You are on page 1of 16

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN PENENTUAN UMUR IKAN SB 091521

RAFIKA LAILIYATUL KURNIA SARI NRP 1509 100 011 Kelompok 5

Asisten Dyah Eka W.

PROGRAM STUDI BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biologi Perikanan merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari seluk beluk dan cara pertumbuhan ikan. Biologi perikanan itu sendiri terbagi lagi menjadi dua bagian yakni biologi ikan dan dinamika populasi ikan.Biologi ikan khusus mempelajari tentang kehidupan ikan-ikan yang berupa pertumbuhan ikan, tentang bagaimana ikan-ikan dalam suatu populasi melakukan pemijahan, tumbuh dan makan. Dinamika populasi ikan khusus mempelajari perubahan populasi ikan, tentang bagaimana kecepatan populasi ikan tumbuh, mati dan memperbanyak keturunan. Dalam melakukan penilitian biologi perikanan yang perlu diperhatikan adalah keadaan hidrografik menyangkut faktor fisika, kimia dan biologi dalam wilayah perikanan tersebut seperti mengetahui bagaimana ikan-ikan dalam populasi itu memijah, bagaimana kecepatan populasi itu tumbuh, mati dan memperbanyak serta bagaimana ikan tersebut makan yang merupakan ilmu yang sangat penting dalam kegiatan pelestarian stok ikan. Penentuan umur ikan merupakan sesuatu yang sangat penting terutama untuk menunjang keperluan penelitian di bidang Biologi perikanan. Data umur yang dihubungkan dengan panjang dan berat ikan dapat memberikan informasi mengenai komposisi populasi, umur ikan pada saat gonadnya masak pertama kali, lama hidup mortalitas, pertumbuhan dan reproduksi. 1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara-cara menentukan umur ikan dan mengetahui tanda tahunan pada squama ikan. 1.3 Permasalahan Permasalahan yang dihadapi pada praktikum ini adalah bagaimana cara menentukan umur ikan dan bagaimana mengetahui tanda tahunan pada squama ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan dorang (Parastromateus niger) Ikan ini mempunyai bentuk tubuh yang pipih dimana lebar tubuh ikan relative lebih kecil dari tinggi badannya yang menurut Jeffri (2010) Bentuk tubuh ikan merupakan suatu adaptasi terhadap lingkungan hidupnya atau merupakan pola tingkah laku yang khusus. Bentuk tubuh ikan, bentuk luar ikan seringkali mengalami perubahan dari sejak larva sampai dewasa misal dari bentuk bilateral simetris pada saat masih larva berubah menjadi asimetris pada saat dewasa. Bentuk tubuh ikan merupakan suatu adaptasi terhadap lingkungan hidupnya atau merupakan pola tingkah laku yang khusus. Secara umum, Moyle & Cech (1988) mengkatergorikan ikan kedalam enam kelompok yaitu roverpredator (predator aktif), lie-in-wait predator (predator tak aktif), surface-oriented fish (ikan pelagik), bottom fish (ikan demersal), ikan bertubuh besar, dan ikan semacam belut. memungkinkan untuk mudah bergerak diantara tumbuh-tumbuhan air dan areal yang sempit. Tubuh yang pipih memudahkan ikan tersebut menghindari tentakel beracun dari predator dan masuk kedalam celah-celah karang atau di bawah vegetasi air (jeffri, 2010).

2.2 Ikan Tawes (Barbonymus sp.) Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi,kepala kecil, moncung meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5 buah dan 3-3 buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang. Sirip dubur mempunyai 6 jari-jari bercabang (Kottelat, et al., 1993; Weber and Beaufort, 1916).

2.3 Ikan Kerapu (Epinephelus aerolatus) Mempunyai bentuk badan yang pipih memanjang dan agak membulat (Direktorat Jendral Sudirman Perikanan Deperteman Pertanian, 1979). Mulut lebar dan di dalamnya terdapat gigi kecil yang runcing (Kordi, 2001). Direktorat Jendral Perikanan

Depertemen Pertanian (1979), menjelaskan bahwa rahan bawah dan atas dilengkapi dengan gigi yang berderet 2 baris lancip dan kuat. Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mempunyai jari-jari sirip yang keras pada sirip punggung 11 buah, sirip dubur 3 buah, sirip dada 1 buah dan sirip perut 1 buah. Jari-jari sirip yang lemah pada sirip puggung terdapat 15-16 buah, sirip dubur 8 buah, sirip dada 17 buah dan sirip perut 5 buah. Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) memiliki warna seperti sawo matang dengan tubuh bagian verikal agak putih. Pada permukaan tubuh terdapat 4-6 pita vertical berwarna gelap serta terdapat noda berwarna merah seperti warna sawo (Kordi 2001).

