You are on page 1of 23

PENGOLAHAN LIMBAH PADA INDUSTRI ROKOK

DISUSUN OLEH : FAHUKA NORIN MELA WIDIAWATI RISKA RISTIYANTI SINGGIH NURDIANTO (3335100469) (3335100745) (3335100599) (3335101101)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA JALAN JENDRAL SOEDIRMAN KM.03 CILEGON- BANTEN TAHUN 2012

PENGOLAHAN LIMBAH PT. DJARUM MENJADI KOMPOS


1. INDRUSTRI ROKOK Yang dimaksud Industri rokok ialah suatu bangunan industri dimana pekerjanya mengolah atau memproses daun daun tembakau , bunga cengkeh dan bumbu bumbu lain menjadi suatu produk yang disebut rokok, dengan demikian yang dimaksud rokok ialah silinder dari kertas yang ukuran panjangnya bervariasi berkisar antara 65 mm sampai 125 mm (sesuai Industrinya) yang berisi rajangan daun tembakau dan bunga cengkeh kering dan bumbu bumbu (sauce) lain dan dikonsumsi dengan cara dibakar pada ujung satu dan dibiarkan membara agar asapnya dapat diisap melalui mulut pada ujungnya yang lain. Di Indonesia saat ini, konsumsi rokok oleh masyarakat cukup tinggi, bahkan menurut WHO, Indonesia dengan jumlah jiwa sebanyak 200 juta lebih, diperkirakan sekitar 141 Juta jiwanya adalah pengkonsumsi rokok aktif yang menghabiskan sekitar 215 milyar batang per tahunnya (Anonymous, 2006). Industri rokok memang menjadi salah satu tulang punggung baik penerimaan negara maupun penyerapan tenaga kerja. Dapat dibayangkan dengan jumlah Industri rokok yang saat ini telah mencapai 4416 Industri ( golongan I : 6 Industri, golongan II : 27 Industri, golongan III : 106 Industri, golongan IIIA : 282 Industri, dan sisanya adalah Industri golongan IIIB) tentunya jumlah tenaga kerja yang diserap pun juga telah mencapai jutaan orang (Anonymous, 2008) dan dari sektor Industri rokok memberikan sumbangan pendapatan berupa pajak sebesar Rp. 38,5 trilliun tahun 2006 dan tahun 2007 sebesar Rp. 42 trilliun (Anonymous,2007). Limbah yang dihasilkan oleh PT. Djarum, yaitu perusahaan yang berdiri sejak tahun 1950, setiap harinya memproduksi hampir 200.000 batang rokok. Limbah tersebut berasal dari proses pelunakan cengkeh. Limbah inilah yang diolah menjadi pupuk kompos dan air untuk irigasi. Dan pada pabrik ini

setiap hari menghasilkan 3 ton pupuk kompos dan 100 meter kubik air. Pupuk kompos yang dihasilkan ini diberikan kepada petani tembakau yang tinggal di Temanggung, dimana PT Djarum mengambil bahan baku tembakau dari sana. Kompos tersebut dibagikan secara gratis dan petani hanya menanggung biaya pengiriman Kudus-Temanggung. Sementara itu, air limbah yang telah diolah digunakan untuk membantu irigasi sawah di sekitar perusahaan. Untuk mengolah limbah menjadi kompos, PT Djarum memanfaatkan lumpur yang telah diaktivasi dengan mikroba, kapur, urea, dan asam fosfat encer. Awalnya, limbah hasil proses pelunakan cengkeh memiliki kadar pH 4, Biological Oxygen Demand (BOD) 6000 ppm dan Chemical Oxygen Demand (COD) 12.000 ppm. Limbah ini kemudian dicampur dengan lumpur yang sudah diaktivasi. Sekitar dua bulan kemudian, campuran itu pun berubah menjadi pupuk kompos.

