You are on page 1of 59

MAKALAH KARDIOLOGI INFARK MIOKARD DENGAN ST ELEVASI (STEMI)

Oleh:

I PUTU JUNIARTHA W. VICTOR KRISTANTO SOERODJO NUR HANISA AYU SEKARANI DAMANA PUTRI

Pembimbing: dr. M. SAIFURROHMAN, SpJP, Mkes

LABORATORIUM / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

Acute coronary syndrome (ACS) adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan gejala yang muncul akibat adanya iskemia miokard akut.ACS yang terjadi karena terjadinya infark otot jantung disebut dengan infark miokard.ACS juga meliputi unstable angina pectoris, infark miokard non elevasi segmen ST (NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Ramrakha, 2006). Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot otot jantung (Fenton, 2009).Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh thrombosit.Lokasi dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Irmalita, 1996). Menurut laporan WHO pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%) (WHO, 2008). Di Indonesia pada tahun 2002, infark miokard merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (9,4%) (WHO,

2008).Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Yanmedik Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa.Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik, yaitu sejumlah 110.183 kasus. Case fatality rate (CFR) tertinggi terjadi pada Infark Miokard Akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%), dan penyakit jantung lainnya (Depkes, 2009). Diagnosis infark miokard didasarkan pada diperolehnya dua atau lebih 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG), dan peningkatan pertanda biokimia, selain itu nyeri dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak berhubungan dengan aktivitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST, dan iversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Protein protein intraseluler ini meliputi aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatinine kinase isoenzyme MB (CK-MB), myoglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein protein ini mengonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).

Angka mortalitas dan morbiditas akibat komplikasi dari IMA yang masih tinggi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keterlambatan dalam mencari pengobatan, kecepatan serta ketepatan diagnosis yang menangani.Kecepatan penanganan dinilai dari time window antara onset nyeri dada sampai tiba di rumah sakit dan mendapat penanganan di rumah sakit.Evaluasi tentang kecepatan dan ketepatan penanganan terhadap pasien IMA diperlukan untuk mencegah tibulnya komplikasi.Oleh karena itu makalah ini ditujukan untuk membahas kasus IMA pada pasien CVCU RSSA Malang yang kelompok kami observasi secara lebih mendalam untuk menjadi pembelajaran di bidang kardiologi.

BAB II LAPORAN KASUS 2.1. Nama Umur Alamat Pekerjaan No. Reg MRS Identitas pasien : Tn. Tono Sunu Praptadi : 57 tahun : Jalan Danau Ranau G5E/56, Sawojajar, Malang : Guru : 10650644/ 1235790 : 13 Desember 2012

2.2. Anamnesis 2.2.1 Keluhan utama: Nyeri dada 2.2.2 Riwayat Penyakit: Pasien mengeluhkan nyeri dada yang muncul 4 jam sebelum masuk rumah sakit, Nyeri dada terasa seperti ditekan, dan berat untuk bernafas. Nyeri terasa di dada sebelah kiri dan tembus sampai punggung. Nyeri dirasakan secara tiba- tiba saat pasien tidur dan nyeri dirasakan terus menerus selama lebih dari 1 jam. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat dan nyeri semakin lama semakin memberat. Dua hari sebelum masuk rumah sakit pasien juga mengeluhan nyeri dada, namun tidak terlalu berat dan hilang dengan istirahat. Nyeri dada di sebelah kiri dan tidak menjalar. Nyeri muncul saat pasien sedang melakukan jalan-jalan pagi. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah, dan ada keringat dingin sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh sesak yang berkurang jika dibuat duduk. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak kurang lebih 15 tahun yang lalu dengan tekanan darah systole rata rata 150 mmHg.Sebelumnya pasien rutin kontrol ke dokter umum dan mendapatkan terapi Norvask.Mulai 3 tahun terakhir pasien tidak rutin kontrol dan hanya kontrol serta minum obat jika ada gejala nyeri kepala dan kaku leher saja.Riwayat DM dan gejala klasik DM disangkal. Riwayat Keluarga: kakak ada riwayat sakit jantung, dan paman memakai ring pada jantung. Dalam 2 minggu terakhir pasien Pasien sempat berobat ke dokter umum, dan mendapatkan terapi Antasid dan Cimetidine. Riwayat merokok sejak +30 tahun yang lalu,

sebanyak 1 pak dalam 2 hari, dan mulai berkurang dalam 2 tahun ini menjadi 1 pak dalam 4 hari. Pasien tidak mengeluh adanya sesak nafas saat beraktivitas.Pasien bekerja sebagai guru dan nyeri dada ini timbul saat pasien sibuk mengurus ujian akhir semester murid murid di sekolahnya.Pasien biasanya tidur dengan 1 bantal, dan tidak pernah terbangun dari tidur karena sesak.Pasien juga tidak pernah merasakan ada bengkak di kaki.Riwayat Alergi: Memiliki alergi di kulit terutama di pergelangan tangan kanan-kiri, dan kaki kiri-kanan. 2.3 Review of System Umum Lelah Penurunan BB Demam Menggigil Berkeringat Kulit Rash Gatal Luka Tumor Kepala/ Leher Sakit Nyeri Kaku Leher Trauma Mata Kacamata Gatal Icterus Merah Nyeri Diplopia Visus + + Ginjal saluran kencing Gatal Sekret Alat Abdomen Vaskuler Klaudikasio Flebitis Ulkus Arteritis Vena Varikose Nafsu makan Anoreksia Mual Muntah Perdarahan Melena Nyeri Diare kelamin Konstipasi BAB Hemoroid Hernia dan Nyeri + + + -

perempuan (tidak diperiksa)

Telinga

Pendengaran Infeksi Nyeri Benjolan

Dbn Hematologi Endokrin

Penyakit kelamin Ulkus Ereksi Disuria Hematuria Inkontinensia Nokturia Frekuensi Muskuloskelet Anemia al Perdarahan Diabetes Penurunan BB Goiter Sistem Syaraf Toleransi suhu terhadap -

Mulut & Nyeri Tenggorokan Kering Suara serak Sulit menelan Sakit menelan Ulkus Infeksi Pernafasan Batuk Riak Nyeri Mengi Sesak nafas Hemoptisis Pneumonia Nyeri Pleuritik Tuberkulosis Payudara Sekret Nyeri Benjolan Perdarahan Infeksi Jantung Angina

saat -

Asupan cairan Trauma

+ Emosi

Nyeri Kaku Bengkak Lemah Nyeri punggung Kram Sinkop Kejang Tremor Nyeri

Sesak nafas Orthopnea PND Edema Murmur Palpitasi Infark Hipertensi

+ +

Sensorik Tenaga Daya ingat Kecemasan Tidur Depresi Halusinasi

Dbn Dbn Dbn -

2.4 Pemeriksaan Fisik Kesan umum: Tampak sakit sedang GCS 456, TD = 135/64 mmHg, Nadi = 85x per menit regular kuat, RR = 18x per menit reguler, tax: 36,6oC.

