You are on page 1of 13

PSYCHODYNAMIC OF ANXIETY

I. PENDAHULUAN Dinamika kepribadian untuk sebagian besar dikuasai oleh keharusan untuk memuaskan kebutuhan dengan cara berhubungan dengan obyek-obyek dunia luar. Lingkungan menyediakan makanan bagi orang yang lapar dan minuman bagi orang yang haus. Di samping itu, lingkungan juga berisikan daerah-daerah berbahaya dan tidak aman. Jadi lingkungan dapat memberikan kepuasan maupun mengancam atau dengan kata lain, lingkungan mempunyai kekuatan untuk member kepuasan dan mereduksikan ketegangan maupun menimbulkan sakit dan meningkatkan tegangan ; dapat menyenangkan maupun mengganggu. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. orang yang merasa terancam umumnya adalah orang yang penakut1. Secara sederhana kecemasan atau dalam bahasa psikologi biasa disebut dengan anxiety di definisikan sebagai aktivasi dan peningkatan kondisi emosi2. Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan ; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Cemas telah dianggap sebagai suatu mekanisme adaptif di mana mekanisme tersebut diperlukan sebagai salah satu usaha makhluk hidup untuk mempertahankan hidup dan memperingatkan akan adanya ancaman. Hal ini mendorong seseorang untuk mengambil langkah-langkah yang penting untuk mencegah bahaya dari ancaman tersebut atau mengurangi konsekuensi ancaman tersebut3.

II. DEFINISI Anxietas adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah (Harold I. LIEF)4.

Maramis (1983) mengartikan kecemasan sebagai suatu ketegangan, rasa tidak aman kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Sedangkan dalam kamus psikologi yang disusun oleh Chaplin (1997), Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masamasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Masa depan itu berkaitan erat dengan harapan, tujuan, standar, rencana dan strategi pencapaian tujuan di masa mendatang Kecemasan menghadapi masa depan merupaka state anxiety (Lazarus, 1991) menjelaskan bahwa state anxiety merupakan gejala kecemasan yang timbul bila individu dihadapkan pada situasi tertentu dengan gejalanya akan mampak selama situasi tersebut5.

III.

CIRI-CIRI KECEMASAN Nevid, dkk (2003) membagi ciri-ciri kecemasan tersebut berdasarkan tiga kategori, yaitu5: a. Ciri-ciri fisik Kegelisahan, kegugupant, tangan atau anggota tubuh yang bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, banyak berkeringat, pening atau pingsan, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, Jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang, suara yang bergetar , jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, leher dan punggung terasa kaku, terdapat gangguan sakit perut atau mual, sering buang air kecil, sensitif atau mudah marah. b. Ciri-ciri behavioral: 1. Perilaku menghindar 2. Perilaku melekat atau dependen 3. Perilaku terguncang c. Ciri-ciri kognitif Khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu tang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada perasaan yang jelas, terpaku pada sensasi kebutuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian ketakutan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berfikir bahwa
2

semuanya tidak dapat dikendalikan. Berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi, khawatir tehadap hal-hal yang sepele, berfikir tentang hal yang mengganggu secara berulang-ulang, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan. Berfikir segera mati, meskipun dokter tidak menemukan hal yang salah seara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan fikiran. Daradjad (1990) membagi ciri-ciri kecemasan tersebut dalam bentuk gejala kecemasan yaitu:5 a. Gejala Psikologis Merupakan gejala yang terkait dengan kondisi jiwa seseorang yang mengalami kecemasan meliputi perasaan gelisah, gugup, tegang, menyesal, risau, kacau dan khawatir, perasaan tidak berguna, kehilangan gairah dan konsentrasi, yang biasanya dialami oleh orang yang sedang cemas. b. Gejala Fisiologis Menyangkut kondisi badan atau tubuh seseorang yang cemas yang ditunjukkan dari ekspresinya seperti gemetar, pucat, menggigit kuku, denyut jantung, pernafasan, keluarnya keringat, aktivitas kelenjar adrenalin, dll.

