You are on page 1of 89

PERCOBAAN I PENENTUAN KADAR GLUKOSA URIN (UJI BENEDICT SEMI KUANTITATIF)

1.1

Tujuan Menentukan kadar glukosa urin dengan menggunakan metode uji benedict

semi kuantitatif

2.1. Dasar Teori 2.1.1 Urin Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Mahyuzar, 2013). Urin biasanya jernih, berwarna sedikit kuning yang disebabkan oleh warna urobilinogen. Urobilinogen berasal dari bilirubin. Semakin peka urin makin kuning-cokelat warnanya dan makin tinggi berat jenisnya. Berat jenis urin normal ialah 1,002-1,305 g/mL. Urin yang keruh biasanya menunjukkan adanya kristal garam atau adanya lendir. Apabila dibiarkan beberapa lama urin akan menjadi berbau pesing karena terbentuk amoniak (NH3) dari urea atau dari ion ammonium. Urin bersifat asam (pH < 7) karena makanan yang mengandung banyak protein akan menurunkan pH urin. Sedangkan makanan yang banyak mengandung sayuran menaikkan pH urin. pH normal urin 4,5-8,00. Volume urin yang normal ialah 900-2100 cc per hari. (Irianto, 2004) Urin mengandung berbagai produk sisa dalam konsentrasi tinggi plus bahanbahan yang diatur oleh ginjal dalam jumlah bervariasi, dengan setiap jumlah yang berlebihan keluar ke dalam urin. Bahan-bahan yang bermanfaat dihemat melalui proses reabsorpsi sehingga tidak ditemukan di urin. Perubahan terjadi relatif kecil

dalam jumlah filtrat yang direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar dalam volume urin yang terbentuk (Sherwood, 2011). Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air, zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit (natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat, dan sulfat), pigmen (bilirubin, urobilin), toksin dan hormon (Syaifuddin, 2006). Urin adalah spesimen yang paling sering dikirm untuk biakkan. Spesimen urin mungkin harus diambil dengan prosedur bedah, misalnya aspirasi suprapubik, sistoskopi, atau kateterisasi. Jika tidak, laboratorium harus berpegang pada spesimen urin porsi tengah (clean-catch midstream urin), khususnya pada wanita dan anak. Oleh karena urin itu sendiri merupakan media biakan yang baik, semua spesimen harus diproses di laboratorium dalam waktu 2 jam setelah pengumpulan atau disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4C sampai dibawa ke

laboratorium dan diproses tidak lebih dari 18 jam setelah pengumpulan. Sedapat mungkin, spesimen urin untuk biakan harus dikumpulkan pada pagi hari. Sebaliknya pasien diminta untuk menahan kencing semalam sebelumnya sampai spesimen dikumpulkan. (Vandepitte, 2011) 2.1.2 Glukosa Glukosa ialah monomer dari karbohidrat. Glukosa dapat disintesis oleh tumbuhan hijau semasa proses fotosintesis. Glukosa termasuk monosakarida yang mempunyai rumus umum C6H12O6 yang disebut sebagai dekstrosa atau gula anggur. Tumbuh-tumbuhan menyimpan glukosa sebagai karbohidrat yang dinamai kanji dalam biji-bijian seperti beras, jagung, dan sebagainya. Glukosa adalah suatu gula monosakarida yang merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu fotosintesis utama dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-Glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada industri pangan. (Edahwati, 2010)

Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dalam hati dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormonhormon itu adalah insulin, glukosa darah (hiperglikemia) terjadi jika insulin yang beredar tidak mencukupi atau tidak dapat berfungsi dengan baik, keadaan ini disebut diabetes melitus (Christy, 2012). Glukosa ditemukan dalam kemih bila kadar glukosa darah melampaui 180 mg. Pengembalian molekul glukosa ditubulus proksimal merupakan proses aktif pada sisi sel tubulus. Jumlah glukosa yang dapat dikembalikan sel tubulus ke dalam darah dalam suatu waktu tertentu terbatas. Volume kemih yang meningkat dalam keadaaan glukosuria disebut poliuria. Sehubungan dengan itu, timbul rasa haus yang dinamakan polidipsi. (Green, 2008) Glukosa sebagai monosakarida paling sederhana kebanyakan bertindak sebagai gula pereduksi, yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Senyawa pengoksidasi yang selalu direduksi oleh monosakarida adalah Fe(CN)2, H2O2 dan ion kupri (Cu2+). Gula akan dioksidasi pada gugus karbonilnya. Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu sampel, biasanya menggunakan reagen benedict. Reagen benedict mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+ melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan coklat atau merah bata (Indarti, 2011). 2.1.3 Pemeriksaan Urin Glukosa akan merembes ke dalam urin jika kadar gula darah telah mencapai ambangnya, pada kisaran angka 150-180 mg/dL. Pemeriksaan urin dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan dilaporkan dengan sistem plus satu plus hingga empat plus a. Keton terutama harus diperiksa selama infeksi, stress emosional, atau jika terjadi peningkatan kadar gula darah yang sangat tinggi. b. Protein urin juga harus diperiksa, terutama ketika gejala komplikasi ginjal (nefropati) mulai tampak (Arisman, 2011)

Pemeriksaan standar untuk glukosa kemih menggunakan reagen gula kualitatif benedict yang terdiri atas tembaga sulfat, natrium sitrat dan natrium karbonat yang dilarutkan dalam air. Delapan tetes kemih ditambahkan pada 5 ml reagen dan larutan dididihkan selama 3 menit. Suatu endapan hijau, kuning atau merah menunjukkan adanya glukosa. Pada cara tablet reagen, 5 tetes kemih dan 10 tetes air dimasukkan kedalam tabung. 1 tablet berisi tembaga sulfat, asam sitrat, natrium karbonat dan natrium hidroksida ditambahkan ke dalam tabung. Reaksi antara asam sitrat dan natrium hidroksida menghasilkan panas yang cukup untuk menimbulkan pendidihan. Warna yang timbul dibandingkan dengan warna pembanding. Kedua jenis pemeriksaan tersebut memberikan hasil yang positif untuk glukosa, galaktosa, laktosa, pentosa, asam homogentisik. Pada cara yang menggunakan secara reagen, secarik pita berlapis di celupkan kedalam kemih. Warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi enzimatik, menunjukkan adanya glukosa. Enzim glukosida oksidase mengubah glukosa menjadi asam glukonat H2O2. Hidrogen peroksida akan mengoksidasi o-toluidin pada reagen, yang karena mengandung peroksidase menjadi senyawa berwana biru. Perubahan warna yang terjadi itu khas untuk glukosa dan tidak akan terjadi oleh galaktosa. Perubahan warna harus dibaca tepat setalah 1 menit. Warna lain yang timbul kemudian diabaikan. (Green, 2008) Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan glukosa dalam urin dengan menggunakan reagen (misal : benedict, fehling, nylander). Dinyatakan negatif (-) apabila tidak ada perubahan warna tetap biru sedikit kehijauan (tidak ada glukosa) a. b. c. d. Positif 1 (+) Positif 2 (++) : warna hijau kekuningan dan keruh (terdapat 0,5-1 %) : warna kuning keruh (terdapat 1-1,5% glukosa)

Positif 3 (+++) : warna jingga, seperti lumpur keruh (2-3,5% glukosa) Positif 4 (++++) : warna merah keruh (>3,5% glukosa)

Reduksi (+) dalam urin menunjukkan adanya hiperglikemia diatas 170 mg%, karena nilai ambang batas ginjal untuk absorbs glukosa adalah 170 mg%. Reduksi (+) disertai hiperglikemia ditandai adanya penyakit DM. (Sutedjo, 2006)

3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. g. h. Gelas kimia 1000 mL Penangas air Penjepit tabung Pipet tetes Pipet volume 5 mL Propipet Rak tabung reaksi Tabung reaksi

3.1.2 Bahan a. b. c. d. e. f. g. Aluminium foil Aquades Glukosa 0,3 % Glukosa 1 % Glukosa 5 % Pereaksi benedict Urin

4.1. Prosedur kerja 1. Dimasukkan 2,5 mL pereaksi benedict ke dalam 4 tabung yang telah disiapkan 2. Diisi tabung 1 dengan urin, tabung 2 dengan larutan glukosa 0,3%, tabung 3 dengan larutan 1%, tabung 4 dengan larutan glukosa 5% masing-masing sebanyak 4 tetes 3. 4. Dipanaskan tabung dalam penangas air mendidih selama 5 menit Diamati jika terbentuk endapan berwarna hijau, kuning atau merah menandakan reaksi positif, sedangkan perubahan warna larutan saja berarti negatif

5.1

Hasil Pengamatan

5.1.1 Tabel Pengamatan No 1 2 3 4 Pereaksi Benedict Urin Glukosa 0,3% Glukosa 1% Glukosa 5% Hasil + + ++ +++ Keterangan Endapan hijau kemerahan Endapan merah Endapan merah Endapan merah

Keterangan: (+) positif mengandung glukosa 5.1.2 Reaksi


CH2OH H OH H OH OH H OH H C H OH H OH O H CH2OH OH H OH H C OH O

+ 2 Cu + 3 OH
2+

+ 2 Cu2O + H2O + H+

6.1

Pembahasan Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar glukosa urin dengan uji

benedict semi kuantitatif. pengujian secara semi kuantitatif yaitu sampel (urin) yang diuji setelah direaksikan dibandingkan dengan larutan pembanding yang mengandung glukosa dengan kadar (%) yang berbeda dan telah diketahui konsentrasinya. Perbedaan semikuantitatif dengan kuantitatif dan kualitatif

adalah pengujian kuantitatif merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan kadar atau konsentrasi suatu senyawa dalam suatu sampel dengan pereaksi atau alat bantu (instrument), sedangkan pengujian kualitatif adalah uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa dalam suatu sampel dengan melihat perubahan warna atau reaksi kompleks, pembentukan endapan dan perubahan pH. Glukosa adalah karbohidrat yang tergolong dalam monosakarida.

Monosakarida yang terbentuk di dalam tubuh terjadi setelah proses perombakan polisakarida menjadi sakarida sederhana yaitu monosakarida (selulosa) dan galaktosa, inilah yang diserap oleh sel dan dimetabolisme menjadi ATP (Adenosin Tri Phospat) yang digunakan oleh tubuh untuk beraktifitas. ATP adalah bentuk energi proses atau masuknya glukosa ke dalam sel. Urin adalah cairan sisa yang diekresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin biasanya jernih, bewarna sedikit kuning. Berat jenis urin normal ialah 1,002-1,035 g/mL. pH urin normal ialah 4,58,00. Volume urin yang normal ialah 900-2100 cc per hari. Ada beberapa macam urin yaitu urin sewaktu, urin pagi, urin postpradial, urin 24 jam, dan urin 2/3 gelas. Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin postpradial adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 3 jam setelah makan. Urin 24 jam adalah urin yang dikeluarkan dan ditampung dalam waktu 24 jam. Urin 2/3 gelas

adalah urin yang dikemihkan langsung ke dalam gelas-gelas tanpa menghentikan aliran urinnya. Percobaan ini menggunakan urin pagi sebagai sampel uji dan pereaksi benedict sebagai pereaksinya. Urin pagi ialah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin pagi lebih pekat dari urin yang dikeluarkan pada siang hari, sehingga cukup baik untuk pemeriksaan sendimen. Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pereaksi benedict ini berupa larutan kuprisulfat. Natrium karbonat dan natrium suflat. Prinsipnya, pereaksi benedict mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+ melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat bewarna hijau, kuning, merah bata. Warna endapan ini diperoleh berdasarkan konsentrasi larutan karbohidrat yang diperiksa. Selain benedict pereaksi lain yang dapat digunakan untuk uji glukosa adalah pereaksi fehling. Fehling merupakan pereaksi yang terdiri dari fehling A dan fehling B. Fehling A adalah larutan CuSO4 dan H2SO4 sedangkan fehling B adalah campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartat. Untuk menjadi pereaksi fehling, fehling A dan B dicampur dengan perbandingan 1:1. Pereaksi fehling dalam uji glukosa tidak digunakan karena pereaksi fehling juga dapat mengidentifikasi senyawa-senyawa lain seperti asam urat. Sedangkan pereaksi benedict mempunyai keuntungan sangat baik untuk mengidentifikasi gula reduksi karena mengandung garam kupri. Akan tetapi kerugiannya, uji benedict tidak spesifik terhadap glukosa, gula lain yang mempunyai sifat mereduksi dapat juga memberikan hasil yang positif. Percobaan ini menggunakan 3 sampel glukosa sebagai pembanding selain urin dengan konsentrasi atau kadar berturut-turut yaitu 0,3%, 1%, dan 5%. Alasan pembanding dibuat dengan konsentrasi berbeda untuk mengetahui pada konsentrasi berapa kadar glukosa akan meningkat tinggi dan pada konsentrasi berapa kadar glukosa akan normal. Masing-masing sampel diteteskan ke dalam

10

tabung reaksi yang telah diberikan pereaksi benedict, kemudian dipanaskan di dalam penangas air. Tujuan pemanasan ini untuk mempercepat proses reaksi, memutuskan ikatan-ikatan karbon pada karbohidrat, serta membentuk endapan Cu2O karena Cu2+ pada pereaksi benedict akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+ melalui proses pemanasan. Setelah dipanaskan sampel didiamkan agar reaksi antara sampel dan pereaksi benedict terbentuk dan pengendapan Cu2O dapat terlihat jelas, selain itu untuk membuat campuran sampel dan pereaksi benedict menjadi lebih stabil setelah mengalami proses pemanasan. Hasil yang didapat keempat sampel positif mengandung glukosa karena menghasilkan endapan merah. Sampel glukosa 5% memiliki endapan merah yang paling banyak, kemudian disusul glukosa 1%, glukosa 0,3%, dan urin yang memiliki endapan merah yang paling sedikit. Pada percobaan ini menunjukkan hasil pengujian urin tidak harus negatif tetapi bisa positif. Hal ini bisa dikarenakan pendonor memiliki riwayat penyakit DM (Diabetes Mellitus) atau faktor gaya hidup, terutama pola makan sehingga hasil uji urinnya positif. Disini pola makan yang dimaksud adalah pola makan yang terlalu berlebihan makan makanan yang manis seperti coklat, minum soda, teh manis, susu krim dan makanan yang mengandung pemanis, bisa juga karena pola makan yang tidak teratur sehingga menyebabkan pola makan yang berlebihan karena terlalu lapar. Glukosa yang terdapat dalam urin dapat disebabkan glukosuria atau Diabetes Mellitus. Glukosuria adalah dimana terdapatnya glukosa atau gula dalam jumlah yang berlebih dalm urin. Glukosuria sebenarnya bukan merupakan suatu jenis penyakit, melainkan merupakan suatu gejala yang disebabkan karena adanya peningkatan glukosa dalam darah. Meningkatnya kadar glukosa dalam darah pada penderita diabetes mellitus, disebabkan oleh adanya gangguan pada sel-sel beta pankreas yang mensekresikan hormon insulin. Insulin yang tidak bekerja dengan baik atau secara optimal (atau kekurangan insulin didalam tubuh) sehingga glukosa tidak diserap oleh sel-sel dan dibawa oleh darah hingga diekskresikan melalui uirn. Hormon insulin adalah hormon yang mempengaruhi transport glukosa dan sangat berperan penting dalam metabolisme glukosa ini. Jika terjadi gangguan dari hormon insulin, disebabkan kerusakan sel penghasilnya (sel beta

11

pada Pulau Langerhans pankreas) atau adanya reseptor hormon insulin dan juga tidak dihasilkan sama sekali insulin maka akan menyebabkan gangguan metabolisme glukosa di dalam tubuh yang disebut diabetes mellitus. Diabetes mellitus dapat diatasi dengan cara yaitu terapi dengan obat (terapi farmakologi) dan terapi tanpa obat (terapi non farmakologi). Terapi yang pertama kali dilakukan dalah terapi non farmakologi seperti diet, olahraga dan tidak merokok. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal, serta menghindari zatzat nikotin dengan tidak merokok. Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin atau kombinasi keduanya. Pemberian obat hipoglikemik oral seperti obat golongan sulfonylurea, biguanid dan tiazolidindion.

