You are on page 1of 37

LAPORAN PBL 1 BLOK MENTAL HEALTH Kenapa ya, Batake jadi begini ...

Tutor : dr. Setiawati dr. Diah Krisnansari, M.Si

Kelompok III

Sri Wahyudi Yanuary Tejo B. Rahmi Laksita Rukmi Yanuar Firdaus Semba Anggen R. Dhyaksa Cahya P. Indah Permata Sari Anggita Dyah Intan S. Nita Irmawati Yuni Hanifah Radityo Arif

G1A009049 G1A009062 G1A009073 G1A009079 G1A009085 G1A009088 G1A009092 G1A009095 G1A009096 G1A009097 K1A005036

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2012

BAB I PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Skizofrenia merupakan penyakit mental yang paling menyebabkan suatu kemunduruan. Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama,

perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Di Indonesia angka penderita skizofrenia 25 tahun yang lalu (PJPT I) diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. Pada tahun 2003 di ruang jiwa c RSU Dr Soetomo ada 351 penderita yang rawat inap dan 202 diantaranya menderita skizofrenia yang mana 70% berusia antara 15 24 tahun. Oleh karena kejadian skizofrenia sangat tinggi, laporan ini disusun untuk mengetahui penjelasan lebih lanjut mengenai skizofrenia.

BAB II PEMBAHASAN

Informasi I Seorang pemuda berusia 18 tahun bernama Batake Mori (BM), datang ke IGD RS dibawa oleh ibu dan pamannya karena hanya berdiam diri dan duduk dengan posisi yang tidak berubah dalam waktu yang lama 1-2 jam.

Riwayat Penyakit Sekarang ( dari alloanamnesis dengan ibu pasien ) Sejak satu tahun yang lalu pasien menunjukkan perubahan tingkah laku. Keluhan terjadi secara bertahap dan semakin lama dirasakan semakin berat. Pada awalnya pasien terlihat tidak mau beraktivitas apapun, sering terlihat bicara sendiri, bicara meracau, pandangan kosong, jalan seperti robot dan sering menggerak-gerakan telapak tangan kanan secara berulang-ulang dalam beberapa waktu. Ibu pasien juga mengeluhkan bahwa pasien menjadi sulit mandi dan cenderung tidak mau mandi jika tidak dipaksa. Terkadang pasien mengamuk bila dimandikan secara paksa oleh ibunya. Pada malam hari pasien sering terbangun dan sulit untuk tidur kembali. Selain itu, pasien menjadi sering tidak mau makan maupun minum. Seiringan dengan hal tersebut pasien menjadi sering bolos sekolah dan akhirnya diberhentikan dari sekolah. Perubahan tingkah laku pasien bermula dari ketika pasien menginginkan sepeda motor tetapi orang tua pasien tidak memiliki cukup biaya untuk memenuhi keinginan tersebut. Pasien bersekolah di sebuah sekolah STM swasta yang cukup elit dimana kehidupan teman-teman pasien cukup berlebihan, oleh karena itu pasien sangat menginginkan memiliki sebuah sepeda motor. Hal ini menjadi tekanan tersendiri untuk pasien tetapi pasien tidak pernah menceritakan hal ini kepada ibunya. Ibu pasien mengatakan terkadang secara tiba-tiba pasien meminta maaf kepada ibunya.

I.

Identifikasi Masalah Informasi Pasien: Nama Pasien Umur RPS Keluhan utama : berdiam diri dan duduk dengan posisi yang tidak berubah selama 1-2 jam Onset Progresifitas : 1 tahun yang lalu : secara bertahap, semakin lama semakin berat : Batake Mori : 18 tahun

Faktor pencetus : pasien ingin memiliki sepeda motor namun tidak dikabulkan oleh orang tuanya Gejala penyerta : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tidak mau beraktivitas apapun Sering terlihat bicara sendiri Bicara meracau Pandangan kosong Jalan seperti robot Sering menggerakan telapak tangan kanan secara berulang Sulit mandi Cenderung tidak mau mandi jika dipaksa Mengamuk bila dimandikan secara paksa

10. Tidak mau makan atau minum Riwayat Pendidikan : pasien bolos sekolah, lalu diberhentikan karena sakit

II. Analisis Masalah 1. Symptomatologi pada gangguan jiwa Gejala gangguan kognitif a. Bentuk Pikir 1. Gangguan mental : Sindrom perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis, disertai dengan penderitaan/distress dan disabilitas/ ketidakmampuan umum

2. Psikosis : Ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi, gangguan tes realita dengan menciptakan realita baru 3. Berpikir tidak logis : Berpikir dengan kesimpulan salah, tidak nyata, bukan karena nilai cultural atau deficit intelektual 4. Autisme : preokupasi dengan dunia dalam dan pribadi, hidup di alamnya sendiri, putus hubungan dengan dunia luar. Biasanya ditandai dengan melamun dalam dan panjang, kaget bila diajak bicara atau bahkan tidak ada kontak social, senyum sendiri dan bicara sendirian. b. Isi Pikir 1. Miskin isi pikir : pikiran sedikit informasi, pengulangan kosong 2. Waham nihilistik : keyakinan bahwa sesuatu termasuk dirinya nihil 3. Waham somatic : waham yang berkaitan dengan fungsi tubuh 4. Waham serasi afek : waham yang serasi dengan afek 5. Waham tidak serasi afek: waham yang tidak serasi dengan afek 6. Waham paranoid : waham persecutory/penyiksaa, kebesaran, ideas of reference, diancam, cemburu 7. Waham bersalah 8. Waham bizarre : thought of being control, thought withdrawl, thought insertion, thought broadcasting, thought echo 9. Waham logis : waham rendah diri, idea bunuh diri, waham kebesaran, waham cemburu, waham curiga, waham diancam c. Progresi Pikir 1. Neologisme : Kata-kata baru yang diciptakan pasien (autism

infantile, skizofren) 2. World salad (skizofren) 3. Inkoherensi : gabungan kata-katta dalam satu kalimat yang tanpa tata bahasa sehingga tak dimengerti maknanya (skizofren) 4. Verbegerasi 5. Ekolali 6. Irrelevansi : pengulangan kata-kata yang tak berarti : pengulangan kata-kata seseorang tanpa ujian : jawaban yang tidak relevan : campuran kata dan frasa yang membingungkan

