You are on page 1of 97

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Persaingan industri yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi. Kualitas produk yang dihasilkan tidak terlepas dari peranan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam perusahaan seperti modal, mesin, dan material dapat bermanfaat apabila telah diolah oleh SDM. SDM sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalahmasalah yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya sewaktu bekerja (Cascio W.F, 1998). Riset yang dilakukan badan dunia International Labour Organization (ILO) menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata rata 6000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik atau 2,2 juta orang pertahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria dua kali lebih banyak dibandingkan wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan kecelakaan ditempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti membongkar zat kimia beracun (ILO, 2003 dalam Suardi, 2005). . Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan hak dari setiap pekerja yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan karena pada dasarnya manusia selalu menginginkan dalam keadaan sehat dan selamat dimanapun berada bahkan juga di

tempat kerja, tempat dimana seorang menjalankan tugas dan kewajibanya. Dan setiap tempat atau unit-unit kerja mempunyai system dan cara yang berbeda-beda dalam penanganan tentang keselamatan kerja yang disesuaikan dengan tingkat keamanan dan keselamatan yang menjadi risiko kerja. Pada dasarnya sistem penanganan keselamatan kerja adalah sama yaitu untuk melindungi pekerja dari kecelakaan kerja, namun banyak alasan kenapa orang kurang memperhatikan akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja padahal jika dilihat secara seksama hal tersebut sangat berpengaruh pada sistem dan proses kerja, diantara banyak alasan itu salah satunya karena faktor biaya yang menjadi tanggung jawab perusahaan, faktor dari diri pekerja yang mempunyai mental tidak teratur, dan kurang kenyamanan dalam pemakaian alat pelindung keselamatan kerja. Dari ketiga faktor tersebut harus bisa ditangani secara sinkron karena ketiga faktor tersebut merupakan elemen-elemen dari sistem keselamatan kerja yang sangat menentukan baik buruknya sistem keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan (Suardi, 2005) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif, seperti tindakan yang paling mudah dan sederhana yaitu dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Sumamur, 1991).

Tujuan dari dibuatnya program K3 adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benar-benar menjaga keselamatan dan kesehatan karyawannya dengan membuat aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja atau akibat dari lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan agar karyawan merasa aman dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya. Tenaga kerja yang sehat akan bekerja produktif, sehingga diharapkan produktivitas kerja karyawan meningkat yang dapat mendukung keberhasilan bisnis perusahaan dalam membangun dan membesarkan usahanya. Memperhatikan hal tersebut, maka alat pelindung diri dan risiko kecelakaan kerja menjadi penting untuk dikaji, karena kedua faktor tersebut dapat memengaruhi produktivitas perusahaan dalam tujuannya mencapai visi dan misi perusahaan (Mahardika, 2005) Menurut ILO (1993) upaya yang efektif untuk mencegah kecelakaan kerja yang tidak terduga adalah menutup sumber kerja tersebut, tetapi jika tidak mungkin, maka alternatif lain adalah dengan menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerjanya yang bekerja pada tempat yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Timbulnya kecelakaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang komplek, dimana faktor yang satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi. Secara umum penyebab kecelakaan ada dua hal, yaitu tindakan yang tidak aman dan

kondisi yang tidak aman, setelah diselidiki ternyata faktor manusia yang akan dapat menimbulkan kecelakaan yang sangat besar (Dunggio, 1998). PT. Bukaka Teknik Utama, Tbk adalah perusahaan swasta pribumi yang bergerak dalam bidang konstruksi , permesinan (engineering), transportasi, telekomunikasi, dan manufaktur terutama dalam bidang sarana umum. Salah satu unit usaha yang terdapat di PT. Bukaka Teknik Utama adalah unit usaha and gas equipment. Dimana unit tersebut merupakan unit usaha yang memproduksi alat untuk keperluan exploitas minyak bumi yang dinamakan Pumping Unit atau pompa angguk. Banyak alat-alat berat dan berisiko menimbulkan kecelakaan yang digunakan untuk proses produksi Pumping Unit tersebut. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari SHE (Safety Health Environment) unit usaha OGE ada beberapa masalah K3 yang yang perlu diterapkan guna menunjang angka kecelakaan kerja pada unit usaha tersebut, karena kondisi lingkungan yang berisiko terjadi kecelakaan. Oleh karena itu perlu adanya aplikasi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan latar belakang dan informasi tersebut maka peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan antara penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap risiko kecelakaan kerja karyawan pada pekerja unit usaha OGE di PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 1.2 Rumusan Masalah Pada dasarnya setiap perusahaan yang memiliki manajemen K3 di perusahaanya senantiasa akan menyediakan Alat Pelindung Diri guna melindungi karyawannya dari risiko kecelakaan kerja termasuk di PT. Bukaka Teknik Utama

Unit Usaha OGE. Walaupun telah menyediakan Alat Pelindung Diri ternyata kecelakaan masih saja terjadi, sehingga perlu adanya aplikasi yang tepat antara Alat Pelindung Diri yang digunakan terhadap risiko kecelakaan kerja di Unit Usaha OGE. Berdasarkan masalah yang dihadapi PT. Bukaka, Cileungsi maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap risiko kecelakaan kerja di Unit Usaha OGE PT. Bukaka, Cileungsi . 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap risiko kecelakaan kerja karyawan pada bagian unit usaha oil and gas equipment di PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 1.3.2 Tujan Khusus a. Gambaran pengetahuan, sikap karyawan bagian produksi unit usaha OGE di PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. b. Gambaran penggunaan APD, penyediaan APD, jenis APD, dan pengawasan APD karyawan bagian produksi unit usaha OGE di PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.

c. Gambaran risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. d. Gambaran hubungan antara pengetahuan terhadap risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. e. Gambaran hubungan antara sikap dengan risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. f. Gambaran hubungan antara penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. g. Gambaran hubungan antara penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. h. Gambaran hubungan antara jenis Alat Pelindung Diri (APD) terhadap risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. i. Gambaran hubungan antara pengawasan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE

PT. Bukaka Teknik Utama pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi PT. Bukaka teknik Utama a. Dapat mendukung adanya upaya preventive dalam setiap program kerja karyawan unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama. b. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi semua karayawan unit usaha OGE pada khususnya dan semua karayawan PT. Bukaka Teknik Utama pada umumnya. c. Dapat meningkatkan kesadaran karyawan terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) selama berada ditempat kerja PT. Bukaka Teknik Utama. 1.4.2 Bagi akademik a. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pengembangan keilmuan program studi Kesehatan Masyarakat jurusan K3 khususnya di STIkes Mitra Ria Husada. b. Dapat menjadi tali penyambung hubungan baik antara STIKes Mitra ria Husada dengan PT. Bukaka Teknik Utama dalam menciptakan generasi ahli K3 dimasa mendatang. 1.4.3 Bagi penulis a. Dapat menjadi pedoman untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat semasa kuliah melalui praktek di lapangan kerja. b. Dapat menghasilkan kompetensi yang baik sebagai ahli K3 di perusahaan.

c. Dapat menambah wawasan tentang hubungan penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap risiko kecelakaan kerja di perusahaan. 1.5 Ruang lingkup Penelitian ini dilakukan di PT. Bukaka Teknik Utama, jl. Raya BekasiCibinong Km. 19,5 Cileungsi, di bagian unit usaha oil and gas equipment. dengan sampel penelitian 35 orang karyawan dari populasi sebanyak 53 orang karyawan di bagian produksi unit usaha oil and gas equipment. konsep penelitian berdasarkan teori R.J. Firenzie (Goetsch, 1996) tentang model system yang dikembangkan melalui komponen-komponen utama, yaitu

manusia/mesin/lingkungan, informasi, keputusan, risiko dan tugas yang harus dilakukan. Variabel yang diteliti adalah (pengetahuan, sikap, penyediaan APD, penggunaan APD, jenis APD, pengawasan APD dan risiko kecelakaan kerja). Data diambil dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan dengan menggunakan data sekunder di perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Alat Pelindung Diri (APD)

2.1.1 Pengertian Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Sumamur, 1991). Alat pelindung diri sering disebut juga Personal Protective Equipment (PPE). Perlengkapan pelindung pribadi harus digunakan untuk memberikan keselamatan dan kesehatan karyawan di tempat kerja. Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan. Alat pelindung diri (APD) secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara manakala sistem pengendalian yang lebih permanen belum dapat diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian risiko di tempat kerja (Tarwaka, 2008). Alat pelindung diri harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dilaksanakan dan potential hazard yang ada. Itulah salah satu fungsi Hazard Assessment. Dengan mengetahui potensial hazard, maka penentuan cara menghidari dan melindungi diri dari hazard tersebut dapat dilakukan. Dalam hirarki pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir. Artinya, sebelum

memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus dilalui terlebih

dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja adalah sebagai berikut: 1. Elimination, merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya. 2. Reduction, mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi. 3. Engineering control, artinya bahaya diisolasi agar tidak kontak dengan pekerja. 4. Administrative control, artinya bahaya dikendalikan dengan menerapkan instruksi kerja atau penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap bahaya. 5. Personal protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan menggunakan alat pelindung diri. 2.1.2 Syarat-syarat APD Menurut ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah: 1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja 2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan 3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel 4. Bentuknya harus cukup menarik 5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama

10

6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam menggunakannya 7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada 8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya 9. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya Perlindungan keselamatan pekerja melalui upaya teknis pengamanan tempat, mesin, peralatan dan lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang-kadang risiko terjadinya kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat pelindung diri (personal protective device). Jadi penggunaan APD adalah alternatife terakhir yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis dari pencegahan kecelakaan. Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya kecelakaan. Pakaian pekerja pria yang melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan ataupun kerutan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala atau ikat rambut, baju yang pas dan tidak mengenakan perhiasan, pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan kimia korosif tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan yang dapat meledak oleh aliran listrik statis (Sumamur, 2009). Berdasarkan Permenakertrans nomor per.08/men/vii/2010, perusahaan wajib melaksanakan manajemen Alat Pelindung Diri di tempat kerja. Manajemen alat Pelindung Diri yang dimaksud yaitu :

11

a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD; b. Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh; c. Pelatihan; d. Penggunaan, perawatan, dan penyimpanan; e. Penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan; f. Pembinaan; g. Inspeksi; dan h. Evaluasi dan pelaporan APD harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), APD yang rusak, retak atau tidak dapat berfungsi dengan baik harus dibuang dan/atau dimusnahkan. APD yang habis masa pakainya/kadaluarsa serta mengandung bahan berbahaya, harus dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Pemusnahan APD yang mengandung bahan berbahaya harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan. Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970. 2.1.3 Jenis Alat Pelindung Diri Sumamur (1994) menggolongkan alat pelindung diri menurut bagian tubuh yang dilindunginya ke dalam 8 golongan yaitu : a. Alat Pelindung Kepala

12

1) Definisi Alat Pelindung Kepala Berdasarkan permenakertrans nomor per.08/men/vii/2010. Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim. Helm sangat pentig digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk mengunakannya dengan benar sesuai peraturan. Helm ini diguakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas, misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas. 2) Fungsi Pelindung kepala untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan benda tajam atau keras yang menyebabkan luka tergores, terpotong, tertusuk, terpukul oleh benda jatuh, melayang dan meluncur, juga melindungi kepala dari panas radiasi, sengatan arus listrik, api, percikan bahan-bahan kimia korosif dan mencegah rambut rontok dengan bagian mesin yang berputar Jenisnya berupa topi pengaman yang terbuat dari plastik, fiberglass, Bakelite (Sumamur : 1994). 3) Jenis pelindung kepala Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain.