KULIT Inspeksi: Kulit kecoklatan, turgor kulit dalam batas normal, rash (-) ekstremitas dan abdomen, luka (-), infeksi (-), ptechiae (-), hematom (-), ekskoriasi (-), ikterus (-) nodul (-), atrofi (-)

Palpasi: KEPALA DAN LEHER Inspeksi: Palpasi: Auskultasi: Pemeriksaan: TELINGA Inspeksi: Palpasi: HIDUNG Inspeksi:

Normocephali, anemic (-), icteric (-), edema di leher(-) Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-) Bruit (-) JVP R+0cm H2O (45o)

Serumen (-/-), Infeksi (-/-) Massa (-)

Septum deviasi (-), sekret (-), perdarahan (-), polip (-)

Palpasi:

Nyeri (-)

RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN Inspeksi: Palpasi: MATA Inspeksi: Palpasi: Funduskopi: TORAKS (PULMO) Inspeksi: Palpasi: Perkusi: Bentuk simetris, gerakan simetris, irama cepat, tumor (-) SF D~S s s s s s s Auskultasi: v v v JANTUNG Inspeksi: Palpasi: Perkusi: Auskultasi: ABDOMEN Inspeksi: Auskultasi: Palpasi: flat, hernia (-), sikatriks (-) BU (+) N, bruit (-) Konsistensi soefl, massa (-). Liver span 8cm Perkusi: Traube space tymphani, shifting dullness (-) Ictus invisible Ictus palpable at ICS V MCL sinistra LHM~ictus, RHM~SL Dextra S1S2 single, murmur (-), gallop (-) v v v Rh - - - Wh - - - Ptosis (-), anemis konjungtiva D/S (- / -), sclera icteric (-/-), infeksi (-/-), tumor (-/-),perdarahan (-/-),pupil bulat isokor, Tidak dilakukan pemeriksaan tonometri Tidak dilakukan Gigi tampak normal, leukoplakia (-), ulkus (-) lidah & bibir, tumor (-), infeksi (-),crusta (-) Nyeri (-), tumor (-)

PUNGGUNG Inspeksi: Palpasi: EKSTREMITAS Inspeksi: Anemis (-), icteric (-), edema -|Akral dingin, nyeri (-), massa (-), nadi perifer (-) ALAT KELAMIN Laki-laki: REKTUM NEUROLOGI Inspeksi: BICARA Gerak dalam batas normal, lemah(-), koordinasi normal, fasikulasi (-), tremor (-), flaksid (-) Tidak ditemukan kelainan Tidak diperiksa Tidak diperiksa Dalam batas normal Nyeri (-), tidak teraba adanya tumor

2.5. Lab

Pemeriksaan Laboratorium Nilai 17.970 14,30 42,40 358.000 91 126 23,20 /l gr/dL % /l 60-100 mg/dL <200 mg/dL Lab Na K Cl SGOT SGPT Albumin 143 Nilai 135 3,73 106 268 2 136-145 m mol/l 3,5-5,0 m mol/l 99-106m mol/l 0-40U/L 0-41U/L g/dl <200 mg/dl

2.5.1. Laboratorium 13 Desember 2012 (IGD)

Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit GDP GDS Ureum

16,6-48,5 Kolesterol total mg/dl

Creatinin Troponin I CK-NAC CK-MB PTT APTT

0,90 16,70 3038 327 11,6(11,6) 29,2(24,9)

0,67-1,17 HDL mg/dl <1,0 g/dl LDL 39-308 U/L 7-25 U/l Triglycerida Uric acid MCV MCH

45 79 70 7,3 77,00 26,00

>50 mg/dl 100 mg/dl <200 mg/dl 3,4-7,0 mg/dl 80-93 fl 27-31 pg

2.5.2. EKG 13 Desember 2012 (UGD)

Sinus rhythm with heart rate 80 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,12 detik : 0,12 detik : 0,40 detik

ST Elevasi pada lead II,III, dan aVF QS pattern pada lead III, aVF Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 80 tpm dengan STEMI inferior

2.6. POMR Gejala dan Tanda Laki - laki, 57 tahun Anamnesis: - Nyeri dada sebelah kiri tembus ke punggung, seperti ditekan, nyeri terus menerus selama > 1jam, onset > 13 jam Pemeriksaan fisik: -GCS: 456 - TD: 135/64 mmHg - N: 85 per menit - RR: 18x per menit - tax: 36,6oC Pemeriksaan tambahan: - Troponin I: 16,70 - CK-NAC: 3038 - CK-MB: 327 - ECG: STEMI inferoposterior Laki - laki, 57 tahun Anamnesis: - Riwayat hipertensi sejak kurang lebih 15 tahun yang lalu. - Riwayat merokok sejak lebih dari 30 tahun yang lalu kurang lebih 1 pak Daftar Masalah 1.STEMI Inferior Onset 13 jam Killip 1 Diagnosis Awal Rencana Diagnosis Coronary Angiography Rencana Terapi O2 2-4 lpm Nasal Canule IVFD NaCl 0,9% lifeline Total cairan 1800 cc/ hari Diet jantung 1 6x200cc/hari Injeksi Arixtra 1x2,5 mg subkutan Per oral: Asam Asetilsalisilat 1x320mg 1x80mg Injeksi Clopidogrel 300mg 1x75mg Rencana Monitoring Vital sign Subjective Monitoring EKG Balans cairan Tanda tanda perdarahan Rencana Edukasi Menjelaskan tentang penegakan diagnosis STEMI inferior, terapi yang akan dilakukan, dan prognosis penyakit ke depannya.

2. Hipertensi Stage II

Funduscopy Lipid profile GDI/II Uric Acid

Per oral: Captopril 3x62,5mg Atorvastatin 0-40mg Laxadin 3xCI Alprazolam 0-0,5mg

Vital sign Subjective

Menjelaskan tentang penegakan diagnosis STEMI inferior, terapi yang akan dilakukan, dan prognosis penyakit ke depannya.

untuk 4 hari sampai dengan sekarang. Pemeriksaan fisik: -GCS: 456 - TD: 143/94 mmHg (IGD) 135/64 mmHg (CVCU) - N: 85 per menit - RR: 18x per menit - tax: 36,6oC Pemeriksaan tambahan: Laki - laki, 57 tahun Anamnesis: - Riwayat merokok sejak lebih dari 30 tahun yang lalu kurang lebih 1 pak untuk 4 hari sampai dengan sekarang. Pemeriksaan Fisik: -GCS: 456 - TD: 135/64 mmHg - N: 85 per menit - RR: 18x per menit - tax: 36,6oC Laki - laki, 57 tahun Anamnesis: - Sesak nafas jika beraktivitas - Pasien juga mengeluh sesak

3. Heavy Smoker

Penghentian merokok

Menjelaskan tentang pentingnya menghentikan kebiasaan merokok dengan memberi gambaran prognosis pasien jika merokok dihentikan dan diteruskan, memberikan saran bagaimana cara menghentikan kebiasaan merokok.