12

7.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1.

Sampel urin positif menunjukkan hasil positif mengandung glukosa dengan terbentuknya endapan hijau kemerahan

2.

Semua sampel larutan glukosa yaitu larutan glukosa 0,3%, larutan glukosa 3%, dan larutan glukosa 5% menunjukkan hasil positif mengandung glukosa dengan adanya endapan merah

13

PERCOBAAN II PENENTUAN KADAR GLUKOSA (KUANTITATIF)

1.1

Tujuan Percobaan Menentukan kadar glukosa darah secara kuantitatif menggunakan metode

enzimatik.

2.1

Dasar Teori

2.1.1 Glukosa Glukosa adalah suatu gula enzim-karbon yang sederhana. Glukosa dalam makanan sebagian besar terdapat dalam bentuk disakarida (yaitu secara kimiawi terikat ke molekul gula lain; sukrosa adalah glukosa plus fruktosa; laktosa adalah glukosa plus galaktosa; maltose adalah dua molekul glukosa) dan sebagai kanji polisakarida kompleks. Dalam mukosa usus halus, disakarida diuraikan menjadi konstituen-konstituen monosakaridanya oleh enzim yang disebut disakaridase. Enzim-enzim ini (lactase, sukrase, dan maltase) bersifat spesifik untuk satu jenis disakarida. Kanji diuraikan oleh amylase yang dikeluarkan oleh pankreas dan juga oleh kelenjar liur. Gula diserap di usus dalam bentuk monosakarida. Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat, asam laktat, dan asetilkoenzim A (asetil-KoA) sebagai senyawa-senyawa antara oksidasi lengkap glukosa menghasilkan karbondioksida, air, dan energi yang disimpan sebagai senyawa fosfat berenergi tinggi adenosine trifosfat (ATP). Apabila tidak segera dimetabolisasi untuk menghasilkan energi, glukosa dapat disimpan di hati atau otot sebagai glikogen, suatu polimer yang terdiri dari banyak residu glukosa dalam bentuk yang dapat dibebaskan dan dimetabolisasi sebagai glukosa. (Sacher, 2004) 2.1.2 Plasma dan Serum Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri atas air. Zat-zat terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut :

14

a. b.

Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain) yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.

c.

Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.

d. e. f.

Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, dan vitamin). Hormon, yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. Antibodi. (Handayani, 2008) Serum adalah cairan yang didapat jika darah dibiarkan membeku,

merupakan plasma yang telah kehilangan fibrinogen (unsur pembeku darah). Serum juga merupakan bagian darah yang mengandung zat anti (antibodi) terhadap macam-macam racun (toksin) yang dikeluarkan bakteri atau virus. (Wibowo, 2007) 2.1.3 Pengukuran Glukosa Dahulu pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah lengkap, tetapi sekarang sebagian besar laboratorium melakukan pengukuran glukosa dalam serum. Karena eritrosit memiliki kadar protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi daripada serum, serum memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga bila dibandingkan dengan darah lengkap serum melarutkan lebih banyak glukosa. (Sacher, 2004) Pengumpulan darah dalam tabung bekuan untuk analisis kimiawi serum memungkinkan terjadinya metabolisme glukosa dalam sampel oleh sel-sel darah sampai terjadi pemisahan melalui pemusingan. Hitung sel darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan glikolisis berlebihan dalam sampel sehingga terjadi penurunan kadar glukosa yang bermakna. Suhu lingkungan tempat darah disimpan sebelum pemisahan juga mempengaruhi tingkat glikolisis. Pada suhu lemari pendingin, glukosa tetap stabil selama beberapa jam didalam darah. Pada suhu kamar, diperkirakan terjadi penurunan 1 sampai 2% glukosa/jam. Tabung berisi fluoride umumnya digunakan apabila kadar glukosa digunakan untuk

15

tujuan-tujuan diagnostik (misal, dalam diagnosisi awal diabetes melitus). Tabung pemisah serum juga mempertahankan kadar glukosa dalam sampel setelah tabung dipusing untuk memisahkan serum dari sel. Tabung pemisah serum umumnya digunakan untuk sebagian besar penentuan glukosa maupun pemantauan terapi cairan intravena, karena analit-analit lain dapat diukur pada sampel serum yang sama (Sacher, 2004). 2.1.4 Metodologi Terdapat dua metodologi utama berbeda yang telah digunakan untuk mengukur glukosa. Metodologi lama adalah metodologi kimiawi yang memanfaatkan sifat mereduksi glukosa yang nonspesifik dalam suatu reaksi dengan bahan indikator yang memperoleh atau berubah warna apabila tereduksi. Karena senyawa-senyawa lain yang ada dalam darah juga dapat mereduksi, dengan metode reduksi kadar glukosa dapat lebih tinggi 5 sampai 15 mg/dL dibandingkan kadar yang lebih akurat yang diperoleh dengan metode enzimatik. Metode-metode enzimatik ini umumnya menggunakan enzim glukosa oksidase atau heksokinase, yang bekerja pada glukosa, tetapi tidak pada gula lain dan tidak pada bahan pereduksi lain (Sacher, 2004). 1) GOD PAP (Glucose oxidase-phenolaminophenazone) GOD PAP adalah cara penetapan kadar glukosa darah atau serum menggunakan glukosa oksidase, peroksidase dan akseptor oksigen. Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode enzimatik menggunakan pereaksi GOD PAP dengan alat spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 500 nm. Reaksi pembentukan warna pada penetapan kadar glukosa darah metode enzimatik dengan pereaksi GOD PAP. Reaksi yang terjadi adalah glukosa dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase (GOD) dengan adanya O2 menjadi asam glukonat disertai pembentukan H2O2. Hidrogen peroksida (H2O2) yang terjadi dengan adanya enzim peroksidase (PAP) akan membebaskan O2 yang selanjutnya mengoksidasi akseptor kromogen (-Amino) yang mengandung quinonimin (senyawa berwarna merah). Besarnya intensitas warna tersebut berbanding lurus dengan glukosa yang ada. Selanjutnya absorbansi dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm (Baroroh, 2011).

16

2)

Heksokinase Heksokinase termasuk enzim yang berperan dalam mengkatalis transfer

gugus fosfat dari adenosine tri fosfat ke glukosa dengan melepaskan satu hidrogen sebagai asam. Reaksi ini terjadi di dalam semua organisme karena merupakan reaksi penting tahap awal metabolisme glukosa. Heksokinase merupakan enzim intra selular sehingga untuk mendapatkannya perlu dilakukan pemecahan dinding sel. Heksokinase yang diperoleh pada mulanya mempunyai kemurnian yang rendah sehingga aktivitasnya juga rendah. Akan tetapi setelah mengalami pemurnian dapat diperoleh heksokinase dengan aktivitas yang lebih tinggi. Satu unit didefinisikan sebagai mikromol hekso6 fosfat yang dihasilkan dalam 1 menit, dimana 1 unit ditunjukkan dengan adanya perubahan serapan sebesar 0,035. Prinsip penentuan disini dengan prinsip deteksi secara fotometri dengan adanya indikator asam basa metode Wajzer. Heksokinase dapat diisolasi dari otak tikus (rat brain), jantung hati babi dan khamir. Pada pembuatan anggur, produk anggur diperoleh sebagai supernatan sedangkan endapannya sebagai limbah. Limbah tersebut mengandung khamir sehingga didalamnya terdapat heksokinase. (Wuyanti, 2003) 2.1.5 Fotometer Semi automatic chemistry analyzer atau disebut fotometer adalah alat yang digunakan untuk mengkur absorbansi dari suatu larutan dimana prinsipnya memiliki kesamaan dengan spektrofotometer yang membedakan hanya

penggunaan filter sebagai monokromator. Filter tidak hanya digunakan untuk meneruskan cahaya namun dapat juga menyerap sumber radiasi dari gelombang lain yang dilewatinya dari suatu larutan atau zat warna. Fotometer biasanya digunakan untuk mengukur kadar suatu bahan dari tubuh seperti serum dan plasma (Panil, 2007).

17

3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. g. h. Mikropipet 10 L-100 L Mikropipet 100 L-1000 Rak tabung Semi automatic chemistry analyzer Sentrifuge Tabung reaksi Tabung sentrifuge Tabung bertutup

3.1.2 Bahan a. b. c. d. e. Air suling Darah (plasma) EDTA Enzym reagen glukosa R1 Standar glukosa 100 mg/dL

4.1

Prosedur Kerja

4.1.1 Penyiapan sampel a. Diambil darah kemudian dimasukkan dalam tabung bertutup yang telah ditambah EDTA b. c. d. Dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10-15 menit Diambil bagian plasma

4.1.2 Pengujian Kadar Glukosa a. b. c. Disiapkan tiga buah tabung reaksi Dimasukkan Reagen (R1) Glukosa 1000 L pada tabung pertama Dimasukkan Reagen (R1) Glukosa 1000 L kemudian ditambahkan larutan standar 10 L pada tabung kedua d. Dimasukkan Reagen (R1) Glukosa 1000 L kemudian ditambahkan plasma darah 10 L pada tabung ketiga

18

e. f.

Diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar Diukur dengan alat semi automatic chemistry analyzer dan dicatat hasilnya

19

5.1

Hasil Pengamatan

5.1.1 Tabel Pengamatan Sampel Sampel A Standar Sampel B Standar Sampel C Standar Absorbansi 0,289 0,792 0,530 0,768 0,490 0,711 Konsentrasi 23,78 mg/dL Perhitungan Absorbansi 36,49 mg/dL

62,76 mg/dL

69,01 mg/dL

61,60 mg/dL

68,92 mg/dL

5.1.2 Perhitungan a. Sampel A

0,289 0,792
b. Sampel B

mg d

0,530 0,768
c. Sampel C

mg d

0,490 0,711
5.1.3 Reaksi Glukosa GOD

mg d

asam glukonat + H2O2 senyawa berwarna

H2O2 + fenol + aminophenazone

20

6.1

Pembahasan Tubuh manusia mengandung glukosa darah atau yang biasa disebut gula

darah. Glukosa darah adalah gula utama yang dihasilkan oleh tubuh dari makanan yang dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah untuk menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh. Glukosa dihasilkan dari makanan yang mengandung karbohidrat yang terdiri monosakarida, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat akan dikonversikan menjadi glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna untuk pembentukan energi. Glukosa tersebut akan diserap oleh usus halus kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan di distribusikan ke seluruh sel tubuh. Glukosa yang disimpan di dalam otot dan hati adalah glikogen. Selain itu, glukosa juga disimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah. Fungsi glukosa dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme dan juga merupakan sumber utama bagi otak. Percobaan ini membahas mengenai penetapan kadar glukosa darah secara kuantitatif yang bertujuan untuk dapat menentukan kadar glukosa dalam darah secara kuantitatif dengan menggunakan metode enzimatik yang diukur dalam semi automatic chemistry analyzer. Penetapan secara kuantitatif adalah suatu penetapan rangkaian analisa yang bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam sampel yang dianalisa. Penetapan secara kuantitatif diminta untuk menentukan jumlah suatu zat yang umumnya memberikan hasil berupa data matematis (numerik). Pada percobaan ini, penetapan kadar glukosa menggunakan metode enzimatik. Pemeriksaan dengan metode enzimatik memiliki kelebihan yaitu presisi tinggi, akurasi tinggi, spesifik, relatif bebas dari gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel, dan suhu). Sedangkan

kekurangannya adalah memiliki ketergantungan pada reagen, butuh sampel darah yang banyak, pemeliharaan alat dan reagen memerlukan tempat yang khusus dan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Metode enzimatik yang digunakan adalah GOD-PAP yang merupakan reaksi kolorimetri enzimatik untuk pengukuran pada daerah cahaya yang terlihat oleh mata. Prinsipnya adalah GOD (glukosa oksidase) mengkatalis oksidasi dari glukosa menjadi asam glukonat dan H2O2. H2O2 direaksikan dengan peroksidase dan -aminoantipyrin dan membentuk N (-

21

antipyril)--benzoquinone imine. Jumlah zat warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa. Sampel yang digunakan adalah darah. Darah yang digunakan, diambil kemudian ditempatkan pada wadah yang telah diberi EDTA. Fungsi penambahan EDTA adalah sebagai antikoagulan. Antikoagulan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah. EDTA banyak digunakan untuk pemeriksaan hematologi, sebagai garam natrium atau kalium yang dapat mengubah ion kalsium dari darah menjadi bentuk yang bukan ion. Tiap 1 mg EDTA menghindarkan membekunya 1 mL darah. Pada percobaan ini yang digunakan adalah plasma darah. Jika dilihat dari kandungannya plasma kurang baik jika digunakan untuk uji karena harus ditambahkan dengan zat antikoagulan yang dapat mempengaruhi hasil uji. Jadi serum lebih baik bila dibandingkan dengan plasma untuk digunakan pada uji glukosa. Plasma darah digunakan karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan plasma dibandingkan dengan serum dan juga jika menggunakan serum, sampel darah yang digunakan lebih sedikit dibanding plasma. Darah sampel harus ditambah dengan EDTA kemudian disentrifuge selama 15 menit. Sentrifuge adalah suatu alat yang digunakan untuk memisahkan suatu larutan dengan berat molekul yang berbeda berdasarkan sentrifugal. Biasa digunakan untuk memisahkan serum dan darah beku. Prinsip kerja sentrifuge ini adalah dengan memutar tabung sentrifuge pada kecepatan tertentu maka zat cair yang lebih padat akan terpisah kebagian bawah tabung sentrifuge dan zat cair yang lebih ringan akan terpisah kebagian atas tabung sentrifuge. Setelah darah ditambah dengan EDTA, kemudian disentrifuge. Terbentuk cairan bening pada bagian atas, cairan bening tersebut disebut plasma. Jika darah disentrifuge tanpa penambahan EDTA, maka akan terbentuk serum. Perbedaan serum dan plasma terletak pada fibrinogennya. Dalam serum, fibrinogen diubah menjadi fibrin, maka serum tidak mengandung fibrinogen tetapi zat-zat lainnya masih terdapat di dalamnya. Sedangkan plasma mengandung fibrinogen yang dalam memperoleh cairan ini darah dicampur dengan antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah tersebut sehingga tetap menjadi cairan dimana antikoagulan tersebut adalah EDTA.

22

Gula darah merupakan istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Penyakit yang ditimbulkan apabila terjadi masalah pada gula darah adalah hiperglikemia atau diabetes melitus. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari adalah 4-8 mmol/L. Kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Kadar gula yang tinggi sangat berbahaya sekali karena dapat merusak dan mengacaukan kinerja organ-organ misalnya jantung, ginjal, saraf, mata, gigi, dan lain-lain. Kebanyakan penderita kadar gula darah tinggi atau diabetes tidak menyadari bahwa dirinya memiliki penyakit tersebut. Bila gula darah tetap tinggi, disebut hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat. Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan dengan diabetes termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf. Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang bisa fatal yang disebut hipoglikemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung dan kehilangan kesadaran. Langkah-langkah yang dilakukan pada penentuan kadar glukosa darah adalah disiapkan 3 buah tabung reaksi yang diisi dengan Reagen (R1) glukosa 1000 L, pada tabung pertama hanya terdiri dari blanko saja, tabung kedua diisi dengan Reagen (R1) glukosa 1000 L ditambah dengan larutan standar glukosa 100 mg/dL sebanyak 10 L menggunakan mikropipet, dan tabung ketiga diisi dengan Reagen (R1) glukosa 1000 L ditambah dengan plasma darah 10 L. Setelah itu ketiga tabung diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Fungsi diinkubasi adalah agar enzim dapat bereaksi optimal bekerja dengan glukosa, setelah itu diukur dengan alat semi automatic chemistry analyzer. Semi automatic chemistry analyzer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya tetapi dapat juga digunakan sebagai analisis suatu larutan. Prinsip pengukuran menggunakan alat ini ialah energi cahaya yang akan diubah menjadi energi listrik oleh foto sel. Energi listrik yang akan dihasilkan akan dicatat oleh

23

recorder yang besarnya akan sebanding dengan kuat lemahnya sinar atau cahaya yang masuk. Hasil yang didapatkan pada sampel 1, 2 dan 3 menggunakan semi automatic chemistry analyzer adalah 23,76 mg/dL, 62,76 mg/dL dan 61,60 mg/dL. Sedangkan hasil yang didapat dari sampel dengan perhitungan manual adalah 36,49 mg/dL, 69,01 mg/dL, dan 68,92 mg/dL. Kadar glukosa darah normal adalah 60-120 mg/dL. Jadi pada sampel A pasien mengalami hipoglikemia dan pada sampel B dan C pasien mengalami hiperglikemia. Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan menggunakan obat penurun kadar gula dan terapi non farmakologinya dapat dilakukan dengan cara diet, menjaga pola makan, puasa dan olahraga.

