You are on page 1of 31

BAB I PENDAHULUAN

Keadaan stres oksidatif akhir-akhir ini makin banyak diteliti karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, antara lain preeklamsi pada ibu hamil. Preeklamsi dan eklamsi merupakan penyakit pada ibu hamil yang ditandai oleh trias gejala yaitu hipertensi, proteinuri, dan edem, serta akan sembuh dengan sendirinya setelah dilahirkannya janin dan plasenta. Santosa S, Delima ER, dkk. Peran F2-Isoprostan dan Nitrik Oksida Sebagai Penanda Stres Oksidatif dan Disfungsi Endotel Pada Penderita Preeklamsi. JKM. Vol. 7 No. 1 Juli 2007: 47-54 Preeklamsia diklasifikasikan menjadi jenis ringan dan berat dan pada keadaan ekstrim dapat mengakibatkan kegagalan hati dan ginjal, koagulopati intravaskuler, dan kelainan sistem saraf pusat, termasuk kejang. Karena satusatunya obat adalah persalinan, preeklampsia dikaitkan dengan kematian ibu dan morbiditas bayi yang tinggi. Di Amerika Serikat, preeklampsia diyakini bertanggung jawab atas 15% dari kelahiran prematur dan 17,6% dari kematian ibu. Di seluruh dunia, preeklampsia dan eklampsia diperkirakan akan bertanggung jawab untuk sekitar 14% dari kematian ibu per tahun (50.000-75.000). 1. Goldenberg RL, Rouse DJ. Prevention of premature birth. N Engl J Med. Jul 30 1998;339(5):313-20. [Medline]. 2. WHO, 2004. Bethesda, MD. Global Burden of Disease for the Year 2001 by World Bank Region, for Use in Disease Control Priorities in Developing Countries, National Institutes of Health: WHO. Make every mother and child count. World Health Report, 2005, Geneva:World Health Organization, 2005. 2nd ed.

Preeklampsia/eklampsia

merupakan

penyebab

utama

morbiditas

dan

mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 20072009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
Djannah s, arianti a.

Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378385

Banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklamsia pada ibu hamil. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain molahidatidosa, nulipara, usia kurang dari20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu, multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan. Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 20072009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
Djannah s, arianti a.

Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378385

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PRE EKLAMSIA a. Definisi Menurut mitayani Pre eklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis. Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika Menurut sujiyantini pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika Menurut kamus saku kedokteran Dorland, preeclampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi,edema, dan proteinuria. Eklampsia adalah konvulsi dan koma, jarang koma saja, yang terjadi pada wanita hamil atau dalam masa nifas dengan disertai hipertensi, edema dan atau proteinuria.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/pre-eklamsi-daneklamsi.html#ixzz2Ekq7iqna b. Epidemiologi

Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang. Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen, sedang di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu 0,05 persen sampai 0,1 persen. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar1,5 persen sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. Gambaran Epidemiologi Kejadian Preeklampsia/Eklampsia Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 20072009. Buletin
Djannah s, arianti a.

Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378385

1.1 PREEKLAMSI RINGAN Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin-FK Unlam Banjarmasin 2004 :17-29 a. Definisi Preeklampsi ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. b. Etologi Tidak diketahui dengan pasti. Zweifel (1916) : Preeklampsia, the desease of theories. Faktor-faktor predisposisi terjadinya HDK : 1. Primigravida atau nullipara, terutama pad a umur reproduksi ekstrim., yaitu teenager dan umur 35 tahun ke atas. 2. Multigravida dengan kondisi klinis :

