You are on page 1of 42

1

PROFIL BATU SALURAN KEMIH DI RSUD MARGONO SOEKARDJO PURWOKERTO PERIODE JANUARI 2011-DESEMBER 2012

Pembimbing : dr. Tri Budi, Sp.U

Disusun Oleh : Merry Safitry A Qonita Wachidah Nadia Natasia Rianti Kamaratih G1A211075 G1A211076 1110221033 1110221138

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL SMF ILMU BEDAH UROLOGI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO PURWOKERTO 2013

LEMBAR PENGESAHAN Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus yang berjudul Profil Batu Saluran Kemih di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto Periode Januari 2011-Desember 2012

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik Di bagian SMF Bedah Urologi RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto

Disusun oleh: Merry Safitry A Qonita Wachidah Nadia Natasia Rianti Kamaratih G1A211075 G1A211076 1110221033 1110221038

Purwokerto,

Desember 2012

Mengetahui, Pembimbing

dr. Tri Budi, Sp.U

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judulProfil Batu Saluran Kemih di RSUD Margono Soekardjo Purwokerto Periode Januari 2011-Desember 2012. Tujuan penulisan ini untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepanitraan Klinik di bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo, Purwokerto. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. dr. Tri Budi, Sp.U selaku pembimbing yang telah memberikan arahan pada presus ini. 2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan presus ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi refrat ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Kami berharap semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Purwokerto, 22 Februari 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang disebabkan pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. Batu Saluran Kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia. Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Prevalensi batu ginjal di Amerika bervariasi tergantung pada ras, jenis kelamin dan lokasi geografis. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade ketiga sampai keempat. Berdasarkan data epidemiologik, negara yang mulai berkembang terdapat banyak BSK bawah terutama pada anak. Negara sedang berkembang insidensi batu relatif rendah baik saluran kemih atas maupun bawah. Di negara yang telah berkembang insidensi BSK atas banyak terutama pada dewasa. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang (Lina, 2008; Sjamsuhidajat, 2008). Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas, hal ini dikarenakan adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di dunia peyakit BSK merupakan penyakit peringkat ketiga dibidang urologi setelah penyakit infeksi dan penyakit kelenjar prostat,

Insidens BSK diseluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% tahun. Di Amerika Serikat 0,14% per tahun dari jumlah penduduk. Manifestasi BSK dapat asimptomatik, berbentuk rasa sakit ringan sampai berat dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal. BSK dapat menimbulkan keadaan darurat bila batturun dalam sistem kolektivus dan dapat menyebabkan kelainan pada kolektivus ginjal atau infeksi dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena dilatasi sistem sumbatan dengan peregangan reseptor nyeri dan iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema dam pelepasan mediator nyeri. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering disertai serangan kolik ulangan. BSK beresiko komplikasi gangguan fungsi ginjal yang dapat berdampak sindrom uremia, gagal ginjal hingga kematian (Manon, 2002; Pahira, 2001). Angka kekambuhan BSK dalam satu tahun 15-17%, 4-5 tahun 50%, 10 tahun 75% dan 95-100% dalam 20-25 tahun. Apabila BSK kambuh dapat terjadi peningkatan mortalitas dan peningkatan biaya pengobatan. Beban ekonomi akibat batu saluran kemih sangat besar. Pada tahun 2000, biaya total untuk pengobatan batu saluran kemih di Amerika Serikat diperkirakan 2,1 milyar dolar, yang meliputi 971 juta dolar untuk pasien rawat inap, 607 juta dolar untuk pasien rawat jalan dan kunjungan praktik dokter, serta 490 juta dolar untuk pelayanan gawat darurat. Angka-angka tersebut menggambarkan kenaikan sebesar 50% dari biaya pengobatan urolitiasis sebesar 1,34 milyar dolar pada tahun 1994. Di Indonesia belum ada data mengenai beban biaya kesehatan untuk batu saluran kemih (William, 1990). Menurut Departemenn Kesehatan RI (2004), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 17.509 penderita, dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,79%. Menurut DepKes RI (2006), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia yaitu 16,251 penderita dengan CFR 0,94%. Data rekam medis di RS, Dr. Kariadi diketahui bahwa proporsi BSK menuju peningkatan pada tahun 2003 dari 32,8% menjadi 35,4% pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 39,1%. Analisis jenis BSK di

