You are on page 1of 6

Bab 7 Sampling

Tujuan Pembelajaran

Peserta mengenal fenomena sampling, serta menerapkan model sinyal dan sistem untuk memahami fenomena sampling 1. Peserta dapat merepresentasikan sinyal CT menggunakan sinyal DT melalui sampling. 2. Peserta memahami konsep aliasing serta cara menghindarinya. 3. Peserta dapat memanfaatkan sampling untuk memproses sinyal CT menggunakan sistem DT.
1 Pendahuluan

Pada kondisi tertentu, sebuah sinyal waktu kontinu dapat direpresentasikan dan dibentuk dari nilai-nilainya yang diketahui, atau sampelnya, pada titik-titik yang berjarak sama dalam waktu. Sifat ini diperoleh dari hasil dasar yang disebut teorema sampling. Teorema ini sangatlah penting dan berguna. Contoh penggunaannya adalah pada gambar bergerak, yang terdiri dari urutan frame individual, yang mewakili cuplikan berupa gambar tetap dari sebuah adegan yang berubah secara kontinu. Ketika sampel-sampel ini dilihat dalam urutan dengan kecepatan yang cukup cepat, maka kita dapat melihat sebuah representasi yang akurat dari adegan kontinu yang sebenarnya. Teorema sampling memiliki peranan penting sebagai jembatan yang menghubungkan sinyal waktu kontinu dengan sinyal waktu diskrit. Sinyal waktu kontinu dapat dibentuk kembali dari sampel-sampelnya, sehingga memungkinkan untuk merepresentasikan sinyal waktu kontinu tersebut oleh sinyal waktu diskrit. Pengolahan sinyal waktu diskrit lebih eksibel dan lebih baik dibandingkan pengolahan sinyal waktu kontinu. Dengan perkembangan teknologi digital, sistem waktu diskrit dapat dibuat dengan lebih murah, akurat, dan dapat diprogram, sehingga memberikan banyak keuntungan. Konsep sampling merupakan konsep yang menarik dan menjadi metoda untuk menggunakan sistem waktu diskrit untuk mengolah sinyal waktu kontinu. Tujuan dari bab ini adalah membekali peserta dengan pengetahuan tentang sampling, serta menerapkannya untuk untuk memproses sinyal CT menggunakan sistem DT. Rencana belajar diperlihatkan pada Tabel 1.

Tab. 1: Rencana Belajar Sub Sesi Materi 7.1 Representasi Sinyal CT dengan DT 1 Sampling Impulse-Train 2 Sampling dengan Zero-Order Hold 3 Rekonstruksi sinyal dari sampel-sampelnya menggunakan interpolasi 4 Contoh Soal 7.2 Aliasing 1 Teorema Sampling 2 Undersampling 3 Contoh Soal 1 4 Contoh Soal 2 7.3 Pemrosesan Sinyal CT dengan Sistem DT 1 Konversi C/D, Konversi D/C 2 Hubungan Sistem Waktu Diskrit Dengan Sistem Waktu Kontinu 3 Diferensiator Digital 4 Delay Setengah Sampel

Tujuan 1 1 1 1 2 2 1, 2 1, 2 3 3 3 3

yang sama. Dapat diperoleh sejumlah sinyal berbeda yang kesemuanya memiliki nilai identik sampel-sampelnya yaitu pada waktu kelipatan bulat T . Akan tetapi jika sebuah sinyal band limited, atau dengan perkataan lain transformasi Fouriernya sama dengan nol di luar pita frekuensi tertentu, dan jika sampel-sampelnya dibuat sedekat mungkin berkaitan dengan frekuensi yang tertinggi dari sinyal tersebut, maka sampel-sampel tersebut akan menampilkan bentuk yang menjadi ciri khusus dari sinyal tersebut, sehingga kita dapat membentuk kembali sinyal tersebut dengan sempurna.
2.1 Sampling Impulse Train