Kehamilan ganda dan hidrops fetalis Penyakit vaskular termasuk hipertensi esensial kronik dan diabetes melitus Penyakit-penyakit ginjal 3. Hiperplasentosis : Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrop fetalis, bayi besar dan diabetes melitus. 4. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia 5. Obesitas dan hidramnion 6. Gizi yang kurang dan anemia 7. Kasus-kasus dengan kadar asam urat tinggi, defisiensi kalsiurn, defisiensi asam lemak tak jenuh dan kurang antioksidan. c. Patofisiologi Belum diketahui dengan pasti. Proses iskemik uteroplasenter yang menyebabkan yasospasmus arteriole/kapiler secara umum sehingga menimbulkan kelainan patologis pada organ-organ vital, antara lain hati, ginjal, otak, paru dan jantung. d. Gejala Klinik Kenaikan tekanan darah sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mrnHg (dari tekanan darah sebelum hamil) pada keharnilan 20 minggu atau lebih, atau slstolik > 140 mmHg 160 mrnHg) dan diastolik 90 mmHg 110 mmHg), ditambah : Protein urine:

> 0,3 g/lt dalam 24 jam atau secara kualitatif(++) Edema pada : o Pretibial o Dinding perut o Lumbosakral Wajah/tangan, atau o Kenaikan berat badan: e. Penatalaksanaan Rawat jalan o Banyak istirahat (baring/tidur miring) o Makan cukup protein, rendah karbohidrat, rendah lemak dan garam o Sedatif ringan : fenobarbital 3 x 30 mg/peroral 7 hari, atau diazepam 3 x 2 rng 7 hari o Roborantia (vitamin dan mineral) o Pemeriksaan laboratorium ; Hb, Ht, Trombosit Asam urat darah Urine lengkap Fungsi hati dan ginjal > 500 glminggu ~ > 2000 glbulan > 13 kg selama kehamilan

o Tidak boleh diberikan diuretikum atau antihipertensi . o Periksa ulang 1 x 1 minggu

Penderita baru dirawat : o Setelah 2 rninggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan gejala-gejala preeklampsi. o Kenaikan berat badan ibu ~ 1 kg perminggu selama 2 kali berturut- turut. o Timbulnya salah satu atau lebih tanda-tanda preeklamsi berat

Evaluasi o Untuk ibu Pemeriksaan fisik yang diperlukan ; Pitting edema pagi hari bangun tidur BB tiap pagi hari bangun tidur Tentukan indeks Gestosis tiap 12 jam pada pagi dan! hari. TD tiap 6 jam (kecuali tidur) Urine tiap 3 jam dan dijumlahkan dalam 24 jam (tidak usah kateter menetap) Pemeriksaan laboratorium Konsultasi dengan bagian lain (Bagian mata, jan tung, dan lain- lain) o Untuk plasenta secara teoritis diperlukan pemeriksaan hormon plasenta ; lactogen dan estriol. o Untuk janin Fetal well-being: USG, KTG dan Amnioskopi

Fetal maturity: USG, Amniosentesis

o Persalinan Penderita preeklampsi ringan yang mencapai normotensif selama perawatan persalinan yang ditunggu sampai 40 minggu. Lewat TP dilakukan induksi partus. Penderita preeklampsi ringan yang tekanan darahnya tu selama perawatan, tetapi belum rnencapai normotensif, termir kehamilan dilakukan pada keharnilan 37 minggu Cara persalinan Spontan Bila perlu memperpendek kala II (vaccum dan forceps) f. Komplikasi Komplikasi tidak selalu ada. g. Tindak Lanjut Sebelum lahir : kontrol di poliklinik lebih sering Sesudah lahir : kontrol poli laktasi 1 minggu postpartum

h. Prognosis Dubia ad bonam 1.2 PREEKLAMPSI BERAT a. Definisi

Suatu .komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensl 160/110 mmHg disertai proteinuria dan edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. b. Gejala Klinis Diagnosis Preeklampsi be rat bila terdapat satu atau lebih gejala/tanda berikut ini: a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg, diastolik > 110 mmHg b. Proteinuria> 5 g/24 jam atau kualitatif (++++) c. Oliguria, jumlah produksi urin 500 mI/24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin darah d. Gangguan visus dan serebral e. Nyeri epigastrium f. Edema paru atau sianosis g. Pertumbuhan janin intrauterine terhambat h. Adanya sindroma HELLP (H: Hemolysin, EL : Elevated Liver enzymes, LP ..Low Platelet count). Impending eklampsia Bila preeklampsia berat disertai gejaJa berikut ini : Nyeri kepala hebat Gangguan visual Muntah-muntah Nyeri epigastrium TD naik secara progresif

