You are on page 1of 37

ANALISIS FILM SECRET WINDOW

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem Neuro-Behaviour 2

Oleh: TUTOR 6 Meila Sabridatia Putri Jelita Puspa Nirwana Novi Lisnawati Nur Asiyah Ina Islamia Devi Puspasari Dwi Jayanti Dini Fathania Putri Ayu Prima Dewi Santa Maria Pangaribuan Cindy HMP Simangunsong Dina Sonyah Meiana Dewi 220110100007 220110100011 220110100018 220110100040 220110100069 220110100087 220110100090 220110100094 220110100112 220110100115 220110100116 220110100125

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJAJARAN JATINANGOR 2012

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang memungkinkan untuk hidup produtif. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala kebutuhannya dapat terpenuhi tingkat sosial di masyarakat lebih tinggi. Hal ini merupakan dambaan setiap manusia ( Dep Kes RI. 2000 ). Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, seyogianya kedudukannya setara dengan penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisien. Gangguan jiwa ( mental disorder) merupakan salah satu empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan indrustri keempat kesehatan utama tersbut adalah penyakait degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak di anggap sebagai gangguan jiwa yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisien (Yosep, 2007). Skizofrenia merupakan psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas terbesar, pasien tidak mempunyai realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal di Rumkital Dr. Ramelan PAV VI A terdapat 16 klien (100%) dan ada 4 klien yang mengalami gangguan Skizofrenia Paranoid (25%) . Di Indonesia, sekitar 1% 2% dari total jumlah penduduk mengalami skizofrenia yaitu mencapai 3 per 1000 penduduk, prevalensi 1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000 penduduk di pedesaan berarti jumlah penyandang skizofrenia 600.000 orang produktif. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata Skizo yang artinya retak atau pecah (spilit), dan frenia yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa Skizofernia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splittingof of personality). Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998).

Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia lebih sering inkoherensi (Maramis, 2005). Kriteria waktunya berdasarkan pada teori Townsend (1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa sulit diramalkan, karena setiap saat dapat berubah. Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Mayer-Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis, tanpa penyebab dari luar. Sedangkan waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah satunya adalah waham kebesaran Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. 75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.

1.2

Tujuan 1. Mengetahui dan memahami konsep skizoprenia 2. Mampu menganalisa kasus dan dikaitkan dengan konsep 3. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan skizoprenia

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sinopsis Film Secret Window Seorang pria yang sekaligus seorang penulis, Mort Rainey (Jhonny Depp) tinggal sendirian di sebuah villa kecil dekat sebuah danau, bersama anjingnya Chico. Mort sedang dalam proses perceraian dengan istrinya Amy (Maria Bello) dikarenakan istrinya yang tertangkap berselingkuh dengan lelaki lain, 6 bulan yang lalu, dan di sinilah kisah Mort bermula. Suatu hari ketika Mort sedang tidur di sofa, bel rumahnya berdering, seseorang lelaki yang memakai topi datang mengaku bernama John Shooter dari Missisippi. John berkata bahwa Mort telah mencuri ceritanya yang berjudul Secret Window, yaitu cerita seorang istri yang menemukan jendela rahasia yang mengarah ke kebun rahasia. John menuntut bahwa Mort telah meng-copy ceritanya dan merubah endingnya. Mort tidak percaya dan mengusir Shooter. Singkat cerita, Shooter meneror Mort terus dan terus, mulai dari membunuh Chico menggunakan obeng, membakar rumah istrinya, Amy dan membunuh dua orang, salah satunya detektif yang berusaha membantu Mort. Shooter terus menuntut untuk menerbitkan ulang ceritanya dengan namanya yang tercantum dan dengan ending versinya. Singkatnya lagi, Mort merenung di rumahnya. Dia merenung setelah ditelepon dan didesak oleh Amy untuk menandatangani surat perceraian. Dalam ingatannya masih berbayang bahwa istrinya berselingkuh dengan Ted, lelaki lain. Ia bercermin dan merenung, ia baru mengingat-ingat kejadian saat menangkap istrinya berselingkuh. Dia hampir saja menembak Amy dan Ted. ternyata, John Shooter hanyalah khayalan. Tanpa ia sadari, ialah yang melakukan semua pembunuhan dan pembakaran itu. Di saat yang salah, Amy datang untuk mendesak Mort. Ia terkejut luar biasa karena rumah Mort acak-acakan, dan ia melihat tulisan Shooter yang diukir dengan pisau dimana-mana, dan terakhir di samping Mort, bertuliskan Shoot Her (tembak dia). Mort pun mengejar Amy dan berusaha membunuhnya tanpa belas kasih. Ketika itu, Ted pun datang, namun sayangnya Mort berhasil membunuh keduanya dan mengubur mereka berdua tepat di kebun rahasia di jendela rahasia rumahnya.

2.2 Tinjauan Pustaka A. Definisi Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat dan menimbulkan disorganisasi personal yang terbesar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. B. Etiologi

1. Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia. Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

2. Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetaminedapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

3. Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia. Beberapa peneliti mencoba dengan beberapa model (Rathus,et al., 1991), antara lain:

a. Distinct Heterogenity Model

Model ini menyatakan bahwa shizophrenia terdiri dari sejumlah psikosis, beberapa diantaranya disebabkan oleh kerusakan gen yang dapat diikuti oleh gen-gen tertentu dan yang hanya disebabkan oleh faktor lingkungan.
b. Monogenic Gen

Model ini menyatakan bahwa semua bentuk schizophrenia dapat disebabkan oleh suatu gen yang cacat. gen yang cacat ini dapat menyebabkan schizophrenia pada orang yang menerima gen itu dari kedua orang tuanya.
c. Multifactorial-Polygenic Model

Model ini menekankan pengaruh nilai ambang. disebabkan pengaruh oleh berbagai gen, trauma biologis prenatal dan postnatal dan tekenan psikososial yang salaing berinteraksi.

4. Faktor Psikososial
a. Teori Tentang Individu Pasien

Teori Psikoanalitik Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk. Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain. Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan. Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masingmasing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

Teori Psikodinamik

Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal. Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.

Teori Belajar Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.

b. Teori Tentang Keluarga Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrikberasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain: Double Bind Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu. Schims and Skewed Families . Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua. Pseudomutual and Pseudohostile Families . Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut

terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Ekspresi Emosi Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia c. Teori Sosial . Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit. 5. Faktor Resiko 1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga 2. Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau impulsivitas. 3. Stress lingkungan 4. Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat kecil. 5. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena dideritanya gangguan ini 6. Faktor Presipitasi Sosial budaya, hormonal, hipotesa virus, model biological lingkungan sosial, psikologis Perilaku. 1. Curiga : tidak mampu mempercayai orang lain, bermusuhan, mengisolasi diri, paranoid 2. Manipulasi : kurang asertif, mengisolasi diri, HDR, sangat tergantung. 3. Menarik diri/isolasi sosial : kurang spontan, apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain.

C. Manifestasi klinis
Menurut Keltner et al (1995), gejala-gejala ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori : 1. Gangguan Persepsi

a.