IV. PSIKODINAMIKA ANXIETAS Pendekatan psikodinamika (termasuk teori psikoanalisa) memandang proses-proses mental sebagai gerakan dan interaksi kuantitas tenaga psikis yang berlangsung intraindividual dan transindividual6. Berkaitan dengan definisi tersebut, dalam mempelajari psikodinamika, kita akan mempelajari struktur (yaitu kepribadian), kekuatan (yaitu dorongan, drive, libido, instincts), gerakan (movement, action), pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development), serta tentang maksud dan tujuan fenomena-fenomena psikologik yang ada pada seseorang7. Dalam mempelajari struktur kepribadian individu, kita akan mengacu pada suatu model yang dasarnya ialah teori psikoanalisis klasik Sigmund Freud. Struktur kepribadian seseorang terdiri atas 3 komponen yaitu id, ego dan superego. Id (naluri, drive, instincts), telah ada sejak individu dilahirkan ke dunia ini. Selain mempunyai struktur (yang bentuknya belum jelas ketika lahir), id juga mempunyai kekuatan berupa dorongan.Dorongan ini merupakan
3

dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, antara lain instink bernapas, lapar, seks. Id biasanya mendominasi individu pada usia bayi hingga lebih kurang satu setengah tahun. Pada saat itu pula konsentrasi libido berada pada daerah mulut (menurut teori ini, konsentrasi libido akan berpindah-pindah sesuai dengan perkembangan psikoseksual anak serta daerah erogen pada fase perkembangan tersebut)7. Dalam perkembangannya, sebagian dari id akan mengalami diferensiasi menjadi ego. Ego terbentuk karena pertentangan antara id dengan lingkungan yang tidak selalu dapat memenuhi kebutuhannya. Prinsip yang dianut oleh id yaitu pleasure principle, sedangkan ego menganut prinsip realitas, bahwa kebutuhan atau dorongan dapat ditunda sesuai dengan realitas yang ada. Konsentrasi libido selanjutnya bergerak dari mulut ke daerah anus (fase perkembangannya disebut sebagai fase anal) 7. Superego terbentuk dari hasil absorbsi dan pengambilan nilai-nilai norma dalam kultur, agama, hal-hal kebaikan yang ditanamkan oleh orang tua; jadi bukan merupakan diferensiasi dari id sebagaimana ego. Superego merupakan wakil orang tua dalam diri anak, yang mengingatkan akan hal-hal yang baik dan buruk, yang boleh dan yang tidak. Terbentuk pada usia antara 3 hingga 5 atau 6 tahun. Pada saat ini konsentrasi libido terpusat pada daerah falus (fase perkembangannya disebut sebagai fase falik atau Oedipal) 7. Ketiga elemen struktur kepribadian tersebut saling berinteraksi, dengan kandungan

energi psikis yang terdistribusi secara merata sesuai tingkat perkembangan individu. Bila terjadi konflik di antaranya, individu akan mengalami ketegangan, ketidakpuasan, kecemasan, dan atau gejala-gejala psikologik lain. Sebaliknya, bila seorang anak tidak pernah mengalami konflik sama sekali pun (disebut sebagai pemanjaan atau over indulgence), akan mengalami hal yang sama. Menurut Freud, konflik perlu dialami dalam batas tertentu agar seorang individu belajar menunda keinginan, menyadari realitas sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang dialami dalam hidupnya nanti. Tetapi, kalau konflik yang dialami itu berlebihan dan berat derajatnya, maka perkembangan kepribadian individu tidak akan optimal; perkembangan itu akan terhambat karena ada sebagian energi psikis yang tertahan pada suatu fase perkembangan tertentu (disebut sebagai fiksasi), sehingga energi yang bergerak ke fase berikutnya akan berkurang jumlahnya. Bila pada suatu saat, misalnya pada fase selanjutnya atau setelah dewasa nantinya, individu mengalami suatu tekanan atau stresor psikososial yang relatif berat untuknya, ia dapat kembali ke fase perkembangan saat fiksasi
4