7. Clang assosiasion: asosiasi bunyi 8. Flight of ideas : bicara yang melompat-lompat dalam penyampaian isi pikiran 9. Blocking sebelum selesai 10. Sirkumstansial 11. Tangensial 12. Logorrhea : bicara banyak sekali, nada tinggi, sulit diinterupsi : penyampaian aliran pikiran terputus mendadak

13. Poverty of speech: sedikit jumlah kata dalam pembicaraan 14. Kemiskinan isi bicara : jumlah kata adekuat tetapi sedikit informasi 15. Disartria : sulit artikulasio

Gejala gangguan afektif a. Afek Afek adalah ekspresi emosi yang terlihat, mungkin tidak konsisten dengan emosi yang dikatakan penderita. Misalnya afek disforik pada gangguan depresi. Macam-macam afek yaitu : 1. Afek sesuai / appropriate : irama emosi harmonis dengan isi pikiran/gagasan dan pembicaraan yang menyertai 2. Afek in-appropriate : irama emosi tidak harmonis dengan isi pikiran/gagasan dan pembicaraan yang menyertai 3. Afek tumpul : gangguan afek yang dimanifestasikan sebagai penurunan afek yang berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar 4. Afek terbatas : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang berat dari afek tumpul, tapi jelas penurunannya 5. Afek datar : tidak/hampir tidak ada tanda ekspresi afek suara monoton dan wajah tak bergerak 6. Afek labil : perubahan irama perasaan yang cepat, tiba-tiba, tidak berhubungan dengan stimuli eksternal.

b. Mood Mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara subyektif dan dilaporkan oleh pasien serta terlihat oleh orang lain. Macam-macam mood yaitu : 1. Mood disforik : mood yang tidak menyenangkan 2. Expansive mood : mood yang meluap-luap 3. Mood yang iritabel : mudah diganggu/marah 4. Mood elevasi/elasi : mood yang lebih ceria dari biasanya, suasana keyakinan/kesenangan 5. Euphoria : elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran 6. Depresi : perasaan sedih yang psikopatologis 7. Anhedonia : hilang minat 8. Alektimia : ketidakmampuan menggambarkan emosi/mood 9. Kecemasaan : perasaan ketakutan oleh karena dugaan bahaya, berasal dari dirinya sendiri atau dari luar c. Emosi yang lain 1. Kecemasan yang mengembang bebas : rasa takut yang meresap dan tidak terpusatkan pada gagasan tertentu 2. Ketakutan : kecemasan oleh karena bahaya yang dikenali secara sadar dan realistis 3. Agitasi : kecemasan yang berat disertai kegelisahan motorik 4. Ketegangan : peningkatan aktifitas motorik dan psikologik yang tak menyenangkan 5. Panik : serangan kecemasan yang akut, episodic, dan berat disertai dengan perasaan ketakutan yang hebat dan perangsangan otonomik 6. Apati : irama emosi yang tumpul disertai dengan ketidakacuhan 7. Ambivalen: menerima impuls berlawanan pada waktu dan hal yang sama d. Gangguan psikologik yang berhubungan dengan mood Merupakan suatu tanda disfungsi somatic (otonomik) pada seseorang, sering dijumpai pada gangguan depresi.

1. Anoreksia >< hiperfagia 2. Insomnia >< hipersomnia 3. Variasi diurnal (perubahan pagi-siang-malam) 4. Penurunan libido (penurunan minat, dorongan, daya seksual) 5. Konstipasi : kesulitan defekasi Gejala gangguan persepsi a. Halusinasi dengar : perintah, ancaman, komentar, pembicaraan b. Halusinasi visual : biasanya pada gangguan mental organik

c. Halusinasi olfaktoria: halusinasi berkaitan dengan indera penciuman d. Halusinasi gustatoris : halusinasi berkaitan dengan pengecapan e. Halusinasi taktil : halusinasi sentuhan f. Halusinasi hipnagonik : persepsi sensoris palsu yang terjadi saat akan tertidur g. Halusinasi hipnopompik : persepsi sensoris palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur Gejala gangguan psikomotor a. Perilaku motorik 1. Ekopraksi : menirukan gerakan orang lain tanpa motivasi 2. Katatonia (kelainan motorik anorganik), antara lain: a. Katalepsi: posisi aneh yang dipertahankan menetap b. Katatonik: aktifitas motorik yang teragitasi tanpa tujuan, tanpa stimulasi eksternal c. Stupor katatonik: sikap mematung d. Rigiditas katatonik: kekakuan tubuh tanpa kelainan organik e. Flexibilitas cerea: sikap lemah gemulai seperti lilin f. Negativisme: tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk menggerakkan atau terhadap semua instruksi 3. Stereotipi : pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang 4. Otomatisme perintah : melakukan semua perintah tanpa dipikir 5. Mutisme : tidak mau bicara sepatah kata pun dalam waktu cukup lama

6. Agresi : tindakan yang kuat dan diarahkan tujuan tertentu, verbal atau fisik, bagian motorik dari afek kekerasan, kemarahan, atau permusuhan b. Overaktifitas 1. Agitasi : overaktifitas motorik dan kognitif, tidak produktif, serta respon dari ketegangan dalam 2. Hiperaktifitas : aktifitas yang lebih dari biasanya 3. Kompulsif : impuls (tindakan mendadak) yang tak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara berulang 4. Hipoaktif : aktifitas yang berkurang dari biasanya

2. Jenis-jenis sindrom pada gangguan jiwa dan sindrom yang ditemukan pada pasien a. Sindrom skizofren: autisme, halusinasi dengar diskusi, inkoherensi, withdrawl fungsi peran, dll b. c. Sindrom katatonik: automatisme perintah, agitatif, agresif, stupor, dll Sindroma depresi: reming, blocking, disforik, distimik, anhedonia, sulit tidur, tidak bergairah, kelelahan, dll d. Sindroma psikotik: halusinasi dengar, waham logis