Untuk mengembangkan teorema sampling, kita memerlukan cara yang mudah untuk merepresentasikan sampling dari sinyal waktu kontinu pada interval tertentu. Cara yang dapat digunakan untuk melakukan hal ini adalah dengan menggunakan rentetan impuls (impulse train) yang dika2 Representasi Sinyal CT dengan DT likan dengan sinyal waktu kontinu x(t) yang akan dicari sampelnya. Mekanisme ini dikenal dengan nama sampling Secara umum. dengan tidak adanya kondisi atau informasi impulse train, seperti ditunjukkan pada gambar. Sinyal pertambahan, tidak kita dapatkan suatu sinyal dapat diten- iodik impuls train p(t) disebut sebagai fungsi sampling, pertukan secara unik oleh suatu deretan sampel dengan jarak iode T sebagai periode sampling, dan frekuensi fundamental 2012 Armein Z R Langi, STEI ITB. v 12.05 alpha p(t), s = 2/T , sebagai frekuensi sampling.

2 Representasi Sinyal CT dengan DT

p(t)

P (j )

x(t)

xp (t) x(t) 3s 2s s 0 T p(t) t

2 T

s Xp (j )

2s

3s

1 T

0 x(0) xp (t)

2s

s M 0 M

2s

(s M ) Xp (j )

T 0 T

t
1 T

Dalam domain waktu,


xp (t) = x(t)p(t), 2s s

0 (s M )

2s

dengan
+

p(t) =
n=

(t nT ).

Perkalian x(t) dengan suatu unit impuls akan mendapatkan sampel sinyal pada titik di mana impuls tersebut berada, yaitu pada x(t) (t t0 ) = x(t0 ) (t t0 ). Akan dihasilkan xp (t) dalam bentuk impuls train dengan amplituda impuls yang sama dengan sampel x(t) pada interval T , yaitu
+

xp (t) =
n=

x(nT ) (t nT ),

Dari sifat multiplikasi diketahui


Xp (j ) = 1 2
+

X (j)P (j ( ))d.

Xp (j ) adalah fungsi periodik dari yang terdiri dari superposisi dari X (j ) yang tergeser, dengan skala 1/T , seperti dapat dilihat pada gambar. Pada gambar dapat dilihat untuk kasus pertama M < (s M ) atau s > 2M , sehingga tidak terjadi overlap antara X (j ) yang tergeser. Pada kasus kedua s < 2M akan terjadi overlap. Pada kasus pertama maka x(t) akan dapat dibentuk kembali persis dari xp (t). Namun untuk kasus kedua, kita tidak dapat memperoleh x(t) dari xp (t). Kita dapat memperoleh x(t) dari xp (t) dengan melewatkan xp (t) pada lter low pass ideal sehingga kita bisa memperoleh sinyal output xr (t) yang memiliki spektrum Xr (j ) = X (j ). Pada prakteknya digunakan lter low pass non ideal yang akan mengakibatkan ketidakcocokan antara x(t) dengan xr (t).

Dan kita mengetahui bahwa


P (j ) = 2 T
+

2.2

Sampling dengan Zero-Order Hold

Sampling dengan rentetan impuls pada kenyataannya reKarena konvolusi dengan suatu impuls sama dengan latif tidak dapat direalisasikan. Pulsa-pulsa sempit dan menggeser sinyal, yaitu X (j ) ( 0 ) = X (j ( 0 )), amplituda yang besar yang mendekati bentuk impuls, sulit dibangkitkan dan ditransmisikan, sehingga lebih mudah + membangkitkan sinyal yang telah disampling dengan zero1 Xp (j ) = X (j ( ks )). (1) order hold. Sistem ini membuat sampel dari x(t) dalam T k= satu level sinyal tertentu dan menahannya hingga level sinyal berubah pada sampel berikutnya, seperti dapat dilihat X (j ) pada gambar. Rekonstruksi x(t) dari output zero-order hold dengan pemlteran low pass. Namun pada kasus ini, lter yang dibutuhkan tidak lagi harus memiliki penguat1 an konstan pada passband. Sinyal x(t) diproses oleh sistem sampling impulse train menghasilkan sinyal xp (t). Sinyal xp (t) diproses dengan sistem zero order hold dengan respon M M impuls ho (t) menghasilkan keluaran x0 (t).
k=

( ks ).

