You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastro in tesinal dimana

proses pencernaan makanan untuk menghasilkan energi bagi tubuh di lakukan dan bahan-bahan yang tidak berguna lagi (fecal matter/stol) dibuang. Men gembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana pe nyerapan air akan kembali dilakukan dan konstipasi dan pengerasan feses akan ter jadi. Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan kedalamnya oleh dorongan o tot kolon, hal ini melebarkan dinding rektum dengan menginisiasi refleks defekas i. Pada batang otak terdapat pusat defekasi di mana dengan dimediasi oleh reflek s parasimpatis menimbulkan kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan relaksasi anal spingter. Feses didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan ke otak dim ana timbul pengiriman sinyal disadari ke otot spingteranal untuk membuka atau menu tup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka refleks ini berhenti beberap a saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan dorongan defekasi yang lama-kelama an tidak dapat dihindarkan lagi. Anus manusia terletak di bagian tengah bokong, bagian posterior dari peritoneum. Terdapat dua otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan luar). Otot ini membantu menahan feses saat defekasi. Salah satu dari otot sphinkter merupakan otot polo s yang bekerja tanpa perintah, sedangkan lainnya merupakan otot rangka. Gambar Anus Fungsi Rektum: Rektum mempunyai dua peran mekanik yaitu sebagai tempat penampungan feses dan me ndorongnya saat pengeluaran. Adanya mukosa memungkinkan terjadinya penyerapan ya ng tidak dapat diabaikan, hal ini menguntungkan pada pengobatan dengan supositor ia dan lavement nutritif BAB II TINJAUAN PUSTAKA Rectal adalah pemberian obat melalui rektum yang layak untuk obat yang merangsan g atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya supositoria,kadang-kadang seba gai cairan (klisma 2-10ml, lavemen:10-500ml). tujuannya memperoleh efek lokal da n efek sistemik. Bentuk sediaan obat yang digunakan adalah larutan, suppositoria dan salep. Penggunaan salep pada rektum ditujukan untuk efek lokal atau sistemik, sedangkan yang bentuk larutan digunakan untuk larutan pembersih atau cairan urus- urus. R ektum dan kolon mampu menyerap banyak obat yang diberikan secara rektal untuk tu juan memperoleh efek sistemik, hal ini dapat menghindari perusakan obat atau oba t menjadi tidak aktif karena pengaruh lingkungan perut dan usus. Obat rektal adalah obat yang ditujukan untuk pengobatan local atau keadaan-keada an yang dibutuhkan seperti: 1. penderita dalam keadaan muntah atau terdapat gangguan saluran cerna. 2. bila terdapat kemungkinan zat aktif rusak oleh getah lambung yang asam atau o leh enzim usus. 3. bila zat aktif mengalami kerusakan pada perlintasan pertama melalui hati.

Kerugian pemberian obat melalui rektum adalah : tidak menyenangkan absorpsi obatnya tidak teratur Onset of action lebih lama

