You are on page 1of 23

POTENSIOMETRI Potensiometri adalah metode analisa kimia untuk menentukan potensial listrik dengan menggunakan elektroda dan alat

yang digunakan dalam potensiometri ini adalah

potensiometer. Potensiometri merupakan aplikasi langsung dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran potensial dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol. Persamaan Nersnt memberikan hubungan antara potensial relative suatu elektroda dan konsentrasi spesies ioniknya yang sesuai dengan larutan. Dengan pengukuran potensial reversible suatu elektroda, maka perhitungan aktivitas atau konsentrasi suatu komponen dapat dilakukuan. Sejak permulaan abad ini metode potensiometri telah digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi. Sekarang meode ini dapat digunakan secara langsung untuk menentukan konsentrasi suatu ion (ion selective electrode). Alat-alat yang diperlukan dalam metode potensiometri adalah : 1. Elektroda pembanding 2. Elektroda indikator Alat pengukur potensial Elektroda Pembanding Elektroda pemanding adalah suatu elektroda dengan harga potensial setengah sel yang diketahui, konstan, dan sama sekali tidak peka terhadap komposissi larutan yang sedang disilidiki. Pasangan elektroda pembanding adalah elektroda eektroda indikator yang potensialnya tergantung pada konsentrasi zat yang sedang diselidiki. Bebrapa contoh elektroda pembanding : Elektroda Kalomel

Setengah sek elektoda kalomel dapat ditunjukkan sebagai : ll Hg2Cl2 (satd), KCl (xM) l Hg Dengan x meunjukkan konsentrasi KCl didalam larutan. Reaksi elektroda dapat dituliskan sebagai Hg2Cl2 + 2e- 2Hg + 2Cl-

Potensial sel ini akan bergantung pada konsentrasi klorida x, dan harga konsentrasi ini harus dituliskan untuk memperjelas elektroda. Elektroda Perak / Perak Klorida

Elektroda pembanding yang mirip dengan elektroda adalah terdiri dari suatu perak yang dicelupkan kedalam larutan Cl yang dijenuhkan dengan AgCl. Setengah sel elektroda perak dapat ditulis ll AgCl (satd), KCl (xM) l Hg Reaksi setengah selnya adalah AgCl + e_ Ag + ClBiasanya elektroda ini terbuadari suatu larutan jenuh atau 3,5M KCl yang harga potensialnya adalah 0.199 V (jenuh) dan 0.205 V (3,5M) pada 250C. Elektroda ini dapat digunakan pada suhu yag lebih tinggi sedangkan elektroda kalomel tidak (Sumar, 1994).

Kurva diatas menunjukkan gambar keiringan kurva titrasi, yaitu perubahan potensial dengan perubahan volume E/V terhadap volume titran. Kurna naik sampai pada titik ekivalen yang maksimum. Volume pada titik ekivalen ditentukan dengan menarik garis vertical dari puncak ke sumbu volume. Semakin kompleks reaksinya, makin tajam puncaknya sehingga makin teliti letak titik ekivalen. Tentu saja masih ada sesuatu ketidakpastian dalam mencari letak puncak kurva (Underwood, 1998). Penambahan asam maka pH menjadi turun dan harga E naik. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya asam, iob H+ semakin banyak. Ini membuktikan bahwa larutan semakin asam, maka pH semakin kecil dan semakin banyak H+ maka muatan ion semakin positif dan tentunya potensial semakin besar. Begitu sebaliknya, jika adanya penambahan basa maka pH menjadi naik dan harga E turu. Ini menyebabkan pH semakin besar dan semakin banyak OH-maka muatan ion semakin negatif dan tentunya potensial semakin kecil.

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa E berbanding terbalik dengan pH. Sedangkan untuk proses titrasi jika zat penitrannya bersifat basa maka pH zat titran akan naik.

Sebaliknya jika zat penitrannya bersifat asam maka pH zat titran akan turun (Underwood, 1995). Kelebihan utama potensiometer adalah pada saat potensial dibaca, tidak ada arus yang mengalir dalam larutan (arus residual akibat tanan sel dan efek polarisasi dapat diabaikan). Sel standar yang biasanya digunakan untuk mengkalibrasi potensiometer adalah sel Weston jenuh dengan potensial 1,01864 V pada 200C yang berkurang sebanyak 410-5 V tiap kenaikan temperatur 10C. Suatu pH meter adalah seperangkat alat pengukur potensial elektroda tanpa aliran arus dan sekaligus menguatkan sinyal yang ditimbulkan pada elektroda gelas dengan suatu tabung vakum elektrik. Suatu pH meter dengan tipe defleksi, paling tidak mempunyai tipe panel kendali berupa tombol operasi, tombol standarisasi dengan beffer standar, tombol kompensator temperatur yang memungkinkan untuk memperbaiki kepekaannya berdasarkan ketergantungan potensial Nerst terhadap temperatur. Beberapa model dilengkapi juga dengan suatu tombol seleksi skala, dan ini dikenal sebgai pH meter dengan skala diperluas (Khopkar, 2003). Elektroda indikator dibagi menjadi dua kategori, elektroda logam dan elektroda elektroda membran. Elektroda logam dapat dikelompokkan kedalam elektroda jenis pertama, jenis kedua, jenis ketiga dan elektroda redoks (Sumar, 1994). Elektroda Logam

Beberapa logam seperti perak, raksa, tembaga, dan timbal dapat bekerja sebagai elektroda indikator, apabila berhubungan dengan suatu larutan dari ionnya. Misalnya potensial yang ditimbulkan pada sepotong kawat perak yang tercelup dalam suatu larutan perak nitrat berubah-ubah dengan aktivitas ion perak sesuai dengan ramalan persamaan Nernst. Kiranya pemindahan elektron reversibel terjadi antara permukaan logam dan ion-ion di dalam larutan. Elektroda jenis ini yang ionnya dapat bgertukar secara langsung dengan logam disebut elektroda jenis pertama (Underwood, 1998). Elektroda perak-perak klorida, sebagai suatu elektroda pembanding merupakan suatu contoh elektroda jenis kedua. Pada suatu elektroda jenis kedua, ion dalam larutan tidak bertukar eletron secara langsung dengan elektroda logam. Suatu elektroda jenis ketiga yang secara luas dipakai adalah elektroda raksa EDTA. Telah diamati oleh Reilley dan Schmid bahwa potensial elektroda suatu raksa bersangkut secara

reversibel dengan ion-ion logam lain dalam larutan dengan adanya kompleks raksa(Underwood, 1998). Elektroda Membran

