362 36 1,757 0,319 0,10165
12 1,435 -0,003 0,00001 37 1,918 0,480 0,23024
13 1,229 -0,209 0,04375 38 1,794 0,356 0,12661
14 1,432 -0,006 0,00004 39 1,053 -0,385 0,14836
15 1,435 -0,003 0,00001 40 0,846 -0,592 0,35067
16 1,762 0,324 0,10487 41 1,401 -0,037 0,00138
17 1,269 -0,169 0,02862 42 1,459 0,021 0,00043
18 1,292 -0,146 0,02137 43 1,206 -0,232 0,05390
19 1,386 -0,052 0,00272 44 1,126 -0,312 0,09745
20 1,762 0,324 0,10487 45 1,262 -0,176 0,03104
21 1,398 -0,040 0,00161 46 1,255 -0,183 0,03355
22 1,269 -0,169 0,02862 47 1,236 -0,202 0,04087
23 1,111 -0,327 0,10704 67,594 3,44412
24 1,229 -0,209 0,04375 rata2 (x1)
25 1,245 -0,193 0,03731 1,438

Diketahui : n = 47
x1 = 1,438
S = √ 3,44412/(47-1) = 0,27363

Tabel 5. Data analisa uji z loin ikan tuna asal Majene

n x x-x1 (x-x1)² n x x-x1 (x-x1)²


01 1,666 0,180 0,03230 21 1,770 0,284 0,08050
02 1,440 -0,046 0,00214 22 1,718 0,232 0,05370
03 1,681 0,195 0,03792 23 1,643 0,157 0,02456
04 1,326 -0,160 0,02569 24 1,354 -0,132 0,01750
05 1,134 -0,352 0,12409 25 1,454 -0,032 0,00104
06 1,080 -0,406 0,16506 26 1,482 -0,004 0,00002
07 1,432 -0,054 0,00295 27 1,457 -0,029 0,00086
08 1,398 -0,088 0,00779 28 1,509 0,023 0,00052
09 1,258 -0,228 0,05211 29 1,522 0,036 0,00128
10 1,277 -0,209 0,04379 30 1,424 -0,062 0,00388

35
36

11 1,292 -0,194 0,03774 31 1,252 -0,234 0,05488


12 1,783 0,297 0,08805 32 1,277 -0,209 0,04379
13 1,830 0,344 0,11815 33 1,195 -0,291 0,08484
14 1,804 0,318 0,10095 34 1,109 -0,377 0,14233
15 1,815 0,329 0,10806 35 1,230 -0,256 0,06567
16 1,868 0,382 0,14572 36 1,271 -0,215 0,04634
17 1,855 0,369 0,13596 37 1,100 -0,386 0,14920
18 1,947 0,461 0,21227 54,992 2,27903
19 1,680 0,194 0,03753 rata2 (x1)
20 1,659 0,173 0,02984 1,486

Diketahui : n = 37
x1 = 1,486
S = √ 2,27903/(37-1) = 0,25161

2. Perhitungan Uji t

Prosedur uji t adalah sebagai berikut :

1. Menentukan Ho diterima apabila kandungan histamin kedua daerah

asal adalah tidak berbeda nyata, dan Ha diterima bila kandungan

histamin kedua daerah asal berbeda nyata.

Ho = Kandungan histamin loin tuna asal Ambon dengan loin tuna asal

Majene tidak berbeda nyata

Ha = Kandungan histamin loin tuna asal Ambon dengan loin tuna asal

Majene berbeda nyata

2. Menentukan prosentasi kemungkinan kesalahan, yaitu α = 5%.

t α /2 x (nAmbon+nMajene-2) = t 0,025 x (47+37-2) = t 2,05

3. Menentukan batas-batas diterimanya Ho dan diterimanya Ha.

Batas diterimanya Ho adalah t dimana -2,05 ≤ t ≤ 2,05

Batas diterimanya Ha adalah t dimana t < -2,05 dan t > 2,05

36
37

4. Melakukan perhitungan uji t.

x1Ambon – x1Majene

(nAmbon-1)(S Ambon)+(nMajene-1)(S Majene) 1 1

nAmbon+nMajene-2 nAmbon nMajene

Karena t = -0,35643, dimana –2,05 < -0,35643 < 2,05 maka Ho dapat

diterima, dengan demikian kandungan histamin loin ikan tuna Ambon

dan Majene tidak berbeda nyata.

3. Perhitungan Uji z

Untuk meyakinkan kebenaran analisa uji t, dilakukan pula uji z dengan

prosedur sebagai berikut :

1. Menentukan Ho diterima apabila kandungan histamin kedua daerah

asal adalah sama, dan Ha diterima apabila kandungan histamin loin

ikan tuna salah satu daerah lebih tinggi daripada daerah lainnya.

Ho = Kandungan histamin loin tuna asal Ambon dengan loin tuna

asal Majene tidak berbeda nyata.