Selain keempat sindrom yang terdapat pada pasien, masih terdapat beberapa sindrom yang bisa dikenali, yaitu: a. Sindrom paranoid: halusinasi dengar ancaman, waham cemburu, waham curiga, dll b. Sindrom manik: eforia, hiperaktif, logorhe, grandious

3. Klasifikasi gangguan jiwa Menurut PPDGJ III a. Gangguan mental organik dan simtomatik (F00-F09) Ciri khas: etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder b. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif (F10-F19) Ciri khas: etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder c. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham (F20-F29) Ciri khas: gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas d. Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) (F30-F39) Ciri khas: gejala gangguan afek (psikotik dan non-psikotik) e. Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan stress (F40F49) Ciri khas: gejala non-psikotik, etiologi non-organik f. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik (F50-F59) Ciri khas: gejala disfungsi fisiologis, etiologi non-organik g. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa (F60-F69) Ciri khas: gejala perilaku, etiologi non-organik

h.

Retardasi mental (F70-F79) Ciri khas: gejala perkembangan IQ, onset masa kanak-kanak

i.

Gangguan perkembangan psikologis (F80-F89) Ciri khas: gejala perkembangan khusus, onset masa kanak-kanak

j.

Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak-kanak dan remaja (F90-F98) Ciri khas: gejala perilaku/emosional, onset masa kanak-kanak Dalam penegakan diagnosis gangguan jiwa berdasarkan PPDGJ-III

kelompok-kelompok gangguan jiwa di atas dikelompokkan berdasarkan suatu hierarki, di mana suatu gangguan yang terdapat dalam urutan hierarki lebih tinggi, mungkin mempunyai ciri-ciri dari gangguan yang terletak dalam hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Sehingga, kriteria diagnosis baru bisa dipastikan setelah kemungkinan kepastian diagnosis atau diagnosis banding dalam kelompok di atasnya dapat ditiadakan secara pasti. Klasifikasi Lain Gangguan jiwa berdasarkan etiologinya dibagi menjadi: a. Gangguan jiwa organik yaitu gangguan jiwa disebabkan adanya gangguan fungsi ataupun kelainan anatomi otak, atau disebabkan oleh penyakit sistemik yang berakibat pada gangguan fisiologi otak b. Gangguan jiwa psikogenik, yaitu munculnya gangguan jiwa sebagai akibat dari faktor psikososial (misalnya ada stressor psikososial) Gangguan jiwa menurut berat ringannya gejala a. Gangguan jiwa ringan b. Gangguan jiwa berat

4. Cara penegakan diagnosis gangguan jiwa a. Alloanamnesis, meliputi: 1. Keluhan Utama : sebab utama pasien datang ke pelayanan kesehatan 2. RPS : keluhan, gejala dan tanda yang bisa dirasakan oleh

penderita dan keluarganya, keluhan masih ada

3.

RPD

: keluhan, gejala dan tanda yang pernah dialami

pasien, sudah pernah sembuh sempurna 4. Faktor pencetus : faktor yang berkaitan langsung dengan

munculnya gangguan jiwa 5. 6. Riwayat keluarga Silsilah keluarga keluarga alur ke atas 7. Riwayat persalinan : usia kehamilan ibu pasien saat : keluarga yang mengalami gangguan jiwa : menelusuri riwayat gangguan jiwa dalam

mengandungnya, proses persalinan 8. Riwayat perkembangan awal : yang mengasuh pasien dan pola asuh sampai pasien berumur 5 tahun 9. Riwayat perkembangan seksual : usia menarche dan siklus menstruasi (pada wanita), perubahan intonasi suara, usia mulai tertarik lawan jenis 10. Aktifitas moral spiritual : aktifitas keagamaan pasien sebelum sakit 11. Riwayat pendidikan : proses pendidikan pasien, lancar atau tidak 12. Riwayat kehidupan remaja/dewasa : peer grup, hubungan percintaan 13. Riwayat pekerjaan : ketekunan, inovasi, dan tanggungjawab

pasien dalam pekerjaan 14. Aktifitas sosial : aktifitas sosial pasien dalam 1 tahun seperti

pekerjaan, interpersonal, peran, dll. b. Autoanamnesis (pemeriksaan psikiatri) 1. 2. Kesan Umum Sikap : tampak/ tidak tampak sakit jiwa : normal, menunduk, grandious, hostility, bizzare (katatonik), gelisah, tegang 3. Tingkah laku agresif) 4. 5. 6. Kesadaran Orientasi Proses pikir - Bentuk pikir : normal/logis/realistis/tak realistis, autisme : compos mentis, menurun (somnolen-koma) : orang/waktu/tempat : normal, hipo/hiperaktif, disaktif (stereotipi,

- Isi pikir

:normal, waham (curiga, cemburu, bizzare/aneh)

- Progresi pikir

:normal, reming, blocking, mutisme, logorhe, irrelevansi, inkoherensi

7. 8.

Roman muka Afek

:normal, sedikit/banyak mimik :normo afek, appropriate, inappropriate,

disforik, elasi, eufori, irritable, cemas 9. Hubungan jiwa :mudah/sukar ditarik, mudah/sukar dicantum :halusinasi, ilusi, tak ada gangguan persepsi :baik-kurang-buruk

10. Persepsi 11. Insight/tilikan diri c.

Sindrom-sindrom : merupakan kumpulan gejala yang didapatkan dari hasil alloanamnesis dan autoanamnesis

III. Hipotesis 1. Skizofrenia Alasan: a. Ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): 1. - Thought echo - Thought insertion or withdrawal - Thought broadcasting 2. - Delusion of control - Delusion of influence - Delusion of passivity - Delusional perception 3. 4. Halusinasi auditorik Waham aneh yang menetap

b. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: 1. 2. 3. halusinasi Inkoherensi Perilaku katatonik, seperti fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

4.