Elektroda membran berbeda dalam pokoknya dari elektroda logam yang telah dibahas. Tidak ada elektron yang diberikan oleh atau kepada membran. Justru sebuah membran membiarkan jenis-jenis ion tertentu untuk menembusnya, tetepi menahan yang lain. Elektroda gelas, yang digunakan untuk menentukan pH, merupakan contoh elektroda membran yang paling luas dikenal (Underwood, 1998). pH meter pH meter merupakan contoh aplikasi elektroda membran yang berguna untuk mengukur pH larutan. pH meter dapat juga digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi asam basa pengganti indikator. Alat ini dilengkapi dengan elektroda gelas dan elektroda kalomel (SCE) atau gabungan dari keadaan (elektroda kombinasi). Diagram pH meter ditunjukkan(Sumar, 1994). Hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan elektroda-elektroda ialah cairan dalam elektroda adalah cairan dalam elektroda harus selalu dijaga lebih tinggi dari larutan yang diukur. Peringatan ini dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi larutan elektroda atau penyumbatan penghubung karena reaksi ion-ion analit dengan ion raksa atau ion perak(Sumar, 1994) Alat-alat yang diperlukan dalam metode potensiometri adalah : Elektrode pembanding (refference electrode) Elektroda indikator (indicator electrode)

Alat pengukur potensial Elektroda Indikator terdiri dari : Elektroda ion logam (Paling umum digunakan adalah elektroda logam perak) Respon baik untuk ion perak (Argentometri) Elektroda lembam (Inert) Biasanya menggunakan platina Digunakan untuk mengukur reaksi redoks

Kurang baik untuk reduktor kuat Elektroda selaput/ selektif ion Hanya peka pada salah satu ion saja Paling banyak digunakan adalah indikator gelas untuk pengukuran pH Kelemahan : muncul kesalahan alkali, kesalahan ini timbul karena elektroda gelas

memberikan respon terhadap konsentrasi ion alkali dalam larutan yang bersifat basa. Potensiometri adalah satu cara elektrokimia untuk analisa ion secara kuantitatif berdasarkan pengukuran potensial dari elektroda yang peka terhadap ion yang bersangkutan. Potensiometri digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu ion, pH larutan, dan titik akhir titrasi.

Elemen yang digunakan dalam potensiometri adalah elektroda pembanding, elektroda Indikator, Jembatan garam dan larutan yang dianalisis. Elektroda pembanding dibagi menjadi dua, yaitu elektroda pembanding primer dan elektroda pembanding sekunder (elektroda kalomel dan elektroda perak). Elektroda Indikator dibagi menjadi dua, yaitu elektroda logam dan elektroda membran. Elektroda Logam terdiri dari tiga macam, antara lain elektroda jenis pertama, kedua, dan ketiga. Sedangkan elektroda membran dibagi menjadi elektroda membran kaca, elektroda membran padat, elektroda membran cair dan elektroda membran gas.

Proses titrasi potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Cara potensiometri ini bermanfaat bila tidak ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi. Potensiometri titik ekuivalen bukan titik akhir titrasi, yaitu dengan mencatat perubahan pH yang terjadi lalu di buat kurvanya, lalu bagaimana contoh kurvanya

Dasar dasar pemeriksaan dengan metode potensiometri Potensiometri merupakan salah satu cara pemeriksaan fisik kimia yang menggunakan peralatan listrik untuk mengukur potensial elektroda, besarnya potensial elektroda ini tergantung pada kepekatan ionion tertentu dalam larutan, karena itu dengan memakai persamaan Nernst : E = Eo + K log (c) Dimana : E = sel potensial yang diukur Eo = konstan selama pemberian suhu C = konsentrasi yang ditentukan K = RT log ( 10 ) / n F

Dimana: T = suhu absolut

R = gas konstan

F = suhu faraday konstan N = nomer dari elektron atau diambil dari satu molekul yang ditentukan Tetapi dalam kenyataan ( n ) tidak diperlukan, itu terjadi jika ( n ) merupakan muatan yang sama dan telah terbentuk menjadi ionic dari yang telah ditentukan. Sehingga kepekatan ion dalam larutan dapat dihitung langsung dari harga potensial yang diukur itu. Potensial suatu elektroda tidak dapat diukur tersendiri, tetapi dapat ditentukan dengan menggunakan elektroda indikator dengan elektroda pembanding yang hanya memiliki harga potensial yang tetap selama pengukuran. Elektroda pembanding yang diambil sebagai baku international adalah elektroda hidrogen baku. Harga potensial elektroda ini ditetapkan nol pada kesadahan baku ( H+ )= 1 M, tekanan gas H2 = 1 atm dan suhu 25o C, sedangkan gaya gerak listrik ( GGL ) pasangan elektroda itu diukur dengan bantuan potensiometer yang sesuai, dan sering digunakan peralatan elektronik ( volt meter ). Titrasi potensiometri Pada dasarnya setiap titrasi (asambasa), kompleksiometri, ataupun titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometri dengan bantuan elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian kurva titrasi yang diperoleh dengan menggambarkan grafik potensial terhadap volume penitran yang ditambahkan mempunyai kenaikan yang tajam disekitar titik kesetaraan, dari grafik tersebut dapat diperkirakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri cocok untuk menentukan titik akhir titrasi jika dalam percobaan tidak ada indikator yang cocok, misalnya saja analisa untuk larutan yang keruh atau bila daerah kesetaraannya sangat pendek. Dalam suatu titrasi potensiometri titik akhir ditemukan dengan menentukan volume yang menyebabkan perubahan relative besar dalam potensial apabila titran ditambahakan beberapa metode menyalurkan beberapa data titrasi dapat digunakan untuk semua reaksi digunakan untuk tujuan titrimetri asam basa, reaksi pengendapan dan pembentukan kompleks. Dipilih suatu alat elektroda indicator yang tepat untuk suatu elektroda pembanding seperti kalomel

