You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi atau anak saat usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi selain berasal dari ASI . (Depkes RI,2006).MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis ke makanan yang semi padat (dr.Ariani,2008) Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orangdewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan anak adalahmakanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalambentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan (Helvetia, 2007). Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisadiperkenalkan pada makanan padat sebagai makanan tambahannya.Berdasarkan ilmu gizi, para bayi perlu diperkenalkan kepada jenis makananpendamping ASI agar mereka dapat memperoleh unsur gizi diantaranyakarbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang mereka perlukan untukpertumbuhan mereka. Pemberian makanan pendamping ASI harus bertahapdan bervariasi mulai dengan 1 jenis rasa setiap mengenalkan jenis makananbaru, mulai bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat,makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, D.A dan Herlianty,2001). Menurut Lituhayu(2010), setelah bayi berusia 6 bulan,bayi membutuhkan makanan tambahan yang bias disebut dengan makanan pendmping ASI (MP-ASI).Setelah 6 bulan anak diberikan makanan pendamping ASI yang berupa bubur susu,nasi tim,dan sebagainya.Selain itu pemberian makanan pendamping ASI juga merupakan persiapan atau masa peralihan menuju ke makanan keluarga agar tumbuh kembangnya berjalan dengan se optimal mungkin.MP-ASI di berikan sampai anak berusia 24 bulan. Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka bayi termasuk kelompok yang paling mudah menderita kelainan gizi. Sedangkan saat ini mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat danmemerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang relatif besar. Maka kesehatanyang baik ditunjang dengan keadaan gizi yang baik, ini merupakan hal yangutama untuk tumbuh kembang yang optimal bagi seorang anak. Pengetahuanibu yang

baik dalam pemberian makanan pendamping ASI sangat menunjangstatus gizi anak (Yustina Rostiawati, 2002).

Secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (indigenous food). Rekomendasi WHO/UNICEF sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Nasional (RPJPMN) bidang Kesehatan, antara lain dengan memberikan prioritas kepada perbaikan kesehatan dan gizi bayi dan anak. Sebagai tindak lanjut RPJPMN, Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk Tahun 2005 2009 telah menyusun sejumlah kegiatan yang segera dilaksanakan. Data hasil penelitian berdasarkan data SUSENAS (Survei Kesehatan Nasional) pada tahun 2008 dari 23.323.731 balita, dijumpai prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) ringan pada balita adalah 4.576.035 balita (19,6 %), KEP sedang 1.954.500 balita (8,4 %), sedangkan untuk KEP berat 972.292 balita (4,2 %). (Depkes RI, 2002). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Malang bayi yang diberi makanan pendamping ASI yaitu sebanyak 701 bayi (80 %). Berdasarkan data dari hasil penelitian di daerah Jawa menyebutkan bahwa , dari 85 jumlah bayi, 25 bayi yang usia 6-12 bulan didapatkan lebih dari 60 % dari bayi mempunyai riwayat pernah mendapatkan MP-ASI sejak 3-4 bulan dan 40 % dari bayi diberi MP-ASI sesuai umur bayi. Salah satu faktor penyebab perilaku penunjang orang tua dalammemberikan makanan pendamping ASI pada bayinya adalah masih rendahnyapengetahuan ibu tentang makanan bergizi bagi bayinya. Yang dimaksuddengan pengetahuan ibu tentang makanan bergizi adalah hasil tahu karenafaktor penginderaan terhadap suatu obyek tertentu tentang bahan makananyang diperlukan dalam satu hari yang beraneka ragam dan mengandung zattenaga, zat pembangun dan zat pengatur yang dibutuhkan oleh tubuh. Bagi keluarga mampu, pemberian MP-ASI yang cukup dan bermutu relatif tidak

bermasalah. Pada keluarga miskin, pendapatan yang rendah menimbulkan keterbatasan pangan di rumah tangga yang berlanjut kepada rendahnya jumlah dan mutu MP-ASI yang diberikan kepada bayi dan anak. Program perbaikan gizi yang bertujuan meningkatkan jumlah dan mutu MP-ASI, selama ini telah dilakukan, diantaranya pemberian MP-ASI kepada bayi dan anak usia 6 24 bulan dari keluarga miskin. Secara umum terdapat dua jenis MP-ASI yaitu hasil pengolahan pabrik atau disebut dengan MP-ASI pabrikan dan yang diolah di rumah tangga atau disebut dengan MP-ASI lokal.(DepKes RI, 2008).