13

Gambar 2.1 Helm

Sumber : www.google.co.id 4) Spesifikasi a) pelindung kepala Kelas A Dirancang untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh dan melindungi dari arus listrik sampai 2.200 volt. b) Pelindung kepala Kelas B Dirancang untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh dan melindungi dari arus listrik sampai 20.000. c) Pelindung kepala Kelas C Dirancang untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh, tetapi tidak melindungi dari kejutan listrik dan tidak melindungi dari bahan korosif volt. d) Pelindung kepala Bump Cap Terbuat dari plastik untuk melindungi kepala dari tabrakan dengan benda yang menonjol. 5) Pemeliharaan pelindung kepala a) Helm kerja dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya. b) Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak

14

dibenarkan untuk dipergunakan (retak-retak, bolong atau tanpa system suspensinya). b. Alat Pelindung Mata dan muka 1) Definisi pelindung mata dan muka Masalah pencegahan yang paling sulit adalah kecelakaan pada mata, oleh karena biasanya tenaga kerja menolak untuk memakai pengaman yang dianggapnya mengganggu dan tidak enak dipakai. Kaca mata pengaman diperlukan untuk melindungi mata dari kemungkinan kontak dengan bahaya karena percikan atau kemasukan debu, gas, uap, cairan korosif partikel melayang, atau kena radiasi gelombang elektromagnetik. Alat Pelindung Muka digunakan untuk mencegah terkenanya muka oleh partikel-partikel yang dapat melukai muka seperti terkena percikan logam pada saat melakukan pengelasan. Alat pelindung muka sekaligus pula dapat melindungi mata. Alat pelindung muka yang biasa digunakan berupa tameng muka atau perisai muka seperti goggles, helm pengelas dan topi penutup (Sumamur : 1994). 2) Fungsi Fungsi kaca mata pengaman adalah untuk melindungi mata dari: a) Percikan bahan-bahan korosif. b) Kemasukan debu atau partikel-partikel yang melayang di udara. c) Lemparan benda-benda kecil. d) Panas dan pancaran cahaya e) Pancaran gas atau uap kimia yang dapat menyebabkan iritasi mata.

15

f) Radiasi gelombang elekromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion g) Benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam. 3) Jenis pelindung mata dan muka Menurut jenis atau bentuknya alat pelindung mata dibedakan menjadi: a) Kaca mata (Spectacles/Goggles). Gambar 2.2 Spectacles/Goggles

Sumber: Balai Hiperkes b) Tameng muka (Face Shield). Digunakan pada operasi peleburan logam,percikan bahan kimia, atau partikel yang melayang. Jenis tameng muka yang digunakan pekerja adalah sebagai berikut: Gambar 2.3 Face Shield

Sumber: www.google.co.id Berikut adalah tabel jenis pekerjaan dan risiko bahaya yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut.

16

Tabel 2.1 jenis pekerjaan dan risiko bahaya Alat Pelindung mata dan muka Jenis pekerjaan Penanganan kimia Cutting Pengelasan Gurinda Risiko bahaya Percikan cairan kimia yang berbahaya Percikan api dari partikel besi Cahaya dari api. Panas. Percikan partikel besi, percikan bunga api Laboratorium Uap cairan kimia dan terken pecahan gelas laboratorium Pengoperasian mesin Percikan oli atau cairan panasdari mesin

4) Spesifikasi (1) Alat pelindung mata mempunyai ketentuan sebagai berikut: a) Tahan terhadap api. b) Tahan terhadap lemparan atau percikan benda kecil. c) Lensa tidak boleh mempunyai efek destorsi. d) Mampu menahan radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu. (2) Alat pelindung muka mempunyai ketentuan sebagai berikut: a) Tahan api

17

b) Terbuat dari bahan : (a) Gelas atau gelas yang dicampur dengan laminasi alumunium, yang bila pecah tidak menimbulkan bagian-bagian yang tajam. (b) Plastik, dengan bahan dasar selulosa asetat, akrilik, policarbonat atau alil diglikol karbonat. 5) Cara pemakaian (1) Kaca mata pengaman a) Pilihan kaca mata yang sesuai, small, medium, atau large. b) Buka tangkai kaca mata lekatkan bagian tengah kacamata pada punggung hidung. c) Tempelkan lensa kaca mata. d) Kaitkan tangkai kaca mata pada daun telinga. e) Usahakan agar mata dan sekitar betul-betul tertutup oleh kacamata. (2) Penutup muka (Face Shield) Penutup muka yang benar adalah yang dapat dikenakan tanpa dipegang dengan tangan pekerja. Biasanya penutup muka ini dirancang menjadi satu dengan topi pengaman atau penutup rambut. a) Pilih ukuran penutup muka, sesuai dengan besarnya lingkar kepala (kecil/small, sedang/medium,atau besar/large). b) Periksa bagian luar dan dalam penutup muka, apakah sesuai dengan spesifikasinya, apakah tudung dalam keadaaan baik, tidak rusak dan bersih. c) Kendorkan klep pengatur untuk mempererat kedudukan topi pengaman tudung atau penutup rambut.

18

d) Pakai topi pengaman (tudung atau penutup rambut), eratkan di kepala sehingga terasa pas dengan cara mengatur klep pengatur. e) Atur posisi penutup muka sehingga menutupi seluruh permukaan wajah. f) Kencangkan kembali klep pengatur. c. Alat Pelindung Telinga 1) Definisi pelindung telinga Hilangnya pendengaran adalah kejadian umum di tempat kerja dan sering dihiraukan karena gangguan suara tidak mengakibatkan luka. Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dan telinga dalam. Selain itu, alat ini melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam panas misalnya pada saat pengelasan (Sumamur : 1994). 2) Fungsi Untuk melindungi alat pendengaran (telinga) akibat kebisingan, dan melindungi telinga dari percikan api atau logam-logam yang panas. 3) Jenis pelindung telinga Secara umum pelindungi telinga 2 (dua) jenis, yaitu: a) Sumbat telinga atau ear plug, yaitu alat pelindung telinga yang cara penggunaannya dimasukkan pada liang telinga Gambar 2.4 ear plug

Sumber: Balai Hiperkes

19

b) Tutup telinga atau ear muff, yaitu alat pelindung telinga yang penggunaanya ditutupkan pada seluruh daun telinga. Gambar 2.5 ear muff

Sumber: www.google.co.id 4) Spesifikasi a) Sumbat Telinga atau ear plug. (a) Sumbatan telinga yang baik adalah yang bisa menahan atau mengabsorbsi bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu saja, sedangkan bunyi atau suara dengan frekwensi untuk pembicaraan (komunikasi) tetap tidak terganggu. (b) Biasanya terbuat dari karet, platik ,lilin atau kapas. (c) Harus bisa mereduksi suara frekwensi tinggi (4000 dba) yang masuk lubang telinga, minimal sebesar x-85 dba, dimana x adalah intensitas suara atau kebisingan di tempat kerja yang diterima oleh tanaga kerja. b) Penutup Telinga atau Ear Muff. (a) Terdiri dari sepasang (2 buah, kiri dan kanan) cawan atau cup, dan sebuah sabuk kepala (head band)

(b) Cawan atau cup berisi cairan atau busa (foam) yang berfungsi untuk menyerap suara yang frekwensinya tinggi

20

(c) Pada umumnya tutup telinga bisa meriduksi suara frekuensi 28004000 hz sebesar 35-45 dba (d) Tutup teling harus mereduksi suara yang masuk ke lubang telinga minimal sebesar x- 85 dba, dimana x adalah intensitas suara atau kebisingan di tempat kerja yang diterima oleh tenaga kerja. 5) Cara pemakaian a) Sumbat Telinga atau Ear Plug. (a)Pilih ear plug yang terbuat dari bahan yang bisa menyesuaikan dengan bentuk telinga. Biasanya terbuat dari karet atau plastik lunak. (b) Pilih bentuk dan ukuran yang sesuai dengan bentuk dan ukuran dari seluruh telinga si pemakai (c)Cek sumbat telinga, apakah secara fisik dalam keadaan baik (tidak rusak) dan bersih. (d) Tarik daun telinga ke belakang, kemudian masukkan sumbat telinga ke dalam lubang telinga hingga benar-benar menutup semua lubang telinga. (e) Gerak-gerakkan kepala ke atas, ke bawah, ke samping, ke kiri dan ke samping kanan, buka dan tutup mulut, untuk memastikan bahwa sumbat telinga terpakai secara sempurna. b) Penutup Telinga atau Ear Muff. (a) Pilih penutup telinga yang ukurannya sesuai dengan diameter/lebar daun telinga

21

(b) Pastikan ahwa posisi cawan atau mangkuk penutup benar benar melingkupi daun telinga, baik kiri maupun kanan. Bola belum pas (masih ada bagian yang terbuka), sesuaikan denganpengatur panjang dan pendeknya pengikat kepala (head band). (c) Gerak-gerakkan kepala, ke atas, ke bawah, ke samping kiri dan ke samping kanan, buka dan tutup mulut untuk memastikan bahwa sumbat telinga terpakai secara sempurna. 6) Pemeliharaan pelindung telinga. a) Sumbat telinga yang telah di selesai digunakan dibersihkan dengan kain lap yang bersih, basah dan hangat. b) Kemudian keringkan dengan kain lap yang bersih dan kering. c) Setelah bersih dan kering simpan alam kotaknya.Simpan kotak tersebut di atas di almari atau tempat penyimpanan yang lain. Penutup telinga yang telah selesai digunakan dibersihkan dengan cara diseka dengan kain lap yang bersih. d. Alat Pelindung Pernafasan 1) Definisi pelindung pernafasan Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernapasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi ditempat kerja yang dapat bersifat racun, korosif maupun rangsangan. Alat pelindung pernapasan dapat berupa masker yang berguna untuk mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernapasan, yang biasanya terbuat dari kain

22

dan respirator yang dapat berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam, asap, dan gas (Tarwaka, 2008). 2) Fungsi Alat pelindung pernafasan berfungsi memeberikan perlindungan organ pernafasan akibat pencemaran udara oleh faktor kimia seperti debu, uap, gas, fume, asap, mist, kabut, kekurangan oksigen, dan sebagainya. 3) Jenis pelindung pernapasan Salah satu jenis pelindung pernapasan rekomendasi WHO sebagai berikut: Gambar 2.6 Masker

Sumber: Balai Hiperkes Selain itu ada juga jenis pelindung pernapasan sesuai dengan potensi bahaya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini, yaitu sebagai berikut : Tabel 2.2 Jenis masker dan fungsinya Jenis Fungsi Gambar

Respirator udara

Membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyerap pemurni kontaminan dengan toksinitas rendah sebelum memasuki sistim pernafasan,

23

Fiter atau kanister

yang dipakai bergantung pada jenis kontaminan yang ada seperti : Gas asam, Gas asam sianida, Gas klor, Uap Organik, Gas ammonia, Gas karbon monoksida, dll.

Air respirator

alat ini dilengkapi dengan penyaring udara / filter yang berfungsi untuk menyaring udara kotor, sebelum Purifying dihirup oleh pemakainya, alat pelindung pernafasan model ini tidak boleh dipergunakan apabila konsentrasi oksigen diudara kurang dari 16%.

Sumber : http://safetymigas.blogspot.com/2011_05_01_archive.html

4) Spesifikasi (1) Respirator Yang Memurnikan Udara. Respirator jenis ini dipakai bila pekerja terpajan bahan pencemar di udara (debu, gas, uap, fume, mist, asap, fog) yang kadar toksisitasnya rendah. Prinsip kerja respirator ini adalah membersihkan udara

terkontaminasi dengan cara filtrasi, adsorbsi, atau absorbsi. Menurut cara kerjanya dibedakan menjadi : a. Respirator yang mengandung bahan kimia (cemical respirators). b. Respirator dengan katrid (cartridge) bahan kimia. (a) Prinsip cara kerjanya adalah mengadsorpsi bahan pencemar di udara pernafasan. (b) Bahan kimia yang digunakan untuk mengadsorbsi biasanya karbon aktif atau silica gel.

24

(c) Biasanya penutup sebagian muka dengan satu atau dua katrid yang mengandung bahan kimia tertentu. (d) Tidak bisa digunakan untuk keadaaan darurat. (e) Hanya mampu memurnikan satu macam atau satu golongan bahan kimia (gas, uap) saja. c. Respirator dengan kanister yang berisi bahan kimia. (a) Prinsip cara kerjanya adalah mengadsorbsi bahan pencemar di udara pernafasan (b) Bahan kimia yang digunakan untuk mengadsorbsi adalah yang sesuai dengan bahan-bahan kima tertentu saja. Misal kanister untuk uap asam klorida (HCL dan asam sulfat (H2SO4) harus menggunakan kanister yang berisi soda. (c) Bahan kimia kanister mempuyai batas waktu kedaluwarsa. Batas waktu kedaluwarsa ini tergantung pada isi kanister, konsentrasi bahan pencemar, dan akifitas pemakainya. (d) Bisa menutup sebagian muka atau seluruh muka (e) Tidak bisa digunakan dalam keadaaan udara di lingkungan kerja menggandung bahan kimia gas atau uap toksik dengan kadar yang cukup tinggi. (f) Satu tipe kanister hanya bisa digunakan untuk memurniakan udara terkontaminasi satu macam atau satu golongan bahan kimia (gas, uap) saja.