Gejala-gejala "negatif

c. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih. d. Deteriorasi atau gangguan fungsi sosial

2. Gangguan Bipolar episode depresi mayor Pada gangguan bipolar episode depresif terdapat gejala utama dan gejala lain. a. Gejala utama 1. 2. 3. Afek depresif Kehilangan minat dan kegembiraan Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas b. Gejala lain 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Konsentrasi dan perhatian berkurang Harga diri dan kepercayaan diri berkurang Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri Tidur terganggu Nafsu makan berkurang

Pada pasien ini, terdapat beberapa gejala yang terdapat pada episode depresif, di antaranya tidur terganggu, nafsu makan berkurang, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energy untuk keadaan yang mudah lelah, juga terdapat waham bersalah atau berdosa.

3. Gangguan depresi berat dengan ciri psikotik Alasan: a. Terapat faktor-faktor pencetus depresi seperti lingkungan sekolah yang elit dan permintaan yang tidak terpenuhi serta tidak pernah menceritakan masalah kepada keluarga b. Terdapat beberapa ciri psikotik pada pasien seperti adanya waham bersalah dan perilaku kacau (mengamuk saat disuruh mandi)

Informasi 2 Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat mondok (-) Hal-hal yang Mendahului Penyakit 1. Faktor Organik Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala yang berat, kejang maupun panas tinggi. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kencing manis dan stroke. 2. Faktor Psikososial Pengaruh sekolah elit pasien sehingga pasien berkeinginan untuk memiliki sepeda motor yang tidak dapat terpenuhi. Riwayat Keluarga Ada keluarga pasien yang mempunyai riwayat penyakit yang sama yaitu sepupu pasien dari pihak ibu. Kepribadian Sebelum Sakit Sejak masih remaja, pasien cenderung pendiam dan tertutup, jarang menceritakan permasalahan yang dihadapi kepada orang tua dan teman-temannya. Riwayat Persalinan Pasien dilahirkan di Pemalang saat usia ibunya 20 tahun. Kehamilannya dikehendaki dan keadaan ibu saat melahirkan dalam keadaan sehat dan bahagia. Pasien dilahirkan di bidan saat umur kehamilan 9 bulan dengan jalan persalinan normal. Berat badan saat lahir + 3500 gram, keadaan bayi setelah lahir terus menangis kuat. Pasien adalah anak pertama dari suami pertama. Riwayat Perkembangan Awal Sampai dengan usia 5 tahun, pasien dibesarkan dan diasuh oleh nenek dari pihak ibu pasien. Kemudian sejak usia 6 tahun sampai dengan sekarang diasuh oleh ibunya. Riwayat perkembangan fisik semasa balita tidak ada masalah. Umur waktu tengkurap sekitar 4 bulan, umur 9 bulan sudah bisa berjalan dan berbicara. Kesehatan secara umum baik, termasuk jarang sakit. Pada masa kanak-kanak tidak ada riwayat mengompol, menggigit kuku, menghisap jari atau jempol. Pasien hidup bersama ayah tiri dan ibu kandung sejak berusia 6 tahun. Pasien memiliki 1 adik dari suami kedua ibunya. Kehidupan rumah tangga ibu pasien

cukup bahagia dan pasien juga disayang oleh ayah tirinya. Tidak ada perbedaan kasih sayang yang diberikan oleh ayah tiri pasien kepada pasien dan adik tirinya. Riwayat Perkembangan Seksual Tidak didapatkan informasi yang jelas Riwayat Pendidikan Usia pasien saat pertama kali sekolah adalah 7 tahun dan berhenti sekolah saat usianya 18 tahun. Pendidikan terakhir adalah STM kelas 2 dan tidak melanjutkan ke kelas 3 karena pasien sakit sampai sekarang ini. Riwayat Perkawinan: Pasien belum menikah Riwayat Pekerjaan: Pasien belum bekerja Aktivitas Moral Spiritual Pasien termasuk rajin beribadah sejak mulai remaja. Setelah sakit, pasien tidak beribadah lagi. Aktifitas Sosial Dalam satu tahun ini, hubungan interpersonal pasien dengan keluarga baik. Pasien cenderung menarik diri dari keluarga dan teman-temannya. Kesan : Alloanamnesis dapat dipercaya

Informasi 3 Autoanamnesis (Pemeriksaan Psikiatrik) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kesan Umum Sikap Tingkah laku Kesadaran Orientasi Proses pikir a. b. c. 7. 8. 9. Bentuk pikir : Tidak realistis, autisme Isi pikir : thought of insertion, waham berdosa : Tampak sakit jiwa : Stupor katatonik, rigiditas katatonik : Hipoaktif : Compos mentis : Orang/Waktu/Tempat/Situasi: Jelek

Progresi pikir: flight of ideas, inkoherensi : Sedikit mimik


: Tumpul

Roman muka Afek

Gangguan persepsi : Halusinasi dengar (+)

10. Hubungan jiwa 11. Perhatian 12. Insight

: Sedang : Mudah ditarik, sukar dicantum : Jelek

Diagnosis Multiaksial Diagnosis pada kasus-kasus kejiwaan merupakan suatu diagnosis multiaksial yang terdiri dari komponen-komponen berikut: Axis I : Gangguan klinis dan kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis Axis II : Gangguan kepribadian dan retardasi mental Axis III: Kondisi medik umum Axis IV: Masalah psikososial dan lingkungan Axis V : Penilaian fungsi secara global Pada pasien Batake Mori, diagnosis multiaksialnya adalah sebagai berikut: Aksis I : F20.2 Skizofrenia Katatonik Aksis II : (sasaran belajar) Aksis III: Aksis IV: Lingkungan sekolah elit, keinginan tidak terpenuhi Aksis V : skor GAF 40

IV. Sasaran Belajar 1. Cara pemeriksaan autoanamnesis dan interpretasinya Autoanamnesis (Pemeriksaan Psikiatri) a. KesanUmum : 1. Penampilan (postur, ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, dan kuku). Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penampilan adalah : tampak sehat, sakit, agak sakit, seimbang, kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, seperti anak-anak, kacau, gelisah. 2. b. c. Tatapanmata : berbinar, hidup, kosong, terarah pada suara

Sikap ( datar, menggoda, bekerjasama, menantang, agresif, gaduh ) Tingkah laku (mengiringisikapnya, kalau merunduk : hipoaktif, kalau menantang: hiperaktif, kalau aneh : disaktif).

d.

Orientasi 1. Waktu : baik/buruk

2. 3. 4. e.