Di bandingkan denga orang dewasa, kebutuhan gizi pada bayi sangatlah kecil.ASI merupakan salah satu kontribusi terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir,ayi dan anak-anak.Manfaat ASI akan semakin besar jika diberikan sejak satu jam pertama kelahiran.Dimana bayi masih sangat membutuhkan makanan,selain itu ASI juga berguna untuk melindungi bayi darikematian dan kesakitan. (Widyastuti,2004). Pemberian MP-ASI lokal diharapkamn meningkatkan kegiatan kader dan partisipasi masyarakat untuk datang ke Posyandu. Hal ini sangat penting dalam upaya menggairahkan kegiatan Posyandu, karena MP-ASI lokal dapat dijadikan sebagai entry point revitalisasi Posyandu. Oleh sebab itu pemberian MP-ASI lokal harus melibatkan posyandu dan PKK desa/kelurahan. Pemberian MP-ASI lokal memerlukan keterlibatan dan kesiapan semua pihak, oleh karena itu seluruh institusi dan petugas yang melaksanakan kegiatan ini harus memiliki pemahaman yang sama di dalam melaksanakannya. Dari latar belakang di atas maka penelit tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan antara perilaku ibu balita tentang MP-ASI dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan.

1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas,maka peneliti merumuskan masalah sebagai berkut: Apakah ada hubungan antara perilaku ibu balita tentang Makanan Pendamping ASI dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan ? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui Hubungan antara Perilaku Ibu Balita tentang Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi pada balita usia 6-12 bulan ? 1.3.2 Tujuan khusus Mengidentifikasi hubungan antara perilaku ibu balita tentang Makanan Pendamping ASI dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan ?

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Institusi pendidikan Kebidanan Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang hubungan antara perilaku ibu balita tentang Makanan Pendamping ASI dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan. 1.4.2Bagi peneliti Sebagai wawasan tersendiri bagi peneliti tentang cara melakukan penelitian khususnya tentang status gizi pada balita khususnya usia 6-12 bulan. 1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan gizi pada balita 1.4.4 Bagi tempat penelitian . Memberikan informasi tentang makanan pendamping ASI pada balita khususnya usia 6-12 bulan .

BAB II TIJNJAUAN TEORI

2.1 Pola pemberian Makanan Pendamping ASI Pengertian pola makanan yaitu suatu cara yang di tempuh oleh seseorang atau kelompok untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,psikolois,social dan budaya .(Suhardjo,1986) Pengertian pola pemberian makanan pendamping ASI yaitu cara pemberian makanan pada anak yang bertujuan untuk mendapatkan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan. (Khomsom,2002)

2.2 Konsep Makanan Pendamping ASI 2.2.1 Pengertian MP-ASI a. Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada anak usia 6 24 bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan untuk melengkapi ASI. Jadi, makanan pendamping ASI harus tetap diberikan kepada anak, paling tidak sampai usia 24 bulan (Yesrina, 2000). b. Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Utami, 2006). c. Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari Air Susu Ibu (Depkes RI, 2006). 2.2.2 Jenis Makanan Pendamping ASI a) Makanan tambahan lokal Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah di rumah tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini

disebut juga dengan makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI Lokal) (Depkes RI, 2006).

Pemberian makanan tambahan lokal memiliki beberapa dampak positif, antara lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan dari pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian makanan tambahan secara mandiri, meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti posyandu, memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan hasil pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi (Depkes RI, 2006). b) Makanan tambahan olahan pabrik Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan zat-zat gizi esensial pada bayi (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan pabrikan disebut juga makanan pendamping ASI pabrikan (MP-ASI pabrikan) atau makanan komersial. Secara komersial, makanan bayi tersedia dalam bentuk tepung campuran instan atau biskuit yang dapat dimakan secara langsung atau dapat dijadikan bubur (Krisnatuti, 2000). 2.2.3 Tujuan Pemberian Makanan Pendamping ASI Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus, untuk mencapai pertumbuhan perkembangan yang optimal, menghindari terjadinya kekurangan gizi, mencegah resiko masalah gizi, defesiensi zat gizi mikro (zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat), menyediakan makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan energy dengan nutrisi, memelihara kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan bila sakit, membantu perkembangan jasmani, rohani, psikomotor, mendidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan keadaan fisiologis bayi (Husaini, 2001). Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk melengkapi ASI (mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energy dan zat-zat gizi tidak mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja.

