You are on page 1of 18

Page |1

BAB I PENDAHULUAN

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).4,5 Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Dusenas menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkatkan dari 6,3 % menjadi 7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003 menjadi 8,15%.4,7 Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen KesehatanUnicef tahun 2005, dari 343 kabupaten/kota di Indonesia penderita gizi buruk sebanyak 169 kabupaten/kota tergolong prevalensi sangat tinggi dan 257 kabupaten/kota lainnya prevalensi tinggi. Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya diderita anak balita, tetapi semua kelompok umur. Perempuan adalah yang paling rentan, disamping anak-anak. Sekitar 4 juta ibu hamil, setengahnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi lahir dengan kekurangan berat badan (berat badan rendah).4

Page |2

BAB II MARASMUS
DEFINISI Bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama, terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan, yang ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif tetapi biasanya masih ada nafsu makan dan kesadaran mental.4 ETIOLOGI Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain.4,5 A. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak2 1. Peranan diet Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak. 2. Peranan penyakit atau infeksi Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi

Page |3

dan penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak. B. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak4,5 1. Peranan sosial ekonomi Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah sosial ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent). 2. Peranan kepadatan penduduk Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization memaparkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan pangan maupun bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikotakota besar yang laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi

Page |4

dan tingginya angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan masyarakat di daerah tersebut. PATOFISIOLOGI Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.1 KLASIFIKASI Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia lebih dari 20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena hanya melihat % BB/U dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM sedang atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada diatas 60%.4

Page |5

Tabel 1. Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome Trust4 % BB/U Dengan edema Tanpa edema 60-80 <60 Kwashiorkor Kurang Gizi Marasmus- kwashiorkor Marasmus

Tabel 2. Klasifikasi MEP berat menurut Gomez4 Klasifikasi % BB/U Normal >90 Grade I ( Mallnutrisi Ringan) 75-89.9 Grade II ( Mallnutrisi sedang) 60-74.9 Grade III (Mallnutrisi Berat) ANTROPOMETRI Berat Badan Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah diukur dan diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil pengukuran berat badan dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U) dan Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat badan yaitu:4 BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan dalam persentase:4 > 120 % : disebut gizi lebih <60

80 120 % : disebut gizi baik 60 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk (kwashiorkor) < 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (marasmus kwashiorkor)

Tinggi Badan (TB) Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat badan akan memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan

Page |6

fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk pengukuran tinggi badan juga diperlukan informasi umur yang tepat, jenis kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.4 Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:4 90 110 % : baik/normal 70 89 % < 70 % : tinggi kurang : tinggi sangat kurang

Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB) Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar wasting dan stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini adalah tidak diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.3,4 BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%, interpretasi di nilai sebagai berikut:4 > 120 % : Obesitas

110 120 % : Overweight 90 110 % : normal 70 90 % < 70 % : gizi kurang : gizi buruk

GEJALA KLINIS Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari

Page |7

kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.1,2 Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan menjadi berkurang.2,3 Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehariharinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga

Page |8

anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4 DIAGNOSIS Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.3,4

Ciri dari marasmus antara lain:3,4 - Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus - Perubahan mental - Kulit kering, dingin dan kendur - Rambut kering, tipis dan mudah rontok - Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang - Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas - Sering diare atau konstipasi - Kadang terdapat bradikardi - Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya - Kadang frekuensi pernafasan menurun

Page |9

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.3 Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:3,4 - Perubahan mental sampai apatis - Sering dijumpai Edema - Atrofi otot - Gangguan sistem gastrointestinal - Perubahan rambut dan kulit - Pembesaran hati - Anemia PENCEGAHAN Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebabnya diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah:4,7 1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi. 2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas 3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan 4. Pemberian imunisasi.