2.3 Penentuan Usia Ikan Umur ikan adalah lama hidup suatu ikan mulai dari menetasnya telur hingga dia dewasa. Penentuan usia ikan dapat dilihatt pada bagian-bagian tubuh yang keras. Bagian-bagian tubuh yang keras untuk pembacaan umur suatuindividu ikan tersebut menurut (Lagler et aldalam Pulungan, 2006) yaitu sisik kunci, tulang vertebrae, tulang operculum, pangkal duri sirip dada, dan tulang otholit. Penentuan umur suatu individu ikan dapatdilakukan melalui baberapa cara yaitu- Cara langsung, cara ini hanya dapat dilakukanpada individu spesies ikan budidaya- Cara tidak langsung yaitu pada individu spesiesikan yang masih hidup diperairan alami. Penentuan umur ikan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu: a. Metode frekuensi panjang (metoda peterson) yaitu melalui pengukuran panjang ikan, metoda ini biasanya diterapkan pada individu-individu spesies ikan yang hidup di daerah tropis (Pulungan, 2006). Ikan mempunyai satu umur tersendiri membentuk suatu distribusi normal. Sektor panjang rata-ratanya, bila frekuensi panjang tersebut digambarkan dengan grafik akan membentuk beberapa puncak. Puncak inilah yang dipakai tanda kelompok umur ikan. Untuk ikan yang lain masa pemijahan panjang menyebabkan terdapat pertumpuan ukur dari umur yang berbeda (Effendie,1997). b. Denganmempelajari tanda-tanda tahunan (Annulus) atau harian (Sirkulus) pada bagian-bagian tubuh yang keras, seperti sisik. Dari bermacam-macam hanya sisik cicloid dan ctenoid yang dapat digunakan untuk menentukan umur ikan.

Gambar 1. Garis-garis annulus menunjukkan pertumbuhan ikan

Metode Peterson Metode Peterson yaitu dengan menggunakan frekuensi panjang ikan. Anggapan yang dipakai dalam metode ini adalah bahwa ikan satu umur mempunyai tendensi membentuk distribusi normal sekitar panjang rata-ratanya. Metode Peterson cocok diterapkan untuk ikanikan yang hidup didaerah dengan 2 musim dengan masa pemijahan yang pendek dan tidak berumur panjang. Bila frekuensi panjang tersebut digambarkan dengan grafik akan membentuk beberapa puncak (Effendie, 2002). Rumus Peterson adalah sebagai berikut : N = dugaan populasi M = jumlah ikan yang ditandai pada permulaan studi C = jumlah ikan yang ditangkap selama studi R = jumlah ikan bertanda yang tertangkap kembali dari C (Manda, 2009)

2.4 Sisik Sisik sering diistilahkan sebagai rangka dermis karena sisik dibuat dari lapisan dermis. Pada beberapa ikan sisiknya berubah menjadi keras karena bahan yang dikandungnya, sehingga sisik tersebut menjadi semacam rangka luar (Iqbal, 2008). Ikan yang bersisik keras terutama ditemukan pada ikan-ikan yang masih primitive. Sedangkan pada ikan modern kekerasan sisiknya sudah tereduksi menjadi sangat fleksibel. Disamping ikan-ikanyang bersisik, juga banyak terdapat ikan yang sama sekali tidak bersisik misalnya ikan-ikan yang termaksud kedalam sub ordo Siluroidea (Ikan jambal Pangasius pangasius, lele Clarias batrachus, dan belut sawah Fluta alba) sebagai suatu kompensasi, sebagaimana yang telah dikemukakan, mereka mempunyai lender yang lebih tebal sehingga badannya menjadi lebih licin (Iqbal , 2008). Berdasarkan bentuk dan bahan yangterkandung di dalamnya, sisik ikan dapatdibe dakan menjadi lima jenis, yaitu Placoid,Cosmoid, ganoid, Cycloid dan Ctenoid.

