You are on page 1of 99

Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir

DEPARTEMEN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
WILAYAH INDONESIA BAGIAN BARAT
===========================================================

LAPORAN

TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN REHABILITASI


LAHAN TERDEGRADASI
(UKP)

MODEL REHABILITASI LAHAN DAN KONSERVASI


TANAH PANTAI BERPASIR

Pelaksana Kegiatan

BENY HARJADI

============================================================
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAS INDONESIA BAGIAN BARAT
SURAKARTA, DESEMBER 2006

Beny Harjadi dkk di BPK Solo


08122686657, adbsolo@yahoo.com
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN

TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN REHABILITASI


LAHAN TERDEGRADASI
(UKP)

MODEL REHABILITASI LAHAN DAN KONSERVASI


TANAH PANTAI BERPASIR

Surakarta, Desember 2006


Penyusun,

Ir. Beny Harjadi, MSc


NIP. 710 017 594

Penilai,
Kepala Seksi PE, Ketua Kelti KTA,

Ir. Syahrul Donie Ir. Heru Dwi Riyanto


NIP. 710 008 383 NIP. 710 016 237

Disahkan Oleh :
Kepala BPPTPDAS-IBB

Ir. Edy Subagyo, MP.


NIP. 710 008 439

Beny Harjadi dkk di BPK Solo ii


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir

Oleh :
Beny Harjadi, Sri Hartono, S.Andy Cahyono,
Dona Octavia, Gunawan, Arif Priyanto

RINGKASAN

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor


10/Men/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu;
dan UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya; dan pentingnya pesisir pantai yang kaya akan SDA dan jasa
lingkungan, hendaknya pemanfaatan lahan pantai berpasir dilakukan secara baik dan
benar dan dapat berfungsi ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim dan
tanaman keras serta buah-buahan yang sesuai dan bernilai ekonomis. Pada wilayah
pantai berpasir, dimana berlangsung erosi angin yang terjadi secara terus menerus,
kondisi lahannya marginal dan cenderung diabaikan. Peristiwa tersebut menjadikan
lahan pantai berpasir menjadi semakin kritis, baik untuk wilayah itu sendiri maupun
wilayah dibelakangnya.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyediakan sarana pengembangan
teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai, berupa demplot yang
representatif serta inovatif yang memuat kegiatan-kegiatan antara lain: 1).
Mengembangkan jalur Tanggul Angin (TA) dengan tanaman Casuarina equisetifolia,
2). Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng, 3).
Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai, 4). Meningkatkan
tingkat pendapatan masyarakat, dan 5). Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar
wisata.
Jalur tanaman tanggul angin antara lain Cemara laut cangkok (69,5%
hidup) dan biji (98% hidup) serta Pandan (100% hidup), dan tanaman kehutanan
Mahoni (100% hidup), Akasia (100% hidup), dan buah-buahan Rambutan (100%
hidup), Mangga (100% hidup). Untuk pengembangan tanaman semusim
dikembangkan tanaman bawang merah dan jagung sebagai tanggul angin sementara.
Sebelumnya dibuat instalasi air berupa sumur renteng dengan bius beton dan pralon
serta sumur yang dinaikkan dengan diesel. Semua kegiatan lahan pantai berpasir
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatnya
pendapatan. Peningkatan pendapatan meningkat dengan melakukan aktivitas pada
sekitar wisata yaitu dengan berjualan makanan dan jasa parkir, peminjaman tikar dan
lain-lain. Penanaman tanggul angin diharapkan produksi pertanian dibelakangnya
semakin meningkat, yaitu antara lain masyarakat sudah menanam tanaman kelapa dan
tanaman semusim. Kondisi lingkungan semakin nyaman dan teduh serta menciptakan
iklim mikro yang semakin sesuai untuk pertumbuhan tanaman semusim.
Kata Kunci : Rehabilitasi, Konservasi Tanah, Pantai Berpasir, Erosi angin, Kebumen

Beny Harjadi dkk di BPK Solo iii


08122686657, adbsolo@yahoo.com
KATA PENGANTAR

Laporan kegiatan penelitian lahan pantai berpasir tahun 2006 yang berjudul
: Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir merupakan
kegiatan pengembangan dan sosialisasi hasil penelitian yang pernah dilakukan di
Samas, Yogyakarta. Judul tersebut merupakan bagian dari UKP Teknologi dan
Kelembagaan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi
Laporan ini berisikan informasi mengenai kegiatan pengembangan pada
lahan pantai berpasir dengan mengembangkan berbagai macam tanaman tanggul
angin yang terdiri dari cemara laut, tanaman buah-buahan dan tanaman kehutanan.
Disamping itu juga dengan penanaman tanaman semusim dan kelengkapan sarana
dan prasarana untuk pengamatan berbagai macam fisik tanah dan iklim, meliputi
evaporasi, kecepatan angin, erosi tanah dll. Sehingga tujuan penelitian ini adalah :
untuk menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir
yang sesuai, berupa demplot yang representatif serta inovatif yang memuat kegiatan-
kegiatan antara lain :
1) Mengembangkan jalur TA dengan tanaman Casuarina equisetifolia.
2) Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng.
3) Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.
4) Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
5) Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata.
Dengan selesainya laporan ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan
untuk penelitian yang sejenis baik di rumah kaca maupun di lapangan. Selanjutnya
ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh Tim Peneliti, Pemimpin Proyek
serta rekan-rekan di BP2TPDAS-IBB yang telah memberikan saran dan kritik.
Surakarta, Desember 2006
Ketua Tim Peneliti

Ir. Beny Harjadi, MSc


NIP. 710 017 594

Beny Harjadi dkk di BPK Solo iv


08122686657, adbsolo@yahoo.com
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv

DAFTAR ISI............................................................................................................... v

DAFTAR TABEL.................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. xi

I. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2

C. Tujuan dan Sasaran UKP ................................................................................... 2

D. Tujuan dan Sasaran PPTP ................................................................................ 3

E. Hasil yang Telah Dicapai ................................................................................... 4

F. Tujuan dan Sasaran RPTP Tahun 2006 ............................................................ 5

G. Luaran Tahun 2006 ............................................................................................ 5

H. Ruang Lingkup Tahun 2006 .............................................................................. 6

I. Pengertian-pengertian ......................................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 8

A. Lahan Kritis dan Upaya Rehabilitasi ................................................................. 8

B. Erosi Angin........................................................................................................ 9

B.1. Proses Erosi Angin. ................................................................................... 9

B.2. Faktor-faktor Penyebab Erosi Angin........................................................ 10

B.3. Erosi Angin Pada Lahan Pantai Berpasir. ................................................ 10

C. Model Pengendalian Erosi Angin..................................................................... 11

Beny Harjadi dkk di BPK Solo v


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C.1. Metode Pengendalian Kecepatan Angin. ................................................. 11

C.2. Metode Pengendalian Faktor Tanah......................................................... 12

D. Teknik Budidaya Tanaman yang Dikembangkan ........................................... 14

D.1. Tanaman Tanggul Angin......................................................................... 14

D.2. Tanaman Tahunan .................................................................................... 16

D.3. Tanaman Budidaya.................................................................................. 18

E. Sosial, Ekonomi dan Budaya............................................................................ 20

E.1. Adopsi....................................................................................................... 20

E.2. Pengertian Partisipasi ............................................................................... 21

E.3. Perencanaan Partisipatif............................................................................ 23

III.BAHAN DAN METODE .................................................................................... 29

A. Lokasi Penelitian ............................................................................................. 29

B. Bahan dan Peralatan ....................................................................................... 29

C. Rencana Kegiatan Pengembangan .................................................................. 30

C.1. Jenis Kegiatan........................................................................................... 30

C.2. Tahapan Kegiatan..................................................................................... 30

C.3. Parameter.................................................................................................. 33

C.4. Pengambilan Data..................................................................................... 34

C.5. Pengolahan dan Analisa Data................................................................... 36

IV. BIAYA DAN ORGANISASI PELAKSANA .................................................... 38

A. Biaya Penelitian ............................................................................................... 38

B. Organisasi Pelaksana ........................................................................................ 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 40

A. Konsultasi, Koordinasi dan Orientasi ............................................................. 40

Beny Harjadi dkk di BPK Solo vi


08122686657, adbsolo@yahoo.com
A.1. Konsultasi.................................................................................................. 40

A.2. Koordinasi ................................................................................................. 42

A.3. Orientasi .................................................................................................... 43

B. Mengembangkan Jalur Tanaman Tanggul Angin ............................................ 44

C. Mengembangkan Sarana Pengairan Air Tawar................................................ 47

C.1. Kondisi Biofisik dan Iklim ........................................................................ 47

C.2. Instalasi Air ............................................................................................... 60

D. Mengembangkan Model Pola Tanam Tanaman Semusim dan Tahunan......... 62

D.1. Persiapan lapangan.................................................................................... 62

D.2. Penanaman bawang merah ........................................................................ 62

D.3. Pemeliharaan tanaman............................................................................... 62

E. Meningkatkan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ......................................... 64

E.1. Karakteristik dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat.......................... 64

E.2. Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir .......................................................... 69

E.3. Minat Masyarakat Terhadap RLKT Pantai Berpasir ................................. 70

E.4. Kelembagaan Pengembangan RLKT Pantai Berpasir............................... 72

E.5. Potensi dan Kendala Pengembangan Lahan Pantai Berpasir .................... 74

E.6. Adopsi Teknik RLKT Pantai Berpasir ...................................................... 75

E.7. Dinamika Kelompok Tani ......................................................................... 77

F. Meningkatkan Kenyamanan Kawasan Wisata dan Sekitarnya......................... 82

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 83

VII. DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 84

Beny Harjadi dkk di BPK Solo vii


08122686657, adbsolo@yahoo.com
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Perbandingan Evaluasi Konvensional dan Partisipatif ................................... 28

Tabel 2. Biaya Peneltian RLKT Pantai Berpasir di Kebumen...................................... 38

Tabel 3. Tim Pelaksana Kegiatan Tahun 2006 .............................................................. 39

Tabel 4. Mata pencaharian utama penduduk Desa Karanggadung ............................... 67

Tabel 5. Kendala Yang Diperkirakan Petani Dalam Penerapan Teknik Rehabilitasi... 74

Tabel 6. Daftar Anggota Kelompok Tani Pasir Makmur, Karanggadung, Petanahan... 81

Beny Harjadi dkk di BPK Solo viii


08122686657, adbsolo@yahoo.com
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana ........................................................................ 25

Gambar 2. Layout Pengembangan Demplot Tanaman Budidaya dan Tanaman


Tanggul Angin .............................................................................................. 31

Gambar 3. Persiapan Pembibitan Tanaman Tahunan dan Buah-buahan ...................... 46

Gambar 4. Kondisi Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), saat ditanam di


Lapangan ...................................................................................................... 46

Gambar 5. Pengamat yang Sedang Mencatat Data Iklim dan Biofisik Di Lapangan ... 47

Gambar 6. Tinggi Hujan di Lahan Pantai Berpasir, Kebumen ...................................... 48

Gambar 7. Suhu Tanah, Penakar Hujan, Evaporimeter, dan Instalasi Air..................... 49

Gambar 8. Evaporasi Siang dan Malam Hari di Lahan Pantai Berpasir....................... 50

Gambar 9. Suhu Tanah Malam Hari di Desa Petanahan, Kebumen .............................. 51

Gambar 10. Suhu Tanah pada Siang Hari, untuk Lapisan Tanah A, B, dan C. ............. 52

Gambar 11. Suhu Udara Lahan Pasir Berpantai pada Siang dan Malam Hari ............. 53

Gambar 12. Pengukuran Kecepatan Angin dengan Menghadapkan ke Arah Angin.... 54

Gambar 13. Kecepatan Angin Lahan Pantai Berpasir di Siang Hari ............................ 55

Gambar 14. Erosi Angin di Lahan Pantai Berpasir Tahun 2006................................... 55

Gambar 15. Alat Penangkap Erosi Angin (Sandtrap) dan Bius Beton Instalasi Air .... 56

Gambar 16. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Mei 2006 ....................... 57

Gambar 17. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Agustus 2006.................. 57

Gambar 18. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 September 2006 ................. 58

Gambar 19. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 29 September 2006 ................. 58

Gambar 20. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 13 Oktober 2006 ..................... 59

Gambar 21. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 15 Desember 2006 .................. 59

Beny Harjadi dkk di BPK Solo ix


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Gambar 22. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 Desember 2006 .................. 60

Gambar 23. Instalasi Air untuk Distribusi Kebutuhan Air Tanaman semusim. ........... 60

Gambar 24. Kebutuhan Saprotan untuk Penanaman Bawang Merah. .......................... 64

Gambar 25. Penggunaan Lahan di Desa Karang Gadung Kecamatan Petanahan ...... 65

Gambar 26. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Karang Gadung.... 65

Gambar 27 Komposisi penduduk berdasarkan usia produktif ....................................... 66

Gambar 28. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karanggadung.................................. 68

Gambar 29. Kegiatan Sampingan KT. Pasir Makmur dengan Menderes Gula Kelapa 71

Gambar 30. Bincang-Bincang Dengan Anggota KT. Pasir Makmur............................ 78

Gambar 33. Kondisi Lingkungan Tanaman Kacang Pantai Berpasir di Samas............ 82

Beny Harjadi dkk di BPK Solo x


08122686657, adbsolo@yahoo.com
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kerangka Logis Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi


Tanah Pantai Berpasir (RPTP 2006)................................................... 85

Beny Harjadi dkk di BPK Solo xi


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah pantai yang
luas. Bentuk lahan (landform) wilayah pantai secara umum dikelompokkan atas
wilayah pantai berlumpur (muddy shores), pantai berpasir (sandy shores), dan pantai
berbatu karang atau andesit (Bloom, A. L., 1979).
Pada wilayah pantai berpasir (bergisik), pola penggunaan lahan yang umum
merupakan pola berulang cekungan antara beting pantai (swale) dan beting pantai
(beach ridge) yang berupa lahan kosong (tanpa tanaman), bertekstur tanah kasar (pasir),
atau diusahakan untuk tegalan (Tim UGM, 1992). Wilayah ini bersifat dinamis dimana
terdapat hubungan antara pasokan butir-butir pasir dari hasil abrasi pantai oleh ombak
menuju pantai dan dari gisik yang merupakan hasil erosi angin kearah daratan, sehingga
pasokan pasir terjadi terus-menerus. Peristiwa tersebut menyebabkan lahan pantai
berpasir menjadi kritis, baik untuk wilayah itu sendiri maupun wilayah dibelakangnya.
Kondisi lahan yang kritis tersebut disebabkan tidak hanya oleh faktor biofisik semata
yang secara alami telah kritis, tetapi juga upaya penanganan yang ada masih belum
optimal, sehingga bila tidak segera ditangani, dampak negatif yang akan terjadi akan
semakin luas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
10/Men/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu; UU
No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
dan pentingnya pesisir pantai yang kaya akan SDA dan jasa lingkungan, hendaknya
pemanfaatan lahan pantai berpasir dilakukan secara baik dan benar dan dapat berfungsi
ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim yang sesuai dan bernilai
ekonomis. Dengan model pengelolaan tersebut dimana hasilnya dapat mengubah lahan
yang tadinya terlantar menjadi lahan yang potensial untuk dapat diusahakan sebagai
lahan budidaya, maka perlu dikembangkan dengan model demplot.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo


08122686657, adbsolo@yahoo.com
B. Rumusan Masalah

Pada wilayah pantai berpasir, biasanya berlangsung erosi angin yang terjadi
secara terus menerus, kondisi lahannya marginal, dan cenderung diabaikan. Peristiwa
tersebut menjadikan lahan pantai berpasir menjadi semakin kritis, baik untuk wilayah
itu sendiri maupun wilayah dibelakangnya. Dampak peristiwa erosi pasir yang nyata
antara lain : 1) tanah pada lahan pantai bertekstur kasar dan bersifat lepas sehingga
sangat peka terhadap erosi angin, 2) hasil erosi berupa endapan pasir (sand dune) dapat
menutup wilayah budidaya dan pemukiman didaerah dibelakangnya, dan 3) butiran
pasir bergaram yang dibawa dari proses erosi angin dapat merusak dan menurunkan
produktivitas tanaman budidaya. Kondisi tersebut jika tidak segera ditangani dengan
serius maka akan berdampak buruk pada lingkungan dan pengaruh negatif yang terjadi
akan semakin meluas.
Adanya pemanfaatan lahan pantai berpasir secara baik dan benar akan
berfungsi ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim yang sesuai dan
bernilai ekonomis. Dengan model pengelolaan tersebut diharapkan hasilnya dapat
mengubah lahan yang tadinya terlantar menjadi lahan yang potensial sebagai lahan
budidaya.

C. Tujuan dan Sasaran UKP

Kegiatan ini merupakan bagian dari UKP Teknologi dan Kelembagaan


Lahan Terdegradasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi dan teknologi tepat
guna, kajian sosial ekonomi serta rekomendasi kebijakan/kelembagaan rehabilitasi
lahan terdegradasi agar lahan terdegradasi dapat berfungsi kembali sebagai habitat
flora, fauna, dan secara keseluruhan sebagai penyangga kehidupan, termasuk
didalamnya dapat meningkatkan perekonomian rakyat dengan meningkatkan
partisipasi masyarakat dari mulai perencanaan, kegiatan pelaksanaan, dan
pengelolaan pada pasca rehabilitasi lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan model-model rehabilitasi lahan terdegradasi yang tepat guna
dengan pendekatan social forestry.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 2


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Adapun sasaran kegiatan ini adalah pengembangan model rehabilitasi lahan
pantai berpasir, dengan melibatkan peran masyarakat secara aktif. Dampak yang
diharapkan yaitu masyarakat sekitar pantai berpasir tetap dapat melanjutkan secara
mandiri pemanfaatan lahan pantai untuk usaha produktif sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan menjaga tetap kelestarian alam dan konservasi
tanah dan air.

D. Tujuan dan Sasaran PPTP

Tujuan kegiatan pada Proposal Penelitian Tim Peneliti (PPTP) adalah untuk
menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang
sesuai, berupa demplot yang representatif dan inovatif serta memuat kegiatan-kegiatan
antara lain :
1) Mengembangkan jalur tanaman tanggul angin
2) Mengembangkan sarana pengairan air tawar
3) Mengembangkan model pola tanam tanaman semusim dan tahunan
4) Meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat
5) Meningkatkan kenyamanan kawasan wisata dan sekitarnya.
Sasaran kegiatan adalah agar pelaksanaan Kepres No. 32 tahun 1990 tentang
kawasan lindung sempadan pantai yang ditentukan minimal 100 m dari titik tertinggi
pasang-surut kearah daratan maupun SKB Mentan dan Menhut No.
550/246/Kpts/4/1984 dan No. 082/Kpts-11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan
kawasan hutan untuk pengembangan usaha budidaya pertanian dan jalur hijau hutan
pantai yang dipertahankan lebarnya 200 m dapat terwujud, yaitu melalui
pengembangan model tanaman tanggul angin Casuarina equisetifolia (pembiakan dan
pola tanam), model pengelolaan tanaman budidaya (bawang merah, cabe, semangka,
terong, dll) yang ditanam diantara tanaman tanggul angin. Keluaran yang diharapkan
adalah berupa demplot sesuai petunjuk teknis seluas 1- 2 ha. Dampak yang diharapkan
adalah masyarakat dapat menerima dan melaksanakan teknik konservasi lahan pantai
berpasir dengan model pengendali erosi angin sehingga dapat meningkatkan
produktivitas lahan terlantar.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 3


08122686657, adbsolo@yahoo.com
E. Hasil yang Telah Dicapai
Penanganan lahan pantai berpasir melalui upaya rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah (RLKT) telah dilakukan uji coba oleh BP2TPDAS Surakarta (1997-
2000), yaitu dengan menerapkan model penanaman tanaman tanggul angin (windbreak)
dengan tanaman budidaya (semusim) yang ditanam diantara jalur tanaman tanggul
angin (TA). Hasil yang diperoleh berupa Pedoman Teknis Pemanfaatan Lahan Pantai
Berpasir, yang memuat antara lain : 1) Jenis tanaman TA permanen yang sesuai adalah
jenis tanaman-tanaman bergetah seperti cemara laut (Casuarina equisetifolia),
Gleriside, pandan, dan mete; 2) Jenis tanaman TA sementara yang sesuai adalah
tanaman semusim seperti jagung, ketela pohon dan sorghum; 3) Jenis tanaman
budidaya yang sesuai untuk ditanam diantara jalur tanaman TA adalah semangka,
terong, bawang merah, cabe, dan kacang panjang; 4) Penggunaan pupuk kandang
sebanyak 20 ton/ha telah memberikan hasil semangka sebanyak 20 ton/ha pada lahan
pantai berpasir yang baru dibudidayakan, 21 ton/ha pada lahan tahun kedua, dan 25
ton/ha pada lahan tahun ketiga; 5) Lahan bekas tanaman semangka yang ditanami
terong hasil produksinya sebesar 26 ton/ha; 6) Produksi bawang merah yang ditumpang
gilirkan dengan cabe merah keriting dan kacang panjang, hasilnya masing-masing
sebesar 7.5 ton/ha, 5 ton/ha, dan 26 ton/ha; 7) Hasil analisis input-output per satuan luas
pada tanaman-tanaman budidaya yang dicobakan, pola bawang merah yang ditumpang
gilirkan dengan kacang panjang dan cabe merah hasilnya lebih tinggi dibanding dengan
pola semangka-terong (Sukresno dkk., 2000).
Teknik Rehabilitasi Lahan Pantai Berpasir di Desa Sri Gading, Kecamatan
Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bagian selatan, luas
daerah pengembangan + 1-2 ha untuk tanaman semusin dan 500 m untuk tanaman
tanggul angin dengan lebar jalur 15 m, yang dilaksanakan tahun 2003 antara lain :
a. Tanaman Casuarina equisetifolia terbukti efektif sebagai tanaman tanggul angin
permanen di lahan pantai berpasir, dimana bibitnya dapat dikembangkan sendiri
oleh masyarakat (petani) setempat dengan cara pembiakan vegetatif metode
merunduk (layering).
b. Tanaman tanggul angin dan tanaman budidaya yang dikembangkan, sangat nyata
dapat mengendalikan erosi pasir dan memperbaiki iklim mikro setempat
(kecepatan angin, suhu tanah, dan laju evaporasi lebih rendah). Secara finansial,

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 4


08122686657, adbsolo@yahoo.com
kombinasi tanaman budidaya yang paling layak dikembangkan adalah kombinasi
bawang merah, terong dan ketimun.
c. Teknik rehabilitasi lahan pantai berpasir ini akan sulit dikembangkan oleh
masyarakat sekitar secara swadaya. Salah satu penyebabnya adalah tingginya
biaya untuk pembangunan sarana pendukung (infrastruktur) bagi penerapan
teknik rehabilitasi tersebut, sehingga perlu ada campur tangan pemerintah.
Namun demikian, sampai saat ini belum terbangun suatu pola pengembangan
lahan pantai berpasir yang komprehensif dari berbagai instansi terkait.