Semarang didapatkan paling banyak batu Kalsium yiatu Kaliumm Oksalat 56,3%, kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu urat 5,5% dan sisanya campuran. Dalam memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien urolitiasis, berbagai faktor harus dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-pelvic junction, divertikel kaliks, ginjal tapal kuda), dan faktor pasien (adanya infeksi, obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati, anak-anak, orang tua, hipertensi dan gagal ginjal). B. Rumusan Masalah Bagaimanakah profil pasien Batu Saluran Kemih (BSK) di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekardjo Periode Januari 2011-Desember 2012. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui profil pasien BSK di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekardjo Periode Januari 2011 hingga Desember 2012. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien BSK berdasarkan sosiodemografi yaitu usia dan jenis kelamin. b. Untuk mengetahui daerah paling banyak yang terkena BSK c. Untuk mengetahui distribusi proporsi pasien BSK berdasarkan letak batu. d. Untuk mengetahui jumlah pasien dan tindakan BSK yang dilakukan di RS Prof. Dr. Margono Soekardjo D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak Rumah Sakit Prof. Dr.Margono Soekardjo dalam upaya memberikan pelayanan perawatan penderita BSK. 2. Sebagai bahan informasi atau referensi bagi penelitian tentang BSK selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

1. Ginjal Traktus urinarius sistem terdiri dari ginjal yang terus menerus membentuk urin dan berbagai reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar tubuh. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yaitu kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan dari luar kapsul terdapat jaringan lemak perirenal.Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dan terletak di sisi kolumna

vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hepar (Purnomo, 2009). Pada sisi medial terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Berat dan besar ginjal bervariasi, bergantung jenis kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsy klinis didapatkan ukuran ginjal orang dewasa rata rata 11,5cm x 6cm x 3,5cm dengan berat 120-170 gr atau 0,4% Berat badan (Purnomo 2003). Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi costa ke XII

sedangkan kutub atas ginjal kiri setinggi costa XI. Ginjal berfungsi mengeluarkan kelebihan air dan racun-racun dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Ginjal juga menjaga keseimbangan garam dan substrasi lain dalam darah, ginjal memproduksi hormon yang dapat membantu pertumbuhan tulang yang kuat dan pembentukan sel darah (Price, 2005) Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal. Didalam kortek terdapat berjuta-juta nefron sedangkan didalam medulla banyak terdsapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus kolegentes. . Jumlah nefron bervariasi, semakin rendah jumlah nefron, semakin tinggi resiko penyakit ginjal dan hipertensi. Nefron terdiri atas proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus

renal korpuskulus (glomerulus), tubulus proksimal, lengkung henle, tubulus distal dan ductus kolektivus. Filtrasi glomerular terdiri atas pori pori pada sel endotel glomerulus, membran basalis glomerular dan tonjolan kaki pada podosit. Karena ukuran pori pori dan perbedaan elektrisitas pada sawar filtrasi, menyebabkan sifat permeabilitas tinggi terhadap air dan substansi kecil larut air tetapi permeabilitas rendah pada protein plasma (Benninghoff, A. 1993). Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalamim sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi glomerulus dan menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk didalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan didalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu mengalirkan urina sampai ureter (Poernomo, 2009).

Gambar 2.1. Ginjal (Sumber : Wolf, 2012)

2. Ureter Merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urin, terjadilah kontraksi otot

10

polos yang berlebihan yang bertujuan mendorong/mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter. Terdapat beberapa tempat penyempitan di ureter diantaranya (Purnomo, 2009): a. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction. b. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis. c. Pada saat ureter masuk ke buli-buli Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intra mural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau refluks vesicoureter pada saat buli-buli berkontraksi. Pembagian ureter secara anatomi perlu diketahui karena berkaitan dengan tatalaksana batu ureter, yaitu: (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum, (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sacrum sampai pada batas bawah sacrum, dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli (Poernomo, 2009). 3. Vesika Urinaria Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot longitudinal. mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli (Poernomo, 2009; Snell, 1997). Buli-buli berfungsi menampung urin dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat di palpasi dan perkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivitas pusat miksi di medula spinalis segmen