Halusinasi Adalah pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus dari luas. Menurut Moller dan Murphy dalam Stuart dan Sundeen (1997) tingkatan halusinasi dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu : Tahap 1 : Comforting Tingkat cemas sedang, halusinasi secara umum adalah sesuatu yang menyenangkan. Pengalaman halusinasi karena emosi yang meningkat seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang nyaman untuk melepaskan cemas. Individu mengenal

bahwa pikiran dan pengalaman sensori dalam kontrol kesadaran jika cemas dapat dikelola. Nonpsykotik. Tingkah laku yang dapat diobservasi : - Meringis atau tertawa pada tempat yang tidak tepat. - Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara. - Pergerakan mata yang cepat. - Respon verbal pelan seperti jika sedang asyik. - Diam dan tampak asyik. Tahap II Pengalaman sensori dari beberapa identifikasi indera terhadap hal yang menjijikkan dan menakutkan. Halusinator mulai kehilangan control dan ada usaha untuk menjauhkan diri dari sumber stimulus yang diterima . Individu mungkin merasa malu dengan adanya pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain. Non psychotic. Tingkah laku yang dapat diobservasi : Meningkatnya system syaraf otonom, tanda dan gejala dari cemas seperti meningkatnya nadi, pernafasan dan tekanan darah. Lapang perhatian menjadi sempit Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi atau realitas. Tahap III Controlling tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori menjadi hal yangmenguasai. Halusinator mencoba memberi perintah , isi halusinasi mungkin menjadi sangat menarik bagi individu. Individu mungkin mengalami kesepian , jika sensori yang diberikan berhenti. Psychotic. Tingkah laku yang dapat diobservasi : Perintah langsung oleh halusinasi dapat diikuti. Kesulitan berhubungan dengan orang lain. Lapang perhatian hanya beberapa detik aau menit. Gejala fisik dan cemas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti perintah. Tahap IV Conquering, tingkat cemas, panik, umumnya halusinasi menjadi terperinci dan khayalan tampak seperti kenyataan. Pengalaman sensori mungkin mengancam jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi mungkin memburuk dalam 4 jam atau sehari atau sehari jika tidak ada intervensi terapeutik. Tingkah laku yang dapat diobservasi : Teror keras pada tingkah laku seperti panic. Potensial kuat untuk bunuh diri.

Aktivitas fisik yang menggambarkan isi dai halusinasi seperti kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia. Tidak dapat berespon pada perintah yang kompleks. Tidak dapat berespon pada lebih satu orang.

b. Delusi
Adalah gejala yang merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup dan mempunyai cirri-ciri realistic, tidak logis, menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh pasien sebagai hal yang nyata, pasien hidup dalam wahamnya, keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian dari sosiokultural setempat. Macam-macam waham : Waham rendah pikir, pasien percaya bahwa pikirannya, perasaannya, ingkah lakunya dikendalikan dari luar. Waham kebesaran, suatu kepercayaan bahwa penderita adalah orang yang penting dan berpengaruh dan mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yan terpendam atau benar-benar merakanfiur orang kuat sepanjang sejarah. Waham diancam, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu diancam, diikti atau ada sekelompok orang yang memenuhinya. Waham tersangkut, adana kepercayaan bahwa seala sesatu yang terjadi di sekelilngnya mempai hubungan pribadi seperti perinah atau pesan khusus. Waham bizarre, pasien sering memperlihakan adanya waham soatik msalnya pasien percaya adanya benda ang begerak-gerak di dalam ususnya. Yang termasuk waham ini adalah waham sedot pikir, waham sisip pikir, waham siar pikir, waham kendali pikir.

c. Paranoid dimanifestasikan dengan interpretasi yang menetap bahwa tindakan


orang lain sebagai suatu ancaman atau ejekan.

d. Ilusi adalah kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus dari luar yang nyata.
2. Gangguan Proses Pikir a. Flight of idea, serangkaian pikiran yang diucapkan secara cepat disertai perpindahan materi pembicaraan yang menddak tanpa alas an logic yang nyata. b. Retardation, adalah lambatnya aktifitas mental sebagai contoh pasien mengatakan saya tidak dapat berpikir apa-apa. c. Blocking, putusnya pikiran ang ditandai dengan putusnya secara sementara atau terhentinya pembicaraan. d. Autisme, pikiran yang timbul dari fantasi. e. Ambivalensi adalah keinginan yang sangat pada dua hal yang berbeda pada waktu yang sama dan orang yang sama.

f.

Kehilangan asosiasiidak adanya hubungan pola pikir, ide dan topik yang normal, tibatiba beralih tanpa menunjukkan hubungan dengan topic sebelumnya.

3. Gangguan Kesadaran Manifestasi dari ganguan kesadaran antara lain bingung, inkoherensi pembicaraan, pembicaraan ang tidak dapat dimengerti, terdapat distrsi tata bahasa atau susunan kalimat, sering memakai istilah aneh, inkherensi timbul karena pikiran kacau sehingga beberapa pikiran dikeluarkan dalam satu kalimat, clouding atau kesadaran berkabut, kesadaran menurun disertai gangguan persepsi dan sikap. 4. Gangguan Afek a. Afek yang tidak tepat, suatu keadaan disharmoni afek yang tidak sesuai dengan tingkah laku pasien. b. Afek tumpul, ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon trhadap berita duka. c. Afek datar, ketidakmampuan membangkitkan respon terhadap berbagai respon. d. Afek labil, kondisi emosi yang cepat berubah. e. Apatis, warna emosi yang tumpul disertai keacuhan atau ketidakpedulian.\ f. Euforia, gembira berlebihan, aa peningkatan perasaan dari biasanya selalu merasa optimis, senang dan percaya diri, bersikap meyakinkan. D. Klasifikasi Kraepelin membagi skizofrenia mejadi beberapa jenis: 1. Skizofrenia kompleks, gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. 2. Jenis bebefrenik, gejala yang menonjol adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. 3. Jenis katatonik, biasanya akut dan didahului oleh stress emosional, dapat terjadi stupor katatonik (penderita tidak menampakkan sama sekali ketertarikannya terhadap lingkungannya) dan gaduh gelisah katatonik ( terdapat hiperaktifitas motorik, tetapi tidak disertai emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar). 4. Jenis paranoid, gejala-gejala yang menyolok adalah waham primer disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. 5. Episoda skizofrenia akut, gejala skizofrenia muncul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Dalam keadaan ini seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berkabut. 6. Skizofrenia residual gejala yang menyolok adalah gangguan afek dan emosi, gangguan pikiran dan kemauan. 7. Jenis skizo-afektif disamping gejala skizofrenia menonjol pada saat bersamaan juga gejala depresi atau gejala mania.

E. Komplikasi Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain : 1. Aktifitas hidup sehari-hari Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri, penampila dan sosialisasi. 2. Hubungan interpersonal Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang. 3. Sumber koping Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien, menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress. 4. Harga diri rendah Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai sukses. 5. Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah digunakan klien pada waktu yang lalu. 6. Motivasi Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang. 7. Kebutuhan terapi yang lama Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun. F. Penatalaksanaan a. Farmakologi Obat-obat antipsikotik (disebut juga neuroleptika, antiskizofren, atau tranquilizer mayor) terutama digunakan untuk mengobati skizofrenia. Antipsikotik tipikal yang lebih dulu digunakan adalah antagonis dopamine dan digunakan untuk mengatasi tanda-tanda positif skizofrenia seperti waham, halusinasi, ganggguan pikiran, dan gejala psikotik lain, tetapi tidak memiliki efek yang tampak pada tanda-tanda negative. Antipsikotik terbaru adalah antipsikotik atipikal yang merupakan antagonis dopamine dan serotonin. Antipsikotik atipikal tidak hanya mengurangi gejala psikotik, tetapi pada banyak klien, juga mengurangi tanda-tanda negative seperti tidak memiliki kemauan dan motivasi, menarik diri dari masyarakat, dan anhedonia. Obat antipsikotika bukan untuk pengobatan kuratif dan tidak menghilangkan gangguan pemikiran yang fundamental, tetapi sering memungkinkan klien psikotik berfungsi dalam lingkungannya yang suportif.