F. Tujuan dan Sasaran RPTP Tahun 2006


Tujuan kegiatan dalam Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP) adalah untuk
menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang
sesuai, berupa demplot yang representatif serta inovatif, antara lain :
1) Mengembangkan jalur tanaman TA permanen dan sementara
2) Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng.
3) Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.
4) Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
5) Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata.
Sasaran kegiatan adalah agar pelaksanaan Kepres No. 32 tahun 1990 tentang
kawasan lindung sempadan pantai yang ditentukan minimal 100 m dari titik tertinggi
pasang-surut kearah daratan maupun SKB Mentan dan Menhut No.
550/246/Kpts/4/1984 dan No. 082/Kpts-11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan
kawasan hutan untuk pengembangan jalur hijau hutan pantai, yaitu melalui
pengembangan model tanaman tanggul angin Casuarina equisetifolia (pembiakan dan
pola tanam) dan model pengelolaan tanaman budidaya yang ditanam diantara tanaman
tanggul angin (bawang merah, cabe, semangka, terong, dll) yang dilakukan bersama
masyarakat dan instansi terkait.

G. Luaran Tahun 2006


Luaran yang diharapkan dapat dihasilkan antara lain :
1. Tersedianya informasi pertumbuhan tanaman C. equisetifolia sebagai
tanaman jalur TA dan informasi efektivitas jalur TA sebagai pengendali
erosi pasir.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 5


08122686657, adbsolo@yahoo.com
2. Tersedianya informasi sistem pengairan yang sesuai untuk lahan pantai
pasir.
3. Tersedianya informasi pertumbuhan dan hasil jenis-jenis tanaman semusim
yang sesuai untuk lahan pantai berpasir.
4. Tersedianya analisis finansial model rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah yang dikembangkan pada lahan pantai berpasir.
5. Tersedianya informasi kelembagaan, tingkat adopsi dan partisipasi
masyarakat terhadap upaya RLKT (Reboisasi Lahan dan Konservasi
Tanah) lahan pantai berpasir yang mendukung wisata lingkungan terpadu.

H. Ruang Lingkup Tahun 2006

Ruang lingkup pengembangan meliputi :


1. Rehabilitasi lahan melalui perbaikan beberapa sifat tanah yang
dimungkinkan dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
2. Rehabilitasi lahan melalui perbaikan sistem pola tanam pada lahan
marginal pantai berpasir.
3. Rehabilitasi lahan melalui perbaikan sistem pola penanaman lahan pantai,
dengan kombinasi antara tanaman TA: cemara laut, buah-buahan, dan
kayu-kayuan dengan tanaman hortikultura bawang merah, cabe, jagung,
sorghum, melon dll.
4. Analisis biaya dan pendapatan usahatani dari perlakuan yang dicoba.
5. Tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat serta kelembagaan dalam
kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 6


08122686657, adbsolo@yahoo.com
I. Pengertian-pengertian
Beberapa pengertian dan peristilahan umum yang digunakan dan berhubungan
dengan masalah pengelolaan wilayah pantai, antara lain:
1) Pantai (shore), adalah hamparan lahan yang membentang di tepi laut, atau tepi
perairan yang luas.
2) Wilayah Pantai atau Pesisir (coast), adalah daratan di tepi laut, yang meliputi
pantai dan daratan didekatnya yang masih terpengaruh oleh aktivitas marin.
3) Daerah Pantai, adalah daratan yang terletak dibagian hilir Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang berbatasan dengan laut, dengan kelerengan kurang dari 8%.
4) Gisik (beach), yaitu daerah sebatas antara permukaan air laut pasang dan surut,
yang umumnya tertutup oleh hamparan pasir dan kerikil di permukaannya.
5) Beting Gisik, adalah gundukan alami memanjang searah garis pantai yang
merupakan bekas gisik dan sudah tidak aktif lagi karena pantai mengalami akresi
(daratan bertambah luas).
6) Lagun, adalah cekungan memanjang searah garis pantai, diantara beting gisik,
biasanya tergenang air.
7) Gumuk Pasir (sand dune), adalah bukit-bukit pasir yang terbentuk dari akumulasi
pasir yang terbawa oleh angin.
8) Rekresi (abrasi), adalah daratan yang terkikis atau susut karena pengikisan
gelombang atau arus laut.
9) Intrusi, adalah masuknya air laut ke arah daratan baik yang melalui permukaan
maupun yang dibawah tanah.
10) Salinitas Air, adalah kadar garam atau keasinan air.
11) Interface, adalah bidang pembatas antara air bawah tanah yang tawar dan asin.
12) Erosi, adalah suatu proses dimana tanah atau partikel tanah atau batuan dilepas dan
dihancurkan, kemudian diangkut, tercuci oleh suatu gaya (media pengangkut) air,
angin, atau gaya berat partikel tanah atau batuan itu sendiri.
13)Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT), adalah suatu usaha manusia
untuk memperbaiki, meningkatkan, dan mempertahankan kondisi lahan agar dapat
berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air
maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.
14)Sabuk Hijau Perlindungan Pantai, adalah suatu daratan yang terletak di sepanjang
garis pantai dan berbatasan langsung dengan laut karena keadaan fisiknya berfungsi
sebagai perlindungan bagi kelestarian sumber daya alam daerah pantai, dengan
lebar tertentu dan ditanami dengan vegetasi tertentu.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 7


08122686657, adbsolo@yahoo.com
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan Kritis dan Upaya Rehabilitasi

Lahan kritis menurut Departemen Kehutanan (2000) didefinisikan


sebagai lahan yang tidak mampu lagi berperan menjadi unsur produksi pertanian
baik sebagai media pengatur tata air maupun sebagai perlindungan alam
lingkungan. Lahan kritis disebabkan oleh proses degradasi pada lahan.
Degradasi lahan didefinisikan sebagai hilangnya atau berkurangnya kegunaan
atau potensi kegunaan lahan untuk mendukung kehidupan. Kehilangan atau
perubahan kenampakan tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti
oleh yang lain (Barrow,1991 dalam Widjajanto, 2003). Faktor-faktor utama
penyebab degradasi lahan adalah: 1) bahaya alami, 2) perubahan jumlah
populasi manusia, 3) marjinalisasi tanah, 4) kemiskinan, 5) status kepemilikan
tanah, 6) ketidakstabilan politik dan masalah administrasi, 7) kondisi sosial
ekonomi, 8) masalah kesehatan, 9) praktek pertanian yang tidak tepat, 10)
aktifitas pertambangan dan industri. Erosi pantai yang merupakan salah satu
penyebab terjadinya degradasi biofisik sumberdaya pesisir pantai disebabkan
oleh beberapa hal, diantaranya penambangan pasir, penebangan bakau, energi
gelombang dan pola arus pasang, degradasi DAS, dan meluasnya DAS kritis.
Rehabilitasi adalah proses pengembalian ekosistem atau populasi yang
telah rusak ke kondisi yang tidak rusak, yang mungkin berbeda dari kondisi
semula. Salah satu upaya rehabilitasi lahan kritis adalah revegetasi. Tujuan
revegetasi adalah memperbaiki lahan yang labil, tidak produktif, dan mengurangi
erosi. Dalam jangka panjang rehabilitasi lahan diharapkan dapat memperbaiki
iklim mikro, meningkatkan biodiversitas dan memperbaiki lahan agar menjadi
lebih produktif. Upaya dengan revegetasi antara lain dapat dilakukan melalui
kegiatan reboisasi, penghijauan, dan pembangunan hutan rakyat. Selain itu, ada
juga upaya peningkatan produktivitas lahan kritis melalui penambahan bahan
organik berupa hijauan tanaman maupun pupuk kandang yang telah banyak
diteliti oleh Puslit Tanah dan Agroklimat (Purnomo, dkk, 1992).
Menurut Setiadi dan Prematuri (1998), hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam rehabilitasi lahan kritis adalah :

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 8


08122686657, adbsolo@yahoo.com
1. Pemilihan jenis pohon, hendaknya dipilih jenis pohon dengan karakteristik:
a. Adaptif (pohon sesuai dengan lingkungan setempat)
b. Cepat tumbuh, cepat menutup tanah (tajuk melebar), perakaran intensif
c. Teknik silvikultur diketahui
d. Ketersediaan bahan tanaman
e. Bersimbiosis dengan mikroba
2. Perbaikan kondisi tanah yang meliputi :
a. Perbaikan ruang tumbuh
b. Perbaikan top soil dan bahan organik
Namun demikian, upaya rehabilitasi lahan ini seyogyanya dikombinasikan
dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air terutama di lahan-lahan berlereng
curam, serta berbagai teknik penanaman.

B. Erosi Angin
B.1. Proses Erosi Angin.

Angin, seperti halnya jatuhan hujan dan aliran air, memiliki gaya yang dapat
melepaskan (detach) dan memindahkan (transport) butiran tanah dari satu tempat
ketempat lain yang baru untuk diendapkan (deposition).
Kemampuan melepaskan butiran tanah oleh angin ini besarnya sangat
dipengaruhi oleh kondisi kekasaran permukaan tanah dan besar butiran partikel
tanahnya. Adapun kemampuan angin untuk memindahkan butiran tanah dipengaruhi
oleh besarnya kecepatan angin, bentuk agregat, dan komposisi ukuran partikel tanah.
Sedang jarak tempuh perpindahan partikel tanah hasil erosi tersebut besarnya
dipengaruhi oleh kuat-lemahnya kecepatan angin, ukuran, dan berat partikel dan agregat
tanah.
Perpindahan partikel-partikel tanah oleh proses erosi angin secara prinsip adalah
sama seperti pada proses erosi tanah oleh jatuhan hujan, yaitu: 1) merayap (creep)
untuk partikel tanah berukuran 0,5 - 2,0 mm, 2) meloncat-loncat (saltation) untuk
partikel tanah berukuran 0,05 - 0,50 mm atau lebih umum antara 0,10 - 0,15 mm, dan 3)
dalam bentuk suspensi partikel tanah halus dengan ukuran < 0,1 mm dan untuk
beberapa waktu tetap dalam bentuk suspensi di udara karena aliran turbulen dan
pusaran arus angin.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 9


08122686657, adbsolo@yahoo.com
B.2. Faktor-faktor Penyebab Erosi Angin.

Seperti yang diperlihatkan dalam proses erosi tanah oleh gaya angin, maka
beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya erosi angin adalah:
1) Faktor iklim, seperti: temperatur, distribusi hujan, kecepatan dan arah angin.
2) Faktor tanah, seperti: ukuran butir, kelengasan, dan kekasaran permukaan.
3) Faktor vegetasi, seperti: bentuk, tinggi, kerapatan, dan distribusi.

B.3. Erosi Angin Pada Lahan Pantai Berpasir.

Berdasarkan prinsip yang umumnya berlaku pada proses erosi angin dan faktor-
faktor penyebabnya, maka proses erosi angin yang terjadi pada lahan pantai berpasir
juga mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Contoh kasus adalah endapan pasir yang terjadi
di sepanjang pantai Kedu Bagian Selatan (Jawa Tengah) hingga pantai Parangtritis
(DIY) berasal dari pasir volkanik Gunung Merapi yang terbawa melalui Sungai Progo
(Tim UGM, 1992). Endapan pasir ini membentuk gisik dengan lebar antara 700 hingga
1500 meter yang diukur dari garis pantai. Hembusan angin laut di musim kemarau
merubah posisi endapan pasir dari kedudukannya semula sehingga membentuk bukit-
bukit pasir (sand dune). Daerah dibelakang gisik biasanya berupa laguna, beting gisik
dan dataran aluvial pantai. Oleh karena permeabilitas lahan pantai berpasir ini sangat
tinggi sehingga seluruh air permukaan meresap kedalam tanah, gisik dan bukit-bukit
pasir pantai ini miskin akan tumbuhan. Sedang daerah dibelakangnya dimana tanah dan
airnya memungkinkan sebagai media tumbuh tanaman, banyak dimanfaatkan untuk
tegal, sawah, dan pemukiman yang suatu ketika dapat terkena dampak hasil erosi angin
berupa endapan pasir bersalinitas tinggi.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 10


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C. Model Pengendalian Erosi Angin
Erosi angin berlangsung jika kondisinya memungkinkan untuk melepaskan dan
memindahkan partikel tanah untuk selanjutnya pasir tersebut diendapkan di tempat lain.
Besar erosi angin sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor erodibilitas tanah, kekasaran
permukaan tanah, kondisi iklim (kecepatan angin dan kelembaban), panjang permukaan
tanah terbuka, dan penutupan tanaman.
Metode pengendalian erosi angin melalui upaya rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah (RLKT) di lahan pantai berpasir, secara umum yaitu:
1) Menurunkan kecepatan angin di atas permukaan tanah.
2) Menurunkan tingkat erodibilitas tanah.
3) Melindungi tanah permukaan dengan tanaman, mulsa, dan bahan tidak mudah
tererosi lainnya.
4) Meningkatkan kekasaran tanah permukaan.
Mengingat bahwa metode pengendalian erosi angin disini berkaitan dengan
permasalahan erosi angin di lahan pantai berpasir maka untuk selanjutnya yang
dimaksud 'tanah' adalah lahan pantai berpasir (tanah berpasir).

C.1. Metode Pengendalian Kecepatan Angin.

Laju kecepatan angin untuk berbagai ketinggian diatas permukaan tanah yang
homogen menunjukkan hubungan yang kwadratik. Dari persamaan ini dapat diketahui
bahwa laju kecepatan angin akan bertambah besar seiring dengan peningkatan
posisinya diatas permukaan tanah pada kondisi tanah yang homogen. Besar kecepatan
angin yang tinggi pada posisi tertentu diatas permukaan tanah adalah berkaitan dengan
kondisi kekasaran permukaan tanahnya.
Upaya pengendalian kecepatan aliran angin prinsipnya membuat bangunan
penahan aliran angin yang berupa tanggul angin (windbreak). Bentuk tanggul angin
(TA), yaitu model mekanis dan model vegetatif. Pada model mekanis bentuknya dapat
berupa anyaman bambu atau anyaman daun kelapa (perlindungan sementara). Pada
model tanggul angin vegetatif dimana lebih murah dibanding model mekanis, secara
alami akan lebih tahan. Ketahanan model vegetatif, efektivitasnya tergantung pada
kondisi pertumbuhan tanaman yang diterapkan sebagai jalur tanggul angin. Bentuk TA
vegetatif yang umum adalah berupa kelompok jalur-jalur tanaman baik yang bersifat

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 11


08122686657, adbsolo@yahoo.com
sementara (dengan tanaman semusim) maupun permanen (dengan tanaman pohon,
semak atau perdu) harus sesuai dengan kondisi setempat. Untuk lahan pantai berpasir
jenis tanaman TA sementara, yaitu jagung, ketela pohon, dan cantel. Sedang jenis yang
permanen untuk tanaman pohon, antara lain., Casuarina equisetifolia (cemara laut),
Calophyllum inophyllum (nyamplung), Terminalia catapa (ketapang), Baringtonia
asiatica (rawang), Hibiscus tiliaceus (waru), gleriside; untuk tanaman semak dan perdu,
antara lain.: Pandanun tectorius (pandan), Cyperus martima (teki laut), Crinum
asiaticum (bakung), Scaevola taccada (gabusan), Thuarea involuta (rumput glinting),
Ximenia americana (widuri) dan jenis-jenis tanaman bergetah lainnya (Kartawinata,
1979).
Bentuk tanggul angin yang paling efektif dalam mengendalikan laju kecepatan
angin adalah menggunakan model vegetatif yang tidak terlalu rapat. Tanggul angin
model rapat menyebabkan arus balik (putar) dibelakang tanggul angin dimana justru
menimbulkan erosi pasir. Bila model mekanis yang akan digunakan, dalam praktek
harus diupayakan agar bentuk tanggul angin (misal dengan anyaman bambu) harus
diberi angin-angin (permeabilitas angin) sebesar 35-40 %. Disamping itu beberapa
faktor lain yang juga berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian laju kecepatan
angin ini, antara lain.: 1) lebar, 2) tinggi, dan 3) jarak antar tanggul angin.

C.2. Metode Pengendalian Faktor Tanah.

Prinsip pengendalian faktor tanah terhadap tekanan gaya erosif angin adalah:
1) Menurunkan tingkat erodibilitas tanah.
2) Melindungi tanah permukaan yang terbuka dengan tanaman, mulsa, dan bahan
tidak mudah tererosi lainnya.
3) Meningkatkan kekasaran tanah permukaan.

Upaya pengendalian faktor tanah dapat dilakukan dengan beberapa metode,


yaitu: metode konservasi lengas tanah dan metoda perbaikan agregat tanah lapisan atas
(top soil). Pengendalian lengas tanah dapat dilakukan dengan melindungi tanah
permukaan dengan penutupan oleh tanaman, mulsa, atau bahan tidak mudah tererosi
lainnya. Agar pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (mudah dan cepat tumbuh),
sehingga lahan pantai berpasir yang arealnya banyak terbuka dan peka erosi angin

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 12


08122686657, adbsolo@yahoo.com
menjadi berkurang luasnya, dapat dilakukan dengan penerapan berbagai perlakuan
ameliorasi tanah dan pemilihan jenis-jenis tumbuhan yang sesuai dengan kondisi
setempat (Sukresno, 1998).
Dalam praktek usaha pengendalian kelengasan tanah ini, antara lain,
dilakukan dengan usaha budidaya pada areal lahan diantara jalur tanggul angin (jalur
tanaman cemara dan pandan) dengan menanami tanaman semusim bernilai ekonomi
tinggi (semangka, mentimun, bawang merah, cabe keriting tampar, terong, dll). Upaya
perbaikan agregat tanah pasiran lapisan permukaan (top soil) di lahan pantai berpasir
dilakukan dengan metode pemberian ameliorat bahan organik (pupuk kandang) dan
tanah liat ke areal budidaya yang letaknya berada diantara jalur tanggul angin
(Sukresno, 1998). Secara teknis pemberian ameliorat pupuk organik dan tanah liat
untuk perbaikan agregat adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah, pertumbuhan
tanaman dan hasil tanaman. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara membenamkan
ameliorat tersebut ke tanah berpasir sedalam + 10 - 30 cm. Hal ini dimaksudkan agar
kelengasannya tetap terjaga dan beratnya yang ringan bila kering tidak mudah tererosi
(Sukresno, 1998).
Berbagai upaya pengendalian erosi angin telah diuji oleh BTPDAS pada tahun
1997/1998 secara nyata hasilnya telah meningkatkan kondisi tanah dan produktivitas
lahan pasir pantai menjadi lebih baik (Sukresno, 1998), antara lain.:
1) Pertumbuhan tanaman tanggul angin (Casuarina equisetifolia, Gleriside dan
Pandanun tectorius) mencapai > 60% sehingga bermanfaat untuk meningkatkan
produktivitas tanaman-tanaman budidaya (semangka, mentimun dan jagung),
2) Dampak penerapan jalur tanggul angin dan tanaman-tanaman budidaya secara
positip memperbaiki iklim mikro setempat (suhu tanah dan laju evaporasi yang
lebih rendah),
3) Perlakuan vegetatif yang diterapkan pada lahan pasir pantai memberikan dampak
yang baik pada perbaikan sifat-sifat fisik dan kimia tanahnya, antara lain.: bahan
organik tanah lebih tinggi, BV dan BJ lebih rendah, Na tersedia lebih tinggi
sebagai akibat dari tertangkapnya pasir bergaram oleh tanaman,
4) Hasil produksi tanaman semangka (jenis New Dragon) yang ditanam diantara
tanaman tanggul angin tertinggi sebesar 31,6 t/ha (perlakuan kombinasi tanah liat
45 t/ha dan pupuk kandang 36 t/ha) dengan rata-rata hasil antara 20-30 t/ha).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 13


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Dari kegiatan kajian tahun 1998/1999, hasil yang dicapai (Sukresno, 1999a),
antara lain.:
1) Tanaman Casuarina equisetifolia (cemara laut) sangat sesuai sebagai tanaman
tanggul angin dilahan pantai berpasir serta dapat dikembangkan melalui
pembiakan vegetatif cara merunduk.
2) Tanaman tanggul angin dan tanaman budidaya diantara jalur tanggul angin
bermanfaat sangat nyata baik dalam mengendalikan erosi pasir maupun
memperbaiki iklim mikro setempat.
3) Tanaman budidaya yang ditanam diantara jalur tanggul angin (semangka, terong,
bawang merah, cabe merah keriting tampar dan kacang panjang) secara nyata
dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan bila beberapa perlakuan
diterapkan, seperti: pemakaian tanah liat sebagai alternatif pengganti pupuk
kandang, pengaturan jarak tanam, pengaturan waktu tanam yang sesuai, dan
pengaturan pemberian air yang sesuai.
4) Diantara tanaman-tanaman budidaya yang dicobakan di lahan pantai berpasir,
perlakuan model pertanaman bawang merah yang ditumpang gilirkan dengan
cabe merah keriting tampar dan kacang panjang atau model pertanaman terong,
memberikan prospek dampak yang positip baik pada aspek ekonomi (peningkatan
hasil per satuan luas) maupun lingkungan (pengendalian erosi pasir (dipanen
secara bertahap sampai 180-210 HST).

D. Teknik Budidaya Tanaman yang Dikembangkan


D.1. Tanaman Tanggul Angin.

D.1.a. Cemara Laut (Casuarina equisetifolia)


Tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia) merupakan tanaman berumah
satu (monoecious) yang dapat mencapai tinggi 50 m dan diameter batang 100 cm. Kulit
kayu berwarna hijau kecoklatan-coklat gelap. Spesies ini banyak diketemukan dekat
dengan wilayah pantai berpasir di Kalimantan. Kayunya sangat berat, sangat keras
dengan BJ 1.04-1.18 g/cm3, kelas awet II-III, kelas kekuatan I-II, sehingga sesuai untuk
bangunan, lantai, dinding, bantalan, tiang listrik, perkapalan, dan arang. Tanaman
cemara laut merupakan tanaman yang tahan terhadap garam, kekeringan, dan keasaman

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 14


08122686657, adbsolo@yahoo.com
tanah. Tanaman ini dapat mengikat N dari udara sebanyak 50-80% sehingga akumulasi
hara pada lantai hutan sangat tinggi, yaitu 1600 kg N/ha dan 85 kg P/ha.
Untuk pemanfaatan Casuarina equisetifolia sebagai tanaman TA yang terbaik,
tanaman cemara laut tersebut ditanam pada lahan pantai berpasir dengan jarak tanam 3
m x 3 m dengan sistem selang-seling (gigi belalang) dengan posisi tegak lurus
menghadap arah angin. Untuk mengembangbiakan tanaman yang dapat dilakukan
sebelum tanaman menghasilkan biji adalah melalui metode vegetatif, yaitu dengan cara
merunduk (layering). Untuk memperoleh bibit yang lebih cepat terbentuk, pada bagian
batang yang dirundukkan diberi perlakuan pengupasan secara melingkar, kemudian
pada ujung kulit kayu terkupas bagian atas diberikan pasta zat perangsang pertumbuhan
jenis rootone-F (Sukresno, 2000).