11

sakral S2-4. Hal ini meyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi (Poernomo, 2009; Sherwood, 2001). 4. Uretra Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomi uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Spingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis posterior. Spingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing (Purnoemo, 2009; Scwartz, 2000). B. Etiologi dan Faktor Resiko Batu saluran kemih adalah penyakit dimana didapatkan massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah(kandung kemih dan uretra) yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Etiologi pembentuk batu saluran kemih diduga ada kaitannya dengan gangguan aliran air kemih (urin), gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi yang kronis, kelainan bentuk saluran kemih (bawaan). Lebih dari 80% penyebab batu tak diketahui, dan dianggap bahwa penderita itu tubuhnya mempunyai bakat membentuk batu saluran kemih.

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang (Purnoemo, 2009): 1. Faktor intrinsik a. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya

12

b. Umur : penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30-50 tahun c. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan (4:1). d. Penyakit lain yang mendasari atau memperberat seperti

Hiperparathiroid yang menyebabkan hiperkalsemia, penyerapan kalsium tinggi dari usus, struktur anatomi yang patologis. Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Infeksi serta stasis pada saluran kemih. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. 2. Faktor ekstrinsik a. Geografi Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt seperti di India, Thailand, Indonesia, dll. Sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan sangat jarang ditemukan batu saluran kemih. b. Iklim dan Temperatur c. Asupan Air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. d. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. e. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas. C. Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih (BSK) Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah asam urat, oksalat, fosfat, sistin dan xantin. Batu terdiri atas kristal-kristal yang

13

tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi akan membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih (Purnoemo, 2009). Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solute didalam urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum didalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar (Purnoemo, 2009). Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urin), yaitu pada sistem kalises ginal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertrikel obstruksi ontravesica kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu (Poernomo, 2009). Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi akan membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang

14

lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih (Purnoemo, 2009). Beberapa teori pembentukan batu adalah (Muslim, 2007) : 1. Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih. 2. Teori Matriks : Matriks organik terdiri atas serum/protein urine

(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu. 3. Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung zatzat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu didalam saluran kemih. 4. Teori Supersaturasi Supersaturasi air kemih dengan garam garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya

pengendapan. Apabil kelarutan suatu produk tinggi dibandingkatn titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan

terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu. Disini terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu. Faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi kalkulogenesis antara lain: a. Infeksi Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan

15

akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garamgaram fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada. b. Hipertensi Pada penderita darah tinggi, aliran darah berubah dari aminer menjadi turbulensi. Hal ini menyebabkan pengendapan ion ion kalsium papilla (Ranals plaque) atau disebut juga perkapuran ginjal, yang dapat berubah menjadi batu (Stoler. 2004). c. Obsruksi dan Statis Urin Adanya obstruksi dan statis urin menyebabkan infeksi karena memberikan kesempatan bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. d. Jenis Kelamin Data menunjukan bahwa batu saluran kencing banyak ditemukan pada pria. Hal ini disebabkan saluran kemih pria lebih panjang dan sempit daripada wanita; kebiasaan menahan kencing saat bekerja terutama persentasi laki laki yang bekerja lapangan lebih banyak daripada wanita. Pula, testosterone menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati daripada pada perempuan (Lina,N. 2008) e. Keturunan Ternyata keluarga penderita batu saluran kencing lebih banyak mempunyai kesempatan untuk menderita batu saluran kencing dari pada orang lain karena umumnya memiliki habit perilaku dan kebiasaan yang serupa.

f. Air minum Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi kemungkinan trebentuknya batu sakuran kemih, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.

