You are on page 1of 54

LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama pasien Umur Jenis kelamin Agama Suku Alamat : By. Ny.

D : 8 hari : Perempuan : Islam : Jawa : Tegalmas III RT04 RW08, Mranggen, Demak

Nama ayah Umur Pekerjaan Pendidikan

: Tn. A : 30 tahun : Swasta : SMA

Nama ibu Umur Pekerjaan Pendidikan

: Ny. D : 29 tahun : Ibu Rumah Tangga : SMA

Bangsal No. CM Lahir

: Perinatologi : 222335 : 13 Mei 2012

II. DATA DASAR 1. Anamnesis Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien dan perawat ruang Perinatologi dilakukan pada tanggal 21 Mei 2012 pukul 15.30 WIB di ruang Perinatologi dan didukung catatan medis. Keluhan utama : Mencret

Riwayat Penyakit Sekarang Sebelum masuk RS Ibu G1P0A0, usia 26 tahun, hamil 39 minggu, HPHT 25 Juli 2011, riwayat haid teratur, siklus 28 hari, lama haid 7 hari per siklus. Ibu rutin memeriksakan kehamilannya dan sudah mendapat suntikan TT 2x. Selama hamil, ibu mengaku hanya merasa mual namun tidak disertai muntah. Riwayat trauma sebelum kehamilan disangkal, riwayat dipijat disangkal, riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal, riwayat minum jamu jamuan disangkal oleh ibu. Pola makan sebelum dan selama hamil tidak terlalu banyak mengalami perubahan (sehari 3x dan habis).

Setelah masuk RS Ibu datang ke IGD RSUD Semarang pada pukul 07.30 WIB. 3 jam sebelum ke IGD RSUD Semarang, ibu mengeluh perutnya terasa sangat mulas dan keluar lendir darah dari jalan lahir. Keluar cairan ngepyok disangkal oleh ibu. Pukul 10.30, ibu memasuki kala 2 dan mulai dipimpin mengejan di VK RSUD Semarang. Bayi tidak lahir setelah dipimpin mengejan selama 1 jam. Lalu dilakuan Vaccum Ekstraksi di VK RSUD Semarang, namun gagal. Lalu bayi dilahirkan secara sectio cesarea atas indikasi gagal vaccum dan fetal distres. Pukul 12.55 WIB lahir bayi laki laki di IBS RSUD Semarang dengan Berat Badan Lahir 3200 gram. Panjang badan 51 cm. Lingkar kepala 34 cm. Lingkar dada 32 cm. Caput Suksaidenum (+), cephale hematome (-) Ketuban pecah spontan, berwarna jernih.

Saat lahir bayi merintih, tonus otot lemah, pernapasan tidak teratur, HR < 100 x/menit, warna kulit pucat pada ekstremitas dan merah pada badan. 5 dan 10 menit setelah diresusitasi bayi tetap merintih dan hipotonus, namun HR > 100 x/menit, warna kulit merah pada seluruh tubuh dan mulai peka terhadap rangsang

Apgar Score 5 6 8. Plasenta lahir normal, kotiledon lengkap, tidak ada infark maupun hematoma. Bayi kemudian dirawat dan diobservasi di Perinatologi

Setelah masuk perinatologi: Hari pertama (7/4/12) Dilakukan pemasangan infus umbilical kemudian diambil darah untuk diperiksakan di laboratorium. Gerakan bayi kurang aktif, , BAB(+), BAK (+), menangis kuat (-), merintih (+), ikterik (-) muntah (-) . Diet ditunda 24 jam

Hari kedua (8/4/12), Gerakan bayi kurang aktif, BAB(+), BAK (+). Menangis kuat (-), merintih (+), ikterik (-). Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-), residu (-).

Hari ketiga (9/4/12), Gerakan bayi kurang aktif, merintih, BAB(+), BAK (+). Ikterik (+) kremerr I-II. Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-)

Hari keempat (10/4/12) Gerakan bayi kurang aktif, meringis, BAB(+), BAK (+). , ikterik (+) kremerr III-IV. Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-)

7 HR RR T 130 40 36,5

8 120 30

9 120 30

10 130 30

36.7 36.4 36.5

Tabel Tanda Vital

Riwayat Penyakit Ibu dan Ayah Riwayat ibu menderita diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung, penyakit ginjal, alergi, anemia, penyakit kelainan darah sebelum hamil disangkal. Riwayat ibu keputihan berbau busuk atau menderita penyakit menular seksual selama kehamilan atau pada saat proses persalinan seperti misalnya disangkal. Riwayat ayah menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama istrinya hamil disangkal. Riwayat ibu mengidap batuk-batuk lama lebih dari 3 minggu, mendapat pengobatan paru selama 6 bulan dan membuat kencing bewarna merah selama kehamilan disangkal. Riwayat ibu menderita demam tinggi selama proses kehamilan disangkal Riwayat ibu merokok disangkal Riwayat ayah merokok diakui, biasanya ayah merokok di luar rumah, tidak dekat dengan ibu saat mengandung. gonorea, klamidia, trikomoniasis, kandidiasis, vaginalis