Obat-obat antipsikotik dibagi atas 5 kelompok utama berdasarkan struktur obat :

Perbedaan rantai samping pada tiap grup kimiawi mempunyai efek penting pada potensi obat. 1. HALOPERIDOL Nama klinis : haloperidol Nama dagang : haldol, haldol decanoat, halperon Indikasi dan Kontraindikasi untuk pengobatan

Indikasi haloperidol yang utama adalah sebagai antipsikotik

skizofrenia. Haloperidol juga bias digunakan pada berbagai situasi klinis lain. Contohnya, dalam dosis rendah efektif untuk menghilangkan mual dan muntah dikarenakan blockade reseptor dopamine pada chemoreceptor trigger zone (CTZ). Haloperidol juga digunakan untuk mengobati sindrom perilaku yang terjadi bersamaan dengan gangguan-gangguan motorik. Kontraindikasi penggunaan haloperidol adalah pada pasien dengan karsinoma mammae, wanita menyusui, wanita hamil, penyakit jantung, anak-anak, depresi SSP, koma, glaucoma, dan penyakit Parkinson. Mekanisme kerja

Mekanisme kerja antipsikotik yang sebenarnya belum diketahui. Efek terapeutik primer dari antipsikotik tipikal diperkirakan muncul pada sistem limbic, termasuk striatum ventral, sedangkan efek samping diperkirakan berhubungan dengan blockade dopamine pada striatum dorsal. Haloperidol menghambat reseptor dopamine dalam otak (terutama ganglia basalis dan sistem limbic pada otak depan) dan perifer, sehingga menghambat keerja dopamine sebagai neurotransmitter pada area-area tersebut. Lima jenis reseptor dopamine : Reseptor D1 dan D5 mengaktifkan adenil siklase, sedangkan reseptor D2, D3, dan D4 mennghambatnya. Obat antipsikotika terikat pada reseptor-reseptor tersebut

dalam berbagai tingkat, dan efikasi obat antipsikotik tipikal berkolerasi dengan kemampuannya menghambat reseptor D2dalam sistem mesolimbik otak. Penghambatan ini mengurangi halusinasi dan agitasi, juga bersifat menenangkan dan mengurangi gerakan fisik spontan. Haloperidol mempunyai selektivitas yang relative tinggi sebagai antagonis pada reseptor dopamine D2 dan D3, dengan afinitas D4 yang bervariasi. Efek antipsikotik biasanya terlihat setelah beberapa minggu, menunjukkan bahwa efek terapi berkaitan dengan perubahan sekunder dalam jalur nigostriata. Farmakokinetik

Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet atau cairan oral, rapid acting IM lactate, atau long lasting IM decanoate. Injeksi regular atau long acting ini semakin banyak digunakan untuk pasien rawat jalan, orang-orang yang tidak patuh terhadap pengobatan, kasuskasus yang dicurigai berat, dan kegagalan dalam pengobatan oral. Setelah pemberian per oral, haloperidol diabsorpsi dengan baik dari GIT dan konsentrasi puncak dicapai dalam 2-6 jam. Jika diberikan dalam injeksi IM laktat, konsentrasi puncak dalam plasma dicapai setelah 10-20 menit dan menimbulkan efek dalam 30-45 menit. Jika diberikan dalam injeksi IM dekanoat, konsentrasi puncak dalam plasma dicapai setelah tujuh hari. Obat ini mudah masuk otak karena relative lipofilik, mempunyai volume distribusi yang besar, sanngat mudah terikat pada protein plasma dan membrane, dan dimetabolismemenjadi berbagai zat oleh sistem P-450 (mekanisme oksidatif) dalam hati dan proses konjugasi. Efek samping

Efek samping antipsikotik terjadi karena interaksi obat tersebut dengan reseptor dopamine di tempat lain dan neurotransmitter lain. Efek samping antipsikotik signifikan dan dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai gangguan gerakan yang permanen. Karena banyak efek samping ini menakutkan dan mengesalkan bagi klien, efek samping tersebut seringkali menjadi alasan utama klien mengurangi dosis obat atau menghentikan pengobatan. a) Efek samping neurologis

Efek

samping

neurologis

yang

serius

meliputi

efek

samping

ekstrapiramidal, yaitu gangguan gerakan reversible yang dicetuskan oleh obat antipsikotik, meliputi reaksi distonia, parkinsonisme, dan akatisia. Reaksi distonia terhadap antipsikotik muncul pada awal proses terapi dan ditandai oleh spasme pada kelompok otot diskret seperti otot-otot leher (tortikolis) atau otot-otot mata (krisis okulogirik). Reaksi distonia sangat menakutkan dan menyakitkan bagi klien. Terapi akut terdiri atas difenhidramin (Benadryl) yang diberikan melalui intramuskular dan intravena, atau benzotropin (cogentin) yang diberikan melalui intramuskular. Parkinsonisme dan parkinsonisme yang diinduksikan antipsikotik meliputi berjalan dengan kaki terseret, wajah seperti topeng, kaku otot, dan pengeluaran air liur (drooling). Terapi parkinsonisme dan pencegahan reaksi distonia lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan obat-obatan : Nama Dagang Akatisi a 2 2 1 1 3 2 2 2 Distoni a 2 3 3 3 2 2-3 1-2 1-2 Rigidita s 3 3 3 3 3 1 1-2 1-2 Tremo r 2 3 3 3 2 2 0-1 0-1

Generik Benztropin (Cogentin) Triheksifenidil (Artane) Biperiden (Akineton) Prosiklidin (Kemadrin) Amantadin (Symmetrel) Difenhidramin (Benadryl) Diazepam (Valium) Lorazepam (Ativan)