D.1.b. Pandan (Pandanus tectorius)


Tanaman pandan adalah jenis perdu yang paling banyak tumbuh di daerah
pantai berpasir. Akarnya berupa akar tunjang yang tumbuh lurus mengikuti pangkal
batang sehingga bentuk tanaman seperti kerucut. Daunnya panjang-panjang dan berduri
di tepi kedua sisinya. Buah berupa buah majemuk yang berbentuk seperti bola panjang
berwarna kuning hingga merah jingga (Kartawinata, 1979).
Sebagai tanaman perdu untuk mengendalikan erosi pasir, maka tanaman ini
ditanam secara rapat menurut jalur yang tegak lurus arah angin. Untuk areal budidaya
penanaman tanaman ini dilakukan pada jalur yang merupakan batas antar pemilik
penggarap (Sukresno, 1999b).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 15


08122686657, adbsolo@yahoo.com
D.2. Tanaman Tahunan

D.2.a. Keben (Barringtonia asiatica) = lecythidaceae/barringtoniaceae

Barringtonia asiatica KURZ (B. speciosa FORST.). Di Jawa dikenal


dengan nama: Butun, Keben.
Pohon dari Asia Tenggara,tinggi hingga 17 m dan gemangnya 50 cm, pada
umumnya agak bengkok, bercabang-cabang rendah dekat tanah, tumbuhnya
berpencar-pencar di pantai-pantai yang berpasir dan berkarang, kadang-kadang
ditanam karena daunnya yang bagus dan bunga-bunganya yang indah. Kayunya
lunak dan tidak awet. Namun di Kediri menurut pemberitahuan secara lisan, kayu ini
dapat digunakan untuk membangun rumah.
Buah-buahnya yang persegi empat dan sebesar tinju itu terdiri atas kulit yang
berserabut, dibawahnya yang tanpa tempurung terdapat sebutir biji yang juga sedikit
banyak bersegi empat. Biji ini keras, di dalamnya putih dan agak berlendir. Biji ini,
oleh masyarakat Ternate biasa digunakan untuk menangkap ikan-ikan di sungai.
Di Ternate, biji yang dilumatkan ini dioleskan pada ruam seperti kudis guna
membasmi parasit-parasit yang menjadi penyebabnya. Abu biji-bijinya yang dipirik
menjadi serbuk dicampur dengan ramuan-ramuan lain, digunakan sebagai obat dalam
maupun luar terhadap kolik/mulas (Rumphius dalam Heyne, 1987). Penemuan baru
membuktikan biji keben berupa obat tetes dapat dipakai untuk mengobati penyakit
katarak (Trubus No.434, Januari 2006 XXXVII).

D.2.b. Bintangur (Calophyllum inophyllum) = guttiferae

Calophyllum inophylum LINN. Di Indonesia dikenal dengan nama


Bintangur dan di Jawa dikenal dengan nama Nyamplung. Pohon agak tinggi
mencapai 20 m dengan diameter batang yang besar hingga 1.50 m, dengan batangnya
sangat pendek, bercabang rendah dekat permukaan tanah. Pohon ini tersebar di
seluruh daerah tropis, hampir khusus di sepanjang pantai dan biasanya tumbuh
sedikit banyak mengelompok.
Kayu memiliki berat agak ringan hingga sedang, tetapi padat dan agak halus
struktumya, berurat kusut, sehingga tak dapat dibelah. Karena kayu ini tidak
membelah maka baik digunakan untuk roda, poros dan alas meriam berat. Kayu juga

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 16


08122686657, adbsolo@yahoo.com
dipakai untuk memangkal perahu, karena bagian luarnya biasa awetnya di dalam air
laut. Karena keawetannya yang tinggi, kekuatan serta lukisan kayunya yang indah
maka di Jawa kayu ini bernilai tinggi.
Gelam kayu berpotensi sebagai obat. Jika dihilangkan lapisan luarnya,
direbus dalam air dengan gelam Intsia amboinensis, samama (Anthocephalus
macrophyllus HAVIL.) dan gayang laut serta rebusannya diminum, mempunyai
khasiat pembersih untuk wanita bersalin, mengobati kencing berdarah dan penyakit
kencing nanah (Heyne, 1987). Pohon ini menghasilkan damar yang berguna
mengobati rematik (encok), sendi-sendi kaku dan pereda kejang yang mujarab. Air
rendaman daun dapat dipakai untuk mencuci mata yang meradang . Bijinya setelah
disalai juga dapat dipakai untuk mengobati ruam seperti kudis.

D.2.c. Waru (Hibiscus tilliaceus) = malvaceae


Hibiscustiliaceus LINN. Di Jawa dikenal dengan nama: Waru. Tumbuhan ini
ditemukan di daerah-daerah tropis, terutama tumbuh di pantai-pantai berpasir atau di
dekat pesisir, biasanya berkelompok. Di Jawa pohon ini ditanam di pekarangan dan
di pinggir-pinggir jalan daerah pesisir, namun jarang sekali di daerah pedalaman.
Tumbuhan ini dianjurkan agar dibudidayakan untuk menghasilkan kayu bakar pada
tanah-tanah tak berguna yang berpasir, kering dan asin, terutama sekali di sekitar
pantai.
Rebusan akar Waru setelah dicampur dengan akar tapakliman (daun
mangkokan) dapat digunakan sebagai obat dalam untuk penurun panas (demam).
Di Madura daun waru telah digunakan sebagai makanan ternak pada waktu
kekurangan makanan lain, sakir panas pada saat demam. Daun waru yang dilumatkan
dan ditaruh pada bisul menjadi obat pematang dan pemecah bisul tersebut. Kepala
yang dicuci dengan air remasan daun waru muda akan mendatangkan rasa sejuk serta
menambah kesuburan rambut. Rebusannya pun dianggap berkhasiat mengobati sulit
kencing.

D.2.d. Ketapang (Terminalia catappa) = combretaceae

Terminalia Cattapa LINN. Di Jawa dikenal dengan nama Ketapang.


Raksasa rimba memiliki tinggi hingga 40 m dan gemang batangnya 2 m; tingginya

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 17


08122686657, adbsolo@yahoo.com
20 m dan gemangnya 1 m, tumbuh liar di dataran rendah nusantara. Di Jawa hanya di
pantai atau ditanah masin dekat pesisir; pohon ini ditanam demi buah-buahnya
hingga kurang lebih 800 m di atas permukaan laut, tetapi terutama sekali di daerah
panas dan dekat pesisir.
Kulit kayu yang kaya akan damar sering digunakan sebagai obat penutup luka
sariawan dan dapat menyembuhkan radang selaput lendir usus. Biji buah ketapang
yang dibudidayakan dapat dimakan mentah seperti biji kenari, lebih kering dan
rasanya lebih enak.

D.3. Tanaman Budidaya.

D.3.a. Semangka (Citrullus vulgaris)


Tanaman semangka termasuk dalam keluarga buah labu-labuan
(Cucurbitaceae) yang berasal dari Afrika tropika. Daya tarik budidaya semangka
terletak pada nilai ekonominya yang tinggi, berumur relatif singkat (70-80 hari).
Keuntungan yang dapat diperoleh dari budidaya semangka dilahan pantai berkisar
antara 1-2 kali lipat dari investasinya. Hasil rata-rata semangka jenis New Dragon per
hektar di lahan sawah mencapai 24 ton.
Tanaman semangka yang ditanam diantara jalur tanaman TA di pantai berpasir
Samas, DIY menggunakan bedengan dengan jarak tanam 4 m x 0.65 m dan jarak antar
bedeng 0.6 m. Dengan pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha, ZA 500 kg/ha,
urea 150 kg/ha, KCl 350 kg/ha, dan TSP 500 kg/ha dapat memberikan hasil pada tahun
I, II, dan III masing-masing sebesar 20 ton/ha, 21 ton/ha, dan 25 ton/ha (Sukresno,
1999a).

D.3.b. Terong Ungu (Solanum melongena)


Tanaman terong sudah lama dikenal dan dibudidayakan baik untuk lalapan
maupun sayuran karena banyak mengandung gizi, terutama vitamin A. Jenis dan
varietas terong mempunyai aneka bentuk, ukuran, dan warna buah dengan varietas lokal
maupun unggul. Varietas unggul yang banyak ditanam petani adalah jenis Farmers
Long (Taiwan) dan Money Maker No.2 (Jepang). Ciri-ciri jenis Farmer Long adalah
umur tanaman pendek, pertumbuhannya tegak, tahan penyakit layu Fusarium, buahnya

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 18


08122686657, adbsolo@yahoo.com
panjang-lurus, warna ungu-kemerah merahan, dan berserat halus. Produksi rata-rata
terung hibrida adalah 30 ton/ha.
Tanaman terong yang ditanam sebagai tanaman budidaya setelah semangka
diantara jalur tanaman TA di pantai Samas, DIY adalah jenis hibrida (ungu), jarak
tanam seperti semangka, hasil yang diperoleh 26.4 ton/ha (Sukresno, 1999a).

D.3.c. Bawang Merah (Allium cepa)


Tanaman bawang merah termasuk keluarga Liliaceae dengan ciri berumbi lapis,
berakar serabut, dan berdaun silindris. Umbi lapis tersebut berasal dari pangkal daun
yang bersatu dan membentuk batang-batang semu serta berubah bentuk dan fungsinya.
Sebagai tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh tegak, tingginya dapat
mencapai 15-20 cm dan membentuk rumpun. Karena sifat perakaran yang berbentuk
serabut maka bawang merah kurang tahan (peka) terhadap kekeringan. Dari satu umbi
yang ditanam dapat membentuk tunas-tunas lateral sebanyak 2-20 tunas, yang akhirnya
akan menjadi umbi sebagai hasil panennya. Hasil panen bawang merah yang
pertumbuhannya baik dan ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dapat mencapai
10-15 ton/ha.
Tanaman bawang merah yang ditanam di lahan pantai berpasir di Samas,
ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, pupuk kandang 30 ton/ha memberikan
hasil 7.5 ton/ha (Sutikno dkk., 1998).

D.3.d. Cabe Merah Keriting (Capsicum annuum)


Tanaman cabe adalah tanaman hortikultur, mudah dikenal, banyak manfaat, dan
merupakan tanaman semusim. Tanaman berbentuk perdu dengan ketinggian antara 70-
110 cm, memiliki banyak cabang dan pada setiap percabangan akan muncul buah cabe.
Ukur dan bentuk buah tergantung dari jenis dan varietasnya. Untuk jenis cabe cerah
dengan bentuk ramping-memanjang, umur dapat mencapai 115 HST, dan pedas adalah
sesuai untuk ditanam dari dataran rendah-dataran tinggi. Produksi rata-rata dari cabe
hibrida dengan pertumbuhan baik dapat mencapai 30 ton/ha dan untuk cabe lokal
berkisar antara 10-15 ton/ha.
Pemanfaatan lahan pantai berpasir di Samas dengan tanaman cabe besar yang
ditanam dengan jarak tanam 15 cm x 25 cm, pupuk kandang 36 ton/ha, dan diberi

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 19


08122686657, adbsolo@yahoo.com
mulsa jerami 6 ton/ha, memberikan hasil sebesar 44.2 ton/ha (Sutikno dkk., 1998).
Sedang pada penanaman tumpang gilir cabe merah keriting dengan kacang panjang
yang ditanaman setelah bawang merah dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm memberikan
hasil 5 ton/ha (Sukresno, 1999a).

D.3.e. Kacang Panjang (Vigna sinensis)


Tanaman kacang panjang sudah umum dibudidayakan diantara kacang
tunggak, kacang uci dan kacang hibrida. Kacang panjang yang merupakan tanaman
semusim jenis merambat dan setengah membelit memiliki batang yang panjang, liat dan
sedikit berbulu serta berbuku-buku. Buah kacang panjang berbentuk polong dengan
ukuran panjang dan ramping, berwarna hijau keputih-putihan (muda) atau kemerah-
merahan, namun menjadi putih kekuning-kuningan atau hijau kekuning-kuningan (tua).
Sistem perakaran tanaman ini dapat menembus lapisan olah tanah hingga kedalaman 60
cm. Tanaman kacang panjang termasuk jenis tanaman yang akar-akarnya dapat
bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk mengikat N dari udara. Unsur N terikat
dari bintil-bintil akarnya dapat mencapai 198 kg bintil akar/tahun atau setara dengan
440 kg urea. Produksi polong muda kacang panjang dapat mencapai 20 ton/ha.
Penanaman tanaman kacang panjang yang ditanam dengan cabe merah
keriting pada lahan pantai berpasir dengan jarak tanam 30 cm x 60 cm, memberikan
hasil sebesar 19 ton/ha (Sukresno, 1999a).

E. Sosial, Ekonomi dan Budaya


E.1. Adopsi

Adopsi dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa
pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada
diri seseorang setelah menerima inovasi. Mengingat adopsi adalah suatu proses
perubahan maka ada beberapa tahapan yang dilalui (Pusat Penyuluhan Kehutanan,
1997) yaitu :
a) Awareness (kesadaran) yaitu sasaran mulai sadar tentang inovasi yang
ditawarkan
b) Interest yaitu tumbuhnya minat yang ditandai oleh keinginan untuk
mengetahui lebih banyak tentang hal-hal yang berkaitan dengan inovasi.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 20


08122686657, adbsolo@yahoo.com
c) Evaluation yaitu penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi yang
meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial budaya dan kesesuaiannya dengan
kebijaksanaan pembangunan.
d) Trial yaitu masyarakat mulai mencoba dalam skala kecil untuk lebih
meyakinkan penilaiannya.
e) Adoption yaitu menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan
berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan sendiri.
Menurut Pusat Penyuluhan Kehutanan (1997), kecepatan masyarakat
mengadopsi suatu teknologi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
a. Sifat inovasi yang ditawarkan yaitu sifat intrinsik (yang melekat pada inovasinya)
antara lain keunggulan teknis, ekonomis dan budaya, mudah tidaknya
dikomunikasikan dan diamati, serta sifat ekstrinsik yang mencakup kesesuaian
lingkungan setempat dan tingkat keunggulan relatif dibanding teknologi yang
sudah ada.
b. Sifat sasaran yaitu cepat atau tidaknya sasaran mengadopsi suatu inovasi yang
menurut Rogers (1971) dibagi dalam 5 kelompok yaitu : (a) Golongan perintis;
(b) Golongan penerap dini/pelopor; (c) Golongan penganut dini; (d) Golongan
penganut lambat dan (e) Golongan kolot/penolak.
c. Cara pengambilan keputusan, dimana secara individu lebih cepat dibandingkan
secara kelompok.
d. Saluran komunikasi yang digunakan dapat berupa media masa, kelompok atau
media antar pribadi.
e. Keadaan penyuluh yaitu tergantung bagaimana kegigihan dan kerajinan penyuluh
dalam menyampaikan inovasi.
f. Sumber informasi yang antara lain media masa, penyuluh, teman, tetangga, serta
pedagang.

E.2. Pengertian Partisipasi

Secara harfiah, partisipasi berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan;
keikutsertaaan atau peran serta dalam suatu kegiatan; peran serta secara aktif atau
proaktif dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai
bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 21


08122686657, adbsolo@yahoo.com
karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya
(ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Irfani, 2004).
Sedang menurut Keith Davis (1962) dalam Karyana (2004), participation
can be defined as mental and emotional involvement of a person in group situation
which encourages to contribute to group goals and share responsibility in them.
Dalam definisi tersebut terdapat tiga gagasan yang penting yaitu :
a) Dalam partisipasi bukan semata-mata keterlibatan secara jasmaniah, tetapi
juga keterlibatan mental dan perasaan.
b) Adanya kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha untuk
mencapai tujuan kelompok.
c) Adanya tanggung jawab bersama.
Sambroek dan Eger (1996) mendefinisikan partisipasi sebagai suatu proses
dimana seluruh pihak terkait (stakeholder) secara aktif terlibat dalam rangkaian
kegiatan, mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Pelibatan semua
kelompok tidak selalu berarti secara fisik terlibat, tetapi yang penting adalah
prosedur pelibatan menjamin seluruh pihak dapat terwakili kepentingannya.
Partisipasi harus sudah dimulai sejak evaluasi sumberdaya yang ada sebelum
perencanaan disusun.
Menurut Irfani (2004), pendekatan partisipatif lahir sebagai kritik terhadap
metode penelitian konvensional antara lain penelitian yang banyak menggunakan
logika sains dan penelitian etnometodologis. Penelitian konvensional dirasa
mengandung beberapa kelemahan antara lain : 1) hanya menghasilkan pengetahuan
yang empiris-analitis dan cenderung tidak mendatangkan manfaat bagi obyek
(masyarakat) dan 2) banyak bermuatan kepentingan teknis untuk melakukan
rekayasa sosial (social enginering). Sebagai alternatif muncul pendekatan
partisipatif. Kepentingan pendekatan ini adalah pelibatan masyarakat. Metode yang
menggunakan pendekatan partisipatif antara lain Participatory Rural Appraisal
(RRA) dan Participatory Action Research (PAR). Pendekatan ini menekankan
pentingnya proses sharing of knowledge antara peneliti dengan masyarakat di lokasi
penelitian. Proses analisa dilakukan bersama peneliti dan masyarakat. Hasil analisa
langsung dikembalikan kepada masyarakat untuk disusun rencana tindakan bersama.
Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut riset aksi, dimana ukuran dari

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 22


08122686657, adbsolo@yahoo.com
pendekatan adalah terjadinya perubahan sosial. Melalui PAR, pihak terkait menarik
pelajaran dan pengalaman melalui observasi, perencanaan, aksi dan refleksi secara
bersama dan terus-menerus. Proses interaksi antara pihak terkait melalui siklus
belajar PAR dijadikan dasar observasi. Dalam hal ini, alat bantu observasi utama
adalah dokumentasi proses (Kusumanto, 2002).
Partisipasi dalam pembuatan keputusan berarti mendefinisikan
permasalahan, memilih alternatif pemecahan masalah yang memuaskan bagi
masyarakat dan menetapkan bagaimana melaksanakan keputusan tersebut. Pelibatan
masyarakat dalam suatu proses perencanaan perlu menganut prinsip dasar proses
partisipatif, yaitu :
1. Partisipasi penuh (Full Participation), dimana proses pengambilan keputusan
melibatkan seluruh pihak terkait dan terkena program, termasuk pihak-pihak
yang selama ini diabaikan.
2. Saling pengertian ( Mutual Understanding) dimana kesepakatan kegiatan
harus bersifat awet. Para pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu menerima
secara terbuka pikiran dan harapan yang berkembang dalam proses
pengambilan keputusan.
3. Solusi yang diterima semua pihak (Inclusive Solution) dimana solusi yang
diciptakan berangkat dari proses integrasi antara perspektif dan kebutuhan
semua pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Dengan demikian solusi
yang diciptakan bisa sesuai dengan visi dan karakteristik yang terlibat dalam
kegiatan.

E.3. Perencanaan Partisipatif

Perencanaan adalah suatu proses menyusun langkah-langkah untuk


mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam konsteks suatu komunitas (masyarakat),
perencanaan berarti himpunan langkah untuk memecahkan persoalan dan kebutuhan
komunitas tersebut, guna mencapai maksud dan tujuan tertentu yang bisa
diidentifikasikan sebagai keadaan yang lebih baik. Sedang perencanaan partisipatif
adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat dan dalam
prosesnya melibatkan rakyat (Abe, 2002).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 23


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Menurut Abe (2002), tahap-tahap untuk menyusun perencanaan dari bawah
adalah penyelidikan, perumusan masalah, menentukan tujuan dan target,
mengidentifikasi sumberdaya (daya dukung), merumuskan rencana kerja, dan
menentukan anggaran yang hendak digunakan dalam realisasi rencana.

1. Penyelidikan

Penyelidikan adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan


mengumpulkan persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat. Dalam
proses ini, keterlibatan masyarakat menjadi faktor kunci. Melalui proses ini,
masyarakat diajak untuk mengenali secara seksama problem-problem yang
mereka hadapi.

2. Perumusan masalah

Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari hasil penyelidikan. Untuk


mencapai perumusan perlu dilakukan suatu proses analisis atas informasi
yang ada, untuk menemukan keterkaitan antara satu fakta dengan fakta yang
lain. Masyarakat harus terlibat dalam proses, agar rumusan masalah dapat
mencerminkan kebutuhan dari komunitas dan bukan sekedar keinginan.
(catatan : pendamping/petugas diharapkan mampu menjadi teman
diskusi/fasilitator yang baik sehingga perumusan masalah yang diperoleh
merupakan hal yang dapat dicarikan jalan keluarnya). Pengorganisasian
masalah perlu juga dilakukan untuk menyusun kembali masalah, menyeleksi
masalah, melihat hubungan sebab-akibat dari masalah tersebut,
mendiskusikan prioritas masalah dan menggalinya, menganalisis alternatif
pemecahan masalah, dan pengembangan potensi sosial. Pengorganisasian
masalah merupakan tahapan yang sangat kritis dalam proses pembangunan
masyarakat, karena apabila terjadi kesalahan dalam menganalisis dapat
mengakibatkan kebutuhan riil masyarakat tidak dapat diketahui (Hikmat,
2001).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 24


08122686657, adbsolo@yahoo.com
3. Identifikasi daya dukung

Daya dukung bukan hanya sekedar dana konkrit, tetapi keseluruhan aspek
yang memungkinkan terselenggaranya aktivitas dalam mencapai tujuan dan
target yang telah ditetapkan. Daya dukung ini bisa merupakan daya dukung
konkrit, aktual, ada tersedia dan daya dukung yang merupakan potensi (akan
ada atau bisa diusahakan). Pemahaman mengenai daya dukung ini diperlukan
agar rencana kerja yang disusun tidak bersifat asal-asalan tetapi merupakan
hasil perhitungan yang masak (Gambar 1).

Proses Perencanaan
- Mendefinisikan Rumusan Rencana
masalah - Situasi, kondisi
- Menetapkan dan kebutuhan
tujuan dan target - Perubahan yang
- Identifikasi Diskusi diinginkan
sumberdaya intensif yang - Peluang dan
pendukung melibatkan sumberdaya
- Merumuskan masyarakat yang tersedia
rencana tindakan - Rincian rencana
- Menyusun kerja
anggaran

Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana

4. Perumusan tujuan

Tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai (suatu keadaan yang diinginkan)
dan karenanya dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya.