Riwayat Pemeriksaan prenatal Ibu rutin memeriksakan kehamilannya dan sudah mendapat suntikan TT 2x. Riwayat trauma sebelum kehamilan disangkal, riwayat dipijat disangkal, riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal, riwayat minum jamu jamuan disangkal oleh ibu Kesan : pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Persalinan dan Kehamilan Bayi jenis kelamin perempuan dari ibu G1P0A0 hamil 39 minggu usia 26 tahun, lahir secara sectio cesarean atas indikasi partus tidak maju, ditolong oleh dokter di IBS RSU Pelita. Saat lahir bayi langsung menangis, pergerakan aktif, dan peka rangsang. Berat badan lahir 2800 gram panjang badan 51 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 32 cm, caput suksaidenum (+). APGAR score 5 6 8. Kesan : neonatus aterm, lahir sectio cesarea dengan asfiksia sedang dan observasi neonatal infeksi.

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Pertumbuhan Berat badan lahir : 2800 gram Panjang badan Lingkar kepala Lingkar dada : 51 cm : 33 cm : 32 cm

Perkembangan Perkembangan anak belum dapat dinilai dan dievaluasi

Riwayat Makan dan Pertumbuhan Anak Pada hari pertama sudah mulai diberi ASI peroral. Terpasang infus umbilical D 10%

Riwayat Imunisasi Hepatitis B BCG Polio : 0 bulan : 0 bulan :-

Kesan : Imunisasi sesuai dengan anak.

Riwayat Keluarga Berencana

Ibu tidak menggunakan KB sebelum hamil

Riwayat Sosial Ekonomi Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan Rp. 1.200.000. Ibu adalah ibu rumah tangga. Menanggung 1 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas. Kesan : sosial ekonomi kurang

Data Obsetri Jenis, pembantu, tempat, Anak ke Tahun penyulit persalinan, usia kehamilan 1 2012 Hamil ini Jenis kelamin, BBL Keadaan anak sekarang

Data Keluarga Ayah Perkawinan Umur Konsanguitas Keadaan sehat 1 30 tahun Sehat Ibu 1 26 tahun Sehat

Data Perumahan Kepemilikan rumah Keadaan rumah : rumah orang tua : dinding rumah terbuat dari tembok, 3 kamar tidur, kamar mandi di dalam rumah. Sumber air bersih : sumber air minum PAM dan air sumur, limbah buangan dialirkan ke saluran atau selokan yang ada di belakang rumah Keadaan lingkungan : jarak antar rumah berdekatan, cukup padat

Kesan : Jarak rumah berdekatan, cukup padat

2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 22 Mei 2012, pukul 17.00 WIB di ruang perinatologi. Bayi Perempuan usia 8 hari, berat badan lahir 2.800 gram, panjang badan 51 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 32 cm.

Kesan umum : Compos mentis, bayi berat lahir normal, sesuai masa kehamilan, ditemukan tanda-tanda neonatus aterm, tampak kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan merintih, ikterik (+)

Tanda vital Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan : 130x/menit, isi dan tegangan cukup : 30x/menit : 36,5C (Axilla)

Status Internus Kepala Mesocephale, ukuran lingkar kepala 33cm, ubun-ubun besar masih terbuka, ukuran 1.5 x 1.5 cm, tidak tegang dan tidak menonjol, caput succedaneum (-), cephal hematom (-), rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan. Mata Pupil bulat, isokor, 3 mm, refleks cahaya (+/+) normal, kornea jernih, sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-)

Hidung Napas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)

Telinga

Bentuk normal, membalik segera setelah dilipat, discharge (-/-) Mulut sianosis (-), trismus (-), stomatitis(-), labioschizis (-), palatoschizis (-) Thorax Paru Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal, intercostal dan epigastrial (-). Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae teraba, papilla mammae (+/+) Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

Auskultasi : suara napas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/-), suara napas tambahan (-/-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : pulsasi ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : batas jantung sulit dinilai

Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-) gallop (-)

Abdomen Inspeksi : datar, tali pusat insersio di tengah, segar, tidak tampak layu dan tidak kehijauan, terpasang infuse umbilicalis Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi Perkusi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar : timpani

Tulang Belakang Spina bifida (-), meningokel (-) Genitalia Perempuan, labia mayor sudah menutupi labia minor. Anorektal Anus (+)

Ekstremitas Rajah tangan dan kaki sudah sempurna Superior Deformitas Akral dingin Akral sianosis Ikterik CRT Tonus - /- /- /- /< 2 detik Hipotonus Inferior - /- /- /- /< 2 detik hipotonus

Kulit Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (-) sklerema (-)

Refleks Primitif : Refleks Hisap Refleks Rooting Refleks Moro Refleks Palmar Grasp Refleks Plantar Grasp : (+) : (+) : (+) : (+) : (+)

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Darah Rutin Tanggal Hb (gr/dl) Ht (%) Leukosit (mm3) 7/4/12 10/4/12 15,1 13.6 46,1 40.1 20.400 12.200 Trombosit (mm3) 266.000 216.000

