You are on page 1of 79

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Botani dan Morfologi

2.1.1 Botani Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) : Spermatophyta (Tumbuhan Berbiji) : Angiospermae (Berbiji Tertutup) : Monocotyledone (Berkeping Satu) : Graminae (Rumput-rumputan) : Graminaceae : Zea : Zea mays L. (Purwono, et al, 2008)

2.1.2 Morfologi Seperti halnya pada jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Warisno, 1998). Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang, yang tumbuh dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm di bawah permukaan tanah. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat 1

permukaan tanah. Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah (Purwono, et al., 2008). Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar antara 60-300 cm (Purwono, et al., 2008). Rata-rata tinggi tanamana jagung antara 1 3 m di atas permukaan tanah, fungsi batang tanaman jagung yang berisi berkas-berkas pembuluh adalah sebagai media pengangkut zat-zat makanan dari atas kebawah atau sebaliknya (Warisno, 1998). Menurut Warisno (1998), bahwa anakan jagung bisa berbentuk pada nodia atau buku yang terletak dibawah tanah karena terdapat mata tunas yang dorman (istirahat). Anakan tersebut dapat tumbuh bila keadaan lingkungan memenuhi syarat, misalnya kandungan lengas tanah yang tinggi, bila didukung oleh curah hujan yang cukup tinggi, pada fase vegetatif ini akan terbentuk anakan (tunas-tunas kaki). Menurut Warisno (1998), bahwa daun tanaman jagung berbentuk pita atau garis, berjumlah sekitar 8 48 helai setiap batangnya, tergantung pada jenis atau varietas yang di tanam, dan panjang daun 30 45 cm dan lebarnya antara 5 15 cm. Menurut Purwono, et al., (2008) bahwa daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helai, tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun dan helaian daun. Kelopak daun umumnya membungkus batang. Anatar kelopak batang dan helaian terdapat lidah daun yang disebut ligula. Ligula ini berbulu dan berlemak. Fungsi ligula adalah mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang (Purwono, et al., 2008).

Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal sehingga disebut bunga tidak lengkap. Bunga jagung juga termasuk bunga tidak sempurna karena bunga jantan dan betina berada pada bunga yang berbeda. Bunga jantan terdapat di ujung batang. Bunga betina terdapat di ketiak daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan. Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan jatung dan menempel pada rambut tongkol. Pada jagung umumnya terjadi penyerbukan silang (cross pollinated crop). Penyerbukan terjadi dari serbuk sari tanaman lain. Sangat jarang terjadi penyerbukan yang serbuksarinya berasal dari tanaman sendiri (Purwono, et al., 2008). Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat 200-400 biji. Biji jagung terdiri dari tiga bagaian. Bagian paling luar disebut pericarp (kulit). Bagaian atau lapisan kedua yaitu endosperm yang merupakan cadangan makanan biji. Sementara bagian paling dalam yaitu embrio atau lembaga (Purwono, et al., 2008).

2.2

Syarat Tumbuh Menurut Purwono, et al., (2008), menyatakan bahwa produktivitas jagung sangat

dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya tempat tumbuh atau tanah, air dan iklim. Oleh karena itu, tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan tongkol dan biji yang banyak, diperlukan tempat penanaman dan iklim yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman jagung. 2.2.1 Jenis Tanah Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah dan pasang surut, asalkan syarat tumbuh yang diperlukan terpenuhi. Secara

umum ada beberapa persyaratan kondisi yang dikehendaki tanaman jagung antara lain sebagai berikut: 1). Jenis tanah yang dapat ditanamu jagung antara lain Andosol (berasal dari gunung berapi), Latosol dan Grumosol. Pada tanah bertekstur berat (Grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik, tetapi perlu pengolahan secara baik serta aerasi dan drainase yang baik. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan jenis tanah terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur, dan kaya humus. 2). Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung antara 5,6-7,6. Pada tanah yang memiliki pH kurang dari 5,5, tanaman jagung tidak bisa tumbuh maksimal karena keracunan ion alumunium (Al+). 3). Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. 4). Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8 %. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil. Pada daerah dengan tingkat kemiringan 5-8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras. Tanah dengan kemiringan lebih dari 8 % kurang sesuai untuk penanaman jagung (Purwono, et al., 2008). 2.2.2 Iklim yang Sesuai Tanaman jagung berasal dari daerah tropis dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 50 LU 40 LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85200 mm/bulan selama masa pertumbuhan (Purwono, et al., 2008).

Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman, terutama dalam masa pertumbuhan dan sebaiknya tanaman jagung mendapat sinar matahari langsung. Dengan demikian hasil yang diperoleh akan maksimal. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat atau merana. Produksi biji yang dihasilkan pun kurang baik, bahkan tidak dapat terbentuk buah (Purwono, et al., 2008). Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 2134 oC, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antar 23 27 oC (Perdana. D. A, 2009). Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27-32C. Pada proses perkecambahan benih, jagung memerlukan suhu sekitar 30C. Panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil (Purwono, et al., 2008). 2.2.3 Kebutuhan Air Jagung merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun. Kebutuhan jumlah air setiap varietas sangat beragam. Namun demikian, secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air per tanaman per hari saat kondisi panas dan berangin. Hasil penelitian di Amerika menunjukkan bahwa kekurangan air pada saat 3 minggu setelah keluar rambut tongkol akan menurunkan hasil hingga 30 %. Sementara kekurangan air yang selama pembungaan akan mengurangi jumlah biji yang terbentuk (Purwono, et al., 2008).

2.3

Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Dalam suatu pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antar

tanaman dengan gulma untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya matahari maupun ruang tumbuh. Salah satu upaya yang dapat di lakukan untuk mengatasinya adalah dengan pengaturan jarak tanam. Dengan tingkat kerapatan yang optimum maka akan diperoleh ILD yang optimum dengan pembentukan bahan kering yang maksimum (Effendi, 1977). Jarak tanam yang rapat akan meningkatkan daya saing tanaman terhadap gulma karena tajuk tanaman menghambat pancaran cahaya ke permukaan lahan sehingga pertumbuhan gulma menjadi terhambat, di samping juga laju evaporasi dapat ditekan (Resiworo, 1992). Namun pada jarak tanam yang terlalu sempit mungkin

tanaman budidaya akan memberikan hasil yang relatif kurang karena adanya kompetisi antar tanaman itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan jarak tanam yang optimum untuk memperoleh hasil yang maksimum (Mayadewi, 2007). Jarak tanam merupakan jarak antar satu individu tanaman dengan individu tanaman lainnya, hal ini dilakukan untuk memperoleh keseragaman tanaman dalam memperoleh cahaya matahari yang cukup merata, demi pertumbuhan tanaman yang tumbuh tidak saling menutupi atau saling menaugi. Apabila kerapatan tanaman semakin tinggi akan mengakibatkan tanaman itu tumbuh dengan batang yang tidak kekar dimana terjadi kompetisi antara tanaman yang satu dengan yang lainnya dalam hal mengambil unsur hara serta faktor-faktor lain (Pinto, 2008 cit Subandi, 1988). Pengaruh jarak tanam bertujuan untuk memberikan kemungkinan pada tanaman untuk tumbuh dengan baik dalam luasan tertentu sekecil mungkin tanpa mengalami

persaingan antara tanaman budidaya dengan gulma maupun antar tanaman budidaya sendiri (Pinto, 2008 cit Anonim 1996). Pada jarak tanam 50 x 40 cm menghasilkan hasil produksi 11, 567 ton/ha dan pada jarak tanam 80 x 25 cm menghasilkan hasil produksi 10, 327 ton/ha (Mayadewi, 2007), sedangkan pada jarak tanam 75 x 25 cm menghasilkan hasil produksi 3, 50 ton/ha (Irwan, et al, 2004).

2.4

Pengaruh Varietas Tanaman Jagung Varietas merupakan salah satu faktor determinant bagi suatu tanaman yang

dibudidayakan untuk menghasilkan tanaman baru. Varietas merupakan suatu bagian terkecil dari sistem klasifikasi tumbuhan, dan merupakan subdivisi dari sebuah spesies. Dalam suatu spesies terdapat beberapa macam varietas yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan spesies lainnya. Pemilihan varietas tanaman jagung dalam sistem budidaya tanaman adalah merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produksi yang tertinggi (Patronicio, 2009). Ada beberapa varietas yang jelas diperkenalkan pada petani antara lain varietasvarietas hasil persilangan (varietas hibrida) maupun varietas lokal (setempat) yang mempunyai daya kompetitif dan komparatif yang besar baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bagi tanaman jagung, varietas merupakan hal yang sangat penting karena sangat berimplikasi pada kualitas dan kuantitas hasil. Sebab varietas yang tidak baik dan yang tidak sesuai dengan syarat dan standar serta tidak memiliki keunggulan yang tinggi maka hasil yang diharapkan tidak akan tercapai. Setiap varietas jagung memiliki ketahanan terhadap faktor ekstrinsik seperti hama dan penyakit yang berbeda-beda.

Dengan demikian pemilihan varietas jagung adalah jalan sukses bagi suatu usaha budidaya untuk meningkatkan hasil dan kualitas (Patronicio, 2009 cit Rukmana,1997). 2.4.1 Varietas Sele Varietas sele merupakan salah satu varietas yang diintroduksi oleh pemerintah Timor-Leste khususnya oleh Menteri Pertanian Kehutanan dan Perikanan (MAFP) pada bulan Maret 2007. pada mulanya sele ini bukan nama aslinya, nama yang sebenarnya dari varietas sele ini adalah LYDMR yang berasal dari CIMMYT India. Pemberian nama pada varietas baru ini sebagai salah satu jalan untuk petani agar lebih mengenal tanaman familiar dengan varietas baru yang tersebar dalam negeri. Sele telah terbukti memberikan hasil yang dapat memuaskan petani, melalui suatu program pengujian dan kerja sama pada lahan petani yang tersebar di Timor-Leste pada tahun 2001-2006. Deskripsi daripada varietas sele sebagai berikut: biji berwarna kuning, kualitas biji yaitu semi-flint (Geretan), tinggi (waktu panen) 216 cm, setelah 65-75 hari dapat mengeluarkan bunga, umur panen 104-105 hari setelah tanam, hasil produksinya 1,2 4,5 ton/ha, berat tongkol sekitar 64,8 104,6/tongkol, berat biji 23,8 36,8 g/100 biji, hasil produksinya lebih tinggi 40% dari pada varietas lokal pada lahan petani dan hasil produksi lebih tinggi 82 % dari varietas lokal pada pusat penelitian pertanian (Anonim, 2007). 2.4.2 Varietas Har12 Varietas Har12 merupakan salah satu varietas yang saat ini beredar di TimorLeste khususnya petani jagung yang ingin mencoba menanamnya di kebun mereka. Pada mulanya Har12 ini bukan nama aslinya, namun Har12 adalah kode penelitian, nama yang sebenarnya dari varietas Har12 ini adalah V036 = PopDMRSE (MOZ) F2 yang berasal dari Zimbabwe. Pemberian nama pada varietas baru ini sebagai salah satu jalan untuk

petani lebih mengenal varietas baru yang beredar di dalam negeri serta lebih mudah. Har12 telah terbukti memberikan hasil yang dapat memuaskan petani, melalui suatu program pengujian dan kerja sama pada lahan petani (OFDT) yang tersebar di TimorLeste pada tahun 2001-2007. Deskripsi varietas Har12 adalah sebagai berikut: biji berwarna putih, kualitas biji yaitu semi-flint (Geretan), tinggi tanaman (waktu panen) 106-222 cm, setelah 65 - 75 hari dapat mengeluarkan bunga, umur panen pada 105-115 hari setelah tanam, hasil produksinya 1,1 2,7 ton/ha, berat tongkol 71,4 91,0/tongkol. Berat bijinya 28,8 34,0 g/100biji. hasil produksinya lebih tinggi 40 % dari pada varietas lokal pada lahan petani, hasil produksi tertinggi 82 % dari varietas lokal pada pusat penelitian pertanian (Anonim, 2007). 2.4.3 Varietas Suwan5 Varietas Suwan5 merupakan salah satu jenis varietas tanaman jagung yang berwarna kuning yang memiliki hasil produksi yang tinggi di Timor-Leste selain varietas Arjuna dan Kalinga yang berasal dari Indonesia serta varietas lokal lainnya seperti Sele. Warna biji varietas Suwan5 yaitu berwarna kuning, dengan tinggi tanaman 1,9m, waktu berbunga setelah 65-75 hari setelah tanam. Hasil produksi varietas Suwan5 di TimorLeste yaitu 1,9 - 3,52 ton/ha dengan umur panen 100 - 105 hari (SOL, 2007)

2.5

Landasan Teori Pertumbuhan dan perkembangan suatu hasil dari tanaman selalu dipengaruhi oleh

faktor interaksi dan beberapa faktor internal salah satunya adalah pemakaian teknik budidaya penggunaan jarak tanam yang sesuai dengan urutan dari setiap varietas tanaman jagung, sedangkan faktor ekternal adalah penggunaan varietas yang unggul dalam meningkatkan hasil tanaman jagung. Salah satu cara yang perlu diperhatikan dalam menigkatkan hasil produksi suatu tanaman adalah dengan melalui perbaikan teknik budidaya yakni dengan menggunakan jarak tanam yang benar mengikuti karakter setiap varietas tanaman dan mengenal setiap jenis varietas tanaman yang akan dibudidayakan, dengan demikian jarak tanam dan varietas yang ada dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman yang dibudidayakan. Selain faktor jarak tanam, faktor varietas sangat penting dalam peningkatan hasil tanaman jagung. Penggunaan varietas yang unggul akan meningkatkan pertumbuhan, perkembangan dan hasil dari pada tanaman jagung, maka dalam penelitian ini varietas yang akan di teliti adalah varietas Sele dengan hasil produksi 1,2 4,5 ton/ha, Har12 dengan hasil produksi 1,1 2,7 ton/ha dan Suwan5 dengan hasil produksinya 1,9 3,52 ton/ha.