Propranolol

1-2

(Inderal) 0, tidak ada efek; 1, beberapa efek (respon 20%); 2, efek sedang (respon 20-40%); 3, efek baik (respon 40%) Akatisia ditandai oleh gerakan yang gelisah, berjalan mondar-mandir, ketidakmampuan untuk tetap tenang, dan klien menyatakan kegelisahannya. Klien merasa sangat tidak nyaman dengan sensasi ini dan mungkin berhenti meminum antipsikotik untuk menghindari efek samping tersebut. Penyekat beta seperti propranolol terbukti paling efektif dalam mengobati akatisia, dan benzodiapezin juga terbukti berhasil dalam mengobati penyakit ini. Diskinesia Tardif, suatu efek samping antipsikotik yang muncul dengan lambat ditandai oleh gerakan invollunter abnormal seperti bibir yang mengerut, menjulurkan lidah, mengunyah, mata yang berkedip-kedip, dan menyeringai. Gerakan involunter ini memalukan bagi klien dan dapat membuat mereka lebih terisolasi secara sosial. Diskinesia Tardif bersifat irreversible setelah terjadi, tetapi perkembangannya dapat dihentikan dengan mengurangi atau menghentikan pemberian obat. Klozapin, suatu antipsikotik atipikal, belum terbukti menyebabkan efek samping ini sehingga obat ini sering direkomendasikan untuk klien yang mengalami diskinesia Tardif ketika menggunakan antipsikotik tipikal. Penting untuk menskrining klien guna mengetahui adanya gangguan gerakan yang muncul dengan lambat seperti diskinesia Tardif. Skala Gerakan Involunter Abnormal ( Abnormal Involuntary Movement Scale), AIMS digunakan untuk menskrining gejala gangguan gerakan. Klien diobservasi dalam beberapa posisi dan keparahan gejala dinilai 0 sampai 4. Pemeriksaan AIMS dapat dilakukan setiap 3-6 bulan. Apabila perawat mendeteksi peningkatan nilai pada AIMS, yang menunjukkan peningkatan gejala diskinesia Tardif, dokter harus diberi tahu sehingga dosis obat klien dapat diganti untuk mencegah perkembangannya. Kejang adalah efek samping yang jarang muncul terkait dengan antipsikotik. Kejang dapat dikaitkan dengan pemberian obat dosis tinggi. Penanganannya dengan mengurangi dosis obat atau membeerikan antipsikotik lain. Sindrom Maligna Neuroleptik (SMN) adalah kondisi serius dan seringkali fatal yang terlihat pada individu yang diobati dengan antipsikotik. Sindrom ini ditandai dengan kekakuan otot, demam tinggi, peningkatan enzim otot, dan peningkatan leukosit. Setiap antipsikotik dapat menyebabkan SMN, yang diatasi dengan menghentikna obat tersebut. Kemampuan klien untuk menoleransi antipsikotik lain setelah SMN bervariasi. b) Efek samping non-neurologis Efek samping non-neurologis mencakup sedasi, fotosensitivitas, dan gejala antikolinergik seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, dan hipotensi otostatik. Toksisitas dengan overdose

Overdose akut dengan antipsikotik jarang menghasilkan simptomatologi yang serius. Intoksikasi ringan bermanifestasi dengan sedasi, hipotensi, dan miosis sedangkan intoksikasi berat dengan agitasi dan delirium, yang mungkin akan berkembangn menjadi retardasimotorik, kejang, aritmia kardiak,henti napas, dan koma. Gejala distonia dan psiudoparkinsonism juga bias muncul. Pengobatan yang di rekommendasikaan meliputi tindakan-tindakan suportif, gastric lavage, dan activated charcoal. Induksi emesis mungkin sulit karena efek pada CTZ (chemoreceptor trigger zone) dan dialisis tidak evektif karena tingkat ikatan obat dengan protein. Penggunaan sebagai antipsikotik

Antipsikotik merupakan satu-satunya pengobatan efektif untuk pengobatan skizofrenia. Agen antispikotik tipikal efektif pada 70%pasien yang mengalami episode pertama psikosis. Tidak semua pasien responsive dan normalisasi tingkah laku yang komplit jarang dicapai. Antipsikotik tipikal, salah satunya adalah haloperidol, paling efektif dalam pengobatan gejala skizofren yang positif (delusi, halusinasi, dan gangguan pemikiran). Pengobatan psikosis akut biasanya melibatkan dosos harian sampai ekuivalen denagn 10 sampai 20 mg haloperidol (dengan konsentrasi resum sekitar 5 sampai 20 ng/ml) Dosis yang lebih tinggi biasanya tidak lebih efektif tapi meningkatkan resiko efek samping. Dosis pengobatan yang eksstrim bias berkisar antara 1 sampai 100 mg/hari. Peningkatan dosis ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan hanya dilakukan bila tindakan-tindakan yang lain gagal. Preparat lepas lambat haloperidol dekanoat diberikan secara intramuscular. Dosis untuk haloperidol dekanoat adalah 25-250 mg setiap 2 sampai 4 minggu. Dosis haloperidol dekanooat diturunkan 25% pada bulan kedua dan ketiga. Haloperidol mempunyai kurva. Dosis-respon yang relatif flat sehingga bias digunakan dengan rentang dosis yang cukup luas. Haloperidol (secara oral) telah digunakan juga secara luas pada pasien anakanak. Haropelidol direkomendasikan untuk digunakan dengan dosis 2-16 mg/ hari pada anak-anak yang berusia lebih dari 12 tahun. Haloperidol hanya menimbulkan sedikit efek samping antikolinergik. Efek sedasi nya pun sangat lemah. Tidak ada satu obat atau kombinasi obat-obat yang mempunyai efek selektif terhaadap kompleks gejala tertentu pada pasien-pasien psikosis; walaupun pasien-pasien individual tampak lebih baik dengan 1 agen daripada agen lain, hal ini hanya bias ditentukan dengan trial and error. Umumnya, gejala-gejala positif dan gejala-gejala negative cenderung untuk berespon bersama-sama atau tidak berespon sama sekali terhadap pengobatan. Seleksi obat sering tergantung pada efek-efek samping atau respon sebelumnya yang bagus terhadap suatu jenis obat.

b.

Terapi Non-Farmakologi Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderit `a. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar. Tujuannya adalah : 1. 2. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak. 3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps. 4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps. 5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga. Langkah-langkah mengatasi skizofrenia Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengatasi gejala Skizofrenia: Belajar menanggulangi stress, depresi, pikiran negative, belajar rileks dan tidak menggunakan alcohol ataupun abat-oabatan tanpa pengetahuan dokter. Yang terpenting segera konsultasi ke fasilitas psikiatri bila tampil gejala-gejala skizofrenia termasuk kemungkinan bila melakukan tindakan kekerasan. Perlu bantuan orang-orang terdekat, pada skizofrenia akut penderita rentan terhadap stress ringan sekalipun. Harus dikurangi pemberian tanggung jawab agar tidak membebani penderita dan mengurangi jangka pendek. Namun jangan mengambil semua tangguang jawabnya sebab akan menimbulkan ketergantungan dan problem lain di kemudian hari. Jangan membicarakan penderita jika tidak ada. Umunya penderita sangat sensitive dengan lingkungan sekitarnya. Agar lebih memahaminya cobalah berkomunikasi

dengan cara lain, dengan mengajak aktivitas secara bersama seperti mendengarkan musik, melukis atau dengan menunjukan perhatian tanpa harus bercakap-cakap. Pemberian obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan terapi pendukung. Obat antipsikotik yang banyak peredar dipasaran dan diresepkan dokter. Antipsikotik generasi terbaru bekerja mengurangi dan menagtasi gejala-gejala skizofrenia yang positif, negative dan memperbaiki kognitif dengan efek samping yang dapat ditoleransi lebih baik disbanding antipsikotik sebelumnya. Terapi obat-obatan biasanya dikombinasi dengan terapi pendukung guna membantu menurunkan dan mengatsai gejala skizofrenia, mencegah kekambuhan, membantu pasien tetap berobat dan membantu penderita kembali ke kehidupan normal. c. Terapi Modalitas 1. TERAPI KOGNISI Cognitve behavioral therapy, aplikasi dari berbagai variasi teori belajar dalam kehidupan. Tujuannya adalah untuk menolong seseorang keluar dari kesulitannya dalam berbagai bidang kehidupan dan pengalamaman. Teknik kognitif dapat diterapkan dalam bidang pendidikan, di tempat kerja, dalam kegiatan konsumen, dan olah raga. Dalam situasi tersebut kognitif behavioral terapi dapat meningkatkan kemampuan kopingnya. Bentuk Distorsi Kognisi No 1. Kelainan Kognitif Overgeneralizatio n Pengertian Menggambarka n kesimpulan secara menyeluruh segala sesuatu berdasarkan 2. Personalization kejadian tunggal Menghubungkan kejadian diluar terhadap dirinya meskipun hal tersebut tidak beralasan Contoh Seorang mahasiswa yg gagal dalam satu ujian mengatakan kayaknya saya gak akan lulus dalam setiap ujian Atasan saya mengatakan produktivitas perusahaan sedang menurun tahun ini, saya yakin pernyataan ini ditujukan pada 3. Dichotomus thinking Berpikir ekstrim, menganggap saya. bila suami saya meninggal saya

segala sesuatunya selalu sangat bagus atau 4. Catastrophizing sangat buruk. Berpikir sangat buruk tentang oranag dan kejadian

pikir lebih baik saya mati.