4. Heart Failure Stage B

Echocardiogra phy

Injeksi Furosemid 20-0-0 mg iv

Menjelaskan tentang penegakan diagnosis Heart Failure, terapi yang akan dilakukan, dan prognosis penyakit ke

yangberkurang jika dibuat duduk. - Pasien tidur dengan satu bantal Pemeriksaan Fisik: -GCS: 456 - TD: 135/64 mmHg - N: 85 per menit - RR: 18x per menit - tax: 36,6oC

depannya.

2.7. Hasil Follow-Up Tanggal 13/12/12 Subjective Nyeri dada berkurang Objective KU: tampak sakit sedang GCS: 456 TD: 98/66 mmHg N: 82x/ menit RR: 24x/ menit Tax: 36,5oC K/L: anemic-|-, icteric -|JVP R+0 cmH2O, 45o Tho: C/ Ictus invisible palpable at ICS V MCL Sinistra LHM~Ictus RHM~SL Dextra S1S2 single murmur (-) P/ Simetris St D=S S S V V Rh:- - Wh: - S S V V - - S S V V++ - Abd: soefl, bising usus (+) normal Extremitas: Akral hangat, edema -|Lab: Leukosit: 17.970 Hemoglobin: 14,30 MCV: 77 MCH: 26 Hematokrit: 42,40 Trombosit: 358.000 Serum elektrolit: Assessment 1. STEMI Inferior RVI onset 13 jam Killip 1 2. Hipertensi stage II 3. Heavy smoker 4. AV Blok Derajat 1 5. Heart Failure stage B Planning PDx: Tunggu hasil lipid profile, uric acid, GDI/II PTx: O2 2-4 lpm NC Bedrest total Semifowler position Diet jantung II 1700 kkal/ hari Balans cairan negative maksimal 500cc/ hari Total cairan 1800cc/hari IVFD NaCl 0,9% lifeline ~ 500cc per hari Injeksi Arixtra 1x2,5mg sucutan Injeksi Furosemid 20-0-0 mg iv PO: ASA 1x80mg Clopidogrel 1x75mg ISDN 3x5 mg Captopril 3x6,25mg Laxadin 3xCI Atorvastatin 0-40 mg Alprazolam 0-0,5mg PMo: Vital sign, subjective, balans cairan

14/12/12

Agak sesak, nyeri dada (-)

Natrium: 135 Kalium: 3,73 Klorida: 106 SGOT: 268 SGPT: 2 Ur: 23,20 Cr: 0,90 GDP: 91 GDS: 126 PTT: 11,6 (11,6) APTT: 29,2 (24,9) Troponin I: 16,70 CK-NAC: 3038 CK-MB: 327 Kolesterol total: 143 Trigliserida: 70 HDL: 45 LDL: 79 Uric acid: 7,3 KU: tampak sakit sedang GCS: 456 TD: 105/69 mmHg N: 85x/ menit RR: 20x/ menit Tax: 36,5oC K/L: anemic-|-, icteric -|JVP R+0 cmH2O, 45o Tho: C/ Ictus invisible palpable at ICS V MCL Sinistra LHM~Ictus RHM~SL Dextra S1S2 single murmur (-)

1. STEMI Inferior RVI onset 13 jam Killip 1 2. Hipertensi stage II 3. Heavy smoker 4. AV Blok Derajat 1 5. Heart Failure stage B

PDx: Tunggu hasil: Lipid profile, uric acid, GDI/II PTx: O2 2-4 lpm NC Bedrest total Semifowler position Diet jantung II 1700 kkal/ hari Balans cairan negative maksimal 500cc/ hari Total cairan 1800cc/hari IVFD NaCl 0,9% lifeline ~ 500cc per hari Injeksi Arixtra 1x2,5mg sucutan Injeksi Furosemid 20-0-0 mg iv

P/ Simetris St D=S S S V V Rh:- - Wh: - S S V V - - S S V V++ - Abd: soefl, bising usus (+) normal Extremitas: Akral hangat, edema -|Produksi urin: 400cc/ 9jam ~ 0,7cc/kg/min Balans cairan: -170cc Lab: Troponin I: 15,80 CK-NAC: 2096 CK-MB: 192 15/12/12 Untuk bernafas masih agak sulit KU: tampak sakit sedang GCS: 456 TD: 113/31 mmHg N: 95x/ menit RR: 18x/ menit Tax: 36,5oC K/L: anemic-|-, icteric -|JVP R+0 cmH2O, 45o Tho: C/ Ictus invisible palpable at ICS V MCL Sinistra LHM~Ictus RHM~SL Dextra S1S2 single murmur (-) 1. STEMI Inferior RVI onset 13 jam Killip 1 2. Hipertensi stage II 3. Heavy smoker 4. AV Blok Derajat 1 5. Heart Failure stage B

PO: ASA 1x80mg Clopidogrel 1x75mg ISDN 3x5 mg Captopril 3x6,25mg Laxadin 3xCI Atorvastatin 0-40 mg Alprazolam 0-0,5mg PMo: Vital sign, subjective, balans cairan

PDx: PTx: O2 2-4 lpm NC Bedrest total Semifowler position Diet jantung II 1700 kkal/ hari Balans cairan negative maksimal 500cc/ hari Total cairan 1800cc/hari IVFD NaCl 0,9% lifeline ~ 500cc per hari Injeksi Arixtra 1x2,5mg sucutan Injeksi Furosemid 20-0-0 mg iv PO: ASA 1x80mg Clopidogrel 1x75mg

16/12/12

Nyeri dada minimal

P/ Simetris St D=S S S V V Rh:- - Wh: - S S V V - - S S V V++ - Abd: soefl, bising usus (+) normal Extremitas: Akral hangat, edema -|KU: tampak sakit sedang GCS: 456 TD: 115/55 mmHg N: 95x/ menit RR: 18x/ menit Tax: 36,5oC K/L: anemic-|-, icteric -|JVP R+0 cmH2O, 45o Tho: C/ Ictus invisible palpable at ICS V MCL Sinistra LHM~Ictus RHM~SL Dextra S1S2 single murmur (-) P/ Simetris St D=S S S V V Rh:- - Wh: - S S V V - - S S V V++ - Abd: soefl, bising usus (+) normal Extremitas: Akral hangat, edema -|-

ISDN 3x5 mg Captopril 3x6,25mg Laxadin 3xCI Atorvastatin 0-40 mg Alprazolam 0-0,5mg PMo: Vital sign, subjective, balans cairan PDx: PTx: O2 2-4 lpm NC Bedrest total Semifowler position Diet jantung II 1700 kkal/ hari Balans cairan negative maksimal 500cc/ hari Total cairan 1800cc/hari IVFD NaCl 0,9% lifeline ~ 500cc per hari Injeksi Arixtra 1x2,5mg sucutan Injeksi Furosemid 20-0-0 mg iv PO: ASA 1x80mg Clopidogrel 1x75mg ISDN 3x5 mg Captopril 3x6,25mg Laxadin 3xCI Atorvastatin 0-40 mg Alprazolam 0-0,5mg PMo: Vital sign, subjective, balans cairan