2 Representasi Sinyal CT dengan DT

x(t)

Sehingga
+

0 x(0) xp (t)

xr (t) =
n=

x(nT )

c T sin(c (t nT )) . c (t nT )

(2)

T 0 T h0 (t) 1 T t x0 (t)

Interpolasi menggunakan respon impuls dari lter ideal seperti ditunjukkan pada persamaan (2) sering disebut sebagai interpolasi band-limited. Rekonstruksi dapat dilihat pada gambar.
x(t)

0 x(0)

t xp (t)

t xr (t)

Untuk membentuk kembali x(t) dari x0 (t), sinyal x0 (t) diproses menggunakan sistem LTI dengan respon impuls hr (t) dan respon frekuensi Hr (j ) sehingga dapat diperoleh luaran r(t) = x(t). Bila diinginkan r(t) = x(t), maka harus berlaku kombinasi kaskade dari h0 (t) dan hr (t) adalah lter low pass ideal yang sama dengan bagian sebelumnya pada sampling impuls train. Sekali lagi pda prakteknya hal ini tidak dapat direalisasikan.
2.3 Rekonstruksi sinyal dari sampel-sampelnya menggunakan interpolasi

2.4
Kasus:

Contoh Soal

Kita memiliki sebuah sinyal kontinu


x(t) = cos 200t + 3 cos 400t

Bila kita melakukan sampling pada sinyal ini dengan frekuensi sampling 800 Hz. Tentukanlah hasil sampling xp (t). Interpolasi adalah proses pencocokan sinyal kontinu kepada Tentukan juga hasil sinyal hasil rekonstruksinya xr (t). kumpulan nilai sampel-sampelnya. Salah satu interpolasi paling sederhana adalah zero-order hold yang telah dibahas 1 T = sebelumnya. Bentuk interpolasi lain yang berguna adalah 800 interpolasi linear, yang dilakukan dengan menghubungkan sampel-sampel yang ada dengan garis lurus seperti dapat 200n 400n dilihat pada gambar. Pada formula interpolasi yang lebih x(nT ) = cos + 3 cos 800 800 rumit, titik sampel dihubungkan oleh fungsi matematik dengan polinom dengan orde yang lebih tinggi.
x0 (t) x(nT ) = cos n n + 3 cos 4 2

t xp (t) =

Untuk sinyal bandlimited, jika titik-titik sampling cukup berdekatan, maka sinyal dapat dibentuk dengan tepat, dengan menggunakan lter low pass. Interpretasi dari rekonstruksi x(t) sebagai proses interpolasi akan nampak apabila kita memandang efek dari lter low pass ideal pada domain waktu. Untuk lter low pass ideal yang harus digunakan pada sampling impuls train, memiliki respon impuls,
h(t) = c T sin(c t) , c t

cos
n=

n n n + 3 cos t 4 2 800

t xr (t) = x(nT )|n= T

xr (t) = cos

800t 800t + 3 cos 4 2

xr (t) = cos 200t + 3 cos 400t

3 Aliasing

3 3.1

Aliasing

x(nT ) = cos
Teorema Sampling

2n 4n + 3 cos 3 3 2n 1 + 3 cos 1 n 3 3

Dari hasil pada bagian 2.1. kita mendapatkan Teorema Sampling sebagai berikut. Jika x(t) merupakan sinyal bandlimited (pita terbatas) di mana X (j ) = 0 untuk | | > M . Maka x(t) ditentukan oleh sampling yang dinyatakan dengan x(nT ), n = 0, 1, 2, ..., jika
s > 2M