a) Sisik placoid Hanya terdapat pada ikan bertulang rawan (Chondrichthyes). Contohnya adalah ikan Selachimorpha dan Manta birostris (Iqbal,2008). . Gambar. sisik placoid

b) Sisik Cosmoid Sisik ini hanya ditemukan pada ikan fosil dan ikan primitive yang sudah punah dari kelompok Crossopterygii dan Dipnoi. Tipe sisik ini ditemukan pada jenisikan

Latimeria chalumnae dan Ikan coelacanth. c) Sisik Ganoid Jenis sisik ini dimiliki oleh ikan-ikan Lepidosteus (Holostei) Dan Scaphyrynchus (Chondrostei). Contoh ikan dari sisik ini antara lain Polypterus, Lepisostidae,Acipenceridae dan Polyodontidae.

Gambar. Sisik Ganoid d) Sisik Cycloid dan Ctenoid Sisik ini ditemukan pada golongan ikan teleostei, yang masing

masing terdapat pada golongan ikan berjari-jari lemah (Malacoptrerygii) dan golongan ikan berjari-jari keras (Acanthopterygii).

Gambar. Sisik cycloid dan ctenoid

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pinset, kaca pembesar, gelas benda, gelas penutup, mikroskop binokuler, sikat, overhead-microprojector, alat tulis dan penggaris. 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain alcohol dan squama ikan. 3.2 Cara kerja Langkah awal yang dilakukan adalah mengambil squama dengan menggunakan pinset. Setelah itu squama dibersihkan dengan menggunakan sikat dan dimasukkan ke dalam amplop serta diberi catatan secukupnya. Kemudian jika akan melakukan pengamatan, squama yang berada di dalam amplop diletakkan di atas gelas benda dan ditetesi dengan alcohol, kemudian ditutup dengan mnggunakan kaca penutup. Setelah itu squama diamati dengan menggunakan kaca pembesar atau mikroskop cahaya atau mikroskop binokuler dengan perbesaran lemah. Jika squama cukup besar, maka pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan microprojector atau overhead-projector. Squama yang didapat dari hasil pengamatan digambar secara lengkap dengan tanda tahunannya. Kemudian jumlah annuli dihitung yang hamper bermpitan, specimen ditentukan umurnya.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisa Data 4.1.1 Data Pengamatan No 1. Perlakuan Squama kunci diambil dengan menggunakan pinset Pengamatan Squama tampak kering dan tipis namun masih basah

2.

Squama diambil sebanyak 3 buah ditempat yang sesuai Squama kunci pada ikan bersquama dengan squama yang diketahui squama cycloid terletak tiga baris di sebelah anterior pinnae dorsalis dan di sebelah dorsal linea lateralis, sedangkan Squama kunci pada ikan bersquama ctenoid terletak tepat di bagian ujung pinnae pectoralis yang mengarah ke cauda

3.

Squama dibersihkan dan dimasukkan ke dalam amplop Squama serta diberi catatan seperlunya catatan

masih

tampak

basah, untuk

digunakan

mempermudah mengingat bagian squama yang diambil

4.

Squama diambil dari dalam amplop, dalam praktikum Squama tidak ditetesi dengan alcohol, dan ditutup dengan gelas karena penutup, sehingga tipe squama terlihat

sudah efek

terlihat

kering

dari

penyimpanan

dalam amplop.

5.

Squama diamati dengan menggunakan mikroskop

Terlihat sisik dari ikan tersebut. Sisik ikan yang di dapat antara lain: sisik Cycloid dan Ctenoid

6.

Jumlah annuli atau circulii yang hampir berhimpitan Jumlah annuli atau circulii belum dihitung dapat ditentukan, oleh karena itu umur ikan belum dapat ditentukan

7.

Dilakukan pengukuran pada panjang total tubuh ikan

Panjang total tubuh ikan dorang 1 atau Parastromateus nigeradalah 20 cm. ikan dorang 2 adalah 21 cm, ikan tawes 1 adalah 20,7 cm dan ikan tawes 2 adalah 18,5 cm

4.1.2 Pengamatan Sisik

No 1

Ikan Ikan Dorang (Parastromateus niger)

Keterangan Tipe sisik : Cycloid Keterangan gambar: a. b. c Lateral fiels Circuli Radii Anterior field Posterior field Focus Secondary radii

c. d. e. g f. g.

d e 2 f a Ikan Tawes (barbonymus gonionotus)

Tipe sisik : Cycloid c b g Keterangan gambar: a. b. c. d. e. Lateral fiels Circuli Radii Anterior field Posterior field Focus Secondary radii

f. g.