16

Konsumsi air minum yang banyak, akan meningkatkan dieresis dan mengefektifkan efek washout. Kandungan mineral pada air minum juga turut kontribusi pada kalkulogenesis. Air yang mengandung sodium karbonat seperti softdrink serta phospidic acid (Alon, U.S. 2008). g. Pekerjaan Pekerja-pekerja yang banyak bergerak misalya buruh dan petani akan mengurangi kemungkinan-kemungkinan terjadinya batu saluran kemih bila dibandingkan dengan pekerja yang lebih banyak duduk. Namun kekurangannya, mereka beraktivitas mengeluarkan keringat yang banyak, di bawah terik matahari sehingga banyak cairan tubuh serta elektrolit yang hilang yang tidak diimbangi dengan pemasukan cairan. h. Makanan Pada golongan masyarakat yang lebih banyak makanan protein hewani angka morbiditas batu saluran kemih berkurang. i. Suhu Tempat yang bersuhu panas misalnya didaerah panas menyebakan banyak mengeluarkan keringat, akan mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan batu sakuran kemih. D. Komposisi Batu 1. Batu kalsium Batu ini paling banyak ditemui,yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu (Purnomo, 2009). Faktor terjadinya batu kalsium adalah : a. Hiperkalsiuria Adalah kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/hari. Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain (1) Hiperkalsiuria absorptif yang terjadi karena adanya peningkatan absorpsi kalsium melalui usus, (2) Hiperkalsiuria renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal, dan (3) Hiperkalsiuri resorptif / puasa terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang,

17

yang banyak terjadi pada tumor paratiroid atau hiperparatiroidisme primer. b. Hiperoksaluria Adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 g/hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam. c. Hiperurikosuria Adalah kadar asam urat didalam urine yang melebihi 850 mg/hari. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu atau nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari makanan yang banyak mengandung purin/asam urat maupun berasal dari metabolisme endogen. d. Hipositraturia Di dalam urine sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia dapat terjadi karena : penyakit asidosis tubuli ginjal, atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan tiazide dalam jangka waktu lama. e. Hipomagnesiuria Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai

penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. 2. Batu Struvit Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.

18

Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. CO (NH3)2 + H2O 2NH3 + CO2

Suasana ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. Karena terdiri atas 3 kation (Ca++ , Mg++ dan NH4+) batu ini dikenal sebagai triple phosphate. Kumankuman yang termasuk pemecah urea adalah : Proteus spp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. 3. Batu asam urat Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Batu ini banyak diderita oleh pasien-pasien penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah : a. Urine yang terlalu asam (pH urine < 6) b. Volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 L/hari) atau dehidrasi. c. Hiperurikosurik 4. Batu jenis lain Batu sistin, batu xantin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang dijumpai di Indonesia.

E. Penegakan Diagnosis Diagnosis batu saluran kemih dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk

19

menentukan adanya obstruksi traktus urinarius infeksi dan gangguan faal ginjal (Sjamsuhidayat, 2004, Scholtmeijer R.J et al., 1992). 1. Batu Ginjal Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bisa mengisi pelvis serta

seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik)

mempermudah timbulnya batu saluran kemih (Purnomo, 2009). Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada daerah yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberikan kelainan fisik (Sjamsuhidayat, 2004).

20

Gambar 2.2. Distribusi saraf pada ginjal (Sumber : Wolf, 2012)

2. Batu Ureter Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan batu ureter terhenti. Karena peristaltis, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas ke regio inguinal. Selama batu bertahan ditempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat (Scott R et al., 1982; Scholtmeijer R.J, 1992). Pada batu ginjal yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (< 5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi keradangan ( periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis (Purnomo, 2009). Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalis mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan

21

kelainan struktur saluran kemih atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsi, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi dapat mngenai gagal ginjal permanen (Purnomo, 2009). Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada : posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik (Purnomo, 2009).

22

a. Ureter bagian proximal dan tengah Batu atau benda lain yang berada pada ureter atas atau tengah dapat menimbulkan nyeri yang berat, tajam pada punggung

(costovertebral angle). Nyeri mungkin lebih berat dan interminten jika batu bergerak turun ke distal dan menyebabkan obstruksi intermiten. Batu yang menetap pada satu tempat di ureter akan menyebabkan nyeri yang lebih ringan. Nyeri pada ureter proximal akibat batu menjalar ke regio lumbal dan flank. Batu ureter

tengah cenderung menimbulkan nyeri yang menjalar ke caudal dan anterior abdomen (Anglade et al., 2004).

Gambar 2.3. Penjalaran nyeri pada batu ureter proximal dan tengah (Sumber : Scott R et al., 1982; Scholtmeijer R.J, 1992)

b. Ureter distal Batu pada ureter distal sering menyebabkan nyeri yang menjalar ke scrotum dan testis pada pria dan pada labium mayus pada wanita. Nyeri alih ini sering dihantarkan oleh n. Ilioinguinal atau cabang genital dari n. Genitofemoral (Anglade et al., 2004).