x(nT ) = cos x(nT ) = cos x(nT ) = cos

2 2n + 3 cos (2 )n 3 3 2n 2 + 3 cos 2n n 3 3

dengan
s = 2 . T

Perhatikan bahwa n adalah bilangan bulat sehingga kita dapat memperoleh


x(nT ) = cos 2n 2 + 3 cos n 3 3 x(nT ) = 4 cos
+

Maka dengan sampling-sampling x(nT ) yang berupa impuls train dengan amplituda yang merupakan urutan samplingnya, akan dapat dilakukan rekonstruksi x(t). Impuls train ini kemudian diproses oleh lter low pass ideal dengan penguatan T dan frekuensi cut o lebih besar dari M dan lebih kecil dari s M . Keluaran sinyal ini akan persis sama dengan x(t). Frekuensi 2M sesuai dengan teorema sampling, yaitu frekuensi sampling harus melebihi dari 2M , sering dirujuk sebagai Nyquist Rate.
3.2 Undersampling

= cos 2n 3

2n 2n + 3 cos 3 3

xp (t) =
n=

4 cos

2n 3

n 300

t xr (t) = x(nT )|n= T

xr (t) = 4 cos

2n.300 3

Pada bagian-bagian sebelumnya, diasumsikan bahwa frekuensi sampling adalah cukup tinggi sehingga kondisi dari teorema sampling terpenuhi. Ketika s < 2M , maka spektrum dari x(t) yaitu X (j ) tidak sama persis dengan Xp (j ) sehingga tidak dapat diperoleh kembali dari xp (t) dengan menggunakan pemlteran low pass. Efek ini, yaitu term-term pada persamaan (1) mengalami overlap, hal ini disebut dengan terjadinya aliasing. Jelas pada kasus ini hasil sinyal rekonstruksi xr (t) tidak akan sama lagi dengan x(t). Ketika aliasing terjadi, frekuensi asli 0 akan mengambil identitas frekuensi yang lebih rendah (s 0 ). Untuk s /2 < 0 < s , ketika 0 bertambah secara relatif terhadap s , frekuensi output (s 0 ) berkurang. Ketika s = 0 , sebagai contoh hasil sinyal rekonstruksi adalah konstanta. Hal ini konsisten dengan fakta bahwa ketika sampling dilakukan setiap siklus, setiap sampel adalah semua sama dan akan identik sinyal konstanta yang diperoleh dengan sampling (0 = 0).
3.3
Kasus:

xr (t) = 4 cos 200t

Dari kasus ini kita melihat sinyal cosinus 100 Hz direkonstruksi dengan sempurna, namun terjadi aliasing untuk sinyal cosinus 200 Hz, sehingga sinyal ini mengambil identitas pada frekuensi yang lebih rendah yaitu 100 Hz. Aliasing terjadi karena digunakan frekuensi sampling 300 Hz yang tidak memenuhi teorema sampling. Untuk menghindari aliasing pada kasus ini kita harus menggunakan frekuensi sampling lebih besar dari 400 Hz.
3.4
Kasus:

Contoh Soal 2

Kita memiliki sebuah sinyal kontinu


x(t) = sin 200t

Bila kita melakukan sampling pada sinyal ini dengan frekuensi sampling 200 Hz. Tentukanlah hasil sampling xp (t). Tentukan juga hasil sinyal hasil rekonstruksinya xr (t).
T = 1 200 200n 200

Contoh Soal 1

Kita memiliki sebuah sinyal kontinu


x(t) = cos 200t + 3 cos 400t

x(nT ) = sin

Bila kita melakukan sampling pada sinyal ini dengan frekuensi sampling 300 Hz. Tentukanlah hasil sampling xp (t). Tentukan juga hasil sinyal hasil rekonstruksinya xr (t).
1 T = 300 200n 400n x(nT ) = cos + 3 cos 300 300

x(nT ) = sin n

Karena n adalah bilangan bulat maka hasil sampling selalu pada titik bernilai 0, sehingga kita peroleh
x(nT ) = 0

sehingga

4 Pemrosesan Sinyal CT dengan Sistem DT

4.2

Hubungan Sistem Waktu Diskrit Dengan Sistem Waktu Kontinu

xp (t) = 0 xr (t) = 0

Pada pemrosesan sinyal waktu kontinu dengan sistem waktu diskrit dalam domain frekuensi berlaku,