untuk melengkapi sel titrasi potensiometri dapat digunakan dengan tangan ataupun dengan potensioautomatik penekanan kurva titrasi secara automatic pada titik akhir. Dalam titrasi manual potensial terukur setelah penambahan tiap tetes berurutan dari titran dan hasil pengamatan digambarkan pada suatu kertas grafik pada volume titran unutk diperoleh suatu kurva titrasi. Dalam banyak hal, suatu potensiometer sederhana dapat digunakan, akan tetapi jika tersangkut elektroda gelas, seperti dalam kebanyakan titrasi asam basa suatu peralatan pengukur dengan ipedansi masukan tinggi diperlukan suatu adanya tahanan tinggi dari gelas, digunakan pH meter khusus. pH meter ini digunakan secara meluas untuk semua jenis titrasi, bahkan dalam hal penggunaannya tidak diwajibkan. Meskipun kurva titrasi sudah tersedia suatu unsur subjektif masuk kedalam prosedur seorang analisis harus menentukan tempat pada kurva yang paling curam, biasanya digunakan jenis pemeriksaan suatu reaksi yang berlangsung lengkap dengan baik, maka kurva titrasi menjadi demikian cuiramnya dekat dengan titik ekuivalen sehingga ketidaktentuannya adalah kecil, ketelitian untuk membuat lagi titik akhirnya kemungkinannya lebih jelek. Suatu alur arah lereng suatu kurva titrasi, yakni perubahan potensial dengan berubhanya volume (DE/DV) terhadap volume titran. Kurva yang dihasilkan naik sampai suatu maksimum pada titik ekivalen. Volume pada titik ekivalen ditentukan dengan menurunkan garis vertikal dan puncak dengan sumbu volume. Ada sedikit ketidaktentuan dalam menetapkan secara tepat puncak dari kurva semakin kompleks reaksinya semakin tajam puncaknya dan dengan demikian makin teliti letak titik ekivalen. Suatu alur dari perubahan arah lereng suatu kurva titrasi (DE2/DV2) terhadap volume titran. Pada titik tempat kemiringan DE/DV merupakan suatu maksimum, turunan kemiringan adalah nol. Titik akhir terletak pada penggambaran suatu garis vertikal dari tempat D2E/DV2 adalah nol ke sumbu volume. Bagian kurva yang menghubungkan harga harga maksimum dan minimum dari D2E/DV2 adalah lebih curam semakin lengkap reaksi titrasi. Contoh-contoh reaksi yang simetrik asam basa redoks dan pengendapan: 1. H3O+ + OH2. Ag+ + CL3. FE2+ + Ce4+ 2H2O AgCL (s) FE3+ + Ce3+

Untuk reaksi reaksi demikian, titik tengah bagian curam dari kurva sesuai dengan titik ekuivalen. Untuk reaksi-reaksi tidak simetrik seperti: 2Ag+ + CrO42-Ag2CrO4(s) dan Sn2+ + 2Ce4+ Sn4+ + 2Ce3+

Maka titik ekuivalen tidak terletak pada titik tengh kurva. Potensial pada titik ekuivalen dalam titrasi dari timah putih (II) (e01 ) dengan ion-ion serum (IV) (eo2) adalah (2eo1 + eo2 )/3. Demikian pula, harga maksimal dari DE/DVuntuk suatu reaksi tidak simetrik tidak secara tepat berhimpit dengan titik ekuivalen. Sekalipun demikian, maksimum biasanya diambil sebagai titik akhir titrasi.kesalahan yang dibuat oleh prosedur ini adalah sangat kecil. Ada kemungkinan untuk menentukan tempat titik akhir dengan cara yang sederhana yang didasarkan pada data nyata tanpa menggunakan bantuan suatu grafik. Hanya pengamatan potensial dekat dengan titik ekuivalen yang perlu direkam. Beberapa penambahan volume tertentu misalkan 0,10 ml dipilih dan sejumlah pengamatan diambil, berjarak 0,10 ml dan tiap sisi titik ekuivalen. Sebuah contoh diberikan pada tabel, yang juga memuat harga harga turunan ke 1 dan ke 2. Dapat dilihat dari harga harga ke 2 bahwa kemiringan berubah tanda sehingga melewati nol, antara 25,00 dan 25,10 ml titran. Volume pada saat harga nol dicapai terlebih dahulu dekat dengan 25,00 daripada 25,10 karena pembacaan sebesar + 120 adalah lebih dekat dengan nol dan pada 224. Karena, 0,10 ml menyebabkan perubahan total dalam turunan kedua dari 120 (-224) = 344, bagian (120 /344)*0,10 ml adalah jumlah perkiraan ml kelebihan dari 25,00 yang diperlukan untuk membuat turunan kedua mencapai harga nol maka volume yang dihitung pada titik ekuivalen adalah : V = 25,00 + 0,10 ()= 25,035 Prosedur interpolasi linier ini memuaskan karena potongan pusat kurva itu praktis linier dari dekat titik ekuivalen atau kesetaraan.