5. Menetapkan langkah-langkah

Proses membuat rumusan yang lebih utuh perencanaan dalam sebuah rencana
tindakan. Umumnya suatu rencana tindakan akan memuat : 1) apa yang
hendak dicapai; 2) kegiatan yang hendak dilakukan; 3) pembagian tugas atau
pembagian tanggung jawab; dan 4) waktu (kapan dan berapa lama kegiatan
akan dilakukan).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 25


08122686657, adbsolo@yahoo.com
6. Anggaran

Perencanaan anggaran bukan berarti menghitung uang, melainkan suatu


usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia. Hal
ini sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah perencanaan.
Dalam konteks perencanaan partisipatif (Abe, 2002), tahapan tersebut bisa
dikembangkan menjadi tahap-tahap berikut :
1) Melakukan identifikasi peserta, sehinga ada pengenalan yang lebih seksama
terhadap mereka yang ingin dilibatkan dalam proses perencanaan.
2) Melakukan identifikasi persoalan-persoalan desa, potensi dan masa depan
yang hendak dicapai. Sebaiknya tim awal telah mempersiapkan suatu
penyelidikan.
3) Setelah bahan terkumpul dan dipilah-pilah bersama, apa yang menjadi
masalah terutama untuk keperluan menemukan sebab dasar dan kaitan antara
satu masalah dengan masalah lain.
4) Melakukan analisis tujuan. Disebut analisis karena dalam proses ini
dilakukan penggalian mengenai apa yang hendak dituju dengan
menggunakan pohon masalah. Tujuan bisa bermakna penyelesaian masalah
atau rumusan yang ingin dicapai.
5) Memilih tujuan untuk persoalan yang komplek sehingga diperlukan langkah-
langkah sistematik agar tujuan utama dapat tercapai. Memilih tujuan
mengandung maksud menetapkan apa yang paling mungkin dilakukan,
dengan mempertimbangkan sumberdaya.
6) Menganalisis kekuatan dan kelemahan.
7) Melakukan perumusan hasil-hasil dalam sebuah matrik program. Dalam
matriks telah disusun dengan lebih seksama yakni tujuan, target, jenis
aktivitas, waktu, tahap kerja, penanggung jawab, sampai pada biaya yang
dibutuhkan. Matriks sebaiknya juga dilengkapi dengan detail kegiatan yang
akan dilakukan.
8) Menyiapkan organisasi kerja. Rumusan perencananan hanya akan menjadi
sekedar rencana bila tidak diikuti dengan kejelasan organisasi kerja. Untuk
itu, semua potensi yang terlibat diharapkan bisa menjadi bagian dari
organisasi kerja.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 26


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Partisipasi warga masyarakat dalam melaksanakan gerakan pembangunan
harus selalu didorong dan ditumbuhkembangkan secara bertahap, ajeg dan
berkelanjutan. Prinsip-prinsi penerapan partisipasi (Hikmat, 2001) yang harus
dilakukan adalah :
1) Masyarakat dipandang sebagai subyek dan bukan obyek
2) Praktisi berusaha menempatkan disi sebagai insider bukan outsider
3) Praktisi berperan sebagai fasilitator, sedang masyarakat yang harus
mengidentifikasi masalah, mendiskusikan, menganalisis, menyeleksi prioritas
masalah, menyajikan hasil dan merencanakan kegiatan aksi.
4) Pelaksanaan evaluasi termasuk penentuan indikator keberhasilan dilakukan
secara partisipatif.
Perencanaan partisipatif dapat dilaksanakan jika praktisi pembangunan
tidak berperan sebagai perencana untuk masyarakat tetapi sebagai pendamping dalam
proses perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat yang mempunyai
peran utama sebagai pengelola perencanaan dari mulai tahap identifikasi masalah
dan kebutuhan, identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal,
penyusunan dan pengusulan rencana hingga evaluasi dari mekanisme perencanaan.
Menurut Hikmat (2001), untuk menjadi pendamping yang baik, ada beberapa
ketrampilan dasar yang harus dimiliki dalam rangka untuk menciptakan kemampuan
internal masyarakat antara lain :
1) Kemampuan melakukan diskusi kelompok yang terarah
2) Kemampuan memfasilitasi analisis pola keputusan yang dilakukan
masyarakat dalam proses perencanaan.
3) Negosiasi yaitu keahlian meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
penawaran program, proyek dan kegiatan yang diusulkan kepada sumber-
sumber lokal.
4) Pengambilan keputusan yaitu keahlian meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengambil keputusan secara demokratis, transparan dan
memperhatikan akuntabilitas masyarakat.
5) Pelibatan berbagai pihak (stakeholders) di tingkat lokal, yaitu keahlian
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi semua untur masyarakat yang
seharusnya memiliki peran yang optimal dalam pembangunan. Stakeholders

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 27


08122686657, adbsolo@yahoo.com
ini harus diidentifikasi bersama masyarakat (siapa, apa perannya dan apa
kontribusinya terhadap pembangunan).
Dalam fungsi manajemen, monitoring dan evaluasi harus dilakukan dari
mulai penyusunan rencana sampai ke pelaksanaan kegiatan untuk memberi masukan
pada setiap tahap kegiatan. Ada beberapa perbedaan antara evaluasi konvensional
dan partisipatif (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan Evaluasi Konvensional dan Partisipatif

Aspek Evaluasi Konvensional Evaluasi Partisipatif


Siapa Ahli dari luar Anggota masyarakat, staf proyek,
fasilitator
Apa Indikator keberhasilan, Masyarakat mengidentifikasi
efisiensi biaya dan keluaran sendiri indikator keberhasilan
hasil/produk yang telah termasuk hasil yang dicapai
ditentukan
Bagaimana Fokus pada ”obyektivitas Evaluasi sendiri, metode
ilmiah”, ada jarak antara sederhana yang diadaptasi
evaluator dan partisipan, ada dengan budaya lokal, terbuka,
pola seragam, prosedur ada diskusi hasil dengan
kompleks, akses terbatas pada melibatkan partisipan dalam
hasil proses evaluasi
Kapan Biasanya tergantung jadwal, Bergantung pada proses
kadangkala juga ada evaluasi perkembangan masyarakat dan
midterm intensitas relatif sering
Mengapa Pertanggungjawaban biasanya Pemberdayaan masyarakat lokal
sumatif, menentukan biaya untuk inisiasi, mengontrol,
selanjutnya melakukan tindakan koreksi.
Sumber : Narayan, Deepa. 1993. Participation Evaluation. World Bank Technical
Paper Number 207. Washington, D. : The World Bank dalam Hikmat, H.
2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press.
Bandung.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 28


08122686657, adbsolo@yahoo.com
III. BAHAN DAN METODE

A. Lokasi Penelitian

Lokasi pengembangan adalah lahan pantai berpasir yang secara


administratif terletak di Desa Petanahan, Kecamatan Petanahan, Kabupaten
Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografi berdasarkan peta topografi skala 1
: 25.000 terletak pada 109o 35’ 20” BT , 07o 44’ 45” LS sampai 109o 36’ 00” BT ,
07o 45’ 15” LS. Kondisi Geologi berupa endapan alluvium pasiran dan jenis tanah yang
terbentuk adalah jenis tanah regosol yang berasal dari endapan pasiran dengan topografi
umumnya berombak. Puncak hujan pada bulan Oktober dan November dengan curah
hujan rata-rata 3378 mm, bulan basah 8.3 bulan dan bulan kering (hujan < 50 mm/bl)
selama 3 bulan. Bulan kering pada bulan Agustus dan September, bulan lembab Juni
dan Juli, sedangkan lainnya adalah bulan basah mulai dari Oktober. Untuk kegiatan
pengembangan dipilih pantai berpasir yang letaknya berdekatan dengan garis pantai
pada areal seluas ± 1 Ha.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan dan peralatan kegiatan pengembangan meliputi :


a. Kegiatan penetapan lokasi, pembuatan rancangan, dan pemetaan lokasi
antara lain : patok, meteran, kompas, peta dasar.
b. Kegiatan pembuatan sarana penahan erosi pasir tanaman TA, antara lain :
Casuarina equisetifolia (camara laut) dan jagung (Zea mays L.).
Bibit tanaman budidaya semusim untuk ditanam diantara jalur tanaman TA
adalah bawang merah.
d. Kegiatan perbaikan tanah berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha
serta pupuk anorganik ZA, KCl, urea, TSP, insektisida, dan fungisida.
e. Kegiatan pengembangan sarana pengairan tanaman budidaya antara lain
berupa bak renteng, pralon, gembor, selang, pompa air.
f. Kegiatan pengamatan perlakuan, antara lain: Sand trap, evaporimeter,
ombrometer, anemometer, termometer udara, dan termometer tanah.
g. Kegiatan sosialisasi masyarakat berupa blanko/kuisioner yang relevan.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 29


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C. Rencana Kegiatan Pengembangan
C.1. Jenis Kegiatan

Kegiatan ini merupakan pengembangan dari hasil penelitian lahan pantai di


Samas yang berlangsung sejak tahun 1997. Disamping itu juga merupakan sarana
sosialisasi pada masyarakat di Kebumen dan juga dicobakan penanaman tanaman
kehutanan yang berfungsi sebagai tanggul angin sekaligus juga sebagai tanaman
permanen yang membuat kondisi lingkungan semakin nyaman dan iklim mikro
semakin baik.

C.2. Tahapan Kegiatan

C.2.a. Mengembangkan jalur TA dengan tanaman Casuarina equisetifolia.

Rancangan demplot pengembangan yang akan dilakukan pada tahun dinas


2006 sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Upaya rehabilitasi lahan pantai
berpasir dilakukan untuk mengendalikan erosi angin, memperbaiki iklim mikro dan
meningkatkan produktivitas lahan. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan pada
lahan pantai berpasir di Desa Sri Gading, Kabupaten Bantul, tanaman yang tepat
sebagai tanggul angin permanen adalah cemara laut (Casuarina equisetifolia).

Penanaman tanaman Casuarina equisetifolia sebagai tanaman tanggul angin


permanen sepanjang 500 m searah garis pantai selebar 15 m. Tanaman tersebut
berfungsi sebagai tanaman penghijauan untuk melindungi tanaman budidaya yang
ditanam di antara jalur tanaman tanggul dari pengaruh erosi pasir, tiupan angin dan
kadar garam. Metode penanaman tanaman tanggul tersebut dilakukan dengan jarak
tanam 5 m x 5 m setiap jalurnya, dengan model ‘gigi belalang’ dengan 3 jalur tanam.

Tanaman tanggul angin sementara yang ditanam pada batas antar petak
digunakan tanaman-tanaman seperti: jagung (Zea mays L.), sorghum (Sorghum L.),
atau ubi kayu karet (Manihot utillisima).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 30


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Budidaya Tanaman
Semusim

Jalur tanaman tanggul


angin sementara Sumur renteng

Jalur tanaman tanggul


angin permanen
(windbreak)

Gambar 2. Layout Pengembangan Demplot Tanaman Budidaya dan Tanaman


Tanggul Angin

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 31


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C.2.b. Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng

Mengembangkan sarana pengairan dengan menggunakan bak tampung dari


buis beton yang dipasang secara berentengan. Sumur renteng tersebut dipakai untuk
persediaan cadangan air tawar sepanjang waktu. Khususnya pada masa pertumbuhan
tanaman diperlukan penyiraman air tawar rutin sehari dua kali pagi dan sore.

C.2.c. Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.

Sedang tanaman budidaya terdiri dari bawang merah dan jagung dengan
beberapa kombinasi. Oleh karena itu, pola yang diterapkan dalam pembuatan
demplot untuk upaya pengembangan rehabilitasi lahan pantai berpasir di Desa
Patanahan akan mengacu pada hasil uji coba yang telah dilakukan.

Tanaman budidaya di antara jalur tanaman tanggul angin untuk sementara


adalah : bawang merah. Adapun kebutuhan bibit per hektar dari Bawang merah
sebanyak 200 kg dan jagung 20 kg.

Dosis ameliorat pupuk kandang untuk meningkatkan produktivitas tanaman-


tanaman budidaya tersebut sebanyak 20 t/ha untuk MT I. Sedang dosis pupuk kimia
per hektar seperti ZA, urea, KCl, dan TSP masing-masing sebanyak 200kg.

C.2.d. Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat.

Namun demikian, untuk tanaman budidaya terlebih dahulu akan dilakukan


identifikasi untuk mengetahui jenis yang relatif sesuai dengan kondisi fisik, minat
masyarakat dan kebutuhan pasar. Demplot akan dibangun pada lahan seluas ± 1 Ha
yang akan dibagi dalam blok-blok yang merupakan petak milik petani penggarap
dengan luas masing-masing 1.000 m2.

C.2.e. Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata

Menyediakan sarana terpadu dalam bentuk tempat-tempat berteduh para


wisatawan yang nyaman untuk menikmati pemadangan pantai dan juga hasil
tanaman yang dibudidayakan di sekitar pantai berpasir.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 32


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C.3. Parameter

C.3.a. Tanaman TA sebagai Pengendali Erosi Pasir


Pengembangkan jalur TA antara lain dengan tanaman Casuarina equisetifolia
dimaksudkan untuk mengendalikan erosi angin. Parameter biofisik yang dikumpulkan
adalah curah hujan, kecepatan angin, erosi pasir, evaporasi, kandungan garam, suhu
tanah, pertumbuhan dan daya tumbuh tanaman cemara laut, serta input dan produksi
tanaman budidaya.

C.3.b. Pengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng


Agar perawatan tanaman dapat berjalan dengan baik perlu disediakan
sarana penyediaan air antara lain dalam bentuk pengembangkan sarana pengairan
berupa sumur bak renteng. Setiap tandon air dari bius beton akan diamati berapa kali
sehari air harus dipompa untuk mengisi bak-bak penampung, dan berapa volume air
yang diperlukan untuk menyirami tanaman tanggul angin, tanaman semusim dan
tanaman kehutanan serta buah-buahan setiap harinya. Kebutuhan air tersebut
dibandingkan pada saat musim kemarau (tidak ada hujan) dengan musim penghujan
(ada tambahan air dari air hujan). Sehingga perlu diketahui tinggi hujan setiap hari
dengan memasang penakar hujan ombrometer (manual).

C.3.c. Pengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.


Pengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai dan untuk
meningkatakan produktivitas lahan. Parameter data yang dikumpulkan dari lapangan
tentang tanaman budidaya sebagai indikator perubahan tingkat produktivitas lahan,
antara lain dengan melakukan pengamatan baik secara : a). vegetatif pertumbuhan
tanaman dan 2). generatif dengan perhitungan dan penimbangan hasil panen.

C.3.d. Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat


Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat lahan pantai berpasir antara
lain juga diamati perubahan kondisi ekonomi masyarakat, yaitu :
— Investasi awal pengembangan lahan pantai berpasir, jaringan irigasi sumur
renteng, pembangunan tanggul angin permanen dan sementara, pembangunan
site budidaya pertanian dan buah-buahan.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 33


08122686657, adbsolo@yahoo.com
— Input output usahatani (tenaga kerja, bibit, pupuk, racun hama penyakit,
output usahatani pokok dan sampingan) dalam volume dan harganya.
— Kondisi ekonomi masyarakat pantai dan kondisi ekonomi rumah tangga
petani pelaksana plot pengembangan.
— Pemanfaatan lahan pantai selama ini.
— Minat masyarakat terhadap upaya rehabilitasi dan pemanfaatan lahan pantai
berpasir untuk usaha tani.
— Minat masyarakat terhadap jenis-jenis tanaman budidaya yang akan ditanam
dan potensi pasar bagi jenis-jenis tanaman budidaya tersebut.

C.3.e. Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata


Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata antara lain dapat
ditinjau dari iklim mikro, keberadaan kelembagaan dan kebijakan yang berlaku :
— Perubahan kondisi iklim mikro sekitar lokasi pengembangan
— Akses jalan menuju ke lokasi dalam bentuk sarana dan prasarana yang
memadai untuk memudahkan pengunjung wisata
— Institusi yang terlibat dalam pengembangan lahan pantai selama ini dan
peranannya dalam pengembangan lahan pantai.
— Potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan pantai berpasir.
— Rencana pengembangan lahan pantai berpasir yang ada.
— Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah daerah dalam
pengembangan lahan pantai berpasir.
— Status lahan pantai berpasir yang akan dikembangkan dan prediksi persoalan
yang timbul kedepan.
— Respon pemerintah daerah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.

C.4. Pengambilan Data

Data yang diambil berupa data primer dengan cara pengamatan langsung di
lapangan dan wawancara.

C.4.a. Tanaman TA Casuarina equisetifolia

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 34


08122686657, adbsolo@yahoo.com
- Prosentase daya tumbuh pembibitan tanaman tanggul angin, kayu-kayuan,
dan buah-buahan
- Prosentase daya tumbuh, pertumbuhan dan perkembangan tinggi tanaman
tanggul angin, kayu-kayuan, buah-buahan dan tanaman semusim.
- Produksi hasil tanaman semusim dengan cara ubinan ukuran 1 m2 diulang
masing-masing 3 kali.

C.4.b. Sarana Pengairan


- Pengukuran tinggi hujan (mm) harian melalui penakar hujan manual
(ombrometer) dan diamati pada setiap jam 07.00 pagi.
- kebutuhan air setiap jenis tanaman dalam satuan volume air cm3 (cc).
- Kecepatan angin, erosi angin, evaporasi, dan suhu tanah, kandungan garam
dan lain-lain faktor iklim diukur pada pagi dan sore setiap hari.

C.4.c. Model Tanaman Budidaya


- Pengamatan pertumbuhan tanaman buah-buahan dan tanaman semusim.
- Produksi tanaman budidaya dikumpulkan setiap panen, dalam hal ini juga
dilakukan pemantauan terhadap volume dan frekuensi pemanenan dari
masing-masing jenis tanaman budidaya.
- Input tanaman budidaya dikumpulkan mulai penanaman sampai dengan
panen. Selain itu, juga dihitung input untuk penanaman tanaman TA.

C.4.d. Tingkat Pendapatan Masyarakat


Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dengan mengamati kondisi sosial
dan budaya masyarakat. Data sosial budaya yang dikumpulkan berupa data primer
dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survei, observasi, diskusi
mendalam, dan pendampingan/pengamatan terhadap kelompok tani. Survei
dilakukan dengan bantuan kuisioner pada masyarakat sekitar pantai dan petani plot.
Pencatatan input output usahatani dan investasi pengembangan lahan pantai
dilakukan secara rutin pada petani contoh. Data sekunder dilakukan dengan
pengumpulan data, informasi, perundangan dan sebagainya pada instansi terkait
seperti BPS, pemerintah daerah, intansi terkait dan sebagainya.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 35


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C.4.e. Kenyamanan Lingkungan Wisata
Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata dengan mengamati
kondisi ekonomi dan kelembagaan di masyarakat. Data ekonomi yang dikumpulkan
berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survei,
observasi, diskusi mendalam, dan pendampingan/pengamatan terhadap kelompok
tani. Survei dilakukan dengan bantuan kuisioner pada masyarakat sekitar pantai dan
petani plot. Harga input dan output dilakukan dengan observasi dan wawancara di
lapangan.
Minat masyarakat terhadap upaya rehabilitasi dan pemanfaatan lahan pantai
serta jenis yang akan ditanam dilakukan melalui focus group discussion dan
wawancara mendalam dengan masyarakat yang akan menjadi peserta dalam
pembuatan demplot. Pemantauan terhadap:
- dinamika kelompok tani (kehadiran, keaktifan, inisiatif)
- institusi yang terlibat dalam pengembangan lahan pantai selama ini dan
peranannya dalam pengembangan lahan pantai.
- Potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan pantai berpasir
- Peraturan dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.
- Status lahan pantai berpasir yang akan dikembangkan dan prediksi persoalan
yang timbul kedepan.
- Respon pemerintah daerah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.

C.5. Pengolahan dan Analisa Data

C.5.a. Tanaman TA Casuarina equisetifolia.


Data biofisik akan dianalisis secara deskriptif untuk menunjukkan
perlakuan yang paling efektif. Dengan mengamati prosentase tumbuh tanaman TA
cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan mengamati pertumbuhan setiap bulannya.

C.5.b. Sarana pengairan berupa sumur bak renteng.


Menyiapkan instalasi saluran irigasi dalam bentuk sumur bak renteng untuk
mengairi tanaman semusim, tahunan dan tanaman TA dengan air tawar.
Menyediakan sarana penampungan air dan melengkapi peralatan penyiraman
tanaman dengan gembor, atau dengan selang plastik.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 36


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C.5.c. Model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai
Pengembangan pola tanam tanaman budidaya dengan penanaman tanaman
semusim : Bawang Merah (Allium cepa) dan Jagung (Zae mays), dan tanaman
tahunan atau kayu-kayuan : Akasia dan Mahoni, sedangkan tanaman buah-buahan :
Rambutan dan Mangga. Mengamati prosentase tanaman yang tumbuh, dan
pengamatan pertumbuhan tanaman setiap bulannya. Setiap masa panen dilakukan
pengkuran hasil produksi dengan cara melakukan pengubinan yang berukuran 1 m2
dan diulang 3 kali.

C.5.d. Tingkat pendapatan masyarakat.


Data sosial ekonomi dan budaya dianalisis secara deskriptif, sedang data
input dan output untuk sementara hanya akan dilakukan analisis biaya pendapatan.
Data sosek yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis. Data disajikan
dalam bentuk tabel dan grafis. Data dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif
kualitatif. Analisis yang dilakukan antara lain analisis finansial, analisis
kependudukan.

C.5.e. Kenyamanan lingkungan sekitar wisata.


