You are on page 1of 37

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Prinsip stoikiometri memungkinkan kita untuk menghitung jumlah zat yang dapat dihasilkan oleh suatu reaksi kimia. Tetapi tidak dapat menggambarkan berapa lama suatu reaksi terjadi. Dalam proses industri, mungkin akan dipilih reaksi yang memberikan sedikit hasil tetapi berlangsung cepat dari pada reaksi alternatif lain yang menghasilkan senyawa yang sama. Di pihak lain, reaksi tertentu yang berlangsung sangat cepat mungkin tidak diinginkan karena mungkin akan menimbulkan ledakan. Ada pula saat-saat di mana reaksi kimia tidak diinginkan. Dalam keadaan ini, reaksi apapun diusahakan berlangsung selambat mungkin. Contohnya, pemberian anti karat pada pendingin dalam radiator mobil, dan penyimpanan susu dalam lemari es. Reaksi yang menyangkut proses geologi juga berlangsung sangat lambat , misalnya peristiwa pelapukan kimia pada batu karang yang disebabkan oleh pengaruh air dan gas-gas yang terdapat di atmosfir. Kasus-kasus yang dikemukakan tersebut menyebabkan adanya kebutuhan untuk mampu mengukur, mengendalikan, dan bila mungkin meramalkan laju reaksireaksi kimia. Bahasan tersebut merupakan bagian dari kinetika kimia. Kinetika kimia juga terkadang membantu kita untuk mengambil kesimpulan mengenai mekanisme suatu reaksi, atau deskripsi yang mendetail, yaitu bagaimana pereaksi-pereaksi awal berubah menjadi hasil secara tahap demi tahap. Berdasarkan teori di atas, untuk lebih mengetahui metode penentuan hukum laju reaksi dengan metode kinetika kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka dilakukanlah percobaan ini.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan 1.2.1 Maksud Percobaan Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari metode penentuan hukum laju reaksi dengan metode kinetika kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 1.2.2 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini yaitu : 1. Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang terkatalisis asam. 2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang terkatalisis asam. 1.3 Prinsip Percobaan Prinsip percobaan ini yaitu penitaran larutan iod dalam larutan asam dengan larutan Na2S2O3 hingga larutan berubah warna dari biru menjadi tidak berwarna dengan pengambilan cuplikan dalam selang waktu tertentu sehingga dapat ditentukan berapa jumlah iod yang tidak terikat oleh aseton yang akan bereaksi dengan larutan Na2S2O3 dengan menggunakan indikator amilum. Selanjutnya, penentuan konsentrasi zat penyusun cuplikan berdasarkan volume larutan Na2S2O3 yang digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi dan orde reaksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinetika Kimia Bidang kimia yang mengkaji kecepatan atau laju terjadinya reaksi kimia dinamakan kinetika kimia (Chemical Kinetics. Kaya kinetik menyiratkan gerakan atau perubahan. Telah diketahui bahwa energi sebagai energi yang tersedia karena gerakan suatu benda. Disini kinetika merujuk pada laju reaksi (reaction rate), yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (Chang, 2005). Kinetika adalah bagian dari kimia fisika yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi-reaksi tersebut (Sukardjo, 1989). Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang proses yang berhubungan dengan kecepatan atau laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Dalam praktek, suatu reaksi kimia dapat berlangsung dengan laju atau kecepatan yang berbeda-beda. Reaksi yang berlangsung sangat cepat misalnya adalah reaksi terbentuknya endapan klorida dari larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida. Namun, dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai reaksi yang berlangsung lambat, misalnya peristiwa perkaratan atau korosi (Tim Dosen Kimia, 2010). Tiap-tiap reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan tertentu. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat dan ada pula berlangsung sangat lambat sehinggga sukar diamati. Bagian dari ilmu kimia yang membahas laju reaksi dinamakan kinetika kimia. Secara umum reaksi kimia dapat dinyatakan dengan cara berikut (Pikir, ) : reaktan produk