Saya lebih baik tidak mengisi formulir promosi jabatan itu, sebab saya tidak menginginkan dan tidak akan nayaman dengan jabatan itu. Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya sebab ia dating terlambat dari pekerjaannya Teman saya tidak pernah menyukai saya sebab ia tidak mau diajak pergi. Mereka pasti berpikir bahwa dirinya terlalu kurus atau terlalu gemuk

5.

Selective abstraction

Berfokus pada detail, tetapi tidak relavan dengan informasi yang lain. Menggambarka n kesimpulan yang salah tanpa di dukung data. Percaya bahwa seseorang mengetahui pemikiran orang lain tanpa mengecek kebenaranya Exaggregating the importance of events

6.

Arbitary Inference

7.

Mind reading

8.

Magnification

Saya telah meninggalkan makan malam saya, hal ini dapat menunjukan betapa tidak kompetennya saya. Saya sudah berusaha untuk kelihatan baik

10 .

Externalization of self worth

Menentukan tata nilai sendiri untuk diterapkan

pada orang lain

setiap waktu tetapi teman-teman saya tidak menginginkan saya berada di sampingnya.

Peran perawat jiwa dalam kognitif terapi Perawat jiwa memiliki peran penting, peran tersebut terutama adalah bertindak sebagai leader, fasilitator evaluator, dan motivator. Teknik kognitif dirumah sakit jiwa dapat bermanfaat secara efektif terhadap bebagai masalah klinik atau semua rentang usia. Masalh tersebut meliputi: kecemasan (anxiety), gangguan efek (affective), masalh makan (eat-ing), schizophrenia, ketrgantungan zat( substance abuse), gangguan kepribadian( personality disorder). Secara umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik denagn tujuan sebagai berikut: Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity) Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki (Reducing unwanted behavior) Meningkatklan rekreasi (increasing pleasure) Meningkatkan dan memberin kesempatan dalam kemampuan social (Enchancing

social skiil) Ada beberapa teknik kognitif yang harus diketahui perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara opitimal. 2. LOGOTERAPI Secara etimologi, logoterapi berasal dari perkataan yunani logos yang berarti makna atau spirit. Maka logoterapi berfokus pada arti eksisitensi manusia dan usaha mencari arti itu sendiri. Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi : fisisk, psikologis, dan spiritual. memperhitungkan ketiganya. Peran perawat dalam logoterapi Konsep logoterapi dalam psikologi penting sekali diterapkan dalam ilmu kejiwaan. Logoterpi sebagai ilmu psikologi dapat memperkaya knowledge keperawatan jiwa. Hal ini sangat sesuai dengan konsep keperawatan secara umum sebagai berikut: Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang merupakan perpaduan dan itegrasi dari area teori-teori yang berbeda: ilmu-ilmu social, seperti psikologi dan sosiologi , ilmu-ilmu dasar seperti anatomy, fisiologi, mikrobiologi, dan serta ilmu medis tentang diagnosa dan pengobatan terhadap penyakit. Konsep dasar logoterapi mengajarkan kepada klien agar tetap bersikap positif dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.Perawat hendaknya tetap memanfaatkan kondisi lingkunagn sebagai bahan terapi, meskipun keadaan lingkungan penuh dengan stressor. Sharing dan diskusi antara perawat jiwa dengan klien yang berada dalam keadaan cemas dan tertekan Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus

dapat dilakukan dengan cara selalu melihat dan menanyakan hikmah apa yang dibalik semua kejadian yang sedang menimpa dan menjadikan pengalaman tersebut sebagai terapi. Prinsipnya perawat harus memberika stimulus bahwa seburuk apapun lingkungan tetap ada kebaikan yang dapat kita petik. Hal tersebut bisa dilakukan mengingat tujuan keperawatn jiwa adalah untuk tetap meningkatkan kesejahteraan klien dalam berbagai situasi. Perawat harus berperan untuk meminimalkan distress yang merujuk pada penyesuaian diri terhadap distress dengan mengerahkan sumber internal dan eksternal untuk meminimalisir ketegangan. 3. TERAPI KELUARGA Keluarga mungkin merupakan system pendukung utam ayang memberi perawatan langsung pada setiap (sehat-sakit) klien. Umumnya keluaga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuha keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga tersebut. Perawat membantu keluarga agar dapat mampu melakukan lima tugas kesehatan: 1. 2. 3. 4. 5. Mengenal masalah kesehatan Membuat keputusan tindakan kesehatan Memberi perawatan pada anggota yang sehat Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat Menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat

Tujuan terapi keluarga Pentingnya perawatan di lingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi: Keluarga merupakan suatu konteks dimana individu memulai hubungan interpersonal. Keluarga mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku klien, mengemukakan bahwa keluarga mempunyai fungsi dasar memberi kasih saying, rasa aman, rasa dimiliki, dan menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat. Jika keluarga dipandang sebagai suatu sitem, maka gangguan jiwa pada satu anggota keluarga akan mengganggu semua system atau keadaan keluarga. Strategi terapi keluarga Dasar dari ajaran teori komunikasi adalah semua tingkah laku adalah komunikasi.Terapi ini dapat dilakukan oleh klien atau anggota keluarga. Strategi terapi meliputi: a. Reframing : dimana problem ditegaskan kembali oleh ahli terapi/ orang yang melakukan terapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh keluarga. Contoh: Problem yang mengandung arti positif,dan dikembangkan untuk mengartikan suatu masalah. b. Pengendalian perubahan, contoh keluarga diminta untuk melaksanakan beberapa tindakan dan target untuk menagtasi masalh dalam beberapa minggu.

c.

Paradok, contoh pertentangan keluarga ysng tinggi akan menyebabkan perubahan suatu resposn. Anggota keluarga yang baiasanya dominan mencoba untuk tidak dominan, yang biasa mengatur berupaya belajar untuk diatur.