Jumlah total zat aktif yg dapat diabsorbsi kadang - kadang lebih kecil dari rute pemberian yang lain dosis dan posisi absorbsi dapat menimbulkan peradangan bila digunakan secara ter us menerus. ANATOMI DAN FISIOLOGI REKTUM Kolon dan rektum adalah bagian dari sistem pencernaan tubuh, yang menghilangkan nutrisi dari makanan dan toko-toko limbah sampai lolos keluar dari tubuh. Bersam a-sama, kolon dan rektum bentuk panjang, tabung berotot yang disebut usus besar (juga disebut usus besar). Kolon adalah yang pertama 6 kaki dari usus besar, dan rektum adalah yang terakhir 8-10 inci. Bentuk : Rektum Struktur anatomi : Terdapat empat alpisan rektum dari arah luar ke dalam berurutan: 1. lapisan serosa peritonial 2. lapisan otot 3. lapisan bawah mukosa 4. lapisan mukosa Rektum dialiri oleh tiga jenis haemorrhoidales : 1. venae haemorrhoidales superior yang bermuara ke vena mesentericum inferior, s elanjutnya masuk kedalam vena porta, dan juga membawa darah langsung ke peredara n umum. 2. venae haemorrhoidales medialis dan vena haemorhoidales inferior yang bermuara ke venae cava inferior dengan perantara venae iliaca interna selanjutnya membaw a darah ke peredaran umum (kecuali hati) persarafan rektum terdiri dari: 1. anyaman haemorrhoidales bagian atas (plexus harmorrhoidales superior) 2. anyaman haemorrhoidales yang keluar dari plexus hipogastricum 3. saraf haemorhoidales atau saraf anus yang merupakan cabang dari plexus sacral is. Mekanisme Kerja Mekanisme kerja supositoria dibagi menjadi tiga kelompok yaitu 1. supositoria berefek mekanik bahan dasar supositoria berefek mekanik tidak peka pada penyerapan. Supositoria mulai berefek bila terjadi kontak yang menimbulkan refleks defikasi, namun pada keadaan konstipasi refleks tersebut lemah. Pada efek kontak tersebut terutama pa da supositoria gliserin terjadi fenomena osmose yang disebabkan oleh afinitas gl iserin terhadap air. Hal tersebut menimbulkan gerakan peristaltik 2. supositoria berefek setempat termasuk dalam kelopok ini adalah supositoria anti wasir. Yaitu senyawa yang efe knya disebabkan oleh adanya sifat astringen atau peringkas pori. Ke dalam basis supositoria yang sangt beragam kadang-kadang ditambahkan senyawa peringkas pori baik dengan cara penyempitan maupun hemostatik. Dalam formula supositoria sering terdapat senyawa penenang. Obat tersebut bekerja secara rangkap baik terhadap p erifer maupun sentral yang terakhir ini sepenuhnya berefek sistemik. 3. supositoria berefek sistemik adalah supositoria yang mengandung senyawa yang diserap dan berefek pada organ t ubuh selain rektum. Pada kelompok ini termasuk supositoria nutritif, supositoria obat. Supositoria Nutritif Digunakan pada penyakit tertentu dimana saluran cerna tidak dapat menyerap makan an. Jumlah senyawa yang diserap tentu saja sedikit, namun sudah cukup untuk memp ertahankan hidup. Supositoria Obat Supositoria tersebut mengandung zat aktif yang harus diserap, mempunyai efek sis temik dan bukan efek stempat. Bila supositoria obat dimasukan ke dalam rektum pe rtama-tama akan timbul efek refleks, selanjutnya supositoria melebur atau melaru

t dalam cairan rektum hingga zat aktif tersebar dipermukaan mukosa, lalu berefek setempat dan selanjutnya memasuki sistem getah bening. Obat yang masuk ke pered aran darah akan berefek spesifik padda organ tubuh tertentu sesuai dengan efek t erapetiknya. Rute Rektal Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal (melalui ha ti biasanya pada rute oral), sehingga biotransfortasi obat oleh hati dikurangi. Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) dl mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam l ambung. Supositoria, yang dipakai secara rektal mengandung zt aktif yang tersebarkan (te rdispersi) di dalam lemak yang berupa padatan pada suhu kamar tetapi meleleh pad a suhu sekitar 35C, sedikit di bawah suhu badan. Jadi setelah disisipkan ke dalam rektum sediaan padat ini akan meleleh dan melepaskan zat aktifnya yang selanjut nya terserap dalam aliran darah. Secara rektal supositoria digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat dise rap oleh mukosa dalam rektum. Aksi kerja awal dapat diperoleh secara cepat, kare na obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi darah, serta terhindar dari pengrusakan obat dari enzim didalam saluran gastro-intesti nal dan perubahan obat secara biokimia didalam hepar. Obat yang diabsorpsi melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati dahul u hingga tidak mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang mengakibatkan oba t terhindar dari tidak aktif. Penyerapan direktum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu: 1. lewat pembuluh darah secara langsung 2. lewat pembuluh getah bening 3. lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati. Menurut Ravaud Penyerapan hanya terjadi pada pembuluh darah secara langsung lewa t inferior dan vena intermedier yang berperan dan membawa zat aktif melalui vena iliaca ke vena cava inferior. Menurut Quecauviller dan Jund bahwa penyerapan di mulai dari vena haemorrhoidalles inferior terutama vena haemorrhoidalles superio r menuju vena porta melalui vena mesentricum inferior. Saluran getah bening juga berperan pada penyerapan rektal yaitu melalui saluran toraks yang mencapai vena subclavula sinistra. Menurut Fabre dan Regnier pengaruh tersebut hanya berlaku pada obat-obat yang larut lemak. Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable sempurna. Penyerapan rek tum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan bukal. Selain itu penyerapan juga t ergantung pada derajat pengosongan saluran cerna jadi tidak dapat diberlakukan s ecara umum. Bahkan bebrapa obat tertentu tidak diserap oleh mukosa rektum. Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum, sebaik nya diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada rektum kososng, akan tetapi setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rektum tidak te rsambung pada sistem porta dan obat tidak melalui hati pada peredaran darah pert ama, sehingga tidak mengalami perombakan FPE (first pass effect). Pengecualian a dalah obat yang diserap dibagian atas rektum dan oleh vena rectalis superior dis alurkan ke vena portae dan kemudian ke hati, misalnya thiazinamium.dengan demiki an penyebaran obat didalam rektum yang tergantung dari basis supositoria yang di gunakan, dapat menentukanrutenya kesirkulasi darah. Supositoria dan salep juga s ering kali digunakan untuk efek lokal pada gangguan poros-urus, misalnya wasir. Faktor faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal : 1. Faktor Fisiologis Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas daparnya rendah. Ep itel rektum keadaannya berlipoid, maka diutamakan permiabel terhadap obat yang t

