EKSPEDISI RISET FLORES: PERCEPATAN PEMBANGUNAN FLORES Dl KAWASAN TIMUR
INDONESIA MELALUI EKSPLORASIILMIAH POTENSI SUMBERDAYA KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA Fokus Bidang Prioritas Kode Produk Target Kode Kegiatan Peneliti Utama PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN Bidang Teknologi lnformasi dan Komunikasi Teknologi Digital Untuk lndust ri Kreatif Penelitian dan Pengembangan Progrc Teknologi Kreat if Digital pada ~ p l i k a s fotografi , spat ial, game :asr..o::. s:=a. arsitektur, musik dan media Drs. Bambang Budi Uta"" PUSLITBANG ARKEOLOGI NASIONAL ~ Jl. Raya Condet Pejaten No.4, Jakarta 12510. Telp. 021 7988171, Fax. 021 7988187, e-mail: arkenas10@arkenas.com Tanggal 22 November 2010 ... EKSPEDISI RISET FLORES: PERCEPATAN PEMBANGUNAN FLORES Dl KAWASAN TIMUR INDONESIA MELALUI EKSPLORASIILMIAH POTENSI SUMBERDAYA KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA Pnuth Drs. Bambang Budi Utomo, Drs. Roby Ardiwidjaja, MBIT, Drs. Robby Binarwan, MM Drs. Nurhadi Rangkuti, MSi, lr. M. Fadlan S, Drs. I Made Geria, Msi 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi yang menuntut daya saing tinggi, pemerintah telah menetapkan bahwa sektor kebudayaan dan pariwisata sangat perlu dikembangkan dan dibina secara sinergi sebagai sektor unggulan. Artinya mensinergikan upaya pelestarian alam dan budaya beserta warisannya, melalui pendekatan pariwisata berkelanjutan sebagai alat yang dapat menunj ang keberhasilan pembangunan nasional yang diidamkan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan pemerintah khususnya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata melalui kebijaksanaannya menciptakan kondisi yang dapat memberikan berbagai kernuda'1an ag masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan budaya dalam rangka me..,ga.:se e'OS pembangunan kebudayaan dan pariwisata nasional. Diketahui bahwa disatu sisi budaya beserta warisannya merupa!<an aset yang mencerminkan identitas bangsa, dan disisi lain pariwi sata merupakan sa lah satu unsur penggerak yang dapat me.macu apresiasi warisan alam dan budaya sekaligus pertumbuhan perekonomian nasional dan daerah. Sejalan dengan cita-cita pembangunan berkelanjutan, diharapkan pariwisata sebagai salah satu andalan dalam mewujudkan rasa cinta tanah air, mempertebal identitas dan citra budaya bangsa, sekaligus sebagai wahana meningkatkan pendapatan negara. Karena pembangunan sektor kebudayaan dan pariwisata merup.ak1!1n salah satu potensi pembangunan nasional yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan dan berorientasi global dengan mengacu pada nilai-nilai agama dan budaya, lingkungan, persatuan nasional, serta persahabatan antarbangsa, maka proses pembangunan kebudayaan dan pariwisata harus ~ dilakukan secara sistematis, terencana, menyeluruh, dan terpadu lintas sektor dan disiplin agar dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi para pemangku dan pemilik kepentingan (stakeholder dan shareholder). Art inya proses pembangunan sektor dimaksud harus mampu memberikan kerangka kerja kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya yang ada untuk kepentingan masyarakat, daerah dan bangsa. Pemanfaatan alam dan budaya di sektor kebudayaan dan pariwisata terus berkembang hingga saat ini. Namun besarnya potensi sumberdaya alam dan budaya tersebut yang tersebar di hampir 17 ribu pulau di Indonesia, ternyata belumlah dimanfaatkan secara merata. Pembangunan termasuk di sektor kebudayaan dan pariwisata masih memperlihatkan orientasi pada wilayah di luar KTI. Padahal, beberapa lokasi di Indonesia seperti daerah-daerah di kawasan Timur Indonesia (KTI) sebagai contoh, menunjukkan bahwa hingga saat ini pembangunan di masing-masing daerah yang memiliki karakteristik dan kekhasan sumberdaya, belum dilaksanakan secara merata dan optimal. Akibatnya timbul berbagai pemasalahan tersendiri yang secara umum permasalahan tersebut antara lain mencakup aspek konservasi, aspek pendidikan, interpretasi, aspek ekonomi (manfaat pada masyarakat lokal asoe pengelolaan serta aspek keberlanjutan. Oleh karena itu, untuk menindak lanjuti percepatan pembangunan secara merata pemerintah telah menetapkan program pembangunan termasuk sektor kebudayaan dan pariwisata ke depan, harus diprioritaskan pada kawasan tertingga l seperti kawasan bagian Timur Indonesia (KTI) . Untuk itu dibutuhkan eksplorasi data dan informasi keruangan (spasial) potensi sumberdaya alam meliputi flora fauna, bentang alam, gejala alam baik di darat maupun laut, serta sumberdaya budaya fTleliputi kearifan dan tradisi lokal, kehidupan sosial budaya, tinggalan budaya arkeologi di darat maupun laut, sebagai sumberdaya unggulan yang berada di Pulau Flores. Data dan informasi dimaksud sangat strategis sebagai bahan dasar pimpinan dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan terkait dengan percepatan pembangunan pada khususnya Pulau Flores dan pada umumnya KTI disektor kebudayaan dan pariwisata. 1.2. Tujuan Tujuan dari expedisi ilmiah adalah untuk mengumpulkan data dan informasi terkait dengan potensi, permasalahan dan peluang pemanfaatan, serta system pengelolaan yang berkelanjutan melalui penilaian (assessMent) terhadap potensi keaneka ragaman daya tarik sumberdaya alam da n budaya yang ada. Sekaligus dalam kegiatan ekspedisi ilmiah ini dilakukan penetapan lokasi potensi daya tarik yang berbasis keruangan (spatial), serta rute perjalan dari tim yang dibagi dalam dua kelompok. Pengumpulan data dan informasi tersebut dilakukan melalui cara studi kepustakaan, observasi dan assessment langsung, serta pengumpulan data melalui wawancara disetiap lokasi yang diobservasi dan diskusi kelompok di beberapa lokasi tertentu. Laporan ekspedisi ilmiah yang berisi data dan informasi tentang temuan dilapangan, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi daya tarik sumberdaya alam dan budaya pada suatu daerah tujuan atau destinasi wisata di beberapa kabupaten yang ada di Pulau Flores. 1.3. Masalah Permasalahaan utama bahwa pembangunan kepariwisataan hingga saat ini masih belum sepenuhnya difokuskan ke kawasan timur Indonesia, sehingga masalahnya ba nyak potensi sumberdaya alam dan budaya di kawasan timur tersebut masih j auh t ert inggal dengan daerah lain, dan belum menjadi kesatuan dalam upaya pema nfaata nnya. Masala tersebut timbul disebabkan oleh beberapa masalah antara lain: 1. Pembangunan yang masih terfokus pada wil ayah Jawa, Bali dan Sumat era. 2. Belum teridentifikasinya potensi sumberdaya alam dan budaya yang l engkap, a'<tua dan akurat untuk kepentingan percepata n pembangunan sektor kebudayaan dan pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan. Belum dimilikinya dan informasi keruangan (spasial) tentang persebaran potensi sumberdaya, terkait kebudayaan dan pariwisata yang diperlukan untuk mendukung proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam program perencanaan percepatan pembangunan di Flores yang menjadi bagian dari Grand Strategy Pembangunan KTI 1.4. Keluaran 1. Data dan informasi hasil identifikasi yang terkait dengan, sumberdaya kebudayaan dan pariwisata di Pulau Flores dalam bentuk deskriptif dan spatial 2. Pokok-pokok pikiran yang mencakup permasalahan, pemecahan masalah dalam pemanfaatan potensi sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan di Pulau Flores ... secara terpadu dan berkelanjutan. 3. Rekomendasi dan saran tindak lanjut yang dapat mendukung arah percepatan pembangunan potensi sumberdaya sektor kebudayaan dan kepariwisataan secara terpadu dan berkelanjutan khususnya di Pulau Flores dan umumnya di KTI. 11. TINJAUAN EKSPEDISI Perencanaan pengembangan pariwisata sebagai satu produk kebijakan, akan didesain sedemikian rupa untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dari para pemangku kepentingan (stakeholder) dan pemilik kepentingan (shareholder) khususnya masyarakat di Pulau Flores itu sendiri ini. Oleh karenanya untuk menghindari permasalahan dikemudian hari yang mencakup antara lain biaya, sinkronisasi dan kewenangan lintas sektor dan disiplin, maka perumusan perencanaan percepatan pembangunan sektor kebudayaan dan pariwisata dimaksud harus dilakukan melalui proses kegiatan penelitian (research based) yang memfokuskan pada aspek- aspek terkait sumberdaya kebudayaan dan pariwisata. 2.1. Gambaran Umum Pemerintah dalam kebijakan pembangunan ke depan memprioritaskan pada wilaya tertinggal dan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Nusa Tengga ra Timur, merupakan sa .... propinsi yang menjadi target pemerintah dalam melaksanakan program percepata pembangunan di kawasan tertinggal yang berada di KTI. Kebijakan pemerintah mempercepa proses pembangunan kawasan Timur Indonesia, yang sudah ditetapkan sejak tahun 1990, merupakan kebijakan yang harus didukung oleh semua pihak lintar sektor termasuk sektor kebudayaan dan pariwisata. Salah satu upaya menindak lanjuti program prioritas percepatan pembangunan KTI, dalam hal ini Pulau Flores di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTI) adalah riset . Pemetaan sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan sebagai kegiatan awal sangat perlu dilakukan dalam rangka mengidentivikasi dan mengevaluasi sejauh mana potensi sumberdaya dimaksud layak dikembangkan dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat di. wilayah kawasan Timur Indonesia (KTI). Upaya ini tentunya merupakan terjemahan dan Grand Strategy pembangunan KTI yang selanjutnya fokus pada berbagai aspek terkait bidang kebudayaan dan kepariwisataan. Riset yang bersifat eksploratif ini dilaksanakan melalui pendekatan ekspedisi ilmiah, terutama dalam menggali data dan informasi yang diperlukan tentang keanekaragaman - daya tarik potensi sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan yang meliputi sumberdaya lingkungan alam mencakup flora fa una, bentang alam, gejala alam baik di darat maupun laut, serta sumberdaya li ngkungan budaya yang mencakup kearifan dan tradisi lokal, kehidupan sosial budaya, tinggalan budaya arkeologi di darat maupun laut . 2.2. Wilayah Kajian Pemilihan pulau Flores sebagai lokasi expedisi ilmiah, selain menindak lanjuti program percepatan pembangunan, adalah untuk melengkapi dan memperbaharui data dan informasi tentang keanekaragaman potensi daya tarik lingkungan alam dan lingkungan budaya yang hingga saat ini data dan informasi tersebut sangat minim dan tidak lengkap. Dengan adanya data dan informasi tentang potensi kebudayaan dan kepariwisataan Flores yang lengkap dan up to date, khususnya data data bersifat keruangan, diharapkan dapat menjadi bahan masukan, wilayah dengan deretan pegunungan vulkanis dan kontur alam yang berbukit-bukit Dari RIPPDA 2005-2015 yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya (2005), disebutkan bahwa Flores merupakan salah satu wilayah yang rawan gempa, namun demi ki an memiliki potensi daya tarik alami yang perlu dikelola secara bijak. Untuk itu perl u eksplorasi potensi sebagai upaya pemetaan potensi yang sangat berguna sebagai bahan masukan dalam menentukan program percepatan pembangunan Pulau Flores ke depan. Konsep dari ekspedisi ini adalah ekspedisi ilmiah, yang dilaksanakan melalui kegiatan eksplorasi pemetaan dan penilaian potensi kebudayaan dan kepariwisataan secara keruangan (spatial) pada potensi yang dianggap unggulan sebagai sample dibeberapa daerah di Pulau Flores meliputi Kabupaten Manggarai , Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada. Dengan wilayah kajian dibeberapa k'abupaten tersebut, diharapkan melalui ekspedisi ilmiah dimaksud dapat memberikan tidak saja hasil berupa data dan informasi potensi unggulan, tetapi juga dapat memberikan pengalaman sebagai bahan inspirasi dalam mengembangakan wisata berbasis edukasi . 