a) Limbah Jengkok tembakau Industri Rokok Setiap aktivitas industri termasuk aktivitas industri rokok pasti ada sisa-sisa atau bahan buangan yang memerlukan proses managemen lebih lanjut untuk meminimumkan pengaruh negative dari sisa-sisa tersebut sehingga tidak membahayakan terhadap lingkungan alam baik udara air dan tanah dan juga terhadap ligkungan sosial (Social Environmental) yang sangat dimungkinkan menimbulkan penyakit bagi manusia dan juga makhluk-makhluk lainnya, sedang pada proses industri rokok ada salah satu sisa produksi yang disebut dengan Limbah Jengkok Tembakau. Limbah Jengkok Tembakau Industri rokok ialah sisa-sisa atau limbah pencausan tembakau dalam proses produksi rokok dan berbentuk halus (bubuk), dimasukkan dalam wadah karung atau goni dan disimpan dalam gudang tertentu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terhadap lingkungan (Budiono,2003). b) Bahaya Limbah Jengkok tembakau Limbah jengkok tembakau belum terbukti menimbulkan pencemaran lingkungan tetapi perlu diwaspadai bahwa setiap aktivitas

industri memunculkan sisa-sisa yang membahayakan lingkungan termasuk sisa limbah yang disebut dengan libah jengkok tembakau Industri rokok. Darmono (2001), menyatakan bahwa udara di sekitar kita dewasa ini sangat peka terhadap pencemaran, hal ini sangat erat hubungannya dengan aktifitas manusia untuk mengejar kehidupan modern, berbagai jenis polutan sebagai efek samping dari produk-produk yang diperlukan manusia telah banyak mencemari udara yang kita isap setiap saat, bahan pencemar seperti senyawa Carbon (CO, CO2), Sulfida (SO2, SO3), Nitrogen (NO, NO2, N2O), partikel-partikel logam (Pb, Cd, As, Hg) dan senyawa kimia lainnya telah terbukti mencemari udara terutama didaerah industri dan perkotaan semakin hari pencemaran udara tersebut bila diteliti dan dianalisa jumlahnya semakin meningkat sehingga kita harus selalu waspada terhadap akibat yang ditimbulkan. Air yang kita gunakan setiap hari tidak lepas dari pengaruh pencemaran yang diakibatkan oleh ulah manusia juga, beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologik (bakteri, virus, parasit) bahan organik (pestisida, detergen) dan beberapa bahan anorganik (garam; logam; asam) serta bahan-bahan kimia lainnya sudah banyak ditemukan dalam air yang kita pergunakan. Pencemaran lingkungan sangat buruk akibatnya terhadap kehidupan di bumi, oleh sebab itu pengawasan dan pencegahan pencemaran lingkungan harus selalu diupayakan demi kelestarian kehidupan di bumi. Berdasarkan pendapat tersebut diatas maka limbah jengkok tembakau Industri rokok harus diupayakan pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dan bahkan ditemukan manfaat dari limbah jengkok tembakau Industri rokok setelah diadakan pengkajian dan penelitian. Limbah jengkok tembakau Industri rokok mengadung logam berat yang berbahaya adalah logam berat Arsen (As). Arsenik, atau arsenikum adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol As dan nomor atom 33. Ini adalah bahan metaloid yang terkenal beracun dan

memiliki tiga bentuk alotropik; kuning, hitam dan abu-abu. Arsenik dan senyawa arsenic digunakan sebagai pestisida, herbisida dan insektisida. (Anonymous, 2009) c) Potensi Limbah Jengkok tembakau Industri Rokok Sebagai Pupuk Organik Limbah Jengkok tembakau Industri Rokok berasal sebagian besar dari daun tembakau dan bunga cengkeh yang masih tersimpan rapi di gudang karena belum ditemukan solusinya, Berdasarkan penelitian Talkah (2003) : 1). Fermenter MoMixA mampu memfermentasi jengkok tembakau menjadi pupuk organik, 2) Penelitian membuktikan bahwa jengkok tembakau yang merupakan limbah Industri yang tidak berguna ternyata masih dapat digunakan sebagai pupuk organik. Permasalahan hasil penelitian ini adalah masih tingginya kandungan logam berat Arsenik (24,32 ppm), Berdasar hasil penelitian yang pernah dilakukan, menyatakan : 1) Pupuk organik jengkok tembakau mempunyai pengaruh terhadap produktivitas tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis), Buncis (Phaseolus vulgaris L), Tomat (Licopersicum esculentum Mill), 2) Hasil buah mangga dengan pupuk organic jengkok tembakau aman dikonsumsi, walaupun belum dapat disebut produk organik, dan untuk lebih aman lagi kandungan. Lead (Pb) yang kurang dari 0,50 ppm diturunkan menjadi lebih kecil dan bahkan menjadi nol. (Talkah, 2004). Selaian itu, terdapat pula pengaruh positif pupuk organic jengkok tembakau fermentasi MoMixA terhadap pertumbuhan dan produktivitas Semangka (Citrullus vulgaris schard) varietas Hitam Manis.

