You are on page 1of 27

BAB I PROGRAM PEMBERANTASAN TB PARU

A. PENDAHULUAN Untuk mewujudkan Indonesia sehat 2011, pemerintah melaksanakan pembangunan kesehatan, yang merupakan bagian dari Pembangangunan Nasional secara bertahap dan berkesinambungan serta dutujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Program pemberantasan penyakit menular mempunyai peranan dalam menurutnkan angka kesakitan dan kematian. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan penerapan teknologi kesehatan secara tepat oleh petugas-petugas kesehatan didukung peran aktif masyarakat. Pelaksanaa Program Pemberantasan Tuberkolosis (P2TB) paru telah sejak diadakan symposium pemberantasan TB di Ciloto pada tahun 1969. dan saat ini, untuk pelaksanaanya ditingkat masyarakat sebagai sarana pelayanan kesehatan dikenal adanya Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru (BP4), dengan program dan kegiatannya yang mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TB paru. Sejak tahun 1995, WHO telah merekomendasikan penggunaan strategi DOTS (directly Observed Treatment) dalam program Pemberantasan Penyakit Tuberkolosis Paru, kemudian berkembang seiring dengan pembentukan GERDUNAS-TB, maka program Pemberantasan Penyakit Tuberkolosis Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkolosis (TB). Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, Bank Dunia menyatakan Strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost effective. Sejak tahun 1995/1996, Program Pemeberantasan Tuberkolosis Paru (P2TBParu) melaksanakan strategi DOTS secara bertahap yang telah direkomendasikan WHO dengan mempertimbangkan kebijaksanaan yang ada, seperti : 1. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994, (Indonesia-WHO joint evaluation on national TB program) 2. Lokakarya Nasional Program P2TBC pada September 1994. 3. Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994. 4. Rekomendasi Komite Nasional Penaggulangan TBC Paru (KOMNASTBC, 9 September 1996) 5. Gerdunas-TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkolosis) 24 Maret 1999. Dengan strategi DOTS, manajemen penanggulangan TBc di Indonesia, ditekankan pada tingkat kabupaten/kota. Keberhasilan program ini sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak tenaga kesehatan juga peran serta aktif masyarakat.

B. LATAR BELAKANG TB Paru sebagai masalah dunia kembali muncul ke permukaan sebagai pembunuh utama oleh 1 jenis kuman. Diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia di serang TB dengan angka kematian 3 juta oatang (1993). Dengan munculnya epidemicvHIV/AIDS di dunia, jumlah penderita TB meningkat. Menurut WHO, kematian wanita karena TB, lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, bersalin serta nifas. WHO mencanangkan kedaruratan global pada tahun 1993 karena diperkirakan seperempat penduduk dunia terinfeksi kuman TB. Penyakit TB Paru menyerang sebagian besar kelompok usia produktif kerja. Sumber daya manusia adalah komponen pembangunan bangsa. Penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi lemah. Sejalan dengan program pemerintah mengentaskan kemiskinan, penderita TB perlu disembuhkan. Pada masa lalu, penderita yang diobati gratis melalui puskesmas jumlahnya terbatas dan angka kesembuhan rendah. Karena pengobatan yang tidak diatur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu telah menimbulkan resistensi (kebal) kuman TB terhadap Obat. Diharapkan jangan sampai terjadi Multi Drug Resistence (MDR). Penyakit Tuberkolosis kembali muncul kepermukaan dan menjadi perhatian dunia seiring dengan meningkatnya penyebaran infeksi HIV/AIDS. Dengan meningkatnya infeksi HIV/AIDS di Indonesia penderita TB akan meningkat pula, sehingga perlu dilakukan peningkatan mutu program P2 TB Paru. Alasan utama dilaksankannya strategi baru TB ialah karena kurangnya dampak program TB dalam mengatasi berbagai masalah TB di Indonesia. C. TUJUAN PROGRAM P2 TB-PARU 1. Tujuan jangka panjang Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TB dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. 2. Tujua n jangka pendek Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif. Mencegah peningkatan resistensi terhadap obat TB di masyarakat. Mengurangi penderitaan manusia akibat TB. D. STRATEGI PENAGGULANGAN TB NASIONAL Paradigma sehat Startegi DOTS, sesuai rekomendasi WHO. Penigkatan mutu/kualitas pelayanan Pengembangan program dilakukan secara bertahap keseluruh UPK. Peningkatan kerja sama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi, diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing-masing. 2

Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsru terkait. Memperhatikan komitmen internasional.