1. STEMI Inferior RVI onset 13 jam Killip 1 2. Hipertensi stage II 3. Heavy smoker 4. AV Blok Derajat 1 5. Heart Failure stage B

Laboratorium 13 Desember 2012 (IGD)


Lab Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit GDP GDS Ureum Creatinin Troponin I CK-NAC CK-MB PTT APTT Nilai 17.970 14,30 42,40 358.000 91 126 23,20 0,90 16,70 3038 327 11,6(11,6) 29,2(24,9) /l gr/dL % /l 60-100 mg/dL <200 mg/dL Lab Na K Cl SGOT SGPT Albumin 143 45 79 70 7,3 77,00 26,00 Nilai 135 3,73 106 268 2 136-145 m mol/l 3,5-5,0 m mol/l 99-106m mol/l 0-40U/L 0-41U/L g/dl <200 mg/dl >50 mg/dl 100 mg/dl <200 mg/dl 3,4-7,0 mg/dl 80-93 fl 27-31 pg

16,6-48,5 Kolesterol total mg/dl 0,67-1,17 HDL mg/dl <1,0 g/dl LDL 39-308 U/L 7-25 U/l Triglycerida Uric acid MCV MCH

EKG 13 Desember 2012 (UGD)

Sinus rhythm with heart rate 80 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,12 detik : 0,12 detik : 0,40 detik

ST Elevasi pada lead II,III, dan aVF Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 80 tpm dengan STEMI inferior

EKG 13 Desember 2012

Sinus rhythm with heart rate 83 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,12 detik : 0,08 detik : 0,40 detik

ST Elevasi pada lead II,III, aVF, V2R, V3R, V4R Q-S pattern pada V2R,V3R,V4R,V5,V6R Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 83 tpm dengan STEMI inferior dan STEMI right ventrikel

EKG 13 Desember 2012 Jam 10.50

Sinus rhythm with heart rate 80 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,16 detik

QRS complex QT interval

: 0,16 detik : 0,32 detik

ST Elevasi pada lead II, III, aVF, V3R, V4R, QS pattern pada lead III, Avf, V2R,V3R,V4R, V5R, V6R Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 80 tpm dengan STEMI inferior dan Right Ventrikel, OMI inferior dan right ventrikel

Laboratorium 14 Desember 2012 (CVCU)


Lab Troponin I CK-NAC CK-MB Nilai 15,80 2096 192 <1,0 g/dl 39-308 U/L 7-25 U/l

EKG 14 Desember 2012 Jam 05.00

Sinus rhythm with heart rate 83 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,08 detik : 0,12 detik : 0,40 detik

ST Elevasi pada lead II QS pattern pada lead III, aVF Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 83 tpm dengan OMI inferior

EKG 15 Desember 2012 Jam 04.00

Sinus rhythm with heart rate 93 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,20 detik : 0,16 detik : 0,28 detik

ST Elevasi pada lead II QS pattern pada lead III, aVF Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 93 tpm dengan OMI inferior

EKG 16 Desember 2012

Sinus rhythm with heart rate 93 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,20 detik : 0,12 detik : 0,28 detik

ST Elevasi pada lead II QS pattern pada lead III, aVF Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 93 tpm dan OMI inferior

EKG 16 Desember 2012 Jam 04.45

Sinus rhythm with heart rate 93 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,12 detik : 0,12 detik : 0,40 detik

ST Elevasi pada V1 dan V2 Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 93 tpm dengan OMI inferior

EKG 18 Desember 2012

Sinus rhythm with heart rate 80 tpm Frontal Axis Horizontal Axis PR interval QRS complex QT interval : Left Axis Deviation : CCW : 0,12 detik : 0,12 detik : 0,40 detik

ST Elevasi pada lead II Q-S pattern pada lead III, avF Kesimpulan: sinus rhythm dengan HR 80 tpm dengan OMI inferior

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Pustaka 3.1.1 Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor- faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Tedjasekmana P dkk, 2010). Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombosis mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. (Harrisons Principles of Internal Medicine, 2008). Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis ( kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/ IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut ( integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Harrisons Principles of Internal Medicine, 2008). Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endothel yang russk. Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. (Harrisons Principles of Internal Medicine, 2008).

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Harrisons Principles of Internal Medicine, 2008). 3.1.2. Diagnosis Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas (typical chest pain) dan gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim (Sudoyo AW dkk, 2006). 3.1.2.1. Anamnesis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung.Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung, perlu dibedakan apakah nyerinys berasal dari koroner atau bukan. Perlu faktor- faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga (Sudoyo AW dkk, 2006). Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah.Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur (Sudoyo AW dkk, 2006).

3.1.2.1.1. Nyeri dada Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak.Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (typical angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA.Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: Lokasi Sifat nyeri : Substernal, retrosternal, dan prekordial : Rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Penjalaran : Biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/ interskapula, perut, dan lengan kanan Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat

Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI; seperti pada diabetes mellitus dan usia lanjut dimana STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai (Sudoyo AW dkk, 2006). 3.1.2.2 Pemeriksaan Fisis Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin.Kombinasi nyeri dada substernal 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hamper setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38oC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI (Sudoyo AW dkk, 2006). 3.1.2.3. Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan dicurigai STEMI.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segment ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi

perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard

gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q (Sudoyo AW dkk, 2006). 3.1.2.4. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I, yang dilakukan secara serial.cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.Peningkatan nilai enzim di atas dua kali batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. 1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10 24 jam dan kembali normal dalam 2 4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. 2. cTn: ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5 14 hari sedangkan cTn 1 setelah 5-10 hari. 3. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu myoglobin, creatinine kinase (CK), lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injury miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3 7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000 15.000/ L.

Gambar 1: Nilai enzim-enzim biomarker jantung pada pasien STEMI (Sumber: Harrisons Principles of Internal Medicine)

Gambar 2: Diagnosis STEMI (Sumber: Harrisons Principles of Internal Medicine) 3.1.4. Penatalaksanaan Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet dan tatalaksana komplikasi IMA.Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003.

Tatalaksana awal Tatalaksana pra rumah sakit Kematian di luar rumah sakit pada STEMI Sebgaian besar diakibatkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai stemi antara lain: 1. penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis. 2. Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi. 3. Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih. 4. Melakukan terapi reperfusi. Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini. Pemberian fibrinolitik prehospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di ambulans yang udah terlatih untuk mengintrepretasian EKG dan manajemen STEMI serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi.

Tatalaksana di ruang emergensi Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera triase pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. Tatalaksana umum: 1. Oksigen: suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. 2. Nitrogliserin: nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. 3. Morfin: sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2 4 mg dan dapat diulang dengan interval 5 15 menit sampai dosis total 20 mg. 4. Aspirin: merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbs aspirin bukal

dengan dosis 160 325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan per oral dengan dosis 75 162 mg. 5. Beta blocker: jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian beta blocker intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali per menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100mg tiap 12 jam.

Tatalaksana di rumah sakit ICCU: 1. Aktivitas: pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. 2. Diet: pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4 12 jam karena resiko muntah dan spirasi segera setelah infark miokard. 3. Sedasi: pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30mg atau lorazepam 0,5-2mg, diberikan 3-4 kali/hari. 4. Saluran pencernaan (bowels): istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaak kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200mg/ hari).