10

Faktor jarak tanam dapat berpengaruh terhadap hasil, karena pengertian jarak tanam berarti mengatur ruang hidup bagi setiap individu dan menggerakkan unsur hara, air, cahaya dalam pertumbuhan, perkembangan dan hasil. Penggunaan jarak tanam 50 x 40 cm menghasilkan hasil produksi 11,567 ton/ha dan pada jarak tanam 80 x 25 cm menghasilkan hasil produksi 10,327 ton/ha (Mayadewi, 2007), sedangkan pada jarak tanam 75 x 25 cm menghasilkan produksi 3,50 ton/ha, (Irwan, et al., 2004).

2.6

Hipotesis Dari hasil penelitian (teori) yang dihimpun dalam landasan teori dapat diduga

bahwa: 2.6.1 Dengan menggunakan jarak tanam 75 x 25 cm akan memberikan hasil produksi yang terendah pada varietas Har12. 2.6.2 Dengan menggunakan jarak tanam 80 x 25 cm akan memberikan hasil produksi yang optimum pada varietas Suwan5. 2.6.3 Dengan menggunakan jarak tanam 50 x 40 cm akan memberikan hasil produksi yang tertinggi pada varietas Sele.

11

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai pada bulan April 2010. . 3.1.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun percontohan Fakultas Pertanian Hera, Distrik Dili, Sub Distrik Cristo Rei, Suku Hera, Aldeia Acanuno, dengan ketinggian tempat 20 m dpl. 3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan metodologi penelitian adalah sebagai berikut; Parang, lingis, cangkul, sekop, rol meter, tali rafia, jangka sorong, termometer, timbangan analitik, timbangan duduk, oven, paralon dan ember dan karung pembungkus. 3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan metodologi penelitian adalah sebagai berikut; Benih (biji) dari varietas tanaman jagung (Sele, Har12, Suwan5, pupuk NPK 15 %, air es, kertas HVS, plastik ukuran besar dan karung.

12

3.3

Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) faktorial 3 x 3 yang diulang dalam 3 blok. Faktor pertama adalah Jarak Tanam (J) yang terdiri dari 3 level yaitu: J1 J2 J3 = Jarak Tanam 50 x 40 cm = Jarak Tanam 75 x 25 cm = Jarak Tanam 80 x 25 cm

Faktor kedua adalah Varietas (V) yang terdiri dari 3 level yaitu: V1 V2 V3 = Varietas Sele = Varietas Har12 = Varietas Suwan5

Kombinasi perlakuannya yaitu: V J J1 J2 J3 J1 V1 J2 V1 J3 V1 J1 V2 J2 V2 J3 V2 J1 V3 J2 V3 J3 V3 V1 V2 V3

Keterangan: J1 V1 = Jarak tanam 50 x 40 cm dengan vaietas Sele J1 V2 = Jarak tanaman 50 x 40 cm dengan varietas Har12 J1 V3 = Jarak tanam 50 x 40 cm dengan varietas Suwan5 J2 V1 = Jarak tanam 75 x 25 cm dengan varietas Sele

13

J2 V2 = Jarak tanam 75 x 25 cm dengan varietas Har12 J2 V3 = Jarak tanam 75 x 25 cm dengan varietas Suwan5 J3 V1 = Jarak tanam 80 x 25 cm dengan varietas Sele J3 V2 = Jarak tanam 80 x 25 cm dengan varietas Har12 J3 V3 = Jarak tanam 80 x 25 cm dengan varietas Suwan5

3.4

Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Benih Benih varietas tanaman jagung diperoleh dari Seed of Life (SOLs) Menteri Pertanian dan Perikanan (MAP) Timor-Leste, dengan tiga varietas yaitu Sele, Har12 dan Suwan5. 3.4.2 Persiapan Lahan Sebelum dilakukan penanaman di lapangan terlebih dahulu dilakukannya suatu survey lahan/lokasi dengan tujuan untuk mengetahui keadaan topografi tanah, arah kesuburan, keadaan tanah dan lain sebagainya untuk penanaman tanaman jagung.

Sebelum melakukan pengolahan tanah, pertama-tama melakukan pembersihan gulma dengan cara pembabatan rumput, setelah itu di lanjutkan dengan pengolahan tanah dengan cara mencangkul tanah dan menghancurkan bongkahan tanah serta

membersihkan sisa-sisa akar gulma dan batu-batuan serta pembentukan bedengan. Luas lahan yang digunakan yaitu 320 m2 dengan ukuran 32 m x 10 m; ukuran bedengan 3 x 3 m, jarak antar bedengan 0,5 m, dan jarak antar blok 1 m.

14

3.4.3 Penanaman Penanaman disesuaikan dengan perlakuan jarak tanam dan varietas yang digunakan dalam penelitian ini, dengan jumlah 2 biji perlubang.

3.5

Pemeliharaan Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan jagung di

antaranya penjarangan, penyiangan, pembubunan, pemupukan dan pengairan. 3.5.1 Penjarangan Banyaknya tanaman jagung yang ditanam 4 biji/lubang lebih dari jumlah

tanaman yang ingin di pelihara, yakni 2 biji/lubang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penjarangan dengan cara memotong tanaman yang pertumbuhannya tidak baik. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam. Tanaman yang diambil adalah tanaman yang tumbuhnya tidak baik. Caranya adalah tanaman di potong pada bagian batang yang paling bawah sampai lepas. 3.5.2 Penyiangan Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari gulma. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali atau disesuaikan dengan perkembangan di lapangan. Pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam, penyiangan kedua dilakuan bersamaan dengan pembubunan. 3.5.3 Pembubunan Tujuan pembubunan yaitu untuk memperkokoh posisi batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu, pembubunan juga bertujuan untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi.

15

3.5.4 Pemupukan Pemupukan dilakukan sebagai penambah unsur hara yang ada di dalam tanah. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat tergantung pada kesuburan tanah dan varietas jagung yang ditanam. Pupuk yang digunkan yaitu pupuk NPK yang digunakan secara larikan. 3.5.5 Pengairan Pedoman perlu tidaknya pengairan dengan cara melihat keadaan tanah dan tanaman. Namun, menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih banyak sehingga perlu dialirkan air pada parit di antara bumbunan tanaman jagung. Pengairan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hare (pengairan dilakukan jika tidak adanya hujan agar tanaman tidak mengalami stress air). 3.5.6 Pengendalian Hama dan Penyakit Keberhasilan dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman jagung akan meningkatkan produksi. Perlunya pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila ada serangan hama atau penyakit.

3.6

Variabel Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan, pertumbuhan dan komponen hasil.

3.6.1 Variabel Lingkungan 3.6.1.1 Suhu Tanah (C) Pengukuran suhu tanah dilakuakn 3 kali yakni, awal, pertengan dan akhir penelitian. Pengukuran suhu tanah dengan menggunakan alat termometer, dengan cara menancapkan termometer ke tempat pengambilan kadar lengas tanah dengan kedalaman

16

10 cm dan waktu 3 5 menit pada 3 titik, dan tempat dan waktu yang sama, hal ini dilakukan pada pukul 3 sore. Sebelum mengukur suhu tanah terlebih dahulu mendinginkan termometer ke dalam air es yang telah disediakan dalam ember. 3.6.1.2 Kadar Lengas Tanah (%) Pengukuran kadar lengas tanah dilakukan bersamaan dengan waktu pengukuran suhu tanah dengan cara mengambil contoh tanah pada 3 titik petak percobaan dengan waktu dan tempat yang sama seperti pada contoh pengambilan sampel suhu tamah. Contoh tanah ini diambil dengan menggunakan pipa PVC pada kedalam 10 cm. Kemudian contoh tanah di bawah ke laboratorium untuk mengetahui berat basah (BB) setelah itu di oven selama 2 hari (48 jam) pada suhu 105 oC, kemudian di keluarkan dan di anginkan dengan beberapa menit lalu di timbang kembali untuk mengetahui berat kering (BK). Penentuan kadar lengas tanah dilakuakan dengan metode gravimetri yang kemudian dihitung dengan persamaan sebagai berikut: KL = BB BK BK Keterangan: KL BB BK = Kadar Lengas Tanah (%) = Berat Basah (gram) = Berat Kering (gram) x 100 %

100 % = Nilai Konstant

17

3.6.2 Variabel Pertumbuhan Pengukuran variabel pertumbuhan dilakukan terhadap 3 tanaman sampel yang telah ditentukan secara acak dari tiap petak percobaan. Cara pengambilan tanaman sampel dengan menggunakan segitiga. 3.6.2.1 Tinggi Tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara meletakan rol meter pada permukaan tanah dekat dengan pangkal tanaman kemudian rol meternya ditarik ke atas sampai pada titik tumbuh yang tinggi (pucuk daun). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST, selanjutnya pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali (2 interval) sampai pada fase pertumbuhan vegetatif maksimum. 3.6.2.2 Diameter Batang (mm) Pengukuran diameter batang dilakuakan bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) dan pengukuran selanjutnya di ulang setiap 2 minggu sekali hingga memasuki fase vegetatif maksimum. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakan jangka sorong pada batang jagung dengan 5 cm dari bawah pembubunan tanah. 3.6.2.3 Jumlah Daun Tanaman (helai) Pengamatan jumlah daun dilakuakan saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) dan pengukuran selanjutnya 2 minggu sekali hingga fase vegetatif maksimum, pengamatan ini sama seperti pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang. Caranya adalah menghitung semua daun yang ada pada tanaman sampel, dengan syarat daun tidak kering, tidak kekuningan, tidak diserang hama dan penyakit, dan sebagainya.

18

3.6.2.4 Berat Berangkasan Segar Per Tanaman (kg/tanaman ) Berat berangkasan segar di lakukan dengan cara menimbang setiap tanaman sampel dari setiap petak percobaan. Penimbangan dengan menggunakan timbangan duduk. 3.6.2.5 Berat Berangkasan Kering Per Tanaman (kg/tanaman) Untuk mengetahui berat berangkasan kering yaitu dengan cara menimbang berat basah yang telah di keringkan secara manual yaitu dengan bantuan sinar matahari langsung. Penimbangan dengan menggunaan timbangan duduk. 3.6.2.6 Berat Berangasan Segar Per Petak (ton/ha) Berat berangkasan segar per petak di lakukan dengan cara menimbang setiap petak percobaan dengan menggunakan timbangan duduk. Setelah itu hasilnya di konversikan ke ton/ha. 3.6.2.7 Berat Berangkasan Kering Per Petak (ton/ha) Berat berangkasan kering per petak ditimbang setelah semua berangkasan segar dari setiap petak percobaan di keringkan di terik matahari yang dibiarkan tetap di atas petak percobaan dengan menggunakan timbangan duduk. Setelah itu di konversikan ke ton/ha. 3.6.2.8 Luas Daun Tanaman (cm2) Pengukuran luas daun dapat dilakukan pada saat tanaman memasuki pertumbuhan vegetatif maksimum. Pengukuran luas daun dengan menggunakan metode gravimetri. Caranya mengambil semua daun dari 2 tanaman yang akan dijadikan parameter luas daun, lalu menyusun daun dari yang terkecil sampai terbesar dan menimbang semua daun yang diambil kemudian membuat potongan daun dengan panjang dan lebar daun untuk

19

mengetahui pola ukuran daun, setelah itu menimbang potongan daun untuk mengetahui berat pola daun. Sebelum menimbang berat total daun terlebih dahulu menghitung total daun dari jumlah daun tanaman korban untuk mengetahui total jumlah daun. Untuk mengetahui luas daun menggunakan rumus: LD = A B Keterangan: LD A B C D = Luas Daun (cm2) = Berat pola daun (gr) = Berat total daun (gr) = Luas potongan daun (cm2) = Jumlah daun tanaman korban (helai) xCxD

3.6.3 Variabel Hasil 3.6.3.1 Panjang Tongkol Per Tanaman (cm) Pengukuran panjang tongkol dilakukan setelah panen. Caranya meletakan rol meter pada ujung tongkol dari angka nol dan tarik sampai pada ujung tongkol tanaman sampel. 3.6.3.2 Diameter Tongkol Per Tanaman (mm) Pengukuran diameter tongkol dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, caranya meletakan jangka sorong pada 3 bagian, yakni pangkal, tengah dan ujung setelah itu di reratakan. Pengukuran dilakukan setelah panen pada tanaman sampel.