E. METODE PELAKSANAAN Metode dan materi yang diperoleh selama mengunjungi BP4 adalah : Penjelasan singkat tentang keberadaan BP4 dan perkembangannya. Tanya jawab dengan pembimbing tugas terkait. Observasi pemeriksaan sampai dengan terapi pada penderita Tuberkolosis Meninjau semua kegiatan laboratorium dan pemriksaan foto rontgen di BP4. Pelaksanaan : Tanggal 31 Januari - 2 Februari 2011

BAB II PENYAKIT TUBERKOLOSIS A. DEFINISI Tuberkolosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan dalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh yang lain, melalui sistem peredaran darah, Sistem limfe, melalui saluran nafas (bronkus) atau penyebaran langsung ke bagian tubuh yang lainnya. Dalam program pemberantasan TB, ada 2 macam klasifikasi : 1. TB Paru Tuberkolosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkolosis yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari tuberkolosis yang mudah menular. 2. TB Ekstra Paru Merupakan tuberkolosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru. Organ-organ lain tersebut biasanya adalah pleura, kelenjar limfe, persendiaan, tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf dan perut. Sebenarnya tuberkolosis dapat menyerang organ apa saja dari tubuh. B. EPIDEMIOLOGI Daya penularan dari seorang penderita tuberkolosis paru ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita, penyebaran dari kumankuman tersebut serta yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan berada di udara di sekitar penderita tuberkolosis. Pada penderita tuberkolosis paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat dilihat langsung melalui mikroskop pada sediaan dahaknya (penderita BTA positif) adalah sangat menular. Sedangkan penderita yang kuman pada dahaknya tidak dapat dilihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya (penderita BTA positif) adalah sangat kurang menular. Biasanya penyakitnya lebih ringan dari penderita BTA positif. Penderita tuberkolosis Ekstra Paru tidak menular, kecuali penderita itu penderita tuberkolosis paru. Penderita tuberkolosis BTA positif mengeluarkan kuman-kuman ke udara dalam bentuk droplet yang sanagt kecil pada waktu batuk dan bersin. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkolosis dan tetap bertahan di udara selama beberapa jam. Droplet yang mengandung kuman ini dapat terisap oleh ornag lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari oarang yang menghirupnya, merka mulai membelah diri atau berkembang biak dan terjadilah infeksi. Ini adalah cara bagaimana infeksi tersebut menyebar dari satu orang ke orang lain. Orang yang serumah dengan penderita tuberkolosis Paru BTA positif adalah orang yang besar kemungkinannya terpapar dengan kuman tuberkolosis.

C. PREVALENSI Di Indonesia tuberkolosis merupakan penyebab kematian ketiga. Infection Rate dari penyakit tuberkolosis adalah sebesar 50% pada semua umur, 23,6% pada umur 1-6 tahun, 42% pada umur 7-14 tahun, dan 76% pada umur 15 tahun. Sedangkan Annual Infection Rate sebesar 3%. Prevalensi sputum positif 0,6% dan Mortality Rate sebesar 38,8 per 100.000 penduduk. Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi sakit tuberkolosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka tersebut biasanya berada dalam keadaan dormant atau tidur, dan keberadaan kuman dormant tersebut dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebut sebagai penderita Tuberkolosis biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan setelah teradi infeksi. Mereka yang tidak menjadi sakit, tetapi mempunyai resiko untuk menderita Tuberkolosis sepanjang sisa hidup mereka. D. KOMPLIKASI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : 1. Hemoptisis berat ( perdarahan dari saluran nafas bawah ) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkhial. 3. Bronkhiektasis ( pelebaran bronkhus setempat ) dan fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif ) pada paru. 4. Pneumothorax ( adanya udara di dalam rongga pleura ) spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya. 6. Insufisiensi Kardio Pulmoner ( Cardio Pulmonary Insufficiency ). E. GEJALA GEJALA TUBERKULOSIS Gejala gejala paling umum pada penderita tersangka tuberkulosis paru adalah : Batuk yang terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap sebagai seorang suspek tubekulosis atau penderita tersangka TB dan harus segera diperiksakan dahaknya di laboratorium. Mengeluarkan dahak yang bercampur darah ( hemoptoe ), sesak nafas dan nyeri pada dada. Lemah badan, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, rasa kurang enak badan ( malaise ), berkeringat malam tanpa disertai kegiatan, demam, meriang selama lebih dari 1 bulan.