Pembagian dari reaksi kimia berdasarkan jumlah molekul yang ikut ambil bagian dalam suatu reaksi menurut persamaan reaksinya, yaitu (Respati, 1986) : 1. Reaksi uni molekuler yaitu bila hanya ada satu reaktan dalam mol reaksi, misalnya : N2O5 N2O4 + 1/2O2

2. Reaksi bimolekuler yaitu bila dalam reaksi ada 2 molekul reaktan, misalnya :
2

HI

H 2 + I2 CH3COOH + C2H5OH

CH3COOC2H5 + H2O

3. Reaksi ter-molekuler yaitu bila dalam reaksi ada 3 molekul reaktan, misalnya : 2NO + O2 2NO + Br2 2NO2 2NOBr

2.2 Laju Reaksi Laju reaksi dalam suatu reaksi kimia dibahas dalam pokok bahasan kinetika kimia. Dalam eksperimen, diketahui bahwa laju reaksi bergantung pada temperatur, tekanan, dan konsentrasi dari suatu larutan. Penambahan suatu katalisator juga dapat memperbesar laju reaksi (Castellan, 1983). Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Satuan yang umum adalah mol dm-3 det-1. Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi Laju = k f (C1, C2, ......Ci) Konstanta laju adalah k, juga disebut konstanta laju spesifik atau konstanta kecepatan, C1, C2, ...... adalah konsentrasi dari reaktan-reaktan dan produk-produk. Sebagai contoh dalam hal reaksi umum (Dogra dan Dogra, 1990) :

aA + bB + ......

pP + qQ + .....

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam batasan tiap reaktan atau produk, dapat dilihat dari persaman dibawah ini 1 [A] a dt = b dt 1 [B] = ....... = p dt 1 d[P] = q dt 1 d[Q] = k [A]l[B]m

di mana a, b, , p, q, adalah koefisien-koefisien stokiometris dari reaktan dan produk, l, m, adalah orde dari reaksi terhadap A, B, . Dari pernyataan di atas dianggap bahwa volume tidak berubah selama berlangsungnya reaksi. Jika volume berubah, persamaan di atas dimodifikasi. Konstanta laju didefinisikan sebagai laju reaksi bila bila konsentrasi dari masing-masing jenis adalah satu. Satuannya tergantung pada orde reaksi. Tiap reaksi yang merupakan proses satu tahap disebut reaksi dasar (Dogra dan Dogra, 1990). Laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi per satuan waktu. Karena reaksi berlangsung ke arah pembentukan hasil, maka laju reaksi adalah pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu, atau penambahan jumlah hasil reaksi per satuan waktu. Dapat dilihat dari reaksi sederhana berikut A+B C Dari reaksi diatas menunjukkan bahwa laju reaksi dinyatakan sebagai berkurangnya konsentrasi molar zat A, sehingga dimensi laju reaksi yang umum adalah mol.L1

.detik-1 (Molar/detik). Laju reaksi dapat juga diterangkan melalui pengurangan zat B

atau bartambahnya zat C. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah tanda negatif diberikan untuk laju pengurangan pereaksi dan positif untuk laju pembentukan hasil reaksi, sehingga pernyataan laju reaksi dapat dituliskan sebagai (Tim Dosen Kimia Dasar, 2010) : Laju Reaksi = - laju pengurangan zat A

= - laju pengurangan zat B = + laju pembentukan zat C Selama reaksi berlangsung konsentrasi reaktan berkurang, sedang konsentrasi produk bertambah. Dengan demikian laju reaksi dapat didefenisikan sebagai: kecepatan berkurangnya konsentrasi reaktan tiap satuan waktu, atau kecepatan bertambah konsentrasi produktiap satuan waktu. Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, itulah sebabnya tiap reaksi kimia berlangsung denganlaju tertentu. Ada 6 faktor yang mempengaruhi laju reaksi, yaitu jenis reaktan, jenis produk, jenis pelarut, konsentrasi pelarut, suhu, dan katalis (Pikir, ). A (reaktan) B (produk)

Sesuai dengan definisi maka laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan

dan tanda negatif menunjukkan bahwa bertambahnya waktu berakibat berkurangnya konsentrasi reaktan, sementara tanda positif menunjukkan bahwa bertambahnya waktu berakibat bertambanhya konsentrasi produk (Pikir, ) Kecepatan reaksi adalah kecepatan perubahan konsentrasipereaksi terhadap waktu, jadi (Sukardjo, 1989).