20

3.6.3.3 Jumlah Tongkol Per Tanaman (Tongkol) Jumlah tongkol per tanaman di lakukan dengan cara menghitung jumlah tongkol tanaman sampel dari setiap petak percobaan. 3.6.3.4 Berat Tongkol Per Tanaman (kg/tanaman) Berat tongkol per tanaman di lakukan dengan menggunakan timbangan duduk. Penimbangan dilakukan setelah panen. Caranya menimbang semua tongkol tanaman sampel pada setiap petak setelah mengupas kulitnya atau kelobotnya. 3.6.3.5 Bobot Biji Segar Per Tanaman (gr/tanaman) Berat segar biji per tanaman dilakukan setelah panen dan di pipil biji per tanaman sampel, caranya menimbang semua biji yang di pipil setiap tanaman sampel dari setiap petak percobaan dengan menggunakan timbangan analitik. 3.6.3.6 Bobot Biji Kering Per Tanaman (gr/tanaman) Bobot kering biji per tanaman dilakukan setelah melakukan pengeringan berat segar biji per tanaman, dengan menggunakan timbangan analitik. 3.6.3.7 Jumlah Tongkol Per Petak (Tongkol) Untuk mengetahui jumlah tongkol per petak yaitu dengan cara menghitung semua tongkol per tanaman dari setiap petak percobaan. 3.6.3.8 Berat Tongkol Per Petak (kg/petak) Bobot tongkol per petak di lakukan dengan menggunakan timbangan duduk. Penimbangan dilakukan setelah panen. Caranya menimbang semua tongkol pada setiap petak setelah mengupas kulitnya.

21

3.6.3.9 Berat Segar Biji Per Petak (ton/ha) Berat segar biji per petak dilakukan setelah panen dan di pipil biji per petak, caranya menimbang semua biji yang di pipil setiap petak termasuk tanaman sampel dengan menggunakan timbangan duduk. Kemudian hasilnya dikonversikan ke ton/ha. 3.6.3.10 Berat Kering Biji Per Petak (ton/ha) Berat kering biji per petak dilakukan setelah pengeringan berat basah biji per petak. Pengeringan dilakukan dengan cara bantuan sinar matahari. Pengukuran dengan menggunakan timbangan duduk. Kemudian hasilnya dikonversikan ke ton/ha. 3.6.3.11 Bobot 1000 Biji (gram) Bobot 1000 biji di lakukan dengan cara menimbang 1000 biji dari setiap petak percobaan dengan timbangan analitik, dengan tujuan untuk mengetahui mutu benih. 3.6.3.12 Indeks Panen (%) Untuk mengetahui indeks panen tanaman jagung, dengan cara mengkonversikan hasil atau nilai ekonomis dan non ekonomis pada setiap petak perlakuan yang ada. Rumusnya yaitu: IP = BE BE + BNE Keterngan: IP BE BNE = Indeks Panen (%) = Berat Ekonomi (kg) = Berat Non Ekonomi (kg) X 100 %

100 % = Nilai konstan

22

3.7

Analisa Data Semua data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan

sidik ragam (ANOVA), untuk mengetahui adanya beda nyata atau tidak antara perlakuan. Pada perlakuan yang berbeda nyata akan diujilanjutkan dengan menggunakan metode BNT taraf 5 %.

23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Variabel Lingkungan

4.1.1 Kadar Lengas Tanah (%) Hasil analisis pada tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara faktor pemberian jarak tanam dan beberapa varietas tanaman jagung terhadap kadar lengas tanah awal dan akhir penelitian.
Tabel. 1. Kadar Lengas Tanah (%) Awal dan Akhir

Varietas Jarak Tanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 19,43 Ab 10,80 Aa 16,45 Ab 15,56 18,44 Ab 15,42 Aa 26,48 Bb 20,11

Waktu Pengamatan Awal

Akhir

Har 12 (V2) 16,59 Aa 17,69 Ba 16,92 Bb 17,07 10,15 Aa 14,13 Aa 11,58 Aa 11.95

Suwan 5 (V3) 17,23 Bb 15,39 Ba 15,71 Bb 16,11 12,18 Ba 10,79 Ba 12,40 Ba 11,79

Rerata 17,75 14,63 16,36 (+) 13,59 13,45 16,42 (+)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5 %. (+): Terjadi Interaksi antar faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar lengas tanah pada awal dan akhir penelitian adalah saling berpengaruh secara nyata. Namun nilai kadar lengas tanah pada awal penelitian nyata tertinggi dicapai pada perlakuan pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dengan penggunaan varietas Sele, dan nilai nyata terendah dicapai pada perlakuan pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm dengan penggunaan varietas Sele.

24

Perubahan jarak tanam dari pemakaian perlakuan jarak tanam 50 x 40 cm menjadi 75 x 25 cm dan 80 x 25 cm pada segala penggunaan varietas justru menurunkan nilai kadar lengas tanah pada awal penelitian secara nyata. Tingginya nilai kadar lengas tanah pada awal penelitian ini terjadi karena, dengan menggunakan perlakuan jarak tanam yang lebar dengan perlakuan varietas Sele dapat meningkatkan laju evaporasi karena pada permukaan tanah dan disebabkan belum adanya pertumbuhan vegetasi maupun tanaman yang dibudidayakan. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Setiadi, et al., 2001), bahwa pada lahan penanaman yang masih dalam keadaan terbuka dan belum ditutupi oleh tanaman akan memberikan respon lengas tanah yang tinggi sebagai akibat tingginya evaporasi. Rendahnya nilai kadar lengas tanah pada perlakuan jarak tanam 75 x 25 cm dengan perlakuan varietas Sele ini terjadi karena dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat merunkan kadar lengas tanah pada awal penelitian, hal ini terjadi karena laju evaporasi permukaan tanah rendah diakibatkan penggunaan jarak tanam yang rapat dengan varietas sele. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007, cit Dad Resiworo, 1992), bahwa jarak tanam yang rapat akan menekan laju evaporasi pada lahan pertumbuhan tanaman. Nilai kadar lengas pada akhir penelitan nyata tertinggi dicapai pada perlakuan pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm dengan penggunaan varietas Sele, dan nilai nyata terendah dicapai pada perlakuan pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dengan penggunaan varietas Har12.

25

Perubahan jarak tanam dari pemakaian perlakuan jarak tanam 80 x 25 cm menjadi 50 x 40 cm dan 75 x 25 cm pada segala penggunaan varietas justru menurunkan nilai kadar lengas tanah pada awal penelitian secara nyata. Tingginya nilai kadar lengas tanah pada pelakuan jarak tanam 80 x 25 cm (jarak tanam yang maksimum) dengan perlakuan varietas Sele ini terjadi karena pada akhir penelitian telah dilakukannya pemanenan hasil pada tanaman jagung, sehingga menyebabkan sudah tidak adanya lagi vegetasi atau pertumbuhan tanaman dilahan percobaan, sehingga menyebabkan tingginya kadar lengas tanah pada akhir penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat (Jumin, et al., 1982), bahwa permukaan tanah yang kosong akan memberikan lengas tanah yang tinggi, karena laju evaporasi yang tinggi dan peneyarapan panas matahari. Rendahnya kadar lengas tanah pada akhir penelitian pada perlakuan jarak tanam 50 x 40 cm dengan perlakuan varietas Har12 ini terjadi karena dengan menggunakan jarak tanam yang lebar dengan varietas Har12 yang membutuhkan waktu panen 105-115 hari setelah tanam sehingga memberikan rung tumbuh bagi pertumbuhan gulma sehingga terjadilah penurunan laju kadar lengas tanah. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Mayadewi, 2007), bahwa bila jarak tanam atau jarak antar baris tanaman terlalu lebar akan memberikan kesempatan kepada gulma untuk tumbuh dengan baik.

26

Tabel. 2. Kadar Lengas Tanah (%) Pertengahan

Varietas Jarak Tanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata

Waktu Pengamatan Pertengahan

Sele (V1) 19,28 20,98 23,55 21,27 a

Har 12 (V2) 22,21 21,43 28,40 24,01 a

Suwan 5 (V3) 23,49 22,19 19.82 21,83 a

Rerata 21,66 A 21,53 A 23,92 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar lengas tanah pada pertengahan penelitian adalah seragam, namun kadar lengas tanah pada pertengahan penelitian cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakian jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan meningkatnya kadar lengas tanah pada pertengan penelitian pada pemakain jarak tanam 80 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang sedang maka dapat meningkatkan kadar lengas tanah karena masih adanya pancaran cahaya matahari kesela-sela tanaman secara langsung meningkat selama pertumbuhan tanaman budidaya sehingga sehingga dapat meningkatkan pembentukan bahan kering tanama. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Mayadewi, 2001), bahwa meningkatnya intensitas cahaya yang diterima akan meningkatkan pertumbuhan tunas, umbi dan bahan kering total tanaman. Kecenderungan menurunnya kadar lengas tanah pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar dapat memberikan ruang tumbuh bagi gulma dalam berkompetisi dengan tanaman budidaya, sehingga dapat

27

menurunkan intensitas cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dalam hal pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2001), bahwa besarnya persentase cahaya yang didapatkan pada jarak tanam yang lebar, sehingga gulma dapat memanfaatkan cahaya tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sehingga menurunkan laju evaporasi pada kadar lengas tanah pada pertengahan penelitian. Tidak terjadi beda nyata karena kadar lengas tanah pada pertengahan penelitian adalah seragam, namun pemakaian varietas Har12 cenderung memberikan nilai kadar lengas tanah pada pertengahan penelitian cenderung tertinggi dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian varietas Sele. Kecenderungan meningkat dan menurunnya kadar lengas tanah pada pertengahan penelitian ini terjadi karena, varietas tersebut beradaptasi terhadap tinggi dan rendahnya kadar lengas tanah pada lahan percobaan dalam proses pertumbuhan dan

perkembangannya. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Baptista, 2008, cit Bahri, 1994), bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetis dan daya adaptasi varietas terhadap lingkungan. 4.1.2 Suhu Tanah (C) Hasil analisis pada tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap suhu tanah awal dan akhir penelitian. Tetapi pada suhu awal penelitan faktor jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata sedangkan faktor varietas tidak memberikan pengaruh yang nyata.

28

Tabel.3. Suhu Tanah (C) Awal dan Akhir

Varietas Waktu Pengamatan Awal Jarak Tanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 32,22 30,29 31,99 31,73 a 34,89 34,56 35,89 35,11 a Har 12 (V2) 32,44 31,77 31,99 32,07 a 34,67 35,33 34,67 34,79 a Suwan 5 (V3) 32,11 31,33 30,77 31,40 a 34,56 35,11 34,22 34,63 a Rerata 32,26 AB 31,36 A 31,58 A (-) 34,71 A 35,00 A 34,93 A (-)

Akhir

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas (suhu awal penelitian) menunjukkan bahwa pada

suhu tanah

lebih tinggi dicapai pada pengaturan jarak tanam 50 x 40 cm dan suhu tanah terendah dicapai pada pengaturan jarak tanam 75 x 25 cm. Pada pemakaian varietas, suhu tanah tertinggi dicapai pada varietas Har12 dan suhu tanah terendah dicapai pada varietas Suwan5. Tingginya suhu tanah pada pengaturan jarak tanam dan pemakaian varietas terjadi karena permukaan tanah belum ditutupi oleh tanaman, sehingga pantulan cahaya matahari langsung mengenai tanah dan terjadilah keseragaman suhu tanah begitu pula denga suhu tanah terendah. Hal ini diperkuat denga pendapat (Umbelina, 2010, cit Sarief, 1986 dan Kasno, et.al., 1998) bahwa suhu tanah akan seragam pada tanah yang tidak ditutupi dengan vegetasi karena penetrasi cahaya matahari dan absorbsi cahaya matahari terjadi secara seragam, sehingga pada akhirnya menyebabkan keseragaman suhu tanah akibat evaporasi dan transpirasi seimbang. Pada tabel suhu tanah akhir di atas menunjukkan bahwa pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm cenderung lebih tinggi, dan cenderung lebih rendah dicapai pada pemakaian 29

jarak tanam 50 x 40 cm. Pada pemakaian varietas, suhu tanah cenderung lebih tinggi dicapai pada varietas Har12 dan cenderung lebih rendah dicapai pada pemakaian varietas Sele. Kecenderungan tingginya suhu tanah pada akhir penelitian karena terjadinya evaporasi dan transpirasi yang tinggi setelah tanaman jagung di panen yang artinya tidak ada lagi pertumbuhan tanaman di lahan atau tanah tersebut karena pengukuran suhu tanah dilakukan setelah tanaman di panen, maka pantulan cahaya matahari langsung mengenai permukaan tanah, sehingga terjadilah evaporasi dan transpitasi di tempat tersebut. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Hakim, 1986) bahwa permukaan yang tidak bervegetasi memberikan respon suhu (temperatur) yang seragam, karena penyerapan panas matahari merata. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara faktor pemberian jarak tanam dan varietas tanaman jagung terhadap suhu tanah pertengahan penelitian.
Tabel. 4. Suhu Tanah (C) Pertengahan

