You are on page 1of 8

FISIOLOGI BICARA Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu.

Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung. Untuk menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan. Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan produksi suara diatur oleh kontrol pusat di bagian rostral otak. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk fonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara.

I. Struktur Fungsional Organ Pengucapan, Suara, dan Bicara

Bicara adalah pembentukan dan pengorganisasian suara menjadi simbol atau lambang yang merupakan interaksi sejumlah organ yang terdiri dari:

1.1 Organ Respirasi Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Aliran udara respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk mencetuskan suara dan diatur tekanannya mulai dari paru-paru.

1.2 Organ Fonasi Laring dengan otot-otot instrinsik dan ekstrinsiknya dan pita suara yang merupakan bagian terpenting laring. Laring merupakan penghubung antara faring dan trakea, didesain untuk memproduksi suara (fonasi). Laring ini terdiri dari 9 kartilago, 3 kartilago yang berpasangan, dan 3 yang tidak berpasangan. Organ ini terletak pada midline di depan cervikal vertebra ke 3 sampai 6.

Organ ini dibagi ke dalam 3 regio: * * Vestibule Ventricle

Infraglotitic

Vocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada regio ventricle. Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan tension) dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana fungsi otot-otot tersebut adalah: M. Cricothyroideus M. Tyroarytenoideus (vocalis) M. Cricoarytenoideus lateralis M. Cricoarytenoideus posterior M. Arytenoideus transversus menegangkan pita suara relaksasi pita suara adduksi pita suara abduksi pita suara menutup bagian posterior rima glotidis

Setelah udara meninggalkan paru-paru, udara mengalir melalui laring yang berfungsi sebagai vibrator yang diperankan oleh pita suara.

Pita suara diregangkan serta diatur posisinya oleh beberapa otot khusus laring, dengan adanya perbedaan regangan dan ruang yang dibentuknya, maka terbentuk celah dengan macam-macam ukuran yang menghasilkan suara sebagai berikut:

a) Voiceless, yaitu pita suara membuka penuh waktu inspirasi, pita suara saling menjauh, sehingga udara bebas lewat di antaranya.

b) Voiced, yaitu pita suara bergetar ke arah lateral. Udara mendorong pita suara saling menjauh, aliran udara lewat dengan cepat yang menarik kembali pita suara untuk asling mendekat, proses ini berlangsung berulang-ulang sehingga terjadi getaran pita suara. Suara yang dihasilkan oleh proses fonasi memiliki nada (frekuensi), kekerasan (intensitas), dan kualitas lemah. Suara hasil produksi laring yang hanya berkaitan dengan bicara disebut fonasi-suara-bisikan, sebaliknya suara lain yang diproduksi laring yang tidak berkaitan dengan bicara tidak dapat disebut suara fonasi (batuk, berdehem, tertawa).

Gambar 37-10B menggambarkan pita suara. Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya.

Gambar 37-10A memperlihatkan irisan pita suara setelah mengangkat tepi mukosanya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan Adams Apple. Di posterior, ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago arytenoid. Kartilago tiroid dan kartilago arytenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago cricoid.

1.3 Organ Resonansi Terdiri dari rongga faring, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Sumber suara fonasi pada pita suara intensitasnya lemah, tidak berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada frekuensi tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada kualitasnya (warna suara) dan idenitasnya, tetapi suara yang sudah diresonansi ini masih bukan merupakan suara bicara. Ciri-ciri resonansi sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek yang sangat penting bagi efektivitas bicara.

1.4 Organ Artikulasi Tersusun atas: a) Bibir, berfungsi untuk memberndung udara pada pembentukan suara letup.

b) Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah untuk mengawasi proses artikulasi, menghalangi dan membentukaliran udara turbulen dan sebagai kompas bagi lidah bahwa suara terbaik sudah dihasilkan. c) Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik, menyempit, menipis, melengkung, menonjol, atau mendatar. d) e) f) Pipi membendung udara di bagian bukal. Gigi berfungsi menahan aliran udara dalam membentuk konsonan labio-dental dan apiko-alveolar. Mandibula membuka dan menutup waktu bicara

1.5 Vocal Tract

Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section dengan panjang sekitar 17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross section ini bervariasi dari 0-20 cm2 dengan penempatan bibir, rahang, lidah, dan velum (palatum lunak). Perangkap (trap-door action) yang dibuat sepasang velum pada vocal tract membuat secondary cavity yang berpartisipasi dalam speech production- nasal tract. Kavitas nasalis memiliki panjang sekitar 12 cm dan luas 60 cm3.

Untuk bunyi suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara yang melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan resonansi akustik dari vocal tract.

1.6 Voiced Sounds Suara diproduksi dengan meningkatkan tekanan udara di paru-paru dan menekan udara untuk bergerak ke glottis (lubang antara vocal cords), sehingga vocal cords bergetar. Getaran tersebut mengganggu aliran udara dan menyebabkan getaran broad spectrum quasi-periodic yang berada di vocal tract. Ligament yang bergetar dari vocal cords memiliki panjang 18 mm dan glottal yang secara khusus bervariasi dalam area dari 0-20 mm2. Otot laryngeal yang mengatur vocal folds dibagi menjadi tensors, abductors, dan adductors. Naik dan turunnya pitch dari suara dikontrol oleh aksi dari tensor cricothyroid dan otot vocalis. Variasi dalam tekanan subglottal juga penting untuk mengatur derajat getaran laryngeal.