25

d. Respirator mekanik (Mechanical Respirator). (a) Digunakan untuk melindungi si pemakai akibat pemajanan partikelpartikel di lingkungan kerja seperti debu, asap, fume, mist dan fog. (b) Prinsip kerja respirator ini adalah memurnikan udara terkontaminasi melalui proses filtrasi memakai bermacam tipe filter. (c) Efisiensi filter tergantung kepada ukuran partikel dan diameter poripori filter. e. Respirator kombinasi filter dan bahan kimia. (a) Respirator jenis ini dilengkapi dengan filter untuk menyaring udara terkontaminasi partikel (debu) dan aktrid (catridge) atau kanister yan mengandung bahan kimia. (b) Respirator jenis ini biasanya digunakan oleh pekerja pada waktu melakukan pengecatan dengan cara semprot (spray painting). (2) Respirator dengan pemasok udara atau oksigen. a) Alat pelindung pernafasan ini tidak dilengkapi dengan filter, ataupun katrid dan kanister yang mengandung bahan kimia. b) Pasokan udara bersih atau oksigen, melindungi pekerja dari pemajanan bahan bahan kimia yang sangat toksit. Konsentarinya tinggi, mampu melindungi pekerja dari kekurangan oksigen. c) Pasokan udara ataupun oksigen dapat melalui silinder, tangki, atau kompresor yang dilengkapi dengan regulator (pengukur tekanan)

26

5)

Cara pemakaian

(1) Pilih ukuran respirator yang sesuai dengan ukuran antropometri tubuh pemakai. Ukuran antropometri tubuh yang berkaitan adalah : a) Panjang muka. b) Panjang dagu. c) Lebar muka. d) Lebar mulut. e) Panjang tulang hidung. f) Tonjolan hidung. (2) Periksa lebih dahulu dengan teliti, apakah respirator dalam keadaan baik, tidak rusak, dan komponen-komponennya juga dalam keadaan masih baik. (3) Jika terdapat komponen yang sudah tidak berfungsi maka perlu diganti lebih dahulu dengan yang baru dan baik. (4) Pilih jenis filter atau catrid atau kanister dengan seksama, agar tidak terjadi kebocoran. (5) Singkirkan rambut yang menutupi bagian muka. (6) Potong cambang dan jenggot sependek mungkin. (7) Pasang atau kenakan gigi palsu, bila pekerja menggunakan gigi palsu. Pakailah respirator dengan cara sesuai dengan petunjuk operasional (instruction manual) yang harus ada pada setiap respirator. (8) Gerak gerakkan kepala, untuk memastikan bahwa tidak akan terjadi kebocoran apabila pekerja bekerja sambil bergerak-gerak. 6) Cara pemeliharaan

27

Agar respirator dapat berfungsi dengan baik dan benar serta dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama, maka respirator perlu pemeliharaan atau perawatan secara teratur, sebagai berikut: a) Setiap kali setelah dipakai, respirator harus di bersihkan (dicuci) kemudian dikeringkan. b) Apabila suatu respirator terpaksa digunakan oleh orang lain, maka harus dicucihamakan terlebih dahulu. c) Beri tanda setiap respirator dengan nama pemakainya. d) Setelah respirator bersih dan kering, simpan dalam loker yang bersih, kering dan tertutup. e) Tangki-tangki atau silinder-silender udara atau oksigen harus dicek secara berkala, untuk mengetahui bahwa persediaan udara atau oksigen masih mencukupi. f) Klep-klep, regulator dan komponen-komponen lainnya perlu juga dicek secara berkala. Jika tidak berfungsi harus segera diganti dengan yang baru.

e.

Alat Pelindung Tangan 1) Definisi pelindung tangan Alat Pelindung Tangan merupakan alat yang paling banyak digunakan karena kecelakaan pada tangan adalah yang paling banyak dari seluruh kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Pekerja harus memakai pelindung tangan ketika terdapat kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti luka tangan

28

karena benda-benda keras, luka gores, terkena bahan kimia berbahaya, luka sengatan dan lain-lainnya. 2) Fungsi Pelindung tangan Untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, panas, dingin, radiasi elektomagnetik, radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, tergores, terinfeksi. Alat pelindung tangan biasa disebut dengan sarung tangan. 3) Jenis Pelindung tangan (1) Macam-macam alat pelindung tangan sesuai fungsinya, dibedakan menjadi a. Sarung tangan biasa atau gloves. Gambar 2.7 gloves

Sumber: www.google.co.id b. Sarung tangan kulit terbuat dari kulit lembu. Aplikasinya untuk pengelasan, mencegah terkena panas dan api.

Gambar 2..8 Sarung tangan kulit

Sumber: Balai Hiperkes

29

c. Sarung tangan panas terbuat dari bahan asbestos (+/- 4000C), Alumunized (+/ - 7000C). Aplikasinya untuk pekerjaan dengan objek yangbersuhu tinggi Gambar 2.9 Sarung tangan panas

Sumber: Balai Hiperkes d. Sarung tangan electrical terbuat dari karet murni. Berfungsi untuk meredam voltage / tension arus linstrik yang tinggi (40 Kv = 40.000 Volt) . Gambar: 2.10 Sarung tangan electrical

Sumber: Balai Hiperkes e. Sarung tangan kombinasi terbuat dari bahan kulit yang dipadu kain kanvas / jeans. Aplikasinya untuk pekerjaan ringan seperti handling, packing.

Gambar 2.11 Sarung tangan kombinasi

Sumber: Balai Hiperkes

30

f. Sarung tangan yang terbuat dari bahan serat kavlar atau bahan metal. Aplikasinya untuk pekerjaan cutting. Gambar 2.12 Sarung tangan cutting

Sumber: Balai Hiperkes 4) Spesifikasi Pemakaian alat pelindung tangan harus disesuaikan antara potensi bahaya dengan bahan sarung tangan yang dikenakan pekerja. Potensi bahaya dan bahan sarung tangan yang sesuai, disajikan pada tabel berikut: Tabel 2.3 Potensi Bahaya dan Jenis Sarung Tangan Potensi Bahaya Listrik Radiasi mengion Jenis Bahan Sarung Tangan Karet Karet atau kulit yang dilapisi dengan timbal (Pb) Benda-benda kasar Asam dan alkali yang korosif Pelarut organik (solvent) Benda-benda panas tajam atau Kulit atau PVC, kulit yang dilapisi dengan logam kromium Karet Karet sintetis Kulit atau asbes

5)

Cara Pemakaian

(1) Pilih jenis alat pelindung tangan yang sesuai dengan potensi bahaya (2) Pilih ukuran sesuai dengan ukuran tangan pemakai.

31

(3) Masukkan tangan yang bagian pergelangan tangannya bermanset atau berkerut, ujung ujung lengen baju pekerja masuk ke dalam manset atau kerutan sarung tangan, kemudian manset dikancingkan atau kerutan dirapikan. (4) Sarung tangan tanpa manset atau tanpa kerutan, ujung lengan baju panjang pekerja harus bermanset, dan bagian lengan sarung tangan berda di dalam manset atau di dalam kerutan. Tidak disarankan memasukkan ujung lengan baju panjang kedalam sarung tangan. 6) Pemeliharaan

(1) Alat pelindung tangan yang telah selesai dipakai, harus dibersihkan, dicuci dengan air, bagian luar maupun dalam kemudian dikeringkan. (2) Simpan di dalam kantong yang bersih dan letakkan di dalam loker atau rak lemari. f. Alat pelindung Kaki 1) Definisi Pelindung kaki Sepatu keselamatan kerja dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-benda berat, terinjak benda yang berputar melalui kjaki, kepercikan larutan asam dan basa yang korosif atau cairan panas, menginjak benda tajam. Sepatu pelindung dan boot harus memiliki ujung sepatu yang terbuat dari baja dan solenya dapat menahan kebocoran. Ketika bekerja di tempat yang mengandung aliran listrik, maka harus digunakan sepatu tanpa logam yang dapat menghantarkan aliran listrik. Jika bekerja di tempat biasa

32

maka harus vdigunakan sepatu yang tidak mudah tergelincir, sepatu yang terbuat dari karet harus digunakan ketika bekerja dengan bahan kimia. 2) Fungsi pelindung kaki Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir. 3) Jenis pelindung kaki (1) safety shoes, yang terbuat dari kulit kerbau dan di bagian dalam dilapisi baja ujung kaki yang berfungsi untuk melindungi pekerja dari tertimpa benda keras, paparan percikan api, menginjak benda runcing Gambar 2.13 safety shoes

Sumber: Balai Hiperkes (2) safety boots terbuat dari bahan PVC (Poly Vinil Chloride) yang bersifat chemical resistance. Memiliki steel toe cap (lapisan baja pada ujung kaki). Gambar 2.14 safety boots

Sumber : Balai Hiperkes 4) Spesifikasi Sepatu disesuaikan dengan jenis risiko,seperti :

33

(1) pada industri ringan/tempat kerja biasa (2) sepatu pelindung (safety shoes) atau sepatu boot (3) untuk mencegah tergelincir,dipakai sol anti slip luar dari karet alam atau sintetik dengan bermotif timbul (permukaanya kasar). (4) untuk mencegah tusukan dari benda-benda runcing,sol dilapisi logam. (5) terhadap bahaya listrik,sepatu seluruhnya harus dijahit atau direkat,tak boleh menggunakan paku (6) sepatu atau sandal yang beralaskan kayu,baik dipakai pada tempat kerja yang lembab,lantai yang panas. (7) sepatu boot dari karet sintetis,untuk pencegahan bahan-bahan kimia. (8) terkadang diperlukan bantalan lutut, pelindung tungkai bawah dan tungkai atas,yang terbuat dari karet,asbes,logam,dan lain-lain sesuai dengan resiko bahayanya. (9) untuk bekerja dengan logam cair atau benda panas,ujung celana tidak boleh dimasukkan ke dalam sepatu. 10) di lingkungan kerja dengan bahaya kebakaran, lebih baik memakai sepatu anti stabik. g) Pakaian pelindung

1) Definisi pakaian pelindung Pakaian kerja harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Pakaian tenaga kerja pria yang melayani mesin harus sesuai dengan pekerjaanya. Pakaian kerja wanita sebaiknya berbentuk celana panjang, baju yang pas,tutup rambut dan tidak memakai perhiasan-perhiasan. Pakaian pelindung digunakan untuk

34

melindungi pemakainya dari percikan cairan, api, larutan bahan kimia korosif dan oli, cuaca kerja (panas, dingin, dan kelembapan). 2) Fungsi pakaian pelindung Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan, tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme patogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur. 3) Jenis pakaian pelindung (1) Apron, yang menutupi hanya sebagian tubuh pemakainya, mulai dari dada sampai lutut. (2) coveralls, yang menutupi seluruh bagian tubuh.Jenis pakaian pelindung coveralls dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar. 2.15 coveralls

Sumber: www.google.co.id

2.2

Risiko Kecelakaan Kerja

2.2.1 Pengertian Risiko Kecelakaan Kerja Risiko adalah kesempatan untuk terjadinya kecelakaan atau kerugian, juga kemungkinan dari akibat dan kemungkinan bahaya tertentu.