24

7.1

Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. 2. 3.

Konsentrasi glukosa darah pada sampel 1 adalah 23,78 mg/dL. Konsentrasi glukosa darah pada sampel 2 adalah 62,76 mg/dL. Konsentrasi glukosa darah pada sampel 3 adalah 61,60 mg/dL.

25

PERCOBAAN III PENENTUAN KADAR GOT (ASAT) DAN GPT (ALAT) SECARA KUANTITATIF

1.1

Tujuan Mengetahui kadar GOT (ASAT) dan GPT (ALAT) secara kuantitatif.

2.1

Dasar Teori

2.1.1 Darah Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu per dua belas berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55% adalah cairan, sedangkan 45% terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Pada waktu sehat volume darah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. Susunan darah dalam serum darah atau plasma terdiri atas: Air Protein Mineral 91,0% 8,0% 0,9% Kandungan Albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen Natrium klorida, natrium bikarbonat, garam kalsium, fosfor, magnesium, besi dan seterusnya

Sisanya diisi sejumlah bahan organik, yaitu glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol, dan asam amino. Fungsi darah yaitu bekerja sebagai sistem transpor dari tubuh,

menghantarkan semua bahan kimia, oksigen dan zat makanan yang diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat dijalankan, serta menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan. Sel darah merah menghantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan sebagian karbon dioksida. Sel darah putih menyediakan banyak bahan pelindung dan karena gerakan fagositosis beberapa sel makan melindungi tubuh terhadap serangan bakteri. Plasma membagi protein

26

yang diperlukan untuk pembentukan jaringan, menyegarkan cairan jaringan karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya. Dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke berbagai organ ekskretorik untuk dibuang. Hormon dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan darah. (Pearce, 2009) a. Plasma Plasma adalah cairan bagian dari darah. Plasma membentuk sekitar 5% berat badan. Plasma merupakan media sirkulasi elemen darah (eritrosit, leukosit, trombosit) yang terbentuk, pengangkut zat anorganik dan organik dari satu organ atau jaringan ke organ atau jaringan lain. Fungsi khusus protein plasma adalah mempertahankan tekanan osmotik plasma yang dibutuhkan untuk pembentukan dan absorbs cairan jaringan, dengan bergabung bersama asam dan alkali protein bekerja sebagai dapar dalam mempertahankan pH normal tubuh. Fibrinogen dan protrombin dibutuhkan untuk pembekuan darah, dan immunoglobulin penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi. (Gibson, 2000) Plasma adalah bagian cair dari darah. Di luar sistem vaskular, darah dapat dijaga tetap cair dengan mengeluarkan fibrinogen atau menambahkan antikoagulan yang sebagian besar mencegah koagulasi dengan mengelasi atau menyingkirkan ion-ion kalsium. Sitrat oksalat dan EDTA adalah antikoagulan dari golongan kelasi. Heparin mencegah koagulasi secara langsung dengan menghambat trombin, zat ini mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan memperkuat molekul antikoagulan alami, antitrombin III (AT III) untuk menetralkan trombin. Heparin tidak dapat memengaruhi konsentrasi kalsium dalam efek antikoagulasinya. Plasma yang baru diambil mengandung semua protein yang terdapat di dalam darah yang bersirkulasi, namun setelah disimpan aktivitas faktor V dan VIII secara bertahap menurun (Sacher, 2004).

27

b.

Serum Serum adalah cairan yang tersisa setelah darah menggumpal atau membeku.

Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat dan dalam prosesnya mengkonsumsi faktor VII, faktor V, dan protrombin. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan homeostatis tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dengan plasma. Serum normal tidak mengandung fibrinogen, protrombin, faktor VII, faktor V, dan faktor XIII, tetapi mengandung faktor XII, XI, X, IX dan VIII. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protrombin yang belum dikonversi (Sacher, 2004). 2.1.2 Hati Liver atau hati adalah organ kelenjar terbesar dalam tubuh manusia. beratnya sekitar 1,3 kg (pada orang dewasa). Letaknya di bagian kanan tubuh, tepat dibawah diafragma. Liver memiliki dua bagian besar yang disebut lobus kanan dan kiri. Sementara kandung empedu terletak di bawah liver, bersama dengan bagian-bagian dari pankreas dan usus. Liver dan organ-organ ini bekerja sama untuk mencerna, menyerap dan mengolah makanan. Pekerjaan utama liver atau hati adalah menyaring darah yang berasal dari saluran pencernaan, sebelum mengalir ke seluruh tubuh. Hati juga

mendetoksifikasi bahan kimia dan hasil metabolisme obat-obatan dalam tubuh. Selama proses ini hati mengeluarkan empedu yang merupakan cairan hasil pembakaran sel-sel darah yang sudah tua atau mati. Cairan empedu yang masih bermanfaat akan dipergunakan lagi oleh tubuh untuk pembentukan sel darah yang baru, sedangkan yang sudah tidak terpakai akan dibuang melalui ginjal dan usus halus. (Soebachman, 2011) Hepar merupakan organ tubuh sekaligus kelenjar yang besar dan merupakan pusat dari metabolisme tubuh. Salah satu indikator kerusakan sel-sel hati adalah meningkatnya kadar enzim-enzim hati dalam serum, termasuk meningkatnya kadar SGPT dan SGOT. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) merupakan enzim

28

aminotransferase yang beraktivitas dalam serum digunakan untuk mengukur indikasi penyakit-penyakit hati. Kedua aminotranferase tersebut normalnya ada dalam serum darah dalam konsentrasi rendah kurang dari 30-40 U/L. Dari beberapa studi yang telah dilakukan, SGPT dan SGOT dapat meningkat kadarnya hingga 10-500 lipat. (Wahyuni, 2005) 2.1.3 SGOT SGOT (Serum Glutamic Oxsaloacetik Transaminase) atasering juga disebut AST (Aspartate Amino Transferase) katalisator perubahan dari asam amino

menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama pada jaringan jantung dan hati. Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ketiga sampai kelima. Nilai normal laki-laki sampai dengan 37 U/L dan wanita sampai dengan 31 U/L. Kondisi yang dapat menyebabkan peningkatan SGOT No. Peningkatan SGOT Kondisi atau Penyebab - Perikarditis - Sirosis hepatic 1. Peningkatan ringan (< 3x Normal) - Infark paru - Cerebrovascular accident (CVA) - Obstruksi saluran empedu Peningkatan sedang (3-5 nilai 2. normal) - Aritmia jantung - Gagal jantung kangesti - Tumor Hati - Kerusakan hepatoseluler 3. Peningkatan tinggi (> 5x nilai normal) - Infark jantung - Kolaps sirkulasi - Pankreatitis akut (Sutedjo, 2008)

29

Aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamic piruvic trasaminase (SGPT), dan alkali fosfotase (alkaline phosphatase/ALP) merupakan beberapa enzim yang keberadaannya dan kadarnya dalam darah dijadikan penanda terjadinya gangguan fungsi hati. Enzim-enzim tersebut normalnya berada pada sel-sel hati. Kerusakan pada hati akan menyebabkan enzim-enzim hati tersebut lepas ke dalam aliran darah sehingga kadarnya dalam darah sehingga kadarnya dalam darah meningkat dan menandakan adanya gangguan fungsi hati (Siwiendrayanti, 2012). 2.1.4 SGPT SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut juga ALT (Alanin Aminotrasferase). Peningkatan dalam serum darah mengindikasikan adanya trauma atau kerusakan pada hati. Nilai normal laki-laki 42 U/L dan wanita 32 U/L. a. Peningkatan SGOT/SGPT : > 20 kali normal : hepatitis, virus, hepatitis toksis. b. Penigkatan 3-10 kali normal: infeksi mononuklear, hepatitis kronik aktif, obstruksi empedu ekstra hepatik, sindrom reye, dan infark miokard (AST >ALT). c. Peningkatan 1-3 kali nilai normal: pankreatitis, perlemakan hati, sirosis laenner, dan sirosis biliar. (Sutedjo, 2008)

30

3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. g. h. Mikropipet 10-100 L Mikropipet 100-1000 L Rak tabung reaksi Semi automatic chemistry analyzer Sentrifuge Tabung bertutup Tabung reaksi Tabung sentrifuge

3.1.2 Bahan a. b. c. d. e. R1 enzim reagen SGPT R1 enzim reagen SGOT R2 enzim reagen SGOT R2 enzim reagen SGPT Serum darah

4.1

Prosedur Kerja

4.1.1 Penyiapan sampel a. b. c. d. Disiapkan sampel darah dan dibiarkan membeku Dimasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge Disentrifugasi darah dengan 3000 rpm selama 10 menit Diambil serum darah

4.1.2 Pengujian working reagent a. b. Diambil 1 mL reagent R2 kemudian dimasukkan dalam 4 mL R1 Dihomogenkan

4.1.3 Pengujian SGOT a. b. c. Diambil 100 L serum darah dimasukkan dalam tabung reaksi Ditambah 1000 L working reagent ke dalam tabung reaksi Dicampur kedua larutan dan dibaca SGOT dalam sampel dengan alat fotometer pada panjang gelombang 340 nm

31

4.1.4 Pengujian SGPT a. b. c. Diambil 100 L serum darah dimasukkan dalam tabung reaksi Ditambah 1000 L working reagent kedalam tabung reaksi Dicampur kedua larutan dan dibaca SGPT dalam sampel dengan alat fotometer pada panjang gelombang 340 nm

32

5.1

Hasil Pengamatan

5.1.1 Tabel pengamatan Sampel Sampel A Sampel B 5.1.2 Reaksi a. SGOT Aspartat + 2 oksaloglutarat Oksaloasetat + NADH + H+ b. SGPT L-Alanine + 2 oksaloglutarat Piruvat + NADH + H+ LDH GPT L- glutamate + piruvat Kadar SGOT (U/L) 60 30 Kadar SGPT (U/L) 92 41

AST
MDH

glutamat + oksaloasetat L-malate + NADH+

L- Lactate + NAD+

33

6.1

Pembahasan Hati merupakan organ pusat metabolisme, hal ini didukung oleh

anatominya. Fungsi hati adalah menyaring darah yang berasal dari saluran pencernaan sebelum mengalir keseluruh tubuh. Hati juga mendetoksifikasi bahan kimia dan hasil metabolisme obat-obatan dalam tubuh. Uji fungsi hati yang diujikan kali ini adalah berdasarkan aktivitas enzim. Aktivitas dari enzim alanin transferase (SGPT) dan enzim aspartat transferase (SGOT) meningkat bila ada kerusakan dinding sel hati sebagai penanda gangguan integritas sel hati (hepatoselular). SGOT merupakan sebuah enzim yang secara normal berada di hati dan organ lain seperti jantung. SGOT dikeluarkan ke dalam darah ketika hati mengalami kerusakan. Sedangkan SGPT adalah enzim yang banyak terdapat pada organ hati. Dalam uji ini kadar SGOT dan SGPT meningkat dapat dikatakan bahwa hati mengalami kerusakan bila jumlah enzim tersebut dalam serum lebih besar dari kadar normalnya. SGPT dan SGOT dapat dijadikan biomarker karena berdasarkan dari tempat dimana enzim tersebut di produksi, SGOT di produksi di hati dan juga terdapat pada jantung, sedangkan SGPT hanya terdapat di hati sehingga SGPT lebih akurat untuk uji fungsi hati karena SGPT murni dibentuk di dalam hati. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya SGOT dan SGPT

adalah terjadinya trauma pada proses pengambilan sampel, pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra vena dapat menurunkan kadar, selain itu konsumsi obat-obatan tertentu juga dapat meningkatkan kadarnya seperti obat antibiotik, antihipertensi, anti narkotika dan aspirin, dapat meningkatkan atau menurunkan kadar SGOT dan SGPT. Prinsip reaksi SGOT yaitu aminotransferase (AST) mengkatalis transferase dari L-aspartat dan -ketoglutarat membentuk L-glutarat dan oxaloasetat. Oxaloasetat direduksi menjadi malate (MDH) dan niconamide adenine dinokleotida (NADH) teroksidasi menjadi NAD. Banyaknya NADH yang teroksidasi berbanding langsung dengan aktivitas AST yang diukur secara fotometrik. Sedangkan prinsip kerja SGPT adalah alanin aminotransmerase (ALT) mengkatalis dari L-alanine dan -ketoglutarat terbentuk L-glutamate dan piruvat,

34

piruvat yang terbentuk direduksi menjadi nicotinamide adenine dinokleotida

laktat dehidrogenase (LDH) dan teroksidasi menjadi NAD.

(NADH)

Banyaknya NADH yang teroksidasi hasil penurunan serapan berbanding langsung dengan panjang gelombang 340 nm aktivitas ALT yang diukur secara fotometrik. Pengujian percobaan menggunakan sampel A dengan hasil pengujian kadar SGOT adalah 60 U/L dan kadar SGPT 92 U/L. Berdasarkan hasil pengukuran kadar SGOT dan SGPT tersebut dapat diketahui bahwa orang tersebut mengalami kerusakan hati dapat dilihat dari kadar SGPT yang jauh melebihi kadar, kadar normal untuk laki-laki yaitu 0-50 U/L dan pada perempuan 0-35 U/L, karena peningkatan SGOT dan SGPT lebih dari 20 kali kadar normal maka orang tersebut dapat didiagnosa mengidap hepatitis viral akut atau nekrosis hati. Sedangkan pada sampel B menunjukkan kadar SGOT 30 U/L dan kadar SGPT 41 U/L. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahuii bahwa orang tersebut tidak meengalami kerusakan hati karena kadar SGOT dan SGPT nya masih berada dalam kadar normal. Panjang gelombang yang digunakan 340 nm untuk mendapatkan hasil yang akurat karena panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang maksimumnya. Sampel yang digunakan adalah serum karena dalam

pengerjaannya serum mudah didapat tanpa penambahan antikoagulan, dan juga serum tidak mengandung fibrinogen. Antikoagulan sendiri berfungsi untuk mengurangi terjadinya penggumpalan pada sampel darah. Pada dasarnya penggunaan serum maupun plasma dapat digunakan untuk sampel pengujian kadar SGOT dan kadar SGPT pada uji ini. Serum didapatkan tanpa penambahan antikoagulan (EDTA). Di dalam serum tidak terdapat zat- zat organik lain seperti EDTA yang dapat mengganggu hasil pengujian sehingga serum lebih dipilih untuk menjadi sampel yang digunakan daripada serum.

35

7.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :

a.

Kadar SGOT pada sampel A 60 U/L dan kadar SGPT 92 U/L, menunjukkan kenaikan kadar atau mengalami kerusakan hati.

b.

Kadar SGOT pada sampel B 30 U/L dan kadar SGPT 41 U/L, menunjukkan kadar normal.