1.7 Artikulasi dan Resonansi Ketika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut dimodifikasi untuk menghasilkan suara yang jelas dengan proses artikulasi dan resonansi. Artikulasi adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh pergerakan bibir, mandibula, lidah, dan mekanisme palatopharyngeal dalam kordinasi dengan respirasi dan fonasi.

Dengan kegunaan sifat-sifat resonant dari vocal tract, bunyi suara dasar disaring. Kualitas akhir dari suara tergantung dari ukuran dan bentuk berbagai kavitas yang berhubungan dengan mulut dan hidung. Bentuk dari beberapa kavitas ini bisa diubah oleh berbagai macam aktivitas bagian yang dapat bergerak dari faring dan kavitas oral. Kavitas yang berhubungan dengan dengan hidung adalah kavitas nasal, sinus, dan nasofaring. Nasofaring dengan cepat berubah-ubah dan variasi ini dihasilkan oleh kontraksi otot-otot pharyngeal dan gerakan dari palatum lunak.

Kavitas yang berhubungan dengan mulut adalah kavitas oral dan oropharynx. Kedua kavitas ini bisa diubah-ubah oleh kontraksi dari otot-otot. Semua kavitas ini mengambil dan memperkuat suara fundamental yang dihasilkan oleh getaran dari vocal cords. Fungsi ini dikenal dengan sebutan resonansi. Pergerakan dari palatum lunak, laring, dan faring membuat manusia dapat mencapai keseimbangan yang baik antara resonansi oral dan nasal yang akhirnya menjadi karakteristik dari suara tiap-tiap individu.

Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah bentuk dari tonsil laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga mulut. Suara yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibentuk dari gelombang udara yang berkontak dari arah yang berlawanan. Misalnya pada kontak antara dua bibir saat pengucapan huruf p dan b. Contoh lainnya juga pada lidah yang menyentuh gigi dan palatum saat pengucapan huruf t dan d.

Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis ketika kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic stroke. Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja dengan sedikit konsonan.

Di samping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat menghasilkan dua macam suara-suara yang tak terdengar: fricative sounds dan plosive sounds.

Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s, sh, f, dan th, yang dihasilkan ketika vocal tract setengah tertutup pada beberapa titik dan udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup tinggi untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative membutuhkan sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar tidak sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan denture.

Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika vocal tract tertutup seluruhnya (biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan tekanan udara meningkat saat menutup, dan kemudian membuka dengan tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative consonant v dan z yang terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber suara.

Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang sistem respiratori, laringeal, dan sistem orofacial.

II. Mekanisme Neurologis Bicara Salah satu perbedaan terpenting antara manusia dan binatang adalah adanya fasilitas pada manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selanjutnya, karena tes neurologik dapat dengan mudah menaksir seberapa besar kemampuan seseorang untuk berkomunikasi satu sama lain, maka kita dapat mengetahui

lebih banyak tentang sistem sensorik dan motorik yang berkaitan dengan proses komunikasi daripada mengenai fungsi segmen kortikal lainnya.

Untuk berbicara, manusia menerima rangsang baik melalui oragan reseptor umum maupun oragan reseptor khusus, impulsnya dihantarkan melalui saraf otak atau saraf spinal atau SSO dan dilanjutkan ke SSP area sensorik. Pengaruh sensorik disampaikan ke area motorik unutk kembali turun ke SST dan akhirnya sampai ke efektor yang menghasilkan aktivitas bicara. Reseptor Sensorik Organ reseptor umum (eksteroreseptif, interoreseptif, propioreseptif) dan organ reseptor khusus (penglihatan, pendengaran, keseimbangan, penghidu, pengecap) menerima rangsang.

Saraf Aferen Saraf otak I-XII dan saraf spinal menghantarkan impuls saraf ke pusat pemrosesan di SSP SSP SSP area Broca (area motorik bicara), area Wernicke (area auditif), pusat ideamotor (pusat refleks dalam memilih kata dan kalimat) merupakan pusat-pusat yang terlibat dalam proses bicara. Saraf Eferen Saraf eferen dari SSP ke SST menyampaikan sinyal saraf kepada efektor untuk melakukan aktivitas bicara. Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi, yaitu: aspek sensorik (input bahasa), melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa) yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.

2.1 Aspek Sensorik Komunikasi Pada korteks bagian area asosiasi auditorik dan area asosiasi visual, bila mengalami kerusakan, maka dapat menimbulkan ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang diucapkan dan kata-kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-turut disebut sebagai afasia reseptif auditorik dan afasia reseptif visual atau lebih umum, tuli kata-kata dan buta kata-kata (disleksia). Studi dari afasia ini mempunyai peran penting pada pemahaman neural basis dari bahasa. Penyebab paling sering ialah trauma kepala (head trauma). Penyebab selanjutnya ialah stroke: 40% major vascular events pada hemisfer cerebral yang mengakibatkan language disorders.