23

Gambar 2.4. Penjalaran nyeri pada batu ureter distal (Sumber : Scott R et al., 1982; Scholtmeijer R.J, 1992)

3. Batu Buli-buli Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hyperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda asing lain yang secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu, batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Di negara-negara berkembang masih sering dijumpai batu endemik pada buli-buli yang banyak dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang sering mengalami dehidrasi atau diare. Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain nyeri kencing / disuri hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat kencing sering kali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak seringkali mengeluh adanya enuresis nocturnal, di samping sering menarik-narik penisnya (pada anak laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan).

24

Seringkali komposis batu buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika penyebabnya adalah infeksi), sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto polos abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum pelvis. Dalam hal ini pemeriksaan PIV pada fase sistogram memberikan gambaran sebagai bayangan negative.

Ultrasonografi dapat mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli. F. Pemeriksaan Penunjang Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan untuk

menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan

kemungkinan adanya obstruki saluran kemih, infeksi, dan gangguan faal ginjal. Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain (Purnomo, 2009): 1. Pemeriksaan Urine Pemeriksaan sedimen urin menunjukan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. 2. Pemeriksaan faal ginjal (ureum, kreatinin) Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. 3. Kadar elektrolit Kadar elektrolit perlu diperiksa yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam darah maupun di dalam urin). 4. Foto polos abdomen Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara jenis batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radio-lusen).

25

Tabel 2.1. Urutan Radio-opasitas Batu Saluran Kemih No. Jenis Batu Radiopasitas 1. Kalsium Opak 2. MAP Semiopak 3. Urat/Sistin Non opak (Sumber : Purnomo, 2009)

5. Pielografi Intra Vena (PIV) Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu, PIV dapat mendeteksiadanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd. 6. Ultrasonografi USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan- keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal. G. Penatalaksanaan Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endurologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka (Purnomo, 2009). 1. Medikamentosa Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. 2. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

26

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah dengan gelombang kejut menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar meimbulkan perasaan nyeri kolik atau menyebabkan hematuria. 3. Endurologi Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Sedangkan pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu antara lain (Purnomo, 2009): a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) Yaitu mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu. b. Litotripsi Yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu (Litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik (Purnomo, 2009). c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada didalam ureter maupun di dalam pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

ureteroskopi/ureterorenoskopi ini. d. Ekstraksi Dormia

27

Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia. 4. Bedah Terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan endurologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambiln batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka ini adalah antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untukmengambil batu pada saluran ginjal, dan uterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun. Batu buli-buli dapat dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar memerlukan pembedahan terbuka (vesikolitotomi). Hal yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan koreksi terhadap penyebab timbulnya stasis urin (Purnomo, 2009).
Tabel 2.2. Terapi untuk pencegahan timbulnya kembali Batu Saluran Kemih No. Jenis Batu Faktor Penyebab Timbulnya Batu Jenis Obat / Tindakan Natrium selulosa fosfat Thiazide Orthofosfat Hiperkalsiuri renal 1. Kalsium Hhiperkalsiuri resorptif Hipositraturi Hipomagnesiuri Hiperurikosuri Hiperoksaluria Thiazide Paratiroidektomi Potassium sitrat Magnesium sitrat Allopurinol Potassium alkali Allupurinol; pyridoxine; Mekanisme Kerja Obat Mengikat Ca dalam usus absorbsi Reabsorbsi Ca di tubulus Sintesis vit.D; urin inhibitor Reabsorbsi Ca di tubulus Reabsorbsi Ca dari tulang pH; sitrat; Ca urin Mg urin urat pH urat

Hiperkalsiuri absorbtif

28

2.

MAP (Magnesium ammonium fosfat) Urat

Infeksi Dehidrasi (pH urin ) Hiperurikosuri

kalsium suplemen Antibiotika AHA (amino hydroxamic acid)

Eradikasi infeksi Urease inhibitor

3.