Pada kasus ini kita memiliki sinyal dengan frekuensi 100 Yc (j ) = Xc (j )Hd (ejt ). Hz, dan menggunakan frekuensi sampling tepat pada 200 Hz. Pada kasus ini frekuensi sampling yang digunakan tidak Untuk input bandlimited, sehingga teorema sampling termemenuhi teorema sampling karena seharusnya digunakan penuhi maka keseluruhan konverter C/D, sistem LTI waktu frekuensi sampling lebih besar dari 200 Hz. Pada kasus ini diskrit, konverter D/C seperti dapat dilihat pada gambar diperoleh hasil sinyal rekonstruksi bernilai nol. sebelumnya adalah ekivalen dengan sistem LTI waktu kontinu dengan respon frekuensi Hc (j ) yang mempunyai relasi dengan respon frekuensi Hd (ej ) yaitu 4 Pemrosesan Sinyal CT dengan Sistem DT
Hd (e ), | | < s /2 Pada kebanyakan aplikasi, terdapat keuntungan yang sigHc (j ) = (3) 0, | | > s /2 nikan yang ditawarkan dengan pengolahan sinyal waktu kontinu dengan melakukan konversi ke sinyal waktu diskrit, Respon frekuensi untuk sistem waktu kontinu ini adalah lalu dilakukan pengolahan sinyal waktu diskrit, lalu sinyal satu perioda dari respon frekuensi sistem waktu diskrit dehasilnya dikonversi kembali menjadi sinyal waktu kontinu. ngan perubahan skala linear pada sumbu frekuensi. Sinyal digital didenisikan sebagai fungsi dari variabel C/D D/C xc (t) Hd ej yc (t) independen bilangan bulat dan nilai-nilainya diambil dari kumpulan terbatas nilai yang mungkin. Kegunaan dari sinyal ini adalah dapat diproses dengan mudah oleh komputer 4.1 Konversi C/D, Konversi D/C digital. Melalui proses sampling periodik dengan frekuensi sampling konsisten dengan kondisi dari teorema sampling, sinyal kon- 4.3 Diferensiator Digital tinu xc (t) dapat direpresentasikan dengan tepat oleh barisan xc (nT ). Sinyal waktu diskrit xd [n] berhubungan dengan Respon frekuensi dari lter diferensial waktu kontinu adalah xc (nT ) dengan persamaan Hc (j ) = j. xd [n] = xc (nT ) c memiliki respon frekuensi
jT

Untuk bandlimited diferensiator dengan frekuensi cut o

Transformasi dari xc (t) menjadi xd [n] didenisikan sebagai konversi waktu kontinu ke waktu diskrit atau disingj, | | < c kat konversi C/D. Kebalikan operasi ini didenisikan sebaHc (j ) = . 0, | | > c gai konversi waktu diskrit ke waktu kontinu atau disingkat konversi D/C. Operasi konversi D/C melakukan interpolaDengan menggunakan persamaan (3) dengan frekuensi si antara nilai-nilai sampel sebagai input. Operasi konversi sampling s = 2c , kita mendapatkan fungsi transfer dari D/C menghasilkan sinyal kontinu yc (t) yang berhubungan sistem waktu diskrit yang berhubungan dengan diferensiadengan sinyal waktu diskrit yd [n] dengan persamaan tor ini adalah
yd [n] = yc (nT )