Tabel 1.1 Pembacaan potensial didekat titik kesetaraan Titran (ml) 24,7 24,8 24,9 25,0 25,10 25,2 25,3 E (mV) 210 222 240 360 600 616 625 DE/DV/0,1 ml DE2/DV2 12 18 120 240 16 19 +6 + 102 + 120 - 224 -7 -

Dengan modifikasi experimental yang sangat sederhana, harga harga DE/DV, yaitu perubahan petensial dengan perubahan volume titran secara langsung dapat diperoleh, untuk metode ini tidak diperlukan elektrode pembanding. Dua elektroda indikator dipergunakan tetapi yang satu terpisah dari bagian utama larutan sampai suatu pengamatan potensial dilakukan. Satu elektroda berada dalam larutan, yang lain berada didalam pipa kaca kecil yang tercelup dalam larutan itu juga. Apabila komposisi larutan didalam dan diluar pipa serba sama susunannya, tidak ada perbedaan pada potensial diantara elektrode. Akan tetapi, apabila titran ditambahkan kepada bagian utama larutan : suatu beda potensial timbul, karena larutan didalam tabung tidak lagi mempunyai susunan yang sama seperti yang diluar. Beda potensial dicatat dan kemudian larutan dikeluarkan dari pipa dengan cara memeras bola karet sehingga susunannya menjadi sama atau serba sama lagi. Beda potensial turun ke nol jika larutan utama diserap masuk kedalam pipa. Volume larutan dalam pipa tentunya harus dibuat kecil sebanding volume total larutan yang dititrasi. Cara ini cepat dan hasilnya dapat menjadi lebih akurat.

METODE POTENSIOMETRI
Bermacam reaksi titrasi dapat diikuti dengan pengukuran potensiometri. Reaksinya harus meliputi penambahan atau pengurangan beberapa ion yang sesuai dengan jenis elektrodanya.

Potensial diukur sesudah penambahan sejumlah kecil volume titran secara berturut turut atau secara kontinu dengan perangkat automatik. Presisi dapat dipertinggi dengan sel konsentrasi. Elektroda Pt atau elektroda inert dapat digunakan pada titrasi redoks. Oksidator kuat (KMnO4, K2Cr2O7, Co(NO3)3) membentuk lapisan logam oksida yang harus dibebaskan dengan reduksi secara katoda dalam larutan encer. Terdapat dua metode yang digunakan dalam melakukan pengukuran eksperimen. Pertama, dilakukan pengukuran tunggal terhadap potensial itu: ini cukup untuk menetapkan aktivitas ion yang diminati. Kedua, ion itu dapat dititrasi dan potensialnya diukur sebagai fungsi volume titran. Metode pertama disebut potensiometri langsung dan terutama telah digunakan dalam pengukuran pH larutan air. Dewasa ini juga diterapkan secara meluas dalam penetapan ion-ion lain lewat penggunakan elektrode selektif ion. Metode kedua, yang disebut titrasi langsung ini, memanfaatkan pengukuran potensial untuk mendeteksi titik kesetaraan suatu titrasi. Metode ini dapat diterapkan pada semua jenis reaksi yang ternyata sesuai untuk analisis titrimetri. Potensiometri Langsung Potensiometri langsung adalah penetapan pH dari larutan air. Istilah pH didefinisikan oleh Sorensen pada tahun 1909 sebagai negative logaritma dari konsentrasi ion hydrogen. EMF pada sel galvanic yang digunakan untuk mengukur pH lebih tergantung pada aktivitas ion hydrogen daripada konsentrasi. Jadi, definisi pH didefinisikan sebagai : pH = log [H+] Definisi ini memuaskan dari segi teoritis, namun kuantitas itu tidak dapat diukur secara eksperimen. Tidak ada jalan untuk mengukur aktivitas spesies ion tunggal itu secara tidak arti (dalam istilah termodinamika bahwa pH berbanding langsung dengan kerja yang dibutuhkan untuk menstranfer ion hydrogen secara reversible dari suatu larutan yang sedang diuji ke larutan yang aktivitas ion hidrogennya ditransfer tanpa sekaligus mentrasfer ion negative). Kuantitas yang diukur secara potensiometri sebanarnya bukanlah konsentrasi dan bukan pula aktivitas ion hidrogen. Oleh karena itu, lebih disukai untuk mendefinisikan pH sebagai EMF

sel yang digunakan untuk pengukuran itu. Misalnya diandaikan bahwa sel semacam itu terdiri dari elektroda pembanding yang sesuai dan dihubungkan oleh jembatan garam kelarutan yang ditangani, dimana dicelupkan suatu elektroda hidrogen. Persamaan yang menghubungkan potensial sel ini dengan pH adalah : E Emf 0,095 pH Sebenarnya persamaaan ini harus berisi suku Ej potensial pertemuan cairan, yang mungkin kecil jika jembatan garamnya tetap, namun tidaklah nol. Jadi, persamaan tersebut diatas seharusnya adalah : E = Emf 0,095 pH + Ej Dengan Emf adalah potensial elektroda pembanding. Bila Eref + Ej disebut K, maka persamaan ini menjadi : E = K 0,095 pH Atau pH Persamaan diatas mengandung dua pH dan K. Oleh karena itu,tidak dapat digunakan untuk mencari nilai kedua kuantitas itu. Perlulah untuk secara sembarang memberi suatu nilai pH bagi suatu buffer standart agar terpastikan suatu skala pH yang praktis. Nasional Bureu of Standart menetapkan pH buffer buffer tertentu dengan mengukur secara seksama sel sel pilihan dengan menggunakan pengandaian yang masuk akan mengenai koefisien aktivitas. Tabel dibawah ini berisi beberapa contoh buffer yang direkomendasikan oleh biro itu. Tabel 1.2 Nilai pH dari buffer standart NBS PH : KOMPOSISI 25oC KH2(C2O4)2.2H2O (0,05 M) 1,68 KHC4O6 (satuan atmosfer 3,56 250 C) 30oC 1,69 3,55 40oC 1,7 3,54 PH : PH:

KHC8N4O4 (0,05 M) KH2PO4 (0,025 M)