c. Penatalaksanaan Perawatan aktif Indikasi, bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini : o Ibu Kehamilan > 37 minggu Adanya tanda impending eklampsia Perawatan konservatif gagal : o Janin Adanya tanda-tanda gawat janin Adanya pertumbuhanjanin terhambat dalam rahim 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD 24 jam setelah pengobatan medisinal gejaJa tidak berubah

o Laboratorium Adanya sindroma HELLP

Pengobatan medisinal o Segera MRS o Tirah baring miring ke sisi kiri o Infus 05%: RL 2: 1 (100 -125 ml/jam)

o Antasida

o Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam o Obat-obatan anti kejang : sulfat magnesikus/SM/MgS04 Dosis await 8 g SM (20 ml 40%) : 4 g bokong kanan & 4 g bokong kiri Dosis ulangan, tiap 4 jam : 4 g SM (10 cc 40%) im Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus : Tersedia kalsium glukonas 1 g - 10 ml 10% iv pelan (3 menit) Refleks patella (+) kuat Pernafasan > 16 x/menit, tanpa tanda-tanda distress pernafasan Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5/kg bb/jam) Dihentikan bila : adanya tanda-tanda intoksikasi setelah 24 jam paska persalinan 6 jam paska persalinan normotensif

Mencegah komplikasi Diuretika diberikan atas indikasi : o Edema paru o Payah jantung kongestif o Edema anasarka

o Kelainan fungsi ginjal (bila faktor prerenal sudah diatasi), yang dipakai furosemid (Lasix 40 mg im) Antihipertensi diberikan atas indikasi : Tekanan arah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 100 mmHg Preparat antihipertensi ; o Clonidine (Catapres) 1 ampul = 0,15 rng/ml' 1 ampul + 10 ml NaCl fisiologis/aquadest, masukkan 5 ml iv pelan (5 menit) 5 menit kemudian TD diukur, bila tidak turun berikan sisanya (5 ml iv pelan 5 menit), pemberian dapat diulangi tiap 4 jam sampai TD normotensif. o Serapasil 1 mg + 1 0 ml NaCl flslologis/aquadest, masukkan 2,5 ml iv pelan 5 menit TD diukur lagi, bila tidak turun berikan lagi 2,5 ml iv pelan, dan seterusnya sarnpai TD yang diinginkan tercapai. o Hidralazin (Apresolin), 1 ampul = 20 mg 1 ampul diencerkan iv pelan melalui karet infus dapat diulangi setelah 20 - 30 menit.

Kardiotonika atas indikasi : Adanya tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan Cedilanid digitalisasi cepat sebaiknya kerja sarna dengan penyakit jantung.

Lain-lain o Antipiretika atas indikasi suhu rektal > 38,50C Xylomidon 2 ml dan atau kompres dingin/alkohol o Antibiotika kalau ada indikasi o Analgetika atas indikasi kesakitan/gelisah 50 - 75 mg petidin, < 2 jam sebelumjanin lahir.

Pengobatan obstetric Cara pengakhiran kehamilan/persalinan o Belum inpartu Induksi persalinan niotomi Drip oksitosin dengan syarat skor Bishop SC bila: Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif Pada primigravida cenderung SC

o Inpartu Kala I: Fase Iaten tunggu 6 jam fase laten SC

Fase aktif'(amnioiomi, drip pitosin)

Kala II: Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang terpenuhi Perawatan konservatif Indikasi perawatan konservatif Q Kehamilan < 37 minggu Keadaanjanin baik Tak ada impending ekJampsia