Laju reaksi kimia yang dinyatakan dalam perubahan kuantitas reaktan atau produk yang berlangsung dalam periode waktu. Reaksi terjadi dalam volume konstan dalam fasa gas atau dalam larutan, reaksi ini yang paling banyak dilakukan di

laboratorium, laju biasanya dinyatakan dalam perubahan konsentrasi dengan waktu (Umland, 1993). Untuk mempelajari laju reaksi. Pertama yang harus diketahui adalah mengidentifikasi reaktan dan produk, kemudian melakukan reaksi dan mengukur jumlah atau konsentrasi dari suatu reaktan atau produk pada interval sebagai reaksi berlangsung (Umland, 1993). 2.3 Reaksi Iodinasi Aseton Reaksi antara aseton dan iod dalam larutan air sebagai berikut CH3-CO-CH3 + I2 CH3-CO-CH2I

Berjalan lambat tanpa katalis. Dalam suasana asam reaksi ini berlangsung dengan cepat dan hukum laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut
d I2 = k[aseton] a [ I 2 ]b [ H + ]C dt

dengan menggunakan aseton dalam asam dalam jumlah berlebih, persamaan di atas dapat diubah menjadi

d I2 = k '[ I 2 ]b dt

dengan k = k [aseton]a[H+]c. Reaksi ini dapat dimonitor dengan cara menentukan konsentrasi I2 sebagai fungsi waktu. Dari data ini, ditentukan nilai b, yaitu orde reaksi terhadap iod. Orde reaksi terhadap aseton dan terhadap asam dapat ditentukan dengan cara mengubah konsentrasi awal kedua zat tersebut (Taba, dkk., 2012). Etanol adalah pembawa energi yang sangat penting yang dapat dihasilkan dari sumber energi yang baru. Etanol juga memiliki potensi sebagai pembawa hidrogen untuk sel (Li, dkk., 2007) 2.4 Titrasi Iodometri

Dalam proses analitis, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi (iodimetri), dan ion iodida dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Namun demikian, banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara lengkap dengan ion iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cukup banyak. Kelebihan dari ion iodida ditambahkan kedalam agaen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodin dengan tiosulfat berlangsung sempurna (Day dan Underwood, 2002). Penentuan yang dapat dilakukan melalui titrasi langsung dengan sebuah larutan iodin standar, lalu titrasi dilakukan dalam sebuah penyangga bikarbonat dengan pH sekitar 8. Dalan penentian timah dan sulfit, larutan yang sedang dititrasi harus dilindungi dari oksidasi oleh udara (Day dan Underwood, 2002). Pada titrasi tidak langsung, Natrium tiosulfat biasa digunakan sebagai titran. Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O dan larutanlarutannya distandardisasi terhadap sebuah standar primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu yang lama. Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat. Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai, dan tidak ada reaksi sampingan. Reaksinya sebagai berikut (Day dan Underwood, 2002) : I2 + 2S2O3-2 2I- + S4O6

Harga E0 dari iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor, yaitu 0,535 V. I2 oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya sangat baik dalam air dan membentuk KI3. Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut

dalam larutan KI dan disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium akibat penguapan menyebabkan kesalahan analisi (Khopkar, 1990). BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan Bahan yang digunakan dalam percobaan yaitu aseton, larutan asam sulfat 1 M, larutan iod 0,05 M, larutan natrium tiosulfat 0,1 M, larutan natrium asetat 10%, larutan amilum 1%, aluminium foil, kertas saring, akuades, tissue roll, dan sabun. 3.2 Alat Percobaan Alat yang digunakan dalam percobaan yaitu labu ukur 250 mL, erlenmeyer 500 mL, erlenmeyer 100 mL, pipet volume 5 mL, pipet volume 10 mL, pipet volume 25 mL, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 500 mL, stopwatch, botol semprot, magnetik stirrer, bar, bulb, pipet tetes, statif, klem, buret 50 mL, dan sikat tabung. 3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Percobaan A