Gejala gejala tersebut dapat diperkuat dengan riwayat kontak langsung dengan penderita. Gejala gejala dari tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terkena. Nyeri dada pada TB pleura ( pleuritis ), pembesaran kelenjar limfe ( limfadenitis TB ), dan pembengkokan dari tulang belakang ( spondylitis TB ) merupakan tanda tanda yang sering di jumpai dari tuberkulosis ekstra paru. F. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik penderit sering tidak menunjukkan adanya suatu kelainan apapun, terutama pada kasus kasus dini ataupun yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian pula bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit melakukan pemeriksaan fisik, karena hantaran getaran / suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi atau auskultasi. G . DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKULOSIS Diagnosa TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu di adakan pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS ulang. Bila hasil rontgen mendukung TB maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB maka pemeriksaan dahak SPS diulangi. Apabila fasilits memungkinkan maka dapat dilakukan biakan kuman. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas selama 1 2 minggu. Bila tidak ada perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TB maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Diagnosis TB pada anak anak dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada dahak, bilasan lambung, biopsy, dan lain lain. Tetapi pada anak ini sulit dan jarang didapatkan sehingga dianosis TB anak didasarkan atas gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Selain itu seorang anak dicurigai menderita TB bila terdapat 3 tanda dari tanda tanda sebagia berikut : 1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB BTA positif; 2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (dalama 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG; 3. Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive); 4. Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas; 5. Batuk - batuk lebih dari 3 minggu; 6. Pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik; 7. Skrofuloderma; 8. Konjugtivitis fliktenularis; 9. Tes Tuberkulin yang positif (> 10 mm); 10. Gambaran foto rontgen sugestif TB. B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Terdapat 3 jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis seorang penderita TB paru, yaitu : 1. Pemeriksaan Bakteriologis Tanda pasti penderita tuberkulosis ditetapkan dengan : Kultur, namun harganya sangat mahal dan memerlukan waktu 6 8 minggu. Pemeriksaan dahak 3 kali dalam 2 hari berturut turut ( sewaktu pagi sewaktu ) keuntungannya lebih cepat dan lebih murah yaitu berupa pemeriksaan mikroskopis dari dahak yang telah dibuat sediaan hapus dan diwarnai Zeihl Neelsen. Bila kuman Basil Tahan Asam ( BTA ) dijumpai 2 dari 3 kali pemeriksaan maka penderita tersebut disebut BTA Positif / menular. 2. Pemeriksaan radiologis ( Rontgen ) Dilakukan bila penderita 3 kali pemeriksaan BTA negatif, sedangkan secara klinis mendukung tuberkulosis. Pemeriksaan radiologis belum merupakan diagnosa pasti. Pemeriksaan rontgen thorax mungkin berguna pada penderita suspek yang belum pernah diobati sebelumnya dengan hasil pemeriksaan dahaknya negatif. 3. Uji Tuberkulin ( Mantoux ) Uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TBC pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis karena tingginya prevalensi TBC. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis. Di lain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV / AIDS, malnutrisi berat, TBC milier dan morbili. Tes tuberkulin hanya berguna dalam menentukan diagnosis dari penderita yang dahaknya negatif ( terutama pada anak anak yang mempumyai kontak lama dengan penderita tuberkulosis ). C. PENGARUH HIV Infeksi virus HIV menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga orang yeng telah terinfeksi kuman TB tapi yang dalam keadaan dormant dapat menjadi sakit TB. Jika seorang telah mengidap HIV maka kemungkinan untuk menderita TB dalam waktu 1 tahun adalah 10 %. Oleh karena itu, penting untuk menemukan sedini mungkin dan mengobati sampai sembuh semua penderita tuberkulosis yang menular sehingga penularan TB dapat diturunkan.

BAB III PENGOBATAN TUBERKULOSIS

A. TUJUAN PENGOBATAN Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan dengan memutuskan rantai penularan dengan menyembuhkan penderita TBC paling sedikit 85 % dari seluruh kasus BTA positif. Dengan menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit TBC, maka TBC tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan ( UPK ), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, BP4, serta Praktek Dokter Swasta ( PDS ) dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu. Dalam rangka menyukseskan pelaksanaan penaggulangan TBC, prioritas ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan panduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS. Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) untuk penanggulangan TBC Nasional diberikan kepada penderita secara cuma cuma dan dijamin ketersediaannya. B. PRINSIP PENGOBATAN Pengobatan tuberkulosa dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut : OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan menggunakan OAT tunggal ( monoterapi ). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tepat ( OAT KDT ) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat ( PMO ). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal ( intensif ) dan lanjutan. Tahap awal ( intensif ) 1. Pada tahap awal ( intensif ) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. 2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. 3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ) dalam 2 bulan. 4. Lamanya 2 bulan. Tahap lanjutan 1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. 3. Lama pengobatan 4 bulan. C. PANDUAN OAT YANG DIGUNAKAN DI INDONESIA WHO dan IUATLD ( International Union Against Tuberculosis and Lung Disease ) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu : Kategori 1 2HRZE / 4H3R3 2HRZE / 4HR 2HRZE / 6HE Untuk penderita baru BTA (+). Pengobatan 2 fase : a. Fase permulaan 2HRZE : Lamanya 2 bulan. Obatnya meliputi : INH 300 mg Rifampisin 450 mg 1 kapsul Pirasinamid 1,5 gram tablet @ 500 mg Etambutol 750 mg 3 tablet @ 250 mg Dosis harian terkemas dalam Blister pack Cara makan obat setiap hari ( intensif ) Jumlah kali minum obat sebanyak 60 kali b. Fase lanjutan : Lama pengobatan 4 bulan. Jenis obat, dosis, dan jumlah tablet atau kaplet : INH 600 mg ( 2 tablet @ 300 mg ) Rifampisin 450 mg ( 1 tablet )