Tempat:baik/buruk Orang : baik/buruk Situasi :baik/buruk

Kesadaran 1. 2. Kualitatif :menurun (kesadaranberkabut,somnolen sampai koma) Kuantitatif : compos mentis (memakai Glasgow Coma Scale).

f.

Proses fikir Pikiran dibagi menjadi bentuk, isi dan progresi pikir. Bentuk piker dimaksudkan sebagai cara dimana seseorang menyatukan gagasan dan asosiasi yaitu bentuk dimana seseorang berpikir. Proses atau bentuk pikiran mungkin logis atau koheren atau sama sekali tidak logis dan bahkan tidak dapat dimengerti. Isi pikiran dimaksudkan pada apa yang sesungguhnya dipikirkan oleh seseorang, gagasan, keyakinan dan obsesi. 1. 2. 3. Bentuk fikir: realistic/nonrealistic Isi fikir : waham curiga, idea of reference Progresi fikir: remming,blocking

g. h.

Roman muka : normo/sedikit/banyak mimic/tegang Afek Afek adalah respon emosional pasien yang tampak. Afek adalah apa yang disimpulkan oleh pemeriksa dari ekspresi wajah pasien. Afek mungkin sesuai dengan mood atau tidak sesuai. Afek digambarkan dalam : normal, terbatas, tumpul, atau datar,

appropriate/ in appropriate, disforik, elasi, eufori. i. Gangguanpersepsi Gangguan persepsi seperti halusinasi atau ilusi mungkin dialami berkenaan dengan diri sendiri atau lingkungan. System sensoris yang terlibat ( auditorius, visual, olfaktorius, atautaktil ) dan isi pengalaman ilusi atau halusinasi harus digambarkan. Contohpertanyaan yang bisadigunakan : 1. Apakah anda pernah mendengar suara atau bunyi lain yang tidak dapat didengaroleh orang lain atau saat tidak ada orang lain di sekitar anda?

2.

Apakah anda mengalami sensasi aneh pada tubuh anda yang tampaknya tidak dialami oleh orang lain?

3.

Apakah anda pernah mempunyai penglihatan atau melihat sesuatu yang tampaknya tidak dilihat orang lain?

j. k. l.

Perhubungan jiwa: baik, mudah, sukar Perhatian Gangguan memori : amnesia, amnesia anterograd, amnesia retrograd

m. Gangguan intelegensia : baik, kurang, buruk n. o. Insight : baik, kurang, buruk Merencanakan pemeriksaan medis dan atau non medis lainnya bila diperlukan p. Menentukan diferensial diagnosis

2. Tipe-tipe kepribadian (diagnosis aksis II) Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitias sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi biasanya; kepribadian relative stabil dan dapat diramalkan. Gangguan kperibadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang di luar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Pasien dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola maladaptive, mendarah daging, tidak fleksibel yang berhubungan dengan mengesankan lingkungan dan dirinya sendiri (Sadock, 2007). Klasifikasi gangguan kepribadian menurut DSM-IV diklasifikasikan menjadi beberapa cluster, yaitu (Sadock, 2007): a. Cluster A: kepribadian skizotipal, schizoid, dan paranoid; orang dengan gangguan kepribadian cluster A ini seringkali tampak aneh dan eksentrik. b. Cluster B: narsissistik, antisocial, ambang, dan histrionic; orang dengan gangguan kepribadian cluster B ini seringkali terlihat tampak dramatic, emosional, dan tidak menentu. c. Cluster C: obsesif-compulsif, dependen, dan menghindar; orang dengan gangguan kepribadian cluster C ini mengalami kelainan gejala seperti kecemasan dan ketakutan.

Sedangkan, menurut PPDGJ-III, gangguan kepribadian dibagi menjadi (Maslim, 2001): a. Gangguan kepribadian paranoid Gangguan kepribadian paranoid bisa ditegakan diagnosisinya jika terdapat minimal 3 gejala dari: 1. 2. Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, menolak untuk memaafkan 3. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk

mendistorsikan pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang lain yang netral sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan 4. Perasaan bermsuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada 5. 6. 7. Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantif dari suatu peristiwa b. Gangguan kepribadian schizoid Gangguan kepribadian schizoid bisa ditegakan diagnosisinya jika terdapat minimal 3 gejala dari: 1. 2. 3. Sedikit aktivitas yang memberikan kesenangan Emosi dingin, afek datar Kurang mampu mengekspresikan kehangatan, kelembutan, atau kemarahan kepada orang lain 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tampak nyata ketidakpedulian terhadap pujian atau kecaman Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi diri berlebihan Tidak mempunyai teman dekat Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial

c.

Gangguan kepribadian dissosial Gangguan kepribadian dissosial bisa ditegakan diagnosisinya jika terdapat minimal 3 gejala dari: 1. 2. Bersikap tidak peduli terhadap perasaan orang lain Sikap yang amat tidak bertanggung jawab, tidak peduli terhadap norma, peraturan, dan kewajiban sosial 3. 4. Tidak mampu memelihara hubungan agar berlangsung lama Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan 5. Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman 6. Sangat cenderung menyalahkan orang lain

d.

Gangguan kepribadian emosional tak stabil, dibagi lagi menjadi 2 tipe (tipe impulsive dan tipe ambang) 1. Terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif tanpa memeprtimbangakan konsekuensinya, bersamaan dengan ketidak-stabilan emosional 2. Dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan pengendalian diri

e.

Gangguan kepribadian histrionic Gangguan kepribadian histrionic bisa ditegakan diagnosisinya jika terdapat minimal 3 gejala dari: 1. Ekspresi emosi yang dibuat-buat seperti bersandiwara yang dibesar-besarkan 2. 3. 4. Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain Keadaan afektif yang dnagkal dan labil Terus menerus mencari kegairahan, penghargaan dari orang lain dan aktivits dimana pasien menjadi pusat perhatian 5. 6. Penampilan atau perilaku merangsang yang tidak memadai Terlalu peduli dengan daya tarik fisik

f.