36

PERCOBAAN IV PENENTUAN KADAR TRIGLISERIDA (KUANTITATIF)

1.1

Tujuan Untuk mengetahui kadar trigliserida dalam plasma darah secara kuantitatif

dengan menggunakan metode enzimatik. 2.1 Dasar Teori

2.1.1 Lipid Lipid adalah sekelompok senyawa organik yang cenderung tidak larut dalam air dan pelarut polar lainnya, tetapi dapat larut dalam pelarut organik seperti toluene atau eter. Lipid terutama terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen, namun bisa juga mengandung unsur-unsur lain. Selain berperan sebagai media penyimpanan energi, beberapa jenis lemak tertentu melapisi dan melindungi organ-organ internal tubuh, sementara jenis lainnya dalam bentuk lapisan lemak tepat di bawah kulit pada banyak jenis mamalia, menyediakan isolasi panas untuk melawan temperatur lingkungan yang rendah. Lipid lebih sulit untuk dikategorisasi daripada karbohidrat atau protein, sebab ada banyak sekali ragam kelompok lipid. Di antara kelompok-kelompok utama lipid yang berfungsi dalam organisme hidup adalah lemak netral (trigliserida), fosfolipid, dan steroid (Fried, 2006). a. Trigliserida Trigliserida adalah jenis lemak dalam darah yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol. Makan makanan yang mengandung lemak akan meningkatkan trigliserida dalam darah dan cenderung meningkatkan kadar kolesterol. (Nirmagustina, 2007) Lemak netral atau trigliserida adalah lipid yang paling umum ditemukan dan juga yang paling familiar. Trigliserida tersusun atas tiga asam lemak yang dihubungkan pada masing-masing dari ketiga gugus hidroksil dari alkohol gliserol

37

tripel. Karena gabungan suatu asam dan suatu alkohol menghasilkan ester, trigliserida dikenal juga sebagai trimester (Fried, 2006). Nilai normal trigliserida: 1) Dewasa: 12-29 tahun: 10-140 mg/dL, 30-39 tahun: 20-150 mg/dL, 40-49 tahun: 30-160 mg/dL, > 50 tahun: 40-190 mg/dL, 0,44-2,09 mmol/L (unit SI). 2) Anak: bayi: 5-40 mg/dL, anak 5-11 tahun: 10-135 mg/dL. (Kee, 1997) b. Kolesterol Kolesterol adalah salah satu lemak tubuh yang berada dalam bentuk bebas dan ester dengan asam lemak. Lemak yang dimakan terdiri atas kolesterol lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Karbohidrat dan lemak tersebut di dalam tubuh akan diproses menjadi suatu senyawa yang disebut asetil koenzim A. Bahan ini akan membentuk beberapa zat penting seperti asam lemak, trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol, sehingga bila tubuh terlalu banyak asupan makanan yakni melebihi kebutuhan maka jumlah trigliserida akan meningkat (Kasim, 2006). Kolesterol merupakan ciri khas dari struktur steroid. Walaupun kolesterol sering disebut sebagai penyebab arteriosklerosis pada manusia, kolesterol sebenarnya adalah komponen structural vital dari membran sel. Kolesterol memainkan peranan penting dalam menjaga keberlangsungan fungsi-fungsi yang baik dari berbagai jaringan hewan seperti saraf dan darah. Kolesterol tidak ditemukan pada tumbuhan (Fried, 2006). c. Steroid Steroid sangat berbeda dalam hal struktur dari asam-asam netral dan fosfolipid. Steroid digolongkan sebagai lipid karena ketidaklarutannya dalam air. Steroid terdiri atas empat cincin atom karbon yang saling berhubungan, tiga di antaranya merupakan cincin heksagonal dan yang satunya merupakan cincin pentagonal (Fried, 2006). 2.1.2 Metabolisme Trigliserida a. Transpor lemak (lipid) dalam alirah darah. Lemak ditranspor dalam bentuk kilomikron, asam lemak bebas, dan lipoprotein.

38

1)

Kilomikron terbentuk dalam mukosa usus dari asam lemak dan gliserol, diabsorpsi dalam lacteal, dan masuk ke sirkulasi darah. Kilomikron terdiri dari 90% trigliserida, ditambah kolesterol, fosfolipid, dan selubung tipis protein. Dalam waktu empat jam setelah makan (tahap postabsorbtif), sebagian besar kilomikron dikeluarkan dari darah oleh jaringan adiposa dan hati.

a)

Enzim lipoprotein lipase, yang ditemukan dalam hati dan kapilar jaringan adiposa, mengurai trigliserida dalam kilomikron untuk melepaskan asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol berikatan menjadi trigliserida (lemak netral) untuk disimpan dalam jaringan adiposa. Sisa kilomikron yang kaya kolesterol dimetabolisme oleh hati.

b)

Simpanan lemak akan ditarik dari jaringan adiposa jika diperlukan untuk energi. Enzim lipase sensitif-hormon mengurai trigliserida kembali menjadi asam lemak dan gliserol.

c)

Jumlah simpanan lemak bergantung pada total asupan makanan. Jaringan adiposa dan hati dapat menyintesis lemak dari asupan lemak, karbohidrat, atau protein yang berlebihan.

2)

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terikat pada albumin, salah satu protein plasma. Bentuk bebas ini adalah bentuk asam lemak yang ditranspor dari sel-sel jaringan adiposa untuk dipakai jaringan lain sebagai energi.

3)

Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa kilomikron. Lipoprotein terutama disintesis di hati. Lipoprotein dipakai untuk transport lemak antar jaringan dan bersirkulasi dalam darah pada tahap postabsorbtif setelah kilomikron dikeluarkan dari darah. Lipoprotein terbagi menjadi tiga kelas sesuai dengan densitasnya.

a)

VLDL (very low density lipoprotein) mengandung kurang lebih 60% trigliserida dan 15% kolesterol dan memiliki massa terkecil. VLDL mentranspor trigliserida dan koletserol menjauhi hati menuju jaringan untuk disimpan atau digunakan.

b)

LDL (low density lipoprotein) mengandung hampir 50% kolesterol dan membawa 60% sampai 70% kolesterol plasma yang disimpan dalam

39

jaringan adiposa dan otot polos. Konsentrasinya bergantung pada banyak faktor, tetapi terutama pada faktor asupan makanan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh. Konsentrasi LDL tinggi dalam darah dihubungan dengan insidensi tinggi penyakit jantung koroner. c) HDL (high density lipoprotein) mengandung 20% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida dan 50% protein dari berat molekulnya. HDL penting dalam pembersihan trigliserida dan kolesterol dari plasma karena HDL membawa kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme buka untuk disimpan dalam jaringan lain. Konsentrasi HDL tingi dalam darah dihubungkan dengan insidensi rendah penyakit jantung koroner. (Sloane, 2003) 2.1.3 Masalah-masalah klinis trigliserida a. Penurunan kadar: -lipoproteinemia congenital, hipertiroidisme, malnutrisi protein, latihan. b. Obat-obat yang dapat menurunkan nilai trigliserida: Asam askorbat, kofibrat (Atromid-S), fenformin, metformin. c. Peningkatan kadar: Hiperlipoproteinemia, IMA, hipertensi, hipotiroidisme, sindrom nefrotik, trombosis serebral, sirosis alkoholik, DM yang tidak terkontrol, sindrom Downs stress, diet tinggi karbohidrat, kehamilan. d. Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai trigliserida: Estrogen, pil KB. (Kee, 1997) 2.1.4 Plasma dan Serum Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri atas air. Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut: a. b. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain) yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik. c. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.

40

d. e. f.

Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. Antibodi (Handayani, 2008) Serum adalah cairan tersisa setelah darah menggumpal atau membeku.

Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat dan dalam prosesnya mengonsumsi faktor VIII, faktor V dan protrombin. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostasis tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dengan dalam plasma. Serum normal tidak mengandung fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor V, dan faktor XIII, tetapi mengandung faktor XII, XI, X, IX, dan VII. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protrombin yang belum dikonversi (Sacher, 2004). 2.1.5 Metode GPO-PAP Metode ini digunakan untuk pemisahan trigliserida dalam serum atau plasma dengan menggunakan metode diagnosa trigliserida. Prinsip GPO-PAP adalah lipoprotein lipase menghidrolisis serum

trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol kinase (GK) mengkatalisis perubahan gliserol dalam menghasilkan ATP menjadi gliserol-3fosfat dan ADP. Gliserol-3-fosfat kemudian dioksidasi oleh gliserol-3-fosfat oksidase (GPO) untuk menghasilkan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida bereaksi dengan peroksidase (POD) dengan 4-klorofenol dan 4-aminoantipirin untuk membentuk senyawa kompleks berwarna merah muda. Intensitas warna sebanding dengan konsentrasi trigliserida dan dapat diukur kadarnya dengan fotometer menggunakan panjang gelombang 546 nm. Trigliserida
lipase

gliserol + asam lemak gliserol-3-fosfat + ADP


GPO

Gliserol + ATP

GK

Gliserol-3-fosfat + O2

dihydroxyacetone fosfat + H2O2

H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol (Chakravarti, 2005)

41

3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. Mikropipet 10 L dan 1000 L Rak tabung Semi automatic chemistry analyzer Sentrifuge Tabung reaksi Tabung sentrifuge

3.1.2 Bahan a. b. c. d. Aquades EDTA Plasma darah R1 (Enzym reagent): PIPES buffer pH 7,5, 4-chlorofenol, 4-

aminoantipyrine, magnesium ions, ATP, lipase, peroksidase, gliserol kinase, gliserol-3-phosphate oksidase e. Standar trigliserida

4.1. Prosedur Kerja a. Disentrifuge darah agar terpisah serum dan plasma dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. b. c. Disiapkan tiga buah tabung reaksi. Dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 L pada semua tabung, pada tabung II ditambahkan dengan 10 L standar trigliserida dan pada tabung III ditambahkan dengan 10 L plasma darah. d. e. Diinkubasi seluruh tabung pada suhu kamar selama 10 menit. Diukur kadarnya dengan alat semi automatic chemistry analyzer.

42

5.1

Hasil Pengamatan

5.1.1 Tabel Pengamatan Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Absorbansi Blanko 0,187 0,204 0,187 Standar 0,289 0,307 0,269 Sampel 0,293 0,257 0,227 Hasil 207,92 mg/dL 102,05 mg/dL 98,45 mg/dL Hasil Perhitungan 207,8 mg/dL 102,91 mg/dL 97,56 mg/dL

5.1.2 Perhitungan a. Sampel 1


sampel standar blanko blanko

mg d b. Sampel 2
sampel standar blanko blanko

mg d c. Sampel 3
sampel standar blanko blanko

43

mg d 5.1.3 Reaksi Trigliserida


lipase

gliserol + asam lemak

Gliserol + ATP

GK

gliserol-3-fosfat + ADP

Gliserol-3-fosfat + O2

GPO

dihydroxyacetone fosfat + H2O2

H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol

44

6.1

Pembahasan Percobaan ini mengenai penentuan kadar trigliserida dalam plasma darah

menggunakan metode enzimatik. Trigliserida adalah jenis lemak yang dapat ditemukan dalam darah dan merupakan hasil uraian tubuh pada makanan yang mengandung lemak dan kolesterol yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh serta dibentuk di hati. Tujuan dilakukan pengukuran trigliserida adalah untuk memantau dan menilai resiko aterosklerosis khususnya bila ada riwayat keluarga yang positif. Selain itu juga pada penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis, penyakit hati dan ginjal. Metabolisme trigliserida terjadi di dalam hati dan jaringan adiposa. Trigliserida yang ada di dalam hati kemudian ditransport oleh lipoprotein ke jaringan adiposa, dimana trigliserida juga disimpan untuk energi. Trigliserida diangkut terutama sebagai kilomikron dari usus menuju hepar, kemudian mengalami metabolisme dalam jumlah besar sebagai VLDL diangkut dari hepar menuju ke seluruh jaringan tubuh. Oleh karena itu trigliserida yang tinggi cenderung disertai dengan VLDL dan LDL yang tinggi pula, sementara HDLnya rendah. Perbedaan kolesterol dan trigliserida adalah kolesterol pada tubuh disimpan dalam jaringan hati atau dinding pembuluh darah, sedangkan trigliserida disimpan di dalam sel lemak di bawah jaringan kulit. Trigliserida bermanfaat pada tubuh dengan menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan kolesterol, sedangkan kolesterol bermanfaat pada tubuh untuk membangun sel-sel tubuh dan juga hormon-hormon tertentu. Kadar kolesterol pada seseorang tidak bergantung pada gemuk kurusnya seseorang karena banyak ditemui orang-orang yang kurus memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah plasma darah. Alasan digunakan plasma darah sebagai sampel karena plasma darah dapat melarutkan dan membawa trigliserida dalam tubuh. Plasma darah adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan menambahkan antikoagulan pada darah. Oleh karena itu plasma darah masih mengandung fibrinogen. Antikoagulan yang digunakan adalah EDTA. EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium

45

(natrium) atau potassium (kalium) dan berguna untuk mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. Prinsip dari pengujian trigliserida ini adalah enzim lipase akan memperantarai hidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam-asam lemak. Selanjutnya gliserol ini akan mengalami fosfatasi dengan bantuan enzim gliserol kinase yang akan menghasilkan dihidroksi-aseton-fosfat dan H2O2. Pada tahap selanjutnya, H2O2 akan bereaksi dengan 4-aminoantipirin dan 4-klorofenol dengan bantuan enzim peroksidase membentuk kompleks kuinonimin yang berwarna merah muda yang kemudian dapat diukur secara fotometri. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan memasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Dimana dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit ini merupakan waktu dan kecepatan optimum dalam memisahkan antara plasma darah dan serumnya. Prinsip dari sentrifugasi adalah memisahkan serum dan plasma berdasarkan prinsip berat jenis (BJ) dimana serum berwarna lebih merah tua pekat sehingga berada di bagian bawah tabung (BJ besar), sedangkan plasma yang berwarna kuning bening (BJ kecil) akan berada pada bagian atas tabung. Kemudian dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 L ke dalam 3 buah tabung reaksi, pada tabung II ditambahkan 10 L standar trigliserida dan pada tabung III ditambahkan 10 L plasma darah. Setelah itu seluruh tabung diinkubasi selama 10 menit agar reagen dan sampel dapat bereaksi optimal karena reaksi yang terjadi merupakan reaksi enzimatis yang berjalan lambat. Kemudian diukur kadarnya dengan menggunakan alat semi automatic chemistry analyzer. Prinsip kerja alat semi automatic chemistry analyzer sama dengan alat fotometer yaitu pengukuran penyerapan akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya. Alat ini kurang spesifik dibandingkan dengan spektrofotometer. Hal ini dikarenakan pada spektrofotometer, panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan diperoleh dengan alat pengurai seperti plasma atau celah optis sedangkan pada fotometer tidak dapat terseleksi.