Dosis harian terkemas dalam Blister Pack Cara minum 3 kali seminggu Jumlah kali minum obat fase lanjutan sebanyak 50 kali Untuk penderita baru BTA (+) disediakan OAT untuk fase permulaan sebanyak 60 kali terapi intensif dan fase intermiten sebanyak 54 yang dikemas dengan nama PAKET A merupakan kumpulan OAT kategori 1 hanya untuk satu penderita dengan masa pengobatan selama 6 bulan atau 114 kali makan. Jika pada pemeriksaan sputum setelah terapi intensif, masih ditemukan BTA (+) diteruskan dengan terapi sisipan selama 1 bulan ( HRZE ). Setelah fase intermiten tetap BTA (+), maka terapi sisipan kembali diberikan selama 1 bulan ( HR ). Kategori 2 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 2HRZES / HRZE / 5HRE Pengobatan dengan Panduan OAT kategori 2 dalam kemasan PAKET B 1. Formula 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3.

2. Untuk penderita kambuh dan gagal pengobatan BTA (+) 3. Pengobatan terdiri dari 2 fase yaitu : a. Fase permulaan ( 2HRZES / HRZE ) Lamanya 3 bulan. Jenis obat, dosisnya dan jumlah tablet / kaplet : o INH 750 mg injeksi o Rifampisin 450 mg ( 1 tablet ) o Pirasinamid 1,50 gr ( 3 tablet ) o Ethambutol 750 mg ( 3 tablet ) Dosis harian terkamas dalam Blister Pack diberi nama ( HRZE ) untuk 3 bulan pertama. Sedangkan Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama. Kemasan Streptomisin per vial 1,5 gram berarti vial untuk 2 kali pemakaian. b. Fase lanjutan ( 5H3R3E3 ) Lmanya 5 bulan. Jenis obat, dosis dan jumlah tablet / kaplet : INH 600 mg ( 2 tablet ) Rifampisin 450 mg ( 1 tablet ) Ethambutol 12250 mg ( 3 tablet ) ( 2 kali @ 500 mg + 1 kali @ 250 mg ) Dosis harian dalam Blister Pack diberi nama ( HRE ) Cara minum 3 kali seminggu ( intermiten ) Jumlah kali minum obat fase lanjutan sebanyak 66 kali 4. Untuk satu penderita kambuh dan gagal pengobatan disediakan OAT untuk fase permulaan sebanyak 90 kali ( HRZE ), 30 vial Streptomisin @ 1,5 gram 66 yang dikemas dalam satu dos besar dengan nama OAT 2. dengan demikian, OAT 2 merupakan kumpulan obat minum dan obat injeksi Streptomisin untuk masa pengobatan selama 8 bulan atau 156 kali makan obat dan 60 X suntik. 5. Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa Obat Kombinasi Dosis Tetap ( OAT KDT ), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. 6. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, dan Ethambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) disediakan dalam bentuk paket, denga tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan sampai selesai. Satu ( 1 ) paket untuk satu ( 1 ) pasien dalam satu ( 1 ) masa pengobatan.

10

Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3 BERAT BADAN Tahap intensif tiap hari Selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) 30 - 37 2 Tablet 4 KDT 38 - 54 55 - 70 >/=71 3 Tablet 4 KDT 4 Tablet 4 KDT 5 Tablet 4 KDT

Tahap Lanjutan 3 kali Seminggu selama 16 Minggu RH (150/150) 2 Tablet 2 KDT 3 Tablet 2 KDT 4 Tablet 2 KDT 5 Tablet 2 KDT

Dosis OAT Kombipak kategori 1 : 2 HRZE/4H3R3 Tahap Lama Tablet Kablet Tablet Tablet Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol @300 mg @450 mg @500 mg @250 mg Intensif Lanjutan 2 bulan 4 bulan 1 kali/hari 1 kali/hari 2 kali/hari 1 kali/hari 3 kali/hari 3 kali/hari -

Jumlah Hari/kali Menelan obat 56 48

Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 BERAT BADAN 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg >/=71 kg Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275)+S Selama 36 hari Selama 28 hari 2 Tab 4KDI +500mg 2 Tab 4 KDT Streptomisin injeksi 3 Tab 4KDI +750mg 3 Tab 4 KDT Streptomisin injeksi 4 Tab 4KDI +1000mg 4 Tab 4 KDT Streptomisin injeksi 5 Tab 4KDI +1000mg 5 Tab 4 KDT Streptomisin injeksi Tahap Lanjutan 3 kali Seminggu RH (150/150)+E (400) selama 20 minggu 2 Tab 2 KDT +2tab Etambutol 3 Tab 2 KDT +3tab Etambutol 4 Tab 2 KDT +4tab Etambutol 5 Tab 2 KDT +5tab Etambutol