Tanggal

GDS

Bilirubin total

Bilirubin direct -

Bilirubin indirect -

Natrium

Kalium

Calcium

7/4/12

138

137

4,20

1,23

9/4/12 10/4/12

4,58 16,7

0,18 0,40

4,40 16,3

Pemeriksaan Kimia Darah dan elektrolit

Pemeriksaan baby gram tanggal 4 Januari 2011 Cor : tidak tampak membesar

Pulmo : tidak tampak kelainan Paru sudah mengembang sempurna Kesan Tak tampak kelainan

Pemeriksaan Khusus : BALLARD SCORE

Maturitas neuromuskuler Sikap tubuh

Poin 3

Maturitas fisik Kulit

Poin 3

10

Jendela siku-siku Rekoil lengan Sudut popliteal Tanda Selempang Tumit ke kuping Total New Ballard Score

3 4 4 3 3 20

Lanugo Lipatan telapak kaki Payudara Bentuk telinga Genitalia (laki-laki) Total

3 3 2 3 3 17

= maturitas neuromuskular + maturitas fisik = 20 + 17 = 37

Kesan : kelahiran aterm 39 minggu

APGAR SCORE Klinis Appearance Pulse Grimace Activity Respiratory Effort 1 1 1 1 1 1 5 BELL SQUASH SCORE 1. Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang) 2. Ketuban tidak normal 3. Kelainan bawaan 4. Asfiksia 5. Preterm 6. BBLR 7. Infeksi tali pusat 8. Riwayat penyakit ibu 9. Riwayat penyakit kehamilan Hasil : 2 observasi neonatal infeksi GUPTE SCORE Prematuritas 3 5 1 2 1 1 1 6 10 2 2 2 1 1 8

11

Cairan amnion berbau busuk Ibu demam

2 2

Asfiksia 2 Partus lama 1 Vagina tidak bersih 2 KPD 1 Hasil : 3 screening neonatal infeksi

FUNDUSKOPI Kesan : tampak perdarahan Papila Nervus II bilateral

III. RESUME Telah lahir bayi perempuan dari ibu G3P1A1 hamil 39 minggu usia 33 tahun, lahir dengan sectio cesarea atas indikasi gagal vaccum dan fetal distres, ditolong oleh dokter di IBS RSUD Semarang. Saat lahir bayi tampak pucat pada ekstremitas dan kemerahan pada badan, nadi < 100x/menit, kurang peka terhadap rangsang, tonus otot lemah dan merintih,. Berat badan lahir 3.200 gram, panjang badan 51 cm, lingkar kepala 34 cm, dan lingkar dada 32 cm. Apgar score 5 6 8.

Kesan umum : Compos mentis, bayi berat lahir normal, sesuai masa kehamilan, ditemukan tanda-tanda neonatus aterm, tampak kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan merintih

Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 10 April 2011 didapatkan : Tanda vital Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan : 130x/menit, isi dan tegangan cukup : 30x/menit : 36,5C (Axilla)

Status Internus

12

Kepala

: ubun-ubun besar datar dan tidak membonjol, caput suksaidenum (+)

Mata Hidung Telinga Mulut Thorax

: pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+) : napas cuping hidung (-/-) : dalam batas normal : dalam batas normal : pergerakan dada simetris, retraksi supraklavikula (-), intercostal (-), epigastrial (-)

Paru Jantung

: suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-) : tidak teraba membesar, bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Tulang belakang Genitalia Anorektal Ekstremitas

: tali pusat insersio di tengah, tampak segar : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Rajah tangan dan kaki sudah sempurna Superior Deformitas Akral dingin Akral sianosis Ikterik Capillary refill Tonus - /- /- /- /< 2 detik Hipotonus Inferior - /- /- /- /< 2 detik hipotonus

Kulit

Lanugo sedikit dan tidak rata, sianotik (-), pucat (-), ikterik (+) kremerr III-IV , sklerema (-)

Pemeriksaan Penunjang Darah rutin GDS Elektrolit : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

13

Bilirubin Baby gram

: hiperbilirubinemia : tidak tampak kelainan

Pemeriksaan Khusus Ballard score APGAR score Bell squash score Gupte score Funduskopi : kelahiran aterm 39 minggu : Asfiksia sedang : Observasi neonatal infeksi : Screening neonatal infeksi : Perdarahan Papila Nervus II bilateral

Kesan :

neonatus aterm, lahir section cesarea, bayi berat lahir normal sesuai masa kehamilan, asfiksia sedang, observasi neonatal infeksi, hiperbilirubinemia

IV. DIAGNOSIS BANDING 1. Neonatus Aterm BMK (Besar Masa Kehamilan) KMK (Kecil Masa Kehamilan) SMK (Sesuai Masa Kehamilan)

2. Asfiksia Sedang Faktor Ibu a. Infeksi pada ibu ( TORCH ) b. Hipertensi c. Diabetes Mellitus Faktor Plasenta a. Lilitan tali pusat b. Solution plasenta c. Plasenta previa Faktor Janin a. Fetal distress b. Makrosomia c. Letak sungsang

14

d. Bayi preterm e. Bayi post term f. Gemeli

3.