Pengobatan medisinal Diberikan 20 g SM 40% im sebagai dosis awal, dilanjutkan 10 g setiap 4 jam Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam Apabila setelah 24 jam ada tanda-tande perbaikan maka pengobatan diteruskan sebagai berikut : Diberikan tablet diazepam 3 x 5 mg p.o atau luminal 3 x 30 - 60mg p.o Obat-obatan antihipertensi oral diberikan

apabila tekanan darah masih 160/110 mmHg atau lebih Obat-obatan diuretika hanya diberikan atas indikasi

d. Komplikasi lbu o CVD o Gagal jantung o Gagal ginjal o Solusio plasenta Anak o IUGR o Gawat janin o Janin mati o HELLP syndrome e. Tindak Lanjut f. Perawatan di rumah sakit Setelah melahirkan kontrol di Poliklinik Laktasi Prognosis Dubia Tergantung indeks gestosis, makin tinggi indeks gestosis makin jelek prognosisnya.

2. EKLAMSIA a. Definisi Eklampsia merupakan kasus akut, pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tersebut menunjukkan gejala-gejala preeklampsia (kejang-kejang timbulnya bukan akibat kelainan neurologik).
Soedarto dkk. Hipertensi dalam Kehamilan dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi. RSUD Ulin FK Unlam, Banjarmasin; 1729

Eklampsia adalah terjadinya kejang pada preeklampsia yang jenis kejang tersebut tidak dapat dibuktikan oleh sebab lain, dan biasanya disusul dengan koma. Kejang berbentuk grand mal, dapat terjadi pada sebelum, saat, dan setelah persalinan. Pada nulipara kejang dapat timbul setelah 24 jam pasca pesalinan, bahkan sampai 10 hari pasca persalinan.
Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam: Cermin Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31

b. Etiologi Penyebab terjadinya preeklampsia-eklampsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan

penyebab kelainan ini sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai The Disease of Theory. Adapun teori tersebut antara lain:7
Ansar DM, Simanjuntak P, Handaya, Sjahid Sofjan. Panduan Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Satgas gestosis POGI, Ujung Pandang 1985; 12-20

1. Peran prostasiklin dan tromboksan Pada preeklampsia-eklampsia didapatkan adanya kerusakan endotel vascular sehingga terjadi penurunan produksi prosrasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifitas penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudia akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifitas trombosit menyebabakan pelepasan tromboksan (TA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. 2. Peran faktor imunologis Preeklampsia-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan kadang tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1982) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sisitem imun pada penderita preeklampsia. Beberapa wanita dengan preeklampsia mempunyai kompleks imun pada serum. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktifitas sistem komplemen pada preeklampsia-eklampsia diikuti dengan proteinuria.

3. Peran faktor genetik Beberapa bukti yang menunjukan peran faktor genetik pada kejadian preeklampsia-eklampsia antara lain : Preeklampsia hanya terjadi pada manusia Keturunan ibu penderita preeklampsia-eklampsia mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita preeklampsia-eklampsia c. Patofisiologi Perubahan aliran darah pada uterus dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia-eklampsia dan merupakan penentu hasil akhir kehamilan yaitu :
Soedarto dkk. Hipertensi dalam Kehamilan dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi. RSUD Ulin FK Unlam, Banjarmasin; 17-29

1.

Terjadi iskemik uteroplasenter mengakibatkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang

2.

Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, mengakibatkan vasokontriksi yang lain, sehingga dapat terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi

3.

Oleh karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke janin. Akhirnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian dalam kandungan.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya. Hal ini mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh karena spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada filtrasi glomerolus.
Mochtar R, Toksemia Gravidarum dalam: Sinopsis Obstetri jilid 1 edisi 2. Jakarta, EGC 1998; 198-208.

d. Gejala klinik Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan, agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodromal eklampsia. Sering dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.
Angsar D. Hipertensi dalam Kehamilan Edisi II. Lab/SMF Obstetri-Ginekologi FK UNAIR, Maret 2003; 1-44 Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam: Cermin Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31

a. Eklampsia merupakan kasus akut, pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan kejang dan koma. Sama halnya dengan preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra dan post partum. Eklampsia post

partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. b. Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umumnya memberi

gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap sebagai tanda prodromal akan terjadinya kejang. Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodromal ini disebut sebagai impending eklampsia atau imminent eklampsia