4,91 + 6,86

4,01 6,85

4,03 6,84

Na2HPO4 (0,025) Na2B4O7 .10 H2O (0,001 M) 9,18 Ca(OH)2 (satuan atmosfer 12,45 250 C) Pengukuran potensiometri langsung dapat berguna untuk meneteapkan aktivitas suatu spesies dalam suatu campuran kesetimbangan, karena kesetimbangan tidak dikacaukan oleh pengukuran itu. Misalnya pH suatu larutan 0,1 F asam asetat mungkin diukur dan konsentrasi ion hidrogen (diperkirakan dari aktivitasnya) dijumpai sebesar 0,0013 M. Dipihak lain, jika larutan itu dititrasi, kita akan menjumpai konsentrasi sebesar 0,1 M. Titrasi menghasilkan informasi stoikiometri mengenai jumlah total proton yang tersedia, sedangkan pengukuran langsung memberikan aktivitas kesetimbangan proton dalam larutan itu pada saat kapanpun saja. Meskipun demikian ada permasalahan lain dengan potensiometri langsung. Untuk keperluan tertentu (misalnya penentuan tetapan keseimbangan termodinamik) aktivitas suatu macam zat elektroaktif mungkin diperlukan. Tetapi dalam pekerjaan analitik kita biasanya ingin mengetahui konsentrasi. Kecuali jika susunan larutan terhadap semua ion terperinci, maka pengubah aktivitas menjadi konsentrasi merupakan suatu permainan yang mengandung resiko, dan bahkan kemudian seseorang dapat saja tidak mampu menemukan suatu koefisien aktivitas yang cocok dalam kepustakaan dalam keadaan tertentu. Aki adalah jenis baterei yang banyak digunakan untuk kendaraan bermotor. Aki menjadi pilihan yang praktis karena dapat menghasilkan listrik yang cukup besar dan dapat diisi kembali. Sel aki terdiri atas anode padat Pb(timbal =timah hitam) dan katode PbO2 (timbal oksida,keduanya meupakan zat padat,yang dicelupkan dalam larutan asam sulfat,sehingga tidak perlu memisahkan anode dan katode dengan demikian tidak diperlukan jembatan garam. Yang perlu dijaga,jangan sampai kedua elektrode tersebut saling bersentuhan. Tiap sel aki mempunyai beda potensial kurang lebih 2 Volt;aki 12 V terdiri atas 6 sel yang dihubungkan seri. Dua hal yang perlu diperhatikan dari reaksi pengosongan aki: 9,14 12,3 9,07 11,99

1. Selama reaksi pengosongan aki berlangsung ,H2SO4 diikat dan dihasilkan air. Dengan demikian kadar H2SO4 berkurang dan rapatan larutan berkurang. Dalam praktek rapatan larutan digunakan sebagai patokan untuk pengisian kembali aki. Aki yang baru diisi mengandung larutan dengan rapatan sekitar 1,25 sampai 1,30 g/ml. Apabila rapatan larutan turun sampai 1,2 g/ml,aki sudah perlu diisi kembali. Rapatan larutan dapat ditentukan dengan suatu alat yang disebut hidrometer. 2. Anode dan katode berubah menjadi zat yang sama,yaitu PbSO4.Apabila permukaan kedua elektrode sudah ditutupi zat yang sama,yaitu PbSO4,berarti tidak lagi terdapat selisih potensial,aki perlu diisi kembali. Aki dapat diisi kembali karena hasil-hasil reaksi penggosokan aki tetap melekat pada kedua elektrode. Pengisian aki dilakukan dengan membalik arah aliran elektron pada kedua elektrode. Pada penggosokan aki, anode (Pb) mengirim elektron pada katode. Sebaliknya pada pengisian aki, elektrode Pb dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus sehingga PbSO4 yang terdapat pada elektrode Pb itu direduksi. Sementara itu, PbSO4 yang terdapat pada PbO2 mengalami oksidasi membentuk PbO2. Reaksi pengisian aki adalah sebagai berikut : Elektroda Pb sebagai katoda :

PbSO4 + H+ + 2e Pb + HSO4Elektrode PbO2 sebagai anoda :

PbSO4 + 2H2O PbO2 + HSO4- +3H+ + 2e 2PbSO4 + 2H2O Pb + PbO2 + 2HSO4- + 2H+ Telah disebutkan bagaimana komposisi kaca mengecilkan galat ion Natrium dari elektrode kaca biasa pada pH tinggi. Eisenmant dan pembantunya mempelajari pengaruh ion logam alkali dan ion hidrogen terhadap potensial membran kaca sebagai fungsi komposisi kaca. Misalnya mereka menjumpai bahwa suatu kaca yang terdiri dari Na2O 28%, Al2O3 5% dan SiO2 68% menunjukkan suatu respon yang selektif terhadap ion kalium samapai serendah aktivitas sama dengan 10-4. Suatu kaca dengan komposisi Li2O 15%, Al2O3 25% dan SiO2

60% dapat digunakan untuk menetapkan litium dalam kehadiran baik ion natrium maupun kalium. Persamaan skala pH Dengan menggunakan : E K 0,059 pH Dengan menggunakan buffer tunggal. Tetapi suku K tidaklah benar benar konstan sepanjang jangkauan pHnya yang lebar, terutama karena perubahan komposisi larut. Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa suatu standart pH dipilih yang dekat nilainya dengan pH larutan. Mungkin untuk mengukur kondisi eksperimen sehingga suku K konstan sampai kira- kira 1 mV sepanjang jangkauan pH 2 sampai dengan 10. Hal ini menimbulkan ketidaktentuan dalam nilai pH sekitar 0,01 sampai 0,02 satuan. Jadi, tidaklah mungkin untuk memperoleh bilangan pH yang lebih cermat dan pada pengukuran potensiometrinya. Pengukuran potensiometri secara langsung adalah sangat berguna untuk menentukan aktivitas suatu macam zat didalam suatu campuran yang berkesetimbangan, karena keseimbangan tidak terganggu oleh pengukuran. Misal pH suatu larutan 0,1 F asam asetat dapat diukur dan konsentrasi ion hidrogen (dapat diperkirakan dari aktivitas) ditemukan sejumlah 0,0013 M. Sebaliknya jika larutan dititrasi kita akan menemukan bahwa konsentrasinya adalah 0,1 M. Titrasi menghasilkan keterangan stoikiometri tentang jumlah proton yang tersedia, sedangkan pengukuran langsung memberi aktivitas keseimbangan dari proton di dalam larutan setiap saat. Karena adanya hubungan logaritmik dari potensial terhadap aktivitas, penentuan dengan potensiometrik secara langsung biasanya tidak sangat teliti kecuali kalau pengukuran istimewa dilakukan. Dengan menggunakan angka-angka dalam persamaan NERST dengan mudah terlihat bahwa kesalahan seetingkat beberapa persen dalam suatu aktivitas ion mungkin terjadi dari suatu kesalahan 1 mV pada pengukuran potensial. Terdapat permasalahan yang lain dengan potensiometrik langsung. Untuk keperluan tertentu (misalnya penentuan tetapan keseimbangan termodinamik) aktivitas, suatu macam zat elektro