itu dialami (disebut sebagai regresi). Cara-cara individu tersebut mengatasi stresor itupun biasanya sesuai dengan tingkat regresi yang dialaminya. Menurut Freud, psikopatologi akan timbul, bila konflik yang bermakna dialami oleh individu pada masa lima tahun pertama kehidupannya7. Kini, psikodinamik dalam psikiatri didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam psikiatri, untuk mendiagnosis dan memberikan terapi, yang dicirikan oleh cara berpikir baik mengenai pasien maupun klinikusnya, yang didalamnya termasuk konflik nirsadar, defisit dan distorsi struktur intrapsikik, serta relasi-obyek internal. Yang penting diingat sekali lagi ialah bahwa psikodinamik merupakan suatu pendekatan konseptual, yang merupakan salah satu cara memandang suatu fenomena psikologik, yang amat bermanfaat dalam menganalisis pasien serta merencanakan tatalaksana yang komprehensif7. Pembicaraan hal neurosa memerlukan tinjauan yang lebih dalam mengenai anxietas : substansinya, sumbernya, bentuk manifestasinya, sebab neurosa pada hakikatnya adalah salah satu bentuk khusus dari penjelmaan anxietas serta penjelmaan dari ikhtiar individu untuk mengatasinya. Anxietas meliputi firasat tentang sesuatu yang mengerikan yang akan terjadi terjadi dan persiapan segala sesuatu untuk bertindak, tetapi tindakan tidak berlangsung karena tak ada sesuatu untuk ditindaki maupun untuk dihindari. Mungkin ia akan bertindak terhadap sesuatu objek yang disangka sumber anxietasnya itu tetapi anxietasnya tetap ada. Ia mencoba untuk menekan, menyangkal, dan mempertahankan diri terhadap anxietasnya6. Sebagaimana diketahui, Sigmund Freud sebagai bapak dari pendekatan psikodinamika mengatakan bahwa jiwa individu diibaratkan sebagai gunung es. Bagian yang muncul dipermukaan dari gunung es itu, bagian yang terkecil dari kejiwaan yagn disebut sebagai bagian kesadaran (uncounsciousness). Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebut pra kesadaran (subcounsciousness atau pre-counsciousness), dan bagian yang terbesar dari gunung es itu ada di bawah sekali dari permukaan air, dan ini merupakan alam ketidak-sadaran (uncounsciousness). Ketidak-sadaran ini berisi id, yaitu dorongan-dorongan primitif, belum dipengaruhi oleh kebudayaan atau peraturan-peraturan yang ada di lingkungan. Dorongan-dorongan ini ingin muncul ke permukaan/ke kesadaran, sedangkan tempat di atas sangat terbatas. Ego, yang menjadi pusat dari kesadaran, harus mengatur dorongan-dorongan mana yang boleh muncul dan mana yang tetap tinggal di ketidak-sadaran karena ketidak-sesuaiannya dengan superego, yaitu salah satu unit pribadi yang berisi norma5

norma sosial atau peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan sekitar. Jika ternyata ego menjadi tidak cukup kuat menahan desakan atau dorongan ini maka terjadilah kelainankelainan atau gangguan-gangguan kejiwaan. Neurosis adalah salah satu gangguan kejiwaan yang muncul sebagai akibat dari ketidak-mampuan ego menahan dorongan id8. Menurut pandangan humanist-eksistensialis, pusat kecemasan adalah konsep diri; yang terjadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real sefl) dengan diri yang diinginkan (ideal self). Hal ini muncul sehubungan dengan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari dikehidupan selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif. Setiap kita sebenarnya perlu mengembangkan suatu upaya untuk menjadi diri sendiri (authenticity), sedangkan individu yang neurotis atau yang mengalami anxiety disorder adalah individu yang gagal menjadi diri sendiri (inauthenticity) karena mereka mengembangkan konsep diri yang keliru/palsu (false self).2,8 Jadi, individu yang mengalami anxiety disorder, menurut pendekatan psikodinamika, berakar dari ketidak-mampuan egonya untuk mengatasi dorongan-dorongan yang muncul dari dalam dirinya sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya upaya ego untuk menyalurkan dorongan dalam dirinya dan bisa tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara secara kaku, terus-menerus dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis. Ada beberapa mekanisme pertahanan diri yang bisa dipergunakan individu, antara lain :2 1. Represi (repression), yaitu upaya ego untuk menekan pengalaman yang tidak menyenangkan dan dirasakan mengancam ego masuk ke ketidak-sadaran dan disimpan disana agar tidak mengganggu ego lagi. Tetapi sebenarnya pengalaman yang sudah disimpan itu masih punya pengaruh tidak langsung terhadap tingkah laku si individu. 2. Rasionalisasi (rasionalisation), yaitu upaya ego untuk melakukan penalaran sedemikian rupa terhadap dorongan-dorongan dalam diri yang dilarang tampil oleh superego, sehingga seolah-olah perilakunya dapat dibenarkan.