Observasi infeksi neonatal a. Early onset (< 72 jam) - Infeksi pada ibu (TORCH, TBC, infeksi virus, trikomoniasis, kandidiasis vaginalis, gonorrhoea, non gonococcal servitis, sifilis, kondiloma akuminata, ulkus molle, limfogranuloma inguinal) - Ketuban pecah dini - Prematur b. Late onset (>72 jam) - Infeksi nosokomial

4. Hiperbilirubinemia a. Pre hepatik Infeksi Inkompatibilitas darah Kelainan enzim

b. Hepatik Hepatitis

c. Post hepatik Obstruksi duktus koledokus Pemberian minum kurang

V. DIAGNOSIS SEMENTARA 1. Neonatus aterm sesuai masa kehamilan 2. Asfiksia Sedang 3. Observasi Neonatal Infeksi 4. Hiperbilirubinemia

VI. TERAPI

15

A. Terapi Awal Medikamentosa O2 (headbox) 6 L/menit Infus umbilikal D10 % 192 / 8 / 8 tpm mikro Injeksi Ampisilin 2 x 150 mg IV Injeksi Gentamisin 1 x 20 mg IV Injeksi Ca Gluconas 2 x 1 cc ad aqua IV pelan Injeksi Vit K 1 x 1 mg

Diet Tunda diet 24 jam pertama Terpasang OGT

B. Terapi Sekarang Medikamentosa Infus umbilikal D10% 432 / 18 / 18 tpm mikro + NaCl 3% 15 cc KCL otsu 7,5 cc Injeksi Ampisilin 2 x 150 mg IV Injeksi Gentamisin 1 x 20 mg IV Injeksi Vit K 1 x 1 mg dalam D10% 500 cc

Diet Kebutuhan cairan hari ke 4 = 120 cc x 3,2 kg = 384 cc Cairan ditingkatkan 20% = 384 + (20% x 384) = 460 cc

- Infus D10% 18 tpm


ASI atau SGM 1

= 432 cc = 8 x 3,5 cc = 28 cc

Fototerapi 2 x 24 jam

VII. PROGRAM

16

Evaluasi keadaan umum dan tanda vital Awasi tanda-tanda gangguan pernapasan Awasi tanda-tanda dehidrasi Jaga kehangatan Rawat tali pusat Bila bayi mulai aktif, menangis keras (+), minum kuat (+) tanda-tanda gangguan napas (-) coba ASI ad lib

VIII. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

IX. USUL Pemeriksaan darah rutin ulang (atas indikasi) Pemeriksaan GDS ulang (atas indikasi) Pemeriksaan GDT (atas indikasi) Pemeriksaan elektrolit ulang (atas indikasi) Pemeriksaan Bilirubin ulang (atas indikasi) Pemeriksaan kultur darah dan uji resistensi (atas indikasi) Pemeriksaan USG kepala (atas indikasi)

X. NASEHAT DI RUMAH Jaga kehangatan bayi Perawatan tali pusat Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan. Kebanyakan bayi cenderun menghisap udara yang berlebihan sewaktu menyusui. Karena itu setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di pundak dan tepuk punggungnya perlahanlahan sampai ia mengeluarkan udara.

17

Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk memantau tumbuh kembang bayi serta pemberian imunisasi dasar.

Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya : Mempunyai masalah bernafas Merintih Tampak berwarna kebiruan (sianotik) Suhu tubuh 38C Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari) Tersedak atau mengeluarkan ASI dari hidung saat menyusui Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya Kejang

Kontrol ke dokter spesialis mata setelah usia 1 bulan Kontrol ke dokter spesialis THT setelah usia 2 bulan Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap infeksi pernapasan.

18

TINJAUAN PUSTAKA

NEONATAL INFEKSI

19

A. Definisi Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection (infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain

B. Patofisiologi Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3 golongan, yaitu : 1. Infeksi Antenatal Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah : a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic inclusion b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.

2.

Infeksi Intranatal Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi

20

pneumonia

kongenital

selain

itu

infeksi

dapat

menyebabkan

septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral trush .

3. Infeksi Pascanatal Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi.

C. Penegakkan Diagnosis Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium. Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namun tiba tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu : Malas minum Bayi tertidur Tampak gelisah Pernapasan cepat

21

Berat badan turun drastic Terjadi muntah dan diare Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal Pergerakan aktivitas bayi makin menurun Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejangkejang

Terjadi edema Sklerema

Ada 2 skoring yang digunakan untuk menentukan diagnosis neonatal infeksi : a. Bell Squash score Partus tindakan (SC, forcep, vacum, sungsang) Ketuban tidak normal Kelainan bawaan Asfiksia Preterm BBLR Infeksi tali pusat Riwayat penyakit ibu Riwayat penyakit kehamilan Hasil < 4 observasi NI 4 NI

b. Gupte score Prematuritas Cairan amnion berbau busuk Ibu demam Asfiksia Partus lama 3 2 2 2 1 Hasil 3-5 Screening NI 5 NI

22

Vagina tidak bersih KPD

2 1

D. Klasifikasi Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan. a. Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum. b. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksi umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.