3.

Ikan Kerapu (Epinephelus aerolatus) f

Keterangan

a. Ctenii b. Focus h c c. Posterior field d. Circuli e. Primary radii f. Anterior field

g. Secondary field h. Lateral field e g d b a Tipe sisik : Ctenoid

4.2 Pembahasan Praktikum dengan judul Penentuan Umur Ikan ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara menentukan umur ikan dann mengetahui tanda tahunan pada squama ikan. Ikan yang digunakan dalam percobaan ini adalah ikan dorang (Parastromateus niger), ikan kerapu bebek (Ephinephelus aerolatus), dan ikan tawes (Barbonymus gonionotus). Langkah pertama pada praktikum ini adalah mengambil squama dengan pinset secara hati-hati kemudian dibersihkan dengan sikat, sebelumnya ikan diukur panjangnya dengan menggunakan meteran atau penggaris karena menurut Effendie (1997) Data umur ikan yang dihubungkan dengan data panjang tubuh ikan dapat memberikan keterangan tentang umur pada waktu ikan pertama kali

matang kelamin, lama hidup, mortalitas, pertumbuhan dan reproduksi pada ikan. menentukan umur ikan. Kemudian squama diletakkan di dalam amplop selama beberapa hari untuk proses pengeringan pada sisik. Untuk memulai pengamatan, sisik diambil dari dalam amplop dan diletakkan di atas kaca objek dan ditutup dengan kaca penutup agar focus saat pengamatan. Pengamatan sisik ini menggunakan bantuan mikroskop. Hal ini dikarenakan ukuran sisik ikan yang relative kecil sehingga sisik yang melekat pada tubuhnya berukuran kecil pula.sehingga untuk melihat annuli atau circulii pada sisik ikan dibutuhkan alat bantu pengelihatan salah satunya adalah mikroskop ini. Sisik ikan yang didapat untuk ikan dorang dan ikan tawes adalah tipe cycloid sedangkan untuk ikan kerapu adalah ctenoid. Sisik cycloid merupakan sisik yang kecil, tipis atau ringan. Sisik cycloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus sedangkan untuk ikan Kerapu mempunyai sisik stenoid yang mempunyai bentuk seperti cycloid tetapi mempunyai pinggiran yang kasar (Randall, 1986). Selain itu Wahyuningsih (2006) juga menyatakan bahwa perbedaan antara tipe sisik cycloid dengan ctenoid adalah terletak pada bagian posterior, yaitu pinggiran sisik. Sisik cycloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus dan rata sementara sisik ctenoid mempunyai bentuk seperti sikloid tetapi mempunyai pinggiran yang kasar dan adanya duri-duri halus (ctenii). Pada akhirnya umur dari ikan tidak dapat diamati karena beberapa sebab yaitu karena circuluscirculus pada squama terlalu banyak dan circuli tidak terlihat. penentuan umur ikan dengan menggunakan metode tanda tahunan (squama) biasa digunakan pada ikan yang berada di daerah subtropis. Karena ikan-ikan yang hidup di daerah subtropis sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungannya, dimana pada musim dingin pertumbuhan tubuh ikan hampir terhenti atau lambat sama sekali, sehingga jarak antara circulus satu dengan yang lainnya menjadi sempit sekali, kadang malah tampak seperti berhimpitan. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan pada sisik, vertebrae, tulang, operculum, duri sirip dan tulang otolith yang menyebabkan terbentuknya susunan sirkulasi yang sangat rapat dan akhirnya membentuk annulus. Tanda tahunan terjadi karena adanya kelambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh musim dingin atau kekurangan makanan atau faktor lain (effendie, 1997), karena Indonesia merupakan Negara yang hanya punya 2 musim dan beriklim tropism aka pembentukan dari circulii atau annuli tidak terlalu jelas. Pada sisik ikan baik cycloid maupun ctenoid terdapat bagian yang bernama focus. Fokus merupakan titik awal perkembangan sisik dan biasanya berkedudukan di tengah-tengah sisik. Di daerah empat musim, sisik dapat digunakan untuk menentukan umur ikan. Circulus selalu bertambah selama ikan hidup. Pada musim dingin pertumbuhan ikan sangat lambat dan jarak antara circulus satu dengan yang lainnya menjadi sempit sekali, kadang malah tampak seperti berhimpitan. Circulus yang berhimpitan ini dinamakan annulus yang terjadi setahu sekali. Annulus ini digunakan untuk