Pemberian makanan tambahan tergantung jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu dan keperluan bayi yang bervariasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya diantaranya untuk mempertahankan kesehatan serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk mendidik kebiasaan makan yang baik mencakup penjadwalan waktu makan, belajar menyukai makanan (Sembiring, 2009). 2.2.4 Manfaat Makanan Pendamping ASI Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi/anak, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar mengunyah dan menelan makanan padat dan membiasakan selera-selera baru (Soehardjo,2000). 2.2.5 Syarat Pemberian Makanan Pendamping ASI Kriteria yang harus dimiliki oleh MP-ASI adalah sebagai berikut: a. Nilai gizi dan kandungan proteinnya tinggi. b. Memiliki nilai suplementasi yang baik, mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup. c. Dapat diterima dengan baik. d. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. e. Bersifat pada gizi f. Kandungan serat kasar / bahan lain sukar dicerna terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi. 2.2.6 Macam-macam Makanan Pendamping ASI 1. Sayuran pertama: Wortel, kentang, lobak, labu parang, ubi merah, segala macam ubi-ubian, kacang polong, brokoli, kembang kol 2. Buah-buahan pertama: Apel, pear, pisang, pepaya, alpukat.Tepung beras (baby rice): Campurkan tepung beras dengan air/ASI/susuformula. Tepung beras sangat mudah dicerna dan rasa susu membuat masatransisi ke makanan padat menjadi lebih mudah. Tepung beras dapat diberikan bersamaan dengan buah atau sayur.

3. Daging: Daging giling yang dimasak matang dapat diperkenalkan sebagai makanan pertama bayi. Meski demikian, secara umum, kebutuhan utama protein dan zat besi anak usia 6 bulan didapatkan dari ASI / susu formula. 4. Bubur Susu Bahan : satu sendok makan peres tepung beras, 1 sendok takar susu formula merk apa aja (dicairkan menjadi 30 ml)/ASI, 200 ml air matang. Cara membuat : tepung beras dan air matang dimasak di atas api sehingga kental, angkat, campurkan dengan susu formula 5. Bubur kacang ijo Bahan : setengah sendok makan tepung beras, 1 sendok teh tepung kacang ijo, 1 sendok takar susu formula, 200 ml air matang. Cara membuat : tepung beras dan tepung kacang ijo dimasak dengan air matang di atas api hingga kental, angkat, campurkan dengan susu formula.. 6. Bubur beras merah Bahan : satu sendok makan peres tepung beras merah, setengah sendok makan tepung beras putih, 1 sendok takar susu formula, 200 ml air matang. Cara membuat : tepung beras merah dan putih dimasak di atas api dengan air matang hingga kental, angkat, campurkan dengan susu formula. 7. Bubur susu saus apel Bahan : setengah buah apel fuji, satu sendok makan peres tepung beras, satu sendok takar susu formula yang diencerkan menjadi 30 ml.

Cara membuat : kukus buah apel fuji selama 10-15 menit, setelah dingin tumbuk apel sampai kelihatan halus, kemudian disaring dengan saringan kawat. Tepung beras diolah sama seperti resep2 sebelumnya. Campurkan apel yang sudah disaring dengan olahan tepung beras dan susu formula. Siap disajikan. Cara membuat tepung beras : Beras dicuci kemudian dikeringkan. Bisa dengan cara disangrai. Setelah kering, beras diblender, lalu diayak.Setelah selesai diayak, tepung beras disangrai lagi agar lebih awetpenyimpanannya.Hal ini berlaku pula untuk tepung kacang ijo dan tepung beras merah.