P a g e | 10

5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap. 6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang. 7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan. 8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi. 9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan 10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk. Pentingnya Deteksi Dan Intervensi Dini Mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Tidak hanya dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan frekuen feeding ( pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet ( penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak. Pada daerah endemis gizi buruk, diperlukan tambahan distribusi makanan yang memadai.5,7 Posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau deteksi dini dan pelayanan pertama menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk saat ini. Penggunaan kartu menuju sehat dan pemberian makanan tambahan di posyandu perlu digalakkan lagi. Tindakan cepat pada balita yang 2x berturut-turut tidak naik timbangan berat badannya untuk segera mendapat akses pelayanan dan edukasi lebih lanjut, dapat menjadi sarana deteksi dan intervensi yang efektif. Termasuk juga peningkatan cakupan imunisasi untuk menghindari penyakit yang dapat dicegah, serta propaganda kebersihan personal maupun lingkungan. Pemuka masyarakat maupun agama akan sangat efektif jika membantu dalam pemberian edukasi pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos-mitos yang salah pada pemberian makan pada anak.5,7

P a g e | 11

PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap.1,7 Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.1,2 Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.2,4 Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM), selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.2,4

P a g e | 12

Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat. Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin.1,7 Tabel 1. Sepuluh langkah tatalaksana gizi buruk1,7 No Tindakan Pelayanan 1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia 2. Mencegah dan mengatasi hipotermia 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi 4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit 5. Mengobati infeksi 6. Memperbaiki zat gizi mikro 7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi 8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar 9. Memberikan stimulasi tumbuh kembang 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah Tanpa Fe Dengan Fe Fase Stabilisasi H1-2H3-7 Fase Rehabilitasi Fase Tindak lanjut *) Minggu ke 3 - 6 Minggu ke 7 -26

P a g e | 13

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1minggu/ kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 26) seperti tampak pada tabel diatas.1,7 KOMPLIKASI Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah:4,6 1. Noma Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe marasmuskwashiokor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Penyakit ini mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang tidak dapat hilang seperti lenyapnya hidung atau tidak dapat menutupnya mata karena proses fibrosis. 2. Xeroftalmia Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A. 3. Tuberkulosis Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.

P a g e | 14

4. Sirosis hepatis Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak. Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat. 5. Hipotermia Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita. 6. Hipoglikemia Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat membahayakan penderitanya. 7. Infeksi traktus urinarius Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi berat mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat mempermudah terjadinya infeksi tersebut. 8. Penurunan kecerdasan Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori.

P a g e | 15

PROGNOSIS Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.1,4,7

P a g e | 16

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Penyakit KEP atau Protein Energy Malnutrition (kekurangan energi dan protein) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara-negara tertinggal maupun negara berkembang seperti Indonesia dan lainnya. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita), dan ibu yang sedang mengandung atau menyusui. Pada kondisi ini ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam tingkat yang bermacam-macam. Akibat dari kondisi tersebut, ditemukan malnutrisi dari derajat yang ringan hingga berat. Pada keadaan yang sangat ringan tidak ditemukan kelainan dan hanya terdapat pertumbuhan yang kurang sedangkan kelainan biokimiawi dan gejala klinis tidak terlihat. Pada keadaan yang berat ditemukan dua tipe malnutrisi, yaitu marasmus dan kwashiokor, serta diantara keduanya terdapat suatu keadaan dimana ditemukan percampuran ciri-ciri kedua tipe malnutrisi tersebut yang dinamakan marasmus-kwashiokor. Masing-masing dari tipe itu mempunyai gejala-gejala klinis yang khas. Pada semua derajat maupun tipe malnutrisi ini mempunyai persamaan bahwa adanya gangguan pertumbuhan pada penderitanya. Untuk membedakan tipe ataupun derajat beratnyamalnutrisi terdapat beberapa cara maupun klasifikasi, salah satunya menurut Gomez atau Wellcome trust dan yang biasa dipakai sehari-hari menurut perhitungan antropometri. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya malnutrisi pada anak, terutama adalah peranan diet sehari-hari yang kurang mencukupi kebutuhan gizi seimbang anak pada masa usia pertumbuhan, adanya penyakit penyerta yang memperburuk keadaan gizi serta peranan sosial ekonomi yang mempunyai peranan tinggi terutama kemiskinan dalam hal mempengaruhi status gizi seseorang. Gejala klinis yang timbul pada kekurangan gizi tipe marasmus mempunyai gambaran yang khas dalam hal membedakannya dengan kekurangan gizi tipe kwashiokor. Pada tipe marasmus, gejala klinis yang lebih menonjol bahwa penderita terlihat wajahnya seperti orang tua dan anak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot-ototnya. Sedangkan pada tipe kwashiokor, gejala klinis yang lebih terlihat adalah penampilannya yang gemuk disertai adanya edema ringan maupun berat dan adanya ascites dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga terlihat perubahan warna rambut menjadi merah seperti rambut pada jagung serta mudah dicabut. Pengobatan marasmus

