You are on page 1of 10

MASYARAKAT MADANI DALAM PERSPEKTIF ISLAM DI INDONESIA

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah IAD, ISD, IBD

Dosen Pembimbing :

Dr. Imam Amrusi Jaelani, M.Ag


Oleh :

Nama NIM

: Ahmad Khoiruddin : C03212005

Jurusan : Siyasah Jinayah A

FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebahagian pejabat pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang masyarakat madani (sebagai terjemahan dari kata civil society). Tampaknya, semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju masyarakat madani yang merupakan cita cita dari bangsa ini. Masyarakat madani diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa, karena dalam masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan "terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilainilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan pluraliseme", serta taqwa, jujur, dan taat hukum.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa itu masyarakat?

b. Apa itu masyarakat madani?


c. Bagaimana masyarakat madani dalam perspektif islam? d. Karakteristik masyarakat madani? e. Bagaimanakah penerapan masyarakat madani di Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah: 1. Mengidentifikasi konsep masyarakat 2. Mengidentifikasi sejarah masyarakat madani 3. Mengidentifikasi ciri-ciri dari masyarakat madani 4. Menjelaskan makna dari masyarakat madani dalam perspektif Islam.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Konsep Masyarakat Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu - individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat juga bisa di sebut komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Beberapa ahli sosiologi dunia juga memberikan sumbangan pemikiran beupa pengertian masyarakat, diantaranya yaitu :
Selo Sumardjan,

masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan

menghasilkan kebudayaan.
Karl Marx, masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan

organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi. Emile Durkheim, masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif pribadipribadi yang merupakan anggotanya.
Paul B. Horton dan C. Hunt, masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif

mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut. Menurut Soerjono Soekanto, sebuah masyarakat harus memenuhi unsur unsur di bawah ini :

Berangotakan minimal dua orang. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.

Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

2.2. Masyarakat Madani Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan sebutan Civil Society". Sebab,"masyarakat Madani", sebagai terjemahan kata civil society atau al-muftama' al-madani. ....Istilah civil society pertama kali dikemukakan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis, namun istilah ini mengalami perkembangan pengertian. Kalau Cicero memahaminya identik dengan negara, maka kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat madani sebagai "area tempat berbagai gerakan sosial". Secara ideal masyarakat madani ini tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan Negara, melainkan juga terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluralisme). Makna utama dari masyarakat madani adalah masyarakat yang menjadikan nilai-nilai peradaban sebagai ciri utama. Karena itu dalam sejarah pemikiran filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat Islam juga dikenal dengan istilah madinah atau polis, yang berarti kota, yaitu kota yang maju dan berperadaban. 2.3. Masyarakat Madani dalam perspektif Islam Islam sebagai suatu agama yang menawarkan aturan-aturan yang komprehensif yang mengurus hampir segala aspek kehidupan manusia, (Latif, 2007: 60) juga mengatur bagaimana konsep masyarakat yang ideal. Konsep masyarakat dalam Islam terangkum dalam konsep ummah sebagaimana termuat dalam berbagai ayat dalam Alquran yang memberikan beberapa peran dan posisi umat Islam dengan kategori khairu ummah (masyarakat terbaik), ummatan wasathan (masyarakat seimbang) dan ummah muqtasidah (masyarakat moderat). Ali Syariati salah satu pemikir Islam yang seirus mengulas makna ummah mengatakan bahwa masyarakat adalah kumpulan manusia yang para anggotanya memiliki tujuan yang sama, satu sama lain saling bahu-mambahu, bergerak menuju cita-cita bersama, berdasarkan kepemimpinan bersama. (Karni, 1999: 48) Selain bersumber kepada Alquran, Nabi saw sebagai pembawa risalah agama Islam telah menunjukkan keberhasilan terbesar yakni meletakkan fondasi masyarakat untuk mendirikan masyarakat taat hukum di dalam kota mulia (al-madinah al-fadhilah). Menurut