Varietas Jarak Tanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 29,78 Aa 30,10 Aa 30,77 Ab 30,22 Har 12 (V2) 30,11 Ba 30,77 Ba 30,77 Bb 30,55

Waktu Pengamatan Pertengahan

Suwan 5 (V3) 30,21 Aba 30,88 Ba 29,33 Aa 30,14

Rerata 30,03 30,58 30,29 (+)

Keterangan: Angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama dengan angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT taraf 5 %. (+): Terjadi Interaksi antar faktor

30

Pada tabel suhu pertengahan diatas menunjukkan bahwa suhu tanah tertinggi dicapai pada perlakuan pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm dengan varietas Suwan5 dan hasil terendah dicapai pada perlakuan pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm dengan varietas Suwan5. Nampak bahwa pemakaian jarak tanam 75x 25 cm dan 80 x 25 cm memberikan nilai suhu tanah yang lebih tinggi. Perubahan pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm menjadi jarak tanam 50 x 40 cm dan 80 x 25 cm pada segala pemakaian varietas justru menurunkan suhu tanah secara nyata. Tingginya suhu tanah pada pertengahan penelitian, terjadi karena pada suhu tanah pertengahan sudah adanya pertumbuhan tanam di lahan (tanah) tersebut, sehingga menyebabkan suhu tanah lebih tinggi tetapi pada perlakuan jark tanam (kerapatan tanaman) yang maksimum dengan varietas Suwan5. Karena dengan kerapatan tanaman yang maksimum dapat menyongkong pertumbuhan tanaman begitu pula dengan suhu tanah maksimum dan minimum. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Harjadi, 1979) bahwa suhu maksimum dan minimum yang menyongkong pertumbuhan tanaman biasanya berkisar 5 - 35 C. Suhu dimana pertumbuhan optimum berlangsung berbedabeda menurut tanaman dan varietasnya dan berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangannya.

31

4.2

Variabel Pertumbuhan

4.2.1 Tinggi Tanaman (cm) Hasil analisis pada tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap tinggi tanaman 3, 5, dan 7 MST. Tidak terdapat pengaruh yang tepat antara level.
Tabel. 5. Tinggi Tanaman (cm)

Varietas Jarak Tanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 21,77 20,99 22,55 21,77 a 64,33 65,88 70,11 66,77 a 134,44 129,99 139,44 134,62 a Har 12 (V2) 23,44 17,33 23,33 21,37 a 83,77 56,99 82,33 74,36 a 144,44 131,77 152,22 142,81 a

Waktu Pengamatan 3 MST

5 MST

7 MST

Suwan 5 (V3) 24,99 21,77 22,55 23,10 a 79,55 70,88 64,33 71,59 a 137,22 136,88 127,77 133,96 a

Rerata 23,40 A 20,03 A 22,81 A (-) 75,88 A 64,58 A 72,62 A (-) 138,70A 132,88A 139,81A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman pada waktu pengamatan 3 MST, 5 MST dan 7 MST adalah seragam, hal ini dikarenakan penggunaan atau penyerapan unsur hara, air dan cahaya adalah seragam walaupun dengan pemberian jarak tanam dan varietas yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Hal ini sejalan dengan pendapat (Harjadi, 1979) bahwa jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan

32

keefisienan penggunaan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam menggunakan air dan zat hara. Pada 3 dan 5 MST tinggi tanaman cenderung tertinggi dicapai pada jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung lebih sedikit dicapai pada jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan meningkatnya tinggi tanaman pada jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena jarak tanam yang rengang atau optimum dan tidak terjadi tumpan tindih antara daun tanaman satu dengan daun yang lainnya meskipun tanaman membutuhkan luas daun yang cukup, sehingga bebas menerima sinar matahari untuk berfotosintesis serta dalam menggunakan unsur hara dan air yang seimbang. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Gardner, 1991) bahwa peristiwa penyerapan energi matahari yang efisien oleh permukaan tanaman budidaya membutuhkan luas daun yang cukup, yang terdistribusi merata agar dapat lengkap menutup tanah. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur kerapatan tanaman dan distribusinya di permukaan tanah. Pada pemakaian varietas (3 MST), nilai tinggi tanaman cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian varietas Suwan5 dan nilai tinggi tanaman cenderun g terendah dicapai pada pemakaian varietas Har12. Kecenderungan tingginya nilai tinggi tanaman pada pemakaian varietas Suwan5 karena dilihat dari sifat genetisnya dan morfologi dari varietas itu sendiri. Hal ini didukung oleh (Seed of Life, 2007) bahwa, tinggi tanaman jagung varietas Suwan5 adalah mencapai 1,9 meter. Kecenderungan rendahnya tinggi tanaman pada pemakaian varietas Har12 ini terjadi karena varietas Har12 kurang beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan tergantung daripada sifat morfologi dan genetisnya. Hal ini didukung oleh pendapat (Seed of Life, 2007) bahwa, tinggi tanaman jagung varietas Har12 sesudah panen adalah 106-222 cm. Begitu pula dengan tinggi

33

tanaman pada 5 dan 7 MST, hal ini tergantung dari sifat-sifat genetis tanaman dan adaptasi lingkungan (eksternal dan internal). Pada 7 MST tinggi tanaman cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Pemakaian varietas, tinggi tanaman cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian varietas Har12 dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian varietas Suwan5. Kecenderungan tingginya tinggi tanaman pada 7 MST pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm, terjadi karena dengan pemakaian jarak tanam yang maksimum dapat mempengaruhi rebah atau patahnya batang tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Gardner, 1991) bahwa peningkatan kerapatan menyebabkan tanaman batang menjadi lebih kecil, lebih lemah, dan seringkali lebih tinggi. Kecenderungan rendahnya tinggi tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya cahaya yang mempunyai pengaruh nyata terhadad pertumbuhan batang sehingga terjadinya kerusakan auksin dalam tubuh tanaman, hal ini juga disebabkan oleh penggunaan jarak tanam yang terlalu sempit atau terlalu rapat untuk tanaman dalam menerima cahaya matahari dan menyerap unsur hara dan air, karena tanaman saling menaungi. Hal ini di perkuat dengan pendapat (Gardner, et al,. 1991) bahwa, secara teoritis perusakan auksin karena cahaya lebih sedikit pada tegakan yang ternaung, karena penyinaran kuat menurunkan auksin dan mengurangi tinggi tanaman. Tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai tinggi tanaman cenderung tertinggi pada 3 MST dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Nilai tinggi tanaman pada 5 MST cenderung dicapai pada

34

penggunaan varietas Har12 dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Sele. Nilai tinggi tanaman pada 7 MST cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Har12 dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Suwan5. Kecenderungan tingginya tinggi tanaman pada penggunaan varietas pada 3, 5 dan 7 MST ini terjadi karena dilihat dari sifat genetis varietas yang tahan terhadap lingkungan tempat hidupnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa tingginya tinggi tanaman disebabkan karena sifat genetis varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Kecenderungan rendahnya tinggi tanaman pada penggunaan varietas pada 3, 5 dan 7 MST ini terjadi karena, adaptasi pertumbuhan varietas dilingkungan tumbuhnya, dan disebabkan oleh daya saing tanaman dengan gulma sebelum dilakukannya penyingan pada 3 MST, serta daya saing antar tanaman itu sendiri dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004 cit Nyakpa, 1988), bahwa suatu varietas tidak akan memberikan pertumbuhan yang baik jika kebutuhan akan unsur hara tidak terpenuhi. Dan dengan pendapat ( Firdaus, 2004, cit Mardjuki, 1990), bahwa varietas yang mempunyai interaksi positif atau sangat peka terhadap lingkungan, hasilnya akan mendekati kemampuannya apabila keadaan lingkungannya cocok dan sebaliknya akan merosot apabila keadaan lingkungan tidak sesuai.

35

4.2.2 Diameter Batang (mm) Hasil analisis pada tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap diameter batang 3, 5, dan 7 MST. Tidak terdapat pengaruh yang tepat antara level.
Tabel.6. Diameter Batang (mm)

Varietas Jarak Tanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 1,18 0,91 1,17 1,09 a 2,48 2,22 2,61 2,44 a 2,64 2,42 2,64 2,57 a Har 12 (V2) 1,38 0,85 1,39 1,21 a 2,69 2,36 2,66 2,57 a 2,48 2,52 2,49 2,49 a

Waktu Pengamatan 3 MST

5 MST

7 MST

Suwan 5 (V3) 1,26 1,05 0,99 1,10 a 2,73 2,47 2,49 2,56 a 2,52 2,69 2,46 2,57 a

Rerata 1,27 A 0,93 A 1,18 A (-) 2,63 A 2,35 A 2,59 A (-) 2,56 A 2,54 A 2,53 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa diameter batang pada 3,5 dan 7 MST adalah seragam. Pada faktor pemakaian jarak tanam, nilai diameter batang cenderung terbesar dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan nilai diameter batang cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm pada 3 dan 5 MST dan 80 x 25 cm pada 7 MST. Kecenderungan meningkatnya pertumbuhan diameter batang pada jarak tanam 50 x 40 cm initerjadi karena memiliki jarak yang rengang sehingga semua permukaan daun tanaman bebas meloloskan cahaya dan sistem

36

perakarannya dalam menyerap nutrien dan air dengan baik artinya tidak terjadi persaingan dalam hal menggunakan cahaya matahari dan menyerap unsur hara dan air pada lahan tersebut. Hal ini diperkuat dengan pendapat Gardner, et, al. (1991), bahwa dalam kelompok tanaman dengan jarak tanam rengang akan memiliki batang yang lebih besar karena penyerapan sinar matahari, unsur hara dan air tampaknya berlangsung baik. Pada 3 MST pada faktor varietas, nilai diameter batang cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian varietas Har12 dan nilai diameter batang cenderung terendah dicapai pada pemakaian varietas Sele. Kecenderungan meningkatnya diameter batang pada varietas Har12 ini terjadi karena varietas tersebut cepat beradaptasi dengan keadaan lingkungan disekitarnya, walaupun belum dilakukannya penyiangan gulma pada lahan tersebut dalam hal menerima cahaya matahari dan menyerap unsur hara dan air yang seimbang. Kecenderungan rendahnya diameter batang pada pemakaian varietas Sele ini terjadi karena pada saat tanaman masih berumur 3 MST meskipun belum dilakukannya penyiangan gulma dalam lahan, sehingga terjadilah persaingan tanaman dengan tanaman dan persaingan tanaman dengan gulma dalam menggunakan cahaya, unsur hara dan air dalam lahan tersebut. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Gardner, et al., 1991) bahwa, gulma berkompetisi dengan tanaman budidaya dalam memperebut faktor-faktor lingkungan tanaman. Diameter batang pada 5 dan 7 MST, nilai diameter batang cenderung lebih besar dicapai pada pemakaian varietas Har12 dan Suwan5, dan nilai diameter cenderung lebih kecil dicapai pada pemakaian varietas Sele dan Har12.

37

Kecenderungan besar kecilnya diameter batang pada pemakaian varietas Har12 dan Suwan5 pada 5 dan 7 MST ini terjadi karena dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan diameter batang yang besar (sebagai salah satu bagian hijau tanaman yang melakukan fotosintesis) dalam menyerap cahaya, unsur hara dan air untuk pembesaran batang tanaman. Hal ini didukung oleh (Baptista,2008, cit Bahri, 1994), bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman ditentukan oleh faktor genetis dan daya adaptasi masing-masing varietas terhadap lingkungan

4.2.3 Jumlah Daun (helai) Hasil analisis pada tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap jumlah daun 3, 5, dan 7 MST. Tidak terdapat pengaruh yang tepat antara level.
Tabel. 7. Jumlah daun (helai)

Varietas Jarak Tanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 3,89 3,44 3,77 3,70 a 7,55 7,33 8,22 7,70 a 10,33 9,66 10,22 10,07 a Har 12 (V2) 4,33 3,67 4,33 4,11 a 9,89 6,99 8,55 8,48 a 10,33 9,99 10,11 10,14 a

Waktu Pengamatan 3 MST

5 MST

7 MST

Suwan 5 (V3) 4,22 3,89 3,77 3,96 a 8,99 8,77 7,99 8,58 a 10,11 9,99 9,89 9,99 a

Rerata 4,15 A 3,67 A 3,96 A (-) 8,81 A 7,69 A 8,25 A (-) 10,26 A 9,88 A 10,07 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

38

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah daun pada 3, 5 dan 7 MST adalah seragam, namun pada jumlah daun cenderung terbanyak dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm pada 3, 5 dan 7 MST. Kecenderungan lebih banyaknya jumlah daun pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rengang (lebar) tanaman dapat melakukan fotosintesis yang baik karena jumlah daunnya pun banyak dan tidak bersaing dalam menggunakan unsur hara, air dan cahaya matahari dalam pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga tidak terjadinya persaingan antar tanaman dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Adnan, 2008, cit Karta Saputra, 1989), bahwa persaingan antar tanaman dalam mendapatkan air maupun cahaya matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif. Sehingga jarak tanam yang lebar akan memacu pertumbuhan tanaman. Tidak terjadi beda nyata, tetapi jumlah daun cenderung terbanyak dicapai pada penggunaan varietas Har12 pada 3 dan 7 MST dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Sele pada 3 MST dan Suwan5 pada 7 MST. Pada 5 MST jumlah daun terbanyak dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan terendah dicapai pada penggunaan varietas Sele. Kecenderungan banyak jumlah daun pada penggunaan varietas ini terjadi karena, disebabkan karena sifat genetis varietas yang mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Hal ini sejalan dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa varietas tanaman jagung yang memiliki pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya ini terjadi karena disebabkan oleh sifat genetis varietas yang

39

sangat menonjol dan mempunyai daya adaptasi yang lebih baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Kecenderungan sedikitnya jumlah daun pada penggunaan varietas ini terjadi karena, kurang terpenuhinya kebutuhan unsur hara, air dan cahaya matahari selama pertumbuhannya, sehingga menyebabkan sedikitnya jumlah daun. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004 cit Nyakpa, 1988), bahwa suatu varietas tidak akan memberikan pertumbuhan yang baik jika kebutuhan akan unsur hara tidak terpenuhi.