Hidrasi cukup; pH potassium alkali (Nat Bik) Allopurinol urat (Sumber : Purnomo, 2009)

29

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan mengambil data sekunder dari rekam medik pasien batu saluran kemih yang dirawat di RS Prof Dr. Margono Soekardjo periode Januari 2011 hingga Desember 2012. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran dari variabel penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik kejadian batu saluran kemih dan penatalaksanaannya. B. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnosis batu saluran kemih yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2012 menurut data rekam medis yang diperoleh dengan jumlah 739 orang. Sampel pada penelitian menggunakan teknik total sampling, dengan kriteria inklusi dan eksklusi: Kriteria inklusi : 1. Pasien dengan catatan rekam medik menderita batu saluran kemih. 2. Dirawat di instalasi rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Kriteria eksklusi : 1. Catatan rekam medik tidak ditemukan atau tidak lengkap. 2. Catatan rekam medik tidak sesuai dengan data yang diperoleh. Sehingga jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 585.

30

C. Variabel Penelitian Variabel Penelitian a. Jenis kelamin b. Usia c. Penatalaksanaan d. Letak batu saluran kemih D. Pengumpulan Data Pendekatan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien batu saluran kemih yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode Januari 2011 sampai Desember 2012. Data rekam medik pasien diambil dari bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 1 Januari sampai 19 Februari 2013. Rekam medis dikumpulkan, dianalisis, dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui distribusi frekuensi umur, jenis kelamin, jenis batu dan penatalaksanaanya. E. Tata Urutan Kerja 1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis batu saluran kemih di rekam medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. 2. Tahap pengolahan dan analisis data. 3. Tahap penyusunan laporan. F. Analisis Data Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian dengan tujuan untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan dianalisis secara deskriptif. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel berupa distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variabel seperti umur, jenis kelamin, jenis batu dan penatalaksanaan. Analisa data secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

31

G. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari-Februari 2013 di bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto.

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian berlangsung dari tanggal 1 Januari 19 Februari 2013 bertempat di bagian Rekam Medik RSUD Margono Soekarjo (RSMS) Sampel penelitian berasal dari pasien yang menderita batu saluran kemih (BSK) berupa batu ginjal, batu ureter dan batu kandung kemih di RSMS periode Januari 2010 hingga Desember 2011. Total sampel yang didapatkan sebanyak 558 pasien yang terdiri atas 232 pasien (41,5%) pada tahun 2011 dan 326 pasien (58,5%) pada tahun 2012. 1. Variabel Jenis Kelamin
Tabel 1.1 Perbandingan Jenis Kelamin Pasien No Jenis Kelamin 2011 2012 Total

1.

Laki-laki Persentase Perempuan Persentase Jumlah Persentase

161 69,3% 71 30,7% 232 100%

258 79,14% 68 20,86% 326 100%

419 75% 139 25% 558 100%

2.

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011
Series1, Lakilaki, 161 Series1, Perempuan, 71

Colom 1.1 Distribusi kejadian BSK berdasarkan jenis kelamin 2011

33

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2012

Colom 1.2 Distribusi kejadian BSK bedasarkan jenis kelamin 2012

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perbandingan jenis kelamin pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita, yakni 419 (75%) pasien laki-laki berbanding dengan 139 (25%) pasien perempuan.

1. Variabel Usia
Tabel 1.2 Distribusi Usia Pasien No Kelompok usia 2011 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Balita (0-5) Anak (6-11) Remaja (12-17) Dewasa dini (18-40) Dewasa madya (4155) Dewasa lanjut (5664) Lansia (65) Jumlah 2 (0,9%) 3 (1,3%) 5( 2,15%) 50 (21,5%) 81 (35%) 46 (19,8%) 45 (19,3%) 232 2012 1 (0,3%) 0 1 (0,3%) 72 (22,08%) 117 (35,89%) 68 (20,86%) 67 (20,55%) 326 Total 3 (0,5%) 3 (0,5%) 6 (1%) 122 (22%) 198 (35,5%) 114 (20,4%) 112 (20%) 558

34

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Kelompok Usia tahun 2011
Balita Anak

(0-5) (6-11)

Remaja (12-17) Dewasa dini (18-40) Dewasa madya (41-55) Dewasa lanjut (56-64) Lansia (65)

Distribusi Kejadian Batu Saluran Kemih Berdasarkan Usia Tahun 2012

0-5 6-11 12-17 18-40 41-55 56-64 65

Kelompok usia terbanyak yang menderita BSK adalah kelompok usia dewasa madya yaitu 41-55 tahun sebanyak 198 pasien atau 35,5%. Urutan ke-2 ditempati kelompok usia dewasa dini yaitu 18-40 tahun sebanyak 122 pasien atau 22% dan disusul oleh kelompok usia dewasa lanjut (56-64 tahun) 114 pasien atau 20,4%.