35

Dalam buku Industrial Safety, David Colling, mendefiniskan kecelakaan kerja sebagai Kejadian tak terkontrol atau tak direncanakan yang disebabkan oleh faktor manusia, situasi, atau lingkungan, yang membuat terganggunya proses kerja dengan atau tanpa berakibat pada cedera, sakit, kematian, atau kerusakan properti kerja. Risiko kecelakaan kerja adalah perpaduan antara kemungkinan terjadinya kecelakaan (probabilitas) dan akibat (konsekuensi, keparahan). Baik

kemungkinan maupun akibat dapat dinyatakan dan dibuat kategori kualitatif atau pun kuantitatif. Contoh katagori kualitatif kemungkinan dari yang paling rendah ke katagori tertinggi adalah : 1) Kemungkinan tidak terjadi; 2) Kemungkinan terjadi tetapi sangat kecil sekali; 3) Kemungkinan terjadi kadang-kadang saja; 4) Kemungkinan terjadi pasti tetapi jarang; 5) Kemungkinan terjadi berulang. Contoh kualitatif akibat dari yang paling ringan ke katagori terberat adalah : 1) Sangat ringan (tidak ada cedera ataupun cedera sangat ringan); 2) Ringan (perlu PPPK); 3) Medium (cedera atau sakit dengan kehilangan satu hari kerja); 4) Berat (kehilangan beberapa hari kerja); 5) Sangat berat (terjadi kecacatan atau kematian); Dengan memadukan probabilitas dan akibat maka terdapat alternative :

36

1) Risiko dapat diterima dan terkendali; 2) Risiko memerlukan analisis lebih lanjut untuk menentukan sikap terhadapnya; dan 3) Risiko tidak dapat diterima dan perlu dikendalikan. Dalam hal risiko tidak dapat diterima dan perlu pengendalian risiko (manajemen risiko), terdapat pilihan : a) Risiko diatasi dan dikendalikan oleh perusahaan (retensi risiko); b) Risiko dialihkan (pengalihan risiko, transfer risiko) misalnya dengan mengasuransikannya; c) Risiko direduksi (pengurangan risiko) misalnya dengan menerapkan teknologi; dan d) Risiko dihindari (penghindaran risiko) misalnya penggantian teknologi atau proses produksi. 2.2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni: a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : (a) Terjatuh (b) Tertimpa benda (c) Tertumbuk atau terkena benda-benda (d) Terjepit oleh benda (e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan (f) Pengaruh suhu tinggi

37

(g) Terkena arus listrik (h) Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi b. Klasifikasi menurut penyebab : (a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik. (b) Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air. (c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya. (d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya. (e) Lingkungan kerja ( diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah ) (f) Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas. c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : (a) Patah tulang (b) Dislokasi ( keseleo ) (c) Regang otot (urat) (d) Memar dan luka dalam yang lain (e) Amputasi (f) Luka di permukaan (g) Geger dan remuk (h) Luka bakar (i) Keracunan-keracunan mendadak (j) Pengaruh radiasi

38

(k) Lain-lain d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :

(a) Kepala (b) Leher (c) Badan (d) Anggota atas (e) Anggota bawah (f) Banyak tempat (g) Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut. Klasifikasi tersebut bersifat jamak merupakan pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu faktor, melainkan oleh berbagai faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk mengolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan ditubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci. Dari penyelidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalui ditemui dari hasil-hasil penelitian, bahwa 80 85%

39

kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia, bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. 2.2.3 Model Penyebab Kecelakaan Kerja Selama beberapa tahun telah dikembangkan beberapa model penyebab kecelakaan kerja. Beberapa model penyebab kecelakaan yang umum diketahui (Goetsch, 1996) adalah sebagai berikut, yaitu: a. The human factor model Teori ini menyatakan kecelakaan sebagai rantai kejadian yang pada akhirnya disebabkan oleh human error (kesalahan manusia). Human error terdiri atas tiga faktor, yaitu overload, inappripiate response/incompatibility dan inappropiate activities. Overload (kelebihan beban) adalah ketidak seimbangan antara kapasitas seseorang pada suatu waktu dengan beban yang ditugaskan kepada orang tersebut. Kapasitas seseorang dipengaruhi oleh kemampuan alami, pelatihan yang pernah diterima, kelelahan, stres dan kondisi fisik. Sementara beban yang ditanggung terdiri dari tugas yang diberikan serta faktor tambahan lainnya seperti lingkungan, faktor internal dan situasi. Yang dimaksud dengan innappropiate response (ketidak sesuaian respon) adalah respon seseorang yang tidak sesuai, misalnya seseorang pekerja

memindahkan alat pengaman dari mesin dengan tujuan untuk meningkatkan output mesin tersebut. Inappropiate activities (ketidak sesuaian kegiatan),

40

misalnya melakukan tugas yang tidak dimengerti dan tidak memahami resiko pekerjaan yang sedang dilakukan. b. The epidemiological model (model epidemiologi) Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan sebab akibat antara lingkungan dan penyakit. Dalam teori penyebab kecelakaan epidemiologi, ilmu tersebut diterapkan untuk menentukan hubungan antara faktor lingkungan dengan kecelakaan. Menurut the epidemiological theory, komponen kuncinya adalah sebagai berikut: a) Karakteristik yang mudah terpengaruh, misalnya persepsi orang, faktor lingkungan). b) Karakteristik situasi, misalnya tekanan dari teman, prioritas dari supervisor dan sikap. Kedua karakteristik tersebut secara bersama-sama dapat menyebabkan kecelakaan ataupun mencegah kecelakaan. c. The system model Sistem adalah kumpulan dari berbagai komponen yang saling berinteraksi membentuk kesatuan. Dalam teori ini, situasi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan dipandang sebagai suatu sistem dengan komponen manusia, mesin dan lingkungan. Kemungkinan terjadinya kecelakaan ditentukan oleh interaksi antara komponen-komponen tersebut. Perubahan pola interaksi komponen-komponen dalam sistem dapat meningkatkan ataupun menurunkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.

41

Salah satu model sistem yang banyak digunakan adalah model sistem yang dikembangkan oleh R.J. Firenzie (Goetsch, 1996). Model system dikembangkan dengan komponen-komponen utama, yaitu manusia/mesin/lingkungan, informasi, keputusan, risiko dan tugas yang harus dilakukan. Dalam setiap pekerjaan terdapat risiko terjadinya kecelakaan, baik besar maupun kecil. Untuk itu, pekerja perlu mengumpulkan informasi melalui pengamatan lingkungan sehingga dapat menilai risiko dan selanjutnya mengambil keputusan untuk melakukan suatu pekerjaan atau tidak melakukannya. 1) Komponen komponen yang terdapat dalam diri manusia yang dimaksud antara lain: a. Pengetahuan 1) Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap

42

seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. 2) Cara Memperoleh Pengetahuan Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoadmojo, 2003:11 adalah sebagai berikut : (1) Cara kuno a) Cara coba salah (Trial and Error) Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan maungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. b) Cara kekuasaan atau otoritas Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pimpinan masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

43

c) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai Upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu (2) Cara modern Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah. b. Sikap

1) Pengertian sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. (Notoatmodjo, 2003). Benyamin Bloom (1908) dikutip dalam Notoadmodjo (2007: 139) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 komponen, yakni: (1) Kognitif (cognitive) Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku bagi objek sikap.

44

(2) Afektif (affective) Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. (3) Psikomotor (psychomotor). Dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. 2) Fungsi sikap Menurut Katz (1960) dikutip dalam Maramis, Willy F. (2006: 257) sikap mempunyai 4 fungsi yaitu : (1) Fungsi penyesuaian Suatu sikap dapat dipertahankan karena mempunyai nilai menolong yang berguna; memungkinkan individu untuk mengurangi hukuman dan menambah ganjaran bila berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya. Fungsi ini berhubungan dengan teori proses belajar. (2) Fungsi pembelaan ego Fungsi ini berhubungan dengan teori Sigmund Freud, yang menjelaskan bahwa sikap itu membela individu terhadap informasi yang tidak menyenangkan atau yang mengancam, kalau tidak ia harus menghadapinya.

(3) Fungsi ekspresi nilai Beberapa sikap dipegang seseorang karena mewujudkan nilai-nilai pokok dan konsep dirinya. Kita semua mengganggap diri kita sebagai orang yang

45

seperti ini atau itu (apakah sesungguhnya demikian atau tidak adalah soal lain); dengan mempunyai sikap tertentu anggapan itu ditunjang. (4) Fungsi pengetahuan Kita harus dapat memahami dan mengatur dunia sekitar kita. Suatu sikap yang dapat membantu fungsi ini memungkinkan individu untuk mengatur dan membentuk beberapa aspek pengalamannya. 3) Tingkatan Sikap Ada 4 Tingkatan Sikap menurut Notoatmodjo (2007: 144) (1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). (2) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. (3) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. (4) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. 2) Komponen komponen informasi melalui pengamatan terhadap Alat Pelindung Diri (APD) diantaranya:

46

a. Penggunaan APD Didalam Permenakertrans No.Per.08/MEN/2010 pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa Alat Pelindung Diri (APD) wajib digunakan ditempat kerja dimana : a) dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan; b) dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu rendah; c) dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan; d) dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan; e) dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas, minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di dalam bumi maupun di dasar perairan; f) dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara; g) dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun, bandar udara dan gudang;

47

h) dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air; i) dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; j) dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah; k) dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting; l) dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur atau lubang; m) terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran; n) dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah; o) dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi radio, radar, televisi, atau telepon; p) dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang menggunakan alat teknis; q) dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dan r) diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik. Didalam ayat (2) pasal tersebut juga mewajibkan pegawai pengawas ketenagakerjaan atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja dapat mewajibkan penggunaan APD ditempat kerja selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Selain itu juga di dalam Permenakertrans No.Per.08/men/2010 pasal 5

48

disebutkan bahwa pengusaha atau pengurus wajib mwngumumkan secara tertulis dan memasang rambu rambu mnegenai kewjiban penggunaaan APD di tempat kerja. Kemudian pada pasal 6 ayai (1) disebutkan bahwa pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko. Pada ayat (2) pasal 6 juga disebutkan bahwa pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan. Di dalam kegiatan sehari-hari dalam melakukan aktivitas, kita sering tidak menduga akan mendapat risiko kecelakaan pada diri kita sendiri. Banyak sekali masyarakat yang belum menyadari akan hal ini, termasuk juga di Indonesia. Baik di lingkungan kerja (perusahaan, pabrik, atau kantor), di jalan raya, di tempat-tempat umum maupun di lingkungan rumah. Masyarakat sering menyepelekan faktor-faktor tertentu karena mereka belum mendapat kecelakaan itu sendiri. Sehingga diperlukan cara untuk mencegah agar tidak terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan. Selain pemberian peringatan diri dan pengertian pada masyarakat, tentu dibutuhkan alat penunjang untuk mengurangi risiko terjadi kecelakaan. Disinilah Alat pelindung diri (APD) dibutuhkan. APD adalah salah satu usaha yang dapat mencegah kecelakaan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Meskipun alat ini lebih sering digunakan di tempat kerja, namun juga dibutuhkan pula untuk melindungi diri dalam kegiatan sehari-hari. APD tidak mencegah insiden bahaya, hanya mengurangi akibat dari kecelakaan itu sendiri. Karena itu, alat perlindungan harus digunakan pada

49

kegiatan

yang

berisiko

terjadi

kecelakaan

berdasarkan

faktor

yang

mempengaruhinya. b. Penyediaan APD Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahayabahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan. Alat perlindungan diri yang tepat akan mampu melindungi diri kita dari kemungkinan celaka. Banyak orang yang mengabaikan alat pelindung diri walaupun orang tersebut mengerjakan sesuatu yang memiliki potensi bahaya yang tinggi. Misalnya orang tersebut sedang bekerja pada daerah ketinggian, namun pada kenyataannya orang tersebut tidak menggunakan full body harness. Perilaku seperti ini sangat sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Baik di lingkungan pekerjaan maupun di daerah-daerah umum. 1) Dasar Hukum Penyediaan APD :

(1) Undang-undang No.1 tahun 1970. a) Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD b) Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD. c) Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma

50

(2) Permenakertrans No.Per.01/men/1981 Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja. (3) Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja. (4) Permenakertrans No.Per.08/men/2010 a) Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh ditempat kerja. b) Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa APD yang disediakan harus seuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). c) Pasal 2 ayat (3) menyebutkan bahwa APD yang disediakan wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-Cuma. c. Jenis Alat Pelindung Diri Jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai denga bagian tubuh yang perlu dilindungi. Sebagaimana tercantum dalam undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pasal 12 mengatur mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja untuk mamakai alat pelindung diri. Pada pasal 14 menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan secara cuma-cuma sesuai alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan

51

menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk yag diperlukan. Potensi bahaya yang kemugkinan terjadi di tempat kerja, dan yang bisa dikendalikan dengan alat pelindung diri adalah: 1) Terjatuh, terpeleset, kejatuhan benda, terantuk. 2) Terpapar sinar dan gelombang elektromaknetik. 3) Kontak dengan bahan kimia baik padat maupun cair. 4) Terpapar kebisingan dan getaran. 5) Terhirup gas, uap, debu, mist, fume, partikel cair. 6) Kemasukan benda asing, kaki tertusuk, terinjak benda tajam. d. Pengawasan APD Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Agar pengawasan berhasil maka manajer harus melakukan kegiatan pemeriksaan, pengecekan, pencocokan, inspeksi, pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu, bahkan bilamana perlu mengatur dan mencegah sebelumnya terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya yang mungkin terjadi (Sarwoto, 1991). Perilaku pekerja terhadap penggunaan APD sangat dipengaruhi oleh perilaku dari manajemen. Pengawas harus menjadi contoh yang pertama dalam menggunakan APD. Harus ada program pelatihan dan pendidikan ke pekerja dalam hal menggunakan dan merawat APD dengan benar (Wentz, 1998).