menentukan umur ikan. Bagian yang jelas untuk menentukan umur ikan ialah pada bagian anteriornya. Sedangakn ctenii hanya terdapat pada sisik ctenoid. Bagian-bagian sisik cycloid pada dasarnya sama dengan sisik stenoid, kecuali bagian posterior sisik stenoid dilengkapi dengan ctenii (semacam gerigi kecil).

Operculum merupakan penutup insnag. Kelebihan metode penentuan ikan dengan menggunakan operculum adalah bahwa tanda tanda tahunan yang terdapat pada operculum dapat dilhat oleh mata secara langsung tanpa menggunakan alat optik, selain itu waktu yang diperlukan dalam pengamatan jauh lebih pendek jikan dibandingkan dengan metode lain. Namun, kekurangan dari metode ini adalah bagi ikan ikan yang sudah tua, hal ini dikarenakan selain operculummnya sudah tebal tanda tahunanannya juga kurang jelas (Effendie, 1992). Pada penentuan umur ikan sering terjadi kesalahan, campana (2004) menyatakan banyak struktur kalsifikasi menghasilkan kenaikan pertumbuhan periodik berguna untuk penentuan usia di dasar tahunan atau harian. Namun, penentuan umur selalu disertai oleh sumber-sumber berbagai kesalahan, beberapa di antaranya mungkin memiliki dampak yang serius pada perhitungan struktur usia. Tinjauan ini menyoroti metode terbaik yang tersedia untuk memastikan keakuratan penuaan dan penuaan penuaan akurat mengukur baik untuk mendukung produksi berskala besar atau proyek penelitian dalam skala kecil. Termasuk dalam kajian ini adalah gambaran penting dari metode yang digunakan untuk memulai dan melaksanakan program yang tepat dan dikendalikan penuaan, termasuk (namun tidak terbatas pada) validasi metode penuaan. Menekankan perbedaan antara validasi periodisitas usia dan peningkatan absolut, seperti pentingnya menentukan usia pada pembentukan kenaikan pertama. Dua tindakan utama akurasi, persentase kesalahan rata-rata dan koefisien variasi, menunjukkan bahwa mereka secara fungsional setara, dan menyediakan faktor konversi yang berkaitan keduanya. Menggunakan pemantauan pengendalian mutu, kesalahan penuaan mudah terdeteksi dan koleksi Referensi dihitung adalah kunci untuk mengontrol kualitas dan pengurangan biaya. Meskipun tingkat tertentu adalah penuaan yang tak terelakkan dari kesalahan acak, kesalahan seperti itu sering dapat diperbaiki setelah fakta menggunakan statistik ('digital sharpening') metode. Penentuan umur ikan dengan menggunakan metode sisik didasarkan pada tiga hal. Pertama, bahwa jumlah sisik ikan tidak berubah dan tetap identitasnya selama hidup. Kedua,