Gangguan kepribadian anankastik Gangguan kepribadian anankastik bisa ditegakan diagnosisinya jika terdapat minimal 3 gejala dari:

1. Perasaan ragu dan hati-hati yang berlebihan 2. Preokupasi dengan hal-hal yang rinci 3. Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas 4. Ketelitian yang berlebihan 5. Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial 6. Kaku dan keras kepala 7. Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu 8. Mencampuradukan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan g. Gangguan kepribadian cemas (menghindar) Gangguan kepribadian cemas bisa ditegakan diagnosisinya jika terdapat minimal 3 gejala dari: 1. Perasaan tegang dan takut yang menetap 2. Merasa dirinya tak mampu, tidak menarik, atau lebih rendah dari orang lain 3. Keengganan untuk terlig]bat dengan orang lain keuali merasa yakin akan disukai 4. Pembatasan dalam gaya hidup karea keamanan fisik 5. Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik 6. Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik h. Gangguan kepribadian dependen Gangguan kepribadian dependen bisa ditegakan diagnosisinya jika terdapat minimal 3 gejala dari: 1. Mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar kputusan penting untuk dirinya 2. Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain 3. Keengganan menajukan permintaan yang layak untuk dirinya kepada orang dimana ia bergantung 4. Perasaan tidak berdaya sendirian

5. Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya 6. Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari i. j. Gangguan kepribadian khas lain Gangguan kepribadian tidak tergolongkan

3. Penjelasan diagnosis aksis V GLOBAL ASSESMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE a. 100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksima, tidak ada masalah yang tidak tertanggulang b. 90-81 : gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa c. 80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah, dll d. 70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik e. 60-51 f. 50-41 g. 40-31 : gejala sedang, disabilitas sedang : gejala berat disabiltas berat : beberapa disabiltas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi h. 30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai tidak mampu berfungsi hampir semua bidang i. 20-11 : bayangan mencederai diri atau orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri j. 10-01 k. 0 :seperti diatas tapi persisten dan lebih serius : informasi tidak adekuat

4. Skizofrenia (secara umum) a. Definisi Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta

memecahkan masalah (Stuart, 2006).

b.

Epidemiologi Skizofrenia merupakan penyakit mental yang paling menyebabkan suatu kemunduruan. Psikopatologi ini secara tipikal didiagnosis pada usia di antara 20 dan 25 tahun, suatu fase kehidupan di mana hampir setiap manusia memperoleh kebebasan dari orang tua, menjalin suatu hubungan romantis yang intim, merencanakan pencapaian-pencapaian dalam hal pendidikan, dan dimulainya kehidupan berkarir pada seseorang. Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Di Indonesia angka penderita skizofrenia 25 tahun yang lalu (PJPT I) diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. Pada tahun 2003 di ruang jiwa c RSU Dr Soetomo ada 351 penderita yang rawat inap dan 202 diantaranya menderita skizofrenia yang mana 70% berusia antara 15 24 tahun.

c.

Etiologi Stressor pencetus pada skizofrenia dapat berupa faktor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologist maladaptif seperti gizi buruk,kurang tidur, irama sirkadian tidak seimbang, keletihan, infeksi, obat system saraf pusat, kurang olahraga, hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan juga dapat menjadi pencetus penyakit ini yaitu lingkungan yang penuh kritik, kesukaran interpersonal, gangguan hubungan interpersonal, isolasi sosial, tekanan pekerjaan, kemiskinan, dll. Faktor sikap dan perilaku dapat menjadi pemicu juga seperti konsep diri rendah, kurang rasa percaya diri, keterampilan sosial yang kurang, perilaku agresif, perilaku kekerasan, dll (Stuart, 2006).

d.

Jenis-jenis skizofrenia Skizofrenia ternyata ada beberapa jenis, yang pertama jenis skizofrenia paranoid, skizofrenia hebrefrenik, katatonik, skizofrenia yang tidak digolongkan (undiffentiated), depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia lainnya (Maslim, 2001., Issacs, 2004). 1. Skizofrenia paranoid ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran. Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif. Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik dibanding jenis-jenis lain. 2. Skizofrenia hebefrenik ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri. Awitan biasanya terjadi sebelum 25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilakunya regresif, dengan interaksi sosial dan kontak dengan realitas yang buruk 3. Skizofrenia katatonik ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan. Stupor katatonik. Individu dapat menunjukan ketidakaktifan, negativisme, dan kelenturan tubuh yang berlebihan (postur abnormal). Catatonic excitement

melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan ekolalia dan ekopraksia. 4. Skizofrenia yang tidak digolongkan ciri-ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau. Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain tidak terpenuhi. 5. Skizofrenia residu ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejalagejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu. Dapat terjadi

gejala-gejala negative, seperti isolasi social yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran. e. Penegakan diagnosis Penegakan diagnosis skizofrenia dibagi menjadi 3 macam yaitu : 1. Gangguan positif a. b. c. d. 2. Delusi Halusinasi Perilaku aneh, tidak terorganisir Bicara tidak teratur

Gangguan negative a. b. c. d. e. Alogia (tidak mau bicara) Emosi tumpul Avolition (kehilangan motivasi) Anhedonia (kehilangan minat) Tidak mampu berkonsentrasi

3.

Gangguan kognitif a. b. Gangguan perhatian Gangguan ingatan

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis. Kelompok simtom tersebut: 1. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, dan thought broadcasting. 2. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan khusus, dan persepsi delusional. 3. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari satu bagian tubuh.

4.

Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

5.

Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apakah disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terusmenerus.

6.

Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

7.

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh tertentu, atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor.

8.

Simtom negatif, seperti sikap apatis, pembicaraan terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

9.

Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan,

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri, dan penarikan diri secara sosial. Pedoman diagnostik: Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simtom tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua simtom atau lebih, apabila simtom tersebut kurang tajam atau kurang jelas) dari simtom yang termasuk salah satu dari kelompok (a) sampai dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua simtom dari

kelompok (e) sampai dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih (Maslim, 2001). f. Terapi Untuk pasien dengan skizofrenia biasanya diberikan obat antipsikotik. Antipsikotik ini diberikan dengan indikasi untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan Dalam pemilihan obat, pada dasarnya semua obat antipsikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekuivalen. Perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal (golongan generasi kedua), sebaliknya jika gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal (golongan generasi pertama) (Maramis, 2009; Hawari, 2001). Penggolongan Obat Anti-psikosis (Hawari, 2001; Maslim, 2001) 1. Obat Anti-Psikosis Tipikal a. Phenotiazine 1. Rantai Aliphatic a. Clorpromazine Nama dagang : largactile, Sediaan : Tab 25-100 mg Dosis anjuran : 150-600 mg/hari b. Levomepromazine Nama dagang : Nozinan, Sediaan : Tab 25 mg Dosis anjuran : 25-50 mg/hari 2. Rantai Piperazine a. Perphenazine Nama dagang : Trilafon, Sediaan : Tab 2 mg, 4 mg, 5 mg Dosis anjuran : 12-24 mg/hari b. Trifluoperazin Nama dagang : Stelazine, Sediaan : Tab 1 mg, 5 mg Dosis anjuran : 10-15 mg/hari.

c. Fluphenazine Nama dagang : Anatensol, Sediaan : Tab 2,5 mg, 5 mg Dosis anjuran : 10-15 mg/hari 3. Rantai Piperadine : a. Thioridazine Nama dagang : Malleril, Sediaan : Tab 50 mg, 100 mg Dosis anjuran : 150-600 mg/hari b. Butyrophenone : 1. Haloperidol Nama dagang : Haldo (jansen), Sediaan : Tab 2 mg, 5 mg Serenace (searle), Sediaan : 0,5-1,5-5 mg Dosis anjuran : 150-600 mg/hari c. Diphenyl-butyl-piperidine: 1. Pimozide Nama dagang : Orap Forte, Sediaan : Tab 4 mg Dosis anjuran : 2-4 mg/hari

2. Obat Anti-Psikosis Atipikal a. Benzamide: 1. Sulpride Nama dagang : Dogmatil Forte, Sediaan : Tab 200 mg, Amp : 50 mg/ml Dosis anjuran : 300-600 mg/hari b. Dibenzodiazepine: 1. Clozapine Nama dagang : Clozaril (Novartis), Sediaan : Tab 25-100 mg Dosis anjuran : 25-100 mg/hari 2. Olanzapine Nama dagang : Zyprexa, Sediaan : Tab 5-10 mg Dosis anjuran : 10-20 mg/hari 3. Quitipine (Ludopine) Nama dagang : Serequel, Sediaan : Tab 25 mg, 100 mg, 200 mg.

Dosis anjuran : 50-400 mg/hari c. Benzisoxazole 1. Risperidone Nama dagang : Risperidal, Sediaan : Tab 1,2,3 mg Dosis anjuran : 2-6 mg/hari Nama dagang : Neripos, Sediaan : Tab 1, 2 mg, 3 mg Dosis anjuran : Nama dagang : Noprenia, Sediaan : Tab 1 mg, 2 mg, 3 mg Dosis anjuran : Obat golongan tipikal bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular

sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi tidak memberikan efek yang baik pada pemulihan fungsi kognitif (kemampuan berfikir dan mengingat) penderita. Pemakaian lama memberikan efek samping berupa gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan meyebabkan disfungsi seksual atau peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu juga bisa menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering, pandangan kabur, gangguan miksi, dan gangguan defekasi serta hipotensi (Hawari, 2001).

ECT (Electro Convulsif Therapy) 1. Indikasi Terapi elektrokonvulsi mula mula dipakai untuk pasien skizofrenia. Setelah 4 tahun terlihat bahwa efek yang paling baik diperoleh pada pengobatan depresi. Terapi ini juga digunakan untuk berbagai macam gangguan jiwa lainnya. Sampai sekarang hasil yang paling baik didapatkan pada penderita depresi pada umumnya, terutama pada fase depresi psikosis manik. Skizofrenia meupakan indikasi paling penting untuk terapi ini, tetapi untuk jenis yang menahun hasilnya akan kurang memuaskan. Yang paling baik adalh jenis gaduh-gelisah katatonik

dan stupor katatonik. Pad ajenis paranoid hasilnya kurang baik dan yang paling kurang baik adalah pada jenis hebrefenik dan simplex. 2. Kontraindikasi ECT tidak boleh dilakukan apabila pasien memiliki : a. b. c. d. e. Dekompensasi jantung Aneurisma aorta Penyakit tulang Tumor otak Kehamilan karena dapat menyebabkan abortus

3. Persiapan penderita dan cara melakukan ECT a. Sebelum pemberian ECT penderita diperiksa badannya dengan teliti, terutama jantung dan paru juga tulang punggung. b. Penderita harus puasa agar tidak sampai muntah dan tersedak waktu ia tidak sadar (bahaya pneumonia aspirasi) c. Vesika urinaria dan rektum perlu dikosongkan agar tidak mengotori dirinya dan tempat tidur apabila terjadi

inkontinensia d. Gigi palsu yang dapat dilepaskan harus dikeluarkan, juga benda-benda lain didalam mulut (permen dan sebagainya) e. Penderita berbaring terlentang lurus diatas permukaan yang datar dan agak keras, pakaian yang ketat atau sabuk dilonggarkan f. Bagian kepala yang ditempelkan elektroda dibersihkan (dengan alkohol) supaya kelenjar minyak pada kulit tidak terlalu menahan aliran listrik. Tempat elektroda adalah pada antara os frontal dan os temporal dengan tulang tengkorak yang tipis dan tidak terdapat banyak rambut. Daerah ini

kemudian dibasahi dengan penghantar listrik (misal air garam atau pasta khusus) g. Di anatara rahang atas dan bawah diberi bahan yang lunak (misalnya sepotong kain yang dilipat) yang disuruh gigit oleh penderita. Harus diperhatikan bahwa pipi dan dagu tidak terjepit.

h.

Dagu penderita tidak perlu ditahan. Hati hati dengan lengan penderita yang dapat memukul karena tiba tiba flexi pada permulaan fase tonik. Extrimitas dapat dipegang, tetapi tidak boleh terlalu keras.

i.

Elektroda ditekan dengan kekuatan yang sedang ditempatnya, rambut tebal dikesampingkan.

g.