52

3)

Penilaian risiko kecelakaan kerja Kecelakaan dilingkungan kerja sangat beragam dan jumlahnya banyak,

karena anggaran yang dikeluarkan oleh pihak manajemen industri terbatas, maka perlu dilakukan pemilihan terhadap kondisi bahaya yang ada agar kondisi dengan keseriusan terbesar menjadi prioritas penanganan. Dengan adanya kebutuhan memilih prioritas bahaya tersebut, digunakan alat untuk menentukan besar skor risiko bahaya dari tiap kecelakaan. Adapun yang menjadi tujuan perhitungan skor risiko, yaitu: a) Mengetahui apakah pencegahan kecelakaan harus disempurnakan. b) Menentukan pengalaman kecelakaan dari suatu perusahaan. c) Menentukan apakah pengalaman kecelakaan tersebut menjadi lebih baik atau lebih buruk dengan berjalannya waktu. d) Membedakan pengalaman dari suatu unit operasi dengan yang lainnya. e) Menjadikan dasar perbandingan antar unit dalam pencegahan kecelakaan. Menurut Luki Mantera Dwi Putra Romly yang dikutip dari (William T. Fine, 1980), ada dua metode dalam pengontrolan bahaya, yaitu: a) Metode untuk perhitungan resiko, untuk menentukan keseriusan suatu kondisi bahaya sehingga dapat membantu pengambilan keputusan akan suatu tindakan pencegahan (preventif). b) Metode untuk menentukan apakah perkiraan biaya dialokasikan untuk suatu tindakan perbaikan guna meringankan suatu kondisi bahaya telah efektif dan efesien (justified).

53

Untuk memenuhi hal tersebut, Fine membuat suatu persamaan untuk menghitung besarnya skor resiko dari tiap kecelakaan dan persamaan untuk menghitung justifikasi tindakan perbaikan. Dalam suatu industri yang banyak menggunakan mesin berat sering terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh kondisi bahaya yang ada. Karena keterbatasan waktu, fasilitas pemeliharaan dan kondisi bahaya tersebut tidak dapat diminimalisasi sekaligus secara serentak. Untuk itu dicari besar skor risiko masing-masing kecelakaan yang kemudian diurutkan dan ditentukan prioritas yang harus ditangani terlebih dahulu. Tanpa menghitung skor risiko maka ada kemungkinan terjadinya prioritas perbaikan terhadap kondisi bahaya yang kurang tinggi angka risikonya dibandingkan dengan kondisi bahaya lain yang ternyata lebih parah dan butuh penanganan segera. Persamaan skor risiko menurut (Fine, 1980) adalah sebagai berikut: RS (Risk Score) = E x C x P(2.1) Injury Frequency Rate (E) =

NumberOfDi sablingInjuryx1.000 .000 ...... (2.2) TotalNumberOfManHour Worked

Injury Severity Rate (C) =

NumberOfDa yLostx1000 .................(2.3) TotalNumberOfManHour Worked

Probability (P) = Dimana:

NumberOfDi sablingInjury ............................................(2.4) Days

RS = Skor Risiko/risk score C = Consequence of the particular accident (Konsekuensi yang mungkin terjadi akibat bahaya) lebih dikenal sebagai Injury Severity Rate.

54

E = Frequency of exposure to the same direct cause (Frekuensi paparan terhadap penyebab langsung yang sama) / Injury Frequency Rate. P = Probability that similar accident will occur resultings in the same cause and heaving the same etiology, in the accident consideration.

Number of disabling injury = ( Jumlah kecelakaan/kerugian dari luka-luka) Number of day lost = (Jumlah hari yang hilang) Total number of man hour worked = (Jumlah total karyawan x Jumlah hari/tahun x Jam kerja/hari) Days = ( Jumlah hari/tahun) d. The behavioral model Menurut teori ini, didalam diri seseorang terdapat sikap yang diharapkan dan sikap yang perlu dihindari berkaitan dengan kecelakaan. Untuk meningkatkan sikap yang diharapkan dan mengurangi sikap yang buruk, maka diperlukan kekuatan positif dalam bentuk insentif dan penghargaan. E. Scott Geller, salah seorang pendukung behavioral theory, mengemukakan tujuh prinsip, yaitu: 1) Interensi. 2) Identifikasi faktor eksternal. 3) Memotivasi pekerjaan untuk memiliki sikap yang diinginkan. 4) Fokus pada akibat positif dari sikap yang sesuai. 5) Menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan interversi sikap. 6) Integrasi informasi dan Perencanaan interversi.

55

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu pada teori R.J. Firenzie (Goetsch, 1996) tentang komponen komponen yang terdapat dalam diri manusia dan komponen informasi yang terdapat dalam Alat Pelindung Diri (APD) yang bepengaruh terhadap risiko kecelakaan kerja yaitu sebagai berikut :

Pengetahuan Sikap Penggunaaan APD Penyediaan APD Jenis APD Pengawasan APD Risiko kecelakaan kerja karyawan oil and gas equipment

56

3.2 Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan karyawan terhadap Risiko kecelakaan kerja di unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 2. Ada hubungan antara sikap karyawan terhadap Risiko kecelakaan kerja di unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 3. Ada hubungan antara penggunaan APD karyawan terhadap Risiko kecelakaan kerja di unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 4. Ada hubungan antara penyediaan APD terhadap Risiko kecelakaan kerja di unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 5. Ada hubungan antara jenis APD terhadap Risiko kecelakaan kerja di unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. 6. Ada hubungan antara pengawasan APD terhadap Risiko kecelakaan kerja di unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.

57

3.3 Definisi Operasional

Variabel Risiko kecelakaan kerja pada pekerja oil and gas equipment Pengetahuan

Sikap Penggunaan APD

Penyediaan APD

Jenis APD

Pengawasan APD

Definisi operasional Metode ukur Kemugkinan terjadi kecelakaan kerja pada pekerja oil - Wawancara and gas equipment yang disebabkan oleh penggunaan pada pekerja APD (digunakan atau tidak) - Data sekunder Hasil tahu yang dimiliki pekerja oil and gas equipment Wawancara tentang APD, bahaya dan risiko yang berhubungan pada pekerja dengan pekerjaan oil and gas equipment di dapat dengan cara pelatihan dan penyuluhan yang diberikan oleh petugas K3 di perusahaan. Respon yang ditunjukan dari pekerja oil and gas Wawancara equipment terhadap peraturan penggunaan APD pada pekerja Alat pelindung diri yang digunakan pekerja oil and gas - Wawancara eqipment pada saat bekerja di bagian oil and gas pada pekerja equipment, yang disesuaikan dengan potensi bahaya. - Observasi lapangan Ketersediaan APD yang dibutuhkan yang disesuaikan Wawancara dengan potensi bahaya, jenis bahan, syarat APD, dan pada pekerja jumlah pekerja oil and gas equipment di perusahaan Kesesuaian antara APD yang disediakan oleh - Wawancara pada pekerja perusahaan dengan APD yang dibutuhkan oleh - Observasi pekerja oil and gas equipment Usaha yang dilakukan oleh petugas K3 secara berkala Wawancara untuk memeriksa potensi bahaya yang berasal dari pada pekerja pekerjaan oil and gas equipment dan tindakan tidak aman pada pekerja yang berhubungan dengan APD

Alat ukur Kuesioner

Hasil ukur Skala ukur 1. Berisiko skor >= 3 Ordinal 2. Tidak berisiko skor < 3

Kuesioner

1. Baik skor >= 7 2. Kurang Baik skor < 7

Ordinal

Kuesioner Kuesioner

Kuesioner

1. Positif, skor >= 7 Ordinal 2. Negatif, skor < 7 1. Sering Digunakan skor Ordinal >= 21 2. Jarang digunakan skor < 21 1. Lengkap skor >= 3 Ordinal 2. Tidak lengkap skor < 3 1. Sesuai skor >= 3 2. Tidak sesuai skor < 3 Ordinal

Kuesioner

Kuesioner

1. Sering dilakukan skor Ordinal skor >= 3 2. Jarang dilakukan skor <3

58

BAB IV METODE PENELITIAN . 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik tentang hubungan antara penggunaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi. Analisis penelitian ini menggunakan metode cross sectional, dimana variabel dependen dan independen di observasi saat bersamaan. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi jl. Raya Bekasi Cibinong Km. 19.5 Cileungsi. Penelitian ini dilakukan bulan Desember 2011 sampai bulan Februari tahun 2012. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah pekerja yang bekerja di unit usaha oil and gas equipment yaitu yang berjumlah 53 orang di PT. Bukaka Teknik Utama,

Cileungsi, bulan Desember 2011 sampai bulan Februari tahun 2012. 4.3.2 Sampel Sampel penelitian ini diambil dengan cara purposive sampling adalah 35 orang di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi, bulan Desember 2011 sampai bulan Februari tahun 2012.

59

4.4

Jenis Pengumpulan Data Untuk keperluan penelitian maka di kumpulkan 2 jenis data, yaitu data

primer dan data sekunder. 4.4.1 Data Primer Data primer merupakan informasi yang di peroleh langsung dengan cara wawancara menggunakan kuesioner pada pekerja dan kepala unit oil and gas equipment serta melakukan observasi terhadap penggunaan APD pekerja oil and gas equipment dan risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment. 4.4.2 Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari data/dokumen prosedur tentang risiko kecelakaan kerja yang tersedia di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi. 4.5 Pengolahan Data Proses pengolahan data dengan perangkat lunak komputer, prosesnya sebagai berikut : 4.5.1 Editing Data Editing merupakan kegiatan penyuntingan data sebelum proses memasukkan data. Proses ini sebaiknya dilakukan sewaktu dilapangan sehingga jika di temukan kejanggalan ataupun kuisioner belum diisi semuanya dapat segera di lengkapi. 4.5.2 Coding Data Coding merupakan proses memberikan kode kepada data menjadi kode angka, hal ini untuk mempermudah proses pemasukan data ke komputer.

60

4.5.3 Entry Data Entry Data merupakan proses memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam komputer dengan menggunakan software yang di tentukan. 4.5.4 Data Cleaning Data Cleaning merupakan kegiatan membersihkan data, data cleaning dapat dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel. 4.6 Penilaian Skor Untuk mempermudah analisis data yang bersifat kualitatif maka diubah menjadi data kuantitatif, dengan memberikan skor pada setiap jawaban variabel. Penilaian skor pada penelitian ini menggunakan penghitungan median, karena penghitungan median tidak di pengaruhi oleh nilai ekstrim (Sabri, 2006) Rumus nilai median : X=n + 1 2 a. Untuk variabel pengetahuan ada 5 pertanyaan, masing-masing jawaban mendapat nilai 1-0 kriteria pengetahuan baik X > =7 dan kurang baik X <7. b. Untuk variabel sikap ada 10 pertanyaan, masing-masing jawaban mendapat nilai 1-0 kriteria sikap positif X > =7 dan negatif X <=7. c. Untuk variabel penggunaan APD penilaian skor dilakukan secara kolektif dari seluruh pertanyaan variabel pengetahuan, sikap, penggunaan APD, penyediaan APD, jenis APD, dan pengawasan APD yang secara keseluruhan ada 40 pertanyaan masing-masing jawaban mendapat nilai 1-0 kriteria sering digunakan X > =21 dan jarang digunakan X < 21.

61

d. Untuk variabel penyediaan APD ada 5 pertanyaan, masing-masing jawaban mendapat nilai 1-0 kriteria penyediaan APD lengkap X >= 3 dan tidak lengkap X < 3. e. Untuk variabel jenis APD ada 5 pertanyaan, masing-masing jawaban mendapat nilai 1-0 kriteria jenis APD sesuai X >= 3 dan tidak sesuai X <3. f. Untuk variabel pengawasan APD ada 5 pertanyaan, masing-masing jawaban mendapat nilai 1-0 kriteria pengawasan APD sering dilakukan X >= 3 dan jarang dilakukan X <3. g.Untuk variabel risiko kecelakaan kerja ada 5 pertanyaan, masing-masing jawaban mendapat nilai 1-0 kriteria risiko kecelakaan kerja berisiko X >= 3 dan tidak berisiko X <3. 4.7 Analisis Data Penelitian menggunakan 2 analisis data yaitu : 4.7.1 Analisis Univariat Analisis ini untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari semua variabel yang diamati baik independen dan dependen. Gambaran distribusi disajikan dalam bentuk tabel. 4.7.2 Analisis Bivariat Bertujuan untuk menguji hipotesis dengan perbedaan proporsi perilaku penggunaan APD dengan variabel independen dengan menggunakan chi square dengan batas kepercayaan 95 % atau = 0.05, dengan rumus : X2 = ( 0 E ) E

62

DF = (k 1) (b 1)

Keterangan : X2 = Kai Kuadrat

O= Nilai Observasi E = Nilai ekspektasi (harapan) k = Jumlah Kolom b = Jumlah baris

a. Kriteria Ho ditolak bila P value < 0.05 berarti ada hubungan yang berarti secara statistik antara variabel independen dengan variabel dependen. b. Kriteria Ho diterima bila P value > 0.05 berarti tidak ada hubungan yang berarti secara statistik antara variabel independen dengan variabel dependen.