2.3. Ruang lingkup 1. Lingkup Kajian . Sebagai kerangka atau arahan mendasar pada operasionalnya, ma ka ruang lingkup ekspedisi ilmiah pemetaan potensi sumberdaya kebudayaan dan pariwisata di Pulau Flores akan dibatasi pada : a. Data spasial potensi kebudayaan dan kepariwisataan Pulau Flores ang :::Jeraoa d' ka\',asan Indonesia bagian Timur b. permasa lahan dan peluang percapatan pembangunan KTI khususnya Pulau Flores melalui assessment potensi sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan yang dimiliki Pulau Flores c. Langkah-langkah tindak lanjut pemanfaatan sumberdaya alam meliputi flora fauna, bentang alam, gejala alam baik di darat maupun taut, serta sumberdaya budaya meliputi kearifan dan tradisi lokal, kehidupan sosial budaya, tinggalan budaya arkeologi di darat maupun taut, secara terpadu dan berkelanjutan. 2. Lingkup Kegiatan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang dimaksud di atas, maka, dengan menyesuaikan pada dana, biaya, waktu dan luas wilayah pengamatan, kegiatan mencakup: a. identifikasi potensi sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan di Pulau Flores. Tahap ini mencakup pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan dan analisis data potensi sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan di Pulau Flores, serta data Spatial (GIS) potensi sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan di Pulau Flores b. Penyusunan kerangka konsep pengembangan kebudayaan dan pariwisata sebagai arahan kedepan dalam perumusan rencana aksi percepatan pembangunan sektor kebudayaan dan pariwisata di Pulau Flores. 3. Lingkup Wilayah Ekpedisi. Ekspedisi ilmiah akan dilakukan di Pulau Flores dengan beberapa daerah menjadi lokasi pengamatan yang memiliki keanekaragaman potensi sumberdaya mulai dari Barat menuju Timur Pulau Flores meliputi Labuan Baja, Ruteng, Bajawa, Ende, Mumere, Larantuka dan Lamahera/Lembata. 4. Metode Penelitian. Dalam upaya mengantisipasi kurangnya data dan. informasi terkait permasalahan pemanfaatan sumberdaya dalam rangka percepatan ~ pembangunan di daerah, maka metode penelitian yang dilakukan dalam expedisi ilmiah ini adalah melalui pendekatan riset eksplorasi (exploration study) . Studi yang bersifat penjajakan ini dilakukan dengan harapan dapat menggali informasi yang diperlukan untuk memahami karakteristik, - fenomena atau masalah potensi sumberdaya dan pemanfaatannya di Flores. Disamping itu melalui pendekatan studi yang bersifat penjajagan setidaknya antara lain dapat dilakukan diagnosa atau penafsiran terhadap fenomena tertentu, menganalisis alternatif-alternatif yang diperlukan guna memperoleh gagasan-gagasan yang diperlukan untuk menindak lanjuti. 2.4. Tenaga Ahli Lokal Dengan metode analisis deskriptif kualitatif melalui pendekatan eksploratif, kegiatan ini di lakukan pada beberapa lokasi di Pulau Flores dengan aktivitas antara lain mulai dari pengumpulan data, pengolahan data, analisis sintesis hingga interpretasi hasil analisis. Selanjutnya kerangka konsep pengembangan sebagai representasi disederhanakan dari aspek si tuasi problematik dikonstruksikan untuk maksud tertentu, akan dirumuskan dalam bentuk model deskriptif dan normatif yang diharapkan dapat menjelaskan alternatif pilihan dengan ca ra assessment potensi serta menginterpretasikan dan memberi rekomendasi dalam mencapai suatu nilai. Untuk mencapai sasaran yang diinginkan, ma ka t im selain bekerj asama dengan piha pemerintah provinsi/kabupaten/kota (Dinas Kebudayaan dan Pa riwi sat a) juga akan melibatkan tenaga lintas sektor yang terkait pembangunan kepariwi sataa n khususnya di KTI melalui kerjasama pelibatan aktif dengan pihak-pihak dari berbagai multidisiplin. Disamping itu, masyarakat di beberapa lokasi dilibatkan sebagai informan. 111. WILAYAH EKSPEDISI 3.1. Kependudukan Penduduk yang mendiami seluruh wilayah Provinsi NTI ini terdiri dari berbagai suku ba ngsa, diantaranya: Timor, Rote, Sabu, Sumba, Helong, Flores, Alor dan lain-lain. Jumlah penduduk Nusa Tenggara Timur, berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 4.679.316 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, penduduk yang berjenis kelamin laki- . laki tercatat sebanyak 2.323.534 jiwa, sedang 2.355.782 jiwa lainnya berjenis kelamin perempuan penyebaran penduduk terbanyak di NTI masih bertumpu di Kabupaten Timor engah Selatan (TIS) sebesar 9,41 persen dari total penduduk NTI, menyusul Kabupaten Belu sebesar 7, 53 persen, dan Kota Kupang sebcitar 7,17 persen (BPS.NTI ). 3.2. Sarana dan prasarana Sebagai penunjang perekonomian, Nusa Tenggara Timur memiliki 2 (dua) kawasan industri yaitu: kawasan industri Boanawa di Kabupaten Ende dan kawasan industri Bolok di Kabupaten Kupang. Dukungan prasarana jalan darat di provinsi ini sepanjang 17.116A5 km yang terdiri dari jalan negara sepanjang 1.309,78 m, jalan Provinsi sepanjang 2.939,86 km, dan jalan Kabupaten sepanjang 12.866,81 km. Dengan wilayah berupa kepulauan, prasarana perhubungan laut dan udara mutlak di provinsi ini. Terdapat dua pelabuhan laut yaitu: Pelabuhan Waingapu dan Pelabuhan Maumere, serta 1 bandar udara nasional dan beberapa bandar udara perintis yang tersebar di 14 kabupaten. Sedangkan pelabuhan kapal-kapal pesiar terdapat di Puncak Waringin-Labuhan Baja kapal-kapal dapat dipergunakan untuk tujuan ke Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Warloka, Pulau Kalong dan sekitarnya. Labuan Baja adalah kota di daerah berbukit dengan segala fasilitas yang sudah tersedia antara lain: Hotel, restoran, rumah sakit, pusat pembelanjaan, pam bensin, informasi pariwi sata, dll Di Manggarai Barat terdapat 37 hotel bintang dan penginapan, 35 restoran, 7 restoran di Kecamatan Lembor, 15 usaha jasa BPW (Biro Perjalanan WisataL 11 perusahaan wisata o a raga air, 15 tempat hiburan, 18 Situs, dan terdapat 21 tempat sanggar seni dan budaya. (Dinas Pariwisata. 2010) 3.3. Sosial ekonomi dan budaya Sejarah kependudukan masyarakat Flores menunjukkan bahwa Pulau ini dihuni oleh berbagai kelompok etnik yang hidup dalam komunitas-komunitas yang hampir-hampir eksklusif sifatnya. Masing-masing etnis menempati wilayah tertentu lengkap dengan pranata sosial budaya dan ideologi yang mengikat anggota masyarakatnya secara utuh (Barlow, 1989; Taum, 1997b). Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, sistem kepercayaan masyarakat Pulau Flores terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan asli (agama lokal) dan lapisan agama-agama dunia . Lapisan agama asli masyarakat NTI termasuk Pulau Flores bertumpu pada kepercayaan animisme dan dinamisme dalam berbagai corak menurut keragamaJl .budaya dari setiap kelompok etnis yang menghuni wilayah Pulau Flores. Karenanya corak agama asli orang Pulau Flores adalah agama-agama suku. Kepercayaan animisme meyakini bermacam-macam roh halus yang mendiami tempat atau posisi tertentu (seperti pohon, batu, lembah, bukit, dsb.) dan campur tangan dalam urusan manusia. Begitu pula dinamisme mempercayai kekuatan-kekuatan gaib yang terkandung dalam berbagai benda-benda alam, peristiwa . Di atas lapisan agama asli itu terbangunlah lapisan agama-agama dunia. Demikian juga di sektor ekonomi, sektor pariwisata di pulau flares menjadi salah satu lokomotif penggerak ekonomi lokal untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat di daerah ini . Potensi obyek wisata yang terdapat di Pulau Flores menjadi komoditas yang dapat menjadi tumpuan masyarakat. Provinsi Pulau Flores memiliki 2 (dua) unggulan pada sektor pertanian yaitu: sub sektor perkebunan dan Perikanan. Komoditi unggulan dari sub sektor perkebunan adalah kakao, perkebunan kelapa dan perkebunan kopi . Untuk sub sektor perikanan terdiri dari: perikanan laut, perairan umum dan perikanan darat (tambak, kolam dan sawah) . lV. LINGKUNGAN ALAM Penelitian ekspedisi ilmiah yang dilakukan di Pulau Flores dengan beberapa daerah yang menjadi lokasi pengamatan, memiliki keanekaragaman potensi sumberdaya mul ai dari barat menuju timur Pulau Flores meliputi Kabupaten Manggarai Barat, Kabupat en Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada. 4.1. Ekosistem Lebih dari setengah dari vegetasi asli pulau-pulau telah dibuka untuk penanaman padi dan tanaman lainnya, untuk penyelesaian dan oleh kebakaran hutan konsekuen. Pulau Komodo, Padar Rincah sekarang termasuk dalam Taman Nasional Komodo dilindungi sebagai {Wikimedia Foundation Inc). Sementaramasalah ekologi banyak mempengaruhi baik pulau-pulau kecil dan daratan besar, pulau-pulau kecil mengalami masalah khusus mereka dan sangat terkena kekuatan eksternal. Tekanan pengembangan pulau-pulau kecil yang meningkat, meskipun pengaruh tersebut tidak selalu di antisipasi {Wikimedia Foundation Inc). Oleh karenanya sasaran untuk meminimalisir degradasi ekosistem di Pulau flares antara lain perlunya: 1. . Mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya alam, pesisir dan laut dengan memperhatikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, 2. Pengenda li an t erhadap penc!Wlaran lingkungan dan degradasi lahan 3. Meni ngkatkan upaya penghijauan dan rehabilitasi lahan kritis serta konservasi kawasan pesisir pantai , 4. Meningkat nya pengawasan terhadap pemanfaatan SDA serta meningkatkan upaya- upaya rehabil itasi perbaikan daerah/kawasan dan sumberdaya alam yang telah mengalami pengerusakan, 5. Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan pengembangan wilayah, 4.2. Bentang dan gejala Alam, Penjelasan tentang bentang dan gejala alam atau geologi wilayah Flores, diuraikan berdasarkan antara lain: Geomorfologi, Stratigrafi. Wilayah penelitian tersusun oleh beberapa formasi batuan, yaitu batuan sedimen berumur Miosen yang dibentuk oleh batugamping, tufa serta batupasir, menempati deretan perbukitan di Flores Barat . (Koesoemadinata dkk. 1994) Aluvium (Qal): Kerikil dan kerakal andesit, dasit, basal dan granit, pasir, lumpur, dan lanau terendapkan dalam lingkungan sungai dan pantai. Batugamping Koral (QI) : Batugamping koral mengandung sedikit gangga ng, pejal, mencapai tinggi lebih kurang 200 meter d.p.l Undak Pantai (Qct): Perselingan konglomerat dan batupasir, sedikit gampingan, mudah lepas, hampir mendatar, struktur silangsiur, mencapai ketinggian 10 sampai 50 meter d.p.l. Batuan Gunungapi MudQ (Qhv)(w, i, a, r): Lava, breksi, aglomerat bersusunan andesit-basal, struktur kekar melembar, tuf pasiran, pasir gunungapi, mudah lepas, berasal dari kegiatan gunungapi strata, muda, G. Waisano (w), G. lne Rie (i), G. Ambulombo (a), dan Poco Ranaka (r). 