2. Pupuk Organik (Kompos)


Kompos didefinisikan sejenis pupuk organik, dimana kandungan unsur N, P dan K yang tidak terlalu tinggi , hal ini membedakan kompos dengan pupuk buatan. Kompos sangat banyak mengandung unsur hara mikro yang berfungsi membantu memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan porositas tanah

sehingga tanah menjadi gembur dan lebih mampu menyimpan air (Tchobanoglous

et al.,1993). Adapun manfaat dari kompos adalah :


- Memperbaiki struktur tanah; - Sebagai bahan baku pupuk organik; - Sebagai media remediasi tanah yang tercemar (pemulih tanah akibat pencemaran bahan kimia yang toxic terhadap mikroba tanah); - Meningkatkan oksigen dalam tanah; - Menjaga kesuburan tanah; - Mengurangi kebutuhan pupuk inorganik. Cara atau metoda untuk membuat kompos adalah proses komposting. Proses komposting ini merupakan proses dengan memanfaatkan proses biologis yaitu pengembangan massa mikroba yang dapat tumbuh selama proses terjadi. Metoda ini adalah proses biologi yang mendekomposisi sampah (terutama sampah organic yang basah) menjadi kompos karena adanya interaksi kompleks dari organisme yang terdapat secara alami. Berdasarkan prinsip proses biologis ini, maka karakteristik dari mikroba menjadi penting untuk diperhatikan. Jenis mikroba yang dimaksud adalah jenis mikroba yang diklasifikasikan dari cara hidupnya, yaitu : - Mikroba anaerobic (yaitu mikroba yang hidup tanpa oksigen); jenis mikroba ini juga dibagi dalam 2-jenis yaitu : mesophilic (hidup pada temperatur (20-40 oC), dan thermophilic (hidup pada temperatur (45-70 oC). - Mikroba aerobic adalah mikroba yang hanya dapat hidup dengan adanya oksigen. Sama dengan mikroba anaerobic berdasarkan fluktuasi kondisi suhu di dalam tumpukan kompos dapat dibedakan menjadi mesophilic dan thermophilic.

Kompos dan Proses Pengomposan Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Crawford, 2003). Menurut Isroi (2008), proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organic sebagai sumber energi, membuat

kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan yang disebut fermenter. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahanbahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahaptahap awal proses, oksigen dan senyawasenyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50o 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S. Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka fermenter akan bekerja secara efektif untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan diantaranya : 1. Rasio C/N Perbandingan C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30 : 1 hingga 40 : 1. mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. 2. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. 3. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan. 4. Porositas Porositas ialah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos, Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.Rongga rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi

oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. 5. Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolism mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban dibawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobic yang menimbulkan bau tidak sedap. 6. Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba berhubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. 7. Ph Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman),

sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fasefase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. 8. Kandungan hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. 9. Kandungan bahan berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba.Logam-logam berat seperti As, Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logamlogam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. Isroi (2008), menyatakan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses pengomposan adalah : C/N ratio, ukuran partikel bahan organik, aerasi, porositas, kelembaban, temperatur, pH, Kandungan unsur hara, kandungan bahan-bahan berbahaya. Menurut Rynk (1992), kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan seperti pada Tabel 2.1 berikut :

Table 2.1 Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan

Teknologi Proses Komposting Berdasarkan teknologi proses, pengolahan kompos dapat dibedakan sebagai berikut:

Komposting aerobik
Komposting aerobik, adalah komposting yang menggunakan oksigen dan

memanfaatkan respiratory metabolism, dimana mikroorganisme yang menghasilkan energi karena adanya aktivitas enzim yang membantu transport elektron dari electron donor menuju external electron acceptor adalah oksigen. Reaksi yang terjadi : Bahan organik + O2 + nutrien kompos + sel baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4 = + energy Ada beberapa metoda atau teknologi proses komposting secara aerobik ini yaitu :

Windrow composting
Didefinisikan sebagai sistem terbuka, pemberian oksigen secara alamiah,

dengan pengadukan/pembalikan, dibutuhkan penyiraman air untuk menjaga kelembabannya.