4.2.4 Berat Berangkasan Segar Per Tanaman (kg/tanaman) Hasil analisis pada tabel 15 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap berat berangkasan segar per tanaman dan tidak terdapat pengaruh yang tepat antar level.
Tabel.15. Berat Berangkasan Segar Per Tanaman (kg/tanaman)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 0,59 0,26 0,34 0,39 a Har 12 (V2) 0,23 0,31 0,30 0,28 a Suwan 5 (V3) 0,34 0,38 0,33 0,35 a Rerata 0,39 A 0,32 A 0,32 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas menunjukkan terjadi keseragam berat berangkasan segar tanam, namun berat segar berangkasan per tanaman cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x25 cm dan 80 x 25 cm.

40

Kecenderungan tingginya berat segar berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rengang maka kurang terjadinya persaingan tanaman dalam penyerapan unsur hara, air dan cahaya matahari selama pertumbuhan tanaman budidaya yakni tanaman jagung. Kecenderunga tingginya berat berangkasan segar per tanaman dapat meningkatkan pula produksi tanaman karena dengan jarak tanam yang rengang tanaman mudah dalam melakukan proses fotosintesis dan mudah dalam meyerap unsur hara dan air. Hal ini sejalan dengan pendapat (Gardner, et al., 1991), bahwa tujuan memperoleh hasil panen yang lebih tinggi ialah dengan cara menyerap radiasi matahari sebanyak mungkin, dan penanaman dengan jarak yang sama akan memberikan penyerapan sinar yang paling awal dan maksimum. Dan dengan pendapat (Adnan, 2008), bahwa jarak tanam yang lebih lebar akan memacu pertumbuhan vehetatif tanaman. Kecenderungan rendahnya berat segar berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm dan 80 x 25 cm ini terjadi karena, dengan meningkatkan kerapatan tanaman yang semakin sempit dapat menurunkan berat segar tanaman karena banyaknya populasi pada jarak tanam yang rapat sehingga terjadinya persaingan antar tanaman dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari sehingga kurang meningkatkan hasil panen tanaman yang dibudidayakan. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Gardner, et al., 1991), bahwa dalam kondisi lingkungan yang tidak menungtungkan, penyimpitan jarak deretan pada sebagian besar tanaman budidaya tidak akan meningkatkan hasil panen. Dan dengan pendapat ( Adnan, 2008) bahwa semakin rapat suatu populasi tanaman akan mempengaruhi pada pertumbuhan tanaman maupun pada produktivitas tanaman.

41

Tidak terjadi beda nyata, tetapi berat segar berangkasan cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Sele dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Kecenderungan tingginya berat segar berangkasan per tanaman pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena dilihat dari sifat genetis varietas Sele yang sebagai varietas unggul yang bersari bebas, sehingga daya adaptasi lingkungannya baik dan memiliki benih yang belum diserbuki dengan varietas lain dalam meningkatkan penimbunan berat segar berangkasan tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Rukmana, 1997), bahwa varietas jagung bersari bebas yaitu varietas yang benihnya diambil dari pertanaman sebelumnya, tetapi belum dicampur dan diserbuki oleh varietas lain. Kecenderungan rendahnya berat segar berangkasan kering per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh daya adaptasi lingkungan yang kurang baik. Hal ini diperkuat oleh pendapat ( Firdaus, 2004, cit Mardjuki, 1990), bahwa varietas yang mempunyai interaksi positif atau sangat peka terhadap lingkungan hasilnya akan mendekati kemampuannya apabila keadaan lingkungannya cocok dan sebaliknya akan merosot apabila keadaan lingkungan tidak sesuai.

42

4.2.5 Berat Berangkasan Kering Per Tanaman (kg/tanaman) Hasil analisis pada tabel 16 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap berat berangkasan kering per tanaman. Faktor varietas berpengaruh secara terpisah.
Tabel. 16. Berat Berangkasan Kering Per Tanaman (kg/tanaman)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 0,16 0,21 0,18 0,18 a Har 12 (V2) 0,19 0,14 0,19 0,17 a Suwan 5 (V3) 0,28 0,20 0,19 0,22 b Rerata 0,21 A 0,18 A 0,19 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas menunjukkan berat kering berangkasan per tanaman adalah seragam, namun berat kering berangkasan per tanaman cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan tingginya berat kering berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rengang akan meningkatkan berat berangkasan kering per tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Adnan, 2008, cit Karta Sapoetra, 1989), bahwa jarak tanam yang longgar dapat menghasilkan berat kering berangkasan yang lebih besar. Kecenderungan rendahnya berat kering berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat menurunkan berat kering berangkasan tanaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Adnan, 2008, cit Karta Sapoetra, 1989), bahwa jarak tanam yang rapat dapat

43

menurunkan berat kering berangkasan tanaman, karena pada waktu pertumbuhannya tanaman saling menaungi dalam menyerap cahaya matahari dan terjadinya kompetisi tanaman dalam menyerap unsur hara dan air dalam tanah. Terjadi beda nyata pada penggunaan varietas, tetapi nilai berat kering berangkasan per tanaman tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Kecenderungan tingginya berat berangkasan per tanaman pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, sifat genetis varietas sebagai salah satu varietas unggul yang bersari bebas, sehingga daya adaptasi lingkungannya baik dan memiliki benih yang belum diserbuki dengan varietas lain dalam meningkatkan penimbunan berat segar berangkasan tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Rukmana, 1997), bahwa varietas jagung bersari bebas yaitu varietas yang benihnya diambil dari pertanaman sebelumnya, tetapi belum dicampur dan diserbuki oleh varietas lain. Kecenderungan randahnya berat kering berangkasan per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh daya adaptasi lingkungan yang kurang baik. Hal ini diperkuat oleh pendapat ( Firdaus, 2004, cit Mardjuki, 1990), bahwa varietas yang mempunyai interaksi positif atau sangat peka terhadap lingkungan hasilnya akan mendekati kemampuannya apabila keadaan lingkungannya cocok dan sebaliknya akan merosot apabila keadaan lingkungan tidak sesuai.

44

4.2.6 Berat Berangkasan Segar Per Petak (ton/ha) Hasil analisis pada tabel 21 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap berat berangkasan segar per petak. Faktor jarak tanam berpengaruh secara terpisah.
Tabel. 21. Berat Berangkasan Segar Per Petak (ton/ha)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 12,74 10,01 11,89 11,55 a Har 12 (V2) 15,02 8,57 11,94 11,84 a Suwan 5 (V3) 13,72 10,17 9,68 11,97 a Rerata 13,83 B 9,58 A 11,17 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pemakaian jarak tanam berpengaruh secara nyata pada berat segar berangkasan per petak, namun nilai berat berangkasan segar per petak tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan tingginya berat kering berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rengang akan meningkatkan berat berangkasan kering per tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Adnan, 2008, cit Karta Sapoetra, 1989), bahwa jarak tanam yang longgar dapat menghasilkan berat kering berangkasan yang lebih besar. Kecenderungan rendahnya berat kering berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat menurunkan berat kering berangkasan tanaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat

45

(Adnan, 2008, cit Karta Sapoetra, 1989), bahwa jarak tanam yang rapat dapat menurunkan berat kering berangkasan tanaman, karena pada waktu pertumbuhannya tanaman saling menaungi dalam menyerap cahaya matahari dan terjadinya kompetisi tanaman dalam menyerap unsur hara dan air dalam tanah. Tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai berat segar berangkasan per petak cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Sele. Kecenderungan tingginya berat berangkasan per tanaman pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, sifat genetis varietas sebagai salah satu varietas unggul yang bersari bebas, sehingga daya adaptasi lingkungannya baik dan memiliki benih yang belum diserbuki dengan varietas lain dalam meningkatkan penimbunan berat segar berangkasan tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Rukmana, 1997), bahwa varietas jagung bersari bebas yaitu varietas yang benihnya diambil dari pertanaman sebelumnya, tetapi belum dicampur dan diserbuki oleh varietas lain. Kecenderungan randahnya berat kering berangkasan per tanaman pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena, dipengaruhi oleh daya adaptasi lingkungan yang kurang baik. Hal ini diperkuat oleh pendapat ( Firdaus, 2004, cit Mardjuki, 1990), bahwa varietas yang mempunyai interaksi positif atau sangat peka terhadap lingkungan hasilnya akan mendekati kemampuannya apabila keadaan lingkungannya cocok dan sebaliknya akan merosot apabila keadaan lingkungan tidak sesuai.

46

4.2.7 Berat Berangkasan Kering Per Petak (ton/ha) Hasil analisis pada tabel 22 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap berat berangkasan kering per petak. Faktor jarak tanam berpengaruh secara terpisah.
Tabel. 22. Berat Berangkasan Kering Per Petak (ton/ha)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 9,19 6,09 7,26 7,51 a Har 12 (V2) 8,44 5,14 8,53 7,37 a Suwan 5 (V3) 10,44 6,11 6,49 7,68 a Rerata 9,36 AB 5,78 A 7,43 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada pemakaian jarak tanam saling berpengaruh secara nyata, namun nilai berat kering berangkasan per petak tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak taman 75 x 25 cm. Kecenderungan tingginya berat kering berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rengang akan meningkatkan berat berangkasan kering per tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Adnan, 2008, cit Karta Sapoetra, 1989), bahwa jarak tanam yang longgar dapat menghasilkan berat kering berangkasan yang lebih besar. Kecenderungan rendahnya berat kering berangkasan per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat menurunkan berat kering berangkasan tanaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat

47

(Adnan, 2008, cit Karta Sapoetra, 1989), bahwa jarak tanam yang rapat dapat menurunkan berat kering berangkasan tanaman, karena pada waktu pertumbuhannya tanaman saling menaungi dalam menyerap cahaya matahari dan terjadinya kompetisi tanaman dalam menyerap unsur hara dan air dalam tanah. Tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai berat berangkasan kering per petak cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Kecenderungan tingginya berat berangkasan per tanaman pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, sifat genetis varietas sebagai salah satu varietas unggul yang bersari bebas, sehingga daya adaptasi lingkungannya baik dan memiliki benih yang belum diserbuki dengan varietas lain dalam meningkatkan penimbunan berat segar berangkasan tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Rukmana, 1997), bahwa varietas jagung bersari bebas yaitu varietas yang benihnya diambil dari pertanaman sebelumnya, tetapi belum dicampur dan diserbuki oleh varietas lain. Kecenderungan randahnya berat kering berangkasan per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh daya adaptasi lingkungan yang kurang baik. Hal ini diperkuat oleh pendapat ( Firdaus, 2004, cit Mardjuki, 1990), bahwa varietas yang mempunyai interaksi positif atau sangat peka terhadap lingkungan hasilnya akan mendekati kemampuannya apabila keadaan lingkungannya cocok dan sebaliknya akan merosot apabila keadaan lingkungan tidak sesuai.