aktif mungkin diperlukan, tetapi dalam pekerjaan analitik kita biasanya ingin mengetahui kosentrasi. Kecuali jika susunan larutan terhadap semua ion diperinci, maka pengubahan aktivitas menjadi konsentrasi merupakan suatu permainan yang megandung resiko bahkan seorang dapat saja tidak menemukan suatu koefisien aktivitas yang cocok dalam kepustakaan untuk keadaan-keadaan tertentu. Persoalan ini dapat diimbangi dengan penerapan jika semua contoh yang tidak diketahui mempunyai susunan kasar yang sama. Suatu deret standart dibuat dengan ion yang ditentukan diubah-ubah, tetapi yang sedapat mungkkin sama dengan yang tidak diketahu dalam setiap segi yang lain. Pengamatan potensiometer kemudian diubah menjadi konsentrasi dengan menggunakan sebuah grafik dari E terhadap log C yang digambarkan dari pengukuran terhadap standat. (Sebuah contoh dapat dipakai dalam penentuan suatu ion logam yang kurang penting dalam air laut; standartnya dapat merupakan air laut buatan yang sedapat mungkin mendekati hal yang sebenarnya terhadap garam dan solute-solute utama yang lain, dibubuhi ion logam dengan kuantitas yang diketahui). Jenis soal ini mempengaruhi susunan keseluruhan suatu contoh , terutama mengenai unsur unsur utamanya , terhadap tanggapan atas unsur yang ditentukan yang kadang disebut efek matriks. Kita akan melihat contoh contoh efek matriks dengan teknik teknik lain dalam bab- bab dikemudian, ini merupakan unsur yang penting dalam banyak keadaan praktikum analitik. Kadanng kadang jika suatu deret contoh terlalu beraneka ragam dalam susunan kasarnya, maka analisis sebenarnya menciptakan matriksnya sendiri dengan menambahkan suatu solud dalam jumlah yang sangat besar, yang dengan demikian menutupi perbedaan perbedaan yang lebih kecil diantara contoh contoh. Walaupun ada persoalan persoalan demikian, potensiometri adalah menarik, karena cepat, tidak sangat mahal, mudah dibuat , dan tidak merusak contoh. Apabila efek matriks dapat diimbangi, dan apabila ketelitian yang tinggi tidak diperlukan maka cara cara ini dapat diterima secara luas. Dalam bab ini kita akan membicarakan jenis elektroda indikator yang dapat diperoleh untuk berbagai ion. Pengukuran pH deangan potensiometrri akan kita tieliti secara lebih mendalam. Kemudian kita akan bicarakan penggunaan cara- cara potensiometri atas keempat jenis reaksi yang dipakai dalam analisa titrimatrik. Kebanyakan pengukuran pH dilakukan oleh ahli kimia analisis dan biokimia dengan mengggunakan elektroda kaca yang dihubungkan ke elektroda pembanding kalomel oleh

suatu jembatan garam kalium klorida. Diandaikan bahwa salah satu buffer NB 5 digunakan untuk menstandartkan pH meter. Sebenarnya bilangan pH terukur tidaklah eksak sama dengan log a H+, namun dalam kondisi biasa nilai tersebut hampir sama . Dengan kondisi biasa dimaksudkan adalah :

1. Kuat ion larutan uji kurang dari kira-kira 3 2. Tidak ada ion tak lazim yang mobilitasnya luar biasa atau misalnya ion organik yang sangat besar atau ion lidium yang sangat terhidrasi (berat dalam larutan ). 3. Jangkauan pH sekitar 2 sampai nol. 4. Tidak ada suspensi yang bermuatan lisrik , seperti tanh liat, humus atau enzim penukar dalam larutan uji.Permukaan pH pada larutan protein tampaknya memberikan hasil yang masuk akal. Orang harus hati hati dalam menghitumg ion hidrogen dari suatu pengukuran pH praktis.Untuk pengukuran semacam itu perlu untuk mengetahui tentang koefisien aktivitas ion hidrogen : P-(-log a H+)- (-log [H+] ) Jika nilai H+ diambil sama dengan satu dapat ditimbulkan galat yang sangat besar. bergantung pada kuat ion sebesar 0,16 yang sangat penting dalam kimia biologis besaran galat dalam menentukan konsentrasi ion hidrogen adalah sekitar 25 % jika diandaikan [H+] a H+.

2. Metodologi Penelitian
2.1.Bahan Bahan Bahan penelitian yang digunakan meliputi KMnO4 0,1 M, NaHCO3 0,5 M, HCl pekat, CH3COONa, NaH2PO4 0,1 M, asam oksalat 0,1 M, H2SO4 0,1 M dan sampel tanah dari jenis latosol (A), metisol (B), alfisol (C) dan aridisol (D). 2.2 Peralatan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini di samping alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium kimia, juga alat-alat ukur lainnya seperti pH-meter beserta perangkat alat yang