ak terionisasi. Jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk keperedaran darah umumnya tergantung dimana obat itu dilepas direktum. 2. Faktor Fisika Kimia dari Obat atau Basis Urutan peristiwa yang menuju absorpsi obat melalui daerah anorektal secara diagr am adalah sebagai berikut : Obat dalam pembawa Obat dalam cairan cairan kolon Absorpsi melalui cairan rektal . Bila jumlah obat dalam cairan renal ada diatas level yang menentukan laju maka p eningkatan konsentrasi obat yang nyata tidak mempunyai peranan dalam mengubah la ju absorpsi obat yang ditentukan. Tetapi konsentrasi obat berhubungan dangan laj u penglepasan obat dari basis supositoria. Adanya surfaktan dapat atau tidak dap at mempermudah absorpsi tergantung pada konsentrasi dan interaksi obat yang mung kin terjadi. Ukuran partikel obat secara langsung berhubungan dengan laju absorp si. absorpsi obat dari daerah anorektal dipengaruhi oleh faktor fisiologis : isi kolon sirkulasi pH Karakteristik fisika kimia obat yang mempengaruhi absorpsi : koefisisn partisi lemak atau air derajat ionisasi. Faktor yang berhubungan dengan laju absorbsi : Kelarutan obat Pelepasan obat tergantung koefisien partisi lipid air dari obat. Artinya obat ya ng larut dalam basis lipid dan kadarnya rendah mempunyai tendensi kecil untuk ca iran rektal. Dan obat yang sedikit larut dalam basis lipid dan kadarnya tinggi a kan segera masuk didalam cairan rektal. Kadar obat dalam basis Difusi obat dari basis supositoria merupakan fungsi kadar obat dan sifat kelarut an obat dalam basis. Pengangkutan melewati mukosa rektum adalah proses difusi se derhana, maka bila kadar obat dalam cairan renal tinggi maka absorpsi obat akan menjadi cepat dan kecepatan absorpsi makin tinggi bagi bentuk obat yang tidak te rdisosiasi. Ukuran partikel Bila kelarutan obat dalam air terbatas dan tersuspensi didalam basis supositoria maka ukuran partikel akan mempengaruhi kecepatran larutan dari obat ke cairan r enal. Basis supositoria Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan dilepas segera kecai ran renal bila basis cepat melepas setelah masuk kedalam rektum, dan obat akan s egera diabsorpsi serta kerja awal dari aksi obat akan segera nyata. Bila obat ya ng larut dalam air dan berada dalam basis larut air kerja awal dari aksi obat ak an segera nyata apabila basis tadi segera larut dalam air. Kenyataan bahwa rektum atau kolom merupakan tempat absorpsi obat yang dapat dian dalkan terbukti dengan baik. Untuk menjaga keefektifan terapis obat dalam suatu sediaan harus dilakukan pemilihan garam obat dan basis yang sesuai. KINETIKA PRE-DISPOSISI ZAT AKTIF Penyerapan zat aktif terjadi setelah proses pelepasan, pemindahan, pelarutan dan penembusan ke cairan rektum dan keseluruhan proses itu dirangkum dalam istilah k inetik pelepasan atau kinetik predisposisi (A) sedangkan fenomena difusi dan peny erapan disebut Kinetika penyerapan (B). Keseluruhan proses kinetik yang berurutan tersebut tidak dapat saling dipisahkan dan terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh pada berbagai tahap tersebut. pelelehan/peleburan; suppo melunakleleh zat aktif berpindah ke cairan rektum pros es difusi abs. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIK PRE-DISPOSISI ZAT AKTIF Karena pemberiannya secara khusus ada kemumgkinan terjadi refleks penolakan mele