Menyediakan kenyamanan rekreasi di sekitar lingkungan pengembangan
tanaman sekitar pantai berpasir sebagai sarana informasi kepada khalayak ramai yang
berkunjung ke pantai. Penyediaan sarana dengan melibatkan masyarakat sekitar pantai
berpasir, dinas pariwisata dan pemerintah daerah. Data yang dikumpulkan berupa
tingkat frekuensi kunjungan masyarakat ke tempat wisata dan lingkungan sekitarnya.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 37


08122686657, adbsolo@yahoo.com
IV. BIAYA DAN ORGANISASI PELAKSANA

A. Biaya Penelitian
Biaya penelitian tahun 2006 sebesar Rp. 57.773.000,- (Lima Puluh Tujuh
Juta Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tiga Ribu Rupiah) dengan perincian biaya penelitian
tahun 2006 sebagai berikut (Tabel 2):

Tabel 2. Biaya Peneltian RLKT Pantai Berpasir di Kebumen

a. Belanja Barang Operasional Lainnya (Rp. 8.288.000,-)


N Jenis Kegiatan Satuan Vol Biaya Jumlah
o Keb Satuan Biaya (Rp)
1 Konsumsi analisa data dan pelaporan OH 25 55.000 1.375.000
2 Foto copy, penggandaan/penjilidan LS 1 763.000 763.000
laporan dan dokumentasi
3 Pengumpulan data tanaman di LS 1 3.750.000 3.750.000
Kebumen
4 Pengumpulan data erosi pasir, arah LS 2 1.200.000 2.400.000
dan kecepatan angina, suhu tanah,
udara dan hujan di kebumen
b. Belanja Bahan (Rp. 23.725.000,-)
No Jenis Kegiatan Satuan Vol. Biaya Jumlah
Keb Satuan Biaya (Rp)
1 ATK dan Operasional komputer LS 1 1.500.000 1.500.000
2 Bahan perlengkapan lapangan LS 1 3.500.000 3.500.000
3 Bahan penelitian LS 1 18.725.000 18.725.000
c. Belanja Perjalanan Biasa (Rp. 25.760.000,-)
No Jenis Kegiatan Satuan Vol. Biaya Jumlah
Kebt Satuan Biaya (Rp)
1 Perjalanan dalam rangka OT 3 1.380.000 4.140.000
konsultasi dan koordinasi ke
Bogor
2 Perjalanan dalam rangka OT 23 940.000 21.620.000
pelaksanaan kegaitan ke Kebumen

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 38


08122686657, adbsolo@yahoo.com
B. Organisasi Pelaksana
Susunan organisasi pelaksana tugas dalam rangka menyelesaikan kajian
tentang Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir tahun
2006 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tim Pelaksana Kegiatan Tahun 2006

No. Nama Jabatan Pendidikan Bidang Keduduk


Keahlian an dalam
TIM

1. Ir. Beny Peneliti S2- Kontan, PJ Ketua


Harjadi,MSc Muda Penginderaa dan SIG Tim/
n Jauh Peneliti

2. S.Andy Cahyono, Asisten S2- Sosial Sosek Anggota/


MSi Peneliti Ekonomi Peneliti
Madya

3. H. Sri Hartono, Calon S1- Konservasi Anggota/


SP. Peneliti Pertanian Peneliti

4. Dona Octavia, Calon S1 – Silvikultur Anggota/


S.Hut Peneliti Kehutanan Peneliti

5. Gunawan Tek STM Pertanian Anggota


Litkayasa Pertanian
Pelaksana

6. Arif Priyanto Calon S1- Pertanian Anggota


Teknisi Pertanian

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 39


08122686657, adbsolo@yahoo.com
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsultasi, Koordinasi dan Orientasi


A.1. Konsultasi

1. Dinas PEDAL (Perhutanan dan Pengendalian Dampak Lingkungan)


Dinas mendukung kegiatan pengembangan penelitian di lokasi pantai
berpasir yang dilaksanakan oleh kantor BP2TPDAS-IBB, antara lain diwujudkan
dalam bentuk : mendampingi setiap konsultasi dengan beberapa kantor dinas
yang terkait di kabupaten pemerintah daerah Kebumen, dan PKL (Penyuluh
Kehutanan Lapangan) ditugaskan untuk terlibat langsung di lapangan

2. Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)


Lahan pantai berpasir selama ini belum dikelola masyarakat karena
anggapan masyarakat bahwa lahan berpasir tidak berpotensi untuk diusahakan
tanaman. Dengan adanya lokasi pengembangan penelitian lahan pantai berpasir
ditunjang dengan fasilitas jalan JLSS (Jalan Lintas Selatan Selatan) jl. Dandeles
dan jl. Diponegoro, maka akses ke lokasi wisata akan mudah dan diharapkan
pariwisata semakin berkembang. Menurut penjelasan dari Bappeda bahwa Perda
tentang status lahan pantai berpasir belum ada. Permintaan dari Bappeda agar
laporan tahunan kegiatan pantai berpasir segera dikirim.

3. Dinas Pariwisata
Lokasi penelitian berdekatan dengan pariwisata, dan lahan untuk lokasi
pengembangan penelitian masih termasuk lahan dibawah pengelolaan Dinas
Pariwisata. Dari pariwisata sangat mendukung kegiatan penelitian dan
pengembangan ini. Pariwisata di Petanahan antara lain di peruntukkan :

- Pesanggrahan Pandan Kuning untuk tempat ziarah malam jumat


- Rekreasi pantai dan motor cross
- Agrowisata dengan penanaman kelapa genjah
4. Kecamatan Petanahan
Dari kantor BP2TPDAS-IBB melaporkan ke kantor kecamatan
Petanahan, bahwa ada kegiatan pengembangan penelitian di desa Karanggadung,
Kecamatan Petanahan yang sudah memasuki tahun ke 2.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 40


08122686657, adbsolo@yahoo.com
5. Polsek Petanahan
Seluruh anggota Tim Penelitian BP2TPDAS-IBB telah dilaporkan
nama-namanya yang akan melakukan kegiatan secara intensif di lokasi dan
direncanakan akan tinggal secara periodik di lapangan untuk jangka waktu yang
lama. Serta memohon dari petugas Polsek untuk selalu mengawasi dan
mengamanan keberadaan Tim Peneliti, mengingat di sekitar lokasi agak rawan.

6. Desa Karanggadung
Kepala lingkungan atau Bayan ada dua yaitu Karangcengis (Darjo) dan
dan Karanggadung (Kartomiharjo). Sebagian besar anggota kelompok tani Pasir
Makmur tinggal di Rt 01 Rw 02 dengan Ketua Pak Ngadimin (Sebut) atau mantu
Pak Manten. Desa Karanggadung menerima keberadaan pengembangan
penelitian di wilayahnya. Diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan
terbentuknya kelompok tani seperti yang diharapkan petugas PKL (Ibu
Sarjiyem). Pertemuan kelompok tani
a. Pertemuan dengan kelompok tani yang dihadiri anggota dan mantan
lurah, bapak lurah dan bapak RT serta tokoh masyarakat lainnya yang
tertarik.
b. Pembicaraan tentang rencana penanaman dengan menunggu hujan datang
serta setalah selesai perbaikan instalasi air dan sumur.
c. Disepakati dilakukan setelah kesibukan menjelang hari raya idul fitri dan
setelah 7 hari lebaran, dengan menyiapkan pembuatan ajir, pengangkutan
tanah dan pembelian pupuk kandang.
Setelah pertemuan pada tanggal 8 Desember 2006 dan melakukan
penggabungan antara KT. Pasir Makmur dengan KT Ternak, maka pertemuan
kelompok tani setiap Rabu malam Kamis minggu pertama, adapun susunan
pengurus kelompok tani pasir makmur berubah menjadi :
Pelindung : Kepala Desa (Sarwana) :
Pembina Teknis : 1. PKL-Penyuluh Kehutanan Lapangan (Sarjiyem)
: 2. BP2TPDAS-IBB (Peneliti dan Teknisi)
Ketua KT. : 1. E. Prayim dan 2. Samikun
Sekretaris : Nur Agus Basuki
Bendahara : 1. Hadi Warsito dan 2. Mujiono

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 41


08122686657, adbsolo@yahoo.com
A.2. Koordinasi

1. Koordinasi dengan UKP


- UKP yang berada di pusat P3HKA ( Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam) di Bogor bertugas untuk mengadakan koordinasi,
mensintesis dan membuat laporan menyeluruh dari hasil-hasil penelitian yang
dilakukan judul-judul yang dipayunginya.
- UKP yang berjudul “Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi Lahan
Terdegradasi” di Ketua oleh Dr. Pratiwi, dan membawahi 18 judul yang
dikerjakan oleh UPT di BPPK Kupang, BPPK Samarinda, BPPK Aek Nauli
Medan, BP2TPDAS-IBB di Surakarta, Loka Ciamis dan BP2TPDAS-IBT di
Makassar.
- Secara garis besar judul-judul dibawah UKP diatas dapat dibagi dalam 3
kelompok besar yaitu tentang : (i) rehabilitasi lahan terdegradasi bekas
tambang, (ii) kelembagaan, (iii) model dan teknik konservasi.
- Konsultasi pada Tim UKP setahun minimal dilakukan 2 kali yaitu pertama
pada saat mengawali kegiatan untuk menyusun RPTP (Rencana Pelaksanaan
Tim Peneliti) dan kedua pada saat menjelang pembuatan laporan.
- Dibentuk jejaring kerja untuk melakukan komunikasi yang lebih intensif
dengan internet, dan dimungkinkan dapat dilakukan diskusi lewat internet
secara tertulis maupun lisan dengan frukuensi minimal triwulanan.
2. Koordinasi dengan Kelompok Tani
− Penelitian pengembangan tanaman pantai berpasir tidak hanya pengembangan
suatu tanaman tertentu, tetapi lebih diutamakan merubah pola pikir masyarakat
sekitar pantai berpasir yang menganggap lahan pantai tidak dapat ditanami
menjadi pola pikir bahwa lahan pantai dapat menghasilkan sesuatu yang
menguntungkan dengan menjaga kelestarian alam lewat RLKT.
− Semua sarana dan prasarana yang ditempatkan di lokasi menjadi milik
kelompok tani Pasir Makmur dan bukan menjadi milik perseorangan atau
milik peneliti atau teknisi BP2TPDAS-IBB, sehingga semua anggota
kelompok tani wajib merasa memiliki dan merawat serta menjaganya dan
mengamankannya.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 42


08122686657, adbsolo@yahoo.com
A.3. Orientasi

1. Orientasi Lokasi
Lokasi penelitian berdekatan dengan pariwisata (±300 m) yang
sebelumnya di sebelah utara tanggul pasir (Gisik) akan dikembangkan di sebelah
selatan yang berdekatan dengan garis pantai. Sehingga perlu dipersiapkan
instalasi air dengan membuat sumur bor dan tandon air dari bius beton.
Disamping itu lokasi pengembangan berdekatan dengan pemukiman eksodan
yaitu pemukiman kembali penduduk yang pulang kampung dari transmigrasi dan
korban bencana tsunami dan tidak memiliki tempat tinggal.

Perkampungan tersebut terletak di desa Tanggulangin yang di bangun


1000 unit, namun rumah yang ditempati kurang dari 300 rumah. Mata
pencaharian mereka diluar dari kegiatan nelayan meskipun di pinggir pantai,
sebagian lagi tidak punya mata pencaharian (pengangguran).

2. Pos Pengamatan/Mess
Pos pengamatan sekaligus dijadikan mess para teknisi dan peneliti dari
BP2TPDAS-IBB terletak dekat dengan lokasi yaitu di rumah Bu Karsinah (Pak
Marno). Pos tersebut dekat juga dengan obyek wisata sehingga koordinasi
dengan petugas dari kantor Pariwisata semakin intensif, disamping dekat dengan
lokasi sehingga lebih sering untuk ditengok/diamati.

3. Gubuk Kerja
Gubuk kerja di peruntukkan bagi tempat berteduh dan istirahat para pekerja dari
terik panas matahari dan juga dari hujan. Gubuk kerja sekaligus untuk pertemuan
kelompok tani untuk membicarakan rencana yang akan datang, untuk
merangsang petani agar berperan aktif. Walaupun pertemuan KT (Kelompok
Tani) juga dimungkinkan dilaksanakan di Balai Desa.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 43


08122686657, adbsolo@yahoo.com
B. Mengembangkan Jalur Tanaman Tanggul Angin
Persiapan lokasi meliputi penempatan gubuk kerja, lokasi areal tanaman
dan pos pengamatan. Untuk itu perlu ijin penempatan lokasi penelitian yaitu dengan
cara :

- Surat pengajuan ijin penelitian dari BP2TPDAS-IBB No. 598/BP2TPDAS-


IBB/2006 tanggal 13 Juni 2006 kepada Bupati cq Kepala Dinas
Kesbanglinmas (Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakat dan Sosial)
yang beralamat di Jl. Ampera No. 11, Telp.0287-381287 Kebumen. 54311
- Surat Rekomendasi penelitian dari Kesbanglinmas no. 072/388 tanggal 15
Juni 2005 disampaikan kepada BAPPEDA (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah) yang beralamat di Jl. Veteran no. 2, Telp. 0287-
381570 Kebumen 54311.
- Berdasarkan surat Rekomendasi dari Kesbanglinmas, BAPPEDA
mengeluarkan surat ijin penelitian no. 071-1/138 yang berlaku selama 3 bulan
dari 15 Juni sampai 15 Agustus 2006. Surat tersebut disampaikan kepada (i)
Kepala Diparta Kab. Kebumen, (ii) Kepala Dinas Hutpedal Kab. Kebumen,
(iii) Kepala Obwis Pantai Petanahan, (iv) Camat Petanahan, dan (v) Kades
Karanggadung Kec. Petanahan
Penelitian tanaman tahunan meliputi tanaman kayu-kayuan (Mahoni dan
Akasia), tanaman buah-buahan (Mangga dan Rambutan) dan tanaman tanggul angin
(Cemara dan Pandan) sepanjang 500 m mendekati garis pantai. Penentuan plot
tanaman semusim rencananya akan diletakkan dibelakang tanaman tanggul angin,
kayu-kayuan dan buah-buahan dengan asumsi bahwa faktor-faktor luar yang bisa
menghambat pertumbuhan tanaman semusim, seperti pengaruh erosi angin dan suhu
yang terlalu panas sudah dieliminer oleh tanaman tersebut diatas. Jika tanaman
tanggul angin belum berfungsi sempurna karena masih kecil, perlu dibantu dengan
penahanan angin secara fisik mekanik dengan tanggul angin sementara dari daun
kelapa atau tanaman jagung.
Dari evaluasi Tim Monev BP2TPDAS-IBB tahun 2005, Konsep awal
ditetapkan bahwa letak tanaman tidak terlalu jauh dari bibir pantai, sehingga pada
tahun 2006 kegiatan tanaman tersebut ditanam dekat dengan bibir pantai dengan
melihat aspek bentuk lahan dan ketersediaan air.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 44


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Kelapa di lokasi wisata dan sekaligus juga lokasi penelitian milik Pak
Manten Abdur Rokhman dan Pak Wasimin. Pola tanam di desa Karanggadung pada
umumnya : Padi (Agustus – November), Kedelai, Kacang panjang dan Palawija
(November – Maret) dan Kacang tanah (April – Juni). Satu ubin atau satu ruu kurang
lebih 14 m2, sehingga seperti Pak Mujiyono yang memiliki lahan 150 ubin, sama
dengan 150 ubin x 14 m2 = 2100 m2. Bulan Juli ditanami cabe rawit dan cabe besar
dan dipanen setelah 4.5 bulan dengan harga Rp. 8.000,-/kg. Tanggul angin berupa
cemara laut dan pandan untuk menahan angin, air garam, dan estetika keindahan
lingkungan. Kebutuhan bawang merah untuk 1 bedeng = 1 ruu = 1 ubin = 14 m2
dibuthkan 1 ½ kg.
a. Untuk persiapan penanaman, yang telah dilakukan adalah :
- perawatan beberapa bibit yang telah disiapkan sebelumnya dengan cara
melakukan penyiangan kebun bibit dan penyiraman setiap hari
(Gambar 3).
- Pembuatan ajir ukuran 150 cm sebanyak 350 buah untuk tanaman
buah-buahan yaitu ajir sekaligus untuk menguatkan tegaknya tanaman,
dan ajir ukurna 80 cm sebanyak 1100 buah untuk tanaman lainnya
- Pembelian ameliorat atau tanah mineral dari tanah sawah yang subur
untuk membantu penyediaan hara bagi tanaman.
- Pembelian pupuk organik berupa pupuk kandang dan ditambah dengan
EM-4 untuk mepercepat dekomposisi pematangan pupuk.
- Stimulan atau inokulan yang diambil dari tanah dibawah tanaman
pandan.
b. Pengukuran kembali luas lahan pantai berpasir yang akan ditanami untuk
tanaman tanggul angin, buah-buahan, tanaman kehutanan dan semusim
(Gambar 4).
c. Perbaikan instalasi air dan perbaikan sumur dengan mencoba diesel
penyedot air dan didistribusikan keseluruh penampung air yang tersebar.
d. Melatih ulang dan mengechek data dari pengamat untuk pengamatan suhu
udara dan suhu tanah (15, 30 dan 45 cm), curah hujan, kecepatan angin,
erosi angin, evaporasi.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 45


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Gambar 3. Persiapan Pembibitan Tanaman Tahunan dan Buah-buahan

Gambar 4. Kondisi Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), saat ditanam di


Lapangan

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 46


08122686657, adbsolo@yahoo.com
C. Mengembangkan Sarana Pengairan Air Tawar
C.1. Kondisi Biofisik dan Iklim

Kondisi biofisik lapangan meliputi sifat fisik dan kimia tanah serta erosi angin
yang terjadi. Sedangkan iklim yang diamati meliputi : curah hujan, evaoprasi, suhu
tanah, suhu udara, dan kecepatan angin. Kondisi sifat fisk tanah dengan tekstur pasir
dan struktur lepas tak berstruktur, memiliki sifat yang porous dengan permeabilitas dan
infiltrasi sangat cepat. Bentuk lahan pada dataran tepi pantai, dengan batuan sedimen,
tanah entisols pada sub ordo orthent, erosi angin yang dominan dengan membentuk
gisik gundukan pasir. Pada daerah yang ada gundukan pasir maka semakin lama akan
semakin tinggi, sebaliknya pada daerah bawah semakin lama akan menjadi lembah.

1. Curah Hujan
Pengamatan hujan dilakukan setiap hari sekali secara manual dengan
menakar dengan gelas ukur. Pencatatat data hujan sekaligus dengan mencatat data
yang lainnya antara lain : kecepatan angin, erosi angin, suhu udara, suhu tanah dan
evaporasi (Gambar 5).

Gambar 5. Pengamat yang Sedang Mencatat Data Iklim dan Biofisik Di Lapangan

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 47


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Dari data hujan pada grafik Gambar 6, bahwa hujan yang terjadi pada bulan
November dan Desember masih dibawah 600 mm/bulan, yaitu jumlah hujan pada
bulan November 566 mm/bulan dengan rata-rata hujan 113 mm/hari. Sedangkan
pada bulan Desember 2006 tinggi hujan 448 mm/bulan dengan rata-rata hujan 89,6
mm/hari. Keadaan yang demikian masih belum cukup untuk penanaman awal
tanaman tahunan maupun tanaman semusim, yang dibutuhkan jumlah hujan lebih
dari 1000 mm/bulan.

CURAH HUJAN 2006 DI PANTAI BERPASIR

Jml
600
Max
500 Rrt
Tinngi H ujan (mm)

400 Min
300

200

100

0
OKT NOV DES
Bulan Pengamatan 2006

Gambar 6. Tinggi Hujan di Lahan Pantai Berpasir, Kebumen

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 48


08122686657, adbsolo@yahoo.com
2. Evaporasi

Pengukuran evaporasi dengan evaporimeter yang berbentuk baskom bulat


dari plat besi dengan tebal 30 cm dan diameter 80 cm (lihat Gambar 7).
Pengambilan data evaporasi pada siang hari (S) jam 13.00 WIB dan malam hari (M)
jam 19.00 WIB, disambing juga diamati total evaporasi satu hari (T). Ternyata
walaupun pengamatan evaporasi malam hari hanya terjadi proses penguapan selama
6 jam, tetapi karena setelah lewat jam 13.00 WIB suhu sangat panas maka akan
terjadi evaporasi besar-besaran, dibandingkan erosi siang hari yang berlangsung
selama 18 jam dari malam jam 19.00 sampai jam 13.00 besuk hari.

Instalasi Air EVAPORIMETER


Sumur & Pralon

Suhu Tanah
15, 30 dan 45 cm Penakar Hujan
OMBROMETER

Gambar 7. Suhu Tanah, Penakar Hujan, Evaporimeter, dan Instalasi Air

Pengamatan evaporasi yang dilakukan selama 4 bulan dari bulan September


sampai dengan Desember 2006, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kondisi
evaporasi baik yang dekat dengan pantai maupun yang jauh dari pantai hampir sama,
sehingga kedua alat tersebut dapat dipakai sebagai ulangan. Evaporasi tertinggi
terjadi pada bulan September (0,9 mm/hari) dan menurun terus sampai bulan
Desember (0,3 mm/hari), hal tersebut disebabkan karena pada bulan setelah

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 49


08122686657, adbsolo@yahoo.com
September sudah mulai turun hujan dan suhu udara juga semakin menurun.
Perbedaan evaporasi siang (S) dan malam (M) sangat signifikan lebih tinggi
pengamatan pada malam hari karena puncak suhu udara setelah siang hari sangat
tinggi sekali, sehingga mengalami penguapan air besar-besaran. Sebaliknya setelah
malam hari terjadi penurunan evaporasi yang sangat drastic atau tidak ada sama
sekali setelah malam hari dan sangat sedikit evaporasi di pagi hari (lihat Gambar 8).

EVAPORASI PANTAI BERPASIR

0,9
Max
0,8
Rrt
0,7 Min
Evaporsi (mm)

0,6

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

0
S M T S M T S M T S M T S M T S M T S M T S M T

SEPT OKT NOV DES SEPT OKT NOV DES

DEPAN DEKAT PANTAI (SELATAN) BELAKANG JAUH PANTAI (UTARA)

Lokasi dan Bulan Pengamatan 2006

Gambar 8. Evaporasi Siang dan Malam Hari di Lahan Pantai Berpasir

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 50


08122686657, adbsolo@yahoo.com
3. Suhu Tanah
Suhu tanah diukur dengan cara menempatkan termometer pada lapisan tanah
diatas (< 15 cm), dibawah (15 – 30 cm) dan lapisan tanah paling bawah (>30 cm),
dan dilakukan pengamatan setiap hari dua kali yaitu pada malam hari (M) dan pada
siang hari (S). Secara umum suhu tanah pada malam hari lebih rendah pada siang
hari, yaitu pada malam hari tertinggi hanya sampai 33 oC sedangkan pada siang hari
suhu tanah bisa mencapai 36 oC (Gambar 9).