Nurkholis Madjid yang mengutip pendapat Robert yang merupakan seorang yang berpengaruh dalam sosiologi modern mengatakan: Tidak ada pertanyaan melainkan bahwa di bawah Muhammad, masyarakat Arab membuat langkah maju yang cukup berarti dalam kompleksitas sosial dan kapasitas politik. Struktur yang dibentuk di bawah Muhammad kemudian dikembangkan oleh khalifah-khalifah yaitu mempersiapkan prinsip-prinsip organisasi untuk sebuah penyatuan dunia di bawah satu pemerintahan. Hasilnya pada waktu dan tempat itu adalah cukup modern. Modern dalam dalam tingkat komitmen, penyatuan dan partisipasi tinggi yang diharapkan dari anggota biasa masyarakat. Modern dalam keterbukaan kedudukan kepemimpinan untuk mampu memutuskan pada tataran dasar universalistik dan simbolisasi sebagai upaya mengukuhkan puncak pimpinan yang tidak diwariskan. (Madjid dkk, 2007: 53-54) Selain pendapat Nurkholis Madjid, seorang intelektual muslim Dawam Raharjo juga mengatakan bahwa dalam perspektif Islam, masyarakat madani lebih mengacu kepada penciptaan peradaban. Kata al-din yang umumnya diterjemahkan dalam agama, ada kaitannya dengan kata al-tamaddun atau peradaban. (Arifin, 2003: 68). Konsep ummah dalam agama Islam mengacu kepada masyarakat Madinah di mana dalam masyarakat tersebut untuk menciptakan kohesi sosial, memperkuat titik temu kultural, sosial, politik, dan ekonomi di antara berbagai kelompok sosial beragam. Mekanismenya, ummah dalam Madinah mengembangkan dan menekankan penerapan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi penciptaan tatanan demokratis dalam konfigurasi pluralistik seperti toleransi, keadilan, dialog (syuro), perdamaian, supremasi hukum, persamaan, partisipasi politik, kebebasan beragama, kontrol sosial dan sejenisnya. (Karni, 1999: 96) Bagi Islam konsep masyarakat adalah suatu yang utuh, tak terpecah. Islam memandang bahwa individu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari jamaah. Jamaah tak bisa dipisahkan dari keberadaan Daulah (negara). Bagai tangan yang merupakan bagian dari tubuh. Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Kata madani sepintas orang mendengar asosiasinya dengan kata Madinah, memangdemikian karena kata Madinah berasal dari dan terjalin erat secara etimologi dan terminology dengan Madinah yang kemudian menjadi ibukota pertama pemerintahan muslim. Maka kalangan pemikir muslim mengartikan civil society dengan cara memberi atribut keislaman madani (atribut dari kata al-madani). Oleh karena itu, civil society dipandang

sebagai masyarkat madani yang pada masyarakat ideal di kota Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW. Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat Madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba :15 yaitu: Artinya: Sungguh, bagi kaum Saba ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah kiri (kepada mereka dikatakan),Makanlah olehmu dari rezeki yang (Dianugrahkan) Tuhan-mu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhan-mu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Menurut Komarudin Hidayat bagi kalangan intelektual Muslim kedua istilah (masyarakat agama dan masyarakat madani) memiliki akar normative dan kesejarahan yang sama, yaitu sebuah masyarakat yang dilandasi norma-norma keagamaan sebagaimana yang diwujudkan Muhammad SAW di Madinah, yang berarti kota peradaban, yang semula kota itu bernama Yathrib ke Madinah dipahami oleh umat Islam sebagai manifesto konseptual mengenai upaya Rasulullah Muhammad untuk mewujudkan sebuah masyarakat Madani, yang diperhadapkan dengan masyarakat Badawi dan Nomad. 2.4. Karakteristik Masyarakat Madani Banyak para ahli menentukan karakteristik masyarakat madani berdasar pada latarbelakang dan pemahamannya masing-masing. Pada bahasan ini akan disajikan karakteristik masyarakat Madani menurut H.A.R Tilaar (1999:158) yaitu: 1. Kesukarelaan Artinya suatu masyarakat madani bukanlah merupakan suatu masyarakat paksaan atau karena indokrinasi. Keanggotaan masyarakat madani adalah keanggotaan dari pribadi yang bebas, yang secara sukarela membentuk suatu kehidupan bersama dan oleh sebab itu mempunyai komitmen bersama yang sangat besar untuk mewujudkan citacita bersama. Dengan sendirinya tanggung jawab pribadi sangat kuat karena diikat oleh keinginan bersama untuk mewujudkan keinginan tersebut. 2. Keswasembadaan Seperti kita lihat keanggotaan yang suka rela untuk hidup bersama tentunya tidak akan menggantungkan kehidupannya kepada orang lain. Dia tidak tergantung kepada Negara, juga tidak tergantung kepada lembaga-lembaga atau organisasi. Setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi, yang percaya akan kemampuan sendiri

untuk berdiri sendiri bahkan untuk dapat membantu yang berkekurangan. Keanggotaan yang penuh percaya diri tersebut adalah anggota yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap masyarakatnya. 3. Kemandirian tinggi terhadap Negara Berkaitan dengan ciri yang kedua tadi, para anggota masyarakat madani adalah manusiamanusia yang percaya diri sehingga tidak tergantung kepada perintah orang lain termasuk Negara. Bagi mereka, Negara adalah kesepakatan bersama sehingga tanggung jawab yang lahir dari kesepakatan tersebut adalah juga tuntutan dan tanggung jawab dari masing-masing anggota. Inilah Negara yang berkedaulatan rakyat.
4. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama. Hal ini berarti suatu

masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berdasarkan hukum dan bukan Negara kekuasaan. Istilah Civil Sociaty bias disepadankan dengan istilah masyarakat madani acuannya adalah masyarakat demokratis di Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW yang diatur dalam piagam Madina. Menurut Sukidi yang dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:160) terdapat sepuluh prinsip dasar yang tercantum dalam piagam Madinah, yaitu: 1. Prinsip kebebasan beragama 2. Prinsip persaudaraan seagama 3. Prinsip persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama
4. Prinsip saling membantu yaitu setiap orang mempunyai kedudukan yang sama

sebagai anggota masyarakat 5. Prinsip persamaan hak dan kewajiban warga Negara terhadap Negara. 6. Prinsip persamaan di depan hukum bagi setiap warga Negara. 7. Prinsip penegakan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu 8. Prinsip pemberlakuan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan kebenaran
9. Prinsip perdamaian dan kedamaian. Hal ini berarti pelaksanaan prinsip-prinsip

masyarakat madaniah tersebut tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran.