Cara pemberian makanan pendamping ASI a. Berikan secara hati-hati sedikit demi sedikit dari bentuk encer kemudian yang lebih kental secara berangsur angsur. b. c. Makanan diperkenalkan satu persatu sampai bayi benar-benar dapat menerimanya. Makanan yang dapat menimbulkan alergi diberikan paling terakhir dan harus dicoba sedikit demi sedikit misalnya telur, cara pemberiannya kuningnya lebih dahulu setelah tidak ada reaksi alergi, maka hari berikutnya putihnya. d. Pada pemberian makanan jangan dipaksa, sebaliknya diberikan pada waktu lapar ( Notoatmodjo, 1998: 138 ). 2.2.7 Pola makan pada bayi usia 6-12 bulan (ASI dan MP ASI ) Seorang bayi untuk tumbuh dan menjadi lebih aktif, gizi nya tidak cukup hanya dengan asupan ASI saja, karena ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai umur 6 bulan. Setelah itu produksi ASI semakin berkurang sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambah umur dan berat badannya. Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat), bersih dan aman, tidak terlalu pedas atau asin, mudah dimakan oleh anak, disukai anak, harga terjangkau dan mudah disiapkan (Depkes RI, 2006). Walaupun bayi telah diperkenalkan dengan makanan tambahan sebagai tahap awal, perkenalkan dengan bubur dan sari buah dua kali sehari sebanyak 1-2 sendok makan penuh. Frekuensi pemberian bubur ini, lambat laun harus ditingkatkan. Menginjak umur 7-9 bulan porsi kebutuhannya dapat ditingkatkan yaitu sebanyak 3-6 sendok penuh tiap kali makan, paling tidak empat kali sehari keadaan bubur harus tetap disaring, apabila bayi masih tampak lapar dapat diberi makanan kecil misalnya roti kering, pisang. Pada umur 9 bulan berikan bubur yang tidak disaring atau nasi tim yang dibuat dari bahan makanan bergizi tinggi (WHO, 2004). Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur yang dicacah untuk mempermudah proses penelanan. Setelah berumur satu tahun bayi mulai mengenal makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang bayi harus makan 4-5 kali sehari. Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan, pangan hewani, minyak, santan atau lemak, buah-buahan (Krisnatuti, 2006).

Tabel 2.1 Makanan Tambahan Anak Usia 6 24 bulan 6 8 bulan Jenis 1 jenis 8 9 bulan bahan 2-3 jenis 9 12 bulan bahan 3-4 jenis 12 24 bulan bahan Makanan keluarga (tanpa

dasar (6 bulan) 2 dasar (sajikan secara dasar (sajikan jenis bahan dasar (7 bulan) terpisah atau dicampur) secara

terpisah garam,gula,pen yedap, hindari santan gorengan) dan

atau dicampur)

Tekstur

Semi-cair (dihaluskan atau puree), secara bertahap kurangi campuran air sehingga menjadi semi padat

Lunak (disaring) dan Kasar (dicincang) potongan yang dapat dan mudah larut makanan makanan yang dipotong digenggam dapat di genggam dan

Padat

Frekuensi

Makanan Utama: 1-2x/hari Camilan: 1 x/hari

Makanan Utama: 2-3x/hari Camilan: 1 x/hari 2-3 semi padat. Potongan makanan sekali gigit seukuran sm makanan

Makanan Utama: 3-4x/hari Camilan: 2x/hari 5 sm makanan atau lebih

Porsi

1-2 st, secara bertahap ditambahkan

ASI Susu dan produk susu olahan

Sesuka bayi

Sesuka

bayi,tetapi

Sesuka bayi 1-2 porsi susu

belum boleh susu sapi slice keju cangkir yoghurt untuk bayi.