SUHU TANAH PADA MALAM HARI

33,5 Max
33 Rrt
32,5 Min
32
Suhu Tanah ( C)
o

31,5
31
30,5
30
29,5
29
28,5
OKT NOV DES OKT NOV DES OKT NOV DES
A < 15 cm B = 15-30 cm C > 30 cm
Solum (Bulan 2006)

Gambar 9. Suhu Tanah Malam Hari di Desa Petanahan, Kebumen

Suhu tanah pada malam hari hampir tidak menampakkan perbedaan antara
lapisan tanah bagian atas dengan lapisan dibawahnya, sedangkan pada lapisan paling
bawah nampak jelas perbedaannya yaitu suhu terendah bisa dicapai sampai 30 oC.
Dari ketiga lapisan tanah memiliki kecenderungan yang sama yaitu jika suhu diatas
naik maka yang dibawahnya pun juga ikut naik, sebaliknya jika suhu tanah dibagian
atas menurun maka dibagian bawah pun juga ikut turun, seperti yang terjadi pada
bulan November yang relatif menurun yaitu rata-rata sekitar 31,5 oC pada bagian atas
dan dibawahnya rata-rata 30,4 oC.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 51


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Suhu tanah pada siang hari justru kebalikan dari suhu tanah pada malam hari
yaitu dimana pada malam hari di bulan Desember suhu tanah paling rendah, tetapi
pada siang hari justru suhu tanah paling tinggi di bulan Desember 2006, yaitu bisa
mencapai 36 oC. Sedang kecenderungannya sama antara suhu lapisan tanah
diatasnya dengan lapisan tanah di dalamnya, yaitu semakin dalam tanah maka suhu
akan semakin menurun (Gambar 10).

SUHU TANAH PADA SIANG HARI

Max
37
Rrt
36 Min
35
Suhu Tanah ( C)
o

34

33

32

31

30
OKT NOV DES OKT NOV DES OKT NOV DES
A < 15 cm B = 15-30 cm C > 30 cm
Solum (Bulan 2006)

Gambar 10. Suhu Tanah pada Siang Hari, untuk Lapisan Tanah A, B, dan C.

Suhu tanah tertinggi siang hari 36 oC pada lapisan diatas dan suhu terendah
siang hari 32 oC pada lapisan paling bawah. Selama tiga bulan pengamatan suhu
tanah pada bulan Oktober 2006 tidak terlalu fluktuatif artinya suhu tertinggi dengan
terndah tidak begitu menyolok, sedangkan pada bulan Desember 2006 lebih
fluktuatif. Begitu juga pada lapisna tanah diatas tidak terlalu fluktuatif, sedangkan
pada lapisan tanah dibawahnya relatif fluktuatif.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 52


08122686657, adbsolo@yahoo.com
4. Suhu Udara
Suhu udara juga dilakukan pada siang hari (S) dan malam hari (M), dimana
suhu pada malam hari jauh dibawah suhu pada siang hari. Bahkan suhu terendah
bisa mencapai 20 oC, dan lebih rendah suhu tanah yang paling bawah yang minimal
30 oC (lihat Gambar 11).

SUHU UDARA PASIR BERPANTAI

40

35 Max
30
Rrt
Suhu Udara ( C)

Min
o

25

20

15

10

0
SPT OKT NOV DES SPT OKT NOV DES

SUHU MALAM HARI SUHU SIANG HARI


Suhu Udara Malam dan Siang

Gambar 11. Suhu Udara Lahan Pasir Berpantai pada Siang dan Malam Hari

Suhu malam hari dari bulan September sampai Desember 2006 yaitu
terendah 20 oC dan tertinggi 24 oC. Sedangkan suhu udara siang hari dari 4 bulan
yang sama yaitu tertinggi 36 oC dan terendah 27 oC. Pada siang hari terjadi angin
laut ke daratan, sehingga panas udara disamping karena lahan berpasir juga ditambah
uap panas dari air laut akibat evaporasi. Sedangkan pada malam hari terjadi
sebaliknya yaitu angin darat ke lautan sehingga tidak ada tambahan suhu dari uap
panas air laut dismaping pada malam hari hampir tidak ada evaporasi air laut.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 53


08122686657, adbsolo@yahoo.com
5. Kecepatan Angin
Kecepatan angin diukur dengan cara mengarahkan alat pengukur
berhadapan dengan arah angin, sehingga akan menunjukkan jarum spedometer.
Kecepatan angin ini juga dipakai untuk mengetahui besarnya erosi angin yang akan
terjadi akibat kecepatan angin yang berbeda (Gambar 12).

Gambar 12. Pengukuran Kecepatan Angin dengan Menghadapkan ke Arah Angin.

Kecepatan angin yang semula dilakukan pengukuran pada malam (M) dan
siang (S) hari ternyata pada malam hari tidak ada angin sama sekali atau sangat kecil
karena arah angin dari darat ke lautan pada malam hari tidak terlalu besar.
Sebaliknya kecepatan angin dari lautan ternyata sangat tinggi yaitu bisa mencapai 12
km/jam pada bulan Oktober 2006. Kecepatan angin terendah pada bulan Desember
2006 yaitu hanya 2 km/jam (lihat Gambar 13). Arah angin dari lautan yang terjadi
dapat menimbulkan bentuk gisik atau gundukan pasir yang terjal yang menghadap ke
lautan dan relatif landai yang membelakangi lautan atau tidak terkena angin laut.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 54


08122686657, adbsolo@yahoo.com
KECEPATAN ANGIN PANTAI SIANG HARI
Max

Kecepatan Angin (km/jam)


14
Rrt
12
10 Min
8
6
4
2
0
SPT OKT NOV DES
Bulan Pengamatan Tahun 2006

Gambar 13. Kecepatan Angin Lahan Pantai Berpasir di Siang Hari

Kecepatan angin yang terjadi ternayata tidak berkorelasi dengan erosi angin
yang ditangkap dengan alat sandtrap, hal tersebut karena tidak semua kecepatan
angin bisa membawa sejumlah pasir yang dipindahkan ke tempat lain karena pasir
dalam keadaan lembab atau basah. Misalnya pada bulan Oktober dimana kecepatan
angin tertinggi bisa mencapai 12 km/jam ternyata hanya mampu memindahkan pasir
sejumlah 15, 243 g/bulan. Sedangkan pada bulan Desember 2006 justru erosi angin
lebih tinggi yaitu bisa mencapai 29,78 g/bulan. (lihat ).

40 36,433
35
29,78
Erosi Angin (gr)

30
25
20
15,243 15,876
15
10 6,376 6,472 7,29

5
0
6

6
6

6
00

00

00

00

00

00

00
t.2

t.2
.2

t.2

.2

.2

.2
ei

kt

es

es
ep

ep
gs
.M

.O

.D

.D
.A

.S

.S
10

13

15

22
12

22

29

Gambar 14. Erosi Angin di Lahan Pantai Berpasir Tahun 2006

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 55


08122686657, adbsolo@yahoo.com
6. Erosi Angin

Pemasangan alat penangkap erosi angin (sandtrap) yaitu dekat dengan laut
(D), pada puncak gisik gundukan pasir (G), dan jauh dari laut (J). Masing-masing
diletakkan sebelah Timur (DT, GT, dan JT), diletakkan sebelah barat (DB, GB, dan
JB), dan diletakkan di tengah atau pusat (DP, GP, dan JP). Sehingga ada 9 tiang
sandtrap dan masing-masing dipasang 5 alat penangkap disebelah paling atas (PA),
atas (A), tengah (T), bawah (PB), dan paling bawah (PB), lihat Gambar 15.

PA

PB

Gambar 15. Alat Penangkap Erosi Angin (Sandtrap) dan Bius Beton Instalasi Air

Pengamatan erosi angin pada bulan Mei 2006 tertinggi justru jauh dari
pantai sebelah timur yaitu total mencapai 6 g, dan terendah pada jauh dari pantai
bagian barat yaitu hanya mencapai kurang dari 3 g (lihat Gambar 16).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 56


08122686657, adbsolo@yahoo.com
7,00 Erosi Angin Pantai 10 Mei 2006 PA
6,00

Erosi Angin (g)


A
5,00
4,00 T
3,00 B
2,00
PB
1,00
0,00
DB DP DT GB GP GT JB JP JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)

Gambar 16. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Mei 2006

Pada tanggal 12 Agustus 2006 hampir semua alat sandtrap hanya


menginformasikan erosi angin kurang dari 0,5 g, khusus untuk titik yang jauh dari
pantai sebelah barat dengan total erosi hampir 3 g (Gambar 17).

3,00 Erosi Angin Pantai 12 Agustus 2006 PA


Erosi Angin (g)

2,50
A
2,00
1,50 T
1,00
B
0,50
0,00 PB
DB DP DT GB GP GT JB JP JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)

Gambar 17. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir Bulan Agustus 2006

Pada tanggal 22 september 2006 erosi angin yang terjadi justru berbalik dari
bulan sebelumnya, yaitu erosi angin tertinggi justru pada titik dekat pantai yaitu 1,5
g, sehingga letak titik sandtrap tidak menjamin erosi akan lebih besar atau lebih kecil
(Gambar 18). Hal tersebut karena besarnya sandtrap yang tertangkap tergantung
dari besarnya angin, arah angin, dan banyaknya materi pasir dalam keadaan kering.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 57


08122686657, adbsolo@yahoo.com
2,00 Erosi Angin Pantai 22 Septem ber 2006 PA

Erosi Angin (g)


1,50 A

1,00 T

0,50 B

0,00 PB
DB DP DT GB GP GT JB JP JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)

Gambar 18. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 September 2006

Erosi angin pada tanggal 29 September 2006 tertinggi masih pada titik dekat
pantai pada bagian pusat yaitu sebesar 1,5 g, sedangkan terendah justru pada titik
gisik gundukan pasir yang kurang dari 0,5 g (Gambar 19). Letak perangkap juga
tidak menjamin besar kecilnya pasir yang tertangkap akibat erosi angin, sehingga
tidak selalu pada lubang paling bawah (PB) selalu paling tinggi dan sebaliknya tidak
selalu lubang paling atas (PA) selalu erosinya paling kecil.

1,50 Erosi Angin Pantai 29 Septem ber 2006 PA


Erosi Angin (g)

A
1,00
T
0,50 B

0,00 PB
DB DP DT GB GP GT JB JP JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)

Gambar 19. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 29 September 2006

Erosi angin pada tanggal 13 Oktober 2006 semakin membuktikan bahwa


erosi yang terjadi tidak ditentukan letak tiang sandtrap, juga letak titik barat atau
timur, juga tidk oleh letak urutan ketinggian lubang dari tanah. Biasanya pada Gisik
erosi paling kecil, disini justru paling tinggi yaitu hampir mendekati 4 g, tetapi ada
kecenderungan yang sama yaitu pada lubang paling bawah (PB) penangkapan erosi
pasir lebih besar dari pada pada lubang paling atas (PA), lihat Gambar 16.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 58


08122686657, adbsolo@yahoo.com
4,00 Erosi Angin Pantai 13 Oktober 2006 PA

Erosi Angin (g)


3,00 A

2,00 T

1,00 B

0,00 PB
DB DP DT GB GP GT JB JP JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)

Gambar 20. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 13 Oktober 2006

Erosi angin pada tanggal 15 Desember 2006 hampir merata tingginya baik
tiang yang berada dekat pantai (D), diatas gisik gundukan pasir (G) maupun yang
jauh dari pantai (J). Erosi angin relatif tinggi masih pada daerah yang jauh dari
pantai, hal ini kemungkinan yang dekat pantai kondisi pasir pantai relatif lembab
atau basah sehingga pasir yang dipindahkan oleh angin relatif kecil, tertinggi pada
tiang yang jauh dari pantai sebesar 2,1 g (lihat Gambar 21).

2,50 Erosi Angin Pantai 15 Desem ber 2006 PA


2,00
Erosi Angin

A
1,50
(gr)

T
1,00
0,50 B
0,00 PB
DB DP DT GB GP GT JB JP JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)

Gambar 21. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 15 Desember 2006

Erosi angin pada tanggal 22 Desember 2006 bervariasi lagi seperti bulan-
bulan sebelumnya, hal ini mengindikasikan bahwa besarnya angin dari laut tidak
merata. Pada tiang diatas gisik erosi relatif rendah karena angin yang bertiup tidak
cukup mengangkat sampai ketinggian tertentu lubang perangkap diatas gisik. Erosi
tertinggi masih sama yaitu terjadi pada daerah yang jauh dari pantai yaitu sebesar 6 g
pada tiang bagian barat (Gambar 22).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 59


08122686657, adbsolo@yahoo.com
8,00 Erosi Angin Pantai 22 Desem ber 2006 PA

Erosi Angin (g)


6,00 A
4,00 T

2,00 B

0,00 PB
DB DP DT GB GP GT JB JP JT
Garis Pantai (D), Gisik (G), dan Jauh (J)

Gambar 22. Erosi Angin pada Lahan Pantai Berpasir, 22 Desember 2006

C.2. Instalasi Air

Instalasi air dengan menggunakan bius beton dan didistribusikan dengan


pralon, dimaksudkan untuk memudahkanpengambilan air pada saat penyiraman
tanaman semusim (bawang merah dan jagung). Pengangkatan air sumur dilakukan
dengan diesel dengan bahan bakar bensin, yaitu untuk 1 liter dapat untuk menyirami
selama 2 jam, dengan debit 5 l air/detik. Sehingga selama 2 jam air yang diperlukan
untuk menyirami tanaman kurang lebih = 2 x 60 x 60 x 5 l = 36000 l/2 jam = 36 m3/ 2
jam. Pada tanaman semusim kebutuhan penyiraman dilakukan setiap hari, karena pada
msuim hujan maupun kemarau tetap selalu disirami. Apalagi pada saat sehabis hujan
maka pagi harinya harus segera disiram air, untuk mengurangi uap air panas dari tanah
(Gambar 23).

Gambar 23. Instalasi Air untuk Distribusi Kebutuhan Air Tanaman semusim.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 60


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Beny Harjadi dkk di BPK Solo 61
08122686657, adbsolo@yahoo.com
D. Mengembangkan Model Pola Tanam Tanaman Semusim dan Tahunan
D.1. Persiapan lapangan

a) Areal lahan atau lokasi dibersihkan dari rumput atau tumbuhan yang tidak
berguna atau tumbuhan pengganggu, dan tanah pasir diolah atau dicangkul
ringan sambil diratakan.
b) Pemberian pupuk kandang yang telah matang dengan cara disebar dan
dicampurkan dengan ameliorat tanah mineral masing-masing setiap 1000 m2
diberi 1 colt.
c) Pembuatan bedengan dengan ukuran 120 cm x 14 m (atau disesuaikan dengan
panjang lahan) untuk ukuran satu ubin dengan pemberian bibit brambang 1 ½
kg. Buatlah parit antar bedengan dengan lebar 40 cm, sambil membuat parit
antar bedengan, tanah pasir diletakkan kekanan dan kekiri. Selanjutnya tanah
pasir dicangkul ringan dengan tujuan untuk membenamkan pupuk kandang
dan tanah yang sudah disebar. Permukaan bedengan diusahakanmerata agar
apabila kena air hujan tidak mudah hanyut.
D.2. Penanaman bawang merah

d) Siapkan bibit brambang dengan baik yang diambil dari tempat penyimpangan
pada gantangan supaya brambang tetap kering udara. Bibit dalam satu
rumpun jangan dipisahkan dan biarkan bergerombol sesuai aslinya.
e) Sebelum ditanam pangkas ujung bibit brambang dengan pisau yang tajam,
brambang ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm dengan mengusahakan
setiap bedengan ditancapkan 6 bibit brambang. Bibit brambang ditimbun
dengan tanah seperlunya dimana ujungnya masih nampak diatas tanah.
f) Apabila tidak ada hujan bedengan disiram terlebih dahulu, sebelum bibit
brambang ditanam. Kondisi tanah sebelum tanaman umur 5 hari harus selalu
dalam keadaan lembab teurs agar tunas cepat keluar tunasnya.
D.3. Pemeliharaan tanaman

i) Pemupukan,
(1) Pemupukan I (Pupuk dasar), diberikan sebelum tanam dengan cara
menyebar pupuk NPK dicampur dengan tanah dan pasir dengan alat

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 62


08122686657, adbsolo@yahoo.com
cangkul atau sebilah bambu. Pupuk dasar per hektar : SP36 = 500 kg,
Urea = 100 kg, KCl = 100 kg dan ZA = 100 kg.
(2) Pemupukan II (Pupuk pertumbuhan/vegetatif), pupuk NPK 200 kg/ha
diberikan 15 HST dengan disebar merata dalam tanah.
(3) Pemupukan III (Pupuk produksi/generatif), pupuk NPK 200 kg/ha
diberikan 25 HST.
ii) Penyiraman, dilakukan setiap hari dengan cara dibentuk regu penyiraman
dan perawatan tanaman dari KT Pasir Makmur. Apabila terjadi hujan
maka besuk paginya tetap dilakukan penyiraman dengan tujuan untuk
menetralisir suhu yang sangat panas dari penguapan panas bumi, agar
tanaman bawang merah tetap sehat.
iii) Penyemprotan HPT (Hama Penyakit Tanaman)
(1) Umur kurang 2 HST (Hari Setelah Tanam) untuk pemberantasan
gulma atau rumput pengganggu, dengan GOAL 2 E sebanyak 1 ½
tutup untuk 1 tangki air (Gambar 24).
(2) Umur 15 sampai 25 hari, penyemprotan dilakukan setelah 15 hari
untuk interval waktu setiap 5 hari (15, 20 dan 25 hari), dengan :
(a) PPC = 10 cc (1 tutup racun hpt)
(b) Larvin = 1 sendok
(c) Danvil 50 SC = 10 cc (1 tutup)
(d) Barer = 10 cc (1 tutup)
(3) Umur 25 sampai 45 hari
(a) N-Balancer = 10 cc
(b) Manzate 200 = 1 sendok makan
(c) Puanmur 50 SP = 1 sendok sirup
(d) Larvin+Danvil+Barer+N-Balancer+Manzate+Puanmur, dicampur
untuk 1 tangki (12-17 liter).
iv) Pemanenan
Pemanenan dapat dilakukan pada saat bawang merah (brambang) umur
55 HST untuk dikonsumsi, jika brambang mau digunakan untuk bibit
dipanen setelah umur 60 hari.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 63


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Gambar 24. Kebutuhan Saprotan untuk Penanaman Bawang Merah.

E. Meningkatkan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

E.1. Karakteristik dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Desa Karanggadung Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen Propinsi


Jawa Tengah merupakan lokasi kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah Pantai Berpasir. Desa Karanggadung merupakan salah satu dari 3 desa di
Kecamatan Petanahan1 yang berada dipinggir Pantai Laut Selatan.
Desa Karanggadung terletak 2 km dari Kecamatan Petanahan, 23 Km dari
ibukota Kabupaten Kebumen dan 199 dari ibukota Jawa Tengah. Luas Desa
Karanggadung adalah 287 Ha dan sebagian besar merupakan lahan kering. Luas
penggunaan lahan Desa Karanggadung disajikan pada Gambar 25.

1
Kecamatan Petanahan memiliki 21 desa dan 3 desa yaitu Desa Karanggadung, Karangrejo dan
Tegalretno berada di pinggir pantai. Ketiga desa tersebut bertopografi datar dengan ketingian 6,3 di
atas permukaan laut.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 64


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Sawah
0%
Lainnya
33%

Tegalan
50%

Bangunan
17%

Sawah Tegalan Bangunan Lainnya

Gambar 25. Penggunaan Lahan di Desa Karang Gadung Kecamatan Petanahan

Penduduk Desa Karanggadung berjumlah 2.254 orang dengan perincian


1.179 pria dan 1.075 wanita. Jumlah rumah tangga di desa tersebut sebanyak 561
keluarga dengan 25 keluarga berbatasan dengan pantai. Kepadatan penduduk
sebesar 791 jiwa/km2. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa
Karang Gadung disajikan Gambar 26 berikut:

Wanita
48% Pria
Pria Wanita
52%

Gambar 26. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Karang Gadung

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 65


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Penduduk di Desa Karanggadung terdiri dari penduduk yang berusia
produktif dan penduduk berusia tidak produktif. Dilihat dari usia produktif, sebagian
besar penduduk di Desa Karanggadung berusia produktif (Gambar 27).

Tidak Produktif
35% Produktif
Tidak Produktif

Produktif
65%

Gambar 27 Komposisi penduduk berdasarkan usia produktif

Berdasarkan Gambar diatas, maka terdapat potensi yang besar untuk


mengelola lahan pantai berpasir dengan prinsip rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah. Usia penduduk yang sebagian besar produktif merupakan potensi tenaga kerja
untuk kegiatan rehabilitasi lahan. Matapencaharian penduduk di sekitar lahan pantai
akan menentukan keikutsertaan dan antusiasme dalam mengelola lahan. Mata
pencaharian penduduk di Desa Karanggadung disajikan Tabel 4.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 66


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Tabel 4. Mata pencaharian utama penduduk Desa Karanggadung

MATA PENCAHARIAN JUMLAH PERSENTASE


(Orang) (%)
Buruh petani 1055 35.97
Petani 1686 57.48
Pedagang 32 1.09
Pengrajin 6 0.20
PNS 5 0.17
Tukang kayu 65 2.22
Tukang batu 65 2.22
Guru swasta 6 0.20
Penjahit 4 0.14
Sopir 3 0.10
Karyawan swasta 6 0.20
Total 2933 100

Meskipun di Desa Karanggadung tidak terdapat sawah baik teknis maupun


semi teknis, namun banyak penduduknya yang bermatapencaharian sebagai petani.
Lebih dari 57% penduduk bermatapencaharian sebagai petani di lahan kering. Bagi
yang tidak memiliki lahan mereka menjadi buruh tani atau mencari pekerjaan
lainnya. Banyaknya penduduk yang mengantungkan hidupnya dari pertanian
merupakan potensi bagi rehabilitasi lahan yang dikaitkan dengan penanaman
tanaman semusim ataupun tanaman pertanian. Perlu dibuat sebuah ketergantungan
bahwa rehabilitasi lahan sangat penting bagi kehidupan mereka. Sebuah simbiosis
mutualisme antara rehabilitasi dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tanpa adanya tanggul angin dan rehabilitasi lahan maka mereka tidak akan
mendapatkan tambahan penghasilan dari usahataninya. Tidak ada penduduk di desa
tersebut yang bermatapencaharian utama sebagai nelayan meskipun penduduk berada
di sekitar pantai. Hal ini disebabkan ombak di Laut Pantai Selatan yang besar
sehingga sulit untuk melaut.
Dalam merubah pola pikir persepsi masyarakat perlu pendekatan secara
individual maupun dalam bentuk kelompok. Pendekatan secara individual dengan
mendekati para TOGA (Tokoh Agama) TOMAS (Tokoh Masyarakat). Sedangkan
pendekatan secara kelompok perlu melihat tingkat pendidikan dalam kelompok tani
Pasir Makmur. Dari 34 anggota kelompok tani 65% lulusan SD (22 orang), 21%
lulusan SMP (7 orang), dan 15% lulusan SMA (5 orang). Komposisi perbandingan

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 67


08122686657, adbsolo@yahoo.com
yang berpendidikan setelah SMA hanya sedikit, maka perlu ada penjelasan secara
berulang-ulang pada saat pertemuan kelompok tani, minimal seminggu sekali.
Disamping dalam memberikan teori tidak usah terlalu rumit dan detil, tetapi lebih
banyak persiapan untuk pelaksanaan lapangan (Gambar 28).