10. Prinsip pengakuan hak atas setiap orang atau individu. Prinsip ini adalah pengakuan

terhadap penghormatan atas hak asasi setiap manusia.

2.5. Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia Untuk kondisi Indonesia sekarang, kata Madani dapat diperhadapkan dengan istilah masyarakat Modern. Dapat dikatakan bahwa, masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas warga masyarakatnya yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan, penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan, dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Dengan demikian , masyarakat madani merupakan suatu masyarakat ideal yang dicita-citakan dan akan diwujudkan di bumi Indonesia, yang masyarakatnya sangat plural. Dalam kerangka proses pembangunan masyararkat madani Indonesia, terdapat beberapa ciri yang khas yang bias kita perhatikan, yaitu:
1. Kenyataan

adanya

keragaman

budaya

Indonesia

yang

merupakan

dasar

pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.


2. Pentingnya salin pengertian antara sesama anggota masyarakat. Seperti yang telah

dikemukakan oleh filosof Isaiah Berlin, yang diperlukan di dalam masyakat bukan sekedar mencari kesamaan dan kesepakatan yang tidak mudah untuk dicapai, justru yang penting di dalam masyarakat yang bhineka adalah adanya saling pengertian. Konflik nilai-nilai justru merupakan dinamika dari suatu kehidupan bersama di dalam masyarakat madani. Konflik nilai-nilai tidak selalu berarti hancurnya suatu kehidupan bersama. Dalam masyarakat demokratis, konflik nilai akan memperkaya pandangan dari setiap anggota.
3. Toleransi yang tinggi. Dengan demikian masyarakat madani Indonesia bukanlah

masyarkat yang terbentuk atau dibentuk melalui proses indokrinasi tetapi pengetahuan akan kebhinekaan dan penghayatan terhadap adanya kebhinekaan tersebut sebagai unsur penting dalam pembangunan kebudayaan nasional.
4. Akhirnya untuk melaksanakan nilai-nilai yang khas tersebut diperlukan suatu wadah

kehidupan bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian hukum. Tanpa kepastian hukum sifat-sifat toleransi dan saling pengertian antara sesama anggota masyarakat pasti tidak dapat diwujudkan.

BAB III PENUTUP Kesimpulan:


1. Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup

atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu - individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat juga bisa di sebut komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). 2. Makna utama dari masyarakat madani adalah masyarakat yang menjadikan nilai-nilai peradaban sebagai ciri utama.
3. Bagi Islam konsep masyarakat adalah suatu yang utuh, tak terpecah. Islam

memandang bahwa individu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari jamaah. Jamaah tak bisa dipisahkan dari keberadaan Daulah (negara). Bagai tangan yang merupakan bagian dari tubuh. Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
4. Menurut Sukidi yang dikutip oleh H.A.R Tilaar (1999:160) terdapat sepuluh prinsip

dasar yang tercantum dalam piagam Madinah, yaitu: Prinsip kebebasan beragama, Prinsip persaudaraan seagama, Prinsip persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama, Prinsip saling membantu yaitu setiap orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, Prinsip persamaan hak dan kewajiban warga Negara terhadap Negara, Prinsip persamaan di depan hukum bagi setiap warga Negara, Prinsip penegakan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu, Prinsip pemberlakuan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan kebenaran, Prinsip perdamaian dan kedamaian dan Prinsip pengakuan hak atas setiap orang atau individu.

DAFTAR PUSTAKA Adi Surya Culla. Masyrakat Madani : pemikiran, teori, dan relevansinya dengan cita-cita reformasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999. Arifin, Syamsul. Islam Indonesia (Sinergi Membangun Civil Islam Dalam Bingkai Keadaban Demokrasi). Cet. 1. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, Agustus 2003. Karni, Asrori S. Civil Society dan Ummah (Sintesa Diskursif Rumah Demokrasi). Cet. 1. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, Maret 1999. Latif, Yudi. Dialektika Islam (Tafsir Sosiologis Atas Sekulerisasi dan Islamisasi di Indonesia). Cet. 1. Yogyakarta: Jalasutra, Juli 2007. Madjid, Nurkholis dkk. Islam dan Humanisme (Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Humanisme Universal). Cet. 1. Yogyakarta: IAIN Semarang dan Pustaka Pelajar, Januari 2007. Sauri, Sofyan. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Bandung: CV. Maulana Media Grafika, 2008. http://www.fortunecity.com/millennium/oldemill/498/civils/MDRahardjo.html http://psikparamadina.blogspot.com/2006/06/masyarakat-madani-dalam-perspektif.html

You might also like