11

Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap Pengobat -an Lama Pengobat -an Tablet Isonia sid @300 mg 1 1 2 Kablet Rifampi sin @450 mg 1 1 1 Tablet Etambutol Pirazina mid @500 mg Tablet Tablet @250 @400 mg mg 3 3 3 3 1 2 Strep tomisin inj. Jumlah Hari/kali Menelan obat 56 28 60

Tahap 2bl Intensif (dosis 1bl Harian) Tahap 4bl Lanjutan (dosis 3x Seminggu)

0,75 -

Catatan : Untuk pasien yang berumur 50 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml (1 ml = 250mg). OAT Sisipan (HRZE) Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA(+)yang pada akhirnya pengobatan intensif masih tetap BTA (+). Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) Dosis KDT Sisipan : (HRZE) BERAT BADAN 30 - 37 38 - 54 55 - 70 >/=71 Tahap intensif tiap hari Selama 28 hari RHZE (150/75/400/275) 2 Tablet 4 KDT 3 Tablet 4 KDT 4 Tablet 4 KDT 5 Tablet 4 KDT

12

Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE Tahap Lama Tablet Kablet Tablet Tablet Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol @300 mg @450 mg @500 mg @250 mg Tahap 1 bulan Intensif (dosis harian) 1 3 3

Jumlah Hari/kali Menelan obat 28

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua. D. TATALAKSANA TB PADA ANAK Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu ceritera lain dengan menggunakan system skor. Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunkan system skor (korring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penaggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan system Skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan dengan 6 (>/=6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostic lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-sean dan lain-lain.

13

Sistem skoring (soring system)gejala dan pemeriksaan penunjang TB Parameter 0 1 2 Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak Tahu, BTA tidak jelas 3 BTA (-) Positif (>/=10mm,atau >/=5mm pada Keadaan imunosupresi) Bawah garis Merah (KMS Atau BB/U)<80% >/= 2 minggu >/= 3 minggu >/= 1 cm jumlah >1 tidak nyeri Klinis gizi buruk (BB/U) Jumlah

Kontak TB Tidak jelas Uji tuberkulin Negatif

Berat badan Demam tnp Sebab jelas Batuk* Pembesaran Kelenjar Limfe koliAksila, inGuinal PembengkaKan tulang/ Sendi pangGul, lutut, Falang Foto Normal Thoraks Tidak jelas Jumlah

Ada pembengkakan

Kesan TB

Catatan : Diagnosis dengan system scoring ditegakkan oleh dokter Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti asma, sinusitis dan lain-lain Jika dijumpai skrofuloderma** (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis

14

Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname) lampirkan tabel berat badan Foto thoraks bukan lat diagnosis Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul </=7 hari, setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan system skorring TB anak Anak didiagnosis TB skor >/=6, (skor maksimal 13). Pasien usia balita yang mendapat (skor5), dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

*batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti asma, sinusitis, refluks gatreosefagial dan lainnya. **skofuloderma adalah suatu bentuk reaktivitas infeksi TB, diawali oleh suatu limfadenitis atau osteo nielitis yang membentuk abses dingin dan melibatkan kulit diatasnya, kemudian pecah, membentuk situs dipermukaan kulit. Skofuloderma ditandai oleh massa yang padat atau fluktuatif, sinus yang mengeluarkan cairan, ulkus dengan dasar bergranulasi dan tidak beraturan serta tepi bergaung, serta sikatriks yang menyerupai jembatan. Biasanya ditemukan di daerah leher atau wajah, tetapi dapat juga dijumpai di ekstremitas atau urunkus. Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini : 1. Tanda bahaya: Kejang, kaku tunduk Penurunan kesadaran Kegawatan lain, misalnya sesak nafas 2. Foto thoraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura 3. Gibbus, koksitis. Sumber penularan pada TB anak adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dengan cara pemeriksaan radiologist dan BTA sputum (pelacakan sentripetal) bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain disekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan uji tuberculin. Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak disekitrnya harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan ini dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberculin. Alur tatlaksana Pasien TB anak pada unit pelayanan kesehatan dasar

Diagnosis TB dengan pemeriksaan selengkap mungkin skor >/=6 sebagai entry point

Ada perbaikan klinis

Beri OAT 2 bulan terapi

Tidak ada perbaikan klinis Untuk RS fasilitas terbatas, rujuk ke RS dengan fasilitas lebih lengkap

Terapi TB diteruskan sampai 6 bulan

15 Terapi TB diteruskan sambil mencari penyebabnya

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan evaluasi klinis dan pemeriksaan penunjang lain. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, maka pengobatan dihentikan. OAT Kategori anak, minimal diberikan 3 macam obat dan diberikan selama 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada intensif maupun lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badana anak. Dosis OAT KDT anak BERAT BADAN (kg) 5-9 10-14 15-19 20-32 2 bulan tiap hari RHZ (75/50/150) 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet 4 bulan tiap hari (75/50) 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet

Dosis OAT Kombipak anak :2RRZ/ 4RH Jenis obat isoniasid Rifampisin pirasinamid BB< 10kg 50 mg 75 mg 150 mg BB 10 19kg 100 mg 150 mg 300 mg BB 20 32kg 200 mg 300 mg 600 mg

Keteranagan : Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB >/= 33kg, dirujuk ke rumah sakit Obat harus diberikan utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum minum. Dosis OAT anak Nama obat Isoniasid Rifampisin** Dosis harian (mg/kgBB) 5 15* 10 20 Dosis maksimal (mg/hari) 300 600 Efek samping Hepatitis, neuritis, periver Hypersensitivitas Gastrointestinal, reaksi

16

pirasinamid Etambutol

15 30 15 20

2000 1250

streptomisin

15 40

1000

kulit, Hepatitis, trombositopenia, Peningktan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal Neuritis optic, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, penyempitan lapang pandang, Hypersensitivitas, Gastrointestinal Ottoksik, nefrotoksik

*Bila isoniasid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisinya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari **rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui system Gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan) E. EFEK SAMPING OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaika pengobatan tanpa efek samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu, pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping dari OAT dibagi 2 jenis : Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius, dalam kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera di rujuk ke UPK spesialistik. Efek samping Ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak gejala gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik. Tetapi, kadang kadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan, dalam hal ini pengobatan dapat diteruskan. 1. Isoniazid (INH) Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus membaik. Efek samping INH yang ringan dapat berupa : Tanda tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan dan nyeri otot atau gangguan kesadaran, efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (vitamin B6 dengan dosis 5 10 mg per hari atau dengan vitamin B kompleks). Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin (Syndroma Pellagra).

17

2.

Kelainan kulit yang bervariasi, anatara lain gatal gatal. Rifampisin Rifampisin bila diberikan sesuai dosis yang dianjurkan, jarang menyebabkan efek samping, salah satu efek samping berat adalah hepatitis, walaupun ini sangat jarang terjadi. Alkoholisme, penyakit hati yang pernah ada, serta pemakaian obat obat hepatotoksin secara bersamaan akan meningkatan resiko terjadinya hepatitis, bila terjadi ikten (kuning) maka pengobatan perlu dihentikan, bila hepatitisnya sudah sembuh maka pemberian rifampisin dapat diulangi lagi. 1. Efek samping berat tapi jarang terjadi adalah : Sindroma respirasi yang ditandai dengan sesak nafas, kadang kadang disertai dengan kolaps atau renjatan (shock) Purpura, anemia hemolitik yang akut, shock dan gagal ginjal, bila salah satu diberikan lagi meskipun gejalanya sudah hilang 2. Efek samping Rifampisin yang ringan adalah : Sindroma kulit seperti gatal gatal kemerahan Sindroma flu berupa demam, menggigil, nyeri tulang Sindroma perut berupa nyeri perut, mual, muntah, kadang kadang diare Dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, dan air liur, warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. 3. Pirazinamid Efek samping utama adalah hepatitis, juga dapat terjadi nyeri sendi dan kadang kadang dapat menyebabkan serangan Arthritis Gout yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat,

kadang - kadang terjadi reaksi hipersensitivitas misalnya demam, mual, kemerhan dan reaksi kulit yang lain. 4. Streptomisin Efek samping utama adalah kerusakan saraf ke delapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran, resiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis dan umur penderita, kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda tanda telinga mendenging (.tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi, jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan). Resiko ini terutama meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi eksresi ginjal, reaksi hipersensitivitas kadang kadang dapat terjadi berupa demam yang timbul tiba tiba disertai dengan sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit, hentikan pengobatan dan segera rujuh ke UPK spesialistik.

18

Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi setempat pada bekas suntikan rasa kesemutan pada sekitar mult dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini menganggu maka dosis dapat dikurangi streptomisin tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin. 5. Ethambutol Ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau, meskipun demikian, keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai. Efek samping jarang terjadi bila dosisnya 15 25 mg/kgBB per hari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Setiap penderita yang menerima Ethambutol harus diingatkan bahwa bila terjadi gejala gejala gangguan penglihatan supaya segera dilakukan pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan, karena resiko kerusakan okuler sulit dideteksi pda anak-anak, maka Ethambutol sebaiknya tidak diberikan pada anak. F. PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS Keadaan khusus yang dimaksud antara lain adalah wanita hamil, ibu menyusui, wanita pengguna kontrasepsi, penderita dengan HIV / AIDS, penderita TB dengan kelainan hati kronik, penderita TB dengan hepatitis akut, penderita dengan gangguan ginjal, penderita dengan diabetes militus, penderita yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid dan penderita dengan indikasi operasi. Penderita TB dengan kelainan hati kronik Bila terdapat kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan dilakukan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB. Jika SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali, OAT harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat diteruskan dengan pengawasan ketat. Pada penderita dengan kelainan hati, tidak boleh diberikan Pirazinamid (Z). Paduan obat yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/ 6RH atau 2HES/ 10 HE. Penderita dengan hepatitis Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikteri, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB sngat diperlukan dapat diberikan Streptomisin (S) dan Ethambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin dan Isoniazid (I) selama 6 bulan. Penderita dengan gangguan ginjal OAT yang dapat diekskresikan melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik ( misalnya Isoniazid, Rifampisin dan