4.2.1. Hidrogeologi Wilayah Airtanah perbukitan, Wilayah Airtanah gunungapi Kuartei Wilayah Airtanah dataran, menempati beberapa daerah sempit di pantai utara P. Flores, salah satu yang paling luas adalah dataran pantai Mbay. Akifer airtanah tertekan dijumpai pada kedalaman sekitar 30- 50 meter dari rata tanah setempat (hasil pendugaan geolistrik Direktorat Geologi Tata Lingkungan). Diperkirakan prod ukt ivit as a ~ f e r n y a sedang). Berdasarkan tataan hidrogeologi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa daerah Maumere dan kemungkinan juga daerah dataran Mbay, merupakan daerah yang potensial bagi pengembangan airtanahnya lebih lanjut. Aliran airtanah secara wajar di daerah Maumere diperhitungkan sebesar 8,2 liter/ detik untuk penampang sepanjang 1 km. 4.3. llkim Curah hujan tahunan rata-rata tertinggi tercatat di daerah Ruteng, yakni 3352 mm, terendah di daerah Maumere, tercatat 954 mm. Pulau Flores digolongkan daerah beriklim kering dengan bulan kering umumnya dari Mei sampai November. Meskipun demikian, Flores Barat (Ruteng dan Bajawa) beriklim lebih basah. 4.4. Potensi Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya a lam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. 4.4.1. Flora dan Fauna Flora dan fauna di sini menunjukkan bahwa ini adalah zona transisi, sebuah daerah di dalam garis Wallace dimana spesies campuran keduanya fauna Eurasia dan Australia, sepert i berbagai jenis marsupial Australia dan burung yang juga ada di Papua Nugini. Binatang paling khas yang terkenal dari daerah ini adalah Naga Komodo, (www.lombokrinjanitrekking.com) . 4.4.2. Pertanian Pertanian di Kab. Manggarai Timur, yang dikedepankan adalah pengembangan lahan basah dan lahan kering. Potensi lahan sawah yang ditunjang dengan sistem irigasi yang baik. (www.businessreview.co.id). 4.4.3. Perkebunan Perkebunan di Kab. Manggarai Barat, dihasilkan kelapa, kopi, jambl1 mete, dan kemiri. . Produksi kelapa terkonsentrasi di Kecamatan Macang Pacar. (www.cps-sss.org). 4.4.4 Kehutanan . Luas hutan Kabupaten Manggarai mencapai 210.624 Ha atau 50 % dari luas wilayah. Hasil hutan meliputi kayu rimba campuran, kayu jati, kayu nangka, madu, kulit kayu manis, rotan dan lain-lain. 4.4.5 Perikanan Perikanan laut di Kab. Manggarai Barat, terdapat Kec. Komodo, Kec. Lembor, dan Kec. Macang Pacar. Sedangkan Perikanan darat, terdapat di Kec. Kuwus, Kec. Lembor, dan Kec. Sana Nggoang (www.cps-sss.org) . 4.4.6 Peternakan Peternakan di Kab. Manggarai Barat, penduduk daerah ini mengembangkan peternakan Sapi, Kerbau, Babi, Kambing, dan Ayam kampung. Pengembangannya dilakukan di beberapa kecamatan, yaitu Lembor, Komodo, Sana Nggoang, Kuwus, dan Macang Paca r (www.cps- sss.org) . 4.4.7 Pertambangan Potensi sumberdaya tambang di Kab. Ngada adalah emas, toseki, kaolin, basalt, tufa lempung/tanah liat, tras, feldspar, Tiangan, mineral, bijih besi (Fe), emas, uap panas bumi, dan lain-lain. (www.businessreview.co.id). V. LINGKUNGAN BUDAY A Tanah Flores kaya akan tinggalan budaya, sejalan dengan keberadaan sukubangsa- sukubangsa yang ada di situ. Orang-orang Flores pada umumnya masih melanjutkan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Kampung-kampung tradisional Flores dengan segala aktivitas penduduknya merupakan bukti nyata dari kesinambungan tradisi . Masuknya bangsa barat Portugis tidak dapat mengubah tradisi yang ada. Bahkan unsur budaya yang dibawanya (agama Katolik) tidak dapat "melunturkan" budaya asli Flores. . ' Sebuah kampung tradisional Flores merupakan gambaran nyata dari budaya asli orang Fl ores. Semua kegiatan di kampung tersebut masih merupakan kesinamungan tradisi yang diwariskan . Perbedaannya hanya terletak pada alih fungsi, seperti misalnya barang-barang hasil kerajinan rakyat . Kalau pada awalnya berfungsi sebagai pemenuha kebutuhan harian, karena mempuyai nilai ekonomis hasil kerajinan tersebut dapat dijual. 5.1. Sukubangsa dan Budaya Dilihat dari kebudayaannya, penduduk Flores bukan merupakan satu sukubangsa dengan satu kebudayaan yang sama, melainkan percampuran antara sukubangsa dari ras Mongoloid dan ras Melanesid. Belakangan masuknya bangsa Portugis, penduduk dari beberapa wilayah merupakan keturunan campuran dengan Portugis. Secara fisik orang Manggarai juga mempunyai perbedaan dengan ketujuh sub- sukubangsa lain yang ada di Pulau Flores. Orang Manggarai lebih banyak menunjukkan ciri-ciri Mongoloid, sedangkan sub-sukubangsa yang lain mulai dari Riung sampai ke arah timur lebih menunjukkan ciri-ciri Melanesia. 5.1.1. Sukubangsa Manggarai Orang Manggarai menempati wilayah paling barat Pulau Flores di Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Timur pada areal seluas sekitar 7.000 km 2 . Sebagian besar wilayahnya bergunung-gunung dengan puncaknya seperti Gunung Ranakan, Gunung Nembu, dan Gunung Curunumbeng. Karena banyaknya gunungapi, tanahnya termasuk yang paling subur di Flores. Di antara lembah-lembah yang sempit mengalir beberapa sungai, seperti Sungai Nuring, Langa, Lingeh, Sano, dan Jamal. Suburnya bumi Flores menguntungkan penduduknya untuk bercocok tanam di ladang dan membuat areal persawahan dengan irigasi. Kondisi alam yang subur ini mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan produksi pangan. Areal persawahan dengan irigasi menempati lembah yang luas dengan dikelilingi rangkaian perbukitan, seperti yang dapat disaksikan di Desa Cara . Sawah-sawah di lembah ini, petak-petaknya seperti sarang laba-laba dengan satu titik pusat . Makin jauh dari titik pusat, makin Iebar petak-petaknya. Satu titik dimiliki oleh satu keluarga, dan petak-petak sawahya dimiliki oleh ahli warisnya. Hal ini berkaitan dengan
pembagian waris secara adat, yaitu Sawah Lingko. Bentuk dasarnya bulat dan dibagi menjadi beberapa bagian seperti potongan kue dengan luas antara 6-8 hektar. Penduduk asli menyebutnya dengan Sawah Lodok, sesuai dengan tata cara pembagian tanah ulayat dalam masyarakat adat M ~ g g a r a i , Nusatenggara Timur. Tanah-tanah adat yang disebut Lingko dibagi kepada warga dengan sistem lodok, yaitu membagi lingko dimulai dari . teno di pusat lingko. Kemudian menarik garis lurus (jari-jari) hingga batas terluar tanah lingko tersebut . Sistem pembagian ini adalah satu-satunya yang ada di dunia. Sekitar 3 Km dari Ruteng (ibukota kabupaten Manggarai) terdapat sebuah desa tradisional Compang Ruteng. Salah satu daya tarik tempat ini adalah suatu tempat disebut compang yaitu suatu komplek yang terdiri dari altar pemujaan arwah leluhur dikelilingi dinding batu dan dua rumah adat yang menghadap ke altar. Secara keseluruhan bentuk denah desa ini adalah bundar dengan pagar kelilingnya dibuat dari tumpukan/susunan batu kali. Di tengah desa terdapat tumpukan batu sebagai tempat yang dianggap suci, tempat turunnya roh penjaga kampung. Rumah-rumah adat Manggarai denahnya berbentuk lingkaran. Terdiri dari kolong (bawah), ruangan (tengah), dan atap (atas) . Rumah ini dibangun di atas tiang yang bagian kolongnya dipakai sebagai tempat untuk menyimpan alat-alat pertanian. Kadang-kadang berfungsi sebagai kandang hewa peliharaan. Bagian tengah terdiri dari lima ruangan, yaitu satu ruangan besar di tengah, dan empat kamar di pinggir. Atapnya berbentuk kerucut dibuat dari ikatan-ikatan jerami. Bagian puncak atap terdapat patung dari kayu. Bagian atap ini merupakan tempat suci yang ditinggali oleh roh, juga berfungsi sebagai tempat menyimpan benda pusa ka dan bahan makanan seperti padi dan jagung. 5.1.2. Sukubangsa Riung Orang Riung sebagian besar menempati wilayah seluas 683 Km 2 di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Penduduknya sekarang mencapai lebih dari 17.000 jiwa. 5.1.3. Sukubangsa Ngada Orang Ngada bermukim di lingkungan alam yang bergunung-gunung dengan hutan yang lebih lebat jika dibandingkan dengan hutan di wilayah lain dari Flores. Di bagian selatan rangkaian pegunungan mempunyai puncak tertinggi lebih dari 2.000 met.er d.p.l. Di bagian . ' tengah kontur permukaan tanahnya berbukit-bukit, membentang dari barat ke timur sampai perbatasan Kabupaten Ende. Di bagian utara terbentang dataran rendah Mbai dan Soa. Pada umumnya orang Ngada tinggal di desa-desa yang mempunyai pola tersendiri. Bentuk perkampungannya pada masa magalit, yaitu masih terdapatnya punden-punden di tengah perkampungan. Tradisi megalit ini hingga kini masih terus berlanjut walaupun masyarakatnya sudah menganut agama Katolik. Perkampungan dengan ' ciri-ciri megalit di Kabupaten Ngada, antara lain terdapat di Kampung Bena, Gurusina, Wogolama, Tua Woi, dan Bata Dolu. Kampung Bena adalah salah satu perkampungan tradisional yang masih asli di antara kampung adat yang ada di Kabupaten Ngada, Flores. Letaknya di Desa Tiworiwu, Kecamatan Ai mere, Kabupaten Ngada berjarak sekitar 18 km dari Bajawa. Perkampungan ini sangat unik karena berada di lembah dan diapit Gunung lnerie dan Gunung Surelaki. Memasuki areal kampung, ada susunan batu turap berteras setinggi tiga meter yang mengaburkan kesan adanya kampung. Namun setelah menaiki batu berteras itu pada ketinggian tiga meter, barulah terlihat ada kampung Bena yang tertata apik berderet linier tersembunyi di dalamnya. Kampung Bena memiliki halaman luas yang disebut kisanatha rua ng publik berupa hal aman yang merupakan orientasi setiap kegiatan ritual. Di sini terdapat sejumlah bangunan ang disakralkan masyarakat sebagai perwajahan leluhur mereka, ngadhu dan bagho. 1\'godnu merupakan simbol perwajahan leluhur laki-laki, bangunannya menyerupai payung, seda ngKan bagha semacam miniatur rumah sebagai perlambang perwajahan leluhur perempuan. Rumah pendukung ini harus terus disempurnakan sampai pada tingkatan kesembilan yang disebut sao ulu po yang sudah dipandang layak sebagai rumah adat . Sejak memiliki rumah dalam tingkatan ini, mereka sudah boleh menyiapkan diri untuk memiliki ngadhu da n bagha, bangunan pemujaan leluhur laki-laki dan perempuan. Karena pertimbangan lahan yang makin menyempit, maka pembangunan rumah pendukung di kampung Bena sekarang dibatasi dan diperbolehkan membangun di luar areal kampung dengan dasar pertimbangan untuk menjaga keaslian kampung Bena. Walaupun sekarang masyarakat setempat dominan penganut nasrani , namun budaya lama tradisi megalitik masih tetap membudaya. Hal ini terlihat jelas saat diadakan upacara reba yakni perayaan syukuran tahunan atas karunia a lam dan leluhur. P e r a y a a ~ inJ di mulai dari Bena, di halaman kisanatha yang luas. Masing-masing klan mengadakan perayaan memasak bersama di bangunan Bagha yang merupakan bangunan pemersatu agar semua warga klan tetap ingat kepada leluhurnya. ~ Nilai yang dapat diketahui bahwa masyarakat Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya . ial ah lahan pemukiman yang dibiarkan sesuai kontur asli tanah berbukit . Bentuk kampung Bena menyerupai perahu karena menurut kepercayaan megalitik perahu dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah yang menuju ke tempat tinggalnya. Namun nilai yang tercermin dari perahu ini adalah sifat kerjasama, gotong royong dan mengisyaratkan kerja keras yang dicontohkan dari leluhur mereka dalam menaklukkan alam mengarungi lautan sampai tiba di Ben a. Berbagai penjabaran itu merupakan bagian dari kearifan dalam pembangunan rumah tradisional. Analisa tersebut merupakan bagian dari berbagai konsep arsitektur tradisional dari berbagai kepercayaan bangsa Asia. llmu pengetahuan tradisional itu analisanya sangat akurat dan bersifat logis, hanya saja cara penyampaian para praktisi masa lalu sering menggunakan bahasa lambang atau dikaitkan dengan nasihat yang bersifat mistis. 5.1.4. Sukubangsa Ende Sukubangsa Ende adalah sekelompok sukubangsa yang berdiam di bagian terga" 1DUl<L Flores, di kecamatan-kecamatan Nangapanda, Ende, dan Ndoa di Kabupaten E,.,de. tinggal orang Ende bentuknya seperti rumah tinggal sukubangsa-sukubangsa lain yang aoa c Flores, yaitu berupa rumah panggung dengan atap tinggi yang dibuat dari il alang. Dal am san .. perkampungan terdapat beberapa rumah tinggal, dan dilengkapi dengan tempat upacara. 5.1.5. Sukubangsa lio Orang Lio tinggal di perkampungan yang diberi nama nua. Satu kampung ditinggali oleh kelompok-kelompok klen yang anggotanya masih mempunyai hubungan kerabat . Sesuai tradisi sebuah kampung terdiri dari beberapa unsur bangunan, lapangan tempat upacara, dan beberapa bangunan batu sebagai pusat-pusat pemujaan. V.2. Hasil Budaya Hasil-hasil budaya yang dapat ditemukan di Flores baik yang (benda), maupun yang intagible (tak benda) merupakan tinggalan budaya masa lampau. Tinggalan-tinggalan budaya ini ada yang diteukan di situs-situs arkeologi, dan ada pula yang ditemukan di kampung- kampung adat tradisional. .., 5.2.1. Situs Warloka