Peran perawat dalam terapi keluaraga Dengan bantuan perawat, keluarga diharapkan mempunyai kemampuan mengatasi masalah dan stabilitas dari status kesehatan yang maksimal mungkin. a. Mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota keluarga misalnya perawat menjelaskan mengapa komunikasi itu penting,apa kesamaan harapan yang di miliki oleh setiap keluarga. b. Memberikan dukungan kepada klien serta system yang mendukung mampu memecah masalah yang dihadapi anggotanya. c. d. Mengkoordinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan. Perawat menunjukan institusi kesehatan mana yang harus bekerja sama denagan keluarga. Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder dan tersier melalui penyuluhan perawatan di rumah, pendidikan dan sebagainya. Terapi keluarga berguna untuk klien yang ; (ndikasi) a. b. c. Segan terhadap psikoterapi individu karena takut, tidak percaya pada terapi, menentang keras pada terap. Tidak/ kurang berpengalaman dengan saudara-saudaranya mempunyai pertentangan dengan anggota keluarga lain tidak/ sukar menyesuaikan diri dlam keluarga. Ada salah satu anggota keluarga yang mempunyai integelensi rendah atau komunikasi keluarga yang terhambat. Peran keluarga dalam terapi 1. Membuat suatu keadaan dimana anggota keluarga dapat melihat bahaya terhadap diri klien dan aktivitasnya, 2. Mengurangi rasa takut Memberikan arahan Menolong mereka dapat merasa senang dengan proses terapinya Menerima keahlian dan melakukan perannya denngan baik klien untuk mencapai tujuan dan uasaha untuk berubah. Perawat meyakinkan bahwa keluarga klien

Tidak merasa takut dan mampu bersikap berduka Menyusun pertanyaan untuk membantu mengurangi rasa takut. Menguatkan anggapan anggota dan menanyakan anggapan individu Mendapatkan fakta tentang rencana proses, kelemahan dalam rencana, persepsi pribadi dan orang lain, persepsi peran dan komunikasi yang baik dan tekniknya, persaan seksual dan aktivitas

3.

Membantu anggota bagaimana memandang orang lain

4. 5.

Observasi sharing bagaiman anggota memanifestasikan dirinya Mengajarkan anggota bagaimana mengobservasi sharing merekka dengan orang lain

Bertanya dan memberikan informasi tak berbelit, Memudahkan dalam memberi dan menerima informasi yang memudahkan bagi anggota keluarga untuk melakukannya. Membangun self esteem Dengan menyatakan saya menghargai kamu Mencatumkan sesuatu yang berharga bagi seseorang Ajukan pertayaan yang dapat dijawab oleh anggota keluarga Menekankan bahwa ahli terapi dan anggota keluarga sanggup belajar dari terapi. Menanyakan anggota keluarga yang lain, apakah klien dapat membawa kebahagiaan bagi anggota keluarga.

6.

Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi Melihat kembali aturan dirumah diman semua anggota berpartisipasi. Menggunakan pendekatan humor Menciptakan ketenangan untuk control

7.

Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistemik Memberitahukan tujuan dengan jelas sampai akhir terapi atau batas waktu untuk evaluasi. Memperlihatkan keluarga sebagai suatu kesatuan bukan bagian Menurunkan ancaman

8.

Pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab Mengingatkan anggota keluarga bahwa meraka dapat merubah diri mereka sendiri. Keterbukaan antar anggota keluarga.

d.

Terapi Lingkungan Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatn manusia. Lingkungangndan situasi rumah sakit yang asing serta pengalaman perawatan yang tidak menyenangkan akan memberi pengaruh besar terhadap kemampuan adaptasi pasien denagn gangguan fisik dan mental. Modifikasi lingkunag menurut Florence adalah sebagai berikut: Udara yang bersih (pure air) Air yang jernih dan sehat (pure water) Pembuangan yang aman dan memadai (efficient drainage) Keadaan lingkugan yang bersih (cleanline) Sinar matahari/ cahaya yang cukup (light)

Peran perawat dalam terapi lingkungan. Perawat sebagai individu yang selalu berda dengan pasien selama 24jam dibandingkan dengan tim anggota kesehatan lainnya sehingga peranannya dalam menyelenggarakan terapi lingkungan sangatlah besar. Peran perawat dalm menyelenggarakan terapi lingkungan adalah: a. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman b. Perawat menciptakan dan mempertahan suasan yang akrab , menyenagkan, saling menghargai diantara sesama perawat, petugas dan pasien. c. Perawat mnciptakan suasana yang aman dan mnjauhkan benda-bend asing yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan, luka terhadap pasien atau perawat. d. Pasien diminta untuk berpartisispasi melakukan kegiatan bagi dirinya dan orang lain seperti yang dilakukan dirumahnya. 9. .Penyelenggara proses sosialisasi Membantu pasien untuk belajar berinteraksi dengan orang lain mempercayai orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain. Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan-perasaannya dan perilakunya secra terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan tertentu. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru. 10. Sebagai teknisi keperawatan Selama proses terapi lingkungan fungsi perawat adalah memberikan/ memenuhi kebutuhan dari pasien, memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan perilaku-perilaku yang menonjol/ menyimpang serta mengidentifikasi masalahmasalah yang timbul dalam terpi tersebut. 11. Sebagai leader dan pengelola dalam pelaksanaan terapi lingkungan perawat harus mampu mengelola sehingga tercipta lingkungan terapeutik yang mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada klien. Jenis-jenis kegiatan terapi lingkungan. Terapi rekreasi Yaitu terapi yang menggunakan salah satu kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mangembangkan kemampuan hubungan social. Didalam kehidupan bangsal yang kegiatan memimpin terapi adalah banyak perawat, energi dimana seperti harus basket, menyesuaikan kegiatan dengan tingkatan umur.Misalkan untuk remaja yang membutuhkan yang mengeluarkan berenang.sedangkan untuk orang tua kegiatan yang tidak mengeluarkan energi banyak sperti, maein kartu, karambol. Terapi kreasi seni

Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama dengan orang lain yang ahli dalam bidangnya,misalnya: a. Dance therapy/ menari Suatu terapi yang menggunakan bentuk ekspresi nonverbal dengan mengguanakn gerakan tubuh dimana mengkomunikasikan tentang perasaanperasaan dan kebutuhan. Kegiatan dapat disesuaikan dengan kultur dan dimana pasien bersal serta RS berbeda. b. Terapi musik Terapi ini dilakukan melalui musik. Dengan musik memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, seperti marah, sedih, kesepian. Pelaksanaan terapi ini dapat dilakukan bersama (kelompok) atau individu. c. Terapi dengan menggambar Dengan manggambarkan atau melukis akan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengeskpresikan tentang apa yang sedang terjadi dengan dirinya.Kegiatan ini dapat dilakukan secara individu atau berkelompok diberbagai sarana sseperti di RS atau dirumah perawatan.dengan menggambar juga dapat menurunkan keteganggan dan memusatkan pikiran pada kegiatan d. Literatur / biblio therapy Terapi dengan kegiatan membaca sperti novel, majalah, buku-buku dan kemudian mendiskusikan diantar pasien tentang pendapat-pendapatnya terhadap topik yang dibaca. Tujuan terapi ini dalah mengembnagkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresika perasaan / pikiran dan perilaku yang sesuai dengan normanorma. Pet therapy

Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri.Sarana yang dipergunakan dalam terapi ini adalah binatang-binatang diman dapat memberikan respon menyenangkan kepada pasien. Plant therapy

Terapi yang bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala sesuatu/ makhluk hidup, dan membantu hubungan yang akrab antara satu pribadi dengan yang lain. Kegiatan ini menggunakan tanaman/ tumbuhan sebagai objek untuk mencapai tujuan terapi. Menanam tumbuh-tumbuhan mulai dari bijisampai menjadi bunga atau buah dan diperbolehkan untuk memetiknya bagi pasien merupakan pengalaman memelihara makhlik hidup denagn kasih sayang dan berhasil diluar dirinya. G. Health Education Skizofrenia

1.