3. Kompensasi (compensation), yaitu upaya ego untuk menutupi kelemahan yang ada di salah satu sisi kehidupan dengan membuat prestasi atau memberikan kesan sebaliknya pada sisi lain. Dengan demikian, ego terhindar dari ejekan atau rasa rendah diri. 4. Penempatan yang keliru (displacement), yaitu upaya ego untuk melampiaskan suatu perasaan tertentu ke pihak lain atau hal lain karena tidak bisa melampiaskan secara langsung perasaannya ke sumber masalah. 5. Regresi (regression), yaitu upaya ego untuk menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap ego dengan menampilkan pikiran atau perilaku yang mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah. Para ahli dari aliran humanistikeksistensial mengatakan bahwa konsep anxiety bukan hanya sekedar masalah yang bersifat individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya 6. Projeksi ialah mempersalahkan sesuatu di luar diri jika orang mengalami kegagalan. Kegagalan itu disebabkan karena ada orang lain menghasut. Tentu ini dapat mengurangi beban anxietas dan rasa kegagalan pada diri sendiri. Pada tingkat yang lebih gawat, projeksi berakibat realitas dunia luar diputarbalikan sama sekali dengan kemungkinan waham dan halusinasi. 7. Introjeksi ialah memasukkan objek dalam diri sendiri. Dengan introjeksi sifatsifat tertentu dari objek yang ditakutkan diambil alih oleh diri sendiri. Dengan cara demikian impuls permusuhan dapat diatasi. Defense ini merupakan dasar dari proses identifikasi. Identifikasi itu bukan sama dengan meniru melainkan mengambil alih serta inkorporasi sifat-sifat orang menjadi sifat-sifat diri sendiri. 8. Isolasi merupakan mekanisme defense yang melepaskan ingatan tentang sesuatu kejadian traumatik. Keadaan ini seringkali ditemukan pada neurosa kompulsif. Anxietas dapat disamakan dengan keadaan eksitasi suatu organism karena ada rangsangan. Keadaan eksitasi ini mereda apabila tersalur dalam aksi, melalui motilitas organisme. Kadang-kadang rangsang menimbulkan eksitasi yang tersalur melalui aksi disebut reflex. Tetapi apabila motilitas harus ditunda, sedangkan rangsang masuk terus, maka eksitasi disimpan dan tekanan eksitasi bertambah. Tekanan itu menjadi sesuatu yang dirasa oleh organisme dan merupakan permulaan dari perasaan diri. Pada pasien neurosis, ia
7