48

4.2.8 Luas Daun (cm2) Hasil analisis pada tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap luas daun. Tidak terdapat pengaruh yang tepat antara level.
Tabel. 8. Luas Daun (cm2)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 630,95 718,59 462,42 603,99 a Har 12 (V2) 669,83 564,09 823,18 685,70 a Suwan 5 (V3) 861,98 744,88 713,42 515,09 a Rerata 720,92 A 675,85 A 666,34 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa luas daun tidak dipengaruhi oleh kedua faktor yaitu faktor pemakaian jarak tanam dan varietas tanaman. Pada faktor jarak tanam nilai luas daun cenderung lebih besar dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan nilai luas daun cenderung lebih kecil dicapai pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm. Kecenderungan meningkatnya luas daun pada jarak tanam 50 x 40 ini terjadi karena dengan pemakaian jarak tanam yang rengang dapat memperluas daun tanaman, sehingga bebas dalam mengabsorbsi cahaya matahari dan menyerap unsur hara dan air dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan produksi yang maksimum. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Mayadewi, 2007, cit Effendi, 1977), bahwa dengan tingkat kerapatan yang optimum maka akan diperoleh ILD yang optimum dengan pembentukan bahan kering yang maksimum. Dan dengan pendapat (Bilman, 2001), bahwa dengan

49

menggunakan jarak tanam yang lebar, maka tanaman dapat berkembang dengan baik, cahaya yang didapatkan dimanfaatkan tanaman untuk berfotosintesis lebih besar. Kecenderungan menurunnya nilai luas daun pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm ini terjadi karena, jarak tanam yang digunakan terlalu sempit, sehingga menyebabkan daun tanaman saling tumpan tindih satu sama lain, sehingga penyerapan sinar matahari, unsur hara dan air untuk proses fotosintesis berjalan kurang baik yang akhirnya menyebabkan respirasi tanaman tinggi dan mengecilnya daun tanaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat Gardner, et, al. (1991), bahwa daun tanaman yang dirambatkan dalam kegelapan tidak dapat melakukan fotosintesis, namun fotosintesis akan tetap berjalan, sebagai akibat mengecilnya daun tanaman. Tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai luas daun pada penggunaan varietas cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Har12 dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Suwan5. Kecenderungan tingginya luas daun pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, sifat genetis varietas ini memiliki daya tahan yang baik dalam keadaan lingkungan tempat tumbuhnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa besarnya luas daun pada varietas karena varietas tersebut mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Kecenderungan rendahnya luas daun pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, sifat genetis varietas ini tidak tahan dengan keadaan lingkungan yang kurang baik. Hal ini di perkuat oleh pendapat (Firdaus, 2004), bahwa varietas yang pertumbuhannya merosot apabila keadaan lingkungan tidak sesuai.

50

4.3 Variabel Hasil 4.3.1 Panjang Tongkol Per Tanaman (cm) Hasil analisis pada tabel 9 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap panjang tongkol per tanaman. Kedua faktor memberikan pengaruh yang terpisah pada panjang tongkol per petak.
Tabel. 9. Panjang Tongkol Per Tanaman (cm)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 14,78 15,28 17,11 15,72 b Har 12 (V2) 12,89 15,05 14,44 14,13 a Suwan 5 (V3) 15,89 17,83 16,78 16,83 b Rerata 14,52 A 16,05 B 16,11 B (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Tabel diatas menunjukkan bahwa pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm memberikan nilai panjang tongkol tanaman yang tinggi dan nilai panjang tongkol terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm. Tingginya panjang tongkol pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm ini terjadi karena, dengan kerapatan tanaman yang sempit atau rapat dapat menyebabkan panjang tongkol tanaman yang maksimum, hal ini disebabkan karena jarak tanam yang digunakan terlalu sempit sehingga menyebabkan pemanjangan pada tongkol tanaman jagung dan tidak ada ruang tumbuh bagi gulma dalam hal persaingan unsur hara, air dan cahaya karena tajuk tanam menutupi tanah sehingga menghambat pancaran cahaya matahari ke dalam lahan. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Mayadewi, 2007, cit Effendi, 1977), bahwa jarak tanam yang rapat akan meningkatkan daya saing tanaman terhadap gulma

51

karena tajuk tanaman menghambat pancaran cahaya ke permukaan lahan sehingga pertumbuhan gulma menjadi terhambat. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan terhambatnya pertumbuhan gulma maka tanaman dapat leluasa memanjangkan selnya terutama pemanjangan pada bagian tongkol tanaman. Rendahnya panjang tongkol pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena dengan menggunakan jarak tanam yang rengang dapat menyebabkan kompetisi antara tanaman budidaya dengan tanaman itu sendiri dan antar tanaman budidaya dengan gulma dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya, sehingga hasil panen (panjang tongkol menjadi kecil). Hal ini diperkuat dengan pendapat (Effendi, 1997), bahwa dalam suatu pertanaman sering terjadi persaingan antar tanaman maupun antar tanaman dengan gulma untuk mendapatkan unsur hara, air dan cahaya matahari maupun ruang tumbuh. Pada pengamatan penggunaan varietas, nilai panjang tongkol per tanaman tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan nilai panjang tongkol terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Tingginya panjang tongkol pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetik varietas tanaman dan faktor lingkungan. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Kuruseng, et al., 2006, cit Riani, et al., 2001), bahwa genetika merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh setiap galur sedangkan pengaruh lingkungan adalah penagruh yang ditimbulkan oleh habitat dan kondisi lingkungan. Rendahnya panjang tongkol pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, pengaruh faktor genetik dan lingkungan tempat tumbuh tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Gardner, et al, 1991), bahwa komponen hasil panen (panjang tongkol

52

tanaman jagung) dipengaruhi oleh pengelolaan, genotipe dan lingkungan, yang sering kali dapat membantu menerangkan mengapa terjadi pengurangan hasil panen.

4.3.2 Diameter Tongkol Per Tanaman (mm) Hasil analisis pada tabel 10 menunjukkan bahwa tidak terjadi antar kedua faktor terhadap diameter tongkol per tanaman dan tidak terdapat pengaruh yang tepat antar level.
Tabel. 10. Diameter Tongkol Per Tanaman (mm)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 4,24 4,01 4,22 4,16 a Har 12 (V2) 4,09 3,91 3,98 3,99 a Suwan 5 (V3) 4,24 4,03 4,07 4,11 a Rerata 4,19 A 3,89 A 4,09 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa diameter tongkol per tanaman adalah seragam, namun nilai diameter tongkol per tanaman cenderung terbesar dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terkecil dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan lebih besarnya diameter tongkol per tanaman pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar dapat meningkatkan diameter tongkotanaman jagung, karena pemakaian jarak tanam yang lebar tanaman mudah dalam menyerap cahaya matahari, unsur hara dan air selama proses pertumbuhannya. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Adnan, 2008) bahwa, pemakaian jarak tanam yang longgar dapat menghasilkan diameter tongkol tanaman

53

jagung yang besar daripada diameter tongkol tanaman jagung pada penanaman pada jarak tanam yang rapat. Kecenderungan lebih kecilnya diameter tongkol per tanaman pada pemakaian jarak tanaman 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat mengecilkan diameter tongkol tanaman jagung, karena tanaman bersaing dalam mendapatkan unsur hara, air dan cahaya matahari untuk pembentukan tongkol tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat (Adnan, 2008), bahwa pemakaian jarak tanam yang rapat dapat menurunkan diameter tongkol tanaman jagung. Tidak terjadi beda nyata, tetapi diameter tongkol per tanaman cenderung terbesar dicapai pada penggunaan varietas Sele dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Kecenderungan lebih besarnya diameter tongkol pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena sifat genetis varietas Sele memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuh yang baik dan seragam. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Kuruseng, et al, 2006, cit Bari, et al., 1974), bahwa lingkungan merupakan pembentuk akhir suatu organisme, keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragamaan genetik umumnya berinteraksi satu sama lain dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman. Besarnya diameter tongkol disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung. Hal ini sejalan dengan pendapat (Kuruseng, et al., 2006), bahwa penggunaan varietas unggul yang bersari bebas, memberikan kondisi lingkungan yang cocok untuk varietas tanaman. Kondisi lingkungan dimaksud adalah efisiensi pemanfaatan radiasi matahari, sehingga hasil fotosintesis lebih meningkat dan distribusinya kebagian tongkol juga lebih besar yang akhirnya dapat meningkatkan diameter tongkol.

54

Kecenderungan lebih kecilnya diameter tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, varietas Har12 membutuhkan unsur hara, air dan cahaya yang banyak selama masa pertumbuhannya untuk pembentukan diameter tongkol. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Firdaus, 2004, cit Nyakpa, 1988), bahwa suatu varietas tidak akan memberikan hasil yang baik jika kebutuhan unsur hara tidak terpenuhi selama masa pertumbuhan dan perkembangannya.

4.3.3 Jumlah Tongkol Per Tanaman (tongkol/tanaman) Hasil analisis pada tabel 11 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap jumlah tongkol per tanaman. Faktor pemakian varietas memberi pengaruh yang nyata sedangkan faktor pemakaian jarak tanam memberi pengaruh yang tidak nyata.
Tabel. 11. Jumlah Tongkol Per Tanaman (tongkol/tanaman)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 1,00 1,00 1,00 1,00 a Har 12 (V2) 1,00 1,11 1,00 1,04 ab Suwan 5 (V3) 1,11 1,22 1,22 1,18 b Rerata 1,04 A 1,11 A 1,07 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pemakaian jarak tanam berpengaruh secara seragam, namun pemakain jarak tanam 75 x 25 cm cenderung memberikan jumlah nilai tongkol per tanaman yang lebih banyak dan pada jarak tanam 50 x 40 cm cenderung memberikan nilai jumlah tongkol per tanaman yang lebih sedikit.

55

Tingginya kecenderungan nilai jumlah tongkol per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, pemakaian jarak tanam yang rapat akan memperbanyak jumlah tongkol per tanaman walaupun pada masa pertumbuhan tanaman bersaing dalam menyerap cahaya matahari, unsur hara dan air karena kepadatan populasi yang tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat (Sumarsono, 2009, cit Donald, 1963 dan Bunting, 1972) bahwa peningkatan kepadatan populasi tanaman akan meningkatkan produksi bahan kering tanaman, sampai suatu maksimum, yaitu pada saat peningkatan kepadatan populasi tanaman lebih lanjut tidak diikuti lagi oleh peningkatan produksi bahan kering tanaman. Rendahnya kecenderungan nilai jumlah tongkol per tanaman ini terjadi karena dengan menggunakan jarak tanam (kerapatan tanaman) yang renggang dapat menyebabkan nilai jumlah tongkol yang lebih sedikit, dengan menggunakan jarak tanam yang optimum maka tanaman bebas dalam menggunakan energi cahaya matahari (dengan ILD yang luas), unsur hara dan air dan karena disebabkan oleh kurangnya populasi dalam suatu lahan. Hal ini di dukung oleh pendapat (Sumarno, 2009) bahwa, apabila ILD meningkat maka akan meningkatkan produksi bahan kering tanaman sampai suatu nilai ILD optimum. Terjadi beda nyata pada penggunaan varietas, nilai jumlah tongkol per tanam lebih banyak dicapai pada pemakaian varietas Suwan5, walaupun tidak nyata berbeda dengan pemakaian varietas Har12. nilai jumlah tongkol per tanaman nyata terendah dicapai pada pemakaian varietas Sele. Banyaknya jumlah tongkol per tanaman pada penggunaan varietas ini terjadi karena, pemakaian varietas Suwan5 memiliki daya adaptasi lingkungan yang baik dalam

56

menghasilkan produktivitas varietas tanaman jagung. Hal ini di kuatkan oleh pendapat (Adisarwanto, et al., 2006), bahwa pencapaian produktivitas jagung sangat ditentukan oleh interaksi varietas jagung yang ditanam dengan faktor lingkungan tumbuhnya.. Sedikitnya jumlah tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena, varietas tersebut daya adaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya kurang baik dan dipengaruhi oleh sifat genetis varietas. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa rendahnya hasil varietas jagung ini disebabkan oleh sifat genetik dan karakteristik dari masing-masing varietas yang ditanam. Hal yang lain adalah kemampuan adaptasi varietas terhadap lingkungannya.

4.3.4 Berat Segar Tongkol Per Tanaman (kg/tanaman) Hasil analisis pada tabel 12 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor terhadap berat tongkol per tanaman. Faktor pemakaian jarak tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata sedangkan faktor penggunaan varietas memberikan pengaruh yang nyata.
Tabel. 12. Berat Segar Tongkol Per Tanaman (kg/tanaman)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 0,20 0,20 0,23 0,21 a Har 12 (V2) 0,23 0,17 0,17 0,19 a Suwan 5 (V3) 0,30 0,24 0,27 0,27 b Rerata 0,24 A 0,20 A 0,22 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

57

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa berat segar tongkol per tanaman pada pemakaian jarak tanam adalah seragam, namun nilai berat tongkol per tanaman cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan tingginya berat segar tongkol per tanaman pada pemakain jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar (rengang) karena besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tongkol tanaman, dimana didukung oleh luasnya daun pada jarak tanam yang lebar. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007), bahwa peningkatan berat segar tongkol diduga berhubungan dengan besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tongkol. Semakin besar fotosintat yang ditranslokasikan ke tongkol maka semakin meningkat pula berat segar tongkol. Dan dengan pendapat (Mayadewi, 2007, cit Salisbury & Ross, 1992), bahwa luas daun tanaman merupakan suatu faktor yang menentukan jumlah energi matahari yang dapat diserap oleh daun dan akan menentukan besarnya fotosintat yang dihasilkan. Kecenderungan rendahnya berat segar tongkol per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat sehingga kurangnya cahaya matahari yang diterima oleh daun tanaman dalam melaksanakan proses fotosintesis, sehingga fotosintat menurun karena kepadatan populasi yang tinggi yang mengakibatkan daun tanaman saling tumpan tindih. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa semakin rendahnya fotosintat tanaman maka semakin rendah pula berat segar tongkol tanaman.