Keuntungan : - Biaya relatif murah untuk windrow composting - Proses lebih sederhana dan cepat (khususnya yang menggunakan aerasi mekanis) - Dapat dibuat dalam skala kecil dan mobile (in-vessel composting) Sehingga dapat dibuat dalam bentuk modul-modul

Kerugian : - Masih menimbulkan dampak negatif berupa : bau, lalat, cacing dan rodent, serta air leachate 11 - Operasional kontrol temperatur dan kelembaban sulit, karena kontak langsung dengan udara bebas, sering tidak mencapai kondisi optimal - Membutuhkan lahan yang luas untuk sistem windrow composting, karena proses pengomposan sampai pematangan membutuhkan waktu minimal 60 hari.

Komposting anaerobic
Proses komposting tanpa menggunakan oksigen. Bakteri yang berperan

adalah bakteri obligate anaerobik. Proses berlangsung dengan reaksi sebagai berikut : Komposting cara anaerobik dengan reaksi: Bahan organik + H2O + nutrien kompos + sel baru + CO2 + CH4 + NH3 + H2S + energy Dalam proses ini terdapat potensi hasil sampingan yang cukup mempunyai arti secara ekonomis yaitu gas bio, yang merupakan sumber energi alternatif yang sangat potensial. Berdasarkan pendekatan waste to energy (WTE) diketahui bahwa 1 ton sampah organik dapat menghasilkan 403 Kwh listrik.

Keuntungan : - Tidak membutuhkan energi, tetapi justru menghasilkan energy - Dalam tangki tertutup sehingga tedak menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan Kerugian : - Untuk pemanfaatan biogas dibutuhkan kapasitas yang besar karena factor skala ekonomis, sehingga kurang cocok diterapkan pada suatu kawasan kecil - Biaya lebih mahal, karena harus dalam reaktor yang tertutup.

Untuk menunjang keberhasilan dalam proses komposting ada beberapa factor yang perlu diperhatikan dan sangat mempengaruhi berjalannya proses ini yaitu :

o Kadar air, untuk menjaga aktivitas mikroorganisme. Kadar air


berkisar antara 50-60%, optimum 55%.

o Rasio C/N, dimana karbon (C) merupakan sumber energi bagi


mikrooganisme, sedangkan nitrogen (N) berfungsi untuk membangun sel-sel tubuh mikroorganisme. Nilai C/N berkisar antara 25-50.

o Temperatur, merupakan faktor penting dalam kehidupan


mikroorganisme agar dapat hidup dengan baik. Suhu pada harihari pertama pengomposan harus dipertahankan berkisar antara 50-55oC, sedangkan pada hari-hari berikutnya 55-60oC

o pH, juga sebagai indicator kehidupan mikroorganisme. Rentang


pH dipertahankan berkisar antara 7 sampai 7,5.

o Ukuran partikel, berhubungan dengan peningkatan rata-rata


reaksi dalam proses. Ukuran partikel berkisar antara 25-75 mm.

o Blending dan Seeding , pencampuran ini dipengaruhi oleh rasio


C/N dan kadar air. Lumpur tinja sering ditambahkan pada kompsoting sampah untuk meningkatkan rasio C/N.

o Suplai oksigen, sangat penting dalam proses pengomposan secara


aerobic. Suplai oksigen secara teoritis biasanya ditentukan berdasarkan komposisi sampah yang dikomposkan.

o Pengadukan, berfungsi untuk menjaga kadar air, menyeragamkan


nutrient dan mikroorganisme.

o Kontrol pathogen, dilakukan dengan pengontrolan suhu, dimana


pathogen biasanya akan mati pada suhu 60-700C selama 24 jam.

3. Proses pengolahan limbah


Dalam industry rokok, tembakau sangatlah diperlukan karena merupakan bahan utama produk tersebut yang kemudian akan diproses. Proses tersebut menimbulkan limbah cair berupa cairan coklat pekat yang bersifat asam. Selain limbah cair, ada juga limbah padat yaitu tempat bekas membungkus tembakau. Limbah-limbah tersebut kemudian akan diproses agar tidak menjadi berbahaya. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) merupakan suatu tempat yang disediakan oleh PT Djarum untuk mengolah limbah-limbah tersebut. PT.Djarum yang sangat memperhatikan lingkungan itu tidak mungkin membuang limbah-limbah beracun itu secara sembarangan. Jadi, sebelum dibuang limbah-limbah tersebut harus melalui