mencoba meningkatkan kontra-kateksis untuk mengendalikan eksitasi yang berlebihan dan jika tidak berhasil maka timbul penyaluran darurat yang involunter dalam bentuk serangan anxietas dan kegelisahan6. Seperti halnya dengan faal badan, maka fungsi mental juga berusaha mempertahankan individu terhadap serangan atau bahaya. Bila serangan itu merupakan kuman-kuman, maka timbul mekanisme pembelaan badaniah : leukositosis, pembentukan zat antitoksin, suhu meninggi, dan sebagainya. Hal ini terjadi tanpa disadari individu, terjadi secara otomatis, tanpa disengaja. Dengan begini badan dapat bertahan terhadap serangan. Tergantung pada daya tahan badaniah, manakah yang akan menang atau akan berhasilkah bila diobati8. Gangguan situasional sementara merupakan neurosa traumatic. Keadaan ini bukan merupakan neurosa sesungguhnya, melainkan manifestasi dari reaksi langsung atas suatu trauma6. Trauma adalah keadaan dimana organism dilanda oleh stimulus ddengan cepat sehingga timbul eksitasi yang besar dan eksitasi itu melampaui daya kekuasaan individu. Jika eksitasi melampaui jangkauan ego maka terjadi penyaluran darurat tanpa kendali ego berupa6 : Penghambatan atau pengurangan dalam berbagai fungsi ego Cetusan-cetusan emosi yang tak terkendali (anxietas, mengamuk, kejang) Tidur terganggu, atau sering mimpi mengenai kejadian traumatic dan memikirkan dan mengulang-ulangi penghayatan kejadian traumatic itu. Timbulnya neurosa sekunder sebagai komplikasi Neurosa traumatic belum dapat disebut sebagai neurosa sesungguhnya karena bukan khususnya berkaitan dengan konflik dan defensinya, tetapi selalu merupakan pendahulu terjadinya neurosa6. Pada neurosa cemas, terjadi suatu konflik yang menyebabkan pembendungan eksitasi dann kemampuan ego untuk menampung tambahan stimulus relative berkurang. Insuffisensi relative pada ego ini menimbulkan gejala-gejala yang disebut actual neurotic dimana memberikan gejala menyerupai neurosa traumatic : hambatan pada fungsi ego (tenaga diserap untuk pekerjaan defensive), ketegangan yang nyeri, pelepasan tekanan melalui letusan emosional, dan gangguan tidur karena pasien tidak dapat menenangkan diri6. Neurosa fobik merupaka psikoneurosa. Jika sesuatu konflik neurotic menyebabkan keadaan pembendungan , maka penyelesaian dapat dilakukan dengan dua cara :
8

Impulsnya mendobrak defense dan timbul ke permukaan Defense diperkuat sehingga impuls tetap berhasil ditekan

Namun ada kemungkinan yang ketiga yaitu bahwa kedua-duanya terjadi bersamaan yaitu impuls yang disisihkan menemukan jalan keluar melalui substitute (jalan pengganti), tetapi jalan keluar pengganti tersebut sekaligus membantu untuk menyisihkan impuls aslinya. Ini seperti suatu kompromi. Sebagian dari eksitasi yang terbendung akan tersalur, tetapi demikian rupa sehingga juga mempertegang defense terhadap sisa eksitasinya. Gejala psikoneurotik yang khas merupakan sekaligus pernyataan dorongan dan defense terhadap dorongan itu. Substitute diambil dari fantasi yang menyenangkan dan pengganti realitas yang tidak menyenangkan. Fantasi semacam itu dapat mengalami intensifikasi jika mengalami kateksis dari impuls yang ditolak dipindahkan ke dalam fantasi itu lalu fantasi itu dapat berlaku sebagai penyalur substitute. Tetapi substitute itu pun dapat mencapai jumlah atau intensitas yang berlebih atau terlalu dekat dengan arti asli dari impuls yang ditolak, dalam hal ini substitute itu sendiri dapat kena penolakan dan kemudian disubstitut lagi. Maka gejala yang terjadi bukan merupakan pernyataan langsung dari impuls yang ditolak melainkan yang tidak langsung6. Pada pasien obsesif-kompulsif, mekanisme defense yang digunakan adalah isolasi. Pasien menceritakan dengan tenang mengenai peristiwa-peristiwa tertentu. Mungkin ia malah membangun suatu teori mengenai peristiwa itu sebagai factor dalam perkembangan jiwanya dan hubungannya dengan kesulitan yang dihadapi di waktu sekarang. Akan tetapi, sementara itu, pasien tidak nampak menghayati emosi yang actual yang bersangkutan dengan peristiwa itu. Emosi itu dijauhkan dan dicurahkan terhadap hal-hal lain, hal-hal yang seolah tidak ada sangkut-paut dengan peristiwa traumatic. Misalnya seorang pasien sebelum meninggalkan rumah untuk pergi ke kantor selalu keliling rumahnya, di setiap kamar ia memegang pintu sebentar. Kalau ia merasa bahwa ada pintu yang dilupakan, maka ia harus mengulangi perbuatan ini dari permulaan. Ia melakukan ketelitian yang luar biasa, urutannya juga tidak boleh keliru dan ia merasa kalau ia membuat kesalahan. Sesungguhnya, yang ditakuti ialah impuls impuls seksual terhadap adiknya yang wanita. Ternayata ada hubungan asosiatif antara impuls ini dan pemeriksaan pintu rumah sebagai tindakan pengaman, tetapi pasien tidak mengetahui dan merasakan hubungan ini. Maka ia dapat menceritakan bagaimana ia pernah mengintai adiknya mengadakan permainan seksual dan disisi lain ia
9