Komplikasi IMA 1. Disfungsi Ventrikuler: Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.

2. Gangguan hemodinamik Gangguan pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya, 3. Shock kardiogenik Shock kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan.Biasanya pasien yang berkembang menjadi shock kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel. 4. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. 5. Aritmia paska STEMI Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi zona iskemi miokard. 6. Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi.Beta blocker efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI. 7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama. 8. Fibrilasi atrium. 9. Aritmia supraventrikuler. 10. Asistol ventrikel. 11. Bradiaritmia dan blok. 12. Komplikasi mekanik Ruptur muskulus papillaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel. Terapi Reperfusi Reperfusi derajat disfungsi dini dan akan memperpendek ventrikel lama dan oklusi koroner, meminimalkan pasien

dilatasi

mengurangi kemungkinan

STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-ballon) time

untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi, antara lain: Waktu onset gejala Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predictor penting luas infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan thrombus sangat tergantung dengan waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian. Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten, kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang mengalami PCI. Beberapa laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju mortalitas jika PCI dikerjakan setelah 2 sampai 3 jam setelah gejala. Resiko STEMI Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI.JIka estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik. Resiko Perdarahan Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien.Jika terapi reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI.Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko. Waktu yang Dibutuhkan untuk Transport ke Laboratorium PCI Adanya fasilitas kardiologi Intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis.Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren non fatal ataustrok dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju infark miokard non fatal berkurang.

Langkah-langkah Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien STEMI:

Langkah 1: Nilai waktu dan risiko 1. Waktu sejak onset gejala 2. Risiko STEMI 3. Risiko fibrinolisis 4. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI yang mampu Langkah 2: Tentukan apakah fibrinolisis atau strategi invasif lebih disukai. Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasive, tidak ada preferensi untuk strategi lain. Fibinolisis umumnya lebih disukai jika: 1. Presentasi awal <3 jam atau kurang dari onset gejala dan keterlambatan ke strategi invasive. 2. Strategi invasive bukan merupakan pilihan. 3. Laboratorium kateterisasi belum tersedia. 4. Kesulitan akses vascular. 5. Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu. 6. Terlambat untuk strategi invasive: a. Transport jauh. b. (Door-to-balloon)-( Door-to-needle) time lebih dari 1 jam. c. Medical contact-to-balloon atau door balloon time lebih dari 90 menit. d. Shock kardiogenik. e. Klas Killip lebih atau sama dengan 3. Strategi invasive pula umumnya lebih disukai jika laboratorium PCI yang mampu tersedia dengan backup surgical medical contact toballoon atau door to ballon time <90 menit. (Door to ballon)-(Door to needle) time <1 jam dan resiko tinggi STEMI

Percutaneous Coronary Intervention Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam melakukan arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan

lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit (Sudoyo AW dkk, 2006).

Reperfusi Farmakologis Fibinolisis Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door-to-needle time <30 menit).Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non fibrin seperti streptokinase.Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat (culprit) digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial infarction (TIMI) grading system: Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena infark. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapitanpa perfusi vascular distal. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri normal Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal. Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang.Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit sampai 50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapat terapi dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapat manfaat yang terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih sedang, terapi masih tetap bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat nampaknya masih ada samapi 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST masih tetap elevasi pada sadapan EKG yang belum menunjukkkan gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian pada masalah logistic seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis dapat

dimulai dibandingkan implementasi PCI. tPA dan activator plasminogen spesifik fibrin lain seperti rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik (Sudoyo AW dkk, 2006).

Obat Fibrinolitik Streptokinase (SK) Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibody.Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.Manfaat mencakup harganya yang murah dan insiden perdarahan intracranial yang rendah. Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) GUSTO-1 trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yangmendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal daripada SK dan risikoperdarahan intracranial sedikit lebih tinggi. Reteplase (Retevase) INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA. Pada GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang. Tenekteplase (TNKase) Keuntungan mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 10B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan tPA (Sudoyo AW dkk, 2006). Indikasi Terapi Fibrinolitik: Kelas I. Jika tidak ada kontraindikasi terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan elevasi ST>0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas. Jika tidak ada kontaindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan LBBB baru atau diduga baru. Kelas IIa Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan EKG 12 sadapan konsisten dengan infark miokard posterior. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemik yang terus berlanjaut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-

kurangnya 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sandapan ekstremitas. Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST >50% dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah percutaneous coronary intervention (PCI) (Sudoyo AW dkk, 2006). 3.1.5 Algoritma STEMI 1. Klien merasakan nyeri dada akibat iskemia. 2. Lakukan penanganan: Monitor ABCs klien, persiapkan untuk melakukan CPR dan defibrilasi Beri oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan Jika tersedia lakukan perekaman EKG lead 12. Jika ada elevasi ST: o o Segera hubungi rumah sakit terdekat. Mulai untuk memeriksa fibrilasi

3. Rujuk klien ke rumah sakit Lakukan pemeriksaan ED (<10menit) Periksa tanda-tanda vital. Evaluasi saturasi oksigen Pasang IV line Lakukan pemeriksaan EKG lead 12 Evaluasi Lakukan pemeriksaan fibrilasi Lakukan pemeriksaan elektrolit dan koagulasi Lakukan foto thoraks 4. Lakukan perawatan ED : Beri oksigen 4L/min, pertahankan saturasi >90%2. Aspirin 160-325 mg (jika tidak diberikan oleh EMS) Nitrogliserin subligual, spray, IV Morfin IV jika nyeri tidak hilang dengan nitrogliserin

3.1.6 Komplikasi STEMI

Disfungsi Ventrikular Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut,hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal danhilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmennoninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaranruang jantung secara

keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasiterbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi danknsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAdapasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitore ACE harus diberikan (Harrisons Principles of Internal Medicine, 2008). Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit padaSTEMI.Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompadan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.Tanda klinis yang terseringdijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.Pada pemeriksaanrontgen sering dijumpai kongesti paru (Harrisons Principles of Internal Medicine, 2008).

Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding vebtrikel. Penatalaksanaan:operasi. 3.1.7. Prognosis Terdapat beberapa system untuk menentukan prognosis pasca IMA: 1. Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, s3 gallop, kongesti paru, dan shock kardiogenik. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut Klas I II Definisi Tidak ada tanda gagal jantung kongestif +S3 dan atau ronki basah Mortalitas (%) 6 17

III IV

Edema paru Shock Kardiogenik

30-40 60-80

2. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).

Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut Klas I II III IV Indeks Kardiak (L/min/m2) >2,2 >2,2 <2,2 <2,2 PCWP (mmHg) <18 >18 <18 >18 Mortalitas (%) 3 9 23 51

3. TIMI risk factor adalah system prognostic paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik TIMI Risk Score untuk STEMI Faktor Resiko (Bobot) Usia 65 74 tahun Usia > 75 tahun Skor Resiko/ Mortalitas 30 hari (%) 0 (0,8) 1 (1,6)

Diabetes mellitus/ hipertensi/ angina (1 poin) Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (2 poin) Frekuensi jantung > 100 (2 poin) Klasifikasi Killip II IV (2 poin) Berat < 67 kg (1 poin) Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin) Skor resiko = total poin (0-14)

2 (2,2) 3 (4,4) 4 (7,3) 5 (12,4) 6 (16,1) 7 (23,4) 8 (26,8) >8 (35,9)

3.2 Pembahasan 3.2 Pembahasan Kasus Tn Toto, 57 tahun Teori Penegakan diagnosis STEMI :

Deskripsi nyeri 4 jam sebelum masuk Deskripsi nyeri: rumah sakit: Lokasi: di dada sebelah kiri Sifat nyeri: seperti ditekan dan berat untuk bernafas, nyeri terus menerus selama lebih dari 1 jam, tidak dan Nyeri dada tipikal berupa rasa tertekan rasa berat di daerah retrosternal,

menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, Keluhan bahu ini atau dapat

epigastrium.

menghilang

dengan

istirahat,

berlangsung secara intermiten/ beberapa menit atau persisten (>20menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,

semakin lama semakin memberat. Penjalaran: tembus ke punggung Faktor pencetus: nyeri dirasakan secara tiba tiba saat pasien tidur. Gejala yang menyertai: mual, muntah

mual/muntah, nyeri abdominal, sesak nafas dan sinkop. Nyeri dada tipikal/ angina merupakan gejala cardinal pasien IMA. Sifat nyeri

Deskripsi nyeri dua hari sebelum masuk rumah sakit: Lokasi: di dada sebelah kiri Sifat nyeri: nyeri tetapi tidak terlalu berat dan hilang dengan istirahat. Penjalaran: nyeri menjalar ke ulu hati Faktor pencetus: nyeri timbul jika pasien melakukan aktivitas agak berat (saat pasien jalan-jalan pagi). Gejala yang menyertai: Mual, muntah, dan keringat dingin.

dada angina sebagai berikut: lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial, sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditusuk, ditindih rasa benda diperas, berat, dan

seperti

dipelintir. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/ interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat

dingin, cemas, dan lemas. mungkin muncul adalah adanya nyeri dada substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan NSTEMI: gejala klinis yang mungkin

terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan. STEMI: ditemukan adanya keluhan nyeri dada yang pada setengah kasus terjadi akibat aktivitas berat, stress emosi, medis, atau bedah, serta

penyakit

dirasakan pada saat pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Unstable Angina: nyeri dengan atau tanpa penjalaran pada lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium,

sesak nafas, diaphoresis, mual, sakit kepala ringan, terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas, intoleransi

aktivitas. NSTEMI: nyeri dengan atau tanpa radiasi untuk lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium, sesak nafas,

diaphoresis, mual, sakit kepala ringan, terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas, intoleransi aktivitas, panjang dalam durasi dan lebih parah daripada angina tidak stabil. STEMI: nyeri dengan atau tanpa radiasi untuk lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium, sesak nafas,

diaphoresis, mual, sakit kepala ringan,

panjang dalam durasi dan lebih patah daripada angina tidak stabil. Riwayat penyakit sebelumnya: Riwayat penyakit sebelumnya: Diketahui mempunyai penyakit

Pasien mempunyai riwayat Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu.

aterosklerosis nonkoroner (penyakit arteri perifer/ karotis) Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah pintas koroner atau PCI

Pasien memiliki alergi di kulit terutama di pergelangan tangan kanan-kiri, dan kaki kiri-kanan.

Faktor resiko: Gender pasien: laki laki Usia pasien>50 tahun. Pasien mempunyai riwayat HT sejak 2 tahun yang lalu. Pasien merokok sejak lebih dari 30 tahun yang lalu lebih dari 1 pak untuk 4 hari sampai dengan sekarang.

Faktor resiko: Gender: laki laki lebih sering menderita sindrom koroner akut. Umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah

menurut NCEP (National Cholesterol Education Program).

Pemeriksaan fisik: KU: tampak sakit sedang GCS: 456 TD: 135/64mmHg N: 85x/ menit RR: 18x/ menit Tax: 36,6oC K/L: anemic-|-, icteric -|JVP R+0 cmH2O, 45o Tho: C/ Ictus invisible palpable at ICS V MCL Sinistra LHM~Ictus RHM~SL Dextra S1S2 single murmur (-)

Pemeriksaan fisik: Unstable takikardia, Angina, takipnea, NSTEMI, STEMI: atau

hipotensi,

hipertensi, penuruan saturasi oksigen arterial, kelainan irama jantung, Chest X-ray pada pasien sindrom

koroner akut: mungkin ada kardiomegali, edema pulmoner, atau pelebaran

mediastinum (ruptur aorta)

P/ Simetris St D=S S S V V Rh : - - Wh : - -

S S

V V

- - -

- -

S S V V++

Abd: soefl, bising usus (+) normal Extremitas: Akral hangat, edema -| Chest X-Ray menunjukkan gambaran Cardiomegaly EKG: Gambaran EKG serial EKG: pasien ini ACS bisa bermanifestasi sebagai

menunjukkan adanya STEMI Inferior dan gambaran Q patologis. Hal

STEACS, NSTEACS atau normal ECG. ST Elevasi dan ST Depresi menunjukkan otot jantung sedang mengalami injuri menuju kematian (infark akut). Unstable angina: ST depresi atau inversi gelombang T pada elektrokardiografi. NSTEMI: ST depresi atau inversi

menunjukkan pasien mempunyai riwayat infark miokard sebelumnya (gambaran Q patologis) dan gambaran STEMI

menunjukkan nyeri dada yang dialami sekarang adalah miokard infark akut (MI Akut)

gelombang T pada elektrokardiografi. STEMI: ST elevasi, right bundle branch block (RBBB) baru pada

elektrokardiografi. Q patologis menunjukkan kematian otot jantung (old infark). Pemeriksaan marker jantung: Troponin I: 16,70 15,80 CK-NAC : 3038 2096 CK-MB: 327 192 Pemeriksaan marker jantung: Unstable angina: biomarker jantung tidak naik. NSTEMI: biomarker jantung meningkat atau tinggi. Marker jantung yang meningkat antara lain Troponin, CK-NAC, dan CKMB STEMI: biomarker jantung meningkat. CKMB meningkat setelah 3 jam bila terdapat infark miokard dan mencapai puncak dalam 10 24 jam dan kembali normal dalam 2 4 hari. Troponin I akan meningkat setelah 2 jam bila terdapat infark miokard dan

menunjukkan adanya infark miokard yang meningkat 3 jam setelah onset terjadinya nyeri. Marker jantung tersebut merupakan marker yang sensitif dan spesifik terhadap adanya nekrosis miokard. Pengulangan

pengecekan marker jantung menunjukkan

penurunan dari marker marker jantung yang artinya terjadi reperfusi sehingga

mencapai puncak dalam 10 24 jam dan masih dapat dideteksi setelah 5 10 hari. Kadar troponin T dan I merupakan marker terhadap yang sensitif dan spesifik miokard.