Pada sistem komputer digital sinyal waktu diskrit direpMagnitude dari respon frekuensi diferensiator bandlimiresentasikan dalam bentuk digital, perangkat yang digunakan untuk mengimplementasikan konversi C/D disebut kon- ted waktu kontinu: |Hc (j )| verter analog ke digital (ADC), dan perangkat yang diguc nakan untuk mengimplementasikan konversi D/C disebut konverter digital ke analog (DAC). Pada konversi dengan ADC nilai-nilai sampel hanya dipetakan oleh sejumlah terbatas nilai yang mungkin. Terdapat resolusi ADC misalnya 8 bit, 12 bit, 16 bit, atau 32 bit. Untuk resolusi 8 bit terdac c pat 256 nilai yang mungkin untuk nilai sampel pada sinyal Fasa dari respon frekuensi diferensiator bandlimited wakdigital. tu kontinu: Proses konversi C/D terdiri dari proses pencuplikan periHc (j ) odik menjadi rentetan impuls (impulse train) yang kemudian diubah menjadi sebuah deret (sequence) waktu diskrit. 2 Proses konversi D/C merupakan proses kebalikannya yaic tu deret waktu diskrit diubah menjadi rentetan impuls yang c 2 kemudian dilewatkan lter low pass sehingga menghasilkan sinyal waktu kontinu.

Hd (ej ) = j

|| <

4 Pemrosesan Sinyal CT dengan Sistem DT

Magnitude dari respon frekuensi diferensiator bandlimited waktu diskrit:


|Hd (ej )| c

Magnitude dari respon frekuensi delay waktu kontinu:


|Hc (j )| 1 c c Hc (j )

Fasa dari respon frekuensi delay waktu kontinu: slope


c c

Fasa dari respon frekuensi diferensiator bandlimited waktu diskrit:


Hd ( e )
2 j

Magnitude dari respon frekuensi delay waktu diskrit:


|Hd (ej )| 1

4.4

Delay Setengah Sampel

Hd (ej )

Kita akan melihat implementasi dari pergeseran waktu (delay) dari sinyal waktu kontinu dengan menggunakan sistem waktu diskrit. Maka hubungan input dan output dari keseluruhan sistem adalah
yc = xc (t )

Fasa dari respon frekuensi delay waktu diskrit:

dengan input xc (t) adalah bandlimited dan frekuensi sampling adalah cukup tinggi untuk menghindari terjadinya aliasing dan menyatakan waktu delay. Dari sifat time shifting kita mendapatkan
Yc (j ) = ej Xc (j ).
Pustaka

Dengan menggunakan persamaan (3) sistem waktu konti- [OCW] nu yang ekivalen haruslah bandlimited. Sehingga kita memperoleh
Hc (j ) = ej , | | < c . 0, lainnya

MIT Opencourseware, http://ocw.mit.edu/courses/electricalengineering-and-computer-science/6-003signals-and-systems-spring-2010/

[OpWi97] A. V. Oppenheim and A. S. Willsky (with S Hamid Nawab), Signals & Systems (Second EdiDengan c adalah frekuensi cut o dari sistem waktu kontion), Prentice-Hall International, 1997. ISBN tinu. Hc (j ) akan melakukan time shift untuk sinyal ban0-13-651175-9 dlimited dan meredam semua sinyal dengan frekuensi lebih besar dari c . Dengan frekuensi sampling s diambil dengan s = 2c , maka respon frekuensi sistem waktu diskrit yang berhubungan adalah
Hd (ej ) = ej /T , xd [n] yang terdelay, yaitu || < ,

(4)

Untuk

bilangan bulat, maka yd [n] adalah replika dari


yd [n] = xd n . T

Untuk T bukan bilangan bulat, tidak memiliki arti karena sequence hanya didenisikan pada index bernilai bilangan bulat. Sinyal xc (t) dan xd [n] terhubung melalui sampling dan interpolasi bandlimited, demikian juga dengan yc (t) dan yd [n]. Dengan Hd (ej ) seperti pada persamaan (4), yd [n] adalah sama dengan sampel dari versi tergeser dari interpolasi bandlimited dari sequence xd [n]. Untuk kasus T = 1/2, sering didenisikan sebagai half-sample delay.

You might also like