19

Pirazinamid ) dapat diberikan dengan dosis normal pada penderitapenderita dengan gangguan ginjal. Sedangkan OAT yang diekskresi melalui ginjal ( misalnya Streptomisin dan Ethambutol ) dihindari penggunaannya pada penderita dengan gangguan ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah 2RHZ/ 6RH. Apabila sangat diperlukan, Streptomisin dan Ethambutol tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Penderita TB dengan Diabetes Melitus Diabetesnya harus terkontrol. Selain itu, penggunaan Rifampisin akan mengurangi efektivitas obat Oral Anti Diabetes (Sulfonilurea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Untuk gula darah terkontrol dapat diberikan 2HRZES/ 4 HR. Untuk gula darah tidak terkontroldapat dengan baik, dapat diberikan 2HRZES/ 7HR. Wanita hamil Pada dasarnya pengobatan TB pada wanita hamildengan pengobatan TB tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali Streptomisin. Streptomisin ini tidak dapat diberikan pada wanita hamil karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkannya. Wanita menyusui Pada dasarnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu yang menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai berat badan. Wanita pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal ( pil KB, suntikan KB, susuk KB ), sehingga dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi tersebut. Seorang wanita penderita TB sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-hormonal atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi ( 50 mg ). Penderita dengan infeksi HIV/ AIDS Prosedur pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/ AIDS adalah sama seperti penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/ AIDS sama efektifnya

20

Penderita-penderita yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid Pada penderita-penderita tertentu perlu diberikan tambahan kortikosteroid. Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa. Seperti : Meningitis TBC milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis TBC Pleuritis exudativa TBC perikarditis konstriktiva Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap 5-10 mg. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan. Indikasi operasi Penderita-penderita yang perlu mendapat tindakan operasi, yaitu : 1. Untuk TBC paru : Penderita batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif. 2. Untuk TBC ekstra paru : Penderita TBC ekstra paru dengan komplikasi, misalnya penderita TBC tulang yang disertai kelainan neurologi G. PEMBERIAN PENGOBATAN DENGAN PROGRAM DOTS Dulu penderita TB dirawat di Sanatorium. Sekarang tidak perlu, cukup berobat jalan karena hasilnya sama dengan biaya murah. Penderita tidak perlu merasa dikucilkan dan bisa bekerja tiap hari. Pengobatan harus segera setelah diagnosa ditegakkan, rasetiap hari terutama selama fase awal/ intensif agar kesembuhan terjamin. DOTS-WHO Untuk menjamin kesembuhan dan mencegah resistensi serta keteraturan pengobatan dan mencegah drop out/ lalai, perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian pengobatan dengan pendekatan DOTS ( Direct Observation Treatment Short Course ) atau ( Pengawasan Langsung Menelan Obat Jangka Pendek ) oleh pengawas pengobatan setiap hari.

21

DOTS- INDONESIA Prinsip DOTS adalah dalam rangka pendekatan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat sesuai dengan yang ditetapkan yaitu dua hari berturutturut pada fase awal atau seminggu pada fase lanjutan. Strategi DOTS mengandung 5 komponen

Komitmen Politik

Diagnosis TB utama melalui Pem dahak ( yang bermutu )

Pencatatan & Pelaporan yang baku Pengobatan jangka pendek & pengawasan langsung Penyediaan Obat

(DOTS: Directly Observed Therapy Short Courae) Pusatkan (DIRECT attention) pada identifikasi BTA (+) Observasi (OBSERVED) langsung penderita minum obatnya Pengobatan (TREATMENT) dengan regimen obat OAT jangka pendek (SHORT-COURSE), melalui pengolahan distribusi dan penyediaan obat yang baik.