dalam hitungan 24 jam marker jantung sudah mencapai puncak dan segera turun ke baseline. Terjadinya reperfusi secara cepat menunjukkan keberhasilan terapi yang diberikan pada pasien miokard infark.

adanya

nekrosis

Kadar tropoinin T dan I dalam serum akan meningkat dalam waktu 3 12 jam setelah onset dari nyeri dada, dan puncaknya pada 24 28 jam, dan menurun sampai baseline selama 5 14 hari. Jika kadarnya normal lebih dari 6 jam setelah onset nyeri dan EKG nya normal, resiko miokard infark yang tidak diketahui kecil (0,3%) namun perlu

dilakukan pemeriksaan ulang lagi setelah 8-12jam setelah onset angina. Kadar CKMB meningkat dalam waktu 3 12 jam setelah onset nyeri dada dan mencapai kadar puncak dalam 24 jam, dan menurun sampai baseline setelah 48 72 jam. Kadar enzim lebih cepat mencapai terjadi. puncaknya jika 95% reperfusi dengan

Sensitivitasnya

spesifisitas tinggi. Terapi O2 2-4 lpm NC Bedrest total Semifowler position Diet jantung II 1700 kkal/ hari Penghentian merokok Balans cairan negative maksimal 500cc/ hari Total cairan 1800cc/hari IVFD NaCl 0,9% lifeline ~ 500cc per hari Aspirin o Menurut ACC/AHA 2004, manajemen STEMI adalah dengan: Oksigen o Suplemen oksigen harus

diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan

oksigen selama 6 jam pertama.

Injeksi Arixtra 1x2,5mg subcutan o Merupakan nama dagang dari Fondaparinux yang merupakan pentasakarida sintetik yang

Aspirin

digunakan

untuk

mencegah thrombus koroner dan thrombus vena dalam

berdasarkan efek penghambatan agregasi thrombosit. o Pada orang sehat, aspirin

merupakan inhibitor factor Xa dan efeknya dimediasi secara tidak langsung lewat antithrombin III dan selektif terhadap factor Xa. Fondaparinux tidak menghambat thrombin dan diberikan harian secara subkutan pada pasien untuk mengurangi resiko

menyebabkan

pemanjangan

masa perdarahan, hal ini bukan karena hipothrombinemia, tetapi karena siklooksigenase sehingga terhambat. Nitroglycerin o Nitrat organic dan menurunkan meningkatkan dengan tonus cara asetalisasi thrombosit TXA2

pembentukan

terjadinya iskemik selama 9 hari dan mayor. o Penggunaan arixtra pada pasien ini sudah tepat karena bertujuan untuk menghindari terjadinya mengurangi perdarahan

kebutuhan suplai

oksigen

mempengaruhi Nitrat organik

vaskuler.

thrombus yang dapat memicu terjadinya jantung. Injeksi Furosemid 20-0-0 mg iv o Furosemid meruakan golongan diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema diuretic perifer dengan sesak o iskemia koroner

menimbulkan system organik koroner

vasodilatasi vaskuler. memperbaiki

semua Nitrat sirkulasi

dengan menimbulkan redistribusi aliran darah pada jantung. Nitrat organik menyebabkan dilatasi

pembuluh darah koroner yang besar di daerah epikardial dan bukan pembuluh darah yang kecil (arteriol). Analgesia Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid terutama terjadi

penggunaan cepat nafas

menghilangkan dan

meningkatkan

kemampuan melakukan aktivitas fisik. Diuretik mengurangi retensi air dan garam volume sehingga cairan o

sebagai akibar kerja opioid pada reseptor . Paa system kardiovaskuler,

mengurangi

pemberian morfin dosis terapi

ekstrasel, aliran balik vena, dan tekanan (preload). pengisian Dengan ventrikel demikian o

tidak

mempengaruhi

tekanan

darah, frekuensi, maupun irama denyut jantung. Perubahan yang Beta blocker Merupakan jenis penghambat

edema perifer dan kongesti paru akan berkurang/ hilang, sedangkan curah jantung tidak berkurang (pada fase plateau kurva frank starling). Diuretic diberikan sampai terjadi diuresis yang cukup untuk mencapai dan

adrenoreseptor yang mempunyai mekanisme menurunkan

frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas sehingga menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Kontraindikasi

euvolemia mempertahankannya. o

penggunaan Beta blocker antara lain: hipotensi, bradikardia

Pemberian diuretic furosemide dengan dosis 20 mg pada pasien ini dapat ditingkatkan sampai diperoleh diuresis yang cukup.

simtomatik, blok AV derajat 2-3, gagal jantung kongestif, asma,

eksaserbasi

serangan

Karena penggunaan diuretik tidak mengurangi gagal diuretic mortalitas pada o

serta diabetes mellitus dengan episode hipoglikemia. Beta untuk terkaitan reseptor penurunan blocker terapi dengan 1 juga digunakan

jantung, harus

penggunaan diberikan

antihipertensi hambatan lain: denyut antara

kombinasi dengan ACEi. o Diuretic juga tidak boleh

diberikan pada gagal jantung yang asimptomatik maupun yang tidak ada overload cairan. o Penggunaan diuretic juga tidak boleh berlebihan tetapi dalam dosis minimal untuk

frekuensi

jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah

jantung, hambatan sekresi renin di sel juxtaglomerular akibat angiotensin yang ginjal

dengan produksi sentral aktivitas

penurunan II, efek

mempertahankan euvolemia. PO: ASA 1x80mg o Asam asetil salisilat atau aspirin digunakan untuk mencegah

mempengaruhi simpatis, sensitivitas

saraf pada

perubahan

baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergic perifer, dan peningkatan prostasiklin. biosintesis

thrombus koroner dan thrombus vena dalam berdasarkan efek penghambatan agregasi

thrombosit. o Pada pasien ini penggunaan ASA sudah tepat karena bertujuan untuk menghindari terjadinya

Reperfusi o Reperfusi memperpendek koroner, derajat disfungsi ventrikel dini lama akan oklusi

meminimalkan dan dilatasi dan

thrombus yang dapat memicu terjadinya jantung. Clopidogrel 1x75mg ISDN 3x5 mg o Nitrat sirkulasi organik memperbaiki dengan iskemia koroner

mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang pump failure atau menjadi takiaritmia

ventricular yang maligna.