sapi atau produk olahan lainnya. susu

Hakikat MP-ASI adalah makanan (bukan minuman) karena itu elemen utamanya adalah bahan makanan padat seperti beras, ikan, buah, dan sayuran. Tentu saja dalam proses pembuatannya boleh ditambahkan bahan-bahan lain seperti susu, gula dan kaldu untuk meningkatkan citarasanya sehingga membuat anak menyukainya. Meskipun MP-ASI adalah makanan, bentuknya tidak selalu padat tetapi disesuaikan dengan kemampuan anak dalam mencerna makanan tersebut. Untuk anak usia 6-9 bulan dapat menggunakan MP-ASI yang bentuknya lunak seperti bubur sedangkan untuk anak yang lebih tua dapat diberikan dalam bentuk yang lebih padat misalnya nasi tim atau biskuit. Semakin usia anak bertambah sejalan dengan semakin berkembangnya sistem pencernaannya maka bentuk makanan yang diberikan juga berangsurangsur meningkat seperti makanan untuk orang dewasa. Penerapan pola makan yang demikian akan menyebabkan konsumsi susu anak semakin menurun sedangkan konsumsi MP-ASI akan semakin meningkat. Pada akhirnya setelah anak mencapai usia 2 tahun yaitu saat pemberian ASI dihentikan/disapih maka kebutuhan gizi anak sepenuhnya dipasok dari makanan sehari-hari. Kekeliruan yang sering terjadi adalah cara ibu dalam memberikan/memilih MP-ASI bagi anaknya. Biasanya MP-ASI awal yang diberikan ibu pada anaknya adalah susu formula. Oleh karena itu telah kita ketahui bahwa susu formula itu adalah minuman yang bukan termasuk MP-ASI. Meskipun susu formula merupakan sumber zat gizi yang baik akan tetapi tidak berarti dapat menggantikan makanan padat sebagai makanan pokok. 2.2.8 Permasalahan dalam pemberian makanan bayi Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak tepat.Keadaan ini memerlukan penanganan tidak hanya dengan penyediaan pangan, tetapi dengan pendekatan yang lebih komunikatif sesuai dengan tingkat pendidikan dan kemampuan masyarakat.Selain itu ibu-ibu kurang menyadari bahwa setelah bayi berumur 4-6 bulan memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu yang semakin bertambah, sesuai dengan pertambahan umur bayi dan kemampuan alat cernanya. Beberapa permasalahan dalam pemberian makanan bayi/anak umur 0-24 bulan : 1. Pemberian Makanan Pralaktal (Makanan sebelum ASI keluar) Makanan pralaktal adalah jenis makanan seperti air kelapa, air tajin, air teh, madu, pisang, yang diberikan pada bayi yang baru lahir sebelum ASI keluar.Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi, dan mengganggu keberhasilan menyusui.

2.

Kolostrum dibuang Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari pertama, kental dan berwarna kekuning-kuningan.Masih banyak ibu-ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya.Kolostrum mengandung zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan mengandung zat gizi tinggi.Oleh karena itu kolostrum jangan dibuang.

3.

Pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlambat Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (sebelum bayi berumur 4 bulan) menurunkan konsumsi ASI dan gangguan pencernaan/diare. Kalau pemberian MP-ASI terlambat bayi sudah lewat usia 6 bulan dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan anak.

4.

MP-ASI yang diberikan tidak cukup Pemberian MP-ASI pada periode umur 4-24 bulan sering tidak tepat dan tidak cukup baik kualitas maupun kuantitasnya.Adanya kepercayaan bahwa anak tidak boleh makan ikan dan kebiasaan tidak menggunakan santan atau minyak pada makanan anak, dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi terutama energi dan protein serta beberapa vitamin penting yang larut dalam lemak.

5.

Pemberian MP-ASI sebelum ASI Pada usia 4-6 bulan, pemberian ASI yang dilakukan sesudah MP-ASI dapat menyebabkan ASI kurang dikonsumsi. Pada periode ini zat-zat yang diperlukan bayi terutama diperoleh dari ASI.Dengan memberikan MP-ASI terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk mengkonsumsi ASI berkurang, yang berakibat menurunnya produksi ASI.Hal ini dapat berakibat anak menderita kurang gizi.Seharusnya ASI diberikan dahulu baru MP-ASI.

6.

Frekuensi pemberian MP-ASI kurang Frekuensi pemberian MP-ASI dalam sehari kurang akan berakibat kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi.

7.

Pemberian ASI terhenti karena ibu kembali bekerja Di daerah kota dan semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini pada ibu-ibu yang bekerja karena ibu sibuk. Hal ini menyebabkan konsumsi zat gizi rendah apalagi kalau pemberian MP-ASI pada anak kurang diperhatikan.