Tabel: Tanda/ Gejala-gejala prodomal kejang (impending eklampsia)

Tanda tanda / gejala Nyeri kepala hebat Gangguan visus Muntah-muntah Nyeri epigastrium

Penyebab Edema cerebri Edema cerebri Edema cerebri Terganggunya kapsul hepar atau perdarahan subkapsuler

c. Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan, agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodromal eklampsia. Sering dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-

kejang

eklampsia,

karena

tidak

terdeteksi

adanya

preeklampsia

sebelumnya. d. Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul konstraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 30 detik. e. Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan konstraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Sering kali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai bercakbercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai bintik-bintik perdarahan. Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu

berangsur-angsur kejang melemah, dan akhirnya penderita diam tidak bergerak. Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbul kejang, desakan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah. f. Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi, dan bila tidak segera diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat

menimbulkan sianosis. g. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dari sedikit gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat kedalaman koma tersebut Glasgow Coma Scale. Di Inggris untuk mengevaluasi koma pada eklampsia ditambah penilaian kejang, dan disebut Glasgow-Pittssburg coma scoring system. Glasgow Pittsburgh Coma Scoring System1

Glasgow coma scale : hanya A + B + C Untuk penilaian coma pada eklampsia ditambahkan D + E + F + G, Sehingga disebut Glasgow-Pittsburgh Coma Scale
Encircle one each response category (A) ------------(G) (A)EYE OPENING Spontaneous To speech To pain None (F) =4 =3 =2 =1 SEIZURES (score worst) No seizures Local seizures Generalized, Intermittent Generalized, continous Flaccidity

=5 =4 =3 =2 =1

(B)BEST MOTOR RESPONSE (extremities of best side) Obeys =6 Localizes =5 Withdraws =4 Abnormal flexion =3 Extends =2 None =1 (C)BEST VERBAL RESPONSE Oriented =5 Confused conversation = 4 Inappropriate words =3 Incomprehensible sounds = 2 None =1

(G)

SPONTANEOUS BREATHING Normal =5 Periodic =4 Central Hyperventilation = 3 Irregular/Hypoventilation = 2 None (Apnea) =1

TOTAL SCORE Worst = 7 ; best = 35 (A+B+C+D+E+F+G) (Glasgow score alone = A+B+C) PATIENT CONDITION AT TIME OF EXAM

(D)PUPIL RESPNSE TO BRIGHT LIGHT Check (V) all that apply Anesthesia Normal Sluggish Unequal response Unequal size No response =5 =4 =3 =2 =1

Paralysis (partial or complete neuromuscular blockade Intubation

(E)SELECTED CRANIAL NERVE REFLEXES All present =5 Lash absent =4 Corneal absent =3 Dolls eye absent =2 Cranial (all) absent =1

Mechanical Ventilation

e. Perawatan Eklampsia
Angsar D. Hipertensi dalam Kehamilan Edisi II. Lab/SMF Obstetri-Ginekologi FK UNAIR, Maret 2003; 1-44 Soedarto dkk. Hipertensi dalam Kehamilan dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi. RSUD Ulin FK Unlam, Banjarmasin; 17-29 Noor S. Magnesium sulphate in the prophylaxis and teatment of eclampsia. Department of Gynaecology, Ayub Medical College, Abbottabad and Lady Reading Hospital Peshawar. Available at: (http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/16-2/Shehla.htm, diakses tanggal 10 April 2007).