Dimasukkan 20 mL aseton dan 10 mL larutan asam sulfat 1 M ke dalam labu ukur dan diencerkan dengan akuades hingga 250 mL. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan dihomogenkan dengan magnetik stirrer. Sementara itu, dimasukkan 10 mL larutan natrium asetat 10 % dan 1 mL larutan amilum 1 % ke dalam erlenmeyer 100 mL. Kemudian, 25 mL larutan iod 0,1 M dipipet ke dalam larutan yang sedang dihomogenkan dan bersamaan dengan itu stopwatch dijalankan. Kemudian dipipet kembali 25 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 10 mL larutan natrium asetat 10 % dan 1 mL larutan amilum 1 %. Campuran itu selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 M hingga larutan tidak berwarna. Dihitung volume Na2S2O3 yang digunakan. Cuplikancuplikan berikutnya diambil tiap selang waktu 4 menit sampai 6 kali. 3.3.2 Percobaan B Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 10 mL aseton dan 5 mL asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikancuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit sampai 6 kali. 3.3.3 Percobaan C Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 20 mL aseton dan 5 mL asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikancuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit sampai 6 kali.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Tabel 1. Titrasi Iodin terhadap Natrium Tiosulfat Titrasi Percobaan Iodin 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5 0 1 2 (s) 0 240 480 720 960 1200 0 240 480 720 960 1200 0 240 480 yang digunakan (mL) 25,8 21,7 19,3 16,1 14,3 13,7 24,3 21,3 20,1 19,4 18,6 17,8 55 21 20 Waktu Volume Na2S2O3

3 4 5 Keterangan : M Na2S2O3 = 0,1 M 4.2 Reaksi

720 960 1200

13,5 10,5 10

4.2.1 Reaksi Iodinasi Aseton dalam Suasana Asam H+ CH3-CO-CH3 + I2 CH3-CO-CH2I + HI 4.2.3 Reaksi Titrasi I2 oleh Na2S2O3 2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI

4.3 Perhitungan 4.3.1 Perhitungan Mol I2 1 mol I2 2 mol Na2S2O3

n Na2S2O3 = M Na2S2O3 x V Na2S2O3 n I2 = n Na2S2O3 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

a. Percobaan A Titrasi Iodin 0 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 25,8mL = 1,29 mmol Titrasi Iodin 1 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 21.7 mL = 1,084 mmol Titrasi Iodin 2 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 19,3 mL = 0,965 mmol Titrasi Iodin 3 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 16,1 mL = 0,805 mmol

Titrasi Iodin 4 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 14,3 mL = 0,715 mmol Titrasi Iodin 5 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 13,7 mL = 0,685 mmol b. Percobaan B Titrasi Iodin 0 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 24,3 mL = 1,215 mmol Titrasi Iodin 1 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 21,3 mL = 1,065 mmol Titrasi Iodin 2 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 20,1 mL = 1,005 mmol

Titrasi Iodin 3 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 19,4 mL = 0,97 mmol Titrasi Iodin 4 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 18,6 mL = 0,93 mmol Titrasi Iodin 5 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 17,8 mL = 0,89 mmol c. Percobaan C Titrasi Iodin 0 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 55 mL = 2,75 mmol Titrasi Iodin 1 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 21 mL = 1,05 mmol

Titrasi Iodin 2 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 20 mL = 1 mmol Titrasi Iodin 3 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 13,5 mL = 0,675 mmol Titrasi Iodin 4 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

= x 0,1 M x 10,5 mL = 0,525 mmol Titrasi Iodin 5 n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3 = x 0,1 M x 10 mL = 0,5 mmol 4.3.2 Perhitungan Konsentrasi I2 a. Percobaan A Titrasi Iodin 0 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 25,8 mL = 61,8 mL [I2]0 = = = 2,0873 x 10-2 M