Kampung Warloka terletak di tepi pantai yang menghadap ke arah Pulau Rinca, di bagian barat Kabupaten Manggarai, sekitar 30 km dari kota Labuhan Bajo. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai ne/ayan, dan sebagian lagi sebagai pe/adang. De rmukaan tanahnya landai sampai ke kaki bukit. Kemudian pada jarak sekitar 500 meter, permukaan tanahnya mulai menanjak hingga ke perbukitan. Obyek budaya yang terdapat di Warloka berupa tinggalan budaya masa lapau berupa oatu-batu menhir yang dibuat dari batu pasir (sand-stone) . Masing-masing batu menhir ini berukuran tinggi/panjang sekitar 2 meter dan Iebar sekitar 40 em. Ketika awal ditemukan, sekitar tahun 1920-an batu-batu menhir ini berada di lereng dan puncak bukit . Menurut keterangan penduduk Warloka batu-batu menhir ini diturunkan penduduk ke daerah pantai. Beberapa di antaranya ditempatkan di sekitar Puskesmas Warloka, dan lainnya dibiarkan t ergeletak di halaman sekitar Puskesmas. Pada tahun 1980-an situs Warloka pernah diteliti oleh tim dari Pusat Peneli t ian Arkeologi Nasional. Pada penelitian itu berhasil ditemukan pecahan-peca han keramik Tiongl<o yang berasal dari sekitar abad ke-17. Adanya keramik- keramik ini , membuktikan bah.:a oaca masa lampau penduduk wilayah ini telah mengadakan hubungan perdaga ngan del"ga11 te lain. 5.2.2. Situs liang Bua Liang Bua yang dalam bahasa Manggarai artinya "Gua Sejuk" terlet ak di daerah perbukitan kapur di wilayah Kabupaten Manggarai . Flores meskipun sebagian wilayahnya berupa perbukitan kapur, akan tetapi daerah ini cukup subur, bahkan Manggarai sejak dulu dikenal sebagai salah satu Lumbung Padi untuk wilayah Flores. Disamping memiliki sumberdaya alam yang menarik, Manggarai ternyata juga memiliki potensi sumberdaya arkeologi yang mengaggumkan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya situs-situs arkeologi yang tersebar luas di . daerah ini. Sa lah satu diantaranya adalh situs Liang Bua. Situs ini terle.tak di Desa Liang Bua. Kecamatam Ruteng, Kabupaten Manggarai, sekitar 14 Km di utara kota Ruteng, pada ketinggian 500 meter d.p.l. Situs Liang Bua sangat ideal masa prasejarah, memiliki panjang 50 meter, Iebar 40 meter, dan tinggi atap bagian dalam 25 meter. Terletak sekitar 200 meter dari pertemuan dua buah sungai besar, yaitu Wae (sungai) Racang dan Wae Mulu. Kedua sungai . ini mengandung t emuan artefak bat u dan batuan keras seperti tufa kersikan, kalsedon, dan rijang (chert) . Gua juga merupakan potensi wisata di Ruteng dengan adanya Liang Bua, sebuah gua alam dengan stala kt it dan stalakmit. Di dalam gua pernah ditemukan artefak dan tulang belulang manusia purba. Gua ini menjadi obyek penelitian arkeologi dari Indonesia dan mancanegara (Belanda, Australia, Amerika dan lnggris) . Dekat dari Liang Bua masih terdapat gua lain, yaitu Liang Galang dan Liang Tanah dengan mulut gua berdiameter sekitar 50 meter. Masih banyak gua-gua lainnya seperti Liang Toge yang di dalamnya juga pernah ditemukan artefak. Situs Liang Bua sangat penting artinya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, baik untuk arkeologi Indonesia maupun internasional. Daya tarik bagi peneliti arkeologi adalah ditemukannya kerangka manusia dan kerangka hewan yang semuanya berukuran kerdil. Sudah banyak peneliti asing bekerjasama dengan peneliti Indonesia yang melakukan peneli tian di sit us ini. Juga berbagai media asing, seperti National Geographic telah meliput hasil -hasil penelitian di Liang Bua . Pengelolaan dan pemberdayaan yang terarah akan sangat bermanfaat dalam rangka dalam rangka pengembangan daerah Manggarai secara khusus dan Indonesia pada umumnya. 5.2.3. Tarian Caci merupakan tarian perang yang hanya dilakukan kaum pri a. Tarian ini lebih merupakan permainan atau pertandingan daripada tarian karena selalu terjadi antara dua kubu " musuh" . Satu kubu bersenjatakan cemeti dari rotan yang dipukulkan pada pihak " musuh", dan satu kubu lainnya bertahan menggunakan tameng. Caci adalah pesta rakyat dan setiap anggota masyarakat dapat berpartisipasi. Sejak menjadi sebuah festival, caci dapat ditampilkan pada berbagai kesempatan, seperti pada perayaan syukuran (penti), perayaan kobo, setelah pesta perkawinan yang sering disebut nempung, atau pada perayaan peringatan ulangtahun Kemerdekaan 17 Agustus, atau juga untuk penyambutan tamu-tamu penting. . Danding atau nggenjang merupakan tarian tradisional dengan menampilkan lagu-lagu daerah pada malam hari, terutama pada bulan purnama. Peserta tarian ini adalah kaum remaja (pemuda dan pemudi) dalam formasi tjrbuka. Untuk meyemarakkan suasana, para peserta ~ tarian ini menggunakan gri ng-girig yang disebut nggiring lime (dipegang), atau yang dikaitkan di kaki yang disebut nggiring wai. 5.2.4. Kerajinan dan Tenun Hampir di seluruh sukubangsa yang ada di Flores dan di Nusatenggara Timur pada umumnya, mempunyai aktivitas bertenun dengan menggunakan alat tenun yang sederhana dan membuat anyaman dari bahan dasar bambu. Kerajinan ini dapat dilihat dari aspek ekonomi dan aspek seni budaya. Pada awalnya hasil kerajinan ini adalah untuk pemenuhan hidup sehari-hari dan upacara adat, tetapi kemudian mempunyai arti ekonomi yang terkait dengan pasar. Hasil kerajinan tenun itu dilengkapi dengan motif-motif hiasan yang dapat menarik konsumen di pasar. Manggarai dikenal dengan tenunan kain congke (towe congke), kain todo, dan kain suwi muting. Tenun ini lebih tepat disebut tenun sulam yang berbeda dengan tenun ikat lainnya yang ada di Nusatenggara Timur. Hasil anyaman berupa tikar alas tidur atau alas duduk dengan bahas dasar daun pandan. Bentuk lainya berupa sokal, semacam wadah untuk menyimpan makanan, rota merupakan semacam keranjang yang digantungkan di kepala. 5.2.5. Upacara Masyarakat di Pulau Flores terdiri dari beberapa sukubangsa yang meskipun sudah memeluk agama Katolik, namun masih berpegang teguh pada tradisi yang diwariskan nenek moyangnya. Tradisi-tradisi yang hingga kini masih berlanjut adalah upacara-upacara yang berkaitan dengan siklus hidup, membuka hl:ltan, mulai tanam, panen, selesai panen, sengketa tanah, pindah rumah, dan pindah kampung. Mereka mengadakan upacara antara lain sebagai ungkapan terimakasih kepada dewa, nenek moyang yang telah memberikan kehidupan. Upacara itu uga berfungsi memperkuat rasa solidaritas sosial antar sesama. 5.2.6. Gereja Tua Sikka . Kampung Sikka saat ini menjadi sebuah kampung tujuan w i s a t ~ yang sering dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, karena di sana terdapat beberapa obyek wisata menarik di antaranya geraja tua sikka yang telah berusia lebih dari satu abad. Gereja tua ini dibangun oleh umat paroki Sikka bersama pastornya asal Portugis Y. Engbers SJ pada tahun _. 1899. Pembangunan gereja ini juga t idak terlepas dari peran raja Sikka pada masa itu adalah ~ Yoseph Mbako II Ximenes da Silva yang turut memotivasi rakyatnya untuk mengembangkan kehidupan rohani; bahkan set iap kali pelant ikan raja selalu berlangsunng di dalam geraja ini. Hal ini menunjukan hubungan erat dan kerjasama yang baik antara pihak pemerintah dan pihak gereja Katolik pada masa ini. Bangunan gerej a tua Sikka ini memiliki beberapa kekhasan yang menarik, antara lain bentuk dan corak bangunannya yang bergaya arsitektur tradisional Eropa dari abad ke-18-19. Kedua, dinding dinding tembok bagian dalam ditata dengan lukisan motif-motif tenun ikat Sikka yang sangat terkenal dipandang mata. Pada usianya yang sudah lebih dari 100 Tahun, gereja tua Sikka ini masih berdiri kokoh dan megah di pantai Sikka. Dalam kaitannya dengan upacara peringatan hari besar umat Katolik, di Flores khususnya Larantuka, mempunyai suatu keunikan tersendiri. Keunikan tersebut disebabkan karena masuknya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di tanah Flores. Di Larantuka pada setiap perayaan Paskah, seluruh masyarakat Katolik merayakannya. Dari berbagai penjuru Flores dan bahkan dari tempat yang jauh dari luar Flores datang untuk merayakannya. Puncak upacara adalah melakukan kirab dengan mengusung area Bunda Maria dari gereja keliling kota Larantuka. Patung tersebut diberi kerudung dengan kain tradisional Flores. Perayaan semacam ini di Indonesia hanya berlangsung di Flores, tempat di mana Portugis pernah mendarat cukup lama dan mengembangkan agama Katolik. Vl. PENDEKATAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Melihat fakta kondisi di lapangan, pembangunan di Pulau Flores perlu dilakukan melalui beberapa pendekatan yang berbasis pada berkelanjutan. 