berkaitan dengan penelitian potensiometri. Pengukuran pH dan potensial elektroda dilakukan dengan pH/mV-meter buatan Metrohm tipe 692, sedangkan pengukuran potensial CO2 dilakukan dengan menggunakan elektroda selektif CO2 yang dibandingkan terhadap elektroda AgAgCl sebagai referensi. Dalam penelitian ini pengukuran potensial elektroda dilakukan pada suhu kamar (25 + 1 )C 2.3. Prosedur Kerja 2.3.1. Penentuan waktu respon Membuat larutan yang mengandung CO2 dengan konsentrasi 9,09 x 10-7M hingga 2,83x101M dari pengerjaan titrasi larutan NaHCO3 dengan HCl pekat, sambil dilakukan pengadukan dengan pengaduk magnetik dan sekaligus pengukuran potensial CO2 menggunakan elektroda selektif CO2 pada setiap saat (menit). Waktu respon ditentukan berdasarkan saat elektroda menunjukkan respon potensial yang maksimum dan stabil. 2.3.2 Penentuan daerah konsentrasi, faktor Nernst dan limit deteksi Dari data yang diperoleh pada percobaan 2.3.1, selanjutnya dibuat grafik potensial (mV) terhadap log[CO2]. Dari grafik ini diperoleh bagian garis yang linier sebagai daerah konsentrasi (kurva kalibrasi). Faktor Nernst diperoleh dari harga kemiringan garis linier tersebut, sedangkan limit deteksi ditentukan dengan cara membuat garis ekstrapolasi dari kurva linier dengan garis horisontal pada grafik tersebut, sehingga didapatkan harga pCO2 pada titik perpotongan kedua garis tersebut sebagai limit deteksi. 2.3.3 Penentuan pH optimum Membuat larutan yang mengandung CO2 dengan konsentrasi 8,2 x 10-4M hingga 8,2 x 10-2 M pada kondisi pH 2; 3; 4; 4,5; 4;8; 5; dan 6 dari hasil titrasi larutan NaHCO3 dengan HCl pekat sambil melakukan pengadukan dan sekaligus mengukur respon potensialnya menggunakan elektroda selektif CO2. Selanjutnya membuat grafik dengan mengalurkan potensial (mV) terhadap log[CO2] untuk menentukan faktor Nernst dan linieritasnya. PH optimum dipilih dari grafik yang memberikan fungsi paling linier dengan faktor Nernst yang paling mendekati nilai teori. 2.3.4 Penentuan pengaruh ion CH3COO- dan H2PO4- terhadap respon potensial CO2

Membuat larutan yang mengandung CO2 dengan konsentrasi yang sama dengan percobaan 2.3.3, tetapi setiap larutan mengandung ion CH3COO- 10-2 M maupun H2PO4-10-2 M dan sambil melakukan pengadukan, diamati respon potensialnya. Hal yang sama dilakukan terhadap larutan CO2 yang mengandung CH3COO-maupunH2PO4- dengan 28 JMS Vol. 5 No. 1, April 2000 konsentrasi 10-3M dan 10-4 M. Selanjutnya dibuat grafik potensial (mV) terhadap -log[CO2] untuk menentukan koefisien selektivitasnya (Kij) dari ekstrapolasi garis horisontal dan vertikal pada grafik tersebut. 2.3.5 Kurva Kalibrasi Kurva kalibrasi sebagai kurva pembanding untuk penentuan karbon organik total tanah dibuat dari reaksi redoks antara campuran larutan asam oksalat 0,1 M dan H2SO4 0,1 M dengan KMnO4 0,1 M, sehingga didapatkan CO2 dengan konsentrasi 5 x 10-4 M, 10-3 M, 5 x 10-3 M,10-2 M, 5 x 10-2 M dan 0,1 M sambil mengukur respon potensialnya bersamaan dengan dilakukannya pengadukan. Selanjutnya membuat grafik potensial (mV) terhadap log[CO2] sebagai kurva kalibrasi. 2.3.6 Pengukuran karbon organik total tanah Pengukuran respon potensial CO2 hasil oksidasi C-organik total tanah dengan larutan KMnO4 dalam suasana asam dilakukan berdasarkan 3 (tiga) parameter, yaitu pada berat sampel tanah maupun volume H2SO4 tetap (parameter 1), pada berat sampel bervariasi dan volume H2SO4 tetap (parameter 2), dan pada berat sampel tetap namun volume H2SO4 bervariasi (parameter 3). Dari hasil pengukuran ini diperoleh kondisi yang tepat untuk pengukuran konsentrasi karbon organik total tanah, baik dengan metode potensiometri maupun titrimetri. Untuk penentuan dengan metode potensiometri, 2 gram sampel tanah kering dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi 25 ml. H2SO4 0,1 M, kemudian dititrasi dengan KMnO4 0,1 M secara berlebih sambil diaduk dan diukur potensialnya, sampai diperoleh CO2 yang potensialnya terbesar saat diukur dengan elektroda selektif CO2. Harga potensial ini selanjutnya dimasukkan ke dalam persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi yang telah dibuat. Untuk pengukuran dengan metode titrimetri, sampel yang telah diukur potensialnya selanjutnya disaring dan filtrat yang didapatkan dititrasi balik dengan asam oksalat 0,1 M sampai titik ekivalen tercapai. Kandungan karbon organik total tanah ditentukan berdasarkan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk mengoksidasi C-organik total menjadi CO2. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1. Karakterisasi Elektroda Selektif CO2 3.1.1 Waktu respon elektroda selektif CO2 Hasil pengamatan menunjukkan respon potensial elektroda selektif CO2 mencapai nilai maksimum mulai menit ke 2,5 dengan tenggang waktu stabil selama 40 detik, seiring dengan mulai terbentuk CO2, setelah itu respon potensial perlahan-lahan turun kembali karena CO2 mulai terlepas ke udara akibat pengadukan yang terus-menerus. 3.1.2 Daerah konsentrasi pengukuran, faktor Nernst dan limit deteksi Dari data yang tercantum dalam Tabel 1, bila dibuat grafik yang menghubungkan nilai potensial (mV) terhadap log[CO2] diperoleh grafik berbentuk sigmoid dengan bagian kurva linier pada rentang konsentrasi 9,09 x 10-4 M hingga 3,83 x 10-1 M sebagai daerah konsentrasi (trayek) pengukuran (Gambar 1 dan 2). Dengan demikian elektroda selektif CO2 hanya layak untuk pengukuran CO2 pada rentang konsentrasi tersebut. Faktor Nernst (kemiringan garis) dari kurva linier tersebut adalah 53 mV/dekade, sedangkan limit deteksinya adalah 4,5 x 10-4 M, sehingga untuk CO2 dengan konsentrasi lebih kecil dari nilai tersebut tidak dapat diukur potensialnya secara signifikan. 30 JMS Vol. 5 No. 1, April 2000 3.1.3 Respon potensial elektroda pada pH 2 hingga 6 Kondisi pH larutan sangat berpengaruh pada kestabilan CO2 di dalam larutan analit yang selanjutnya berpengaruh pada respon potensialnya, sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2 atau diperlihatkan oleh Gambar 3a sampai dengan Gambar 3g. Grafik potensial (mV) terhadap log [CO2] dari data pada Tabel tersebut menghasilkan kurva linier pada pH 4 hingga 6 dengan faktor Nernst antara 51,47 sampai dengan 51,69 mV/dekade. Kondisi yang paling optimum didapatkan pada pH 4,8 dengan faktor Nernst 51,69 mV/dekade. Keadaan ini berkaitan dengan kestabilan CO2 di dalam larutan. Pada kondisi asam CO2 berada dalam bentuk H2CO3, sedangkan pada kondisi basa akan berubah menjadi HCO3-. 3.1.4 Pengaruh ion CH3COO- dan H2PO4- terhadap respon potensial CO2 Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana yang terlihat pada Tabel.3, potensial elektroda CO2 yang mengandung ion CH3COO- dan H2PO4-, tampak bahwa respon potensial CO2 dipengaruhi oleh adanya kedua ion tersebut. Gambar 3a hingga 3g serta Gambar 4a hingga4g memperlihatkan alur antara potensial elektroda CO2 terhadap log (CO2) dengan adanya