35

2. Variabel Letak BSK


Tabel 4.4. Distribusi Letak BSK No 1. 2. 3. 4. Diagnosis BSK Batu ginjal Batu ureter Batu kandung kemih Batu saluran kemih Jumlah 2011 Presentase 99 43% 53 23% 75 32% 5 2% 232 2012 Presentase 133 40,79% 85 26,07% 103 31,57% 5 1,53% 326 Total 232 41,5% 138 24,7% 178 31,9% 10 1,8% 558

36

Distribusi Letak Batu Saluran Kemih Tahun 2012

Batu Saluran Kemih Ren Ureter VU

Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien terbanyak yang menderita BSK adalah berupa batu ginjal dengan persentase sebesar 41,5% atau sbanyak 232 pasien . Batu kandung kemih menempati urutan ke-2 dengan persentase 31,9% atau sebanyak 178 pasien, kemudian disusul batu ureter sebesar 24,7%. 3. Variabel Penatalaksanaan
No 1. 2. 3. 4. 5. 7. 8. Penatalaksanaan Konservatif Nefrectomy Nefrolitotomy Ureterolitotomy Vesicolitotomy Litotripsy URS + DJ stent Jumlah 2011 Presentase 123 53% 27 11% 9 3,8% 17 7,3% 50 21,5% 5 2,15% 1 0,4% 232 2012 Presentase 108 33,13% 3 0,92% 46 14,11% 12 3,68% 50 15,33% 44 13,5% 39 11,96% 326 Total 231 41,3% 30 5,3% 55 10% 29 5.1% 100 18% 49 8,7% 40 7,1% 558

Distribusi Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih Tahun 2011


Konservatif Nefrectomy Nefrolitotomy Ureterolitotomy Vesicolitotomy Litotripsy URS + DJ stent

37

Distribusi Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih Tahun 2012


Konservatif Nefrectomy Nefrolithotomy URS Ureterolithotomy Vesicolithotomy Lithotripsy

Pada penelitian ini didapatkan bahwa penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah konservatif sebesar 41,3%, kemudian

vesikolitotomi sebesar 18%, yang ketiga yaitu litotripsy sebesar 8,7%.

B. Pembahasan Jumlah penderita batu saluran kemih yang meliputi batu ginjal, batu ureter dan batu kandung kemih di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo periode 2011 - 2012 sebanyak 558 pasien, yaitu 232 pasien pada tahun 2011 dan 326 pasien. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak terkena batu saluran kemih terbukti dengan jumlah penderitanya sebanyak 419 pasien, berbanding dengan 139 pasien perempuan. Hal tersebut sesuai dimana angka insidensi batu ginjal pada laki-laki lebih tinggi dari wanita

38

berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika (Anonim, 2009). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan faktor risiko internal pada pasien BSK yang telah disampaikan pada bagian tinjauan pustaka yaitu jumlah pasien laki-laki empat kali lebih banyak dibanding pasien perempuan. Berdasarkan distribusi kelompok usia pasien, kisaran usia 41-55 tahun atau kelompok usia dewasa madya paling banyak terkena BSK terbukti dengan jumlah penderitanya sebanyak 198 pasien (35,5%), Urutan ke-2 ditempati kelompok usia dewasa dini yaitu 18-40 tahun sebanyak 122 pasien atau 22% dan disusul oleh kelompok usia dewasa lanjut (56-64 tahun) 114 pasien atau 20,4%. Hasil yang didapat Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Berdasarkan distribusi letak batu, didapatkan bahwa pasien terbanyak yang menderita BSK adalah berupa batu ginjal dengan persentase sebesar 41,5% atau sbanyak 232 pasien . Batu kandung kemih menempati urutan ke-2 dengan persentase 31,9% atau sebanyak 178 pasien, kemudian disusul batu ureter sebesar 24,7%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lina tahun 2009, Lokasi BSK paling banyak dijumpai di ginjal yaitu sebanyak 22 orang (36%), ureter sebanyak 21 orang (35%) dan di Buli sebanyak 9 orang (15%). Berdasarkan jenis penatalaksanaan Pada penelitian ini didapatkan bahwa penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah konservatif sebesar 41,3%, kemudian vesikolitotomi sebesar 18%, yang ketiga yaitu litotripsy sebesar 8,7%. Sebanyak 80% dari total penatalaksanaan konservatif yang dilakukan, merupakan pasien yang dirawat oleh departemen penyakit dalam, dan tidak dilakukan tindakan invasif untuk batu saluran kemihnya. Sedangkan pasien yang mendapat terapi invasif