pertumbuhan tahunan pada sisik ikan sebanding dengan pertambahan panjang ikan selama hidupnya. Dan ketiga, hanya satu annulus yang terbentuk pada tiap tahun. Dari bermacammacam sisik, sisik yang dapat digunakan dalam penentuan umur ikan adalah sisik cycloid dan ctenoid. Seiring dengan pertumbuhan ikan, tumbuhlah lingkaran-lingkaran pada sisik yang dinamakan circulus (jamaknya circuli). Mula-mula circulus tumbuh atau diletakkan pada bagian depan kemudian disekeliling sisik. Pada musim dingin, pertumbuhan ikan berjalan lambat atau mungkin terhenti, maka penambahan circulus menjadi sangat berdekatan satu dengan yang lainnya. Kerapatan letak circulus ini terjadi satu kali setahun menjadi tanda tahunan pada titik itu. Biasanya annulus terlihat jelas pada bagian depan sisik. Pada bagian atas atau bawah sisik ketika musim dingin tidak ada circuli sehingga terlihat seperti ada peletakan circuli yang terlewat. Ketiadaan circuli pada bagian inilah menjadi tanda yang paling dapat dipercaya sebagai tanda tahunan. Apabila musim dingin telah selesai, suhu perairan pada musim semin menjadi bertambah tinggi sehingga menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lebih cepat daripada musim dingin. Jadi setelah terjadi kekosongan peletakan circuli pada musim dingin, kemudian terdapat circuli baru. Dengan menghitung jumlah circuli yang rapat pada bagian depan sisik atau ketiadaan circuli pada bagian atas atau bawah yang terjadi satu kali satu tahun (annulus), kita dapat menghitung umur ikan tersebut. Namun, sering juga ditemukan annulus palsu yang disebabkan oleh gangguan yang menimpa ikan tersebut, misalnya kekurangan makanan dan suhu yang tidak sesuai, sehinga menghambat pertumbuhan ikan, lalu akan tercatat pada sisik dengan kelambatan peletakkan circuli. Hal ini menyebabkan kesukaran dan menyebabkan kesalahan interpretasi dalam menghitung umur ikan. annulus palsu biasanya banyak terdapat pada sisik cycloid. Selain, annulus palsu pada ikan, terdapat pula sisik palsu. Tanda-tanda kelainan sisik palsu dari sisik kunci adalah fokus sisik palsu lebih besar. Dalam daerah fokus tadi tidak terdapat circulus atau circuli, sehingga tampak licin. Bagian luar dari yang lebar mempunyai tanda-tanda sama dengan sisik kunci. Sisik palsu tidak dapat digunakan sebagai alat penentu umur ikan, karena sisik palsu terbentuk sebagai pengganti sisik yang tanggal. Pada bagian sisik yang tanggal, mula-mula akan dibentuk satu lapisan dari material sisik sebagai penutup (inilah yang menyebabkan fokus menjadi lebar), kemudian baru terjadi perletakkan circulus seperti pada sisik lain. Kelebihan dari metode ini adalah caranya cukup mudah dan membutuhakn waktu yang tidak lama untuk

menentukan umur ikan, sedangkan kekurangannya adalah metode ini hanya dapat ditentukan pada ikan yang memupnyai sisik cycloid dan ctenoid (Effendie, 2002).

KESIMPULAN

Praktikum penentuan umur ikan dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan umur ikan dapat menggunakan beberapa metode yaitu tanda tahunan dan metode frekuensi panjang. Metode yang sering digunakan untuk menentukan umur ikan adalah metode dengan menggunakan tanda tahunan seperti sisik (squama), karena lebih muda digunakan dari pada yang lainnya, khususnya untuk menentukan umur ikan di daerah sub-tropis karena pada musim dingin terjadi perlambatan pertumbuhan. Tanda tahunan pada squama ikan dapat diketahui berdasarkan adanya annulus (tanda tahunan) yang berupa garis circulus yang rapat atau hampir berhimpitan dan bergaris lebih tebal daripada tanda harian pada squama ikan yang berupa garis-garis halus yang melingkar (circulus). Tipe squama pada ikan dorang (Parastromateus niger) dan ikan tawes (Barbonymus gonionotus) yaitu squma cycloid. Sedangkan tipe squama pada ikan kerapu (Epinephelus aerolatus) adalah squama cycloid.

DAFTAR PUSTAKA Campana, S.E. Accuracy, precision and quality control on age determination, including a review of the use abuse of validation methods. Jurnal of fish Biology (2001) 59, 197242 Iqbal, Burhanuddin. 2008. Ikhtiologi. PT. Yayasan Citra Emulsi. Makassar. Jeffri. 2010. Manajemen Perikanan (http://www. jeffri022.student.umm.ac.id). Diakses tanggal 23 Nopember 2011 Kottelat, et al., 1993; Weber and Beaufort, 1916 Kordi, M. Gufron H. Dan K. 2001. Pembesaran Kerapu Bebek di Keramba Jaring Apung. Kanisius. Yogyakarta. Pulungan, C. P., et al. 2006. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Univesitas Riau: Pekanbaru

You might also like