ionCH3COO- dan H2PO4- dalam larutan. Dari harga koefisien selektivitas (Kij) CO2 terhadap ion CH3COO- dan H2PO4- dengan konsentrasi 10-2M akan mengganggu pengukuran potensial elektroda CO2 dengan Kij masing-masing 0,365 dan 0,133. Adanya kedua ion tersebut dengan konsentrasi di bawah 10-2 M tidak mengganggu pengukuran, karena koefisien selektivitasnya relatif kecil yang praktis mendekati nol. 3.1.5 Kurva kalibrasi Kurva kalibrasi diperoleh dari grafik potensial (mV) terhadap log [CO2] dari data yang terlihat pada Tabel 4 yang menghasilkan persamaan garis Y = - 59,27 X + 180.19. dan linieritas garis 0,996. Dalam hal ini Y = potensial CO2 dan X = - log [CO2]. Kurva ini digunakan untuk penentuan karbon organik total dengan metode potensiometri. 3.1.6 Parameter Pengukuran karbon organik total tanah Hasil pengukuran kondisi optimum sampel tanah dengan parameter 1, 2 dan 3 yang tertera pada Tabel 5,6,7, memperlihatkan bahwa untuk proses degradasi karbon organik total tanah menjadi CO2 mutlak diperlukan KMnO4, sedangkan semakin banyak jumlah sampel tanah yang didegradasi semakin banyak pula KMnO4 yang diperlukan, sehingga semakin besar konsentrasi CO2 yang dihasilkan. Jumlah H2SO4 yang paling baik untuk berlangsungnya degradasi dari 2 gram sampel tanah dengan KMnO4 adalah 30 mL. Pada kondisi ini nilai potensial CO2-nya mencapai nilai terbesar yang berarti proses reaksi redoks berlangsung paling efektif. 3.1.7 Kandungan karbon organik total tanah Dengan memasukkan nilai potensial yang tercantum pada Tabel 8 ke dalam persamaan Y = 59,27 X + 160,19 (periksa Gambar 3), diperoleh konsentrasi CO2 dan sekaligus konsentrasi karbon organik total tanah orde A, B, C dan D dengan metode potensiometri berturut-turut adalah 2,86 x 10-3 M, 3,72 x 10-3 M, 3,43 x 10-3 M dan 6,68 x 10-4 M atau 0,045 %, 0,06 %, 0,056 % dan 0,01 % (Tabel 5), sedangkan hasil pengukuran dengan metode titrimetri adalah 0,097 %, 0,147 %, 0,120 % dan 0,071 % . Perbedaan hasil ini menunjukkan bahwa penentuan karbon organik total tanah dengan metode potensiometri lebih rendah

dibandingkan dengan metode titrimetri biasa. Diduga bahwa K MnO4 yang ditambahkan tidak hanya bereaksi dengan senyawa organik namun bereaksi pula dengan reduktor anorganik yang ada dalam tanah, antara lain senyawa besi (II). Dari titik pandang ini metode penentuan karbon organik total dalam tanah lebih akurat dibandingkan dengan cara titrimetri.

4. Kesimpulan Elektroda selektif CO2 dapat digunakan untuk menentukan CO2 dalam suatu larutan analit pada daerah konsentrasi 9,09 x 10-4 M hingga 3,8 x 10-1 M dengan faktor Nernst pada suhu 25oC sebesar 53 mV/dekade dan limit deteksi 4,5 x 10-4 M, sedangkan kondisi pengukuran potensial CO2 yang paling baik dilakukan pada pH 4,8. Adanya ion CH3COO- dan H2PO4dengan konsentrasi 10-2 M atau lebih di dalam larutan analit dapat mengganggu pengukuran respon potensial CO2. Metode potensiometri dapat digunakan sebagai metode alternatif yang lebih akurat daripada metode titrimetri untuk penentuan kandungan karbon organik total tanah.

Daftar pustaka
1. Evi, A., Studi Pendahuluan tentang Penggunaan Elektroda Selektif CO2 pada Penentuan Kadar CO2 dalam Air, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, 1993. 2. Underwood A.L., Analisa Kimia Kuantitatif 3. Maryanto, J., Penentuan Kandungan Karbon Organik Total Tanah dengan Metode Spektrofotometri, Potensiometri dan Titrimetri,Tesis,Program Magister Kimia, Institut Teknologi Bandung, 1993. 4. http://journal.fmipa.itb.ac.id/jms/article/viewFile/52/46 5. http://catatankecilduniaku.wordpress.com/2012/04/18/potensiometri/

You might also like