46

Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa kadar trigliserida pada sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL, pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL, dan pada sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL. Berdasarkan literatur, ambang batas trigliserida dalam darah adalah 150 mg/dL. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa kadar trigliserida pada sampel 1 melebihi batas normal. Sedangkan pada sampel 2 dan 3 kadar trigliseridanya normal. Dikatakan seseorang memiliki kadar trigliserida yang tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL. Terdapat empat tingkatan pada kadar trigliserida yaitu kisaran normal jika kadarnya kurang dari 150 mg/dL, batas tinggi jika kadarnya 150-199 mg/dL, tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL, dan sangat tinggi jika kadarnya lebih dari 500 mg/dL. Kadar trigliserida yang tinggi disebut hiperlipidemia. Kadar trigliserida yang tinggi disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan gaya hidup. Seseorang yang masuk kategori tinggi biasanya juga memiliki faktor resiko penyakit jantung seperti lingkar pinggang yang lebar atau resistensi insulin yang menyebabkan diabetes. Perubahan gaya hidup adalah terapi utama yang bisa dilakukan. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah adalah kegemukan, makanan berlemak jenuh tinggi, makanan yang tinggi glukosa atau karbohidrat serta minuman beralkohol. Pada makanan-makanan berlemak jenuh tinggi dan tinggi glukosa dapat mempengaruhi kadar trigliserida apabila dikonsumsi secara terus-menerus atau berlebihan karena makanan yang berlemak jenuh atau tinggi glukosa sulit diuraikan menjadi unsur-unsur lain. Lemak jenuh sering disebut kolesterol adalah suatu komponen dalam tubuh berbentuk seperti lilin yang berwarna putih, diproduksi di dalam hati dan secara alami ditemukan di dalam tubuh. Lemak jenuh akan bertahan sebagai lemak atau kolesterol jahat dan menumpuk dalam pembuluh darah. Sedangkan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dapat merusak fungsi hati dimana hati berguna untuk mensintesis lipoprotein. Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa kilomikron, dimana lipoprotein digunakan untuk transport lemak antar jaringan dan bersirkulasi dalam darah. Apabila fungsi hati menurun akibat konsumsi alkohol yang berlebihan maka hati tidak dapat mensintesis lipoprotein dan lemak

47

tidak dapat ditranspor sehingga terjadi penumpukkan lemak di saluran arteri yang dapat mempercepat timbulnya plak pada dinding arteri. Jika kadar trigliserida tinggi maka dapat beresiko terkena penyakit aterosklerosis. Aterosklerosis adalah suatu kondisi berupa pengumpulan lemak (lipid) di sepanjang dinding arteri. Lemak ini kemudian mengental, mengeras dan akhirnya mempersempit saluran arteri sehingga mengurangi suplai oksigen maupun darah ke organ-organ tubuh. Timbunan lemak yang mengeras di dinding arteri ini disebut plak. Bila plak menutupi saluran arteri, jaringan yang disuplai oleh arteri akan mati. Komplikasi aterosklerosis terjadi bila plak pecah dan bermigrasi melalui arteri ke bagian lain. Plak yang beredar disebut emboli yang terdiri dari lemak, sel-sel mati, gumpalan darah. Untuk menurunkan kadar trigliserida dapat dilakukan dengan

memperbanyak makanan tinggi protein tak berlemak seperti kacang kedelai dan jenis kacang-kacangan lainnya, dada ayam tanpa kulit, ikan salmon, ikan tuna, putih telur, tahu dan tempe. Selain itu dengan memperbanyak konsumsi buahbuahan dan sayur-sayuran yang mengandung serat tinggi, berolahraga minimal 30 menit per hari dan menghentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol. Sedangkan obat-obat yang dapat menurunkan kadar trigliserida adalah asam askorbat, kofibrat, fenformin dan metformin.

48

7.1. Kesimpulan 1. 2. 3. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: Kadar trigliserida pada sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL. Kadar trigliserida pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL. Kadar trigliserida pada sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL.

49

PERCOBAAN IV PENENTUAN KADAR TRIGLISERIDA (KUANTITATIF)

1.2

Tujuan Untuk mengetahui kadar trigliserida dalam plasma darah secara kuantitatif

dengan menggunakan metode enzimatik. 2.2 Dasar Teori

2.2.1 Lipid Lipid adalah sekelompok senyawa organik yang cenderung tidak larut dalam air dan pelarut polar lainnya, tetapi dapat larut dalam pelarut organik seperti toluene atau eter. Lipid terutama terdiri atas karbon, hidrogen, dan oksigen, namun bisa juga mengandung unsur-unsur lain. Selain berperan sebagai media penyimpanan energi, beberapa jenis lemak tertentu melapisi dan melindungi organ-organ internal tubuh, sementara jenis lainnya dalam bentuk lapisan lemak tepat di bawah kulit pada banyak jenis mamalia, menyediakan isolasi panas untuk melawan temperatur lingkungan yang rendah. Lipid lebih sulit untuk dikategorisasi daripada karbohidrat atau protein, sebab ada banyak sekali ragam kelompok lipid. Di antara kelompok-kelompok utama lipid yang berfungsi dalam organisme hidup adalah lemak netral (trigliserida), fosfolipid, dan steroid (Fried, 2006). d. Trigliserida Trigliserida adalah jenis lemak dalam darah yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol. Makan makanan yang mengandung lemak akan meningkatkan trigliserida dalam darah dan cenderung meningkatkan kadar kolesterol. (Nirmagustina, 2007) Lemak netral atau trigliserida adalah lipid yang paling umum ditemukan dan juga yang paling familiar. Trigliserida tersusun atas tiga asam lemak yang dihubungkan pada masing-masing dari ketiga gugus hidroksil dari alkohol gliserol

50

tripel. Karena gabungan suatu asam dan suatu alkohol menghasilkan ester, trigliserida dikenal juga sebagai trimester (Fried, 2006). Nilai normal trigliserida: 3) Dewasa: 12-29 tahun: 10-140 mg/dL, 30-39 tahun: 20-150 mg/dL, 40-49 tahun: 30-160 mg/dL, > 50 tahun: 40-190 mg/dL, 0,44-2,09 mmol/L (unit SI). 4) Anak: bayi: 5-40 mg/dL, anak 5-11 tahun: 10-135 mg/dL. (Kee, 1997) e. Kolesterol Kolesterol adalah salah satu lemak tubuh yang berada dalam bentuk bebas dan ester dengan asam lemak. Lemak yang dimakan terdiri atas kolesterol lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Karbohidrat dan lemak tersebut di dalam tubuh akan diproses menjadi suatu senyawa yang disebut asetil koenzim A. Bahan ini akan membentuk beberapa zat penting seperti asam lemak, trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol, sehingga bila tubuh terlalu banyak asupan makanan yakni melebihi kebutuhan maka jumlah trigliserida akan meningkat (Kasim, 2006). Kolesterol merupakan ciri khas dari struktur steroid. Walaupun kolesterol sering disebut sebagai penyebab arteriosklerosis pada manusia, kolesterol sebenarnya adalah komponen structural vital dari membran sel. Kolesterol memainkan peranan penting dalam menjaga keberlangsungan fungsi-fungsi yang baik dari berbagai jaringan hewan seperti saraf dan darah. Kolesterol tidak ditemukan pada tumbuhan (Fried, 2006). f. Steroid Steroid sangat berbeda dalam hal struktur dari asam-asam netral dan fosfolipid. Steroid digolongkan sebagai lipid karena ketidaklarutannya dalam air. Steroid terdiri atas empat cincin atom karbon yang saling berhubungan, tiga di antaranya merupakan cincin heksagonal dan yang satunya merupakan cincin pentagonal (Fried, 2006). 2.2.2 Metabolisme Trigliserida b. Transpor lemak (lipid) dalam alirah darah. Lemak ditranspor dalam bentuk kilomikron, asam lemak bebas, dan lipoprotein.

51

4)

Kilomikron terbentuk dalam mukosa usus dari asam lemak dan gliserol, diabsorpsi dalam lacteal, dan masuk ke sirkulasi darah. Kilomikron terdiri dari 90% trigliserida, ditambah kolesterol, fosfolipid, dan selubung tipis protein. Dalam waktu empat jam setelah makan (tahap postabsorbtif), sebagian besar kilomikron dikeluarkan dari darah oleh jaringan adiposa dan hati.

d)

Enzim lipoprotein lipase, yang ditemukan dalam hati dan kapilar jaringan adiposa, mengurai trigliserida dalam kilomikron untuk melepaskan asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol berikatan menjadi trigliserida (lemak netral) untuk disimpan dalam jaringan adiposa. Sisa kilomikron yang kaya kolesterol dimetabolisme oleh hati.

e)

Simpanan lemak akan ditarik dari jaringan adiposa jika diperlukan untuk energi. Enzim lipase sensitif-hormon mengurai trigliserida kembali menjadi asam lemak dan gliserol.

f)

Jumlah simpanan lemak bergantung pada total asupan makanan. Jaringan adiposa dan hati dapat menyintesis lemak dari asupan lemak, karbohidrat, atau protein yang berlebihan.

5)

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terikat pada albumin, salah satu protein plasma. Bentuk bebas ini adalah bentuk asam lemak yang ditranspor dari sel-sel jaringan adiposa untuk dipakai jaringan lain sebagai energi.

6)

Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa kilomikron. Lipoprotein terutama disintesis di hati. Lipoprotein dipakai untuk transport lemak antar jaringan dan bersirkulasi dalam darah pada tahap postabsorbtif setelah kilomikron dikeluarkan dari darah. Lipoprotein terbagi menjadi tiga kelas sesuai dengan densitasnya.

d)

VLDL (very low density lipoprotein) mengandung kurang lebih 60% trigliserida dan 15% kolesterol dan memiliki massa terkecil. VLDL mentranspor trigliserida dan koletserol menjauhi hati menuju jaringan untuk disimpan atau digunakan.

e)

LDL (low density lipoprotein) mengandung hampir 50% kolesterol dan membawa 60% sampai 70% kolesterol plasma yang disimpan dalam

52

jaringan adiposa dan otot polos. Konsentrasinya bergantung pada banyak faktor, tetapi terutama pada faktor asupan makanan yang mengandung kolesterol dan lemak jenuh. Konsentrasi LDL tinggi dalam darah dihubungan dengan insidensi tinggi penyakit jantung koroner. f) HDL (high density lipoprotein) mengandung 20% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida dan 50% protein dari berat molekulnya. HDL penting dalam pembersihan trigliserida dan kolesterol dari plasma karena HDL membawa kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme buka untuk disimpan dalam jaringan lain. Konsentrasi HDL tingi dalam darah dihubungkan dengan insidensi rendah penyakit jantung koroner. (Sloane, 2003) 2.2.3 Masalah-masalah klinis trigliserida e. Penurunan kadar: -lipoproteinemia congenital, hipertiroidisme, malnutrisi protein, latihan. f. Obat-obat yang dapat menurunkan nilai trigliserida: Asam askorbat, kofibrat (Atromid-S), fenformin, metformin. g. Peningkatan kadar: Hiperlipoproteinemia, IMA, hipertensi, hipotiroidisme, sindrom nefrotik, trombosis serebral, sirosis alkoholik, DM yang tidak terkontrol, sindrom Downs stress, diet tinggi karbohidrat, kehamilan. h. Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai trigliserida: Estrogen, pil KB. (Kee, 1997) 2.2.4 Plasma dan Serum Plasma adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri atas air. Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut: g. h. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain) yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik. i. Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.

53

j. k. l.

Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral dan vitamin) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh. Antibodi (Handayani, 2008) Serum adalah cairan tersisa setelah darah menggumpal atau membeku.

Koagulasi mengubah semua fibrinogen menjadi fibrin yang padat dan dalam prosesnya mengonsumsi faktor VIII, faktor V dan protrombin. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostasis tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dengan dalam plasma. Serum normal tidak mengandung fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor V, dan faktor XIII, tetapi mengandung faktor XII, XI, X, IX, dan VII. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protrombin yang belum dikonversi (Sacher, 2004). 2.2.5 Metode GPO-PAP Metode ini digunakan untuk pemisahan trigliserida dalam serum atau plasma dengan menggunakan metode diagnosa trigliserida. Prinsip GPO-PAP adalah lipoprotein lipase menghidrolisis serum

trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Gliserol kinase (GK) mengkatalisis perubahan gliserol dalam menghasilkan ATP menjadi gliserol-3fosfat dan ADP. Gliserol-3-fosfat kemudian dioksidasi oleh gliserol-3-fosfat oksidase (GPO) untuk menghasilkan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida bereaksi dengan peroksidase (POD) dengan 4-klorofenol dan 4-aminoantipirin untuk membentuk senyawa kompleks berwarna merah muda. Intensitas warna sebanding dengan konsentrasi trigliserida dan dapat diukur kadarnya dengan fotometer menggunakan panjang gelombang 546 nm. Trigliserida
lipase

gliserol + asam lemak gliserol-3-fosfat + ADP


GPO

Gliserol + ATP

GK

Gliserol-3-fosfat + O2

dihydroxyacetone fosfat + H2O2

H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol (Chakravarti, 2005)

54

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat g. h. i. j. k. l. Mikropipet 10 L dan 1000 L Rak tabung Semi automatic chemistry analyzer Sentrifuge Tabung reaksi Tabung sentrifuge

3.2.2 Bahan f. g. h. i. Aquades EDTA Plasma darah R1 (Enzym reagent): PIPES buffer pH 7,5, 4-chlorofenol, 4-

aminoantipyrine, magnesium ions, ATP, lipase, peroksidase, gliserol kinase, gliserol-3-phosphate oksidase j. Standar trigliserida

4.2. Prosedur Kerja f. Disentrifuge darah agar terpisah serum dan plasma dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. g. h. Disiapkan tiga buah tabung reaksi. Dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 L pada semua tabung, pada tabung II ditambahkan dengan 10 L standar trigliserida dan pada tabung III ditambahkan dengan 10 L plasma darah. i. j. Diinkubasi seluruh tabung pada suhu kamar selama 10 menit. Diukur kadarnya dengan alat semi automatic chemistry analyzer.

55

5.2

Hasil Pengamatan

5.2.1 Tabel Pengamatan Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Absorbansi Blanko 0,187 0,204 0,187 Standar 0,289 0,307 0,269 Sampel 0,293 0,257 0,227 Hasil 207,92 mg/dL 102,05 mg/dL 98,45 mg/dL Hasil Perhitungan 207,8 mg/dL 102,91 mg/dL 97,56 mg/dL

5.2.2 Perhitungan d. Sampel 1


sampel standar blanko blanko

mg d e. Sampel 2
sampel standar blanko blanko

mg d f. Sampel 3
sampel standar blanko blanko

56

mg d 5.2.3 Reaksi Trigliserida


lipase

gliserol + asam lemak

Gliserol + ATP

GK

gliserol-3-fosfat + ADP

Gliserol-3-fosfat + O2

GPO

dihydroxyacetone fosfat + H2O2

H2O2 + 4-aminoantipyrine POD quinoneimine + HCl + H2O + 4-chlorofenol

57

6.2

Pembahasan Percobaan ini mengenai penentuan kadar trigliserida dalam plasma darah

menggunakan metode enzimatik. Trigliserida adalah jenis lemak yang dapat ditemukan dalam darah dan merupakan hasil uraian tubuh pada makanan yang mengandung lemak dan kolesterol yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh serta dibentuk di hati. Tujuan dilakukan pengukuran trigliserida adalah untuk memantau dan menilai resiko aterosklerosis khususnya bila ada riwayat keluarga yang positif. Selain itu juga pada penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis, penyakit hati dan ginjal. Metabolisme trigliserida terjadi di dalam hati dan jaringan adiposa. Trigliserida yang ada di dalam hati kemudian ditransport oleh lipoprotein ke jaringan adiposa, dimana trigliserida juga disimpan untuk energi. Trigliserida diangkut terutama sebagai kilomikron dari usus menuju hepar, kemudian mengalami metabolisme dalam jumlah besar sebagai VLDL diangkut dari hepar menuju ke seluruh jaringan tubuh. Oleh karena itu trigliserida yang tinggi cenderung disertai dengan VLDL dan LDL yang tinggi pula, sementara HDLnya rendah. Perbedaan kolesterol dan trigliserida adalah kolesterol pada tubuh disimpan dalam jaringan hati atau dinding pembuluh darah, sedangkan trigliserida disimpan di dalam sel lemak di bawah jaringan kulit. Trigliserida bermanfaat pada tubuh dengan menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan kolesterol, sedangkan kolesterol bermanfaat pada tubuh untuk membangun sel-sel tubuh dan juga hormon-hormon tertentu. Kadar kolesterol pada seseorang tidak bergantung pada gemuk kurusnya seseorang karena banyak ditemui orang-orang yang kurus memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah plasma darah. Alasan digunakan plasma darah sebagai sampel karena plasma darah dapat melarutkan dan membawa trigliserida dalam tubuh. Plasma darah adalah cairan berwarna kuning muda yang didapat dengan menambahkan antikoagulan pada darah. Oleh karena itu plasma darah masih mengandung fibrinogen. Antikoagulan yang digunakan adalah EDTA. EDTA umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium

58

(natrium) atau potassium (kalium) dan berguna untuk mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. Prinsip dari pengujian trigliserida ini adalah enzim lipase akan memperantarai hidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam-asam lemak. Selanjutnya gliserol ini akan mengalami fosfatasi dengan bantuan enzim gliserol kinase yang akan menghasilkan dihidroksi-aseton-fosfat dan H2O2. Pada tahap selanjutnya, H2O2 akan bereaksi dengan 4-aminoantipirin dan 4-klorofenol dengan bantuan enzim peroksidase membentuk kompleks kuinonimin yang berwarna merah muda yang kemudian dapat diukur secara fotometri. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan memasukkan darah ke dalam tabung sentrifuge kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Dimana dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit ini merupakan waktu dan kecepatan optimum dalam memisahkan antara plasma darah dan serumnya. Prinsip dari sentrifugasi adalah memisahkan serum dan plasma berdasarkan prinsip berat jenis (BJ) dimana serum berwarna lebih merah tua pekat sehingga berada di bagian bawah tabung (BJ besar), sedangkan plasma yang berwarna kuning bening (BJ kecil) akan berada pada bagian atas tabung. Kemudian dimasukkan larutan blanko sebanyak 1000 L ke dalam 3 buah tabung reaksi, pada tabung II ditambahkan 10 L standar trigliserida dan pada tabung III ditambahkan 10 L plasma darah. Setelah itu seluruh tabung diinkubasi selama 10 menit agar reagen dan sampel dapat bereaksi optimal karena reaksi yang terjadi merupakan reaksi enzimatis yang berjalan lambat. Kemudian diukur kadarnya dengan menggunakan alat semi automatic chemistry analyzer. Prinsip kerja alat semi automatic chemistry analyzer sama dengan alat fotometer yaitu pengukuran penyerapan akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya. Alat ini kurang spesifik dibandingkan dengan spektrofotometer. Hal ini dikarenakan pada spektrofotometer, panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan diperoleh dengan alat pengurai seperti plasma atau celah optis sedangkan pada fotometer tidak dapat terseleksi.