Ha = Kandungan histamin loin tuna salah satu daerah lebih tinggi

daripada daerah lainnya atau berbeda nyata.

2. Menentukan prosentasi kemungkinan kesalahan, yaitu α = 5%.

37
38

z α /2 = z 0,05 / 2

= z 0,025 = 1,96 (tabel statistik)

3. Menentukan batas-batas diterimanya Ho dan diterimanya Ha.

Batas diterimanya Ho adalah dimana -1,96 ≤ z ≤ 1,96

Batas diterimanya Ha adalah dimana z < -1,96 dan z > 1,96

4. Melakukan perhitungan uji z.

Karena z = -0,83507 dimana -1,96 < -0,83507 < 1,96 maka Ho dapat

diterima, dengan demikian maka kandungan histamin loin ikan tuna

asal Ambon dengan asal Majene tidak berbeda nyata atau dengan

kata lain kandungan histamin loin ikan tuna asal Ambon tidak lebih

tinggi dari kandungan loin tuna asal Majene.

Kandungan histamin kedua daerah asal loin ikan tuna dipengaruhi oleh

teknik penangkapan, penerapan sistem rantai dingin, jarak dari lokasi

penangkapan ke lokasi pendaratan ikan, dan iklim daerah asal.

38
39

Kandungan histamin juga dipengaruhi oleh keadaan alam di daerah asal

loin tuna. Telah disimpulkan bahwa sepanjang tahun 2006 cuaca berawan

banyak dengan hujan intensitas sedang yang kadang-kadang disertai badai

guntur terjadi di Perairan Sulawesi Selatan, Laut Flores, dan Perairan Maluku

dengan keadaan angin umumnya bertiup dari arah Tenggara sampai Barat

Daya dan dari arah Timur sampai Tenggara dengan kecepatan angin berkisar

antara 10–20 Knot dan gelombang laut setinggi 1,25 s/d 2,5 m kecuali di

Samudera Hindia dan Laut Arafura mencapai 30m. Kondisi laut membuat

ikan tuna berenang di kedalaman maksimum 200m di bawah permukaan laut

menjauhi arus kuat di atasnya dan menyebabkan nelayan kesulitan

menangkapnya.

Keadaan laut juga membuktikan bahwa cuaca mempengaruhi kandungan

histamin loin ikan tuna sebab Perairan Sulawesi Selatan, Laut Flores, dan

Perairan Maluku yang mengalami cuaca buruk adalah lokasi nelayan asal

Ambon dan nelayan asal Majene mencari ikan.

Teknik penangkapan kedua daerah asal loin ikan tuna dapat dikatakan

sangat tradisional, masih menggunakan tenaga manusia dalam menarik ja-

ring maupun pancing.

Penanganan loin tuna di Majene tidak menggunakan teknik pendinginan

yang baik, sebaliknya di Ambon teknik pendinginan lebih diperhatikan. Jarak

dari lokasi penangkapan ke lokasi pendaratan ikan di Majene termasuk jauh,

39
40

yaitu 8 jam perjalanan, sementara di Ambon hanya 3 jam, keadaan ini

menunjang percepatan pertumbuhan bakteri pengurai histidin karena tidak

diterapkannya sistem rantai dingin oleh kebanyakan nelayan di Majene.

Iklim di Ambon lebih cerah daripada Majene yang berhadapan dengan

Selat Makassar yang terkenal iklimnya sulit diprediksi.

Ketika dilakukan analisa uji, diperoleh kesimpulan kandungan histamin

kedua daerah asal loin ikan tuna tersebut tidak berbeda nyata, hal ini

membuktikan kecenderungan garis trend yang mengindikasikan kondisi ideal

bahan baku ekspor, permintaan ekspor, dan iklim yang baik. Pembelian loin

tuna di Ambon dan di Majene memiliki prospek bagus karena berpotensi

memberikan keuntungan bagi perusahaan.

40
41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kandungan histamin loin tuna untuk ekspor di PT Mina Samudera terbukti

memenuhi syarat konsumsi maupun ekspor, meskipun berasal dari daerah

yang berbeda namun kandungan histamin loin tuna asal Ambon dan Majene

tidak menunjukkan perbedaan yang berarti.

Keadaan cuaca, sistem rantai dingin, jarak dari lokasi penangkapan ke

lokasi pendaratan, dan teknik penangkapan ikan tuna merupakan faktor-

faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan histamin loin tuna.

B. Saran-saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kandungan histamin loin tuna

asal Bone dan daerah pemasok loin tuna lainnya.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut apakah penguraian histidin menjadi

histamin dapat dicegah secara kimiawi.

3. PT Mina Samudera perlu membuka cabang di daerah-daerah pemasok

loin tuna dan melakukan kegiatan ekspor langsung dari sana.

41

You might also like