63

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1

Profil PT. Bukaka Teknik Utama PT. Bukaka Teknik Utama adalah perusahaan swasta pribumi yang

bergerak dalam bidang konstruksi, permesinan (engineering), transportasi, telekomunikasi, dan manufaktur terutama dalam bidang sarana umum. PT. Bukaka Teknik Utama didirikan pada tanggal 25 Oktober 1978. Tahun 1982 terjadi perkembangan pesat yang membuat PT. BTU perlu menambah luas area pabrik, sehingga PT. BTU dipindahkan ke daerah Cileungsi, hingga sekarang dengan menempati area seluas 65 hektar. Pada tahu 1990 PT. BTU berhasil mengekspor satu set Garbarata ke Jepang dan terus memperbaiki mutu produk sehingga berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9001 untuk produk Steel Tower, Boarding Bridge, dan jembatan serta API (American Proteleum Institute) spec Q1 (sertifikasi mutu dibidang perminyakan) untuk produk pompa angguk. 5.1.1 Visi, Misi, dan Tujuan PT. Bukaka Teknik Utama : Menjadi Perusahaan Nasional kelas dunia yang unggul dibidang

a) Visi

rekayasa dan industry. b) Misi : Ikut serta memajukan bangsa dengan menjadi Perusahaan

Nasional kelas dunia yang unggul dibidang rekayasa dan konstruksi dengan mengandalkan inovasi, kreativitas dan mutu.

64

c) Tujuan

: Probability Growth Market share Social Responsiveness

5.1.2

Unit-Unit Uasaha di PT. Bukaka Teknik Utama

a) Jembatan Memproduksi jembatan box grider, gelagar baja komposit, jembatan rangka baja semi permanen, jembatan angka baja permanen, jembatan bentang panjang, dan jembatan gantung. b) Galvanize Memproses pelapisan besi dengan lapisan seng untuk anti karat, contohnya konstruksi baja, telekomunikasi, penyiar ( broadcast ), electrical, menara, jembatan, struktur, pole, pipa, plat, frame, dan lain lain. c) Power Generation Merekondisi generator dan bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam menyediakan listrik tenaga diesel dibeberapa kota, seperti Ambon, Banjarmasin, dan lain lain. d) Boarding Bridge Memproduksi peralatan / fasilitas yang digunakan di airport, seperti garbarata (gangway / boarding bridge ), truck catering, dan truk penyapu landasan pacu. e) Oil and Gas Equipment Memproduksi peralatan untuk industri minyak dan gas, antara lain pompa angguk, penyimpanan minyak.

65

Machine and Gear Shop Mengerjakan permesinan untuk komponen komponen produk PT. Bukaka, contohnya CNC miling, horizontal boring, double planner, vertical lathe, horizontal lathe. Bagian ini hanya sebagai supporting unit dan bergabung dengan komponen shop yang mengerjakan pemotongan dan pembentukan komponen produk PT. Bukaka Teknik Utama. f) Balikpapan Branch Bukaka cabang balikpapan menjadi kontraktor bagi perusahaan Balikpapan antara lain di bidang perminyakan adalah Unocal dan Total. g) Road Construction Equipment Memproduksi peralatan untuk pembangunan jalan, seperti Asphalt Mixing Plant (AMP ), mesin penghancur batu ( stone crusher ), dan lain lain. h) Special Vehicle Memproduksi kendaraan khusus, seperti mobil pemadam

kebakaran, mobil penyelamatan, mobil pemadam hutan, mobil penyapu jalan, dan lain lain. i) Tower Memproduksi menara transmisi listrik tegangan ekstra tinggi, menara telekomunikasi, menara broadcast, dan menara transmis

66

5.1.3

Strukur Organisasi PT. Bukaka Teknik Utama PRESIDEN DIREKTUR

DIREKTUR HR & RA

DIREKTUR KEUANGAN

DIREKTUR OPERASIONAL

Human Resource General Affair Security Information Technology

STRATEGIC BUSSINES UNIT 1. Jembatan 2. Galvanize 3. Plant System Division 4. Power Generation 5. Boarding Bridge 6. Oil and Gas Equipment 7. Balikpapan Branch 8. Machine & Gear 9. Road Construction Equipment 10. Special Vehicle 11. Tower 12. Pumping

SUPPORTING

QSHE

1. 2. 3. 4.

Maintenance Electric Infrastrukture Material Handling P2K3 Quality Control

Safety Representatif

Quality Assurance

Quality Assurance

System Development

5.2

Departemen Pumping Unit / Oil and Gas Eqiupment Departemen ini memproduksi Pumping Unit untuk keperluan exploitas minyak bumi karena banyaknya permintaan dari perusahaan minyak misal :

67

Pertamina, Asamera/Gulf, Husky, Stanvack dan Cevron untuk daerah Duri Steam Flood Project yang merupakan ladang minyak terluas di dunia. Exploitas yang dilakukan secara konvensional sehingga alatnya dinamakan dengan Conventional Crunk Balanced Pumping Unit atau Pompa Angguk atau The Down Pump. Biasanya divisi ini memproduksi pumping unit berdasarkan pesanan dari client atau costumer berdasarkan tender, dan pengerjaanya dengan bentuk proyek, misalnya ada permintaan 32 unit Pumping oleh PT. Cevron untuk exploitas di Riau, tepatnya di daerah Duri. Proses ini dirancang sedemikian rupa agar proyek dapat terlaksana dan diselesaikan tepat waktu sesuai kontrak.

5.2.1

Struktur Organisasi Pumping Unit Untuk usaha pumping unit terbagi menjadi dua yaitu di Jakarta dan Duri

dalam usaha untuk mempermudah koordinasi dan kelancaran bisnis atau proyek yang dilakukan. Pada gambar 3.1 pusat/induk usaha yang terdapat di Jakarta, sedangkan di Duri dipimpin oleh site coordinator, yang tugasnya mengkoordinasi kegiatan usaha yang dilakukan di Duri. Sedangkan Pumping Departemen yang merupakan Break Down dari kegiatan fabrikasi pada Business Head Unit Pumping. Dipimpin oleh seorang Pumping Manager dan dibantu Asisten Manager. Dan dibantu juga oleh safety officer dan Quality Control. Pumping Manager membawahi bagian PPIC dan produksi. Struktur organisasi ini dapat dilihat pada bagan berikut :

68

Struktur organisasi pumping unit

MANAGER

SAFETY OFFICER PPIC

QUALITY CONTROL PRODUCTION

PRODUCTION A

MAINTENANCE

PRODUCTION B

BASE FRAME ASSEMBLY SAMSON POST

EQUALIZER PITMAN & FE

WALKING BEAM & ACCESSORIES

HORSE HEAD & GUARD

ASSEMBLING

SUPORTING PROCESS

5.2.2

Fasilitas Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya. Landasan tempat kerja dan lingkungan. Upaya keselamatan kerja dan kesehatan ini tidak lain untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan ditempat kerja, sehingga tenaga kerja selalu dalam kondisi sehat, selamat dan dapat meningkatkan produktifitas kerjanya. Selain itu orang yang berada disekitar akan terjamin keselamatannya dan

69

kesehatan sehingga sumber produksi yang ada dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien. Upaya-upaya menjaga keselamatan kerja di PT. Bukaka Teknik Utama antara lain : a. Menjelaskan kondisi bahaya yang timbul dalam lingkungan kerja. Upaya ini tidak lepas dari pengawasan yang dilakukan oleh Divisi Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup. b. Pengadaan alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja khususnya dilingkungan pabrik antara lain : 1) Wajib menggunakan helm, ear plug (penutup lubang telinga), dan safety shoes (sepatu pengaman) bagi tenaga kerja, peserta PKL, dan tamu. 2) Penggunaan safety jacket (jaket pengaman) dan safety glasses (kacamata pengaman). 3) Penggunaan masker untuk melindungi pekerja dari debu-debu yang ada. 4) Penggunaan sarung tangan. 5) Adanya poster himbauan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. 6) Adanya alat pemadam kebakaran. 7) Tersedianya kotak P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan). 5.2.3 Program Santiasi dan Keselamatan Kerja Program santiasi dan keselamatan kerja di PT. Bukaka Teknik Utama dikerjakan oleh Departemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan

70

Hidup (K3LH) yang tugasnya menjaga agar tidak terjadi kecelakaan kerja dalan kegiatan produksi dan mencatat apabila terjadi kecelakaan serta memberikan pertolongan dan pengobatan pertama. Adapun program K3LH antara lain sebagai berikut : a. Penyelenggaraan asuransi Kesehatan; b. Penyuluhan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja; c. Laporan ke Disnakertrans; d. Pembuatan spanduk tema atau slogan Keselamatan Kesehatan Kerja. 5.2.4 Bentuk Unit Yang Menamngani K3 Pada tahun 1993, PT. Bukaka Teknik Utama membentuk P2K3 yang didasarkan pada : 1. UU. No.1 tahun 1970 Pasal 9 dan 10 tentang Keselamatan kerja. 2. UU. No. 14 tahun 1969 pasal 9 dan 10 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. 3. Permenaker RI. No.Per.04/Men/1987 tentang Panitia Pembina

Keselamatan Kerja serta tata cara penunjukan ahli keselamatan kerja. 4. Kepmenaker RI No.Kep.155/Men/1987 tentang Penyempurnaan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja. 5. Kepmenakertrans No.kep.125/Men/1982 tentang Pembentukan dan Tata Cara pekerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang kembali disyahkan pada tanggal 3 April 2001.

71

Pada Tahun 2004, Departemen LK3 digabung dengan Departemen Quality yang kemudian dikenal dengan istilah QSHE (Quality Saferty Health environment). Alasan departemen QSHE didirikan oleh PT. Bukaka adalah: a) Karena tingginya angka kecelakaan kerja yang terjadi b) Karena tuntutan global dan kebutuhan pasar tentang penerapan QSHE dan dokumennya bagi suatu perusahaan yang merupakan prasyarat untuk mengikuti suatu tender. PT. BTU membentuk unit K3 yang terbagi menjadi dua unit, yaitu : 1. Bentuk unit secara fungsional : P2K3 atau QSHE Steering Committee. 2. Bentuk unit secara stuktural : Departemen QSHE.

5.2.5

Visi, Misi dan Tujuan Unit K3 Visi : 1. Nihil kecelakaan (zero accident) 2. Nihil pencemaran (zero emmision) 3. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan merupakan prioritas utama. Misi : 1. Menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi karyawan, pihak yang terkait, dan asset perusahaan. 2. Turut serta dalam menjalankan aktifitas perusahaan yang ramah lingkungan.

72

3. Membangun Leadership & Accountability dalam hal LK3 bagi seluruh SDM. Tujuan : 1. Menjadikan K3 sebagai budaya dan dipandang sebagai suatu system yang berintegrasi dengan system alinnya. 2. Seluruh karyawan yang terlibat memiliki kepemimpinan dan rasa tanggung jawab terhadap K3. 3. Menjaga dan menigkatkan citra dan kinerja perusahaan. 4. Menekan tingkat kecelakaan (Seferity and Frequency Rate) serta kerugian kerugian yang ditimbulkan akibat pekerjaannya. 5. Meningkatkan produktifitas kerja dan kualitas hasil kerja. 6. Menjaga dan meningkatkan citra dan kinerja perusahaan. 7. Mencegah adanya Penyakit Akibat Kerja (PAK) bagi karyawan. 8. Mencegah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh aktifitas perusahaan.

73

BAB VI HASIL PENELITIAN

6.1

Hasil Analisis Univariat Untuk memperoleh hasil analisis secara univariat, peneliti melakukan

penjabaran secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti baik variabel independen maupun variabel dependen. Analisis univariat diuraikan dengan sebaran responden sebanyak 35 responden dalam pengetahuan, sikap, Penggunaaan alat pelindung diri (APD), Penyediaan Pengawasan. 6.1.1 Risiko Kecelakaan Kerja Tabel 6.1 Distribusi Frekuensi Pekerja menurut Risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Risiko kecelakaan kerja Berisiko Tidak Berisiko Total Jumlah 16 19 35 Persentase (%) 45,7 54,3 100 alat pelindung diri (APD), Jenis alat pelindung diri (APD), dan

Berdasarkan Tabel 6.1. diatas, diketahui bahwa karyawan yang berisiko yaitu sebanyak 16 orang (45,7 %) sedangkan karyawan tidak yang berisiko yaitu sebanyak 19 orang (54,3 %).