59

Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa kadar trigliserida pada sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL, pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL, dan pada sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL. Berdasarkan literatur, ambang batas trigliserida dalam darah adalah 150 mg/dL. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa kadar trigliserida pada sampel 1 melebihi batas normal. Sedangkan pada sampel 2 dan 3 kadar trigliseridanya normal. Dikatakan seseorang memiliki kadar trigliserida yang tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL. Terdapat empat tingkatan pada kadar trigliserida yaitu kisaran normal jika kadarnya kurang dari 150 mg/dL, batas tinggi jika kadarnya 150-199 mg/dL, tinggi jika kadarnya 200-499 mg/dL, dan sangat tinggi jika kadarnya lebih dari 500 mg/dL. Kadar trigliserida yang tinggi disebut hiperlipidemia. Kadar trigliserida yang tinggi disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan gaya hidup. Seseorang yang masuk kategori tinggi biasanya juga memiliki faktor resiko penyakit jantung seperti lingkar pinggang yang lebar atau resistensi insulin yang menyebabkan diabetes. Perubahan gaya hidup adalah terapi utama yang bisa dilakukan. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah adalah kegemukan, makanan berlemak jenuh tinggi, makanan yang tinggi glukosa atau karbohidrat serta minuman beralkohol. Pada makanan-makanan berlemak jenuh tinggi dan tinggi glukosa dapat mempengaruhi kadar trigliserida apabila dikonsumsi secara terus-menerus atau berlebihan karena makanan yang berlemak jenuh atau tinggi glukosa sulit diuraikan menjadi unsur-unsur lain. Lemak jenuh sering disebut kolesterol adalah suatu komponen dalam tubuh berbentuk seperti lilin yang berwarna putih, diproduksi di dalam hati dan secara alami ditemukan di dalam tubuh. Lemak jenuh akan bertahan sebagai lemak atau kolesterol jahat dan menumpuk dalam pembuluh darah. Sedangkan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dapat merusak fungsi hati dimana hati berguna untuk mensintesis lipoprotein. Lipoprotein adalah partikel kecil yang komposisinya serupa kilomikron, dimana lipoprotein digunakan untuk transport lemak antar jaringan dan bersirkulasi dalam darah. Apabila fungsi hati menurun akibat konsumsi alkohol yang berlebihan maka hati tidak dapat mensintesis lipoprotein dan lemak

60

tidak dapat ditranspor sehingga terjadi penumpukkan lemak di saluran arteri yang dapat mempercepat timbulnya plak pada dinding arteri. Jika kadar trigliserida tinggi maka dapat beresiko terkena penyakit aterosklerosis. Aterosklerosis adalah suatu kondisi berupa pengumpulan lemak (lipid) di sepanjang dinding arteri. Lemak ini kemudian mengental, mengeras dan akhirnya mempersempit saluran arteri sehingga mengurangi suplai oksigen maupun darah ke organ-organ tubuh. Timbunan lemak yang mengeras di dinding arteri ini disebut plak. Bila plak menutupi saluran arteri, jaringan yang disuplai oleh arteri akan mati. Komplikasi aterosklerosis terjadi bila plak pecah dan bermigrasi melalui arteri ke bagian lain. Plak yang beredar disebut emboli yang terdiri dari lemak, sel-sel mati, gumpalan darah. Untuk menurunkan kadar trigliserida dapat dilakukan dengan

memperbanyak makanan tinggi protein tak berlemak seperti kacang kedelai dan jenis kacang-kacangan lainnya, dada ayam tanpa kulit, ikan salmon, ikan tuna, putih telur, tahu dan tempe. Selain itu dengan memperbanyak konsumsi buahbuahan dan sayur-sayuran yang mengandung serat tinggi, berolahraga minimal 30 menit per hari dan menghentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol. Sedangkan obat-obat yang dapat menurunkan kadar trigliserida adalah asam askorbat, kofibrat, fenformin dan metformin.

61

7.2. Kesimpulan 4. 5. 6. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: Kadar trigliserida pada sampel 1 sebesar 207,92 mg/dL. Kadar trigliserida pada sampel 2 sebesar 102,05 mg/dL. Kadar trigliserida pada sampel 3 sebesar 98,45 mg/dL.

62

PERCOBAAN V PENENTUAN KADAR ASAM URAT (KUANTITATIF)

1.1

Tujuan Menentukan kadar asam urat secara kuantitatif dengan metode enzimatik

fotometri koulometri.

2.1

Dasar Teori Asam urat telah dikenal sejak abad ke 5 M, tetapi hingga sekarang belum

juga ditemukan obat yang efektif untuk dapat menyembuhkannya, meskipun pada akhir tahun 1814 telah ditemukan kolkisin sebagai dasar pengobatannya, namun penderitanya semakin hari juga semakin bertambah. Umumnya yang sering terserang asam urat adalah laki-laki karena kaum laki-laki memiliki kadar asam urat yang memang lebih tinggi daripada perempuan (Utami, 2004). Kata urat dalam asam urat tidak ada hubungannya dengan urat syaraf dan urat daging. Nama asam urat merupakan terjemahan dari urid acid. Apabila acetic acid diterjemahkan menjadi asam asetat, maka urid acid diterjemahkan menjadi asam urat. Kadar asam urat di dalam darah antara 3,4-7,0 mg/dL pada laki-laki, dan 2,4-5,7 mg/dL pada perempuan. Bila lebih tinggi dari harga itu maka dikatakan mengalami hiperurisemia (Djojodibroto, 2001). Asam urat adalah produk penguraian basa purin, kreatin dihasilkan dari kreatin fosfat dan amonia dihasilkan dari glutamin, terutama oleh ginjal tempat amonia membantu menjadi penyangga urin dengan cara bereaksi dengan proton untuk membentuk ion amonium (NH4+). Senyawa-senyawa ini terutama dieksresi melalui urin, tetapi cukup banyak dikeluarkan melalui feses dan kulit. Sejumlah kecil metabolit berisi nitrogen terbentuk dari penguraian neurotransmitter hormon, dan produk khusus asam amino lainnya dan dikeluarkan melalui urin. Sebagian produk penguraian ini misalnya bilirubin (dibentuk dari penguraian hem), terutama ekskresi oleh feses (Marks, 1996).

63

Urat dihasilkan oleh sel yang mengandung xantine oksidase, terutama hepar dan usus kecil. Asam urat merupakan produk akhir dari katabolisme adenin dan guanin yang berasal dari pemecahan nukleotida purin. Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin yang terdiri dari komponen-komponen karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen dengan rumus molekul C5H4N4O3. Pada pH alkali kuat, asam urat membawa ion urat dua kali lebih banyak daripada pH asam. Purin yang berasal dari katabolisme asam nukleat dalam diet diubah menjadi asam urat secara langsung, pemecahan nukleotida purin terjadi di semua sel, tetapi asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xiantine terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesa asam urat endogen setiap harinya adalah 300-600 mg per hari, dari diet 600 mg lalu diekskresikan ke urin rerata 600 mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari.
O H N O Nh N H O

NH

Rumus struktur kimia asam urat (Nasrul, 2012) Dalam darah sebagian besar asam urat dalam bentuk monosodium urat. Pada penderita gout, konsentrasi monosodium urat sangat tinggi dalam bentuk campuran yang sangat jenuh sehingga beresiko terjadinya deposit kristal urat pada jaringan yang menghasilkan: 1. 2. 3. Iofi (nodul subkutan akibat deposit kristal urat) Sinovitis dan artritis Penyakit ginjal dan kalkuli (Underwood, 1994) Nilai-nilai rujukan untuk asam urat. Nilai-nilai dapat berbeda untuk satu laboratorium dengan laboratorium yang lain. Dalam serum kadar asam urat pada

64

laki-laki dan wanita dewasa adalah 3,5-8,0 mg/dL (pria) dan 2,8-6,8 mg/dL (wanita). Pada anak-anak adalah 2,5-5,5 mg/dL. Pada lansia 3,5-8,5 mg/dL. Dalam urine kadar asam urat adalah pada dewasa 200-500 mg/24 jam (diet rendah purin), 250-750 mg/24 jam (diet normal), pada anak-anak kadarnya sama dengan dewasa. Peningkatan asam urat (hiperurisemia) dalam urin dan serum tergantung dari fungsi ginjal, frekuensi metabolisme purin, dan asupan makanan yang mengandung purin. Jumlah asam urat yang berlebihan dikeluarkan dalam urin. Asam urat dapat membentuk kristal di dalam saluran kemih, dan urin bersifat basa adalah penting pada hiperurisemia. Masalah yang sering terjadi pada hiperurisemia yaitu gout. Nilai dari asam urat biasanya berubah dari hari ke hari, sehingga nilai-nilai asam urat mungkin diulang dalam beberapa hari atau minggu. (Kee, 1995) Penyebab gout adalah multifaktor, ada komponen genetik tetapi bekerjanya faktor lain penyebab gout ini dimasukkan ke dalam kelainan yang didapat faktor etiologik ialah: 1. 2. 3. 4. 5. Jenis kelamin (pria > wanita) Riwayat keluarga Diet (daging-alkohol) Keadaan sosial, ekonomi (tinggi > rendah) Ukuran tubuh (besar > kecil) (Underwood, 1994) Beberapa faktor ini tentunya saling mempengaruhi. Gout dapat dibagi dalam gout primer, karena beberapa kelainan genetik pada metabolisme purin dan gout sekunder karena meningkatnya suatu pembebasan asam nukleik dari jaringan neurotik atau ekskresi asam urat dalam urin yang berkurang (Underwood, 1994). Peningkatan kadar asam urat dapat mempengaruhi gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar asam urat di dalam darah (Andry, 2009).

65

Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa, yaitu s-phosphoribosyl-1-phosphat (PRPP) yang didapat dari ribose-5-phosphat yang disintesi dengan ATP dan merupakan sumber gugus ribosa. Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini dikatalisasi oleh PRPP glutamit

aminotransferase. Suatu enzim yang dihambat oleh produk nukleotida irosine monophosphate (IMP), adenine monophosphat (AMP) dan guanine

monophosphat (GMP) sehingga memperlamabat produk nuleotida purin dengan menurunkan kadar substrat PRPP. IMP merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hipaxantine. IMP berfungsi sebagai titik cabang dari nukleotida adenin dan guanin. AMP berasa; dari IMP melalui penambahan gugus amino aspartat ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan GTP. GMP berasal dari IMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini membutuhkan ATP. AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hipoxantine terbentuk dari IMP yang mengalami defosforilasi dan diubah oleh xantine oksidase menjadi xantine serta guanine akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xantine. Xantine akan diubah oleh xantine oksidase menjadi asam urat (Nasrul, 2012). Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar asam urat serum lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada perempuan. Hiperurisemia yang lama dapat merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal (Nasrul, 2012). Hiperurisemia disebabkan oleh sintesa purin yang berlebihan dalam tubuh karena pola makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urar dari dalam tubuh yang mengalami gangguan ataupun yang lainnya (Andry, 2009). Hiperurisemia ini dibagi menjadi dua, yakni hiperurisemia primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hiperurisemia sekunder yang diketahui penyebabnya seperti glikogen dan ginjal. Normalnya, asam urat sebagai hasil samping dari pemecahan sel terdapat dalam darah karena tubuh secara berkesinambungan memecah dan membentuk sel yang baru. Ketika ginjal tidak

66

sanggup untuk mengeluarkannya melalui kandung kemih, sehingga kadar asam urat darah pun meningkat. Selain itu, tubuh juga dapat membuat asam urat dalam jumlah sangat tinggi akibat adanya abnormalitas suatu enzim atau serangan suatu penyakit (Utami, 2004). Secara klinis, penyakit asam urat dibagi menjadi empat tahap, yakni tahap asimtomatik, akut, interkritikal, dan kronis. Setiap tahap ini memiliki gejala yang ditandai dengan meningkatnya asam urat tanpa disertai gejala nyeri, tofus, atau batu urat disaluran kemih. Tahap akut ditandai dengan serangan nyeri di persendian yang mendadak dan hebat, disertai rasa panas dan kemerahan yang umumnya terjadi di pangkal ibu jari kaki pada tengah malam dan dini hari. Tahap interkritikal yang ditandai dengan berjalannya aktivitas normal tanpa rasa sakit sama sekali, bahkan penderita tidak mengalami serangan kembali. Disebut memasuki tahap kronis jika ditandai dengan pembentukan tofus, setelah 11 tahun serangan pertama terjadi, akibat gejala yang tidak diobati. Dalam tahap ini, nyeri akan berlangsung lama, terus-menerus, dan akhirnya bengkak, sehingga sendi menjadi kaku dan sakit (Utami, 2004).

67

3.1

Alat dan bahan

3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. g. Mikropipet 10 L; 1000 L Rak tabung reaksi Semi automatic chemistry analyzer (fotometer) Sentrifuge Tabung bertutup Tabung reaksi Tabung sentrifuge

3.1.2 Bahan a. b. c. EDTA Plasma darah Reagen R1 (buffer fosfat pH 7,0, 4-aminophenazone, DCHBS, uricase dan peroksidase d. Standar asam urat

4.1. Prosedur Kerja 4.1.1 Penyiapan sampel a. b. c. d. e. Diambil darah segar dari pendonor. Dimasukkan darah segar ke dalam tabung bertutup yang berisi EDTA. Dipindahkan ke dalam tabung sentrifuge. Disentrifugasi selama 10 menit dalam sentrifuge. Diambil supernatan dari hasil sentifuge yang berupa plasma darah.