Titrasi Iodin 1 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,7 mL = 57,7 mL [I2]1 = = = 1,8786 x 10-2 M

Titrasi Iodin 2 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 19,3 mL = 55,3 mL

[I2]2

= 1,7450 x 10-2 M

Titrasi Iodin 3 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 16,1 mL = 52,1 mL [I2]3 = = = 1,5451 x 10-2 M

Titrasi Iodin 4 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 14,3 mL = 50,3 mL [I2]4 = = = 1,4214 x 10-2 M

Titrasi Iodin 5 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 13,7 mL = 49,7 mL [I2]5 = = = 1,3782 x 10-2 M

b. Percobaan B Titrasi Iodin 0 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 24,3 mL = 60,3 mL [I2]0 = = = 2,0149 x 10-2 M

Titrasi Iodin 1

V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,3 mL = 57,3 mL [I2]1 = = = 1,8586 x 10-2 M

Titrasi Iodin 2 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 20,1 mL = 56,1 mL [I2]2 = = = 1,7914 x 10-2 M

Titrasi Iodin 3 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 19,4 mL = 55,4 mL [I2]3 = = = 1,7509 x 10-2 M

Titrasi Iodin 4 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,6 mL = 54,6 mL [I2]4 = = = 1,7032 x 10-2 M

Titrasi Iodin 5 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 17,8 mL

= 53,8 mL [I2]5 = = = 1,6542 x 10-2 M

c. Percobaan C Titrasi Iodin 0 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 55 mL = 91 mL [I2]0 = = = 3,0219 x 10-2 M

Titrasi Iodin 1 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21 mL = 57 mL [I2]1 = = = 1,8421 x 10-2 M

Titrasi Iodin 2 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 20 mL = 56 mL [I2]2 = = = 1,7857 x 10-2 M

Titrasi Iodin 3 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 13,5 mL = 49,5 mL

[I2]3

= 1,3636 x 10-2 M

Titrasi Iodin 4 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 10,5 mL = 46,5 mL [I2]4 = = = 1,1290 x 10-2 M

Titrasi Iodin 5 V total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3 = 10 mL + 1 mL + 25 mL + 10 mL = 46 mL [I2]5 = = = 1,0869 x 10-2 M

4.3.3 Laju Reaksi V=-

a. Percobaan A Titrasi Iodin 1 V1 = Titrasi Iodin 2 V2 = Titrasi Iodin 3 V3 = Titrasi Iodin 4 = = 7,5305 x 10-6 M/s = = 7,1312 x 10-6 M/s = = 8,6958 x 10-6 M/s

V4 = Titrasi Iodin 5 V5 = b. Percobaan B Titrasi Iodin 1 V1 = Titrasi Iodin 2 V2 = Titrasi Iodin 3 V3 = Titrasi Iodin 4 V4 = Titrasi Iodin 5 V5 = c. Percobaan C Titrasi Iodin 1 V1 = Titrasi Iodin 2 V2 = Titrasi Iodin 3

= 6,9364 x 10-6 M/s

= 5,9091 x 10-6 M/s

= 6,5125 x 10-6 M/s

= 4,6562 x 10-6 M/s

= 3.6667 x 10-6 M/s

= 3,2468 x 10-6 M/s

= 3,0058 x 10-6 M/s

= 4,9158 x 10-5 M/s

= 2,5754 x 10-5M/s

V3 = Titrasi Iodin 4 V4 = Titrasi Iodin 5 V5 =

= 2,3031 x 10-5 M/s

= 1,9717 x 10-5 M/s

= 2,9972 x 10-4 M/s

4.3.4 Penentuan Hukum Laju Reaksi a. Percobaan A [I2] (M) 1,8786 x 10-2 1,7450 x 10-2 1,5451 x 10-2 1,4214 x 10-2 1,3782 x 10-2 log [I2] -1,7261 -1,7582 -1,8110 -1,8472 -1,8606 V (M/s) 8,6958 x 10-6 7,1312 x 10-6 7,5305 x 10-6 6,9364 x 10-6 5,9091 x 10-6 log V -5,0606 -5,1468 -5,1231 -5,1588 5,2284 log V regresi -6,5202 -5,0264 -2.5693 -0,8847 -0,2611