Tingkat pendidikan penduduk Desa


Karanggadung
1400
1200
Jumlah (org)

1000
800
600
400
200
0
Tidak Tamat SLTP SLTA D1 D2 D3 S1
tamat SD
SD
Pendidikan

Gambar 28. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karanggadung

Tingkat pendidikan seseorang umumnya mempengaruhi cara berfikir dan


bertindak. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin responsif
dan lebih terbuka terhadap inovasi dan wawasan baru. Sebagian besar masyarakat di
Desa Karanggadung tidak tamat sekolah dasar dan tamat sekolah dasar. Tingkat
pendidikan yang relatif rendah akan membuat penerimaan terhadap informasi yang
sulit menjadi relatif membutuhkan waktu lama. Kondisi ini mengimplikasikan
bahwa, untuk itu penyampaian informasi dan inovasi harus mempergunakan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami, berulang-ulang serta mengandalkan praktik
lapangan.
Setiap pagi dan sore hari petani menderes manggar kelapa, rata-rata per
orang 10-15 kelapa. Satu kelapa 2 sampai 3 manggar dan setiap manggar dideres
selama 1 bulan. Deresan pagi diambil sore hari (12 jam) dan deresan sore diambil
pagi hari (12 jam). Deresan pagi dan sore dimasak pada siang hari selama 1 jam dan

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 68


08122686657, adbsolo@yahoo.com
dicetak sampai keras selama setengah jam dengan setengah batok kelapa. Perolehan
hasil deresan rata-rata 5 kg/hari dengan harga lokal Rp 3.500,- dan harga di pasar
Rp.5.000,-, sehingga setiap bulan pemasukkan dari menderes = 30 hari x 5 kg x
Rp.3.500,- = Rp. 525.000,-. Kualitas kelapa deres lebih baik pada musim kemarau
dari pada musim penghujan, namun kuantitas menurun pada musim kemarau yaitu
hany 2-3 kg/hari sedangkan musim penghujan 3-5 kg/hari. Kelapa yang di deres ada
yang milik sendiri, milik oranglain dengan sistem maro, dan milik wisata dengan
cara minta ijin dengan Kepala Wisata, dengan biaya sewa per pohon Rp 1500,-.
Sehingga untuk 20 pohon harus bayar pemilik pohon kelapa sebanyak 20 pohon x Rp
1.500,- = Rp. 30.000,-.
Kelapa legen deresan ada yang berwarna hitam coklat yang berasal dari
asli kelapa saja, putih untuk campuran pasir gula, dan basah untuk kecap. Kegiatan
rutin muslim setiap malam jum’at ada yasinan dari rumah ke rumah secara bergiliran.
Setiap yasinan yang hadir 20-30 orang mulai jam 08.30 sampai 11.00 WIB, dipimpin
oleh Kyai Barnawi. Khusus malam jum’at kliwon banyak pengunjung yang datang
dari luar kota yang datang ke tempat wisata (Punden/Makam) dengan membayar
secara sukarela, dengan juru kunci Pak Manten Abdur Rachman.

E.2. Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir

Selama ini lahan pantai berpasir tidak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
pantai untuk pertanian. Hal tersebut karena masyarakat tidak mengetahui bahwa
lahan pantai tersebut memiliki potensi ekonomi. Petani belum pernah melakukan
kegiatan usaha tani maupun kegiatan lainnya di lahan pantai berpasir. Bagi
masyarakat sekitar pantai, lahan pasir merupakan lahan yang tidak produktif karena
tidak menghasilkan nilai ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan. Setelah
BP2TP DAS IBB mengenalkan teknik rehabilitasi lahan pantai berpasir yang
memberikan manfaat finansial, maka banyak petani yang tertarik untuk berusaha di
lahan pantai. Namun keterbatasan modal, pengetahuan dan kepastian hasil membuat
mereka enggan merehabilitasi lahan pantai tanpa adanya bantuan pihak lain. Ini
mengimplikasikan bahwa rehabilitasi lahan pada daerah dengan penduduk miskin

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 69


08122686657, adbsolo@yahoo.com
membutuhkan stimulan yang dapat menunjukkan bahwa rehabilitasi lahan pantai
akan bermanfaat bagi mereka baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selama ini kawasan pantai dimanfaatkan oleh Dinas Pariwisata untuk
pengembangan Wisata Pantai. Pantai Petanahan dengan pantainya yang bersih dan
pemandangan yang bagus, cocok dikembangkan sebagai wisata pantai. Masyarakat
sekitar pantai hanya mengambil dampak ikutan dari adanya pariwisata pantai
petanahan dengan berjualan, tukang parkir, dan pekerjaan informal berkaitan dengan
kebutuhan para pengunjung.
Aktivitas musiman kunjungan wisata pada hari libur nasional, khususnya
pada hari raya (idul fitri dan idul adha), hari natal dan tahun baru serta liburan
semesteran anak sekolah. Selama kunjungan wisata yang ramai hanya musim
tertentu tersebut, masyarakat mendapat keuntungan dari jasa Parkir, MCK (Mandi
Cuci Kakus), Mushola/sholat, dan Guide atau pemandu wisata. Disamping jasa juga
ada penjualan makanan, minuman dan mainan anak-anak. Tetapi diluar waktu
liburan tersebut pengunjung sangat sedikit, dan ticket masuk Rp2.000,-/orang terasa
tidak cukup untuk biaya operasional untuk menjaga dan merawat kondisi wisata.
Sewa tempat untuk warung makanan dihitung per satuan luas per hari yaitu Rp. 500,-
/m2/hari.

E.3. Minat Masyarakat Terhadap RLKT Pantai Berpasir

Hasil pengamatan dan diskusi menunjukkan bahwa masyarakat tertarik dan


berminat untuk mengembangkan lahan pantai berpasir. Alasan utama mereka
tertarik dan berminat mengembangkan lahan pantai karena untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan. Alasan finansial menjadi pendorong utama. Apalagi
banyak fasilitas yang disediakan dan disiapkan untuk lahan pantai. Namun apabila
mereka harus mengembangkan sendiri tanpa adanya bantuan modal dan pengetahuan
umumnya mereka tidak bersedia. Hasil ini hampir sama dengan temuan di Samas,
petani pada umumnya tertarik dengan hasil usahatani semusim dibandingkan dengan
pembuatan tanggul angin. Apabila tanaman semusim yang dibudidayakan
terpengaruh karena tidak adanya tanggul angin maka mereka akan membuat tanggul
angin. Dalam jangka panjang adanya tanaman tanggul angin akan menguntungkan

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 70


08122686657, adbsolo@yahoo.com
pertanian yang mereka kembangkan. Motivasi mendapatkan tambahan penghasilan
dan lahan garapan untuk usahatani yang mendorong petani mengembangkan
usahatani pada lahan pantai berpasir.
Berdasarkan diskusi dan wawancara dengan petani Karanggadung
terungkap pula bahwa terdapat 3 orang yang pernah melakukan usaha untuk
memanfaatkan lahan pantai berpasir, mereka pernah mengembangkan ketela rambat,
ketela pohon, kentang hitam, jeruk dan kelapa. Namun, hasil yang diperoleh kurang
memuaskan. Kendala yang dihadapi antara lain persoalan angin laut yang
mengandung garam, modal, ketersediaan air dan kesuburan tanah serta belum
memahami teknik rehabilitasi lahan pantai.

Gambar 29. Kegiatan Sampingan KT. Pasir Makmur dengan Menderes Gula Kelapa

Pendapatan rutin harian deres manggar kelapa, dagang sekolah, dan jasa
buruh (ngode); pendapatan rutin mingguan meliputi jualan di wisata dan jasa parkir,
MCK, ticket; pendapatan rutin bulanan serta pendapatan rutin musiman : liburan
sekolah dan hari raya (Gambar 29). Rata-rata ticket yang terjual setiap bulannya
1000 tiket dengan harga Rp. 2000,-/tiket, sehingga pendapatan wisata dari tiket
sejumlah Rp 2.000.000,-.Selama hari besar, natal dan tahun baru sebagian
masyarakat tani tinggal selama 10 hari di lokasi wisata dan rumahnya di sewakan
pada para pedang perantau dari luar Kebumen (Solo, Jogya, Gombong dll).

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 71


08122686657, adbsolo@yahoo.com
1. Penelitian pengembangan tanaman pantai berpasir tidak hanya
pengembangan suatu tanaman tertentu, tetapi lebih diutamakan merubah pola
pikir masyarakat sekitar pantai berpasir yang menganggap lahan pantai tidak
dapat ditanami menjadi pola pikir bahwa lahan pantai dapat menghasilkan
sesuatu yang menguntungkan dengan menjaga kelestarian alam lewat
rehabilitasi dan konsrvasi lahan.
2. Kegiatan keproyekan bukan merupakan bantuan dalam bentuk materi tapi
lebih ditekankan dalam bentuk transfer teknologi dari Peneliti dan Teknisi
Konservasi Tanah dan Air kepada para Petani di pantai berpasir.
3. Semua sarana dan prasarana yang ditempatkan di lokasi menjadi milik
kelompok tani Pasir Makmur dan bukan menjadi milik perseorangan atau
milik peneliti atau teknisi BP2TPDAS-IBB, sehingga semua anggota
kelompok tani wajib merasa memiliki dan merawat serta menjaganya dan
mengamankannya.
4. Dari pihak BP2TPDAS-IBB meminta dan mengharapkan data dari lapangan
baik dari data iklim, tanah maupun tanaman, sehingga semua perubahan yang
terjadi pada ketiga aspek diatas (iklim, tanah dan tanaman) mohon dicatat
dari pengamat lapangan yang dibimbing oleh Teknisi dan Peneliti.
5. Pertemuan kelompok tani yang dihadiri anggota dan mantan lurah, bapak
lurah dan bapak RT serta tokoh masyarakat lainnya yang tertarik.

E.4. Kelembagaan Pengembangan RLKT Pantai Berpasir

Belum ada kelembagaan yang mapan dalam pengembangan dan rehabilitasi


lahan pantai berpasir. Kelembagaan yang ada di Desa Karanggadung merupakan
tipikal kelembagaan desa yang ada di Pulau Jawa. Kelompok yasinan, pengajian dan
kelompok informal lainnya cukup berperan dalam mempererat silaturahmi antar
warga. Institusi formal desa cenderung mengatasi persoalan administrasi dan yang
berkaitan dengan pemerintahan. Tidak ada kelembagaan yang lahir dari bawah
berkaitan dengan pengelolaan dan rehabilitasi lahan pantai. Kondisi tersebut
dikarenakan batas juridiksi lahan pantai berpasir merupakan kewenangan Dinas
Pariwisata yang memfokuskan kegiatannya pada pengembangan wisata pantai.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 72


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Belum ada rencana secara khusus untuk pengembangan lahan pantai
berpasir di Kebumen. Pemda baru mengembangkan tanaman kelapa disekitar pantai
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penderesan pohon kelapa untuk
dijadikan gula kelapa. Belum ada upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk
mengatasi degradasi lahan pantai berpasir. Rehabilitasi lahan masih dianggap
sebagai cost center yang belum menjadi prioritas dalam program pembangunan.

Kelembagaan rehabilitasi lahan pantai berpasir membutuhkan dukungan


peraturan perundangan yang menjadi dasar pengambil keputusan dan aturan main
dalam pengembangan dan rehabilitasi lahan pantai. Belum terdapat peraturan daerah
yang secara khusus mengatur dalam pengelolaan dan pengembangan lahan pantai
berpasir. Rancangan Tata Ruang dan Tata Wilayah hanya menyebutkan bahwa
daerah tersebut merupakan lahan pantai yang dapat dikembangkan untuk wisata
tanpa memberi penjelasan menyeluruh bagaimana operasionalisasinya.

Kepres No 32 tahun 1990 tentang kawasan lindung sempadan pantai yang


ditentukan minimal 100 meter dari titik tertinggi pasang-surut kearah daratan
maupun SKB Mentan dan Menhut No 550/246/Kpts/4/1984 dan No 082/Kpts-
11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan kawasan hutan untuk pengembangan
usaha budidaya pertanian dan jalur hijau hutan pantai yang dipertahankan lebarnya
sebesar 200 meter. Peraturan perundangan ini belum di tindaklanjuti dengan
peraturan dibawahnya.

Pengembangan rehabilitasi lahan pantai berpasir akan lambat dilakukan


apabila hanya dilakukan oleh masyarakat sekitar pantai secara swadaya. Tingginya
biaya pembangunan sarana infrastruktur, cukup tingginya resiko dan ketidakpastian
hasil, sehingga perlu ada campur tangan pemerintah. Namun, campur tangan
pemerintah yang terlalu dominan akan mematikan aspirasi dan daya juang
masyarakat. Sehingga perlu dikembangkan system sharing antara masyarakat dan
pemerintah baik berbagi biaya, berbagi peran, berbagi tanggungjawab dan berbagi
hasil. Pemerintah daerah (Dinas Kehutanan Kebumen) cukup responsive terhadap
pengembangan lahan pantai berpasir. Hal ini dikarenakan pengambangan lahan
pantai berpasir pada dasarnya merupakan permintaan Dinas Kehutanan Kebumen
setelah mereka menghadiri Ekspose Hasil Penelitian yang dilakukan oleh BP2TP

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 73


08122686657, adbsolo@yahoo.com
DAS IBB. Namun, dukungan yang diberikan baru sebatas pendampingan dan
pengikutsertaan Penyuluh Kehutanan Lapang. Belum ada dukungan program dan
anggaran yang jelas untuk membantu berbagi biaya dalam rehabilitasi lahan pantai.

E.5. Potensi dan Kendala Pengembangan Lahan Pantai Berpasir

Menurut Dinas Kehutanan dan Pengendalian Dampak Lingkungan, lahan


pantai berpasir yang jauh dari gangguan angina pantai berpotensi untuk di jadikan
padi sawah dan tambak ikan. Percobaan tanaman semusim pada tahun pertama
penelitian menunjukkan bahwa hasil tanaman bawang merah memberikan hasil yang
cukup baik. Meskipun data kuantitatif yang akurat belum dapat diperoleh, namun
informasi dari petani menunjukkan hal demikian. Mengintegrasikan tanaman
semusim, tanaman tanggul angin dan wisata serta potensi masyarakat akan
menciptakan saling ketergantungan dan simbiosis yang menguntungkan. Penyuluhan
dan pelatihan yang intensif serta pendampingan sangat diperlukan.
Selain itu, petani di Petanahan menginventarisir kemungkinan kendala yang
akan dihadapi oleh mereka dalam mengembangkan lahan pantai berpasir. Disadari
bahwa lahan pantai mempunyai banyak tantangan dan hambatan dalam
pengembangan lahan baik untuk konservasi maupun peningkatan pendapatan
masayrakat (Tabel 5).

Tabel 5. Kendala Yang Diperkirakan Petani Dalam Penerapan Teknik Rehabilitasi

NO KENDALA YANG DIPERKIRAKAN AKAN DIHADAPI PETANI


1 Ketersediaan air/irigasi/ kemarau panjang tanaman akan kering
2 Jarak sumber air dan lahan cukup jauh, 400 meter
3 Harga produk dan pemasaran
4 Permodalan dan input produksi
5 Jalan ke lokasi
6 Keamanan tanaman
7 Angin kencang dan air garam yang terbawa angin
8 Erosi, tanah pasir, kesuburan rendah

Dengan mengetahui kendala yang mungkin timbul maka para petani dapat
mengantisipasi dan memecahkan persoalan yang dihadapi. Untuk mengatasi
kekurangan air, maka akan dikembangkan sistem irigasi sumur renteng seperti apa
yang dikembangkan di lahan pantai Samas. Untuk mengatasi angin laut dan kadar

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 74


08122686657, adbsolo@yahoo.com
garam yang tinggi akan dipergunakan tanaman tanggul angin baik tanggul angin
permanen maupun tanaman tanggul angin sementara dan mengatasi kadar garam
yang tinggi dengan penyiraman dua kali sehari. Untuk mengatasi kesuburan yang
rendah dan porositas yang tinggi maka dipergunakan ameliorat dan pupuk kandang.
Adanya simbiosis mutualisme antara tanaman tanggul angin dan tanaman pertanian
ataupun tanaman pertanian dengan upaya konservasi akan membuat konservasi dapat
terlaksana dengan lebih baik.
Persoalan lain yang mungkin akan timbul bila tidak segera diatasi dengan
membuat kesepakatan adalah soal status tanah. Status lahan pantai berpasir
merupakan lahan Negara yang dikelola oleh Dinas Pariwisata Kebumen. Lokasi
penelitian berdekatan dengan pariwisata dan lahan dibawah pengelolaan Dinas
Pariwisata. Pariwisata di Petanahan diperuntukkan untuk Pesanggrahan Pandan
Kuning untuk ziarah malam jumat, Rekreasi pantai dan motor cross serta arowisata
dengan penanaman kelapa genjah. Bila tidak diantisipasi dari awal, maka banyak
petani yang akan “menjarah” lahan pantai bila ada keuntungan yang signifikan.
Persoalan yang akan timbul antara lain Dinas Pariwisata tidak rela untuk melepas
lahannya.

E.6. Adopsi Teknik RLKT Pantai Berpasir

Pada dasarnya masih terlalu dini untuk mengetahui tingkat adopsi


masyarakat terhadap rehabilitasi lahan pantai berpasir. Selain itu banyak factor yang
menentukan tingkap adopsi suatu teknologi. Apa yang ditunjukkan dari pengalaman
pada pengembangan lahan pantai berpasir di Pantai Samas akan memberikan
informasi yang dapat dipelajari untuk pengembangan Pantai Petanahan.
Teknologi yang diterapkan ke masyarakat hendaknya merupakan suatu
teknologi yang mudah untuk dilakukan. Temuan di Samas menunjukkan bahwa
sebanyak 54% petani tidak mengetahui apakah teknologi tersebut mudah atau tidak
untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan mereka masih sangsi apakah mereka dapat
pula menggunakan teknik tersebut. Terdapat keraguan apakah dapat dilakukan
pengembangan usahatani pada lahan pantai dan banyaknya faktor alam yang akan
menganggu usahatani tersebut. Namun sebanyak 23% petani menyatakan bahwa
teknik tersebut mudah untuk dilakukan. Pendapat ini terutama berasal dari mereka

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 75


08122686657, adbsolo@yahoo.com
yang telah berhasil dalam berusahatani di lahan pantai berpasir. Menurut petani,
semangat, kerja keras, keuletan, dan kerajinan merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan mereka. Petani yang menyatakan sulit dalam mengembangkan
usahatani di lahan pantai dikarenakan kegagalan dalam usahataninya. Sedangkan
petani di Kebumen yang hanya melihat film Samas dan sekali mencoba menanam
bawang merah, langsung memutuskan bahwa apa yang ada di film tersebut akan
mudah diterapkan. Perbedaan ini terjadi karena petani di Petanahan belum pernah
berusaha tani di pantai dan mengambil kesimpulan dari film yang disaksikan. Untuk
itu perlu pencermatan lebih lanjut atas kondisi ini dan pendampingan yang
berkelanjutan jangan sampai petani di Petanahan akan kecewa apabila nantinya hasil
yang mereka peroleh tidak sesuai dengan harapan.
Petani di Petanahan merasa bahwa teknik yang diterapkan tersebut akan
menguntungkan secara finansial. Semua petani dan peserta yang menyaksikan film
berpendapat bahwa rehabilitasi lahan akan menguntungkan. Temuan ini menarik
bahwa motivasi utama petani mau melakukan kegiatan rehabilitasi adalah
keuntungan yang akan di peroleh. Selama kegiatan tersebut dapat memberi
keuntungan dan manfaat yang nyata bagi mereka maka kegiatan tersebut akan terus
dilakukan. Untuk itu kegiatan rehabilitasi dan pengemabngan lahan pantai berpasir
harus dikaitkan dan mengkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu pengembangan tanaman tanggul angin harus diikuti dengan budidaya
pertanian ataupun lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
ketergantungan masyarakat pada konservasi. Temuan di Samas menunjukkan bahwa
persepsi mereka terhadap teknik ini tidak seratus persen meyakini bahwa mereka
akan mendapat untung dari penerapan teknik rehabilitasi lahan pantai. Petani Samas
yang menyatakan bahwa usahatani yang dikembangkan pada lahan pantai
menguntungkan sebanyak 46%, yang menyatakan akan mengalami kerugian
sebanyak 23%, dan yang belum dapat memastikan apakah akan untung atau rugi
sebanyak 31%. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan usahatani pada
lahan pantai akan memberikan keuntungan secara ekonomi kepada petani. Namun,
resiko alam seperti angin barat, kandungan garam, masalah air, keterbatasan modal
dan sebagainya sering membuat petani mengalami kerugian. Ketidakpastian dan
resiko yang relatif tinggi dalam usahatani ini membuat relatif banyak petani yang

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 76


08122686657, adbsolo@yahoo.com
tidak mengetahui dengan pasti apakah usahatani tersebut akan untung atau rugi.
Mereka yang memperoleh manfaat ekonomi menyatakan bahwa usahatani di lahan
pantai berpasir baru akan memberikan keuntungan setelah 3—4 tahun dilakukan
kegiatan selama terus menerus. Pada tahun-tahun awal pengembangan akan
mengalami kerugian secara finansial dan hanya mampu menutup sebagian
pengeluaran. Namun, apabila telah cukup lama maka usaha tani ini akan
menguntungkan.