8.

Kebersihan kurang Pada umumnya ibu kurang menjaga kebersihan terutama pada saat menyediakan dan memberikan makanan pada anak.Masih banyak ibu yang menyuapi anak dengan tangan, menyimpan makanan matang tanpa tutup makanan/tudung saji dan kurang mengamati

perilaku kebersihan dari pengasuh anaknya.Hal ini memungkinkan timbulnya penyakit infeksi seperti diare (mencret) dan lain-lain.menyuapi anak dengan tangan yang kotor dapat menyebabkan anak diare 9. Prioritas gizi yang salah pada keluarga Banyak keluarga yang memprioritaskan makanan untuk anggota keluarga yang lebih besar, seperti ayah atau kakak tertua dibandingkan untuk anak baduta dan bila makan bersama-sama anak baduta selalu kalah. 2.3 Konsep status gizi 2.3.1 Pengertian gizi Gizi adalah proses makhluk hidup menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti (penyerapan), absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan. 2.3.2 Pengertian status gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap

kemampuandalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakansehinggaStatus gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000: 1).

2.3.3 Klasifikasi status gizi Tabel 2.1 status gizi INDEKS STATUS GIZI Gizi Lebih Berat badan menurut umur (BB/U) Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk Tinggi badan menurut Normal umur (TB/U) Pendek (stunted) 2 SD < -2 SD > + 2 SD -2 SD sampai + 2 SD < -2 SD sampai -3 SD < 3 SD AMBANG BATAS > + 2 SD -2 SD sampai +2 SD < -2 SD sampai -3 SD < 3 SD

Berat badan menurut Gemuk tinggi badan (BB/TB) Normal Kurus (wasted) Kurus sekali

Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan atas: 1. Berat Badan / Umur Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel. 2. Tinggi Badan / Umur Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel. 3. Berat Badan / Tinggi Badan Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 4. Lingkar Lengan Atas / Umur Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu gizi kurang dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 1,5 cm/tahun. 5. Parameter Berat Badan / Tinggi Badan banyak digunakan karena memiliki kelebihan: a. Tidak memerlukan data umur b. Dapat membedakan proporsi badan ( gemuk, normal, kurus)

6. Menurut Depkes RI (2005) Parameter berat badan / tinggi badan berdasarkan kategori Score diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: a. Gizi Buruk ( Sangat Kurus) b. Gizi Kurang (Kurus) c. Gizi Baik (Normal) d. Gizi Lebih (Gemuk) 2.3.4 Penilaian status gizi A. Penilaian status gizi secara langsung menunit Supariasa (2001) dapat dengan: a. Antropometri Antropometri adalah ukuran tubuh manusia.Sedangkan antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energy. b. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. c. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. d. Biofisik Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melibat kemamapuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan. B. Penilaian status gizi secara tidak Iangsung menurut Supariasa, IDN (2001) dapat dilakukan dengan: a. Survey Konsumsi Makanan Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dilakukan : <-3 SD :-3SDs/d<-2SD :-2SDs/d+2SD :>+2SD

dikonsumsi.Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita, kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan menambah makanan yang sedikit dikonsumsi ( The Flat Slope Syndrome ), membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat (food record). b. Statistik Vital Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. c. Faktor Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. C. Indikator Status Gizi Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar (2001) mengatakan bahwa untuk pengukuran status gizi dengan indikator berat badan terhadap umur merupakan salah satu indeks antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh seseorang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak seperti terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Menurut Paryanto (1996) mengatakan bahwa indikator berat badan sering digunakan untuk menentukan status gizi karena caranya mudah, sehingga dapat dikerjakan oleh orang tua atau anak, tidak harus oleh tenaga kesehatan. Pengukuran berat badan yang dilakukan berulang-ulang dapat menggambarkan pertumbuhan anak. Alat yang digunakan tidak selalu mudah karena harus memenuhi syarat, kokoh, kuat murah mudah dibawa. Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar, (2001) mengatakan bahwa dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini menurut umur dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur status gizi saat ini

Menurut Soekirman (2000) selain itu indikator status gizi yang sering juga digunakan yaitu indikator berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Indikator BB/TB adalah merupakan indikator yang terbaik digunakan untuk menggambarkan status gizi saat kini jika umur yang akurat sulit diperoleh. Tabel 2.3 idikator status gizi INDIKATOR BB/U TB/U BB/TB

KESIMPULAN Keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak

Rendah

Rendah

Normal

tersebut mengalami masalah kronis. BB anak proporsional dengan TB. Anak mengalami masalah gizi kronis dan pada

Normal

Rendah

Lebih

saat ini anak menderita kegemukan (Overweight) karena BB lebih dari proporsional terhadap TB Anak mengalami kurang gizi berat dan kronis.