Grafik 1. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin Pertama

y = ax + b No. 1 2 3 4 5 Jumlah a = slope = -46,536 b = intercept = -86,846 y = -46,536x 86,846 V = k [I2]m log V = log k + m log [I2] jika x = log [I2] dan y = log V, maka : log k = intercept = -86,846 k = 10-86,846 = 1,4256 x 10-87 m = slope = -46,536 sehingga persamaan laju reaksinya adalah : V = 1,4256 x 10-87 [I2]-46,536 x -1,7261 -1,7582 -1,8110 -1,8472 -1,8606 -9,0031 y -5,0606 -5,1468 -5,1231 -5,1588 5,2284 -25,7177 xy 8,7351 9,0491 9,2779 9,5293 9,7279 46,3193 x2 2,9794 3,0912 3,2797 3,4121 3,4618 16,2242 y2 25,6096 26,4895 26,2461 26,6132 27,3361 132,2945

b. Percobaan B [I2] (M) 1,8586 x 10-2 1,7914 x 10-2 1,7509 x 10-2 1,7032 x 10-2 1,6542 x 10-2 log [I2] -1,7308 -1,7468 -1,7567 -1,7687 -1,8606 V (M/s) 6,5125 x 10-6 4,6562 x 10-6 3,6667 x 10-6 3,2468 x 10-6 3,0050 x 10-6 log V -5,1862 -5,3319 -5,4357 -5,4885 5,5221 log V regresi -6,9887 -5.5306 -4,6284 -3,5895 4,8401_

Grafik 2. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin Kedua y = ax + b No. 1 2 3 x -1,7308 -1,7468 -1,7567 y -5,1862 -5,3319 -5,4357 xy 8,9762 9,3137 9,5461 x2 2,9956 3,0513 3,0859 y2 26,8966 28,4291 29,5468

4 5 Jumlah

-1,7687 -1,8606 -8,8636

-5,4885 5,5221 -26,9634

9,7075 10,2744 47,8179

3, 1282 3,4618 15,7228

30,1236 30,4935 145,4896

a = slope = -91,132 b = intercept = -164,74 y = -91,132x 164,74 V = k [I2]m log V = log k + m log [I2] jika x = log [I2] dan y = log V, maka : log k = intercept = -164,74 k = 10-164,746,846 = 0 m = slope = -91,132 sehingga persamaan laju reaksinya adalah : V = 0 [I2]-91,132

c. Percobaan C [I2] (M) 1,8421 x 10-2 1,7857 x 10-2 1,3636 x 10-2 1,1290 x 10-2 1,0869 x 10-2 log [I2] -1,7346 -1,7481 -1,8653 -1,9473 -1,9638 V (M/s) 4,9158 x 10-5 2,5754 x 10-5 2,3031 x 10-5 1,9717 x 10-5 2,9972 x 10-5 log V -4,3084 -4,5891 -4,6376 -4,7051 -4,5232 log V regresi -4,4584 -4,4692 -4,5635 -4,6294 -4,6426

Grafik 3. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin Ketiga y = ax + b No. 1 2 3 4 5 Jumlah x -1,7346 -1,7481 -1,8653 -1,9473 -1,9638 -9,2591 y -4,3084 -4,5891 -4,6376 -4,7051 -4,5232 -22,7634 xy 7,4733 8,0222 8,6505 9,1622 8,8826 42,1898 x2 3,0088 3,0558 3,4793 3, 7919 3,8565 17,1323 y2 18,5623 21,0598 21,5073 22,1379 20,4593 103,7266

a = slope = 0,804 b = intercept = -3.0638 y = 0,804x 3.0638 V = k [I2]m log V = log k + m log [I2] jika x = log [I2] dan y = log V, maka : log k = intercept = -3.0638 k = 10-3,0638 = 8,6337 x 10-4 m = slope = 0,804 sehingga persamaan laju reaksinya adalah : V = 8,6337 x 10-4 [I2]0,804