74

6.1.2

Pengetahuan Tabel 6.2 Distribusi Frekuensi Pekerja menurut

Pengetahuan di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Pengetahuan Baik Kurang Baik Total Jumlah 25 10 35 Persentase (%) 71,4 28,6 100

Berdasarkan

Tabel

6.2.

diatas,

diketahui

bahwa

karyawan

yang

berpengetahuan baik yaitu sebanyak 25 orang (71,4%) sedangkan karyawan yang berpengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 10 orang (28,6 %). 6.1.3 Sikap Tabel 6.3 Distribusi Frekuensi Pekerja menurut Sikap di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Sikap Positif Negatif Total Jumlah 19 16 35 Persentase (%) 54,3 45,7 100

Berdasarkan Tabel 6.3. diatas, diketahui bahwa karyawan yang memiliki sikap positif yaitu sebanyak 19 orang (54,3%) sedangkan karyawan yang

memiliki sikap positif yaitu sebanyak orang 16 (45,7 %).

75

6.1.4

Penggunaaan Alat Pelindung Diri ( APD) Tabel 6.4 Distribusi Frekuensi Pekerja menurut

Penggunaan APD di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Penggunaan APD Sering digunakan Jarang b, hkjhb;lldigunakan Total 35 100 Jumlah 23 12 Persentase (%) 65,7 34,3

Berdasarkan

Tabel

6.4.

diatas,

diketahui

bahwa

karyawan

yang

menggunakan APD yaitu sebanyak 23 orang (65,7%) sedangkan karyawan yang tidak menggunakan APD yaitu sebanyak orang 12 (34,3 %). 6.1.5 Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) Tabel 6.5 Distribusi Frekuensi Pekerja menurut Pengetahuan di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Penyediaan APD Lengkap Tidak lengkap Total Jumlah 28 7 35 Persentase (%) 80,0 20,0 100

76

Berdasarkan Tabel 6.5. diatas, diketahui bahwa karyawan yang menyatakan APD lengkap yaitu sebanyak 28 orang (80,0 %) sedangkan karyawan yang

menyatakan APD tidak lengkap yaitu sebanyak 7 orang (20,0 %). 6.1.6 Jenis Alat Pelindung Diri (APD) Tabel 6.6 Distribusi Frekuensi Pekerja menurut Jenis APD di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Jenis APD Sesuai Tidak sesuai Total Jumlah 29 6 35 Persentase (%) 82,9 17,1 100

Berdasarkan Tabel 6.6. diatas, diketahui bahwa karyawan yang menyatakan jenis APD sesuai yaitu sebanyak 29 orang (82,9 %) sedangkan karyawan yang menyatakan jenis APD tidak sesuai yaitu sebanyak 6 orang (17,1 %). 6.1.7 Pengawasan APD Tabel 6.7 Distribusi Frekuensi Pekerja menurut Pengawasan APD di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Pengawasan APD Sering dilakuan Jarang dilakukan Total Jumlah 12 23 35 Persentase (%) 34,3 65,7 100

77

Berdasarkan Tabel 6.7. diatas, diketahui bahwa karyawan yang menyatakan pengawasan APD sering dilakukan yaitu sebanyak 12 orang (34,3 %) sedangkan karyawan yang menyatakan pengawasan jarang dilakukan yaitu sebanyak 23 orang (65,7 %). 6.2 Hasil Analisis Bivariat Untuk mengetahui hasil analisis secara bivariat, peneliti melakukan analisis antara variabel dependen dan independen untuk menguji hubungan antara masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Selanjutnya dilakukan analisis dengan tabel silang hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen meliputi: pengetahuan, sikap, penggunaan APD, penyediaan APD, jenis APD, pengawasan APD. Sedangkan variabel dependen adalah risiko kecelakaa kerja. Dari tabel silang dilakukan uji Kai-kuadrat (Chi-Square) untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih sekelompok sampel. 6.2.1 Hubungan antara Pengetahuan terhadap Risiko Kecelakaan Kerja Variabel pengetahuan dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu baik dan kurang baik. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi dapat dilihat pada tabel 6.8.

78

Tabel 6.8 Hubungan antara Pengetahuan terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Risiko Kecelakaan Kerja Pengetahuan Berisiko N Baik Kurang Baik Total 6 9 15 % 24,0 90,0 42,9 Tidak Berisiko N 19 1 20 % 76,0 10,0 57,1 N 25 10 35 % 100 100 100 3,000 0,571 15,766 0,001 Total OR P Value

Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan risiko kecelakaan kerja diketahui bahwa responden yang berpengetahuan baik yang tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja yaitu 19 responden (76,0 %). Sedangkan pada responden yang berpengetahuan kurang baik yang berisiko terjadi kecelakaan adalah 9 responden (90,0 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,001 yang berarti P < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap risiko kecelakaan kerja. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 9,333, artinya karyawan dengan pengetahuan baik mempunyai peluang 9,333 kali untuk tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja. 6.2.2 Hubungan antara Sikap terhadap Risiko Kecelakaan Kerja Variabel sikap dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu positif dan negatif. Untuk mengetahui hubungan antara Sikap terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi dapat dilihat pada tabel 6.9.
79

Tabel 6.9 Hubungan antara Sikap terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012 Risiko Kecelakaan Kerja Sikap Berisiko N positif negatif Total 2 13 15 % 10,5 81,2 42,9 Tidak Berisiko N 17 3 20 % 89,5 18,8 57,1 N 19 16 35 % 100 100 100 9,333 1,465 59,477 0,000 Total OR P Value

Hasil analisis hubungan sikap terhadap risiko kecelakaan kerja diketahui bahwa responden yang memiliki sikap positif yang tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja yaitu 17 responden (89,5%). Sedangkan pada responden yang memiliki sikap negatif yang berisiko terjadi kecelakaan kerja adalah 13 responden (81,2 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,000 yang berarti P < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap terhadap risiko kecelakaan kerja. 6.2.3 Hubungan antara Penggunaan APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja Variabel penggunaan APD dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu Digunakan dan tidak digunakan. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi dapat dilihat pada tabel 6.10.

80

Tabel 6.10 Hubungan antara penggunaan APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012
Risiko Kecelakaan Kerja Penggunaan APD Berisiko N Sering digunakan Jarang dugunakan 3 12 % 13,0 100, 0 Total 15 42,9 20 57,1 35 100 Tidak Berisiko N 20 0 % 87,0 0 N 23 12 % 100 100 11,000 1,603 75,502 0,000 Total OR P Value

Hasil analisis hubungan penggunaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja diketahui bahwa responden yang sering menggunakan APD yang tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja yaitu 20 responden (87,0 %). Sedangkan pada responden yang jarang menggunakan APD yang berisiko terjadi kecelakaan kerja adalah 12 responden (100,0 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,000 yang berarti P < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja. 6.2.4 Hubungan antara Penyediaan APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja Variabel penyediaan APD dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu lengkap dan tidak lengkap. Untuk mengetahui hubungan antara penyediaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi dapat dilihat pada tabel 6.11.

81

Tabel 6.11 Hubungan antara penyediaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012
Risiko Kecelakaan Kerja Penyediaan APD Berisiko N Lengkap Tidak lengkap Total 11 4 15 % 39,3 57,1 42,9 Tidak Berisiko N 17 3 20 % 60,7 42,9 57,1 N 28 7 35 % 100 100 100 6,000 0,932 38,629 0,393 Total OR P Value

Hasil analisis hubungan penyediaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja diketahui bahwa responden yang menyatakan penyediaan APD lengkap yang tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja yaitu 17 responden (60,7%). Sedangkan pada responden yang menyatakan penyediaan APD tidak lengkap yang berisiko terjadi kecelakaan kerja adalah 4 responden (57,1 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,393 yang berarti P > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penyediaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja. 6.2.5 Hubungan antara Jenis APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja Variabel jenis APD dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu sesuai dan tidak sesuai. Untuk mengetahui hubungan antara jenis APD terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi dapat dilihat pada tabel 6.12.

82

Tabel 6.12 Hubungan antara jenis APD terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012
Risiko Kecelakaan Kerja Jenis APD Berisiko N Sesuai Tidak sesuai Total 11 4 15 % 37,9 66,7 40,0 Tidak Berisiko N 18 2 20 % 62,1 33,3 60,0 N 29 6 35 % 100 100 100 3,000 0,571 15,766 0,195 Total OR P Value

Hasil analisis hubungan jenis APD terhadap risiko kecelakaan kerja diketahui bahwa responden yang menyatakan jenis APD sesuai yang tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja yaitu 18 responden (62,1 %). Sedangkan pada responden yang menyatakan jenis APD tidak sesuai yang berisiko terjadi

kecelakaan kerja adalah 4 responden (66,7 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,195 yang berarti P > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis APD terhadap risiko kecelakaan kerja. 6.2.6 Hubungan antara Pengawasan APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja Variabel pengawasan APD dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu sering dilakukan dan jarang dilakukan. Untuk mengetahui hubungan antara pengawasan APD terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi dapat dilihat pada tabel 6.13.

83

Tabel 6.13 Hubungan antara pengawasan APD terhadap risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka, Cileungsi pada bulan Desember 2011 sampai bulan Februari 2012
Risiko Kecelakaan Kerja Pengawasan APD Berisiko N Sering dilakukan Jarang dilakukan Total 5 10 15 % 41,7 43,5 42,9 Tidak Berisiko N 7 13 20 % 58,3 56,5 57,1 N 11 14 25 % 100 100 100 15,167 2,029 113,346 1,000 Total OR P Value

Hasil analisis hubungan pengawasan APD terhadap risiko kecelakaan kerja diketahui bahwa responden yang menyatakan pengawasan APD sering dilakukan yang tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja yaitu 7 responden (58,3%). Sedangkan pada responden yang menyatakan pengawasan APD jarang dilakukan yang berisiko terjadi kecelakaan kerja adalah 10 responden (43,5 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai P = 1,000 yang berarti P > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengawasan APD terhadap risiko kecelakaan kerja.

84

BAB VII PEMBAHASAN

7.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, adapun jumlah kuesioner yang disediakan sesuai dengan jumlah sampel sebanyak 35 responden. Beberapa keterbatasan penelitian yang ditemui adalah sebagai berikut : a. Dasar penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dimana seluruh variabel diukur dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dapat memberikan penjelasan adanya hubungan sebab akibat, melainkan hanya menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen b. Pengumpulan data primer Dalam mengumpulkan data primer menggunakan metode wawancara kuesioner yang diberikan dengan menggunakan pertanyaan tertutup, sehingga membatasi variasi jawaban responden. Selain itu juga adanya keterbatasan waktu pada saat wawancara dengan responden, dengan jumlah pertanyaan di dalam kuesioner 45 pertanyaan. c. Sampel Jumlah sampel yang tergolong sangat kecil yaitu 35 responden dan pada beberapa variabel bersifat homogen, berdampak pada tidak validnya nilai P value.

85

7.2 Analisis distribusi risiko kecelakaan kerja Dari hasil uji univariat didapatkan bahwa 16 responden (44,7%) berisiko mengalami kecelakaan kerja di perusahaan pada saat bekerja namun ada 19 responden (54,3%) yang tidak berisiko mengalami kecelakaan kerja di perusahaan pada saat bekerja . Menurut pengawas SHE (safety health environment), proses kerja di perusahaan yang secara keseluruhan menggunakan alat alat berat maka sangat rentan terhadap adanya risiko kecelakaan kerja, oleh karena itu perlu adanya aplikasi yang tepat untuk menangani pencegahan risiko kecelakaan, salah satunya dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Data yang diperoleh dari pengawas SHE berupa laporan sasaran mutu unit usaha oil and gas equipment , bahwa terdapat kecelakaan ringan pada tahun 2008 sebanyak 2 peristiwa yaitu pada bulan Juli dan Agustus. Pada tahun 2009 sebanyak 2 peristiwa kecelakaan ringan yaitu pada bulan April. Dari kejadian kejadian yang di alami oleh unit usaha oil and gas equipment, maka dilakukan perbaikan perbaikan melalui identifikasi bahaya terhadap risiko yang akan timbul, dan terbukti pada tahun 2010 berdasarkan data laporan sasaran mutu diketahui bahwa unit usaha oil and gas equipment berhasil memperoleh hasil zero accident. Pencapaian tersebut merupakan keberhasilan dari SHE unit usaha oil and gas equipment dengan melakukan identifikasi bahaya dan risiko yang akan timbul yang disajikan pada lampiran.