4.1.2 Pengujian kadar asam urat a. Disiapkan 3 buah tabung reaksi. Tabung I diisi sampel, tabung II diisi larutan standar masing-masing 20 L dan tabung III diisi larutan blanko. b. c. Ditambahkan pereaksi R1 pada masing-masing tabung sebanyak 1000 L. Dicampur dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C atau selama 5 menit pada suhu 370C. d. Diukur absorbansi sampel dan larutan standar terhadap pereaksi blanko dalam waktu 15 menit.

68

5.1

Hasil Pengamatan

5.1.1 Tabel pengamatan Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Absorbansi Blanko 0,104 0,100 0,100 Standar 0,704 0,34 0,561 Sampel 0,224 0,167 0,145 Hasil 1,62 mg/dL 2,18 mg/dL 0,84 mg/dL Hasil Perhitungan 1,6 mg/dL 2,23 mg/dL 0,85 mg/dL

5.1.2 Hasil perhitungan a. Sampel 1 ampel standar lanko lanko

mg d b. Sampel 2 ampel standar lanko lanko

mg d c. Sampel 3 ampel standar lanko lanko

mg d

69

6.1

Pembahasan Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin yang terdiri dari

komponen karbon, nitrogen, oksigen dan hydrogen

dengan rumus molekul

C5H4N4O3. Pada pH dikali kuat, asam urat membentuk ion urat dua kali lebih banyak dari pada pH asam. Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribose yaitu PRPP yang didapat dari ribosa 5-fosfat yang disintesis dengan ATP. Reaksi pertama PRPP bereaksi dengan glutamine membentuk fosforibosilamin. Kemudian reaksi dikatalis oleh PRPP glutamil amidotransferase. Ketiga nukleotida menghambat sintesis PRPP sehingga menghambat produk nukleotida purin dengan menurunkan kadar substrat. IMP merupakan nukleotida purin yang pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hypoxanthine. Kemudian terbentuk AMP dari IMP melalui penambahan sebuah gugus amino aspartat ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan GPT. Selain membentuk AMP, IMP juga membentuk GMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino glutamine ke karbon dua cincin purin dengan bantuan ATP. AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, sedangkan IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hypoxanthine mengalami defosforilasi diubah menjadi xhantine oxidase menjadi xhantine serta guanine. Xhantine akan diubah menjadi asam urat oleh xhantine oxidase. Kadar asam urat normal pada laki-laki adalah 3,5-8,0 mg/dL. Untuk wanita kadar asam urat normal adalah 2,8-6,8 mg/dL. Anak-anak 2,5-5,5 mg/dL dan lansia adalah 3,5-8,5 mg/dL. Karena pada laki-laki lebih tinggi kadar asam uratnya sehingga laki-laki lebih rentan terhadap penyakit asam urat. Percobaan ini mengenai penentuan kadar asam urat dengan menggunakan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif ini pengukuran kadar asam urat dapat ditentukan secara akurat dan lebih spesifik apabila menggunakan metode lain misalnya secara semi kuantitatif hanya mennentukan ada tidaknya senyawa yang dapat dijadikan indikasi dan hanya memperkirakan kadar secara tidak

70

spesifik. Metode kuantitatif yang digunakan adalah enzymatic colorimetric-test (metode uricase-PAP). Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah plasma. Plasma adalah komponen darah yang berupa cairan berwarna kekuningan. 55% dari jumlah per volume darah merupakan plasma darah. Plasma darah terdiri dari 90 % air dan 10 % larutan protein, glukosa, faktor koagulasi, ion mineral, hormon dan karbon dioksida, faktor koagulan dalam plasama darah dapat menyebabkan darah menggunmpal tanpa penambahan zat anti koagulan. Zat antikoagulan yang digunakan adalah EDTA. EDTA merupakan kepanjangan dari asam etilen diamin tetra asetat yang sering dipilih sebagai antikoagulan. Keuntungan EDTA dibanding dengan antikoagulan lain adalah karena EDTA tidak mempengaruhi sel-sel darah sehingga ideal untuk pengujian. EDTA mencengah pengunpulan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan thrombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan. EDTA harus dicampur segera setalah pengambilan darah untuk mencegah pembentukan microdot. Pencampuran dilakukan perlahan untuk mencegah terjadinya hemolisis. Plasma pada percobaan ini didapat dengan cara sentrifugasi selama kurang lebih 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm menggunakan alat sentrifuge. Prinsip kerja sentrifuge ini adalah dengan memutar tabung sentrifuge pada kecepatan tertentu maka zat cair yang lebih padat akan terpisah ke bagian bawah tabung sentrifuge membentuk endapan dan zat cair yang lebih ringan akan terpisah ke bagian atas tabung sentrifuge. Plasma digunakan pada percobaan ini karena plasma dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan kadar asam urat dalam darah. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi R1 yang merupakan enzim 410 mL yang berisikan buffer fosfat pH 7,0, 4-aminophenazone, DCHBS, uricase dan peroxidase. Pereaksi ini nanti akan bereaksi dengan asam urat membentuk reaksi H2O2 setelah katalis dari peroksidase dengan 3,5-dichlora-2hydroxybenzenesulfonic acid (DcHBS) dan 4-aminophenazone (PAP) yang akan memberikan warna violet quinoneimine sebagai indikator.

71

Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah disiapkan tiga buah tabung reaksi yang kemudian diisi sampel pada tabung pertama, larutan standar pada tabung kedua dan larutan blanko pada tabung ketiga. Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Sedangkan larutan blanko adalah larutan yang tidak mengandung analit pada percobaan ini pereaksi R1 yang digunakan sebagai larutan blanko. Dan pada tabung sampel dan standar R1 digunakan sebagai pereaksi. Ketiga tabung lalu diinkubasi pada suhu kamar atau suhu ruang selama kurang lebih 10 menit. Dan setelah itu diukur absorbansinya dengan menggunakan alat fotometer. Prinsip kerja dari fotometer adalah pengukuran sinar akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang tertentu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya, untuk menganalisis cahaya. Fotometer mengukur cahaya setelah melalui filter atau melalui monokromator penentuan ditentukannya panjang gelombang atau untuk analisis terhadap distribusi spectrum cahaya. Setelah diukur absorbansinya ketiga tabung didapat hasil kadar asam urat pada sampel adalah 1,62 mg/dL, sampel 2 2,18 mg/dL, sampel 3 0,84 mg/dL. Dengan perhitungan manual kadar asam urat yang didapat adalah pada sampel 1 1,6 mg/dL, sampel 2 2,23 mg/dL, dan sampel 3 adalah 0,85 mg/dL. Berdasarkan hasil data yang diperoleh sampel 1, 2 dan 3 kadarnya normal. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu didaerah persendian yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar asam urat dalam darah. Penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar asam urat adalah hiperurisemia sedangkan apabila kadar asam urat dibawah normal maka disebut hipourisemia. Penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah atau dihambat dengan terapi secara farmakologi. Terapi secara farmakologi dapat dilakukan dengan cara

mengkonsumsi obat-obatan penurun atau meningkatkan kadar asam urat seperti azatioprin, koumarin, sulfinpirazon, probenesial dan lain-lain. Sedangkan terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan mengatur pola makan yang sehat,

72

sering berolahraga, minum air putih yang cukup setiap hari dan hindari hal-hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat seperti minuman beralkohol. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan kadar asam urat diantaranya faktor hormonal dapat menyebabkan kadar asam urat meningkat karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat meningkatkan produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari dalam tubuh. Adanya produk asam urat berlebihan karena meningkatnya pembentukan purin dalam tubuh. Peningkatan tersebut berasal dari asupan sumber makanan yang mengandung purin tinggi. Semakin tinggi zat purin maka produlksi asam urat juga semakin meningkat. Obat-obatan seperti asetaminofen, diuretik, metildopa dan lain-lain. Selain itu faktor keturunan bisa menyebabkan peningkatan kadar asam urat karena terjadi gangguan pada penyimpanan glikogen atau defisiensi enzim pencernaan, sehingga tubuh lebih banyak menghasilkan senyawa laktat yang berkompetisi dengan asam urat untuk dibuang oleh ginjal.

73

7.1

Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. 2. 3.

Kadar asam urat pada sampel I adalah 1,62 mg/dL dan 1,6 mg/dL. Kadar asam urat pada sampel II adalah 2,18 mg/dL dan 2,23 mg/dL. Kadar asam urat pada sampel III adalah 0,84 mg/dL dan 0,85 mg/dL.

74

PERCOBAAN VI PENENTUAN KADAR KREATININ DAN BUN (KUANTITATIF)

1.1

Tujuan Menentukan kadar kreatinin dan BUN dengan metode enzimatik GOP-PAP

2.1

Dasar Teori

2.1.1 Darah Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian intraseluler adalah cairan yang disebut plasma dan didalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah merah.Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan satu per dua belas berat badan, atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini digunakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai 47. Pada waktu sehat volume darah konstan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. Susunan darah, serum darah atau plasma terdiri atas : Air Protein 91,0 % 8,0 % Albumin, globulin, protombin dan fibrinogen Natrium chlorida, natrium bikarbonat, garam mineral 0,9 % kalsium, seterusnya Sisanya diisi dengan sejumlah bahan organik yaitu, glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolestrol dan asam amino. Plasma juga berisi : a. b. c. d. Gas oksigen dan karbon dioksida Hormon- hormon Enzim dan Antigen fosfor, magnesium, besi dan

75

Sel darah terdiri atas tiga jenis : a. b. c. Eritrosit atau sel darah merah Leukosit atau sel darah putih dan Trombosit atau butir pembeku (Pearce, 2009) 2.1.2 Kreatinin Merupakan produk akhir dari metabolisme kreatinin otot dan kreatinin fosfat (protein) disintease dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah dan dieksresikan dalam urine. Jumlah kreatinin yang disusun sebanding dengan massa otot rangka. Pemeriksaan kreatinin serum berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerullus yang dihasilkan lebih spesifik daripada BUN. Peningkatan dalam serum tak dipengaruhi oleh diet dan masukan cairan. Perbandingan normal antara BUN dan kreatinin adalah 10 : 1. Nilai rasio yang lebih tinggi menjadi petunjuk adanya gangguan prarenal. Nilai normal dalam darah adalah : Pria Wanita Anak Bayi : 0,61,3 mg/dL atau 45132,5 umol/L : 0,50,9 mg/dL : 0,4,2 mg/dL (2754 umol/L) : 0,71,7 mg/dL (Sutedjo, 2006) Dalam darah kreatinin dihilangkan dengan proses filtrasi melalui glomerulus ginjal dan disekresikan dalam bentuk urin. Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada urin untuk dikeluarkan dari tubuh (Sulistyanti, 2011). Peningkatan kreatinin dalam darah menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal dan penyusutan masa otot rangka. Kadar kreatinin darah cenderung tetap/tidak banyak berubah dibanding kadar ureum. Mengukur kreatinin dalam darah dalam kurun waktu untuk mengukur fungsi ginjal dalam eksresi kreatinin. Apabila klearan mengecil berarti konsentrasi kreatinin dalam darah naik. (Sutedjo, 2008)

76

Kreatinin darah meningkat apabila fungsi ginjal yang berlangsung secara lambat terjadi bersamaan dengan penurunan masa otot, konsentrasi kreatinin dalam serum mungkin stabil, tetapi angka eksresi (atau bersihan) 24 jam akan lebih rendah daripada normal (Sacher, 2004). 2.1.3 Metabolisme Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatinin sebagian besar dijumpai diotot rangka, tempat zat ini terlibat dalam penyimpanan energi sebagai Kreatin Fosfat (CP). Dari sintesis ATP dari ADP, kreatin fosfat dirubah menjadi kreatinin dengan katalis enzim Kreatin Kinase (CK). Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi sehingga dihasilkan CP. Dalam prosesnya sejumlah kecil kreatin secara ireversibel menjadi kreatinin yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan oleh seseorang setara dengan massa otot rangka yang dimilikinya. Nilai rujukan untuk kreatinin adalah 0,6 sampai 1,3 mg/dL untuk laki-laki dan 0,5 sampai 1,0 mg/dL untuk perempuan. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap dengan pengecualian pada cedera fisik berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot ginjal yang mengekresikan kreatinin secara sangat efisien. Pengaruh tingkat aliran darah dan produksi urin pada eksresi kreatinin jauh lebih kecil dibandingkan pada eksresi urea karena penambahan temporer dalam aliran darah dan produksi urin pada eksresi kreatinin jauh lebih kecil dibandingkan pada ekskresi urea karena penambahan temporer dalam aliran darah dan aktivitas glomerulus dikompensasi oleh peningkatan sekresi kreatinin oleh tubulus ke dalam urin. (Sacher, 2004) 2.1.4 BUN (Blood Urea Nitrogen) Adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati sampai dengan ginjal tidak mengalami perubahan glomerulus yang ideal, karena peningkatannya dalam darah dipengaruhi oleh banyak faktor diluar ginjal (Sutedjo, 2006).

77

Urea merupakan molekul dari amonia yang dibentuk pada proses deaminasi asam amino dalam hati. Bahan dasar urea adalah amonia, karbon dioksida dan kadar urea dalam darah orang dewasa adalah 1,8-4,0 mg/dL. Jika kuantitas urea melebihi batas normalakan mengakibatkan tingginya kandungan urea dalam darah dan umumnya terjadi pada penderita gagal ginjal (Khairl, 2005). Nilai normal : (Berthelos) 8-20 mg/dl Dewasa Anak Bayi : 5 25 mg/dL : 5 20 mg/dL : 5 15 mg/dL

Rasio nitrogen urea dan kreatinin = 12 : 1 20 : 1 Penurunan kadar BUN dapat disebabkan oleh hipervolemik (overhidrasi), kerusakan hati yang berat, diet rendah protein, malnutrisi, kehamilan dan penambahaan cairan glukosa intra vena yang lain. Obat fenotiazin juga dapat menurunkan BUN. Peningkatan kadar BUNdapat terjadi pada dehidrasi konsumsi protein yang tinggi, kegagalan prarenal (suplai darah menurun), gagal ginjal, glomerulonefritis, pielonefritis, pendarahan gastrointestinal, septis, AMI dan DM. (Sutedjo, 2006) Nitrogen urea darah berasal dari penguraian protein, terutama protein yang berasal dari makanan. Lakilaki memperlihatkan angka ratarata yang sedikit lebih tinggi daripada perempuan. Pada orang sehat yang makanannya sering mengandung banyak protein, nitrogen urea darah biasanya berada diatas batas rentang normal. Kadar BUN yang rendah umumnya tidak dianggap abnormal.Hal ini mungkin mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau ekspansi volume plasma. Kadar BUN yang sangat rendah merupakan temuan penting pada penyakit hati yang berat, yang mengisyaratkan bahwa hati tidak mampu membentuk urea dari amonia dalam sirkulasi (Sacher, 2004). Kondisi kadar urea yang tinggi disebut uremia (walaupun dalam bahasa umum uremia sering dianggap sebagai peningkatan semua zat sisa nitrogen). Penyebab yang sering terjadi yaitu gagal ginjal yang menyebabkan gangguan ekskresi. Uremia prarenal brerarti peningkatan BUN akibat mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi darah oleh glomerulus. Mekanisme-mekanisme ini

78

mencakup penurunan mencolok aliran darah ke ginjal seperti syok, dehidrasi atau peningkatan katabolisme protein seperti pendarahan masif ke dalam saluran cerna disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan. Uremia pascarenal terjadi apabila terdapat obstruksi saluran kemih bagian bawah ureter, kantung kemih atau uretra yang mencegah eksresi urin. (Sacher, 2004) 2.1.5 Metabolisme Urea Dibanyak jaringan tubuh terdapat pertukaran gugus amino antara asamasam amino yang dikatalis oleh aminotransferase. Selain itu dalamtransformasi dan daur ulang asamasam amino, gugus amino dikeluarkan dari asam amino. Gugus amino yang dibebaskan diubah menjadi amonia yang mengalir kehati dimana gugus tersebut digabungkan ke urea dalam satu jalur metabolik yang disebut daur urea. Urea adalah molekul kecil dengan struktur kimia sebagai berikut:
O

H2N
C

NH2

Berat molekul urea = 60 dalton Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urin untuk diksresikan. Pada kesetimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 g urea dieksresikan setiap hari. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eksresi urea. (Sacher, 2004) Hampir seluruh urea dibentuk didalam hati oleh katabolisme asam-asam amino dan merupakan produk eksresi protein yang utama.Konsentrasi urea dalam plasma darah terutama menggambarkan keseimbangan antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta eksresi urea oleh ginjal.Sejumlah urea dimetabolisme lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalamkeringat dan feses. (Baron, 1990).