koroner

menimbulkan redistribusi aliran darah organik pada jantung. Nitrat dilatasi

menyebabkan

pembuluh darah koroner yang besar di daerah epikardial dan bukan pembuluh darah yang kecil (arteriol). o Penggunaan (ISDN) isosorbid dinitrat

yang

merupakan

golongan nitrat kerja lama dalam bentuk oral sudah tepat karena bertujuan sirkulasi untuk koroner. memperbaiki Penggunaan

nitrat organik pada infark jantung akut dapat mengurangi luas

infark dan memperbaiki kontraksi jantung, literature namun juga beberapa menyebutkan

bahwa penggunaan nitrat jangka panjang secara rutin pada

penderita infark tidak dianjurkan. Captopril 3x6,25mg o Captopril merupakan golongan ACE Inhibitor yang digunakan untuk terapi gagal jantung. ACEi

menghambat Angiotensin I

konversi menjadi

Angiotensin II. Kebanyakan efek biologic diperantarai Angiotensin reseptor angiotensin oleh tipe AT1 I. II

reseptor Stimulasi

menyebabkan stimulasi, dan

vasokonstriksi, pelepasan

aldosterone,

peningkatan aktivitas simpatis, dan hipertrofi miokard. menyebabkan

Aldosterone

reabsorbsi Na dan air di tubulus ginjal, sedangkan aktivitas

simpatis menyebabkan sekresi renin dari sel jukstaglomerular di ginjal. Reseptor AT2 stimulasi antiproliferasi. mengurangi

memperantarai apoptosis Dengan dan

pembentukan Angiotensin II akan menghambat aktivitas

Angiotensin II di reseptor AT1 maupun AT2. Pengurangan

hipertrofi miokard dan penurunan preload jantung akan

menghambat progresi remodeling jantung. penurunan neurohormonal (Angiotensin II, Di samping itu,

aktivasi endogen aldosteron,

norepinefrin) akan mengurangi efek langsungnya dalam

menstimulasi remodeling jantung. Enzim ACE adalah kininase II, maka ACEi akan menghambat

degradasi terbentuk vaskuler Bradikinin

bradykinin lokal akan bekerja di

yang endotel

meningkat. lokal pada

reseptor BK2 di sel endotel dan menghasilkan nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2), merupakan antiagregasi

keduanya vasodilator, o

trombosit, dan antiproliferasi. Pada pasien ini diberikan terapi ACEi untuk gagal jantung dan hipertensi nya. Laxadin 3xCI Atorvastatin 0-40 mg Alprazolam 0-0,5mg o Alprazolam merupakan golongan benzodiazepine yang bekerja

dengan mempotensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Derivate

benzodiazepine digunakan untuk menimbulkan sedasi,

menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungannya cemas. o Penggunaan alprazolam pada dengan rasa

pasien ini bertujuan agar pasien dapat bed rest dengan tenang dan pasien tidak cemas akan nyeri dada yang dirasakan dan mengganggu tidur pasien. Prognosis: Menurut KILLIP score, Prognosis: prognosis Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, s3

mortalitas pasca IMA pada pasien ini adalah sebesar 6% karena tidak ada tanda gagal jantung kongestif, tidak ada suara tambahan S3 gallop atau ronkhi basah, edema paru, maupun shock
II

gallop, kongesti kardiogenik.


Klas I Definisi

paru,

dan

shock

Mortalitas (%) 6

Tidak ada tanda gagal jantung kongestif +S3 dan atau ronki basah Edema paru Shock Kardiogenik

17 30-40 60-80

kardiogenik.
III

Menurut

TIMI

score

pasien

ini
IV

mempunyai poin skor mortalitas 30 hari setinggi 1 poin yaitu 1.6% TIMI risk factor adalah system prognostic paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik
Faktor Resiko (Bobot) Skor Resiko/ Mortalitas 30 hari (%) 0 (0,8) 1 (1,6) 2 (2,2)

Usia 65 74 tahun Usia > 75 tahun Diabetes mellitus/ hipertensi/ angina (1 poin) Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (2 poin) Frekuensi jantung > 100 (2 poin) Klasifikasi Killip II IV (2 poin) Berat < 67 kg (1 poin) Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin) Skor resiko = total poin (0-14)

3 (4,4)

4 (7,3) 5 (12,4) 6 (16,1) 7 (23,4) 8 (26,8) >8 (35,9)

Deskripsi Skor Usia 65 74 tahun Usia > 75 tahun Diabetes mellitus/ hipertensi/ angina (1 poin) Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (2 poin) Frekuensi jantung > 100 (2 poin) Klasifikasi Killip II IV (2 poin) Berat < 67 kg (1 poin) Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin) 57 tahun 57 tahun

Pasien 1 -

Skor

Hipertensi, angina TD: 135/64 mmHg (>100mmHg)

N: 85x per menit (>100x per menit) Killip I Berat > 67 kg Elevasi ST inferior Waktu ke perfusi < 4 jam -

Skor resiko = total poin (0-14)

Total TIMI Score BAB V KESIMPULAN

1 (1,6%)

Pada kasus ini pasien Tn.Toto berusia 57 tahun telah didiagnosa dengan . Pasien datang dengan keluhan nyeri dada 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Rasa nyeri terasa seperti ditekan, di sebelah kiri dan tembus sampai punggung.Nyeri dirasakan tiba-tibat saat tidur, nyeri berlangsung terus menerus selama 1 jam.1 hari sebelumnya pasien juga mengeluhkan nyeri dada, namun tidak terlalu berat dan hilang dengan instirahat.Selain itu pasien juga mengeluh mual dan muntah disertai dengan keringat dingin 2 hari sebelum masuk ruah sakit.Pasien juga mengeluh sesak, sesak berkurang jika dibuat duduk.Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak +15 thn yll, tekanan darah biasanya 150.Pasien dulu rutin kontrol ke dokter umum dan mendapatkan terapi Novax. Mulai 3 tahun terakhir pasien tidak rutin kontrol dan hanya kontrol dan minum obat jika ada gejala nyeri kepala dan kaku leher saja. Dari pemeriksaan fisik, diadapatkan Tekanan darah 99/66mmHg, dengan nadi 82x/menit regular regular dan frekuensi nafas sebanyak 28x/menit. Dari hasil pemeriksaan tambahan yg telah dilakukan, pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan 12.6/16.780/38.40/295.000 (Hb/leu/hct/ pcv). Hasil serum electrolyte dalam batas normal (130/4,64/107). Faal hati (SGOT/SGPT : 24/56) dan GDA menimgkat (160) . Troponin I (11.90) CK-NAC (1656) CK-MB (224). Saat di MRS di RSSA diberikan IVFD NS 7 tpm, diet jantung I 6x200cc per hari, injeksi ranitidine 50mg, per oral diberikan ASA 1x320mg, clopidogrel 1x300mg, simvastatin 1x40mg, captopril 3x6,25mg, ISDN 3x5mg. Sebagai langkah monitoring pasien

direncanakan untuk melakukan pemeriksaan cardiac enzyme, lipid profile, uric acid dan GDI/GDII.Selama pengobatan pasien merasakan semakin membaik, gejala nyeri dada sudah berkurang pada hari kedua perawatan.Prognosa pada pasien ini adalah dubia at bonam, karena pasien merespon dengan baik terhadap terapi yang telah direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; 2006, Sudoyo AW dkk, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Miokard Infark dengan ST Elevasi Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition; 2008, The McGraw-Hill Companies, Inc. Disorders of the Cardiovascular System Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut; Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia(PERKI) 2010, Tedjasekmana P, dkk. The 2004 ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients with ST Elevation Myocardial Infarction.

You might also like