beberapa tahap pada IPAL. Pada IPAL, limbah-limbah cair tersebut diolah kembali untuk di netralisir, dan limbah padatnya dijadikan sesuatu yang lebih bermanfaat. Dalam pengolahan limbah cair tersebut PT.Djarum menggunakan alat-alat yang canggih. Saat limbah sisa pencucian cengkeh tersebut di alirkan ke IPAL maka limbah cair itu akan diolah sedemikian rupa agar kadar racunnya dapat dinetralisir. Cairan penetralnya adalah Ca (OH)2 yang bersifat basa sehingga cairan yang asam tersebut mendapatkan pH yang mendekati netral. Setelah itu, cairan diaduk2 dengan maksud pemberian oksigen (oksigenasi) dan dicampur dengan bakteri yang sengaja dikembangbiakkan di tempat tersebut. Bakteri aerob dibantu oksigen untuk proses pembusukan limbah sehingga limbah tersebut tidak lagi terlalu berbahaya.

Gambar 1 Pengolahan limbah

Setelah itu, cairan yang sudah agak berwarna bening tersebut dialirkan menuju tempat berikutnya. Pada tempat ini, jika diperhatikan, ada suatu pemisahan antara air bersih dengan ampas yang tersisa dengan proses pengendapan. Air yang bersih mengalir sedikit demi sedikit melalui celah pada design alat tersebut dan dialirkan menuju kolam ikan.Setelah diolah maka sisa cairan pembersih cengkeh tersebut akan menjadi netral dan tidak beracun lagi. Kolam ikan yang ada didalam IPAL tersebut merupakan suatu indikator alamiah yang menunjukkan kenetralan air karena pada logikanya, ikan tidak akan dapat bertahan hidup dalam air beracun.

Gambar 2 kolam ikan yang berisi air limbah yang sudah diolah oleh IPAL PT. Djarum

Kemudian untuk limbah padatnya yaitu bekas bungkus tembakau juga diolah sedemikian rupa di dalam IPAL ini, dan hasil olahan limbah ini berupa pupuk kompos. Caranya dengan menghancurkan bungkus tersebut, lalu ditimbun. Hancuran bungkus yang telah ditimbun tersebut kemudian disiram, ditutupi dan dibalik secara berkala sehingga bakteri dan jamur yang ada akan membusukkan hancuran tersebut dengan cepat. Maka dari itu, pupuk kompos tersebut terasa panas di bagian dalam tumpukannya karena mengalami proses pembusukan. Ternyata limbah-limbah yang beracun tersebut di dalam IPAL ini dapat menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Hasil dari pupuk kompos itu akan dikirim ke segala penjuru Kota Kudus dan tempat pembibitan PT Djarum untuk kepentingan penghijauan di kota tersebut.

Diagram Alir pengolahan limbah

WASTE WATER

Screen

Collecting Tank (80 m3)

Pre-Sedimentasi (30 m3) Cair Bio Reaktor 0 (700 m3)

Bio Reaktor 1 (600 m3) Padat Bio Reaktor 2 (300 m3) Return sludge

Sedimentasi (175 m3)

Padat Thickener (80 m3)

Cair Penjernihan (175 m3) Cair

Padat

Filter Press (1m3/press)

Kolam Ikan

PENGOMPOSAN

SUNGAI

Gambar 3 pengolahan limbah cair di IPAL

Dalam melakukan pengolahan limbah pada pabrik rokok ini, terdapat tahapan teknis yang harus di lakukan, yaitu: 1. Identifikasi terhadap sumber dan jenis limbah 2. Identifikasi alternative penerapan produksi bersih 3. Pemilahan dan pemisahan dari sumbernya 4. Pengelolaan dan pemanfaatan berdasarkan karakteristik limbah 5. Pengolahan (treatment) dan pembuangan akhir Selain tahapan di atas, terdapat langkah-langkah lain dalam pengolahan limbah pada pabrik rokok, yaitu: Pengolahan limbah padat SUMBER LIMBAH PADAT PENGELOLAAN

1. Gagang dan jengkok tembakau dan cengkeh dari penyiapan bahan baku 2. Aki bekas, kemasan bekas, pallet bekas dari penyiapan bahan baku proses produksi 3. Keranjang bekas/tikar bekas, lumpur eks IPAL dari proses penyiapan bahan baku dan hasil IPAL 4. Filter bekas/sortiran, kayu bekas pallet dari proses produksi dan penyiapan bahan baku 5. Pasir, kerikil,metal dari proses penyiapan bahan baku 6. Sampah rumah tangga