=8

4.4 Pembahasan

Kinetika kimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari kecepatan reaksi kimia dan mekanisme reaksi kimia yang terjadi. Kinetika reaksi mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif dan juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Laju reaksi kimia adalah jumlah mol reaktan per satuan volume yang bereaksi dalam satuan waktu tertentu. Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Satuan yang umum adalah mol dm-3 det-1. Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi. Konstanta laju didefenisikan sebagai laju reaksi bila konsentrasi dari masing-masing jenis adalah 1. Satuannya tergantung pada orde reaksi. Orde dari suatu reaksi menggambarkan bentuk matematik dimana hasil percobaan dapat ditunjukkan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen, orde reaksi terhadap suatu reaksi merupakan pangkat dari konsentrasi komponen itu. Laju reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan sifat selama titrasi dan terjadi reaksi. Dengan menganalisa campuran reaksi selama dalam selang waktu tertentu, maka konsentrasi pereaksi dan produk reaksi dapat dihitung. Pada percobaan ini, dilakukan dengan tiga tahap. Tahap pertama dengan menggunakan sampel 20 mL aseton dan 10 mL H2SO4 1 M yang dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL kemudian diencerkan hingga tanda batas. Larutan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 500 mL dan diaduk dengan magnetik stirrer. Campuran larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan 25 mL larutan iod hingga larutan akan berubah warna dari putih kekuningan menjadi kecoklatan. Saat penambahan larutan iod stopwatch dijalankan. Segera setelah seluruh iod selesai ditambahkan, kembali campuran larutan tersebut dipipet sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 mL yang telah berisi 10 mL CH3COONa dan 1 mL amilum. Larutan akan berubah warna menjadi hitam pekat.

Selanjutnya larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M hingga titik akhir (tidak berwarna). Cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit. Untuk tahap kedua dan ketiga dilakukan dengan cara yang sama hanya saja komposisi aseton dan asam sulfat diubah yakni menggunakan 10 mL aseton dan 5 mL H2SO4 1 M, dan untuk tahap ketiga menggunakan 20 mK aseton dan 5 mL H2SO4 1 M Konsentrasi iod dalam larutan sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus mengecil, ditandai dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitrasi cuplikan. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selang waktu tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan volume natrium tiosulfat. Sementara larutan yang terdiri dari campuran aseton dan iod, sejalan dengan bertambahnya waktu akan mengalami perubahan warna yang semakin bening. Hal ini dikarenakan iod yang memberikan warna pada larutan awal, konsentrasinya semakin berkurang sejalan dengan berlangsungnya proses reaksi dengan aseton. Dengan mengetahui volume natrium tiosulfat untuk titrasi, maka dapat dihitung konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi. Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan untuk menentukan hukum laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi yang dapat ditentukan. Pada percobaan ini perlu pula diketahui bagaimana teknik penanganan ataupun perlakuan alat secara benar untuk menghindari terjadinya kesalahan teknis seperti, proses homogenisasi yang baik ataupun penentuan batas tera pada proses pelarutan dengan menggunakan labu ukur. Teknik penitaran juga harus diperhatikan di mana posisi kedua tangan harus sesuai dengan standar operasional, proses memipet dengan pipet volume serta pembacaan skala. Sebisa mungkin kesalahan-