1. Sepsis Neonatorum Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan gejala-gejala sistemik. Faktor risiko : - Persalinan (partus) lama - Persalinan dengan tindakan - Infeksi/febris pd ibu - Air ketuban bau, warna hijau - KPD lebih dr 18 jam - Prematuritas & BBLR - Fetal distres Tanda & gejala : - Reflek hisap lemah - Bayi tampak sakit, tidak aktif, dan tampak lemah - Hipotermia atau hipertermia - Merintih - Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus Prinsip pengobatan: - Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik

23

- Pemeriksaan laboratorium rutin - Biakan darah dan uji resistensi - Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi

2. Meningitis pada Neonatus Tanda dan gejala : - Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis - Kejang - UUB menonjol - Kaku kuduk Pengobatan : - Gunakan antibiotic yang dapat menembus sawar otak dan diberikan dalam minimal 3 minggu - Pungsi lumbal (atas indikasi)

3. Sindrom Aspirasi Mekonium SAM terjadi pada intrauterin karena inhalasi mekonium dan sering menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex menelan dan batuk yang belum sempurna. Gejala : Pada waktu lahir ditemukan meconium staining Letargia Malas minum Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal) Dicurigai bila ketuban keruh dan bau Rhonki (+)

Pengobatan : Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium staining dan lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan napas Bila setelah di suction rhonki masih (+), pasang ET Bila setelah di suction rhonki (-) dilakan resusitasi Terapi antibiotika secara empiris dan terapeutik

24

Cek darah rutin, BGA, GDS dan foto baby gram

4. Tetanus neonatorum Etiologi Perawatan tali pusat yang tidak steril Pembantu persalinan yang tidak steril

Gejala Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot rahang dan faring (tenggorok) Mulut mencucu seperti mulut ikan (trismus) Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus Tangan mengepal (boxer hand) Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru

Tindakan Segera berikan antikonvulsan dan bawa ke Rumah Sakit (hindari pemberian IM karena dapat merangsang muscular spasm) Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia Pasang IV line dan OGT Pemberian ATS 3000 6000 unit IM Beri penisilin prokain G 200.000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10 hari Rawat tali pusat Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya rangsangan

5. Oftalmia Neonatorum Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae saat bayi lewat jalan lahir Dibagi menjadi 3 stadium - Stadium infiltrative

25

Berlangsung

1-3

hari.

Palpebra

bengkak,

hiperemi,

blefarospasme, mungkit terdapat pseudomembran - Stadium supuratif Berlangsung 2 3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat secret bercampur darah, yang khas secret akan keluar dengan mendadak (muncrat) saat palpebra dibuka - Stadium konvalesen Berlangsung 2-3 minggu. Secret jauh berkurang, gejala lain tidak begitu hebat lagi. Penatalaksanaan - Bayi harus diisolasi - Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis setiap jam disusul dengan pemberian salep mata penisilin - Berikan salep mata penisilin setiap jam selama 3 hari - Penisilin prokain 50.000 unit/kgbb IM

E. Pencegahan Prinsip pencegahan infeksi antara lain:


o o

Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir. Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan infeksi.

o o o o

Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol. Pakai pakaian pelindung dan sarung tangan. Gunakan teknik aseptik. Pegang instrumen tajam dengan hati hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.

Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.

Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.

HIPERBILIRUBINEMIA

26

A. Definisi Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada bayi preterm dan lebih dari 12 mg% pada bayi aterm yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan)

B. Metabolisme bilirubin Bilirubin adalah pigmen empedu utama yang berasal dari penguraian sel darah merah yang using. Masa hidup sel darah merah dalam system sirkulasi rata-rata adalah 120 hari. Sel darah merah yang using dikeluarkan dari darah oleh makrofag yang melapisi sinusoid hati dan yang terletak di bagian tubuh lain. Bilirubin adalah produk akhir yang dihasilkan oleh penguraian bagian heme dari hemoglobin yang terkandung di dalam sel-sel darah merah tersebut. Bilirubin ini diekstraksi dari darah oleh hepatosit dan secara aktif disekresikan ke dalam empedu. Bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu: 1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak. 2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak. Bilirubin adalah pigmen kuning yang menyebabkan empedu berwarna kuning. Di dalam saluran pencernaan, pigmen ini mengalami modifikasi oleh enzim-enzim bakteri yang kemudian menyebabkan tinja berwarna coklat khas. Jika tidak terjadi sekresi bilirubin, misalnya pada obstruksi duktus biliaris, feses akan berwarna putih keabu-abuan. Dalam keadaan normal, sejumlah kecil bilirubin direabsorbsi oleh usus untuk kembali ke darah, dan sewaktu akhirnya dikeluarkan melalui urin, bilirubin tersebut merupakan penentu utama warna kuning pada air kemih. Ginjal baru mampu mengeksresikan bilirubin apabila zat ini telah dimodifikasi sewaktu melalui hati dan usus.