Perawatan eklampsia sebagai suatu penyakit a. Pada hakekatnya pengobatan yang sangat penting dalam perawatan penderita eklampsia ialah pengobatan medical dan perawatan suportif. Tujuan utama dari pengobatan medical eklampsia ialah 1. 2. 3. 4. mencegah dan menghentikan kejang mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat

Pengobatan medicinal Obat anti kejang Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah sulfamagnesikus. Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, maka dapat dipakai

obat jenis lain, misalnya: Thiopental. Diazepam dapat dipaikai sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, maka pemberian Diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi. MgSO4: a. Loading dose 4 - 5 gram; 20% MgSO4 dalam larutan 20-25cc intravena selama 4-5 menit. Disusul 8- 10 gram i.m. 40% MgSO4 dalam larutan @ 10 cc -12,50 cc, berikan pada bokong kiri dan kanan @ 4 5 gram. i.m. b. c. Maintenance dose Tiap 6 jam diberikan lagi 4 5 gram i.m. MgSO4. 40 % 10 cc. Monitoring tanda2 keracunan Mg SO4

Syarat-syarat pemberian MgSO4: Tersedia kalsium glukonas 1 gram, 10 ml 10% Refleks patella (+) kuat Pernapasan > 16x/menit, tanpa tanda-tanda distress pernapasan

Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya

Dihentikan bila: b. Adanya tanda-tanda intoksikasi Setelah 24 jam paska persalinan 6 jam pasca persalinan normotensif Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organorgan penting, misalnya: tindakan2 untuk memperbaiki acidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur desakan darah, mencegah dekompensasi cordis dan sebagainya. Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, maka nursing care misalnya: meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infuse penderita lain-lain c. Perawatan pada waktu kejang Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. 1. Dirawat di kamar isolasi cukup terang : agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. 2. Letakkan penderita ditempat tidur yang lebar.

3.

Masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit, karena dapat mematahkan gigi.

4 5.

Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstrimitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras disekitarnya.

6.

Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur.

7. d. 1.

Bila penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen. Perawatan koma Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri terhadap: - suhu yang ekstrem - posisi tubuh yang menimbulkan nyeri - aspirasi: hilangnya refleks muntah

2.

Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya jalan nafas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma, harus dianggap bahwa jalan nafas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain.

3.

Oleh karena itu tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas atas tetap terbuka. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas atas, ialah dengan maneuver head tilt-neck lift atau head tilt-chin lift yang kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway.

4.

Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah, bahwa penderita koma, akan kehilangan refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung adalah sangat besar. Lambung ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua bendabenda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir, maupun sisa makanan harus segera dihisap secara intermitten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainage lendir.

5.

Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai: Glasgow PittsburgComa Scale.

6.

Pada perawatan koma; perlu diperhatikan pencegahan decubitus dan makanan penderita.

7.

Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin; cukup diberikan dalam bentuk NGT (Naso Gastric Tube).

Pengobatan Obstetrik : Sikap terhadap kehamilan:

a.

Sikap dasar: semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.

b.

Bilamana diakhiri:

Sikap dasar: kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. c. 1. Cara terminasi kehamilan: Belum inpartu : Induksi persalinan: Sectio Cesarea, bila: syarat oxytocin drip tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi oxytocin drip 2. atau oxytocin drip gagal Sudah Inpartu : : diikuti sesuai dengan grafik Friedman,dan manajemen bila

Kala I

terjadi kelainan Kala II : pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan

dengan partus buatan (ibu tidak boleh mengejan).

d. 1.

Perawatan pasca persalinan. Bila persalinan terjadi pervaginam monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.

2.

Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.

f. Prognosis Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologi akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Desakan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Angsar D. Hipertensi dalam Kehamilan Edisi II. Lab/SMF Obstetri-Ginekologi FK UNAIR, Maret 2003; 1-44

Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin pada beberapa golongan yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intra uterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.\
Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam: Cermin Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31

Prognosis eklampsia ditentukan oleh kriteria Eden.


Sudhaberata K. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia dalam: Cermin Dunia Kedokteran No.133 Jakarta 2001; 27-31

Kriteria Eden untuk menentukan prognosis Eklampsia (tahun 1922): 1. Koma yang lama. 2. Nadi diatas 120 per menit 3. Suhu diatas 103o F 4. Desakan darah sistolik diatas 200 mmHg. 5. Kejang lebih dari 10 kali 6. Proteinuria lebih 10 gr/liter 7. Tidak ada edema Bila didapatkan satu atau lebih dari gejala tersebut, prognosis ibu buruk.

You might also like