58

Terjadi beda nyata pada penggunaan varietas, namun berat segar tongkol per tanaman tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Tingginya berat segar tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetis dan adaptasi lingkungan hidup. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa sifat varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi lebih yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dapat meningkatkan berat segar tongkol tanaman. Redahnya berat segar tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, disebabkan oleh jumlah daun yang banyak sehingga daun mengalami tumpan tindih yang akhirnya menyebabkan kompetisi tanaman dalam menyerap unsur hara dan air selama masa pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004, cit Nyakpa, 1988), bahwa suatu varietas tidak akan memberikan pertumbuhan dan perkembangan yang baik dalam pembentukan tongkol yang baik jika kebutuhan akan unsur hara tidak terpenuhi.

4.3.5

Bobot Biji Segar Per Tanaman (gr/tanaman) Hasil analisis pada tabel 13 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar

kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap bobot biji segar per tanaman. Kedua faktor berpengaruh secara terpisah.

59

Tabel. 13. Bobot Biji Segar Per Tanaman (gr/tanaman)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 130,48 161,51 170,61 154,20 a Har 12 (V2) 124,80 164,53 147,31 145,55 a Suwan 5 (V3) 140,30 224,12 193,49 185,97 b Rerata 131,86 A 183,39 B 170,47 B (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa bobot biji segar per tanaman terjadi beda nyata pada pemakaian jarak tanam, namun nilai berat biji segar per tanaman tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm dan nilai bobot biji segar per tanaman terendah ducapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm. Tingginya bobot biji segar per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat meningkatkan hasil tanaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat ( Mayadewi, 2007 cit Waxn & Stoller, 1977), bahwa pada dasarnya pemakaian jarak tanam yang rapat bertujuan untuk meningkatkan hasil, asalkan faktor pembatas dapat dihindari sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman. Rendahnya bobot biji segar per tanaman pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar dapat memacu pertumbuhan gulma, sehingga terjadilah kompetisi tanaman budidaya dengan gulma dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007 cit Waxn & Stoller, 1977), bahwa bila jarak tanam atau jarak antar

60

baris tanaman terlalu lebar akan memberikan kesempatan kepada gulma untuk dapat tumbuh dengan baik. Terjadi beda nyata, tetapi nilai bobot biji segar per tanaman tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan nilai bobot biji segar per tanaman terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Tingginya bobot biji segar per tanaman pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetis dan adaptasi lingkungan hidup. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa sifat varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi lebih yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dapat meningkatkan bobot biji segar per tanaman. Rendahnya bobot biji segar per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh sifat genetisnya yang mengalami persilangan dengan varietas Suwan5 dan Sele, sehingga menyebabkan morfologi biji yang berwarna putih tercampur warna kuning, dan disebabkan juga ukuran bijinya yang kecil, semuanya ini disebabkan oleh daya adaptasi lingkungan. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Firdaus, 2004, cit Djafar, et al., 1990), bahwa adanya bentuk-bentuk yang berbeda dari suatu jenis varietas tanaman terjadi akibat tanggapan tanaman terhadap lingkungan tempat tumbuhnya.

61

4.3.6 Bobot Biji Kering Per Tanaman (gr/tanaman) Hasil analisis pada tabel 14 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap bobot kering biji per tanaman. Kedua faktor berpengaruh secara terpisah.
Tabel. 14. Bobot Biji Kering Per Tanaman (gr/tanaman)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 99,68 126,59 134,42 120,23 b Har 12 (V2) 88,58 89,56 106,29 94,81 a Suwan 5 (V3) 116,75 149,55 148,12 138,14 b Rerata 101,67 A 121,90 AB 129,61 B (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa bobot biji segar per tanaman terjadi beda nyata pada pemakaian jarak tanam, namun nilai berat biji segar per tanaman tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm dan nilai bobot biji segar per tanaman terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm. Tingginya bobot biji kering per tanaman pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat meningkatkan hasil tanaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat ( Mayadewi, 2007 cit Waxn & Stoller, 1977), bahwa pada dasarnya pemakaian jarak tanam yang rapat bertujuan untuk meningkatkan hasil, asalkan faktor pembatas dapat dihindari sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman. Rendahnya bobot biji kering per tanaman pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar dapat memacu

62

pertumbuhan gulma, sehingga terjadilah kompetisi tanaman budidaya dengan gulma dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007 cit Waxn & Stoller, 1977), bahwa bila jarak tanam atau jarak antar baris tanaman terlalu lebar akan memberikan kesempatan kepada gulma untuk dapat tumbuh dengan baik. Terjadi beda nyata, tetapi bobot biji kering per tanaman tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan bobot biji kering per tanaman terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Tingginya bobot biji kering per tanaman pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetis dan adaptasi lingkungan hidup. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa sifat varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi lebih yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dapat meningkatkan bobot biji kering per tanaman. Rendahnya bobot biji kering per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh sifat genetisnya yang mengalami persilangan dengan varietas Suwan5 dan Sele, sehingga menyebabkan morfologi biji yang berwarna putih tercampur warna kuning, dan disebabkan juga ukuran bijinya yang kecil, semuanya ini disebabkan oleh daya adaptasi lingkungan. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Firdaus, 2004, cit Djafar, et al., 1990), bahwa adanya bentuk-bentuk yang berbeda dari suatu jenis varietas tanaman terjadi akibat tanggapan tanaman terhadap lingkungan tempat tumbuhnya.

63

4.3.7 Jumlah Tongkol Per Petak (tongkol/petak) Hasil analisis pada tabel 17 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap jumlah tongkol per petak. Faktor pemakaian jarak tanam memberi pengaruh yang nyata sedangkan faktor pemakaian varietas tidak memberi pengaruh yang nyata.
Tabel. 17. Jumlah Tongkol Per Petak (tongkol/petak)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 52,00 50,33 55,33 52,55 a Har 12 (V2) 65,33 43,33 56,67 55,11 a Suwan 5 (V3) 58,67 36,33 46,67 47,22 a Rerata 58,67 B 43,33 A 52,89 B (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah tongkol per petak terjadi beda nyata, namun nilai jumlah tongkol per petak lebih banyak dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan lebih sedikit dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Banyaknya jumlah tongkol per petak pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan penggunaan jarak tanam yang lebar dapat meningkatkan hasil tanaman jagung terutama banyaknya jumlah tongkol tanaman per petak, hal ini disebabkan karena pada masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman mendapatkan cahaya matahari dan penyerapan unsur hara dan air yang seragam dan baik sehingga tanaman tidak saling tumpan tindih karena jarak tanam yang digunakan adalah lebar dan rengang. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Adnan, 2008), jarak tanam yang longgar dapat menghasilkan hasil yang tinggi pada suatu tanaman.

64

Rendahnya jumlah tongkol per petak pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat mengakibatkan tanaman saling tumpan tindih dan akhirnya rebah (patahnya batang tanaman), dan menyebabkan terjadinya kompetisi antar tanaman dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari sehingga menyebabkan lebih sedikitnya pembentukan tongkol pada tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Gardner, et al., 1991), bahwa peningkatan kerapatan menyebabkan tanaman batang lebih kecil, lebih lemah dan seringkali lebih tinggi sehingga dapat menurunkan hasil tanaman. Tidak terjadi beda nyata dan terjadi keseragaman jumlah tongkol per petak, namun nilai jumlah tongkol per petak cenderung lebih banyak dicapai pada penggunaan varietas Har12 dan cenderung lebih sedikit dicapai pada penggunaan varietas Suwan5. Banyaknya jumlah tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, pemakaian varietas Har12 memiliki daya adaptasi lingkungan yang baik dalam menghasilkan produktivitas varietas tanaman jagung. Hal ini di kuatkan oleh pendapat (Adisarwanto, et al., 2006), bahwa pencapaian produktivitas jagung sangat ditentukan oleh interaksi varietas jagung yang ditanam dengan faktor lingkungan tumbuhnya.. Sedikitnya jumlah tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, varietas tersebut daya adaptasi terhadap lingkungan tumbuhnya kurang baik dan dipengaruhi oleh sifat genetis varietas. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa rendahnya hasil varietas jagung ini disebabkan oleh sifat genetik dan karakteristik dari masing-masing varietas yang ditanam. Hal yang lain adalah kemampuan adaptasi varietas terhadap lingkungannya.

65

4.3.8 Berat Segar Tongkol Per Petak (kg/petak) Hasil analisis pada tabel 18 menunjukkan bahwa tidak terjadi antar kedua faktor terhadap berat tongkol per petak dan tidak terdapat pengaruh yang tepat antar level.
Tabel. 18. Berat Segar Tongkol Per Petak (kg/petak)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 6,13 6,32 7,83 6,76 a Har 12 (V2) 7,46 5,72 6,36 6,51 a Suwan 5 (V3) 7,46 5,50 6,63 6,53 a Rerata 7,02 A 5,85 A 6,94 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa berat segar tongkol per petak adalah seragam baik pada pemakian jarak tanam maupun penggunaan varietas, tidak terjadi beda nyata antar perlakuan, namun nilai berat tongkol per petak cenderung terbesar dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan tingginya berat segar tongkol per tanaman pada pemakain jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar (rengang) karena besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tongkol tanaman, dimana didukung oleh luasnya daun pada jarak tanam yang lebar. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007), bahwa peningkatan berat segar tongkol diduga berhubungan dengan besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tongkol. Semakin besar fotosintat yang ditranslokasikan ke tongkol maka semakin meningkat pula berat segar tongkol. Dan dengan pendapat (Mayadewi, 2007, cit Salisbury & Ross, 1992), bahwa

66

luas daun tanaman merupakan suatu faktor yang menentukan jumlah energi matahari yang dapat diserap oleh daun dan akan menentukan besarnya fotosintat yang dihasilkan. Kecenderungan rendahnya berat segar tongkol per tanaman pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat sehingga kurangnya cahaya matahari yang diterima oleh daun tanaman dalam melaksanakan proses fotosintesis, sehingga fotosintat menurun karena kepadatan populasi yang tinggi yang mengakibatkan daun tanaman saling tumpan tindih. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa semakin rendahnya fotosintat tanaman maka semakin rendah pula berat segar tongkol tanaman.

Pada penggunaan varietas terhadap berat segar tongkol per petak tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai berat tongkol per petak cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Sele dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Kecenderungan tingginya berat segar tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetis dan adaptasi lingkungan hidup. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa sifat varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi lebih yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dapat meningkatkan berat segar tongkol tanaman. Kecenderungan redahnya berat segar tongkol per tanaman pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, disebabkan oleh jumlah daun yang banyak sehingga daun mengalami tumpan tindih yang akhirnya menyebabkan kompetisi tanaman dalam menyerap unsur hara dan air selama masa pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini

67

diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004, cit Nyakpa, 1988), bahwa suatu varietas tidak akan memberikan pertumbuhan dan perkembangan yang baik dalam pembentukan tongkol yang baik jika kebutuhan akan unsur hara tidak terpenuhi.

4.3.9 Bobot Biji Segar Per Petak (ton/ha) Hasil analisis pada tabel 19 menunjukkan bahwa tidak terjadi antar kedua faktor terhadap bobot biji segar per petak dan tidak terdapat pengaruh yang tepat antar level.
Tabel.19. Bobot Biji Segar Per Petak (ton/ha)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 5,40 5,09 6,50 5,66 a Har 12 (V2) 6,40 4,63 5,69 5,57 a Suwan 5 (V3) 6,08 4,93 5,19 5,40 a Rerata 5,96 A 4,88 A 5,79 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa bobot biji segar per petak adalah seragam dan tidak terjadi beda nyata antar perlakuan, namun nilai bobot biji segar per petak cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm. Kecenderungan tingginya nilai bobot biji segar per petak pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar tanaman mudah dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari maka diperoleh hasil fotosintesis yang semakin besar sehingga makin besar pula fotosintat yang ditranslokasikan ke biji yang dapat meningkatkan bobot biji segar tanaman . Hal ini

68

diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007), bahwa semakin besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke tongkol maka semakin meningkat pula berat tongkol tanaman, karena fotosintat tersebut sangat menentukan hasil biji karena sebagaian fotosintat ditimbun dalam biji. Kecenderungan rendahnya bobot biji segar per petak pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat maka terjadinya kompetisi tanaman dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari dalam menimbunan fotosintat yang besar, sehingga dapat menurunkan hasil bobot biji segar tanaman. Hal ini diperkuat oeleh pendapat (Anonim, 2010, cit Samadi, 1996), bahwa tanaman yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara efisien akan memberikan hasil biji yang rendah. Dan dikuatkan oleh pendapat (Gardner, et al., 1991), bahwa kerapatan tanaman yang lebih tinggi lagi akan menyebabkan pengurangan hasil panen berupa biji, karena kompetisi antar tanaman sudah parah pada saat pembentukan kuncup bunga. Pada penggunaan varietas tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai bobot biji segar per petak cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Sele dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Suwan5. Kecenderungan meningkatnya bobot biji segar per petak pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetis dan adaptasi lingkungan hidup. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa sifat varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi lebih yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dapat meningkatkan bobot biji segar per tanaman. Kecenderungan rendahnya bobot biji segar per petak pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetik dan daya adaptasi terhadap

69

lingkungan tempat tumbuh tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Kuruseng, 2006, cit Riani, et al., 2001), bahwa pengaruh genetik merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh seetiap galur sedangkan pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan kondisi lingkungan. Dari pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa rendahnya bobot biji segar pada varietas Suwan5 karena dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tempat tumbuhnya.