27

Metabolisme Bilirubin

C. Klasifikasi Ikterus 1. Ikterus Fisiologis Timbul pada hari ke dua. Kadar bilirubin total tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

28

Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

2. Ikterus Patologik Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. Kadar bilirubin indirek melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%. Mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

D. Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi hiperbilirubin antara lain : Hemolisis akibat inkompatibilitas gol. Darah ABO atau defisiensi gangguan pembuluh darah Perdarahan tertutup misalnya trauma kelahiran Inkompatibilitas Rh Dehidrasi Prematur ASI Gangguan kapasitas sekresi konjugasi bilirubin dalam hati Kurangnya enzim glukoroni transferase sehingga kadar bilirubin meningkat Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan

Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain: 1. Faktor Maternal Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) ASI

2. Faktor Perinatal Trauma lahir Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

3. Faktor Neonatus

29

Prematuritas Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Hipoalbuminemia

E. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Patofisiologi Hiperbilirubinemia Neonatus

Berdasarkan mekanismenya, ikterus dapat dibagi menjadi : 1. Ikterus prahepatik Disebut juga ikterik hemolitik karena sering disebabkan oleh hemolisis berlebihan sel darah merah, sehingga hati menerrima lebih banyak bilirubin daripada kemampuan hati mengekskresinya. 2. Ikterus hepatic

30

Terjadi jika hati sakit dan tidak mampu menangani beban normal bilirubin. 3. Ikterus posthepatik Sering juga disebut ikterus obstruktif karena terjadi bila duktus biliaris tersumbat, misalnya oleh batu empedu, sehingga bilirubin tidak dapat dieliminasi melalui feses.

F. Manifestasi Klinik Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:
-

Pada permukaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar Letargi Kejang Tidak mau menghisap Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

Perut membuncit Pembesaran pada hati Feses berwarna seperti dempul Ikterus Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap.

G. Penatalaksanaan Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : 1. Fototherapi Fototerapi dilakukan dengan memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi sehingga diharapkan dapat menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin.

Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke 31

empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Indikasi dilakukan fototerapi Bilirubin indirect > 12 mg% Saat atau pasca transfuse tukar Bila terdapat ikterus pada hari 1 yang disertai dengan proses hemolisis

2. Transfusi Tukar Transfusi pengganti digunkan untuk: Mengganti eritrosit yang hemolisis Membuang antibody yang menyebabkan hemolisis Menurunkan kadar bilirubin 1

Indikasi dilakukan transfuse tukar Kadar bilirubin > 20 mg% Bilirubin tali pusat > 4 mg% dengan Hb < 10 Kenaikan bilirubin 1 mg% / jam Kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dL/12 jam walaupun sudah mendapat terapi sinar Anemia berat dengan tanda decomp cordis Premature atau dismatur Sepsis

3. Terapi Obat Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan

mengekskresikannya. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin mengeluarkannya enterohepatika. dapat lewat mengurangi urine sehingga bilirubin menurunkan dengan siklus

32

H. Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik meliputi : Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kern ikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus

ASFIKSIA NEONATORUM

A. Definisi

33

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (IDAI). Sedangkan menurut WHO, asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang

mengalami episode hipoksia-iskemi yang signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.

B. Etiologi dan Faktor Risiko Pengolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari: 1. Faktor Ibu a. Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. b. CPD c. Penyakit pada ibu Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan Hipertensi Infeksi TORCH

2. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. .Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya kalsifikasi plasenta, solusio plasenta, plasenta previa dan lain-lain.

3. Faktor Janin Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

34

a. Trauma

yang

terjadi

pada

persalinan,

misalnya

perdarah

intrakranial. b. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain. c. Fetal distress

Tabel 3.1 Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum

C. Patofisiologi 1. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, Sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.

35

Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang. Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.

2. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Walaupun demikian jika kekurangan 36

oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Penelitian menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir.

Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu Sumber Buku panduan resusitasi neonatus. Edisi ke-5, 2006

Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder (kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun

37

respon pernapasan yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan itu. Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung.

D. Penegakkan Diagnosa 1. Pemeriksaan Fisik Bayi tidak bernapas atau menangis Denyut jantung kurang dari 100 x / menit Tonus otot menurun Ditemukan meconium staining BBLR / BBLSR / BBLASR Reflek fisiologis berkurang atau hilang

Untuk menilai berat ringannya asfiksia neonatorum, menggunakan APGAR score Klinis Appearance Pulse Grimace Activity Resipiration effort 0 Seluruh tubuh biru / putih Tidak ada Tidak ada Lumpuh Tidak ada 1 Badan merah, kaki biru < 100 x/menit Perubahan mimic 2 Seluruh tubuh merah > 100 x/menit Bersin / menangis

Extremitas sedikit Gerakan aktif, fleksi extremitas fleksi Lemah Menangis keras

Score 10 8 Score 7

: Vigorous Baby : Asfiksia ringan

38

Score 6-4 Score 3-0

: Asfiksia sedang : Asfiksia berat

2. Pemeriksaan Penunjang Darah rutin, GDS, elektrolit, Bilirubin BGA o PaO2 < 50 mm H2O o PaCO2 > 55 mm H2 o pH < 7,30 Baby gram USG kepala

E. Resusitasi Neonatus Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus. Bayi prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur memiliki volume darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari penderita atau orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan depresi pernapasan adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin informed consent dapat ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan, dokter perlu melakukan informed consent.