Rendah

Rendah

Rendah

Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik.

Normal Rendah

Normal Normal

Normal Rendah

Keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu. Anak mengalami kurang gizi yang berat (kurus). Keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat

Normal

Normal

Rendah

badannya kurang proporsional terhadap TB-nya karena tubuh anak jangkung.

2.4 kerangka konsep a. Gizi Buruk ( Sangat Kurus) Pola pemberian ASI Bayi a. Jenis makanan b. Frek. Makanan Status gizi <-3 SD b. Gizi Kurang (Kurus) :3SDs/d<-2SD c. Gizi Baik (Normal) :2SDs/d+2SD d. Gizi Lebih (Gemuk) Factor yang mempengaruh status gizi : 1. Secra langsung a. Konsums makanan b.Infeksi 2. Secara tidak langsug a. Pendapatan b.Jumlah anggota keluarga c. Social budaya d.Pendidikan e. Penghasilan f. Layanan kesehatan :>+2SD :

= di teliti

= tidak diteliti

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan penggambaran mengenai keseluruhan aktivitas peneliti selama kerja penelitian mulai dari (Nursalam,2002) Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasional yaitu penelitian yang mengkaji hubungan antara dua variable yang digunakan untuk melihat hubungan antara variable satu dengna variable yang lainnya . Dimana variable independennya yaitu pola pemberian MP-ASI sedangkan Variabel dependennya yaitu status gizi. Untuk pengambilan datanya menggunakan pendekatannya cross sectional.Dalam pengkajian pola pemberian MP-ASI dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan persiapan sampai dengan pelaksanaan penelitian.

dilakukan secara bersamaan.Kemudian di analisa tentang Hubungan antara perilaku ibu balita tentang MP-ASI dengan status gizi pada balita usia 6-12 bulan. 3.2 Kerangka operasional Jumlah populasi yang digunakan 20 orang.Dengan menggunakan teknik purposive sampling sedangkan pengumpulan datanya menggunakan lembar observasi.Pengumpulan data tentang status gizi pada balita dengan cara mengukur BB selnjutnya dihitung dengan menggunakan rumus Z-skor .

Populasi Ibu yang mempunyai balita usia 6-12 bulan di BPS Elly Orie

criteria inklusi

Teknik sample

Pengambilan dengan

mengggunakan purposive sample Sample Ibu yang mempunyai balita usia 6-12 bulan di BPS Elly Orie

Pengumpulan Data

V1 Perilaku pemberian MP-ASI (Kuisioner)

V2 status gizi pada balita usia 6-12 bulan (ukur BB dengan baby scale )

Pengolahan data menggunakan Editing,coding,tranfering,tabulating

Analisis data Uji statistic menggunakan Fisher Exact Test

3.3 Populasi,Sample,Sampling a. Populasi Adalah keseluruhan obyek yang diteliti (Notoadmodjo,2005).Ibu yang mempunyai balita usia 6-12 bulan sebanyak 20 orang di BPS Elly Orie kecamatan Lawang. b. Sample Adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan obyek yang di teliti dan di anggap sebagai mewakili populasi (Notoadmodjo,2004).Menurut Nursalam (2005) cara menghitung sample unutuk populasi kecil atau kurang dari 1000 yaitu:

n= jumlah sample N=jumlah populasi d= tingkat sigifiksi c. Sampling Teknik sampling merupakan metode pengambilan sample dengan menggunakan cara atau teknik-teknik tertentu.SEhingga sample tersebut sedapat mungkin bias meakili seluruh populasi yang ada. (Notoadmodjo,2004). Sampling pada penelitian ini menggunakan purposive samplingyaitu pengambilan sampleyang didasrka pada pertimbangan atau kriteia pada peneliti yang sesuai dengan maksud dan tujuan. 3.4 Variabel Penelitian Ukuran atau cirri yang dimilik oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang di miliki oleh kelompok lain.(Pratiknya,2004). Dalam penelitian ini variable yang di gunakan adalah variable independen yaitu pola pemberian MP-ASI sedangkan variable dependennya yaitu status gizi balita .