terganggu oleh perasaan-perasaan yang ekstrim tentang pintu di rumahnya yang nampak irasional6. Menurut Freud, ada tiga macam kecemasan9 : Kecemasan realistic adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal dan taraf kecemasannya sesuai dengan ancaman yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari rasa cemas ini kita sebut sebagai takut. Contohnya jika saya melempar seekor ular berbisa di depan anda, anda pasti akan mengalami kecemasan ini. Ketergantungan ego pada dunia luar. Jadi segala kondisi dari dunia luar yang membahayakan akan menjadi sinyal untuk mengamankan ego. Kecemasan moral, kecemasan ini akan kita rasakan ketika ancaman dating bukan dari luar atau dari dunia fisik, tapi dari dunia sosial superego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri kita. Kecemasan moral ini adalah dengan kata lain rasa malu, rasa bersalah, atau rasa takut mendapat sanksi. Kecemasan bentuk ini merupakan ketakutan pada hati nurani. Ketergantungan ego pada super ego memunculkan kecemasan moral. Super ego mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsipprinsip moralitas dan idealis yang berbeda dengan prinsip kesenangan dari Id dan prinsir realistis dari Ego. Super ego memiliki dua subsistem, suara hati dan ego ideal. Freud tidak membedakan kedua fungsi ini secara jelas, tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-halyang sebaiknya dilakukan. Dari penjelasan di atas, maka ketergantungan ego pada super ego yang mewakili aspek moral akan menimbulkan kecemasan moral. Kecemasan moral juga dapat timbul dikarenakan konflik antara ego dan superego. Kecemasan neurotic. Perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id, kalau anda pernah merasakan kehilangan ide, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal, bahkan pikiran anda, maka anda saat itu mengalami kecemasan neurotic. Neurotic adalah kata lain dari gugup. Kecemasan ini yang paling menarik perhatiun Freud. Kecemasan ini dikarenakan adanya ketergantungan ego pada id. Di dalam fungsinya, Ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality priciple), yaitu Ego harus
10

menimbang-nimbang antara sederetan tuntutan Id yang tidak masuk akan dan saling bertentangan dengan Super Ego. Id tetap tak berubah, Ego terus mengembangkan aneka strategi untuk mengontrol tuntutan-tuntutan Id akan kesenangan yang tidak realistis. Kadang-kadang Ego sanggup mengekang dorongan Id yang serba kuat dan mencari kesenangan, kadang-kadang Id gagal memegang kendali. Ego terus tarik ulur dengan dorongan-dorongan Id, tetapi Ego sebetulnya berada dalam genggaman Id yang lebih kuat tetapi tidak teratur. Ego tidak mempunyai kekuatan sendiri karena Ego meminjam energi dari Id. Sekalipun bergantung pada Id, terkadang Ego berhasil memegang kendali penuh, contohnya pada seseorang yang telah matang secara psikologis. Namun, dalam kecemasan ini, ego tidak mampu memegang kendali sehingga ego akan tergantung pada id. Maka semua kebutuhan-kebutuhan dari seorang individu harus terpenuhi walaupun bertentangan dengan super ego ataupun kondisi sebenarnya. Hal ini akan menyebabkan kecemasan neurosis. Menurut Kartono, terdapat macam-macam kecemasan antara lain9 : Kecemasan superego. Kecemasan ini khusus mengenai diri setiap orang, dalam arti diri sendiri dan kondisi psikis sendiri, misalnya cemas kalau nanti dirinya gagal, sakit, mati, ditertawakan orang, dituduh, dihukum, kehilangan barang-barang atau orang yang disayanginya. Kecemasan neurotis. Kecemasan ini erat kaitannya dengan mekanisme-mekanisme pelarian diri yang negative yang disebabkan rasa bersalah atau berdosa, serta konflikkonflik emosional serius dan kronis berkesinambungan dan frustasi-frustasi serta ketegangan-ketegangan batin. Kecemasan psikotik. Kecemasan karena merasa terancam hidupnya dan kacau kalau ditambah kebingungan yang hebat, disebakan oleh dispersonalisasi dan disorganisasi psikis.