39

Gambar 3.1 Algoritma Resusitasi Bayi Baru Lahir

1. Ventilasi Tekanan Positif Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Sebelum

40

melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma. Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan ventilasi pada bayi baru lahir, masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda dengan keuntungan dan kerugian yang berbeda.

Tabel Perbandingan Jenis Alat untuk Ventilasi Tekanan Positif

41

Gambar 2. Alat pada VTP

2. Kompresi Dada Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektifsatu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi.Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian Prinsip dasar pada kompresi dada adalah

Topang bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu. (Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar.)

42

Gambar Lokasi Kompresi

Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari (tergantung metode yang digunakan) harus tetap bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan

Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi

Penghentian kompresi: setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung. Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan.

Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan, ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih

43

mendapat oksigen alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.

3. Intubasi Endotrakeal Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi: a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas. b. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi, pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi. c. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan positif. d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena. e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, Cara mutlak dilakukan selang

pemasangan

selang

endotrakeal.

pemasangan

endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui pelatihan khusus.

4. Pemberian Obat-obatan Epinefrin Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,10,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) 44

intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.

Volume Ekspander Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Bikarbonat Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan

pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit. Nalokson Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan

45

diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.

F. Komplikasi Kelainan yang terjadi akibat hipoksia dapat timbul pada stadium akut dan dapat pula terlihat beberapa waktu setelah hipoksia berlangsung. Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain seperti kulit, jaringan muskuloskeletal serta organ-organ rongga abdomen dan rongga toraks lainnya seperti paru, hati, ginjal, dan traktus gastrointestinal. Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energi bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis anerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun menetap. Pada bayi kurang bulan, proses hipoksia yang terjadi akan lebih berat dibandingkan dengan bayi cukup bulan akibat kurang optimalnya faktor redistribusi aliran darah terutama aliran darah otak, sehingga risiko terjadinya gangguan hipoksik iskemik dan perdarahan periventrikular lebih tinggi.

46

Tabel 3.2 Komplikasi Asfiksia Neonatorum

1. Susunan Saraf Pusat Pada keadaan hipoksia aliran darah ke otak dan jantung lebih dipertahankan dari pada ke organ tubuh lainnya, namun terjadi perubahan hemodinamik di otak dan penurunan oksigenisasi sel otak tertentu yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan sel otak. Salah satu gangguan akibat hipoksia otak yang paling sering ditemukan pada masa perinatal adalah ensefalopati hipoksik iskemik (EHI). Pada bayi cukup bulan keadaan ini timbul saat terjadinya hipoksia akut, sedangkan pada bayi kurang bulan kelainan lebih sering timbul sekunder pasca hipoksia dan iskemia akut. Manifestasi gambaran klinik bervariasi tergantung pada lokasi bagian otak yang terkena proses hipoksia dan iskemianya.

47

Pada saat timbulnya hipoksia akut atau saat pemulihan pasca hipoksia terjadi dua proses yang saling berkaitan sebagai penyebab perdarahan peri/intraventrikular. Pada proses pertama, hipoksia akut yang terjadi menimbulkan vasodilatasi serebral dan peninggian aliran darah serebral. Keadaan tersebut menimbulkan peninggian tekanan darah arterial yang bersifat sementara dan proses ini ditemukan pula pada sirkulasi kapiler di daerah matriks germinal yang mengakibatkan perdarahan. Selanjutnya keadaan iskemia dapat pula terjadi akibat perdarahan ataupun renjatan pasca perdarahan yang akan memperberat keadaan penderita. Pada proses kedua, perdarahan dapat terjadi pada fase pemulihan pasca hipoksia akibat adanya proses reperfusi dan hipotensi sehingga menimbulkan iskemia di daerah mikrosirkulasi periventrikular yang berakhir dengan perdarahan.

2. Sistem Pernapasan Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita asfiksia neonatus masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa teori mengemukakan bahwa hal ini merupakan akibat langsung hipoksia dan iskemianya atau dapat pula terjadi karena adanya disfungsi ventrikel kiri, gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas oksigen ataupun penggunaan ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi mekonium.

3. Sistem Kardiovaskular Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi miokardium yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi miokardium terjadi karena menurunnya perfusi yang disertai dengan kerusakan sel miokard terutama di daerah subendokardial dan otot papilaris kedua bilik jantung. Kelainan yang ditemukan bersifat ringan berupa bising jantung akibat insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi khas yang menunjukkan iskernia miokardium.

4. Sistem Urogenital Pada sistem urogenital, hipoksia bayi dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal serta kelainan filtrasi glomerulus. 48

Aliran darah yang kurang menyebabkan nekrosis tubulus dan perdarahan medula.

5. Sistem Gastrointestinal Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang terbentuk pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi dan hipotensi, menimbulkan kerusakan epitel dinding usus. Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan intoleransi makanan atau adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan perforasi saluran cerna, enterokolitis nekrotikans kolestasis dan nekrosis hepar.