E.7. Dinamika Kelompok Tani

Adanya kegiatan rehabilitasi lahan telah membangkitkan kembali kelompok


tani yang hampir mati. Pada awalnya tingkat kehadiran cukup tinggi, namun setelah
ada persoalan intern kelompok tani dan waktu jeda yang berkaitan dengan
keproyekan maka tingkat kehadiran rendah. Hal ini disebabkan belum ada kegiatan
pada lahan pantai pasir. Tingkat kehadiran anggota kelompok tani cukup rendah
sekitar 30—40% dari jumlah anggota kelompok tani. Pada tahun kedua, kondisi
tidak berubah. Sosialisasi dan pengalaman petani yang telah berusahatani di pantai
pasir pada tahun pertama didengar pula oleh kelompok tani lain. Apalagi terdapat
bantuan teknis dan non teknis yang diberikan oleh BP2TP DAS IBB. Hal tersebut
mendorong Kelompok Tani Ternak Bhakti Usaha untuk bergabung dengan
Kelompok Tani Pasir Makmur. Setelah pengabungan tersebut, tingkat kehadiran
anggota kelompok tani meningkat menjadi 70—80% per pertemuan. Selain itu,
dinamika dan aktivitas kelompok makin meningkat. Kelompok tani ternak Bhakti
Usaha memberi kekuatan baru bagi kegiatan rehabilitasi lahan pantai. Apalagi
dengan mengintegrasikan tanaman tanggul angin, tanaman semusim, agrowisata,
wisata pantai, dan ketersediaan ternak untuk konservasi lahan dan pendapatan maka
akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adanya ternak selain
akan meningkatkan pendapatan juga menyediakan bahan untuk rehabilitasi lahan
pantai melalui kotorannya.
Selain itu, perkembangan selanjutnya menunjukkan arah partisipasi yang
lebih baik. Apabila pada tahun sebelumnya pengerjaan rehabilitasi lahan pantai
dilakukan dengan system upahan, pada saat ini setelah pengabungan antara Pasir
Makmur dan Bakti Usaha dipergunakan system insentif. Pada tahun sebelumnya,

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 77


08122686657, adbsolo@yahoo.com
sumbangan biaya sangat kecil diberikan anggota kelompok Anggota kelompok tani
diupah untuk setiap pekerjaan yang dilakukan. Saat ini banyak pekerjaan yang tidak
diupah lagi tetapi menjadi tanggung jawab kelompok tani. Kelompok tani bersedia
menanam cemara laut dan tanaman semusim tanpa di upah. Kelompok tani melihat
rehabilitasi lahan tersebut akan memberi manfaat ekonomi bagi mereka. Untuk itu
perlu dikembangkan system dana bergulir untuk pengembangan dan rehabilitasi
lahan pantai berpasir.
Kelompok Tani dengan anggotanya sebagai pelaku utama dalam merubah
kebiasaan dan tata lingkungan sekitar pantai berpasir. Sehingga dalam
merencanakan RLKT pantai berpasir tidak hanya sekedar mengerahkan massa, dana,
dan layout rencana penanaman, maka semua akan selesai. Permasalahan yang paling
utama merubah persepsi pola pikir anggota kelompok tani untuk menyadari bahwa
lahan pantai berpasir yang selama ini ditelantarkan dapat dikelola dengan baik
(Gambar 30).

Gambar 30. Bincang-Bincang Dengan Anggota KT. Pasir Makmur

Peserta yang tergabung dalam anggota kelompok tani hampir merata


dibeberapa RT dan RW, yaitu meliputi 7 RT dari 3 RW yang ada (Gambar 31).
Sehingga peserta yang menjadi anggota kelompok tani sudah dipilih menjadi anggota
kelompok tani adalah orang-orang yang memiliki kemamuan keras untuk

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 78


08122686657, adbsolo@yahoo.com
menciptakan kondisi nyaman disekitar wisata disamping untuk mengusahakan
produksi lahan pantai berpasir. Penyebaran anggota peserta kelompk tani nantinya
memudahkan dalam mensosialisasikan lahan pantai berpasir pada saat
pengembangan dalam skala yang lebih luas. Peserta yang paling banyak menjadi
anggota kelompok tani yaitu dari Rt 2/ Rw III (38%), sebaliknya yang paling sedikit
dari Rt 1/ Rw I dan Rt 3/ Rw II (3%).

KELOMPOK TEMPAT TINGGAL RT/RW

14
13
12
Jumlah Anggota KT

10
8
8
6
6

4 3
2
2 1 1

0
3/II 2/IIII 2/II 2/I 1/III 1/II 1/I
Alamat Tinggal Rt/RW

Gambar 31. Komposisi Tempat Tinggal Anggota Kelompok Tani

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 79


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Komposisi umur anggota kelompok tani mayoritas masih dalam usia
produktif yaitu berkisar diatas 30 tahun sebanyak 13 orang (38% ) dan yang berumur
diatas 40 tahun sebanyak 9 orang (26%). Keadaan tersebut dalam satu sisi anggota
kelompok tani mayoritas sebagai tulang punggung keluarga, namun disisi lain
mereka mempunyai kapasitas dan semangat kerja yang tinggi. Kekurangan waktu
yang harus dikorbankan dari anggota kelompok tani yang produktif ditutupi dari
beberapa anggota kelompok tani yang kurang produktif dan tidak menjadi tulang
punggung utama dalam keluarga, yaitu sebanyak 4 orang untuk yang berusia diatas
60 tahun (12%) dan sebanyak 5 orang untuk yang berusia diatas 50 tahun (15%),
lihat Gambar 32.

TINGKATAN UMUR KT. PASIR MAKMUR

14 13

12
Jumlah Anggota KT.

10 9

6 5
4
4
2
2 1

0
>60 >50 >40 >30 >20 >10

Kelompok Umur Anggota (Tahun)

Gambar 32. Komposisi Kelas Umur Anggota KT. Pasir Makmur

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 80


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Mata pencaharian masyarakat yang tergabung Kelompok Tani (KT) Pasir
Makmur sebagian besar petani dan buruh tani dengan mata pencaharian sampingan
pedagang dan penderes gula kelapa (lihat Tabel 6).

Tabel 6. Daftar Anggota Kelompok Tani Pasir Makmur, Karanggadung, Petanahan

NO NAMA UMUR PENDK JML MATA PENCAHARIAN RT/


LENGKAP (TH) TRKHR KEL UTAMA SAMPINGAN RW
1 Samikun 30 SLTA 5 Tani Pedagang 1/III
2 Hadi Warsito 48 SD 3 Tani Penderes 2/III
3 Mujiono 49 SD 5 Tani Pedagang 2/III
4 E.Prayim 49 SMP 2 PNS Pedagang 2/III
5 Suparman 50 SD 4 Tani Pedagang 2/III
6 Saring 40 SD 3 Tani Penderes 2/III
7 Tukimin 52 SD 3 Tani Penderes 2/III
8 Wiwit 30 SD 3 Tani Penderes 1/III
9 Hadiwarno 64 SD 2 Tani Penderes 1/III
10 Tukiran 52 SD 4 Tani Penderes 1/III
11 Wujiyo 47 SD 5 Tani Penderes 1/III
12 Agus Basuki 35 SLTA 4 Tani Pedagang 2/III
13 Darso Priyono 35 SMP 4 Tani Pedagang 2/III
14 Yusroni 52 SD 2 Tani Pedagang 2/III
15 Murgiyanto 32 SMP 3 Tani TKW (istri) 2/III
16 Wigiyatno 30 SD 4 Tani Penderes 1/II
17 Atmo Suwito 48 SD 6 Tani Pedagang es 1/II
18 Sarno 26 SD 3 Tani Pedagang tahu 1/II
19 Mahmudin 33 SD 4 Tani Pedagang 1/II
20 Sarwono 38 SMA 4 KaDes - 2/I
21 Sugeng 35 SMP 5 Tani Penderes 2/II
22 Dawal 34 SMP 3 Tani Penderes 1/III
23 Parwito 32 SMP 4 Tani Penderes 1/II
24 S.Puji Prayitno 58 SLTA 5 PNS - 2/IIII
25 Yasa Wikromo 65 SD 4 Tani - 2/IIII
26 Rusmono 64 SLTA 2 Tani - 2/IIII
27 Purwadi 30 SMP 3 Tani - 1/II
28 Marsidi 45 SD 4 Tani - 3/II
29 Sacan 49 SD 4 Tani Tukang kayu 1/III
30 Sudirdjo 62 SD 4 Tani - 1/III
31 Muji Mukson 45 SD 4 Tani - 2/I
32 Rokandi 28 SD 5 Tani - 2/II
33 Dalwono 30 SD 3 Tani - 2/II
34 Agung 19 SLTA - Tani - 1/I

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 81


08122686657, adbsolo@yahoo.com
F. Meningkatkan Kenyamanan Kawasan Wisata dan Sekitarnya.
Dengan penanaman tanaman tanggul angin disamping untuk mengurangi
kecepatan angin dan erosi angin serta mengurangi pengaruh uap air yang mengandung
garam, juga untuk menciptakan iklim mikro yang lebih baik dan keadaan nyaman dan
sejuk (Gambar 33).

Gambar 33. Kondisi Lingkungan Tanaman Kacang Pantai Berpasir di Samas.

Peningkatan kenyamanan lingkungan wisata ditunjukkan dari.meningkatnya


jumlah pengunjung baik kuantitas maupun frekuensi kunjungan. Wisata di
petanahan selama ini hanya ramai pada hari libur Minggu, hari besar dan hari-hari
libur nasional lainnya. Selama ini jumlah pengunjung per bulannnya rata-rata hanya
2000 orang dengan harga tiket Rp. 2.000,-, maka pemasukan untuk wisata hanya Rp
4.000.000,-. Dampak dari kedatangan pengunjung wisata baik turis lokal maupun
turis mancanegara pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan membuka
warung makan dan minum, tempat penitipan kendaraan, jasa pemandu wisata, jasa
MCK dan lain-lain.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 82


08122686657, adbsolo@yahoo.com
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Permasalahan lahan pantai berpasir antara lain angin laut yang kencang,
erosi angin, suhu tinggi, uap air bergaram, dan tanah yang rendah hara. Penanaman
tanggul angin dengan cemara laut dan pandan duri dimaksudkan untuk mengiliminir
pengaruh buruk diatas. Tanaman pantai berpasir dengan tanaman buah-buahan dan
tanaman keras dimaksudkan untuk menciptakan iklim mikro yang baik juga untuk
membuat lingkungan yang indah dan sejuk.
Persiapan lokasi penelitian lahan pantai berpasir dimulai dari perijinan dan
konsultasi dengan dinas-dinas yang terkait (Dinas Pariwisata, Dinas PEDAL, dan
Dinas Pertanian). Koordinasi dengan aparat di desa dan kecamatan antara lain
dengan Kantor kecamatan, Polsek, Kantor Kelurahan dan PKL (Penyuluh Kehutanan
lapangan). Orientasi untuk menetapkan lokasi uji coba, mess tempat pos pengamatan
dan pemantapan kelompok tani Pasir Makmur.
Jalur tanaman tanggul angin antara lain Cemara laut cangkok (69,5% hidup)
dan biji (98% hidup) serta Pandan (100% hidup), dan tanaman kehutanan Mahoni
(100% hidup), Akasia (100% hidup), dan buah-buahan Rambutan (100% hidup),
Mangga (100% hidup). Curah hujan rata-rata di pasir berpantai Karanggadung,
Petanahan, Kebumen adalah 113 mm/hari dengan total hujan setahun kurang dari 1000
mm. Evaporasi berkisar antara 0,3 mm/hari (Desember) sampai 0,9 mm/hari
(September). Suhu tanah semakin dalam maka semakin menurun, pada malam hari
suhu tanah 33 oC dan pada siang hari 36 oC. Suhu udara siang hari antara 27 – 36 oC
dan pada malam hari 20 oC sampai 24 oC. Kecepatan angin antara 2 sampai 12
km/jam, dengan Erosi angin 0,5 sampai 3,5 g.
Anggota kelompok tani yang sebagian besar bermata pencaharian utama
petani mempunyai mata pencaharian sampingan sebagai penderes gula kelapa dan
tukang. Mayoritas anggota kelompok tenaga produktif, sehingga tidak banyak waktu
untuk kegiatan yang bersifat sosial untuk penanaman di lahan pantai. Dinas
Pariwisata sebagai penguasa tunggal sepanjang lahan pantai berpasir di desa
Karanggadung, Petanahan selalu mengadakan kerjasama dengan kelompok tani
dalam pengelolaan kapling lahan untuk usaha.

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 83


08122686657, adbsolo@yahoo.com
VII. DAFTAR PUSTAKA

Abe, A. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif. Pondok Edukasi. Solo.

Bloom, A. L. 1979. Geomorphology: A Systematic Analysis of Late Cenozoic


Landforms. Prentice-Hall of India, ND 110001.

Departemen Kehutanan. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah


Aliran Sungai. Ditjen RLPS, Dep. Kehutanan, Jakarta

Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan . Jakarta.

Hikmat, H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press.


Bandung.

Irfani, R. 2004. Partisipasi Manipulatif : Catatan Refleksi tentang Pendekatan PRA


dalam Pembangunan Masyarakat.

Kartawinata, K. 1979. The Classification and Utilization of Forests in Indonesia.


Dalam Capenter, R. A. (ed). Assessing Tropical Forest Lands: Their
Suitability for Sustainable Uses. Tycooly Int. Pub. Ltd., Dublin, Ireland.

Karyana, A. 2004. Pembangunan Partisipatoris dalam Pengelolaan DAS.


akaryana@yahoo.com

Kusumanto, Y. 2002. Sebuah Perjalanan Bersama dalam Pengelolaan Hutan :


Konsep, Penelitian Partisipatoris dan Praksis. Langkah. Warta Penelitian
Aksi Bersama ACM CIFOR. Bungo-Jambi.

Purnomo. Y., Mulyadi. I., Amien dan H. Suwardjo. 1992. Pengaruh Berbagai Bahan
Hijau Tanaman Kacang-Kacangan terhadap Produktivitas Tanah Rusak.
Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 10 : 61 – 64. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Pusat Penyuluhan Kehutanan. 1997. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan.


Departemen Kehutanan.

Setiadi, Y dan R. Prematori. 1998. Prospek Pengembangan Cendawan Mikoriza


Arbuskula untuk Rehabilitasi Lahan Kritis. Kumpulan Makalah Ekspose

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 84


08122686657, adbsolo@yahoo.com
Hasil Penelitian Teknik Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan Kritis, Wanariset
II Kuok, Balai Penelitian Pematang Siantar.

Sukresno, dkk. 2000. Kajian Pengembangan Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir


dalam Rangka Peningkatan Produksi Tanaman Pangan di Pantai Selatan
DIY. Laporan Penelitian BTP-DAS Surakarta. Badan Litbang Kehutanan.

Sukresno. 1998. Pemanfaatan Lahan Terlantar di Pantai Berpasir Samas-Bantul DIY


dengan Budidaya Semangka. Prosiding. Seminar Nasional dan Pertemuan
Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, HITI Komda
Jawa Timur, Malang.

Sukresno. 1999a. Model Pemanfaatan Lahan Tidur Berkelanjutan Melalui


Pengembangan Beberapa Tanaman Konservasi dan Tanaman Budidaya di
Lahan Berpasir Pantai Selatan DIY. Prosiding Seminar Sehari Kongres Ilmu
Pengetahuan Nasional VII: Teknologi Pengembangan Lahan dan Air untuk
Peningkatan Produktivitas Pertanian. HATTA dan FOPI, Puspitek Serpong,
Serpong.

Sukresno. 1999b. Kajian Konservasi Tanah dan Air pada Kawasan Pantai Berpasir di
DIY, Proyek P2TPDAS KBI, BTPDAS, Badan Litbang Kehutanan, Surakarta.

Sutikno, S. Padmowiyoto, dan Sukresno. 1998. Model Konservasi Terpadu dan


Pemanfaatan Mikorisa sebagai Upaya Pengamanan dan Peningkatan
Produktivitas Lahan Berpasir di Wilayah Pantai Selatan DIY. Laporan Riset,
Riset Unggulan Terpadu (RUT) III, Bidang Teknologi Perlindungan
Lingkungan (1994-1997). Kantor Menristek, DRN, Serpong.

Tim UGM. 1992. Rencana Pengembangan Wilayah Pantai Jawa Tengah. F. Geografi
UGM Yogyakarta-BRLKT Wilayah V, Ditjen RRL, Dephut, Semarang.

Trubus, 2006. Karena Keben Sembuh Katarak. Trubus No.434 Januari, XXXVII.

Widjajanto, D. 2003. Degradasi Lahan di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu dan


Sekitarnya. rudyct.tripod.com/sem2_023/danang_widjajanto.pdf

Beny Harjadi dkk di BPK Solo 85


08122686657, adbsolo@yahoo.com
KERANGKA LOGIS PENELITIAN
Lampiran 1. Kerangka Logis Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir (RPTP 2006)

NARASI INDIKATOR-INDIKATOR CARA VERIFIKASI ASUMSI


SASARAN
Tujuan :
Untuk menyediakan sarana pengembangan Tersedianya demplot teknik Kenampakan di lapangan Sumber dana
teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir rehabilitasi lahan terdegradasi lahan tersedia, ada
yang sesuai, berupa demplot yang representatif pantai berpasir yang tepat guna dan pertisipasi
serta inovatif dapat diadopsi oleh masyarakat. masyarakat
Sasaran : Tersedianya :
1 Mengembangkan jalur TA dengan 1. Informasi kondisi tanaman TA dan
1. Plot-Plot
tanaman equisetifolia. pembibitan tanaman TA
Pengembangan Perlakuan
2 Mengembangkan sarana pengairan berupa 2. Sarana pengairan air tawar untuk
2. Pengukuran dan pengembangan yang
sumur bak renteng penyiraman tanaman pagi dan sore
Pengamatan lapangan dicobakan berhasil
3 Mengembangkan model pola tanam 3. Informasi model pola tanaman
3. Survey dan evaluasi dan sesuai dengan
tanaman budidaya yang sesuai. budidaya yang sesuai
terhadap masyarakat kondisi setempat
4 Meningkatkan tingkat pendapatan 4. Informasi peningkatan pendapatan
dan lembaga terkait
masyarakat dan kesejahteraan masyarakat
5 Meningkatkan kenyamanan lingkungan 5. Informasi sarana untuk wisata dan
sekitar wisata. lingkungan secara terpadu
Output :
1. Tersedianya informasi pertumbuhan
1. Rehabilitasi lahan melalui 1. Plot-Plot 1. Dana dan tenaga
tanaman C. equisetifolia sebagai tanaman
perbaikan beberapa sifat tanah Pengembangan tersedia
jalur TA dan informasi efektivitas jalur TA
sebagai pengendali erosi pasir . dalam waktu yang tidak lama. 2. Evaluasi kondisi 2. Koordinasi
2. Rehabilitasi lahan melalui lapangan berjalan baik
2. Tersedianya informasi sistem pengairan
yang sesuai untuk lahan pantai pasir. perbaikan sistem pola tanam
3. Rehabilitasi lahan dengan
3. Tersedianya informasi pertumbuhan dan

85
hasil jenis-jenis tanaman semusim yang tanaman hortikultura bawang
sesuai untuk lahan pantai berpasir. merah, cabe, jagung, sorghum,dll.
4. Tersedianya informasi kondisi sosial 4. Analisis biaya dan pendapatan
budaya masyarakat pantai berpasir usahatani dari perlakuan yang
5. Tersedianya analisis finansial model dicoba.
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah 5. Tingkat adopsi dan partisipasi
yang dikembangkan pada lahan pantai. masyarakat serta kelembagaan
6. Tersedianya informasi kelembagaan, dalam kegiatan rehabilitasi lahan
tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat dan konservasi tanah.
terhadap upaya RLKT (Reboisasi Lahan
dan Konservasi Tanah) lahan pantai
berpasir yang mendukung wisata
lingkungan terpadu.
Aktivitas :
1.1. Pengembangkan model rehabilitasi lahan 1. Perlakuan Rehabilitasi lahan pantai 1. Plot Rehabilitasi lahan
1.2. Pengamatan prosen tumbuh dan berpasir Data, dana dan
2. Pengukuran dan tenaga tersedia
pengukuran pertumbuhan tanaman TA 2. Data kecepatan angin & erosi angin Pengamatan lapangan
2.1. Penyediaan air tawar untuk perawatan
tanaman dengan penyiraman 3. Data evapotranspirasi 3. Survey terhadap
2.2. Pengumpulan data iklim 4. Data suhu tanah masyarakat dan lembaga
3.1. Pengukuran pertumbuhan tanaman kayu- terkait
kayuan dan buah-buahan 5. Data curah hujan & kadar garam
4. Diskusi kelompok
3.2. Pengukuran produksi tanaman semusim 6. Data pertumbuhan tanaman
4.1. Data primer dan sekunder kondisi sosial 5. Temu lapang dengan
ekonomi masyarakat 7. Data produksi tanaman petani
5.1. Melakukan wawancara, kuisioner, dll 8. Analisa biaya dan pendapatan
6.2. Pengumpulan data partisipasi
9. Data tingkat adopsi masyarakat
masyarakat dalam rahabilitasi lahan
6.3. Pengumpulan data kelembagaan upaya 10. Data partisipasi masyarakat
rehabilitasi lahan 11. Kelembagaan rehabilitasi lahan

86
BIODATA BENY HARJADI
Data Diri :
Nama : Ir. Beny Harjadi, MSc.
Tempat/Tanggal Lahir: Surakarta, 17 Maret 1961
NIP/Karpeg : 19610317.199002.1.001/ E.896711
b
Pangkat/Golongan : Pembina / IV
Jabatan : Peneliti Madya
Riwayat Pendidikan :
TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967)
SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973)
SMP : SMP Negeri IX Jegon Pajang, Surakarta (1976)
SMA : SMA Muhammadiyah I, Surakarta (1980)
S1 : IPB (Institut Pertanian Bogor), Jurusan Tanah/Fak.Pertanian,BOGOR (1987)
Kursus LRI (Land Resources Inventory) kerjasama dengan New Zealand selama 9 bulan
untuk Inventarisasi Sumber Daya Lahan (1992), INDONESIA-NEW ZEALAND
S2 : ENGREF (École Nationale du Génie Rural, des Eaux et des Forêst), Jurusan
Penginderaan Jauh Satelit/ Fak.Kehutanan, Montpellier, PERANCIS (1996)
PGD : Post Graduate Diplome Penginderaan Jauh, di IIRS (Indian Institute of Remote
Sensing) di danai dari CSSTEAP (Centre for Space Science & Technology Education
in Asia and The Pasific) Affiliated to the United Nations (UN/PBB : Perserikatan
Bangsa-Bangsa), Dehradun – INDIA (2005).
Riwayat Pekerjaan :
1. Staf Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Surakarta (1989).
2. Ajun Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB
(Balai Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 1998.
3. Peneliti Muda Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai
Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 2001.
4. Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BP2TPDAS-IBB (Balai
Litbang Teknologi Pengelolaan DAS - Indonesia Bagian Barat), 2005.
5. Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh pada BPK (Balai
Penelitian Kehutanan) Solo, 2006
Riwayat Organisasi :
1. Menwa Mahawarman, Jawa Barat (1980 – 1985)
2. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), (1980 – 1983)
3. Ketua ROHIS BP2TPDAS-IBB, 2 periode (2000-2006)
Penghargaan :
1. Satya Lancana Karya Satya 10 tahun, No. 064/TK/Tahun 2004
Alamat Penulis :
1. Kantor : BPK SOLO, d/a Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta. Jawa
Tengah, Telp/Fax : 0271–716709, 715969. E-mail: bpksolo@indo.net.id
2. Rumah : Perumahan Joho Baru, Jl.Gemak II, Blok T.10, Rt 04/ Rw VIII,
Kel.Joho, Sukoharjo, Jawa Tengah. Telp : 0271- 591268. HP : 081.22686657
E-mail : adbsolo@yahoo.com

44

You might also like