79

2.1.6 Pengukuran Kreatinin Analisis kadar kreatinin dalam tubuh merupakan indeks medis yang penting untuk mengetahui kondisi laju filtrasi glomerulus, keadaan ginjal dan berfungsinya kerja otot.Metode yang sering digunakan untuk penentuan kreatinin adalah metode analisis secara kolorimetri melalui reaksi Jaffe.Reaksi Jaffe merupakan reaksi yang sederhana dan mudah.Metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa berwarna merah orange yang terjadi antara asam pikrat dengan kreatinin dalam suasana basa (Sulistyarti, 2011). 2.1.7 Pengukuran Urea Penentuan urea dapat dilakukan dengan menggunakan metode

spektrofotometri dan potensiometri.Pada metode ini digunakan metode Berthelot untuk mennentukan senyawa urea dalam larutan serum kontrol.Hasil hidrolisis urea dengan urease menghasikan amonia dan karboksilat.Ion amonium yang terbentuk bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat membentuk larutan kuning kehijau-hijauan yang dapat diukur secara spektrofotometri (Khairl, 2005). Metode klasik untuk pemeriksaan urea memerlukan konversi menjadi amonia oleh enzim urease yang spesifik dan pengukuran amonia, suatu metode kolorimetri berdasarkan atas reaksi dengan diasetil monoksim yang sekarang banyak dipakai.Analisa plasma (atau sering dari darah lengkap) untuk konsentrasi urea mungkin merupakan pemeriksaan terlazim yang dilakukan dalam laboratorium biokimia klinis.Terdapat jalur tes komersil yang cepat berdasarkan atas reaksi urease karena mendekati pemeriksaan urea plasma (Baron, 1990).

80

3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat a. b. c. d. e. f. g. Gelas kimia 50 mL Mikropipet Rak tabung Semi automatic chemistry analyzer Sentrifuge Tabung reaksi Tabung sentrifuge dan

3.1.2 Bahan a. b. c. d. e. Aluminium foil Aquades EDTA Plasma darah R1 BUN (TRIS pH 7.8, 2-oxaloglutarato, ADP (sal monosodium), urease (Jack Bean), GLDH (Levadura de Baker)) f. g. h. i. j. R1 Kreatinin (Asam pikrat) R2 BUN (NADH (sal disodio)) R2 Kreatinin (Sodium hydroxide) Standar Urea 30 mg/dL Standar kreatinin2 mg/dL

4.1

Prosedur Kerja

4.1.1 Penyiapan Sampel a. b. c. d. Diambil darah sebanyak 3 mL dengan spuit Dimasukkan dalam tabung reaksi Ditambahkan EDTA Disimpan

4.1.2 Pembuatan reagen kreatinin a. Diambil R2 dan air, dimasukkan masing-masing ke satu tabung reaksi dengan

81

perbandingan 1 : 4 b. c. Ditambahkan R1 (R1 dan R2) perbandingan 1 : 1 Dihomogenkan

4.1.3 Pembuatan reagen BUN a. Diambil R1 dan R2 dengan perbandingan 5 : 1, dibuat dalam 21 mL dengan R1 sebanyak 17,5 mL dan R2 sebanyak 3,5 mL b. Dihomogenkan

4.1.4 Pengujian Kreatinin a. b. c. d. e. Dipindahkan darah dari tabung reaksin ke dalam tabung sentrifuge Disentrifugasi selama 10 menit, kecepatan 3000 rpm Dibuat larutan blanko, standar dan sampel dengan 3 tabung Dimasukkan reagen ke dalam tiga buah tabung reaksi ke dalam tabung dan sampel Dimasukkan larutan standar

plasma ke dalam tabung 3, tabung 1 sebagai kontrol f. g. Dicampurkan secara homogen Dibaca absorbansi setelah 30 detik pada alat Semi Automatic Chemistry Analyzer h. Dihiung konsentrasi

4.1.5 Pengujian BUN a. b. c. d. Disentrifugasi darah Dibuat larutan blanko, standar dan sampel dengan 3 tabung reaksi Dimasukkan reagen ke dalam tiga buah tabung reaksi ditambah l R2 pada tabung 3, Dimasukkan larutan standar tabung 1 sebagai kontrol e. Dicampur, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 20- 25 C atau 3 menit pada suhu 37C f. g. Diukur absorbansipada alatSemi Automatic Chemistry Analyzer Dihitung absorbansi

82

5.1

Hasil Pengamatan

5.1.1 Tabel Pengamatan a. Kadar Kreatinin Absorbansi Sampel Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Blanko 0,660 0,658 0,658 Standar 0,708 0,689 0,700 Sampel 0,706 0,700 0,690 Kadar kreatinin Alat 3mg/dL 1 mg/dL 2 mg/dL Perhitungan 1,9 mg/dL 2,7 mg/dL 1,52 mg/dL

b.

Kadar BUN Sampel Blanko Absorbansi Standar 0,195 0,192 0,194 Sampel 0,859 0,403 0,592 Kadar BUN Alat 103,41mg/dL 38,87 mg/dL 105,99 mg/dL Perhitungan -5,3 mg/dL 19,27 mg/dL 11,74 mg/dL

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

0,759 0,782 0,775

5.1.2 Perhitungan a. Kadar Kreatinin Sampel 1

Sampel 2

83

Sampel 3

b.

Kadar BUN Sampel 1

Sampel 2

Sampel 3

c.

Perhitungan rasio BUN : Kreatini Sampel 1

Sampel 2

84

Sampel 3

5.1.3 Reaksi a. Kreatinin


O N O N O N O
O N O N O N O O O Na + O N H O CH3 N NH kompleks Orange-merah

O O O O + NaOH O O O N O N O Na N O

b.

Urea Urea + 2H2O


+

urease

2NH4+ + CO32GLDH
+

NH4 + -keoxaglutarat + NADH + H + H2O

L-Glutamat + NAD

85

6.1

Pembahasan Percobaan yang dilakukan kali ini yaitu mengenai pengukuran kadar

kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) menggunakan sampel darah yaitu plasma dan diukur dengan sebuah alat yaitu Semi Automatic Chemistry Analyzer. Kreatinin merupakan sutu produk hasil dari sisa metabolisme kreatin yang terdapat kebanyakan dijaringan otot., dimana kreatin terlibat dalam penyimpanan energi dan dirubah menjadi kreatin fosfat (CP) yang dalam proses sintesis ATP menjadi ADP mengalami perubahan menjadi kreatin dengan katalis kreatin kinase. BUN (Blood Urea Nitrogen) merupakan produkakhir dari sisa metabolisme protein dan asam-asam amino. Gugus-gugus amino mengalami perpindahan diantara asam-asam amino yang dikatalis oleh aminotransferase. Dalam proses ini gugus amino dibebaskan dan diubah menjadi amonia yang mengalir kehati dan gugus tersebut digabungkan ke urea dalam suatu jalur metabolik yang disebut daur urea. Pengukuran kadar kreatinin dan BUN dilakukan untuk menentukan kadar dari kedua senyawa tersebut yang dapat menginduksi adanya kerusakan pada organ ginjal. Dimana pengukuran ata penetapan kerusakan ini didasarkan atas perbandingan dari kadar kreatinin dan BUN. Nilai rasio normal antara BUN dengan kreatinin yaitu antara 12-20. Namun kadar kreatinin dapat lebih spesifik untuk penentuan kerusakan ginjal. Hal ini dikarenakan kreatinin saat berada dalam darah adalah zat racun. Karena keberadaan kreatinin didarah dikarenakan ginjal yang sudah tidak berfungsi dengan normal. Kreatinin biasanya difiltrasi melalui glomerulus dan disekresikan dalam bentuk urin. Ginjalyang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Pengukuran kreatinin dan BUN dilakukan pada alat semi automatic chemistry analyzer yang menggunakan prinsip penyerapan cahaya dengan menggunakan panjang gelombang dan faktor konversi. Pengukuran ini dapat dilakukan karena reaksi yang terjadi pada kreatinin dan BUN dengan pereaksi yang digunakan. Pada kreatinin terjadi reaksi yaitu pembentukan warna merah orange akibat reaksi antara asam pikrat dan kreatinin dalam melalui suasana basa

86

atau alkali. Sedangkan pada BUN terjadi reaksi yaitu urea dalam darah akan dikatalis oleh enzim urease dari reagen melalui reaksi hidrolisis yang melibatkan molekul air, produk yang terbentuk adalah ammonium (NH4+) sebanyak 2 molekul. Satu molekul ammonium akan bereaksi dengan 2-oxaglutarat dan NADH, dengan enzim Glutamat Dehidrogenase terbentuk produk L-Glutamat, H2O, dan NAD+. Penurunan jumlah NADH akan dikonversikan oleh dikonversikan ke dalam ukuran BUN. Pengukuran diawali dengan pengambilan darah menggunakan EDTA yaitu suatu zat antikoagulan yang dapat mencegah terjadinya pengumpalan alat

chemistry automatic chemistry analyzer menjadi jumlah urea darah dan

darah.Setelah itu darah disentrifugasi menggunakan sentrifuge. Tujuan dari sentrifugasi ini yaitu untuk memisahkan antara plasma dan unsur darah lainnya. Dimana prinsip kerja dari sentrifuge yaitu memisahkan antara cairan supernatan dan pelet menggunakan percepatan perputaran dalam satu waktu tertentu dan didasarkan pada perbedaan berat jenis molekul. Pelet sendiri merupakan endapan yang terbentuk akibat dari perbedaan berat jenis suatu molekul dari molekul lainnya yang berat jenisnya lebih ringan. Dari hasil sentrifugasi didapat sebuah cairan yang berwarna kuning yang berada pada bagian atas cairan darah yang disebut plasma. Plasma digunakan untuk percobaan karena pada plasma masih terdapat unsur-unsur darah lengkap, selain itu merupakan suatu medium perantara untuk mengangkut bahanbahan organik dalam darah seperti urea yang dapat digunakan untuk mengukurkadar kreatinin dan BUN. Plasma hasil sentrifugasi kemudian diambil untuk dijadikan sampel dengan menambahkan reagen pereaksi R1 kreatinin dan pada pemeriksaan BUN ditambahkan reagen pereaksi R1 BUN. Setelah itu diperiksa pada semi autometic chemistry analyzer yang kemudian dibandingkan kadarnya dengan kadar blanko dan standar. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa kadar kreatinin pada semua sampel melebihi batas normal. Pada sampel 1 sebesar 1,9 mg/dL, pada sampel 2 sebesar 2,7 mg/dL dan pada sampel 3 sebesar 1,52 mg/dL. Kadar yang dihasilkan melebihi kadar dari kadar kreatinin standar yang ditentukan yaitu pada

87

laki-laki 0,61,3 mg/dL dan pada wanita sebesar 0,50,9 mg/dL. Begitu juga dengan kadar kreatinin yang dihasilkan pada perhitungan menggunakan alat. Namun terdapat perbedaan hasil dari nilai perhitungan manual dengan menggunakan alat. Perbedaan kadar hasil pembacaan alat cukup berbeda hal ini mungkin terjadi karena Semi Automatic Chemistry Analyzer memiliki faktor konversi yang lebih akurat dibandingkan perhitungan manual yang hanya berdasarkan perbandingan absorbansi sampel, standar, dan blanko. Peningkatan kadar kreatinin dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya yaitu konsumsi makanan, kerusakan pada ginjal serta konsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin seperti golongan sefalosforin. Peningkatan kreatinin dapat menyebabkan penyusutan otot rangka. Pengukuran pada kadar BUN terlihat bahwa kadar dengan pengukuran menggunakan alat memiliki hasil yang melebihi jauh dari kadar normal. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan reagen reaksi yang mempunyai cara kerja yang berbeda dari cara perhitungan manual. Dimana pada alat digunakan faktor konversi dalam perhitungannya. Sedangkan dengan perhitungan manual didapatkan hasil yaitu semua sampel berada pada batas normal, kecuali pada sampel 1 yang menghasilkan hasil minus yaitu -5,3. Pada sampel 2 didapat hasil sebesar 19,27 dan pada sampel 3 sebesar 11,74. Kadar ini berada pada rentang BUN normal yaitu pada orang dewasa sebesar 5-25 mg/dL. Kadar BUN dapat dipengaruhi oleh konsumsi protein yang tinggi serta obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar BUN. Selain itu juga dapat disebabkan dari keadaan organ ginjal dan hati. Kadar yang didapatkan melalui pengukuran alat berbeda jauh dengan hasil perhitungan secara manual menunjukkan bahwa data yang didapatkan tidak valid, didukung dengan absorbansi blanko dan sampel yang berubah-ubah, seharusnya nilai absorbansi blanko ataupun standar sama setiap sampel karena hanya mengandung larutan standar dan reagen dalam volume yang sama. Selain itu, nilai yang dibaca alat adalah BUN sedangkan berdasarkan perhitungan adalah kadar urea karena faktor konversinya yaitu 2 adalah kadar larutan standar urea yaitu 2 mg/dL. Ketiga, yaitu kurang kuantitatifnya proses pengambilan sampel dengan mikropipet dan keempat adalah waktu atau lama

88

proses reaksi enzimatik berlangsung dimana setiap kelompok tidak persis sama mengukur absorbansi pada menit ke-5 setelah pencampuran, kelima, yaitu dalam perhitungan kemungkinan hasil tidak menyatakan kadar urea secara utuh karena dari reaksi hanya diperlukan 1 mol NH4+ untuk bereaksi dengan NADH, tetapi 1 mol urea sendiri dalam reaksi hidrolisisnya menghasilkan 2 mol NH4+ . Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat ditentukan nilai rasio pada pengukuran kadar BUN banding kadar kreatinin yaitu dengan membandingkan antara kadar BUN dan kadar kreatinin menggunakan nilai perhitungan manual. Hal ini dikarenakan nilai perhitungan menggunakan alat pada percobaan BUN berbeda jauh dari nilai yang didapat pada perhitungan manual, selain itu perihitungan manual dilakukan untuk menyesuaikan dengan nilai dari kadar BUN dengan kadar kreatinin. Karena jika digunakan perbandingan dengan kadar alat, maka akan diperoleh hasil yang tidak sesuai pada perbandingan nilai BUN dan kreatininnya. Melalui perhitungan rasio dari BUN dibandingkan dengan kreatinin, maka diperoleh nilai rasio hasil pada ketiga sampel yang ada tersebut dibawah 12. Nilai yang diperoleh dari sampel kedua dan ketiga yaitu sebesar 7. Sedangkan nilai rasio normal berada pada rentang 12-20. Hal ini sering terjadi pada penderita gagal ginjal yang spesifik pada kerusakan tubulus. Sehingga penderita dengan penyakit ini dapat memberikan hasil pemeriksaan dengan kadar rasio dari kreatinin dan BUN yang berada dibawah 12.

89

7.1

Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1.

Sampel pertama menunjukkan kadar kreatinin sebesar 1,9 mg/dL dan kadar BUN sebesar 5,3 mg/dL.

2.

Sampel kedua menunjukkan kadar kreatinin sebesar 2,7 mg/dL dan kadar BUN sebesar 19,27 mg/dL.

3.

Sampel ketiga menunjukkan kadar kreatinin sebesar 1,52 mg/dL dan kadar BUN sebesar 11,74 mg/dL.

You might also like