6. Sistem Audiovisual Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat hipoksia iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkait yang menimbulkan kerusakan pada pusat pendengaran dan penglihatan. Retinopati yang ditemukan ternyata tidak hanya karena peninggian tekanan oksigen arterial tetapi pada beberapa penderita disebabkan oleh hipoksemia yang menetap. Selain retinopati, kelainan perdarahan retina dilaporkan pula pada bayi penderita perinatal hipoksia. Penelitian jangka panjang dengan alat brainstem auditory evoked responses yang dilakukan pada bayi dengan riwayat asfiksia, menemukan gangguan fungsi pendengaran pada sejumlah bayi.

49

EKSTRAKSI VAKUM

Vacum Ekstrasi merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengenadan ibu dan ekstrasi pada bayi. Vacuum ekstraksi dilakukan bila bayi tidak lahir setelah dipimpin mengejan maksimal 1 jam pada multipara atau 2 jam pada primipara,bayi hidup, kepala turuh Hodge III+, bagian terbawah janin kepala dengan persentasi belakang kepala, kontraksi uterus masih bagus. Kontraindikasinya adalah persentasi muka, puncak kepala, dahi, bokong dan panggul sempit Komplikasinya meliputi a. Komplikasi janin Sefal Hermatoma, akan hilang dalam 3-4 minggu Aberasi dan laserasi kulit kepala Perdarahan intrakranial (sangat jarang)

b. Komplikasi ibu Robekan jalan lahir Meluasnya luka episotomi

50

DAFTAR PUSTAKA
1. Stell BJ. The High Risk Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Dalam Kliegman RM,editor. Philadelphia, USA: Saunders 2004; hal 547-559. 2. Buku Acuan Panduan ASUHAN PERSALINAN NORMAL&INISIASI MENYUSUI DINI. Edisi 3 (Refisi) Jakarta : Jaringan Pelatihan Klinik, 2007 3. IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004.h. 272-276. 4. Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko 5. Tinggi. Cetakan I. Jakarta : EGC.

51

ANALISA KASUS
1. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis neonatus aterm berdasarkan : a. Anamnesa Pada anamnesa ditemukan Ibu G3P1A1, usia 33 tahun, hamil 39 minggu, HPHT 30 Juni 2011. Kehamilan ibu pasien merupakan 39 minggu yang merupakan kehamilan cukup bulan, sehingga melahirkan bayi yang aterm.

b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi yang didukung oleh

pemeriksaan Ballard Score, yaitu Maturitas neuromuskuler Sikap tubuh Jendela siku-siku Rekoil lengan Sudut popliteal Tanda Selempang Tumit ke kuping Total Poin 3 3 4 4 3 3 20 Maturitas fisik Kulit Lanugo Lipatan telapak kaki Payudara Bentuk telinga Genitalia (laki-laki) Total Poin 3 3 3 2 3 3 17

New Ballard Score

= maturitas neuromuskular + maturitas fisik = 20 + 17 = 37

Kesan : kelahiran aterm 39 minggu

Dari anamnesa dan pemerikssan fisik ini sudah dapat ditegakkan diagnosa Neonates aterm.

2. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asfiksia sedang berdasarkan : APGAR SCORE Klinis Appearance 1 1 5 1 10 2

52

Pulse Grimace Activity Respiratory Effort

1 1 1 1 5

2 1 1 1 6

2 2 1 1 8

0-3 Asfiksia berat 4-6 Asfiksia sedang ringan 7-10 Asfiksia ringan - normal Berdasarkan APGAR Score dapat ditegakkan diagnosa Asfiksia sedang.

3. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Observasi Neonatal Infeksi berdasarkan: BELL SQUASH SCORE 1. Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang) 2. Ketuban tidak normal 3. Kelainan bawaan 4. Asfiksia 5. Preterm 6. BBLR 7. Infeksi tali pusat 8. Riwayat penyakit ibu 9. Riwayat penyakit kehamilan Hasil : 2 observasi neonatal infeksi

GUPTE SCORE Prematuritas Cairan amnion berbau busuk Ibu demam 3 2 2

Asfiksia 2 Partus lama 1 Vagina tidak bersih 2 KPD 1 Hasil : 3 screening neonatal infeksi

53

Berdasarkan hasil Bell Squash Score dan Gupte score dapat ditegakkan diagnosa Observasi Neonatus Infeksi.

4. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Hiperbilirubinemia berdasarkan: Hari ketiga (9/4/12), Gerakan bayi kurang aktif, merintih, BAB(+), BAK (+). Ikterik (+) kremerr I-II. Diet ASI melalui OGT, minum kuat (-)

Pemeriksaan Penunjang Tanggal Bilirubin Bilirubin Bilirubin total 10/4/12 16,7 direct 0,40 indirect 16,3

Berdasarkan Pemeriksaan hari keempat (9/4/12) dan pemeriksaan penunjang (10/4/12) dapat ditegakkan diagnosa Hiperbilirubinemia.

54

You might also like