P a g e | 17

adalah dengan pemberian diet tinggi protein, sedangkan pada malnutrisi tipe kwashiokor terutama dengan pemberian diet tinggi protein disertai pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada. Selain itu juga diberikan vitamin A untuk mencegah terjadinya kebutaan pada matanya dan pemberian mineral lain untuk membantu meningkatkan gizi penderita. Penyakit ini mempunyai komplikasi dari yang ringan seperti infeksi traktus urinarius hingga yang berat seperti tuberkulosis. Penatalaksanaannya dilakukan secara bersama-sama dengan memperbaiki keadaan gizinya. Walaupun prognosisnya terlihat buruk tetapi dengan penganganan yang cepat dan tepat dapat menghindarkan penderitanya dari kematian.1,2,7 SARAN Penyakit marasmus ini merupakan penyakit kekurangan gizi yang banyak sekali terjadi di Indonesia dan terutama anak-anaklah yang banyak terkena kondisi gizi buruk atau malnutrisi ini. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut maka akan banyak sekali anak indonesia yang terhambat perkembangan dan pertumbuhannya dalam menatap masa depannya, sehingga diperlukan usaha yang ekstra untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah:4,7 1. Anak-anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sebaiknya mendapatkan asupan gizi yang adekuat sesuai empat sehat lima sempurna, yaitu kecukupan karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin, dan mineral dalam makanan sehariharinya. 2. Orang tua harus lebih memperhatikan asupan anak-anaknya apakah makanan yang diberikan sudah mencukupi nutrisi yang dibutuhkan dalam masa tumbuh kembangnya, selain itu orang tua sebaiknya memeriksakan anak-anaknya ke pusat kesehatan terdekat seperti posyandu atau puskesmas secara rutin untuk memantau tumbuh kembang anak-anaknya. 3. Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat melalui posyandu dan puskesmas turut berperan serta aktif sebagai basis terdepan dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama anak-anak dalam menuju indonesia sehat di masa yang akan datang. 4. Pemerintah menggalakan kembali program Keluarga Berencana melalui puskesmaspuskesmas yang tersebar di kota maupun di daerah tertinggal untuk menekan tingkat

P a g e | 18

pertumbuhan penduduk sehingga dengan rendahnya pertumbuhan penduduk maka akan meningkatkan tingkat kesejahteraan individu dan keluarga terutama anak-anak. Sehingga kasus gizi buruk pada anak-anak dapat ditekan serendah-rendahnya.

Daftar Pustaka
1. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition in Nelson Textbook of Pediatric 18th edition, 2004 : 225-232 2. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition of the Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154 3. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood Nutrition and its Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics 18th edition, 2005 : 283-311 4. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005 : 95-137 5. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica Indonesiana, 42 th volume, December, 2002 : 261-266 6. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children in Paediatrica Indonesiana, 48th volume, May, 2008 : 166-169 7. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe Malnutrition, World Health Organization, 2004 : 80-91

You might also like