Ajarkan pada keluarga tentang skizofrenia : Skizofrenia adalah gangguan otak yang memengaruhi semua aspek fungsional. Tidak ada penyebab tunggal yang telah ditetapkan, tetapi penelitian menunjukkan bahwa penyebabnya, antara lain genetika, perubahan struktur dan kimia otak, serta berbagai faktor yang berkaitan dengan stres. Gejala-gejalanya dapat mencakup mendengar suara-suara (halusinasi), keyakinan yang keliru (waham), berkomunikasi dengan cara yang sulit dipahami, serta fungsi okupasi dan sosial yang buruk. Gejala-gejala dapat membaik, tetapi dapat juga kambuh terus seumur hidup.

2.

Ajarkan pada keluarga tentang : Obat-obatan antipsikotik yang digunakan; penting bagi klien untuk meminumnya sesuai resep. Efek samping yang banyak terjadi dan dapat diatasi bila segera dilaporkan ke penyedia layanan kesehatan. (Berikan informasi spesifik mengenai obat klien). Menindaklanjuti perawatan dengan ahli terapi atau manajer perawatan merupakan hal yang sangat penting.

3.

Ajarkan pada keluarga tentang cara-cara mengatasi gejala klien : Identifikasi berbagai kejadian yang secara tipikal mengecewakan klien dan memberikan bantuan ekstra sesuai kebutuhan. Catat kapan klien menjadi marah dan lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi ansietas. Tindakan untuk mengurangi ansietas meliputi istirahat, teknik-teknik relaksasi, keseimbangan antara istirahat dan aktivitas, dan diet yang tepat. Catat gejala-gejala yang ditunjukkan klien ketika ia sakit, dan bila ini terjadi anjurkan klien untuk menghubungi penyedia layanan kesehatan (bila ia menolak, Anda harus menghubungi sendiri penyedia layanan kesehatan tersebut). Tidak menyetujui pernyataan klien tentang halusinasi atau waham; beri tahu tentang realitas, tetapi jangan berargumentasi dengan klien.

4.

Informasi tambahan : Ajarkan kepada keluarga tentang perawatan diri. Anjurkan keluarga untuk membicarakan tentang perasaan dan kekhawatiran mereka dengan penyedia layanan kesehatan.

Anjurkan keluarga untuk mau mempertimbangkan bergabung dengan kelompok pendukung atau bantuan masyarakat.

H. Pencegahan

1. Asam lemak omega 3


Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Archives of General Psychiatry Februari 2010 mengenai pemberian asam lemak omega 3 untuk pencegahan skizofrenia pada pasien yang rentan skizofrenia. Disain penelitian ini adalah acak, tersamar berganda, kontrol plasebo melibatkan 81 sampel. Sampel penelitian adalah pasien rentang usia 13-25 tahun yang memenuhi kriteria berisiko psikosis. Intervensi yang dilakukan adalah pemberian kapsul asam lemak tidak jenuh omega 3 sebanyak 4 kapsul sehari dengan kandungan total 1,2 gram/hari yang diberikan selama 12 minggu. Selama 12 minggu tersebut pasien tidak mendapat obat antipsikotik ataupun mood stabilizer.

I.

Prognosis Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 1020 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angkaangka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.

2.3 Analisa Kasus Film Secret Windows Berdasarkan cerita yang terkandung di dalam film Secret Windows, terdapat beberapa hal yang dapat dianalisa dari cerita tersebut. Di dalam cerita film tersebut, pemeran utama yakni Mort Rainey yang diperankan oleh Johnny Depp, menunjukkan beberapa gejala kejiwaan yang mengarah pada gangguan jiwa SKIZOFRENIA. Berdasarkan cerita di dalam film, penyakit skizofrenia yang di derita Mort Rainey mungkin disebabkan oleh tekanan mental berlebih yang ia rasakan untuk menyelesaikan akhir cerita dari skenario yang ia buat sendiri (di dalam film pemeran utama berperan sebagai penulis naskah cerita) terlebih lagi diperberat oleh proses perceraian yang sedang ia jalani dengan istri yang sangat ia cintai sehingga Mort Rainey sering mengalami halusinasi dengan adanya gambaran atau bayangan akan tokoh-tokoh yang terdapat di dalam naskah yang ia buat sendiri dan tanpa sadar ia melakukan hal-hal yang dijelaskan di dalam naskah yang dibuatnya seperti membunuh mantan istri. Pada penyakit Skizofrenia sendiri, terdapat dua kategori gejala utama yaitu gejala positif atau gejala nyata dan gejala negatif atau gejala samar . Beberapa gejala positif atau gejala nyata yang ditunjukkan di dalam film antara lain halusinasi, waham, dan perseverasi. Halusinasi itu sendiri adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas. Apabila dikaitkan dengan film tersebut, di dalam film dinyatakan bahwa pemeran utama sering berkomunikasi dengan seseorang yang dirasa selalu mengikuti dan menerornya padahal dalam kenyataannya orang tersebut tidak ada dan tidak dapat dilihat oleh orang lain selain oleh Mort Rainey (pemeran utama). Selain itu pada bagian akhir film tersebut, Mort Rainey memiliki konflik pemikiran dan emosi dengan bayangan dirinya sendiri yang digambarkan lebih kuat dari salah satu sisi pribadi Mort Rainey (semacam kepribadian terbelah/ kepribadian ganda). Waham adalah keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam realitas. Dan di dalam film tersebut, Mort Rainey digambarakan sebagai seseorang yang mengalami gejala waham kejar dimana Mort Rainey merasa menjadi korban atau dimata-matai oleh John Shooter yang sebenarnya tidak ada di dalam realitas. Perseverasi adalah terus-menerus membicarakan satu topik atau gagasan dan pengulangan kalimat, kata, atau frasa secara verbal. Di dalam cerita film sendiri gejala perseverasi tersebut diperkuat dengan frekuensi yang sangat sering dalam pengucapan kalimat You know.the only thing that matters is the ending. Its the most important part of the story, the ending. And this one..is very good. This ones perfect.. Sedangkan untuk gejala negatif atau gejala samar, terdapat beberapa gejala yang ditunjukkan di dalam cerita film tersebut seperti anhedonia yaitu merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup, aktivitas, atau hubungan yang di dalam cerita diperkuat dengan Mort Rainey yang hanya senang berdiam diri di rumah peristirahatannya yang berada di daerah terpencil dan hanya makan snack selama 30 tahun, tidak memperhatikan kebersihan diri dengan tidak pernah mandi, dan hanya bermalas-malasan tidur-tiduran di sofa lusuhnya.