Afasia anomik (Anomic aphasia) Pada afasia ini, satu-satunya gangguan ialah pada kemampuan untuk menemukan kata-kata yang benar. Ini merupakan bentuk afasia yang tidak biasa. Akan tetapi, biasanya merupakan lesi pada aspek posterior dari lobus temporal inferior kiri, dekat dengan garis temporal-occipital.

Afasia Wernicke dan Afasia Global Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan ataupun kata-kata yang dituliskan namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan walaupun saat mendengar musik atau suara nonverbal akan normal. Biasanya pasien berbicara sangat cepat baik ritme, grammar, dan artikulasi. Apabila tidak benar-benar didengarkan, akan terdengar hampir normal. Keadaan ini sering terjadi bila area Wernicke yang terdapat di bagian posterior hemisfer dominan gyrus temporalis superior mengalami kerusakan. Oleh karena itu, tipe afasia ini disebut afasia Wernicke. Bila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar ke belakang ke region gyrus angular, ke inferior ke area bawah lobus temporalis, ke superior ke tepi superior fisura sylvian dari hemisfer kiri, maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang secara total (totally demented) untuk mengerti bahasa atau berkomunikasi, dan karena itu dikatakan menderita afasia global. Transcortical sensory aphasia Merupakan pemutusan area Wernicke dari posterior parietal temporal association area. Hal ini menyebabkan fluent aphasia dengan kurangnya pemahaman dan juga kecacatan saat berpikir ataupun mengingat arti dari suatu tanda atau kata-kata. Pasien tidak dapat membaca, menulis dan juga ditandai dengan kesusahannya mendapat kata-kata, tetapi dapat mengulang apa yang telah dibicarakan dengan mudah dan fasih.

2.2 Aspek Motorik Komunikasi Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: Membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri Pembentukan buah pikiran dan bahkan pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area Wernicke pada bagian posterior gyrus temporalis superior merupakan hal yang penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau bila lesinya tak begitu parah, maka penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tak mampu menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak berurutan.

Afasia Motorik akibat Hilangnya Area Broca.

Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks (kira-kira 95% kelainannya di hemisfer kiri). Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.

Lesi yang tidak mempengaruhi cortex cerebral, biasanya lesi vaskuler dalam ganglia basalis dan talamus, dapat juga dihasilkan dalam aphasia yang biasanya disebut subcortical aphasia.

2.3 Dominasi Cerebral Kerusakan di area korespondensi di sisi lain otak menyebabkan kemampuan berbahasa yang utuh. Hanya sedikit keruskan di hemisfer kanan otak menyebabkan kerusakan bahasa. 97% dari mereka memiliki kerusakan di hemisver kiri otaknya. Kontrol unilateral pada fungsi tertentu disebut dominasi cerebral.

Tanda bahasa juga menyediakan pengertian untuk produksi bahasa. Tidak seperti kata-kata, penandaan terdiri atas serangkaian bahasa tubuh yang di interpretasikan oleh sistem visual daripada sistem auditorial. Pengertian tanda juga dilokalisasi di hemisfer kiri. Lesi pada otak kiri menyebabkan individu tuli menjadi aphasic pada bahasa tanda.

2.4 Teori Pemrosesan Bahasa Berdasarkan pembelajaran ekstensif pada kelainan berbahasa dan lesi anatomis terasosiasi, dibuatlah model aktivitas otak selama produksi bahasa. Teori para connectionist menjelaskan bahwa ketika sebuah kata terdengar, output dari area auditorial primer pada cortex diterima oleh Wernickes area. Jika katakata tersebut adalah untuk diucapkan, polanya ditranmisikan dari Wernickes area ke Brocas area di mana bentuk artikulatori dibangun dan dikirim ke area motorik yang mengontrol pergerakan otot-otot berbicara. Jika kata-kata yang digunakan dieja, pola auditorial dikirim ke cortex agranular, di mana ia mendapatkan pola visualnya. Saat sebuah kata dieja, output dari area visual primer melewati gyrus anguler, yang pada gilirannya membangkitkan bentuk auditori korespondensi pada kata dalam Wernicks area. Bahasa mengandung banyak tipe informasi linguistik termasuk informasi yang mengenali struktur suara dari ungkapan (fonologi), informasi tentang bentuk tata kalimat (sintaksis), dan informasi yang mengenali maksud ungkapan (semantik). Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa area cortical yang terlibat dengan bahasa tidaklah bekerja sendiri, tapi kemungkinan dibagi-bagi menjadi area terpisah untuk menangani bahasa yang berbeda, karena ada lesi-lesi pada orang-orang multilingual yang meninggalkan hanya satu keutuhan. Area-area terpisah ini juga dijelaskan sebagai yang memegang aspek-aspek tata bahasa berbeda. Berdasarkan penelitian ini yang lainnya, teori para connectionist telah digantikan oleh teori moduler di mana bahasa diproses secara paralel dengan banyak area berbeda yang bertanggung jawab untuk tugas-tugas kognitif yang berbeda. /

You might also like