4.3.10 Bobot Biji Kering Per Petak (ton/ha) Hasil analisis pada tabel 20 menunjukkan bahwa tidak terjadi antar kedua faktor terhadap bobot biji kering per petak dan tidak terdapat pengaruh yang tepat antar level.
Tabel. 20. Bobot Biji Kering Per Petak (ton/ha)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 4,37 4,20 5,33 4,63 a Har 12 (V2) 5,37 3,83 4,39 4,53 a Suwan 5 (V3) 4,94 3,54 4,19 4,22 a Rerata 4,89 A 3,86 A 4,64 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa bobot biji kering per petak adalah seragam, namun nilai bobot biji kering per petak cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm.

70

Kecenderungan tingginya nilai bobot biji segar per petak pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar tanaman mudah dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari maka diperoleh hasil fotosintesis yang semakin besar sehingga makin besar pula fotosintat yang ditranslokasikan ke biji yang dapat meningkatkan bobot biji segar tanaman . Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007), bahwa semakin besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke tongkol maka semakin meningkat pula berat tongkol tanaman, karena fotosintat tersebut sangat menentukan hasil biji karena sebagaian fotosintat ditimbun dalam biji. Kecenderungan rendahnya bobot biji segar per petak pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat maka terjadinya kompetisi tanaman dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari dalam menimbunan fotosintat yang besar, sehingga dapat menurunkan hasil bobot biji segar tanaman. Hal ini diperkuat oeleh pendapat (Anonim, 2010, cit Samadi, 1996), bahwa tanaman yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara efisien akan memberikan hasil biji yang rendah. Dan dikuatkan oleh pendapat (Gardner, et al., 1991), bahwa kerapatan tanaman yang lebih tinggi lagi akan menyebabkan pengurangan hasil panen berupa biji, karena kompetisi antar tanaman sudah parah pada saat pembentukan kuncup bunga. Tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai bobot biji kering per petak cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Sele dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Suwan5. Kecenderungan meningkatnya bobot biji segar per petak pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetis dan adaptasi lingkungan

71

hidup. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa sifat varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi lebih yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dapat meningkatkan bobot biji segar per tanaman. Kecenderungan rendahnya bobot biji segar per petak pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetik dan daya adaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuh tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Kuruseng, 2006, cit Riani, et al., 2001), bahwa pengaruh genetik merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh seetiap galur sedangkan pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan kondisi lingkungan. Dari pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa rendahnya bobot biji segar pada varietas Suwan5 karena dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tempat tumbuhnya. Dilihat dari tinggi rendahnya bobot biji kering per petak baik pada pemakaian jarak tanam dan penggunaan varietas diatas, walaupun sudah dilakukannya penurunan kadar air (sampai 12%, standar kadar air yang terkandung dalam tanaman pangan), tetapi bobot biji kering tetap dicapai pada perlakuan yang sama.

72

4.3.11 Bobot 1000 Biji Kering (gram) Hasil analisis pada tabel 23 menunjukkan bahwa tidak terjadi antar kedua faktor terhadap bobot 1000 biji kering dan tidak terdapat pengaruh yang tepat antar level.
Tabel. 23. Bobot 1000 Biji Kering (gram)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 284,30 277,23 304,10 288,54 a Har 12 (V2) 264,87 274,67 265,17 268,24 a Suwan 5 (V3) 271,30 297,50 301,33 290,04 a Rerata 273,49 A 283,13 A 290,20 A (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa bobot 1000 biji kering adalah seragam, namun nilai bobot 1000 biji kering cenderung tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm dan cenderung terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm. Kecenderungan tingginya bobot 1000 biji kering pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat meningkatkan bobot 1000 biji kering. Hal ini diperkuat dengan pendapat . Hal ini diperkuat oleh pendapat ( Mayadewi, 2007 cit Waxn & Stoller, 1977), bahwa pada dasarnya pemakaian jarak tanam yang rapat bertujuan untuk meningkatkan hasil, asalkan faktor pembatas dapat dihindari sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman. Kecenderungan menurunya bobot 1000 biji kering pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar dapat memacu gulma dalam lahan tanaman budidaya sehingga terjadinya persaingan tanaman

73

dengan gulma dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari untuk pemebentukan bahan kering yang maksimum. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007), bahwa besarnya persentase cahaya yang dapat diteruskan oleh tanaman pada jarak tanam yang lebar sehingga gulma dapat memanfaatkan cahaya tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Dari semuanya itu, dapat menurunkan pembentukan fotosintat dalam biji tanaman. Tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai bobot 1000 biji kering cenderung tertinggi dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 dan cenderung terendah dicapai pada penggunaan varietas Har12. Kecenderungan meningkatnya bobot 1000 biji kering pada penggunaan varietas Suwan5 ini terjadi karena, dipengaruhi efisiensi penggunaan cahaya yang baik selama masa pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Kuruseng, et al., 2006, cit Imran, et al., 2000), bahwa efisiensi penggunaan cahaya yang lebih tinggi menyebabkan hasil tanaman (bobot 1000 biji) yang diperoleh juga meningkat. Kecenderungan menurunnya bobot 1000 biji kering pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh kurangnya cahaya matahari yang didapatkan pada masa pengisian bahan kering dan disebabkan oleh daya adaptasi lingkungan tempat tumbuh. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Kuruseng, et al., 2006, cit Fernando, et al., 2000), bahwa cahaya yang rendah menyebabkan laju asimilat lebih lambat sehingga berpengaruh terhadap hasil biji. Lingkungan yang kurang mendukung pada periode pembungaan dapat menguragi jumlah dan bobot biji tanaman.

74

4.3.12 Indeks Panen (%) Hasil analisis pada tabel 22 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara kedua faktor, terutama kedua faktor terhadap indeks panen. Faktor jarak tanam berpengaruh secara terpisah.
Tabel. 24. Indeks Panen (%)

Varietas JarakTanam (cm) 50 X 40 (J1) 75 X 25 (J2) 80 X 25 (J3) Rerata Sele (V1) 31,67 43,00 43,00 39,22 a Har 12 (V2) 38,67 27,50 35,67 33,95 a Suwan 5 (V3) 31,67 37,33 40,00 36,33 a Rerata 34,00 A 35,94 AB 39,56 B (-)

Keterangan: Angka pada baris diikuti huruf kecil yang sama dengan angka pada kolom diikuti huruf besar yang sama menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar faktor. (-): Tidak terjadi interaksi antar ke-2 faktor.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa terjadi beda nyata pada pemakaian jarak tanam, namun nilai indeks panen tertinggi dicapai pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm dan terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm. Tingginya indeks panen pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang rapat dapat meningkatkan hasil indeks panen (hasil nilai ekonomis dan non ekonomis) tanaman budidaya karena banyaknya jumlah populasi tanaman. Hal ini didukung oleh pendapat (Mayadewi, 2007, cit Waxn & Stoller, 1977), bahwa pada dasarnya pemakaian jarak tanam yang rapat bertujuan untuk meningkatkan hasil, asalkan faktor pembatas dapat dihindari sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman. Dan kecenderungan meningkatnya indeks panen pada pemakaian jarak tanam 80 x 25 cm ini terjadi karena tanaman menyerap unsur hara, air dan cahaya secara optimal, sehingga meningkatkan indeks panen. Hal ini didukung oleh

75

pendapat (Rukmana, 1994), bahwa tanaman yang memanfaatkan unsur hara, air dan cahaya secara efisien akan memberikan hasil yang lebih baik. Rendahnya indeks panen pada pemakaian jarak tanam 50 x 40 cm ini terjadi karena, dengan menggunakan jarak tanam yang lebar maka dapat memberikan tempat tumbuh bagi pertumbuhan gulma sehingga terjadi persaingan penyerapan unsur hara, air dan cahaya matahari antar tanaman budidaya dengan gulma., sehingga dapat menurunkan indeks panen tanaman. Hal ini diperkuat oleh pendapat (Mayadewi, 2007), bahwa bila jarak tanam terlalu lebar akan memberikan kesempatan kepada gulma untuk tumbuh dengan baik. Tidak terjadi beda nyata, tetapi nilai indeks panen cenderung terbesar dicapai pada penggunaan varietas Sele dan cenderung terkecil dicapai pada penggunaan varietas Har12. Kecenderungan meningkatnya indeks panen pada penggunaan varietas Sele ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetis dan adaptasi lingkungan hidup. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Firdaus, 2004), bahwa sifat varietas yang lebih menonjol dan mempunyai daya adaptasi lebih yang baik terhadap lingkungan tempat tumbuhnya dapat meningkatkan indeks panen. Kecenderungan menurunnya indeks panen pada penggunaan varietas Har12 ini terjadi karena, dipengaruhi oleh faktor genetik dan daya adaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuh tanaman. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Kuruseng, 2006, cit Riani, et al., 2001), bahwa pengaruh genetik merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh seetiap galur sedangkan pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan kondisi lingkungan. Dari pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa

76

rendahnya indeks panen suatu varietas tanaman karena dipengaruhi oleh daya adaptasi lingkungan dan sifat genetis dari setiap varietas tanaman jagung.

77

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan Dilihat dari isi hasil metodologi penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung perlu adanya penggunaan terknik budidaya yang baik yakni pemakaian jarak tanam dengan penggunaan varietas unggul. 5.1.2 Walaupun pada pertumbuhan tanaman jagung tidak saling berpengaruh secara nyata (pertumbuhan seragam) baik pada tinggi tanam, diameter batang, jumlah daun dan luas daun, namun nilai ketiga variabel pengamatan tersebut tertinggi dicapai pada jarak tanam 50 x 40 cm, karena dengan menggunakan jarak tanam yang lebar maka tidak terjadinya kompetisi antar tanaman dalam menyerap unsur hara, air dan cahaya matahari dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Pada penggunaan varietas nilai tertinggi dicapai pada penggunaan ketiga varietas, hal ini disebabkan ketiga varietas tersebut memiliki daya adaptasi lingkungan tempat tumbuh dan sifat genetis yang hampir sama. Begitu pula dengan pertumbuhan berat berangkasan pertanaman dan berat berangkasan per petak. 5.1.3 Dengan menggunakan jarak tanam 50 x 40 cm dapat memberikan hasil tertinggi yakni 4,89 ton/ha dan hasil terendah dicapai pada pemakaian jarak tanam 75 x 25 cm yakni 3, 86 ton/ha. Dan dengan menggunakan varietas Sele akan meningkatkan hasil tertinggi yakni 4,63 ton/ha dan hasil terendah dicapai pada penggunaan varietas Suwan5 yakni 4,22 ton/ha.

78

5.2

Saran Dengan adanya kesimpulan diatas maka dapat disarankan kepada:

5.2.1 Para mahasiswa/i Fakultas Pertanian khusunya Jurusan Budidaya Pertanian, bahwa dengan menggunakan jarak tanam 50 x 40 cm dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil beberapa varietas tanaman jagung. 5.2.2 Para peneliti lanjut, bahwa dapat menggunakan faktor jarak tanam dan beberapa varietas tanaman jagung dalam budidaya tanaman jagung dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. 5.2.3 Para pembaca (masyarakat), bahwa untuk meningkatkan hasil beberapa varietas tanaman jagung gunakanlah jarak tanam 50 x 40 cm. Dan dengan menggunakan varietas Sele dapat meningkatkan hasil tanaman jagung. 5.2.4 Para Dosen pembimbing mata kuliah Metodologi Penelitian, agar dapat terus memberikan pratek lapangan tentang mata kuliah yang bersangkutan agar para mahasiswa/inya bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan yang banyak sebelum masuk pada penelitian akhir. 5.2.5 Fakultas Pertanian, agar dapat melengkapi fasilitas laboratorium yang baik dan banyak, agar para mahasiswa/inya tidak mengalami kesulitan dalam

melaksanakan penelitian di lapangan, khusunya fasilitas laboratorium bagi Jurusan Budidaya Pertanian.

79

You might also like