11

KESIMPULAN

Maramis (1983) mengartikan kecemasan sebagai suatu ketegangan, rasa tidak aman kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. Sedangkan dalam kamus psikologi yang disusun oleh Chaplin (1997), Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masamasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Anxietas merupakan suatu tanda peringatan terhadap situasi atau objek yang dianggap membahayakan sehingga memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk menghadapi ancaman tersebut. Anxietas dicetuskan oleh suatu situasi atau objek yang sebenarnya pada kejadian ini tidak membahayakan. Ketidakmampuan egi seseorang untuk mengatasi dorongandorongan yang muncul dari dalam dirinya sehingga ia akan mengembangkan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri ini sebenarnya uapay ego untuk menyalurkan dorongan dari dalam dirinya dan bias tetap berhadapan dengan lingkungan. Tetapi jika mekanisme pertahanan diri ini dipergunakan secara kaku, terus menerus, dan berkepanjangan maka hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak adaptif dan tidak realistis yang merupakan awal dari anxiety disorder. Menurut Freud, ada tiga macam kecemasan yaitu kecemasan realistis, kecemasan moral, dan kecemasan neurosis. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis, sedangkan ego pada super ego memunculkan kecemasan moral, dan

ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan relistis. Kecemasan neurosis adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui. Kecemasan moral, berakar dari konflik antar ego super ego. Kecemasan realistis terkait erat dengan rasa takut. Kecemasan ini didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik yang mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena memberi sinyal bahwa ada bahaya didepan mata (Freud, 1933/1964). Kecemasan juga mengatur dirinya sendiri (self regulating) karena bisa memicu represi, yang kemudian mengurangi rasa sakit akibat kecemasan tadi (Freud, 1933/1964).

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Suryabrata, Sumadi. Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2008. Hal 123. 2. Tupattinaja, Josetta. Cemas : Normal atau Tidak Normal. Medan : Universitas Sumatera Utara ; 2003. 3. Saddock, Benyamin J and Virginia A. Kaplan & Saddocks Comprehensive Textbook of Psychiatry. New York : Lippimcott Williams & Wilkins Publishers. 2000. p.112-9 4. Hutagalung, Evalina H. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. [online]. 2007 Oct 27th. [cited 2011 June 24th] ; [10 pages]. Available from: www.idi.com 5. Marsal, Hidayat. Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kecemasan Menghadapi Masa Depan Pada Survivour Gempa Bumi DIY. Universitas Islam Indonesia : Yogyakarta. 2008. Hal 11-15 6. Lubis, Bachtiar. Ikhtisar Teori dan Klinik Neurosa. Jakarta : PT. Bumi Grafika Jaya. 1979. Hal.28-58. 7. Elvira, Sylvia. Psikodinamika. [online]. [cited 2011 June 24th] ; [4 pages]. Available from: www.idi.com 8. Maramis, W.F. Ilmu Kedokteran Jiwa Cetakan Kesembilan. Surabaya : Airlangga University Press. 2005. Hal. 252 9. Citra. teori psikoanalisa yang menggambarkan kepribadian menurut freud dan ericson. [online]. [cited 2011 June 28th] ; [6 pages]. Available from : http://chit.blog.com

13

You might also like