1. Dijual untuk dimanfaatkan (Re-sale-able) 2. Daur ulang dan digunakan kembali (Recycle-able dan Re-use-able) 3. Dibuat kompos (Compostable) 4. Dibakar (Combustible) 5. Limbah yang tidak berpengaruh (Innert waste) untuk tanah urug 6. Masuk ke TPS dibuang ke TPA 7. Dijual untuk di daur ulang Kompensasi ke masyarakat

(domestik) 7. Tali rafia, plak-ban-botol bekas, dll dari kegiatan perkantoran dan proses produksi

sekitar (Comdev dan CSR)

Pengolahan sampah non produksi Jenis limbah/ sampah Office wastes Kertas, karton Plastic Battery kering Paperless Segregasi, daur ulang Less hazardous, battere alkaline Non recycle combustible Botol, kaca dlsb Household wastes Kertas, karton Plastic Paperless Segregasi, daur ulang Daur ulang 3rd party Daur ulang 3rd party Segregasi, Energy recovery Segregasi, daur ulang Incineration (own, copartner) Daur ulang 3rd party Daur ulang 3rd party Daur ulang 3rd party B-3/ PPLI Cleaner production Final disposal alternative

Non recycle combustible

Washable and Reuseable materials (lunch boxes)

Menuju zero waste

Non recycle, combustible Non recycle, compostable

Segregasi, Energy recovery Segregasi, Pengomposan

Incineration (own, copartner) Composting (own, copartner) TPA - Pemda

Botol, kaca dlsb

Segregasi, daur ulang

Daur ulang 3rd party

Pengolahan limbah cair SUMBER LIMBAH CAIR PENGELOLAAN

1. Air cucian dan admoist pada proses pelunakan cengkeh 2. Air cucian dan admoist pada proses pelunakan gagang tembakau 3. Air cucian dan residual dari proses ekstraksi bahanbahan pembuat saos dari bahan rempah-rempah alami dan campurannya pada proses Assembling Flavor 4. Air cucian peralatan proses produksi (ex casing drum) pada primary process 5. Air cucian lem dari secondary process 6. Air limbah ex utility : blow down boiler 7. Limbah Domestik (MCK) 8. Limbah oli bekas

Limbah Cair diolah dengan : 1. Pengolahan secara fisik kimia 2. (penyaringan, sedimentasi, penetralan 3. pH, koagulasi-flokulasi,dsb) 2. Pengolahan secara biologis 4. (anaerobik dan aerobik) 3. Pengolahan lanjutan (absorsi) 4. Pemanfaatan lumpur Limbah oli bekas ditampung dalam drum diserahkan ke pihak ketiga yg berijin Kompensasi ke masyarakat sekitar (Comdev dan CSR)

Pengolahan limbah ke udara SUMBER LIMBAH KE UDR PENGELOLAAN

1. Debu organik dari penyiapan tembakau, cengkeh 2. VOC tembakau, cengkeh, dan flavour 3. Emisi gas buang hasil pembakaran bahan bakar

1.a. Penggunaan alat sedot debu 1.b. Melokalisir lokasi penghasil debu 2.a. Minimalisasi proses penguapan 2.b. Melokalisir lokasi penghasil VOC 3.a. Penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan, hemat bhn bakar 3.b. Penanaman pohon 3.c. Adanya ruang terbuka hijau 3.d. Stack yang tinggi dilengkapi filter 3.e. Perawatan mesin-mesin penghasil emisi gas buang Kompensasi ke masyarakat sekitar (Comdev dan CSR)

Pengelolaan bising SUMBER BISING Suara mesin-mesin produksi dan utilitas PENGELOLAAN BISING 1. Penanaman pohon di pabrik 2. Perawatan mesin-mesin produksi dan utilitas 3. Penggunaan alat pelindung diri (ear-plug dan ear-muff) 4. Adanya silencer pada manifold mesin 5. Pembuatan ruang kedap suara 6. Kompensasi ke masyarakat sekitar (Comdev dan CSR)

Pengelolaan abu SUMBER BAU Cengkeh, tembakau, saos rempah - rempah, flavor, essence, septic tank (H2S), sampah, IPAL PENGELOLAAN BAU 1. Penanaman pohon di pabrik 2. Penanaman pohon di luar pabrik 3. Pembuatan TPS, dan pembuangan sampah secepat mungkin 4. Adanya ruang terbuka hijau 5. Adanya proses aerobik pada IPAL 6. Kompensasi ke masyarakat sekitar (Comdev dan CSR)

You might also like