86

7.3 Analisis hubungan pengetahuan terhadap risiko kecelakaan kerja Dari hasil uji univariat diketahui 25 responden (71,4%) yang memiliki pengetahuan baik. Baiknya pengetahuan krayawan di dapat dari kemampuan karyawan menjawab dengan benar skor 7. Dari hasil penelitian juga terdapat 10 responden (28,6%) yang memiliki pengetahuan kurang baik. Kebanyakan karyawan yang bekerja di unit usaha oil and gas equipment ini berpengatahuan baik tentang penggunaan APD yang berhubungan dengan risiko kecelakaan kerja. Dari hasil observasi di bagian produksi unit usaha oil and gas equipment bahwa hampir seluruh pekerja sudah mengetahui APD apa saja yang wajib dipakai yakni helm dan safety shoes, namun tetap sebagian dari mereka kurang tahu mengenai APD yang sesuai dengan risiko kecelakaan kerja di unit usaha oil and gas equipment. Sehingga menurut pengawas SHE di unit usaha oil and gas equipment masih ada karyawan yang menggunakan APD tetapi tetap mengalami kecelakaan kerja yang justru ditimbulkan akibat penggunaan APD tersebut. Seperti contoh : penggunaan sarung tangan, ada banyak jenis sarung tangan yang disediakan, tapi tetap saja ada karyawan yang mengalami kecelakaan ringan terjepit. Menurut Skinner bahwa, seseorang berpengetahuan tinggi/baik apabila ia mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar. Dan akan dikatagorikan berpengetahuan rendah/kurang baik apabila seseorang hanya mampu mengungkapkan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar.

87

Peningkatan pengetahaun tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, tetapi pengetahuan sangat penting diberikan sebelum individu melakukan suatu tindakan atau tugas (Green, 1995). Hasil hipotesis didapat 19 responden (76,0%) pekerja yang berpengatahuan baik yang tidak berisiko mengalami kecelakaan kerja, sedangkan hanya 1 responden (10,0 %) pekerja berpengetahuan kurang baik dan tidak berisiko mengalami kecelakaan kerja dan P value yang di dapat adalah 0,001. Artinya P value < 0,05 dan menunjukan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap risiko kecelakaan kerja. 7.4 Analisis hubungan sikap terhadap risiko kecelakaan kerja Hasil dari uji uivariat diperoleh bahwa sebanyak 19 responden (54,3%) memiliki sikap positif dan 16 responden (45,7%) memiliki sikap negatif. Penilaian sikap positif responden didapat jika responden menjawab dengan benar skor 7, sedangkan sikap negatif jika skor <7. Pekerja yang memiliki sikap yang positif dipengaruhi oleh pengetahuan dan pelatihan yang mereka dapat. Karena menurut Notoatmodjo (2003) bahwa, pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional dari perilaku manusia dengan sendirinya pengetahuan mempengaruhi sikap pekerja. Sedangkan menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993) bahwa, sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik/terarah terhadap respon individu pada suatu objek dari situasi yang berkaitan dengan dirinya.

88

Sikap disini hanyalah sebatas tingkatan merespon dalam arti dapat memberikan jawaban bila ditanya, menggunakan, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan. Hasil uji hipotesis didapat 17 responden (89,5 %) yang memiliki sikap positif dan tidak berisiko mengalami kecelakaan kerja, sedangkan terdapat 13 responden (81,2 %) yang memiliki sikap negatif dan berisiko mengalami kecelakaan kerja, dan P value yang di dapat adalah 0,000. Artinya P value < 0,05 dan menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sikap terhadap risiko kecelakaan kerja. 7.5 Analisis hubungan penggunaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (87,0%) menggunakan APD dan tidak berisiko mengalami kecelakaan kerja dan sebanyak 12 responden (100,0%) tidak menggunakan APD dan berisiko mengalami kecelakaan kerja. Hasil statistik di peroleh P = 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja. Berasarkan penelitian yang dilakukan dilapangan diketahui bahwa perusahaan PT. Bukaka telah menyediakan APD minimum stock 10 % dari jumlah pemakaian. Data ini didapat dari SHE representatif unit usaha oil and gas equipment. Namun, penggunaan APD terkadang diabaikan oleh karyawan seperti terlihat pada gambar berikut :

89

Gambar 7.1 Karyawan yang tidak menggunakan helm saat sedang berproduksi

Dalam keadaan seperti terlihat pada gambar diatas, tanpa disadari karyawan sedang dalam kondisi bahaya dengan risiko tertimpa benda dari atas karena tidak menggunakan helm. Padahal helm sudah disediakan oleh SHOP 2. Namun karena berbagai alasan yang sederhana ia tidak memakai helm tersebut. Padahal sudah ada rambu-rambu K3 di pintu utama workshop, seperti terlihat pada gambar berikut: Gambar 7.2 Rambu rambu K3 di gerbang workshop

Namun tidak semua pekerja melanggar peraturan penggunaan APD, seperti terlihat pada gambar berikut:

90

Gambar 7.3 Karyawan yang menggunakan APD sesuai dengan pekerjaannya

7.6 Analisis hubungan penyediaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja Hasil penelitian univariat menggambarkan 28 responden (80,0%) menyatakan penyediaan APD lengkap sedangkan 7 responden (20,0%) menyatakan penyediaan APD tidak lengkap. Dalam hubungan antara penyediaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja dapat diketahui dari uji bivariat yang menghasilkan sebanyak 17 responden (60,7 %) yang menyatakan APD lengkap dan tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja, sedangkan sebanyak 4 responden (57,1 %) yang menyatakan APD tidak lengkap dan berisiko terjadi kecelakaan kerja, dengan P value 0,393. Artinya P value > 0,05 yang menunjukan tidak ada hubungan antara penyediaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja. Perilaku kepatuhan berhubungan dengan faktor orang, seperti faktor pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kecerdasan, motivasi dan kepribadian serta faktor lingkungan, seperti peralatan, mesin dan standar atau prosedur (Geller, 1997). 7.7 Analisis hubungan Jenis APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja Berdasarkan analisis bivariat dapat dilihat bahwa karyawan yang menyatakan jenis APD sesuai dan tidak berisiko terjadi kecelakaan sebanyak 18 responden

91

(62,1%), sedangkan karyawan yang menyatakan jenis APD tidak sesuai dan berisiko terjadi kecelakaan kerja sebanyak 4 responden (66,7 %) dan diketahui P value 0,195. Artinya P value > 0,05 dan menunjukan tidak ada hubungan antara jenis APD terhadap risiko kecelakaan kerja. Walaupun analisis tersebut menunjukan tidak ada hubungan antara jenis APD terhadap risiko kecelakaan kerja, namun menurut Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa jenis alat pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi serta sesuai denga bagian tubuh yang perlu dilindungi. 7.8 Analisa hubungan Pengawasan APD terhadap Risiko Kecelakaan Kerja. Dari hasil uji univariat didapat bahwa 12 responden (34,3%) menyatakan pengawasan sering dilakukan dan 23 responden (65,7%) menyatakan pengawasan jarang dilakukan. Hal tersebut terlihat jelas bahwa pengawasan sangat penting perannya dalam pemonitor pekerja terhadap penggunaan APD. Pekerja yang memakai APD tanpa melihat ada atau tidaknya pengawasan cenderung lebih sedikit dibanding pekerja yang memakai APD jika akan dilakukan pengawasan oleh tim SHE di perusahaan. Menurut Notoadmojo (2002) pengawasan dalam neural stimulus yaitu rangsangan yang tidak menimbulkan perhatian untuk merespon. Hal ini dengan adanya pengawasan seharusnya akan lebih memberikan kontribusi terhadap pekerja yang menggunakan APD. Akan tetapi dari hasil uji analisis ternyata tidak ada hubungan antara pengawasan terhadap risiko kecelakaan kerja. Hal tersebut diketahui dari uji

92

statistik ada 7 responden (58,3%) menyatakan sering dilakukan dan tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja, sedangkan 13 responden (56,5%) menyatakan jarang dilakukan pengawasan dan tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja. Dari hasil tersebut diperoleh nilai P value = 1,000 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pengawasan terhadap risiko kecelakaan kerja.

93

BAB VIII PENUTUP

8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di bagian produksi unit usaha oil and gas equipment PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012, mengenai hubungan antara penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terhadap risiko kecelakaan kerja pada karyawan bagian produksi oil and gas equipment PT. Bukaka Teknik Utama, Cileungsi bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Pengetahuan karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama sebanyak 25 orang (71,4%) berpengetahuan baik dan 10 orang

(28,6%) berpengetahuan kurang baik terhadap penggunaan APD yang berhubungan dengan risiko kecelakaan kerja. 2) Sikap karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama sebanyak 19 orang (54,3%) memiliki sikap positif dan 16 orang (45,7%) memiliki sikap yang negatif terhadap penggunaan APD yang berhubungan dengan risiko kecelakaan kerja. 3) Penggunaan APD karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama sebanyak 23 orang (65,7%) sering menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan 12 orang (34,3%) jarang menggunakan APD yang sesuai dengan potensi bahaya yang dapat mengakibatkan risiko kecelakaan kerja.

94

4) Penyediaan APD karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama sebanyak 28 orang (80,0%) menyatakan APD yang disediakan lengkap dan 7 orang (20,0%) menyatakan APD yang disediakan tidak lengkap. 5) Jenis APD karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama sebanyak 29 orang (82,9%) menyatakan jenis APD yang disediakan sesuai dengan potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja dan 6 orang (17,1%) menyatakan jenis APD yang disediakan tidak sesuai dengan potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja. 6) Pengawasan APD karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama sebanyak 12 orang (34,3%) menyatakan pengawasan sering dilakukan dan 23 orang (65,7%) menyatakan pengawasan jarang dilakukan. 7) Risiko kecelakaan kerja karyawan bagian produksi unit usaha OGE PT. Bukaka Teknik Utama sebanyak 16 orang (45,7%) berisiko terjadi kecelakaan kerja dan 19 orang (54,3%) tidak berisiko terjadi kecelakaan kerja. 8) Dari hasil uji chi square diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan APD terhadap risiko kecelakaan kerja, karena sebanyak 20 orang (87,0%) sering menggunakan APD yang tidak berisiko kecelakaan kerja dan 12 orang (100,0%) jarang menggunakan APD yang berisiko kecelakaan kerja, dengan P = 0.000.

95

8.2 Saran Saran yang dapat diberikan ditujukan kepada : 8.2.1 Manajemen Safety Health Environment (SHE) / K3 Perusahaan a) Untuk mengindari risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja pada pekerja disarankan sebelum memulai pekerjaannya di pantau untuk menggunakan APD terlebih dahulu agar para pekerja terbiasa untuk menggunakan APD sebelum bekerja. b) Dari hasil analisis di ketahui bahwa pengawasan jarang dilakukan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi ketidakpatuhan karyawan untuk menggunakan APD dan berdampak terjadinya risiko kecelakaan kerja di lingkungan kerja. Melakukan pengawasan secara lebih intensif terhaap peraturan pengunaan APD, sehingga pengawas dapat

melakukan tugasnya secara tegas dan berani menegur pekerja jika tidak menggunakan APD. Pihak manajemen dapat melakukan survey, untuk melihat efektifitas pekerja dan pelaksanaan penggunaan APD sehingga di harapkan manajemen mengetahui alasan yang melatarbelakangi

tidak disiplinnya karyawan dalam menggunakan APD. Dengan demikian pihak manajemen dapat mengambil langkah perbaikan yang tepat. c) melakukan analisis terhadap risiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi karena penggunaan APD yang tidak sesuai dengan potensi bahaya, lakukan penggantian APD jika sudah rusak dan tidak aman untuk menunjang kondisi bahaya di bagian produksi.

96

d)

Lakukan pemeriksaan rutin setiap hari terhadap penggunan APD, alatalat/ mesin, material, dan kondisi lingkungan sebelum dimulainya proses produksi. Hasil pemeriksaan rutin disampaikan dan dibahas pada saat meeting mingguan dihadapan kepala unit dan seluruh karyawan.

8.2.2 Pekerja a) Melakukan tindakan aman seperti mengikuti peraturan yang sudah di tetapkan oleh rumah sakit dan melakukan pelaporan kepada kepala unit dan pihak manajemen jika ada pekerja yang masih tidak disiplin pemakaian APD. b) Mematuhi peraturan, program K3 dan kebijakan K3 yang sudah di tetapkan. c) melakukan pekerjaan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah dibuat oleh perusahaan. d) Sebelum memulai pekerjaan hendaknya karyawan atau pekerja memeriksa terlebih dahulu kondisi alat alat, mesin, dan material yang akan digunakan dalam proses produksi, jika ada ketidaksesuaian maka segera melaporkan pada kepala unit atau manajemen K3 di perusahaan untuk segera mengidentifikasi dan memperbaiki.

97

You might also like