6.1. Analisis Perlindungan Analisis perlindungan akan dibagi atas dua uraian yaitu, koservasi lingkungan alam dan pelestarian warisan budaya 6.1.1. Konservasi Lingkungan Alam ~ Sejak tahun 1970-an negara-negara di dunia termasuk negara industri telah dihadapkan pada masalah lingkungan seperti kerusakan alam, pencemaran, banjir, polusi, dll. Sedemikian gawatnya permasalahan lingkungan ini, sehingga PBB menyelenggarakan konferensi tentang lingkungan hidup pada tanggal 5-6 Juni 1972 di Stockholm, Swedia, yang akhirnya ditetapkan sebagai hari lingkungan hidup seduni a. Hasil konferensi itu memberikan pengaruh kepada banyak negara untuk memperhatikan da n menangani permasalahan lingkungan terutama yang berkaitan dengan dampak pembangunan. Hal ini melahirkan suatu konsep baru pembangunan yaitu Pembangunan yang Berkelanjutan (Suistainable Development) yang menitikberatkan pada pembangunan yang berwawasan lingkungan, dengan konsep baru ini diharapkan adanya perlakuan bijaksana terhadap sumber daya alam dan kesinambungan-nya berdasarkan keterbatasan-keterbatasan alam itu sendiri. Karena apabila tidak berjalan maka masa depan manusia akan terancam. Perlindungan proses ekologis sebagai system penyangga kehidupan, karena sistem penyangga kehidupan harus dalam keadaan yang seimbang. Lingkungan asli/alam (sudah dalam keseimbangan yang stabil) dan lingkungan buatan (dalam keadaan tidak stabii).Kegunaa n pelestarian genetik adalah untuk kesinambungan pembangunan. Pemanfaatan spesies flora dan fauna sudah banyak dilakukan. Pemanfaatan spesies-spesies yang tidak dilindungi dapat terjamin dalam keseimbangan alam. Sedangkan pemanfaatan spesies-spesies yang dilindungi diperlukan peraturan perundang-undangan (Hadi Moch, tt) . Dengan tidak adanya keseimbangan antara Antroposentris dengan Ekosentris mengakibatkan munculnya konservasi. Karena adanya kesadaran biaya akan eksternali sasi yang harus kita bayar mahal dalam bentuk akibat serta permasalahan lingkungan, maka muncullah semacam kebutuhan untuk melestarikan jaringan sistem yang sudah tersedia di alam yang seimbang termasuk di dalamnya rantai ekologis dan sumber daya alam. lnilah yang disebut paham konservasi. Sumberdaya alam yang dijumpai di Pulau Flores yang pada saat ini telah dieksploitasi secara besar-besar, perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Salah satu sumberdaya alam di Pulau Flores yang perlu mendapat perhatian untuk di konseravasi adalah' air, sebab Pulau Flores . ' merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan tanaman pangan adalah di Pulau Flores. Dari hasil penelitian menyatakan bahwa di Pulau Flores masih tersedia lahan untuk pengembangan padi sawah dan tanaman pangan lahan kering masing-masing seluas 41.220 ha dan 67.790 ha. Kendala utama yang paling sulit d i a t ~ i dalam pemanfaatan lahan tersebut adalah kurangnya ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Hasil kajian menunjukkan bahwa potensi ketersediaan air dari curah hujan dan air permukaan masih memungkinkan untuk pengembangan tanaman panga n, disertai dengan memanfaatkan teknologi budidaya hemat air.Pulau Flores daratan di Propinsi Nusa Tenggara Timur seluas 1A juta ha, merupakan salah satu wilayah di Kawasan Timur Indonesia yang mempunyai potensi untuk pengembangan lahan pertanian. Data potensi sumber daya lahan Pulau Flores menunjukkan bahwa dari luas pulau tersebut, 915.000 ha atau 65,2 persen tergolong potensial untuk pengembangan tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan peternakan dengan berbagai faktor pembatas (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1997 dalam Sukarman, 2001) . Usaha-usaha untuk menghindari/mengurangi cekaman kekeringan pada tanaman adalah melalui usaha konservasi air tanah. Konservasi air lebih diarahkan kepada pencegahan atau penekanan laju dan volume aliran air permukaan pada lahan berlereng sekaligus sebagai upaya konservasi tanah. Oleh sebab itu teknologi yang dikembangkan dalam penelitian sistem usaha tani konservasi pada lahan kritis bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan sekaligus mengkonservasi tanah dan air (Baharsyah eta/. , 1997). Hasil penelitian Yusuf eta/., (1994) t entang sistem usahatani alley cropping di Kabupaten Sikka, Flores diperoleh kesimpulan bahwa usahatani tersebut selain berfungsi sebagai usaha konservasi tanah dan air tetapi juga dapat meningkatkan pendapatan petani (Sukarman, 2001). 6.1.2. Pelestarian Warisan Budaya Warisan budaya yang sangat menonjol di Flores adalah kampung-kampung tradisional dari berbagai sukubangsa dengan segala isinya baik yang tak benda maupun yang berupa benda. Dari sudut pandang arkeologi, kampung-kampung tradisional tersebut merupakan gambaran permukiman masa megalit karena banyak aktivitas ritual meskipun mayoritas penduduk sudah memeluk agama Katolik yang bernuansa prasejarah masih ditemukan. Kepe"rcayaan akan adanya . arwah nenek moyang di lingkungannya masih kental. Keadaan tersebut perlu dilestarikan, yaitu dengan menggunakan strategi pariwisata yang berkelanjutan. 1. Pa riwisata 3udaya Di satu sisi Pariwisat a Budaya adalah perpaduan dua unsur-baik sebagai industri maupun sebagai sistem yang berkelanjutan yang memberikan peluang bagi Indonesia. Art inya, pariwisata budaya dapat membangun upaya terpadu untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakat. Caranya adalah dengan mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumberdaya budaya secara berkelanjutan. Di sisi lain, kerancuan terminologi tidak diharapkan terjadi, terutama dari unsur budaya. Banyak orang bicara tentang kebudayaan, tetapi pengertian yang digunakannya mengacu pada hasil karya manusia yang indah-indah atau kesenian. Ada pula yang menggunakan istilah kebudayaan untuk menyatakan tingkat kemajuan teknologi yang didukung tradisi tertentu. Mengacu pada pengertian dan definisi tersebut di atas, maka dalam menerapkan pariwisata budaya perlu dilandasi dengan pendekatan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang meliputi: a. Partisipasi Masyarakat setempat, dalam mengawasi atau mengontrol pembangunan pariwisata budaya dengan ikut terl ibat dalam menentukan pariwisata, mengidentifikasi sumberdaya-sumberdaya budaya yang akan dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan strategi pengelolaan daya tarik budaya. b. Keikutsertaa.n Para Pelaku/Stakeholder, dalam pembangunan pariwisata budaya meliputi kelompok dan institusi LSM, kelompok sukarelawan, pemerintah daerah, asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima dampak dari kegiatan pa riwisata. c. Kepemilikan Lokal, dalam menawarkan lapangan pekerjaa.n yang berkualitas . untuk masyarakat setempat serta kepemilikan dalam penyediaan fasilitas penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dan sebagainya melalui keterkaitan (linkages) antara pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan dalam ~ e n u n j a n g kepemilikan lokal tersebut. d. sumberdaya secara berkelanjutan, artinya menghindari penggunaan sumberdaya yang tidak memberikan dampak negative terhadap lingkungan budaya secara berlebihan serta menjamin bahwa sumberdaya budaya dan lingkungannya dapat dipelihara dan dilindugi dengan menggunakan kriteria-kriteri a dan standar-standar internasional. Seca ra konseptual pariwisata budaya sebagai suatu "konsep" pengembangan pariwisata berbasis sumberdaya budaya yang bertujuan untuk mendukung upaya- upaya pelestarian budaya dan lingkungannnya, melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan secara berkelanjutan sumberdaya budaya sebagai daya tarik pariwisata guna meningkatkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat setempat . Beberapa landasan yang perlu diperhatikan dalam mengembangakan pariwisata budaya adalah bahwa wisata budaya adalah kegiatan perjalanan seseorang atau kelompok untuk melihat, meneliti, mengetahui, dan memahami : a. kebudayaan (tradisi, perilaku, kerajinan, kesenian, dll) masyarakat di suatu tempat dalam waktu tertentu, b. hal-hal yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari (eksotis), yang dilakukan dalam waktu tertentu (sementara) . c. kebudayaan masyarakat di suatu tempat dari waktu ke waktu (bukan hanya kebudayaan yang bersifat tradisional saja melainkan kebudayaan yang sudah dipengaruhi ?leh kebudayaan lain) d. berbagai hal berkaitan dengan obyek yang memiliki daya tarik kelokalan, menghasilkan nilai tambah dan manfaat, berkelanjutan, serta berbagai fasilitas, aksesibilitas, pelaku, modal, dan sistem informasi. 2. Warisan Budaya . Warisan budaya (culture heritage) merupakan salah satu komponen kebudayaan yang akan dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Warisan budaya ini meliputi budaya tak benda (intangible culture) dan budaya bendawi (tangible culture). Sebagai contoh budaya antara lain bangunan kampung tradisional, candi, t benteng, ..a dab tembikar, manik-manik, sedangkan budaya non bendawi antara lain nila' -'1i ai, keyakinan, norma-norma dan adat istiadat. Situs-situs arkeologi yang terdapat di Flores, apakah itu situs permukiman masa neoli t , megalit, bangunan gereja merupakan warisan budaya yang dapat direvitali sasi. Pengertian revitalisasi dalam hal ini warisan budaya dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, identitas atau jatidiri kelompok masyarakat tertentu dan juga untuk kepentingan ekonomi, misalnya pariwisata. Warisan budaya merupakan milik publik. Berdasarkan hal tersebut pengelola harus dapat mengakomodir kepentingan publik. Selama ini pengelola warisan budaya didominasi oleh pemerintah. Pihak pemerintah cenderung mengambil peran sebagai legislator dalam pengelolaan warisan budaya, sehingga kepentingan dan persepsi publik terhadap warisan budaya kurang mendapat perhatian. Diharapkan pemerintah menempatkan posisinya sebagai mediator dan fasili sator dalam pengelolaan warisan budaya. Pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan dalam pengelolaan warisan budaya yang dilakukan oleh pemerintah. 3. Pelestarian Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keanekaragamannya dan meningkatkan kualitas nilai eagar Budaya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pelestarian (conservation) warisan budaya di Indonesia memiliki lingkup yang luas. Pelestarian tidak semata berhubungan dengan kegiatan pemugaran bangunan kuno atau perawatan naskah-naskah kuno saja. Pelestarian mencakup upaya-upaya . pemeliharaan, perlindungan, pemugaran, pengembangan dart pemanfaatan warisan budaya (Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2005-2009). Pengelolaan warisan budaya pada hakekatnya adalah melestarikan warisan budaya agar tetap ada dalam koMeks sistem dan berguna bagi kehidupan masyarakat sekarang. !Je,.,gelolaan warisan budaya adalah upaya untuk memberi makna baru bagi v.ar'safl oudaya itu, apakah sebagai identitas atau jatidiri, daya ' tarik wisata ataupun untuk kajian il mu pengetahuan. Oleh karena itu jika tidak ada makna baru yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekarang, upaya pengelolaan itu akan terasa sulit atau bahkan t idak akan mencapai sasaran (Tanudirjo, 2006:14). a. Landasan Aspek Pelestarian Sosial dan Budaya mencakup perlindungan nilai kearifan lokal, adat istiadat, tradisi masyarakat setempat, penguatan moral dan tata nilai kemasyarakatan, perlindungan sejarah dan budaya Meminimalisir komersialisasi karya seni dan budaya setempat b. Strategi Pengembangan pelestarian Sosial budaya mencakup pelibatan masyarakat berperan aktif dalam kegiatan usaha pariwisata, peningkatan apresiasi terhadap nilai-nilai kearifan lokal dalam melestarikan sejarah dan warisan budaya, dan penguatan hak kepemilikan masyarakat . c. Strategi Penyelenggaraan Pelestarian budaya dan konservasi lingkunganAnali sis dampak pergerakan dan jumlah wisatawan, pembangunan prasarana, sara'la dan fasilitas terhadap lingkungan alam, analisis dampak lnteraksi dan mobilitas pengunjung terhadap lingkungan budaya masyarakat, serta analisis dampa negatif aktivitas pariwisata terhadap kawasan Pa lembang sebaga daerah resapan air serta mikroklimat d. Strategi Pengelolaan berbasis pelestarian dengan mempertibangkan wisata budaya 'diposisikan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran para pelaku akan pentingnya pelestarian dan pengetahuan kesejarahan dan warisan budaya. Kemudian wisata budaya diposisikan