Prognosis Sepertiga penderita skizofrenia yang datang pada serangan pertama akan sembuh. Sedangkan sepertiga lain bisa kembali ke masyarakat walau masih terdapat cacat dan harus sering kontrol. Dan sisanya mempunyai prognosis jelek dan tidak mampu berfungsi dalam masyarakat serta terjadi kemunduran mental sehingga menjadi penghuni tetap Rumah Sakit Jiwa. Prognosis dapat dipertimbangkan dari beberapa faktor: 1. Kepribadian prepsikotik: apabila hubungan antar manusia buruk maka prognosis jelek 2. Jenis katatonik: prognosis yang paling baik diantara skizofrenia lainnya 3. Usia: semakin muda usia timbulnya maka prognosis semakin jelek 4. Pengobatan: semakin cepat pengobatan dilakukan maka prognosis semakin baik 5. Riwayat keluarga: apabila ada riwayat skizofrenia dalam keluarga maka prognosis semakin jelek

5. Skizofrenia katatonik Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III (Maslim, 2001): a. Memenuhi kreiteria umum untuk diagnosis skizofrenia b. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya: 1. 2. 3. Stupor Gaduh-gelisah Menampilkan posisi tubuh tertentu

4. 5. 6. 7.

Negativisme Rigiditas Fleksibilitas cerea Gejala-gejala lain seperti (Command Automatism)

Pada pasien yang tidak komunkikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala lain. Penting untuk diketahui bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

6. Gangguan nonpsikotik Gangguan jiwa non psikotik merupakan gangguan jiwa yang tidak memiliki gejala-gejala seperti waham, halusinasi, dan realita testing negative. Pada gangguan jiwa ini, pasien tidak nampak sakit jiwa. Berdasarkan PPDGJ-III gejala non-psikotik khas ditemukan pada gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan stress. Neurosis adalah gangguan jiwa non psikotik yang kronik dan rekuren yang ditandai dengan kecemasan, yang dialami secara langsung atau melalui mekanisme pertahanan; dari sini muncul beberapa gejala seperti obsesi, compulsi, fobia, disfungsi seksual. Berdasarkan DSM-III, gangguan neurotik didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang gangguan utamanya adalah gejala atau kelompok gejala yang sangat menyusahkan bagi seseorang dan diakui oleh seseorang tersebut sebagai suatu penolakan dan asing (ego distonik); realita testing tidak terganggu. Perilaku tidak bertentangan dengan norma sosial. Pada gangguan jiwa ini, tidak ada penyebab atau faktor organik yang jelas (Sadock, 2007). Konsep mengenai neurosis secara prinsip tidak lagi digunakan sebagai patokan dalam penggolongan, meskipun dalam beberapa hal masih diperhitungkan untuk memudahkan bagi yang terbiasa menggunakan istilah neurotik. Klasifikasi gangguan neurotik, somatoform, dan gangguan stress diklasifikasikan menjadi:

a. b. c. d. e. f. g.

Gangguan anxietas fobik Gangguan anxietas lainnya Gangguan obsesif-compulsif Reaksi terhadap stress berat dan gangguan penyesuaian Gangguan dissosiatif Gangguan somatoform Gangguan neurotik lainnya (Maslim, 2001).

Informasi 4 Sindrom-sindrom 1. Sindrom Katatonik : stupor katatonik, rigiditas katatonik, disabilitas fungsi sosial 2. Sindrom Psikotik : bicara dan senyum-senyum sendiri (autisme), waham logis (berdosa), halusinasi dengar 3. Sindrom Skizofren : gejala negatif (autisme, menarik diri dari pergaulan), thought of insertion, deteriorasi fungsi peran

Informasi 5 Diagnosis Banding 1. 2. Skizofren Katatonik Gangguan Skizoafektif

Diagnosis Multiaksial Axis I : Skizofren Katatonik Axis II : Kecenderungan kepribadian introvert, pemdiam, pemalu, suka menolong orang tuanya Axis III: Tidak ada diagnosis Axis IV: Masalah lingkungan sosial Axis V : GAF 50-41 (gejala berat, disabilitas berat).

Informasi 6 Penatalaksanaan: 1. Organobiologis a. Farmakologis b. Khlorpromasin 150mg 3x 1 Haloperidol 5mg 3x1 Trihexipenidil 2mg 3x1

ECT (Terapi Kejang Listrik)

BAB III KESIMPULAN

1.

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.

2.

Jenis-jenis skizofrenia adalah skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia yang tidak digolongkan, dan skizofrenia residu.

3.

Skizofrenia katatonik dapat didiagnosis dengan memenuhi kreiteria umum untuk diagnosis skizofrenia dan satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya, yakni: stupor, gaduh-gelisah,

menampilkan posisi tubuh tertentu, negativisme, rigiditas, fleksibilitas cerea, serta gejala-gejala lain seperti (Command Automatism). 4. Terapi skizofrenia katatonik yaitu berupa pemberian khlorpromasin, haloperidol, trihexipenidil, dan ECT (Terapi Kejang Listrik) 5. Prognosis skizofrenia secara umum adalah sepertiga penderita skizofrenia yang datang pada serangan pertama akan sembuh. Sedangkan sepertiga lain bisa kembali ke masyarakat walau masih terdapat cacat dan harus sering kontrol, dan sisanya mempunyai prognosis jelek.

DAFTAR PUSTAKA

Hawari, Hadang. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Edisi kedua. Jakarta : FKUI. Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik ed.3. Jakarta: EGC. Maramis, Willy F., Maramis, Albert A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa ed 2. Surabaya : Airlangga University Press Maslim, Rusdi Dr. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya Rini, Tri Dr. SpKJ. Draft Acuan Gangguan Kesehatan Jiwa. 2005. Purwokerto: Program Pendidikan Dokter Universitas Jenderal Soedirman Sadock, Benjamin James dan Virgina Alcott Sadock. 2007. Kaplan and Sadocks Synopsis of Psychiatry-Behavioral Science/Clinical Psychiatry. New York: Lippincott Williams and Wilkins Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta: EGC. Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Rafika Aditama.

You might also like