bihi cara pemberian bentuk sediaan lain maka supositoria harus melepaskan zat ak tifnya agar segera menimbulkan efek seefektif cara pemberian oral. Kecepatan dan keefektifan sediaan supositoria sangat ditentukan oleh afinitas basis terhadap zat aktif, parameter yang harus diperhatikan pada semua keadaan. Kinetik predisposisi terdiri atas dua tahap yaitu: 1. penghancur sediaan ini ditujukan untuk pemberian lavement yang mengandung larutan zat aktif yang me nimbulkan efek farmakologi jauh lebih cepat dari pemberian supositoria yang meng andung zat akti yang sama. Ini telah dibuktikan bahwa semakin tinggi suhu lebur zat pembawa maka efek farmakologik yang ditimbulkan semakin lambat, dan tentu sa ja tidak terjadi untuk supositoria yang melebur pada suhu 42-430 C. 2. pemindahan dan pelarutan zat aktif kedalam cairan rektum diikuti difusi menuj u membran yang akan dibacanya (untuk efek setempat) atau berdifusi melintasi emb ran agar dapat mencapai siste peredaran darah( efek sistemik). Transfer zat aktif dari zat pembawa yang melebur atau terlarut pada mukosa rektu m ( merupakan tahap penentu dalam rangkaian proses yang terkait) tidak hanya seb agai fungsi dari sifat lapisan yang terpapar namun juga keadaannya dalam suposit oria dan beberapa sifat fisiko kimianya. Sifat zat aktifnya Kelarutan zat aktif Koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINETIKA PENYERAPAN ZAT AKTIF YANG DIBERIKAN PER-REKTUM Penyerapan rektum dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang juga mempengaruhi proses penyerapan pada cara pemberian lainnya, kecuali intra vena dan intaarteri . Penyerapan perrektum dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: Kedudukan supositoria setelah pemakaian Waktu-tinggal supositoria didalam rektum pH cairan rektum konsentrasi zat aktif dalam cairan rektum KETERSEDIAAN HAYATI Data ketersediaan hayati digunakan untuk menentukan: 1. Banyaknya obat yang diabsorbsi dari formulasi sediaan. 2. Kecapatan obat yang diabsorbsi. 3. Lama obat berada dalam cairan biologi atau jaringan dan dikorelasikan dengan respon pasien. 4. Hubungan antara kadar obat dalam darah dan efikasi klinis serta toksisitas. OPTIMASI KETERSEDIAAN HAYATI SUPOSITORIA Kemampuan penembusan dan penyerapan obat dengan pemberian secara rektal terutama tergantung pada sifat fika kimianya. peranan bahan pembawa pada peristiwa ini s angat kompleks sehingga dengan pemilihan bahan pembawa yang sesuai maka kemungki nan ketersediaan hayati dari zat aktif dapat diperbaiki. Faktor Fisika Kimia 1. Konsentrasi zat aktif konsentrasi zat aktif dlm cairan rektum kelarutan; - semakin besar konsentrasi, laju abs.>; bentuk garam lbh cepat di abs. daripada btk asam (Na tolbutamid, Na Salisilat, Na Barbiturat); peningkatan kelarutan dgn mengubah konst.dielketrik z at aktif atau basis (PEG), - dosis kecil lbh cepat di abs. dibanding dosis besar pembentukan kompleks zat aktif dgn pembawa dpt menghambat abs. 2. Pemilihan pembawa Sebagai bahan dasar supositoria digunakan lemak yang meleleh pada suhu tubuh (36 ,80 C) yakni oleum cacao dan gliserida sintesis. Demikian pula zat-zat hidrofil yang melarut dalam getah rektum, misalnya campuran carbowax dan gliserin+gelatin . Telah dibuktikan bahwa semakin tinggi sehu lebur zat pembawa maka efek farmakolo giknya yang ditimbulkan lam. Jelaslah bahwa laju pelehan zat pembawa merupakan l angkah penting dalam pelepasan zat aktif. Pelepasan ini terjadi sempurna hanya j