2.4 Asuhan Keperawatan ASKEP Pengkajian : Pengumpulan Data A. Biodata 1. Nama 2. Usia 3. Status 4. Alamat 5. Jenis kelamin 6. Pendidikan 7. Pekerjaan 8. Agama 9. Suku bangsa : Tn. Morth Rainey :: Menikah (Proses Perceraian) :: Pria :: Penulis Novel ::-

Do Sering berbicara sendiri Cemas Halusinasi Anhedonia Membunuh orang terdekat Menggerakkan bibir tanpa ada suara Merasa terancam Merasa gelisah

Ds

B. Pengkajian umum dan prilaku motorik 1. Hygiene dan berhias 2. Pakaian yang pantas 3. Postur 4. Kontak mata : Kurang bersih : Jarang berganti pakaian ::-

5. Prilaku gerak gerik yang tidak biasa 6. Cara bicara

: tergesa-gesa, : menggerak-gerakkan bibir

C. Mood dan afek 1. Emosi yang diungkapkan 2. Ekspresi wajah 3. Dorongan untuk mencelakakan diri : ketakutan : ketakutan,cemas :-

D. Proses dan isi pikir 1. Isi (yang klien pikirkan) merasa ada orang lain yang menuduh dia : mencuri cerita orang lain, tetapi pada

kenyataannya cerita tersebut adalah cerita yang dia tulis sendiri 2. Proses (cara berfikir klien) Halusinasi :

E. Konsep diri 1. Pandangan personal tentang diri 2. Gambaran fisik diri 3. Kualitas / sifat personal : percaya diri : kotor, tidak rapi :

F. Peran dan hubungan 1. Peran saat ini 2. Kepuasan dalam peran 3. Keberhasilan dalam peran 4. Hubungan yang signifikan 5. System pendukung :::::-

G. Perkembangan fisiologis dan perawatan diri 1. Pola makan Hanya makan potato chips selama 30 tahun. 2. Pola tidur Tidak teratur, sering bangun tiba-tiba. 3. Masalah kesehatan 4. Kepatuhan terhadap pengobatan yang diprogramkan 5. Kemajuan melakukan aktifitas tubuh sehari hari :::: :

Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi PERENCANAAN TUJUAN Pasien : KRITERIA EVALUASI Setelah , pertemuan S.P 1 pasien dapat 1. Bantu pasien mengenal halusinasi : Isi Waktu terjadinya Frekuensi Situasi Pencetus Perasaan saat terjadi halusinasi 2. Latih Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindikannya meliputi : Menjelaskan cara menghardik halusinasi Memperagakan cara menghardik Meminta pasien memperagakan ulang Memantau penerapan INTERVENSI

No.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan Sensori

1.

Persepsi Halusinasi 1. Pasien Mengenali

halusinasi yg di alaminya menyebutkan isi, 2. Pasien dapat mengontrol waktu, frekuensi, halusinasinya pengobatan secara optimal situasi pencetus, memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi 3. Pasien mengikuti program perasaan dan mampu

cara ini, beri penguatan perilaku pasien 3. Memasukan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah . Pertemuan S.P. 2 pasien mampu menyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu memperagakan cara bercakap cakap dengan orang lain 1. Evaluasi kegiatan yg lalu (SP 1) 2. Melatih berbicara / bercakap dgn orang lain saat halusinasi muncul 3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah Pertemuan S.P. 3 pasien mampu mnyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu menbuat jadwal kegiatan sehari hari & mampu memperagakannya 1. Evaluasi Kegiatan yg lalu (SP. 1 & 2 ) 2. Melatih kegiatan agar halusinasi tdk muncul Tahapannya : Menjelaskan pentingnya aktivitas yg teratur u/ mengatasi halusinasi Mendiskusikan aktivitas yg biasa dilakukan oleh pasien Melatih pasien melakukan aktivitas Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dgn aktivitas yg telah dilatih ( dari bangun pagi sampai tdr mlm) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan terhadap perilaku pasien yg (+)

Setelah Pertemuan pasien mampu mnyebutkan kegiatan yg sudah dilakukan dan mampu menyebutkan manfaat dari program pengobatan

S.P. 4 1. Evaluasi Kegiatan yg lalu (SP. 1, 2 & 3 ) 2. Tanyakan program pengobatan. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pd gangguan jiwa. Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program Jelaskan akibat bila putus obat Jelaskan cara mendapatkan obat / berobat 3. Jelaskan pengobatan (5 B) 4. Latih pasien minum obat 5. Masukan dalam jadwal

Keluarga : Dapat merawat pasien di rumah dan menadi sistem pendukung yg efektif untuk pasien

Setelah Pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi

S.P. 1 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien. 2. Jelaskan tentang halusinasi Pengertian halusinasi Jenis halusinasi yg dialami pasien Tanda & gejala halusinasi Cara mwrawat pasien halusinasi ( cara berkomunikasi, pemberian obat & pemberian aktivitas kpd pasien) Sumber-sumber pelayanan kesehatan yg

bisa dijangkau 3. Bermain peran cara merawat 4. Rencana tindak lanjut keluarga , jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah . Pertemuan Keluarga. Mampu menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu memperagakan cara merawat pasien

S.P. 2 1. Evaluasi kemampuan Kelg. (SP. 1) 2. Latih Keluarga merawat Pasien 3. RTL Kelg. / Jadwal Keluarga untuk merawat Pasien

Setelah Pertemuan keluarga mampu menyebutkan kegiatan yg sudah memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL Setelah Pertemuan keluarga kegiatan yg sudah melaksanakan Follow Up rujukan

S.P. 3 1. Evaluasi kemampuan klg (SP. 2) 2. Latih klg merawat pasien untuk merawat pasien

dilakukan dan mampu 3. RTL keluarga / jadwal klg

S.P. 4 1. Evaluasi kemampuan klg Pasien. Follow Up Rujukan

mampu menyebutkan 2. Evaluasi Kemampuan dilakukan dan mampu 3. RTL keluarga :

BAB III PENUTUP

SIMPULAN Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak. Pada otak terjadi proses penyampaian pesan secara kimiawi ( neurotransmitter) yang akan meneruskan pesan sekitar otak. Pada penderita skizofrenia, produksi neurotransmitter-dopamin- berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbangberlebihan atau kurang penderita dapat mengalami gejala positif dan negatif. Perawat jiwa memiliki peran penting, peran tersebut terutama adalah bertindak sebagai leader, fasilitator evaluator, dan motivator. Teknik kognitif dirumah sakit jiwa dapat bermanfaat secara efektif terhadap bebagai masalah klinik atau semua rentang usia. Masalh tersebut meliputi: kecemasan (anxiety), gangguan efek (affective), masalh makan (eat-ing), schizophrenia, ketrgantungan zat( substance abuse), gangguan kepribadian( personality disorder). Secara umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik denagn tujuan sebagai berikut: Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity) Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki (Reducing unwanted behavior) Meningkatklan rekreasi (increasing pleasure) Meningkatkan dan memberin kesempatan dalam kemampuan social (Enchancing social skiil) Ada beberapa teknik kognitif yang harus diketahui perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara opitimal.

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan & Sadock, 1997, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi 7 Jilid 2, Binarupa Aksara. Jakarta Stuart & Sudeen, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3 EGC, Jakarta Keliat, B, Herawati, 1999, Proses Keperawatan Jiwa, EGC Jakarta Johnson Marion, dkk, 2000, Nursing Outcome Classification (NOC), Mosby Nanda, 2005, Diagnosis Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi, Nursing Intervention. Waramis, W.F. 1994. catatan Ilmu Kedoktern Jiwa. Penerbit : Airlangga University Press. Prawirohardjo, Soejono. 1973. Klasifikasi Penyakit Jiwa dan Aspek-Aspek pengobatannya. Yogyakarta.esmartschool.

You might also like