39

selain hanya terapi konservatif merupakan pasien yang datang langsung ke departemen urologi.

40

BAB V KESIMPULAN

1. Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang disebabkan pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. 2. Total jumlah pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga Desember 2012 adalah sebanyak 558 pasien. 3. Distribusi pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga Desember 2012 berdasarkan jenis kelamin adalah 232 pasien pria (41,6%) dan 326 pasien wanita (58,4%). 4. Distribusi pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga Desember 2012 berdasarkan usia adalah balita sebanyak 3 pasien (0,5%), anak-anak sebanyak 3 pasien (0,5%), remaja sebanyak 6 pasien (1,7%), dewasa dini sebanyak 122 pasien (21,8%), dewasa madya sebanyak 198 pasien (35,5%), dewasa lanjut sebanyak 114 pasien (20,4%) dan lansia sebanyak 112 pasien (19,6%). 5. Distribusi pasien BSK di RSMS selama periode Januari 2011 hingga Desember 2012 berdasarkan letak batu adalah batu ginjal sebanyak 232 pasien (41,6%), batu ureter sebanyak 53 pasien (9,5%), batu saluran kemih sebanyak 5 pasien (0,9%) dan batu kandung kemih sebanyak 75 pasien (48%). 6. Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah konservatif sebesar 41,3%, kemudian vesikolitotomi sebesar 18%, yang ketiga yaitu litotripsy sebesar 8,7%.

41

DAFTAR PUSTAKA

Anglade, RE, Wang, DS and Babayan, RK. 2004. Urinary calculi and endourology dala : Handbook urology diagnosis and therapy. Lippinscott Wiliams and Wilkins. Edisi ketiga. Anonym, Kidney stones in Adults, 2009. Ureteolitiasis. Didownload pada tanggal 20 Agustus 2012 dalam www. NIDDK.htm.ureterolitiasis Lina, Nur. 2008. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih pada LakiLaki (Studi Kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, RSI Sultan Agung Semarang). Tesis. Semarang : Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Menon,M., Resnick, Martin,I. 2002. Urinary lithiasis : etiology and endourology, in Chambells urology, 8th ed, Vol 14. W.B. Saunder Company, Philadelphia, 2002 : 3230-3292.

Muslim, Rifky. 2007. Batu Saluran Kemih : Suatu Problema Gaya Hidup dan Pola Makan Serta Analisis Ekonomi pada Penatalaksanaannya. Badan penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Pahira,J.J., Razack,A.A. 2001. Nephrolithiasis ; Clinical Manual of Urology. Mc Graw Hill Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta : CV Sagung Seto Price, S. 2005. Batu Saluran Kemih dalam: Patofisiologi Dasar dan Klinis. EGC, Jakarta. Schwartz dkk, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2000 Scholtmeijer R.J, and Schroder F.H, Kolik Ginjal dalam Andrianto P. (ed.) Urologi untuk Praktek Umum (terj.), EGC, Jakarta, 1992, hal 85-94. Sherwood, Lauralee. 2001. Sistem Kemih dalam : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. 461. Sjamsuhidajat R, De jong W, Saluran Kemih dan alat kelamin laki dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2005, hal. 756-757.

42

Snell, Richard S. 1997. Rongga Abdomen dalam : Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 3 Bagian 2. EGC, Jakarta, 217 William,D.M. 1990. Clinical and Laboratory Evaluation of Renal Stone Patients. Dalam Endocrinology and Metabolism Clinic of North America. W.B. Saunders : Philadelphian. Wolf, J Stuart. 2012. Nefrolithiasis. Available from: http//www.emedicine.com Retrived on August 25 2012.

You might also like