ika zat pembawa mencapai suhu lebur. Jadi pada proses peleburan maka masa kental akan melapisi permukaan mukosa. Dari lapisan inilah zat aktif akan berpindah ke cairan rektum. Sifat lapisan tersebut sangat tergantung pada sifat fisika zat p embawa : Konsistensi : masa yang keras lebih sulit pecah dibandingkan masa yang agak luna k seperti kapsul rektum atau gelatin lunak yang dapat menyebabkan pelepasan yang lebih cepat. Tetapi faktor tersebut dapat diabaikan bila suhu lebur masa dibawa h 370 C Kekentalan setelah peleburan : Moes membuktikan bahwa laju pelepasan zat aktif d ari supositoria lebih lambat bila kekentalan zat yang melebur lebih tinggi. Kemampuan pecah : zat pembawa yang kental akn menyulitkan pemecahan dan pembentu kan lapisan dari sebagian permukaan yang kontak dengan mukosa akan memperlambat pelepasan. Pengamatan sejenis telah dilakukan pada zat pembawa yang larut dalam rektum dan terbukti adanya hubungan antara laju pelepasan zat aktif ( in vitro ) dan modul elastisitasnya. 3. Kelarutan Bila zat aktif sangat larut lemak dan dalam dosis kecil maka kecil kemungkinan u ntuk menembus cairan rektum yang sedikit. Sebaliknya zat aktif yang larut lemak tetapi konsentrasinya mendekati jenuh akan menembus cairan rektum dengan mudah. Tetapi hal tersebut juga tergantung dari koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum ditenJumlah total abs. dpt tukan menurut pers. Higuchi dgn ketentuan sbb : a. Zat aktif larut dalam pembawa juml Q zat aktif yg diserap per satuan waktu ditentukan oleh : ketebalan lapisan leburan suppo., konsentrasi zat aktif terlarut, koof.difusi zat aktif dlm pemba wa, waktu stlh pemakaian suppo. - juml terserap (%) ; R = 100 Q/h.C 4. Surfaktan Pada tahun 1945 MacKee G, M, dkk, memperlihatkan adanya pengaruh surfaktan pada penyerapan. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan dan daya adhesi zat pembawa b erlemak untuk supositoria dapat ditambahkan surfaktan dengan HLB antara 4-9. 5. Koeefesien Partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum Seperti yang telah dibuktikan pada percobaan in-vitro zat aktif larut lemak mula -mula akan larut dalam basis supositoria sebelum melewati permukaan fil cair den gn berbagai mekanisme difusi sederhana. Zat aktif yang larut air harus dapat mencapai permukaan film cairan dengan berba gai mekanisme transpor, misalnya pengendapan setelah mencapai permukaan tersebut zat aktif selanjutnya akn dibasahi oleh fase air dan lepas dari basis dengan pr oses pelarutan, bila senyawa semakin larut maka pencapaian permukaan tersebut se makin cepat. Koefesien partisi zat aktif diantara basis berlemak dan cairan rektum lebih besa r dibandingkan koefesien partisi zat aktif dalam fase lemak dan air karena terle bih dahulu terjadi keseimbangan antara dua kelarutan. EVALUASI KETERSEDIAAN SUPOSITORIA Evaluasi yang harus dipertimbangkan yaitu: zat aktif yang terserap komponen pembawa yang digunakan proses pabrikasi dan cara penyimpanan sediaan obat

BAB III PEMBAHASAN Supositoria adalah sediaan berbentuk solid, dimaksudkan untuk pemberian obat mel alui rektal, vagina, atau uretra dan meleleh , melunak, melarut dalam tubuh. Hal mendasar yang perlu dipertimbangkan sebelum formulasi supositoria adalah: 1. efek yang diinginkan : lokal atau sistemik 2. rute pemberian : rektal, vagina, uretra.