kesalahan paralaks dapat dihindarkan untuk mengurangi kesalahan data pada percobaan. Adapun fungsi dari penambahan bahan yang digunakan pada percobaan ini yakni, aseton berfungsi sebagai sampel yang akan diukur kemampuannya dalam mengikat iod, H2SO4 sebagai katalis, iod berfungsi sebagai fungsi waktu, natrium asetat untuk menstabilkan pH sehingga reaksi berjalan baik, amilum sebagai indikator pada penitaran, dan natrium tiosulfat sebagai penitar. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan persamaan laju reaksi untuk percobaan A sebesar sehingga persamaan laju reaksinya adalah V = 1,4256 x 10-87 [I2]-46,536, untuk percobaan B diperoleh persamaan V = 0 [I2]-91,132, dan untuk percobaan C diperoleh persamaan V = 8,6337 x 10-4 [I2]0,804 Persamaan laju yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan, di mana orde reaksi untuk I2 bernilai negatif, yang berarti bersifat menurunkan laju reaksi dengan penambahan konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori, di mana penambahan konsentrasi pereaksi seharusnya dapat meningkatkan laju reaksi. Kesalahan ini dapat disebabkan adanya ketidaktelitian pada percobaan, baik dalam menghitung waktu, memindahkan cairan, menitrasi, maupun dalam pembacaan skala pada buret.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalisis oleh asam untuk percobaan A adalah V = 1,4256 x 10-87 [I2]-46,536, untuk percobaan B diperoleh persamaan V = 0 [I2]-91,132, dan untuk percobaan C diperoleh persamaan V = 8,6337 x 10-4 [I2]0,804 Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalisis oleh asam, diantaranya, konsentrasi larutan, pengaruh katalisator, temperatur serta sifat pereaksi itu sendiri. 5.2 Saran Saran untuk laboratorium agar sebaiknya peralatan praktikum lebih diperbanyak untuk menjaga efisiensi dari praktikum. Selain itu, kondisi laboratorim dan alat-alat laboratorium senantiasa dijaga kebersihannya.

Saran untuk percobaan sebaiknya praktikan lebih dipahamkan akan inti materi dari praktikum kinetika. Selain itu, mungkin pada percobaan digunakan dua sampel yang berbeda agar dapat dijadikan pembanding.

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 19 Maret 2012 Asisten Praktikan

SUHENDRA ISKANDAR ALFIAH ALIF NIM H311 08 266 Ditambah 10 ml H2SO4 dan dimasukkan dalam labu ukur NIM H311 01 001 LAMPIRAN Diencerkan hingga 250 ml Bagan Kerja a. Percobaan A 20 ml aseton

Dipindahkan ke erlenmeyer 300 mL (tertutup)

Diaduk dengan magnetic stirrer

Ditambahkan 25 ml iod, diaduk, sementara stopwatch dijalankan

Dipipet 25 mL larutan diatas ke erlenmeyer yang berisi 10 mL CH3COONa dan 1 mL amilum

Dititrasi dengan Na2S2O3 hingga tidak berwarna

Cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit sampai larutan menjadi bening

Hasil

b. Percobaan B Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 10 mL aseton dan 5 mL asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikancuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit. c. Percobaan C Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 20 mL aseton dan 5 mL asam sulfat 1 M serta dengan menggunakan penitrasi Na2S2O3 0,1 M. Cuplikancuplikan diambil tiap selang waktu 4 menit. DAFTAR PUSTAKA

Castellan, G.W., 1983, Physical Chemistry Third Edition, Addison Wesley Publishing Company, London. Chang, R., 2005, Kimia Dasar Konsep - Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2, diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi, Ph. D., Erlangga, Jakarta. Day, R.A.Jr. dan Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam, diterjemahkan oleh Dr. Ir. Iis sopyan, M.Eng, Erlangga, Jakarta. Dogra, S., K., dan Dogra, S., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Li, J., Kazakov A., Chaos, M., dan Dryer F. L., 2007, Chemical Kinetics of Ethanol Oxidation, International Journal of Chemical Kinetics (online), (39), 109136. Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik diterjemahkan oleh A. Saptorahardjo, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Respati, Ir.,1986, Dasar-dasar Ilmu Kimia. Aksara Baru, Jakarta. Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina Aksara, Jakarta.

Taba, P., Kasim, A.H., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2012, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar. Tim Dosen Kimia Dasar, 2010, Kimia Dasar, Universitas Hasanuddin Press, Makassar. Umland Jean B., 1993, General Chemistry, Library of Congress Catalonging in Punlication Data, Amerika.

You might also like