3.5 Definisi Operasional variabel D.Operasional Alat Ukur Independen Perilaku pemeberian MP-ASI pada balita Makanan tambahan yang diberikan pada bayi selain ASI berdasrkan jenis dan frekuensi pemberiannya kuisioner Skala Ukur nominal 1) Sesuai jika bayi diberi jenis makanan dan frekuensi makanan sesuai dengan usia 2) Tidak sesuai jika bayi diberi jenis makanan dan frekuensi makanan tidak sesuai dengan usia Kriteria

Dependen Status gizi pada balita

Keadaan seseorang akibat dari keseimbangan pola pemberian MP-ASI dengan melakukan penimbangan BB

Ukur BB dengan menggun akan babyscale

ordinal

1) Gizi Buruk ( Sangat Kurus) : <-3 SD 2) Gizi Kurang (Kurus) :-3SD s/d<-2SD 3) Gizi Baik(Normal):2SDs/d+2SD 4) Gizi Lebih (Gemuk) :>+2SD

3.6 Teknik pengolahan data Teknik pengolahan data menurut (Hasan 2006 : 24) : 1) Editing Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi 2) Coding (Pengkodean) Pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis 3) Scoring Dalam pemberian skor digunakan skala Likert yang merupakan salahsatu cara untuk menentukan skor. Kriteria penilaian ini digolongkan dalam empat tingkatan dengan penilaian sebagai berikut:. a. Jawaban a, diberi skor 4 b. Jawaban b, diberi skor 3 c. Jawaban c, diberi skor 2 d. Jawaban d, diberi skor 1 (Sudjana, 2001: 106). 4) Tabulasi Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabel hasil Tabulasi dapat berbentuk: a. Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-kode dari kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi sebagai arsip. b. Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat responden tertentu dan tujuan tertentu. c. Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang telah dianalisa (Hasan, 2006: 20) 5) Analisis Data menurut Hasan ( 2006: 29) adalah memperkirakan atau dengan menentukan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu (beberapa) kejadian

terhadap suatu (beberapa) kejadian lainnya, serta memperkirakan/ meramalkan kejadian lainnya. Kejadian dapat dinyatakan sebagai perubahan nilai variabel. 3.7 Teknik pengumpulan data Pada penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan 2 cara yaitu: a. Kuisioner Pengumpulan data dengan cara mencatat bagaimana respon ibu balita tentang makanan pendamping ASI. b. Pengukuran BB pada balita Untuk mendapatkan data tentang status gizi pada balita peneliti mengambil data dengan mengukur BB pada balita usia 6-12 bulan 3.8 Etika Penelitian Dalam upaya perlindungan terhadap responden, maka sebelum melakukan penelitian diberikan formulir berisikan informed consent,maka peneliti menggunakan surat pengantar dari Institusi Akaemi Kebidanan Wijaya Kusuma Malang . A. Lembar permohonan menjadi responden Lembar permohonan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan, agar responen mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang akan terjadi selama pengumpulan data. B. Inform Consent (lembar persetujuan ) Inform Consent/ lembar peretujuan iberikan kepada responden. Tujuannya adalah agar responen mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta harus menandatangani lembar persetujuan tersebut ,jika tidak bersedia diteliti maka peneliti harus menghormati hak responden. C. Anonimity (tanpa nama) Untuk menjaga kerhasiaan responden,nama-nama responden tidak dicantumkan pada lembar data ,tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan. D. Confdentiality (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan pada responden dijamin oleh peneliti, data tersebut hanya disajikan atau dilaporkan kepada yang berhubungan dengan peneliti ,serta tidak dipublikasikan. 3.9 Jadwal Penelitian Terlampir

DAFTAR PUSTAKA

You might also like