3. Pelepasan zat aktif dari sediaan : cepat, lambat, diperlama tetapi supositori a yang tidak melepaskan zat aktifnya dalam 6 jam tidak boleh digunakan. Faktor yang mempengaruhi pelepasan zat aktif dari sediaan supositoria adalah ada nya air, viskositas, kekerasan supositoria, kerapatan, volume kontraksi, ketidak tersatukan zat aktif dengan komponen formula, kecepatan pelepasan obat, farmakok inetik dan ketersediaan hayati Sifat fisika kimia yang perlu diperhatikan: 1. Adanya air Membantu distribusi zat aktif dalam sediaan supositoria pada umunya dihindari da lam pembuatan supos, air dapat mempercepat proses oksidasi lemak, meningkatkan k ecepatan penguraian zat aktif banyak obat dan komponen lain dalam supositoria 2. Viskositas Merupakan hal penting dalam pembuatan supositoria karena viskositas berpengaruh pada kecepatan pelepasan obat. Jika viskositas basis rendah perlu ditambahkan pe nsuspensi agar zat aktif terdispersi merata sampai supos benar-benar memadat. Ji ka viskositas didalam cairan tubuh tinggi pelepasan zat aktif akan diperlambat k arena menurunnya difusi zat aktif melalui basis. Meningkatkan viskositas dengan peningkatan rantai asam lemak dari basis lemak. 3. Kerpuhan Supos yang rapuh akan menyulitkan dalam penanganan, pengemasan dan penggunaan. M asalah ini bisa diatasi mengusahakan suhu cetakan hampir mendekati suhu lelhan 4. Kerapatan Kerapatan dapat mempengaruhi bobot akhir supos. Masalh ini dapat diatasi dengan penetapan bilang pengganti.

BAB IV KESIMPULAN Rectal adalah pemberian obat melalui rektum yang layak untuk obat yang merangsan g atau yang diuraikan oleh asam lambung, biasanya supositoria,kadang-kadang seba gai cairan (klisma 2-10ml, lavemen:10-500ml). tujuannya memperoleh efek lokal da n efek sistemik. Bentuk sediaan obat yang digunakan adalah larutan, suppositoria dan salep. Meknisme pelepasan zat aktif dari basi supositoria : 1. Difusi melalui lelehan basis, untuk basis lemak 2. Difusi melalui pelarutan basis, untuk basis larur air.

Cairan rektum adalah polar Kecepatan pelpasan obat dan aksi obat tergantung pada : Kondisi basis supos dalam cairan tubuh Disolusi zat aktif Difusi zat aktif melalui lapisan mukosa OPTIMASI KETERSEDIAAN SUPOSITORIA zat aktif yang terserap - Misal diganti dengan bentuk garam yang memiliki sifat absorbsi yang lebih cepa t - Sifat fisiko kimia zat aktif komponen pembawa yang digunakan - sifat fisika zat pembawa - zat pembawa yang cocok untuk zat aktif, dll

proses pabrikasi dan cara penyimpanan sediaan obat - Teknologi yang lebih mutakhir

DAFTAR PUSTAKA Anif, moh. Farmasetika. Cet 2. Yogyakarta : Gajah Mada University press 1994 Anonim,Suppositoria.zip.http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&ct=res&cd=2& ved=0CAoQFjAB&url Anggi05sBlog.http :www.wordpress.com. 09 November 2009. Pukul 21.00 Lachaman, Leon. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke 3. Jakarta : UI pre ss 1994 Simanjuntak. Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005. USU Reposito ry.http://library.usu.ac.id/download/fmipa/05009241.pdf Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat Obat Penting. Edisi keenam. PTGramedia : Jakarta

You might also like