sebagai cara yang paling penting yang dapat menghasilkan dana untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sejarah dan warisan budaya "living monumen" di Flores, serta wisata budaya diposisikan sebagai wahana penduduk lokal memperoleh manfaat ekonomi dari . ' kawasan pedesaan di mana mereka tinggal. ~ 6.2. Anal isis Pengembangan . Sejak memasul(' dekade 90-an, kesadaran akan pembangunan berkelanjutan semakin kuat . Dengan model pembangunan yang bertendensi ekonometrik pemerintahan Orde Baru, telah menciptakan persoalan pada struktur sosial, redistribusi penduduk, kegagalan sistem pendidikan, dan bencana akibat pengelolaan sumberdaya alam yang sangat eksploitatif. Oleh karena itu, dipandang perlu merumuskan kembali mengenai visi pembangunan untuk bergerak meninggalkan visi yang berpusat pada pertumbuhan yang menekankan hasil ekonomi, menuju visi pembangunan berpusat-rakyat yang mengutamakan ekologi dan masyarakat (Korten, 2002: 54), yakni visi pembangunan berkelanjutan. Prinsip pembangunan berkelanjutan itu sendiri didasarkan pada prinsip prinsip keadilan antar generasi, prinsip keadilan dalam satu generasi, prinsip pencegahan dini, prinsip perlindungan keragaman hayati, dan kerusakan lingkungan dapat dilihat sebagai biaya eksternal dari suatu kegiatan ekonomi yang diderita oleh pihak yang tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi tersebut. Oleh karena itu, biaya kerusakan lingkungan harus diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sumber-sumber alam tersebut (FX Adji Samekto, 2008: 102-103). Menurut Emil Salim (1992: 3), pembangunan berkelanjutan (sustainable developmen adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan sumber daya manusia, dengan menyesuaikan sumberdaya alam dengan manusia dalam pembangunan. Bagi lgnas Kleden, kelestarian atau keberlanjutan (sustainability) menyangkut aspek fisik, sosial, dan politik. Aspek sosial yaitu hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan bertahan atau rusaknya sumber-sumber daya di satu pihak dan hubungan antara antara naiknya pendapatan regional atau pendapatan nasional dengan meningkat atau tidak meningkatnya aspek kesejahteraan di lain pihak; aspek sosial, menyangkut ketahanan sosial (social sustainability), yakni penyusunan kembali pranata-pranata sosial yang ada (institutional rearrangement); sedangkan aspek politik adalah menyangkut pemerataan . ' Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa pembangunan pada dasarnya memiliki dampak menguntungkan dan merugikan baik terhadap lingkungan maupun masyarakat yang akan menggunakan manfaat dari pembangunan. Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pembangunan di Pulau Flores sebagai dari kawasan tertinggal dan KTI meliputi: 6.3. ~ 1. Beror'entas' pada masyarakat (people center oriented ). Masyarakat di daerah t ertinggal adalah pelaku sekaligus pihak yang mendapatkan manfaat darlkegiatan yang dilaksanakan. Untuk itu, program pembangunan daerah tertinggal diarahkan unt uk membi ayai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan st rategis masyarakat, yang hasil (output) dan dampaknya (outcome) dapat dirasakan langsung oleh masyarakat setempat . 2. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat (socially accepted) . Kegiatan pembangunan daerah tertinggal harus berdasarkan kebutuhan daerah dan masyarakat penerima manfaat dan bukan berdasarkan asas pemerataan. Dengan demikian diharapkan masyarakat akan menerima manfaat yang optimal dan tanggung jawab secara penuh terhadap program pembangunan daerah tertinggal. 3. Sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat (culturally appropriate). Pengembangan kegiatan yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat perlu memperhatikan adat istiadat dan budaya yang telal"l berkembang sebagai suatu kearifan tradisional (tradit ional wisdom' da Ia kehidupan masyarakat setempat dan memperkaya khasana h budaya bangsa. 4. Berwawasan lingkungan (environmentally sound) . Pelaksa naan keg"ata'l program pembangunan daerah tertinggal harus berwawasan lingKunga mengacu pada prinsip berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampa kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi , sosial , dan budaya masyarakat di daerah yang bersangkutan, baik untuk jangka pendek, menengah, dan panj ang. 5. Tidak diskriminatif (non discriminative). Dalam pelaksanaan kegiatan di daerah tertinggal tidak diskriminatif, baik dari segi suku, agama, ras, dan antargolongan. Prinsip ini digunakan agar kegiatan pembangunan daerah tertinggal tidak bias pada kepentingan pihak tertentu. Analisis Pemanfaatan ~ Dalam menata kawasan pariwisata minat khusus Flores untuk kepentingan wisata berbasis konservasi lingkungan alam dan budaya, perlu dipertimbangkan tidak saja pada kegiatan rekreasinya, akan tetapi yang lei)h penting adalah bagaimana mengedukasi kesadaran dan kepedulian masyarakat serta pengunjung terhadap konservasi lingkungan alam dan pelesta rian buoa .2 252' : : a o a ~ ~ u m o u h dengan baik. Penempatan lokasi sarana prasaran dan fasilitas serta da. a :arn . . ang dikembangkan, perlu didesain sedemikian rupa melfndungi lingkungan alam daP ouoaya dari dampak kegiatan pariwisata, juga untuk memberi kemudahan kepada wisatawan oalam melakukan aktivitasnya dan menentukan kegiatan yang diminati. Maka dari itu prinsip pengembangan kawasan pariwisata minat khusus selalu dilandasi oleh aspek-aspek penting meliputi : 1. aspek lingkungan (ekologi). Pada kawasan Pulau Flores terjadi kemerosotan lingkungan yang cukup tinggi akibat tumpahan bocornya kilang. Hal tersebut mengancam biota laut wilayah ini, juga dengan penambangan (emas, mangan, marmer, biji besi, batu bara) yang terjadi di kabupaten di NTI, menjadi contoh dan bukti kemerosostan kualitas lingkungan. Dalam hal ini pemangku kepentingan tidak hanya memikirkan nilai ekonomis dan pemikiran ini belum tentu benar, berpaling dari kesadaran masyarakat tentang pentingnya lingkungan menyadari Flores terdi ri dari pulau-pulau kecil yang tidak layak ditambang. Seperti di wilayah Batugosok penambangan akan mengancam kerusakan lingkungan di sekitar kawasan tersebu . Pendekatan ekologi di kawasan Flores hakekatnya sebagai agen konservas lingkungan harus didasarkan pada: a. pengelolaan lahan, untuk sebagian lahan terbuka akan ditata sedemikian rupa melalui penghijauan atau penutupan lahan dengan vegetasi agar dapat berfungsi sebagai lahan perlindungan b. kesadaran stakeholder termasuk wisatawan, merupakan kunci keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pariwisata minat khusus di Flores dalam memperkuat budaya kepedulian dan rasa cinta terhadap pentingnya lingkungan alami di Flores ke depan yang ditumbuh kembangkan melalui pola edutainment. c. dampak lingkungan, seperti polusi cahaya, getaran, limbah padat dan cair, serta . serapan air dimungkinkan dinimalisir melalui penyelenggaraan pariwisata minat khusus yang berbasis pada pemanfaatan dan perlindungan lingkungan alami beserta ekosistemnya. 2. Aspek Sosial dan Budaya. Di Pulau Flores terdapat pariwisata budaya dan ~ pariwisata alam. Pariwisata budaya melibatkan masyarakat lokal secara lebih luas dan leb ens/, karena kebudayaan yang menjadi daya tarik utama pariwisad melekat pada masyarakat itu sendiri. Pariwisata di Flores diangkat ke permokaan untuk memadukan wisata alam dan wisata budaya. Kekayaan budaya lokal untuk dihidupkan lagi, budaya yang terdapat di Flores yaitu rumah adat, tarian daerah, atraksi budaya, kesenian, dan lain sebagainya. Budaya ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan karena salah satu motivasi yang mendorong perjalanan seorang wisatawan adalah motivasi budaya (cultural motivation). Dengan motivasi ini para wisatawan ingin mengetahui budaya, adat, tradisi daerah lain. Termasuk juga ketertarikan pada berbagai obyek peninggalan budaya. Wisata budaya ini dapat menjadi titik pusat perhatian pemerintah dan masyarakat Pulau Flores sendiri . 3. Aspek Edukasi (Pendidikan dan llmu Pengetahuan). Lingkungan alami, bentang dan gejala alam, serta sosial budaya di Flores, dalam penyelenggaraan pariwisata minat khusus merupakan media untuk: a. pendidikan serta sumber pengetahuan yang dapat dipelajari mencaKup ge1c1a dan bentang alam, flora fauna, pertanian perkebunan, hingga budaya dan aaa istiadat masyarakat setempat . Keberadaan lingkungan alam dan warisan buaava alami menjadikan kawasan Flores lebih lengkap sebagai laboratorium ilmu pengetahuan yang menyatu dengan kehidupan masyarakatnya. b. faktor lnterpretasi lingkungan dalam memberikan pengalaman, wawasan dan pengetahuan ekologis yang baru kepada para pelaku termasuk wisatawan untuk bagaimana menyikapi lingkungan alam kawasan Flores ke depan. 4. Aspek Ekonomi . Tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa pariwisata merupakan aktivitas ekonomi yang sangat sarat dengan pelayanan jasa dan usaha, akan berdampak terhadap stimulasi pembangunan ekonomi yang berbasis pada akar . kehidupan sosial budaya masyarakat di Kawasan. Pengembang:'ln pariwisata minat khusus dapat dikatakan sebagai suatu konsep pembangunan andalan yang mampu menjadi alternatif sumber pendapatan dan pembiayaan di dalam pengelolaan potensi sumberdaya a lam yang unik dan langka. Sebagai mata rantai dari pariwisata, - wisata minat khusus sebagai alat pemberdayaan ekonomi masyarakat, juga merupakan salah satu alat yang dipercaya mampu . mendorong tumbuh dan . berkembangn,a lapangan kerja baru, sumber pendapatan bagi masyarakat, aktivitas jasa industri pariwi sata yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas ekonomi termasuk pada daerah-daerah sekitar yang belum berkembang dan tersentuh pembangunan (Fennell, D.A. dan Smale, 1992). Oleh karenanya penyelenggaraan pariwisata minat khusus di kawasan Flores, selain memperkuat akar budaya kehidupan sosial masyarakat, juga mengorientasikan layanan jasa pariwisata minat khusus lebih berpihak usaha skala kecil dan menengah. Manfaat (benefit) pariwisata minat khusus pada dasarnya harus dapat memberikan antara lain meliputi: a. Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia masyarakat kawasan Flores pada akar budaya mata pencaharian setempat serta pada bidang usaha dan jasa kepariwisataan yang berbasis konservasi lingkungan. b. Penguatan kreativitas, pemahaman lintas budaya, hubungan kemanusiaan serta pengetahuan dan wawasan masyarakat di Kawasan Flores dan sekit arn:a terutama yang terkait pelestarian (perlindungan, pengembangan da pemanfaatan) sumber daya alam budaya masyarakat setempat secara berkelanjutan. c. Peningkatan investasi sarana parasarana dan fasilitas pariwisata skala kecil menengah, penerimaan pajak dan devisa khususnya bagi pemerintah daerah, serta pendapatan daerah dan masyarakat, d. Pertumbuhan usaha serta perluasan lapangan kerja masyarakat di berbagai bidang usaha dan jasa pelayanan. 