22

BAB IV PERMASALAHAN, PEMECAHAN MASALAH SERTA SARAN-SARAN A. PERMASALAHAN DALAM KEGIATAN DI BP4 Terbatasnya dana operasional pada masing-masing seksi terlalu mahalnya biaya foto rontgen kurang mampu. Penderita yang datang biasanya dalam keadaan stadium lanjut (parah), karena penyuluhan yang kurang pada penderita tuberkulosis sehingga masyarakat luas masih banyak yang kurang mengerti. Penderita sering kali drop out dalam fase pengobatan panjang, karena minum obat waktunya lama ataupun karena side effcy obat yaitu mual, gatal, pusing. Keahlian petugas dirasa kurang dalam masing-masing bidang. PEMECAHAN MASALAH Untuk memperoleh dana tambahan dapat diupayakan kerjasama dengan pihak swasta. Diadakan penyuluhan di tingkat-tingkat RT oleh petugas kesehatan/ puskesmas tentang gejala awal penyakit tuberkulosis. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih mengenal secara luas bagaimana penyakit tuberkulosis dan segala dampaknya. Pada awal pengobatan, dokter/ petugas kesehatan harus menjelaskan tentang proses pengobatan tuberkulosis dan segala akibat yang berhubungan dengan pengobatan tuberkulosis. Pelatihan khusus bagi petugas sesuai dengan seksinya. SARAN-SARANtuberkulosis Petugas kesehatan/ puskesmas harus lebih sering memberikan penjelasan kepada masyarakat lewat RT, media massa maupun elektronik agar masyarakat lebih mengerti tentang penyakit TBparu. Masyarakat segera berobat apabila dirinya atau sanak keluarganya mengalami gejala awal tuberkulosis agar lebih mudah penangannya.

B.

C.

23

BAB V KESIMPULAN

Sebagai unit pelaksana teknis di bidang pengobatan dan pemberantasan penyakit paru dalam lingkungan Departemen Kesehatan, Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru(BP4) berkewajiban untuk menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit paru. Adanya lingkup kerjanya pada penderita dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, rontgen, diagnosa terkadang dengan pemeriksaan khusus yaitu mantoux tes, faal paru serta pengobatan penderita tuberkulosis. Usaha-usaha tersebut tercermin dari kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing seksi. Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru mempunyai program menurunkan angka kesakitan dan kematian, hendaknya didukung oleh semua pihak, dalam hal ini dengan cara penerapan teknologi kesehatan secara tepat oleh petugas kesehatan yang didukung oleh peran serta aktif masyarakat, instasi terkait serta lintas sektoral.

24

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami Dokter Muda angkatan XXXIII yang telah menyesaikan laporan tentang kegiatan di Balai Pengobatan dan pemberantasan Penyakit Paru. Laporan ini merupakan ringkasan materi kuliah dan semua kegiatan yang mencakup anamnesa, pemeriksaan penderitaTuberkulosa, di laboratorium di Balai Pengobatan dan Pemberantasan Penyakit Paru di jalan Karang Tembok Surabaya. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari yang di harapkan oleh karena itu kami sangat berterima kasih bila ada masukan yang bertujuan menyempurnakan isi laporan ini. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Dyah Wiryastini, MARS sebagai Kepala BP4/RS Karang Tembok. 2. Laboratorium ilmu kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya. 3. Semua pihak yang telah membantu kami sehingga terselesaikannya Laporan ini. Semoga Laporan ini bermanfaat

Surabaya, Agustus 2011

Penyusun

25

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.... BAB I. PROGRAM PEMBERANTASAN TB BARU A. PENDAHULUAN... B. LATAR BELAKANG. C. TUJUAN PROGRAM P2 TB-PARU.. D. STRATEGI PENANGGULANGAN TB NASIONAL. E. METODE PELAKSANAAN.. BAB II. PENYAKIT TUBERKOLOSIS A. DEFINISI. B. EPIDEMIOLOGI. C. PREVALENSI. D. KOMPLIKASI PADA PENDERITA TUBERKOLOSIS. E. PEMERIKSAAN FISIK. F. DIAGNOSA PENYAKIT TUBERKOLOSIS... G. PEMERIKSAAN PENUNJANG... H. PENGARUH HIV.. BAB III. PENGOBATAN TUBERKOLOSIS D. TUJUAN PENGOBATAN. E. PRINSIP PENGOBATAN. F. PANDUAN OBAT YANG DIGUNAKAN DI INDONESIA G. TATALAKSANA TB PADA ANAK H. EFEK SAMPING OBAT ANTI TUBERKOLOSIS. I. PENGOBATAN TUBERKOLOSIS PADA KEADAAN KHUSUS. J. PEMBERIAN PENGOBATAN DENGAN PROGRAM DOTS BAB IV. PERMASALAHAN, PEMECAHAN MASALAH SARANSARAN A. PERMASALAHAN DALAM KEGIATAN DI BP4.... B. PEMECAHAN MASALAH... C. SARAN-SARAN BAB V. KESIMPULAN i ii 1 2 2 2 3 4 4 5 5 6 6 6 7 8 8 9 13 17 19 21 SERTA 23 23 23 24

26

ii

27

You might also like