5. Aspek Rekreasi. Pariwisata pada hakekatnya adalah fenomena perjalanan manusia secara perorangan atau kelompok dengan berbagai macam tuj.uan asalkan bukan untuk mencari nafkah atau menetap. Penyelenggaraan pariwisata minat khusus di kawasan Flores harus dapat menumbuh kembangkan saling pengertian dan saling menghargai diantara manusia, kelompok masyarakat dan bangsa-bangsa yang pada akhirnya akan membawa pada kesadaran sebagai umat yang satu derajat tanpa ~ mengenal perbedaan suku, ras, agama maupun bahasa yang turut berkontribusi dalarn :Jtaka:1 perdamaian. Oleh karenanya, perlu di ciptakan dan dikondisikan . mot:.-as: oer1a' anan wisat awan ke kawasan pariwisata minat khusus Flores tersebut karena aorongan antara ain: a. berlibur, mengunj ungi ternan dan keluarga, serta mencari hiburan yang bersifat edukasi b. memperoleh keseimbangan jasmani, pikiran dan jiwa sebagai representasi dari nilai kesejahteraan dalam kesehatan, keagamaan dan pengalaman. c. memenuhi kebutuhannya untuk mengetahui, belajar, menemukenali, menghargai dan melestarikan, serta mengalami secara langsung terkait keunikan atau kekhasan lingkungan alam budaya di Flores. 6.4. Analisis Spatial Ekspedisi Flores 2010 mengadakan pemetaan potensi sumberdaya kebudayaan dan pariwisata yang terdapat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Pulau Flores dibagi dalam dua bagian yaitu Flores Bagian Barat dan Flores Bagian Timur. Flores Bagian Barat melip .. Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur, Kab1..1pai:e" Ngada, Kabupaten Ende, sedangkan Flores Bagian Timur terdiri dari Kabupaten 5 .:.a, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Lembata dan Kabupaten Alor . Dalam Ekspedisi Flores 2"' dilakukan pemetaan potensi sumberdaya kebudayaan dan pariwi sat a di Pul au Flores Bagian Barat. Pemetaan dan assessment potensi yang rencananya akan dil akukan dari Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Lamarera Kabupaten Larantuka, namun mengingat berbagai keterbatasan maka dilakukan mulai dari Labuan Bajo Kabupaten Manggarai sampai ke wilayah Bajawa Kabupaten Ngada. 6.4.1. Pemetaan Potensi Pulau Flores Bagian Barat memiliki potensi sumberdaya dan pariwisata yang dapat dikembangkan menjadi industri pariwisata. Dalam Rencana lnduk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Nusa Tenggara Timur 2005-2015, disusun sejumlah Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP). Untuk wilayah Flores Bagian Barat, ditetapkan 9 (sembilan ) WPP, yaitu Labuan Bajo, Ruteng, Ende, Kelimutu, Paga, Maumere dan Lela. Masing-masing WPP memiliki potensi wisata yang dapat dikelompokan menjadi tiga cluster yaitu wisata alam, wisata budaya dan wisata lainnya. Mengacu pada RIPPDA NTI 2005-2015 Ekspedisi llmiah Flores mengadakan pemetaan potensi pada sejumlah WPP di Flores Bagian Barat . Pada masing-masing wilayah pengembangan pariwisata dipetakan pula sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan WPP seperti jalan, hotel, restoran, bank, kantor polisi, institusi pemerintah, rumah sakit, bangunan ibadah. 1. Potensi sumberdaya di Kabupaten Manggarai Barat Daya tarik wisata yang terkenal keseluruh dunia yang dimiliki oleh Kabupaten Manggarai Barat adalah mengenai kehidupan liar Komodo dan hewan lainnya di Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Selain pada kedua pulau itu, Komodo dapat dijumpai di daratan Flores yang berbukit-bukit di Kecamatan Komodo, seperti Desa Warloka. Wisata alam liar (wild tourism) telah lama dikembangkan di Taman Nasional Komodo yang didukung oleh amenitas yang ada di Kota Labuanbajo dan T Komodo sendiri . Wisata alam yang perlu dikembangkan adalah wisata gua Karst, sepert i a"s terdapat di Gua Liangpanas atau Gua lstana Ular dan Gua Bat ucermin. Gua Ular belum dikelola sebagai daya tarik wisata . Gua yang menjadi sarang b.m .. wallet dan ular ini belum terpelihara dengan baik. Gua Bat ucermn telan o' e!o a untuk pariwisata. Namun promosi perlu dioptimalkan mengingat gua ini keunikan fenomena alam, baik bentuk dan tata ruang gua dan adanya fosil ikan yang terperangkap dalam pembentukan dinding gua. Wisata alam yang memiliki panorama indah semacam danau, air terjun dan pegunungan yang terdapat di Kabupaten Manggarai Barat telah dijadikan wilayah pengembangan pariwisata, seperti yang terdapat di wilayah Danau Sanongoa dan wilayah Gunung Beliling. Wisata alam itu dapat dipadukan dengan wisata budaya dengan adanya kampung-kampung adat di wilayah tersebut. . Dipetakan juga titik-titik lokasi view untuk melihat keindahan alam dan budaya di Kabupaten Manggarai Barat, yaitu view pemandangan laut dan pulau-pulau kecil, view Pulau Kalong, view Selat Molo, view Tondong Belang, view Golokempo, vew Air Terjun Cunca Rami, Danau Siflo Ngoang dan view mata air panas (hotspring). View laut dan pulau-pulau kecil dapat dinikmati dari beberapa tempat di Labuan Bajo, antara dari Hotel Puncak Waringingin, Binongko, Cafe Parad ise. View Pulau Kalong dapat dilihat dari !aut di utara Pulau Rinca yang termasuk kawasan Taman Nasional Komodo, Kec. Komodo, Kab Manggarai Barat, secara geografis terletak 836' 13.1" Lintang Selatan dan 11946'14.6" Bujur Timur dengan ketinggian 0 meter dpl. Pulau Kalong merupakan pulau kosong berbentang alam bergelombang ini, hanya dihuni oleh sekelompok kelelawar. Sekitar jam 17.30- 18.00. kelelawar-kelelawar meninggalkan pulau mencari makanan, sehingga udara diatas pulau sekan-akan penuh dengan noktah-noktah hitam, serta ramai dengan suara hiruk pikuk kelelawar. View Selat Molo dapat dilihat dari atas Bukit di Pulau Rinca. Lokasi ini berada di sebelah timur Pulau Rinca yang termasuk kawasan Taman Nasional Komodo, Kec. Komodo, Kab Manggarai Barat, secara geografis terletak 837' 22.0" Lintang Selatar. dan 11948' 11.1" Bujur Timur dengan ketinggian 10 meter dpl. Di bukit ini da::Ja- dinikmati arus putar Selat Molo, yang kaya dengan berbagai j eni s ikan lau . 2. Potensi sumberdaya di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur Wilayah Pengembangan Pariwisata di Kabupat en Manggarai (termasuk di Kabupaten Manggarai Timur) antara lain di wilayah Rut eng da n Danau Ranamese dan Rana Tonjong, serta Bajawa. Wisata alam mendominasi obyek wisata di wilayah ini. Walaupun demikian wisata budaya perlu lebih dioptimalkan karena memiliki potensi yang besar, seperti kampung-kampung adat yang tua, situs-situs arkeologi dan upacara-upacara tradisional. Adanya bentangbudaya berupa sawah yang ditata menyerupai jarring laba-laba di wilayah Compang. Dari tepi jalan Manggarai- Manggarai Timur yang termasuk .wi tayah Dusun Lereng, Desa Gololoni, Kec. Borong, Kab. Manggarai Timur, dengan ketinggian 1104 meter dpl. dapat dilihat view Gololoni berupa lahan pertanian yang bertingkat-tingkat, gunung-gunung yang diantarai oleh jurang, lembah dan ngarai, dengan bentang alam bergelombang kuat . _. Situs arkeo1og yang baru-baru ini di kenal di seluruh dunia adalah Situs Gua Liang Bua, dengan d'temukannya kerangka manusia hobbit. Gua-gua prasejarah memang memi liki potensi yang besar tersebar pada daerah karst di Pulau Flores. Gua Liang Bua dapat dij adikan ikon wisata arkeologi di Nusa Tenggara Timur. 3. Potensi sumberdaya di Kabupaten Ngada Rangka ian pegunungan, perbukitan dan lembah merupakan kekhasan topografi Kabupaten Ngada. Gunung yang terkenal adalah lneria (2.245 m), Lobobutu (1.800 m) dan lnelika (1.600 m) . Sejumlah lokasi untuk melihat view keindahan alam telah dipetakan, seperti view Bajawa dan view Gunung lnerie. View Bajawa dapat dilihat di Desa Kajuala, Kecamatan Aimere, Kab. Ngada, pada ketinggian 740 meter dpl. Dari lokasi ini dapat dinikmati bentangalam gunung-gunung yang diantarai oleh jurang, lembah dan ngarai, dengan bentang alam bergelombang kuat . 6.4.2. Rute Ekspedisi Rute Ekspedisi llmiah Flores 2010 dimulai dari Labuan Baja (Kabupaten Manggarai Bara sampai ke Kabupaten Ende yang menempuh jarak lurus sekitar 300 km. Pada pral<te:m:a c lapangan, jarak yang ditempuh dua kali lebih jauh oleh karena keadaan topografi wila'fah yang dilalui . Jalur yang ditempuh adalah jalan Negara dan provinsi ya ng menghubungkan Kabupater"l Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Ngada dan Kabupaten Ende. Jalan tersebut merupakan jalan lintas selat an Pulau Flores. Perjalanan darat menggunakan kendaraan roda empat menempuh medan dengan morfologi yang bergelombang karena melintasi daerah pegunungan. Perjalanan laut dilakukan dari Labuan Baja menuju Pulau Rinca dengan menggunakan speedboat. Rute ekspedisi yang memilih lintas selatan Pulau Flores dianggap dapat mewakili potensi sumberdaya kebudayaan dan pariwisata yang perlu dikembangkan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat . Rute ini memiliki aksesibilitas yang lebih baik cjibandingkan lintas . . utara Pulau Flores. Selain belum bersambungnya jalan di lintas utara, juga sebagian besar potensi sumberdaya terdapat di lintas selatan. Baik potensi sumberdaya budaya maupun sarana-prasarana serta berbagai amenitas yang dapat mendukung pengembangan pariwisata Flores. .. Vll. PENUTUP Propinsi Nusa -enggara Timur termasuk Pulau Flores mempunyai berbagai sumberdaya alam {baik sumberdaya alam hayat i dan non hayati), sumberdaya budaya berupa peninggalan purbakala dan peninggalan sejarah, dan sumberdaya pesisir yang sangat potensial dikembangkan untuk memberikan manfaat sebesarnya kepada masyarakat setempat. Dilihat dari sisi pembangunan nasional, jika dibandingkan dengan kawasan Indonesia barat, wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk dalam wilayah tertinggal. Padahal di wilayah provinsi ini mempunyai potesi sumberdaya yang cukup memadai untuk dikebangkan dan pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Potensi-potensi yang dapat dikebangkan melalui kegiatan pariwisata yang berkelanjutan, antara lain sumberdaya alam dan sumberdaya budaya. Dengan besarnya keanekargaman potensi sumber daya alam dan budaya yang tersebar tersebut, pemerintah mempunyai tugas meningkatkan pemerataa n pembangunan melalui fasilitasi kegiatan pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan di daerah termasuk di Pulau Flores secara terpadu yang berlandaskan aspek konservasi , aspe pendidikan (pemanfaatan interpretasi), aspek komersiel dan aspek rekreasi seca'"3 keberlanjutan. Oleh karenanya perlu adanya upaya-upaya pemetaan potensi a lam dan buaa .a secara lengkap sebagai bahan dasar dalam perencanaan percepata n pembangunan K a s a s a ~ Timur Indonesia khususnya Pulau Flores. Kegiatan kajian melalui ekspedisi ilmiah dengan daerah sasaran ri set tahap I ini adalah Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ruteng, Ngada, dan Ende, merupakan satu upaya mendukung percepatan pembangunan kepariwisataan di Pulau Flores sebagai dasar penyusunan perencanaan strategi pembangunan pulau flares ke depan secara terpadu dan berkelanjutan. Diharapkan dari ekspedisi llmiah Flores yang sasaran utamanya adalah percepatan pembangunan bidang kebudayaan dan kepariwisataan di Kawasan Timur Indonesia yang sekaligus mendukung beberapa program-program pemerintah antara lain: 1. Program pengentasan kemiskinan melalui kegiatan kepariwisata.an: yang berkelanjutan (sustainable tourism) . 2. Program Jaringan Data Spatial Nasional (JDSN) di bidang kebudayaan dan kepariwisataan .. 3. Pengembangan model pengelol aan potensi daya tarik sumberdaya kebudayaan dan kepariwisataan berbasis pelestarian sebagai dasar atau langkah awal pendesainan produk wisata "overland Jogya, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores. 7.1. Rekomendasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan daerah tertinggal termasuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Pulau Floresnya sudah dinyatakan pemerintah sebagai bagian dari program prioritas pembangunan saat ini dan ke depan. Melalui pendekatan pembangunan yang berkelanjutan, di bidang kebudayaan dan pariwisata juga telah menempatkan kawasan tersebut menjadi prioritas utama untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata unggulan. Pengembangan Pulau Flores sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di KTI menjadi sangat penting untuk diwujudkan. Keberhasilan pengembangan tersebut tentunya apabila tahapannya dilakukan terlebih dahulu melalui riset yang dapat mengungkapkan berbagai peluang ke depan terkait dengan pemetaan asset daya tarik sumberdaya alam dan budaya, konsep dan strategi pengembangan pemanfaatan dan pengelolaan asset tersebL. secara terpadu dan berkelanjutan. Sehubungan dengan upaya tindak lanjut pembangunan Flores ke depan, kegiatan rise melalui ekpedisi ilmiah ini diposisikan menjadi tahapan awal penting dari perencanaan percepatan pembangunan yang memungkinkan untuk menyajikan gambaran data dan fakta terkait pokok-pokok permasc:tlahan, peluang dan kondisi Pulau Flores sebagai bahan masukan yang dapat mendukung proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan terkait program percepatan pembangunan Pulau Flores khususnya dan Kawasan Timur Indonesia pada umumnya. Sehubungan dengan itu beberpa rekomendasi yang diperlukan dalam mendukung percepatan pembangunan potensi sumberdaya sektor kebudayaan dan kepariwisataan secara . terpadu dan berkelanjutan khususnya di Pulau Flores dan umumnya di KTI antara lain: 1. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata melalui kebijaksanaannya perlu menciptakan kondisi yang dapat memberikan berbagai kemudahan bagi stakeholder khususnya .... masyarakat aa 1am memanfaat kan sumberdaya alam dan budaya dalam rangka mengakselerasi pembangunan kebudayaan dan pariwisata nasional. 2. Percepata n pembangunan di Kawasan Timur Indonesia tidak dapat dilihat secara parsial daerah per daerah, akan tetapi harus dilihat secara utuh satu kesatuan dari kawasan sebagai satu landasan mencapai pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan. 3. Proses pembangunan kebudayaan dan pariwisata harus dilakukan secara terencana, sistematis, holistik, dan terpadu agar dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi para pemangku dan pemilik kepentingan (stakeholder dan shareholder) . Artinya proses pembangunan sektor dimaksud harus mampu memberikan kerangka kerja kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya yang ada untuk kepentingan masyarakat, daerah dan bangsa. 4. Arah kebijakan pengendalian pemanfaatan Potensi Sumberdaya Kepariwi sat aan daerah di Flores yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan perlu menjadi arah dan dimaknai sebagai kespakatan dan komitment dalam mengedepankan proses pemanfaatan ya11g berbasis pada aspek konservasi lingkungan alam meliputi f lora fa una, bentang a al"" gej al a alam baik di darat maupun laut,dan pelestarian lingkungan budaya setemoat menouti kearifan dan tradisi lokal, kehidupan sosial budaya, tinggala n budaya arkeolog: c i oara- maupun laut . 5. Perlu pendekatan konsep pengembangan yang bijak dan spesifi k dengan mempertimbangkan keikutsertaan masyarakat dalam menciptakan keharmonisan dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga di kemudian hari tidak menciptakan masalah yang serius seperti masalah konflik kepentingan, masalah kerusakan lingkungan dan masalah- masalah yang lain terkait potensi di daerah. 7.2 Tindak lanjut Ekspedisi llmiah Flores 2010 melakukan pemetaan dan assessment potensi sumberdaya kebudayaan dan pariwisata di Flores Bagian Barat. Ekspedisi perlu dilanjutkan di Flores Bagian Timur, sehingga diperoleh hasil kajian yang komprehensif, dan holistic tentang potensi ... sumberdaya kebudavaan dan pariwisata di Pulau Flores. Hasil kajian ini dapat dijadikan model dalam upaya pengembangan pariwi sata secara kewilayahan dalam satuan pulau. Untuk dapat mencakup wilayah yang demikian luas, maka kegiatan yang direncanakan akan dilakukan di beberapa daerah kabupaten yang dianggap dapat mewakili keseluruhan pulau flares secara bertahap selama 3 tahun, di mulai dari identifikasi potensi kepariwisataan, perumusan strategi dan aksi hingga sosialisasi dan pendampingan program kegiatan pengembangan kepariwisataan yang dilakukan oleh daerah-daerah di KTI. Namun dengan segala keterbatsan kegiatan tahun ini dilaksanakan hanya di beberapa daerah di Pulau Flores. Upaya untuk memperoleh gambaran utuh pulau Flores khusnya dan Kwasan Timur Indonesia umumnya, maka diperlukan berbagai upaya tindak lanjut di bidang kebudayaan dan pariwisata ke depan meliputi antara lain: 1. Dalam menyusun rencana tindak Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dibutuhkan pemutakhiran basis data dan informasi terbaru secara reguler untuk dapat diakomodasi dan digunakan sebagai bahan acuan lintas sektor. 2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan pulau E= Jores s e a a ~ a bagian wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil melalui program pendamo'"gar c 1 ::: ::::::-,5 kebudayaan dan pariwisata; 3. Mendorong percepatan pembangunan daerah-daerah di Pu lau flares yang strategls pendekatan skala prioritas terhadap daerah yang mempunyai potensi untuk cepat tumbu untuk dapat bekerja sama dengan pihak industri; 4. Mempercepat pembangunan infrastruktur daerah-daerah di Pulau Flores yang terletak di perbatasan melalui pendekatan pola sinkronisasi dan pola kemiteraan dengan pihak terkait seperti Kimpraswil; 5. Menyediakan prasarana dan sarana sosial dasar melalui program kegiatan riset terpadu yang bersifat riset sosial. 6. Terkait dengan masalah penataan ruang, langkah utama yang perlu dilakukan adalah: a. Riset Daya Dukung (carrying Capacity) bidang kebudayaan dan pariwisata b. Pelibatan masyarakat dalam .. membangun kesamaan pandang yang diperlukan dalam memperoleh kesepakatan lokal (local Lisence) dalam pembangunan daerah c. melengkap' dan menyerasi kan peraturan penataan ruang dengan peraturan lain yang terkait; d. melengkapi dan menyerasikan berbagai berbagai data keruangan (spatial) terkait dengan potensi kebudayaan dan kepariwisataan sebagai bahan dasar penyusunan perencanaan percepatan pembangunan e. Mengkaji peraturan pengembangan destinasi kebudayaan dan pariwisata terkait penataan ruang dan peraturan lainnya; f . Mendukung proses penyelesaian cakupan peta rupabumi Indonesia dibidang pariwisata, sebagai dasar penyusunan rencana tata ruang wilayah; 7. Terkait dengan masalah pertanahan, langkah kebijakan yang diambil adalah: a. mengkaji penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (land reform) untuk kepentingan di bidang kebudayaan dan pariwisata yang adil dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat; b. menguatkan kelembagaan dalam setiap destinasi dan kewenangannya me'a ui l<erja sama yang intensif dengan instansi dan lembaga pemerintah, m a s v a r a a ~ ca- industri terkait. ~ KEPUSTAKAAN Anonim, 1996. Bena Makna Sebuah Kosmis, Ekspedisi Flores 1996, Arsitektur Hijau, Universitas Katolik Parahyangan Bandung. batukar. info Dit SDM & Pertambangan, tt EC- Indonesia FLEGT Support Project Biro Humas, Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2005. Reba, Ritual Budaya "Tahun Baru" Masyarakat Ngada. Kupang: Biro Humas, Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur. Budi Hartanti, Nurhikmah et al. 2007. Permukiman Tradisional Flores. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti . en. wi ki ped ia .o rg/wiki/Fio res _Island _(Azores) Franklin 200x Eksplorasi Pasir Besi Di Kab. Manggarai, Prov. Nusa Tenggara Timur. Kelompok Program Penelitian Mineral Logam, Pusat Sumber Daya Geologi Hadi Moch, (tt) Konservasi Sumberdaya Alam Dan Pengelolaan Lingkungan. Lab Ekologi & Biosistema Jurusan Biologi Fmipa, Undip http://burung.org Jeraman, Pilipus {2000) (1998) Arsitektur Rumah Tradisional Bena. (Kaji an dari asoe Experiencing Arsitektur). Tesis Pasca Sarjana - Jurusan Arsitektur FTSP -s. Svrana. 2 l:!.:-:.:5 2- Arsitektur- Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang. Koesoemadinata S. dkk, 1990 Peta Geologi Lembar Ende, Nusa Tenggara Timur. Pusat Pene t a Pengembangan Geologi, Dep Pertamben. Koesoemadinata 5, dkk., 1990 Peta Geologi Lembar Ende, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian dan Pengemba ngan Geologi, Dep Pertamben. Koesoemadinata, dkk, 1994 Peta Geologi Lembar Ruteng, Nusa Tenggara. Pusat Penelit ian dan Pengembangan Geologi, Dep Pertamben. Koesoemadinata, dkk, 1994 Peta Geologi Lembar Ruteng, Nusa Tenggara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Dep Pertamben. . komododragonweb.com/flores_island/flores_climate.htm NTT Tourist Information Center Mukna S. Heddy 2009 Potensi Wisata Kawasan Karst. Asdep Pengendalian Kerusakan Hutan dan Lahan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Nawasti Dati , 2008 Perladangan Dengan Dan Bakar, Penyebab Kerusakan Hutan Di Provinsi NTT. Lomba Tulis YPHL. Kabarlndonesia. NN, 2009, Akt ivi t as Pertambangan di Flores Perl u Dihent ikan. Research and Development Center for Mineral and Coal Technology. Poerwanto, Hari . 2000. Kebudayaan dan Lingkunan dalam Perspektif Antropologi, Pustaka Pelajar, Jakarta. Purba, Jonny.2002. Pengelolaan Lingkungan 5osial, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Yayasan Obor lndonesia,Jakarta. Ruchyat Deny 2009 Arahan dan Penataan Ruang Terhadap Kebijakan dan Pengelolaan Karst yang Berkelanjutan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum. 5artono 5., 1979 5tratigrafi Indonesia. Fak Teknik Geologi, lnstitut Teknologi Bandung, Bandung. 5artono 5., 1979 5tratigrafi Indonesia. Fak Teknik Geologi, lnstitut Teknologi Bandung, Bandung. SIMPEOALdotCOM 5inar Tani Online 5oetrisno 5. , 1983 Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Flores (Barat & Timor). Dit Geologi 1 ata Lingkungan, Ditjen Pertambangan Umum, Dep Pertamben. 5oetrisno 5., 1983 Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Flores (Barat & Timor . D'' G e o l o ~ i L._ Lingkungan, Ditjen Pertambangan Umum, Dep Pertamben. 5udarmadji, 2008 Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup Dan Otono Geografi UGM 2008 5ukarman, 2001 Evaluasi 5umber Daya Lahan Dan Air Untuk Pengembangan lanama Flores, Nusa Tenggara Timur. Makalah Falsafah 5ains, Progra m Pasca 5arj ana , IP3 theazoresis Ia nds. blogs pot. com/2008/03/ c! i mate-azores -a ores. html Thornbury, W.O., 1964 Principle of Geomorphology. New York, London, John Willey and sons, inc. Todd O.K. , 1980 Groundwater Hidrology. John Willey & Sons Inc, New York. Website Pemerintah Provinsi NTI, West Flores: Komodo Wikimedia Foundation, Inc www,duniageologi www .a zores.com/ azo res/ a zo res. ph p www.businessreview.co.id www. floresgi rl.co m/flo res-island-indonesia .htm www.flores-komodo.com/flores_weather.html .. ~ -