You are on page 1of 8

No. 3/TH.

II/JULI - OKTOBER 2007

No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

ISI

 Tajuk hal.1
 Fokus hal.1
 Wawancara hal.2
 Kolom hal.5
 Rak Buku hal.6
 Penerbitan hal.7
FOKUS

 Program
Pemantauan hal.7 Forum atau Birokratisasi Kerukunan
TAJUK
 Umat Beragama ?
FKUB telah dibentuk di 21 provinsi,
110 kabupaten, dan 29 kota. Para pen-
gurusnya dibebani kewajiban untuk
mewujudkan kehidupan antar umat
beragama yang harmonis dan penuh
toleransi. Dalam kenyataannya, badan
ini menjelma menjadi “pengawas”
berdirinya rumah ibadah.
Selain wewenangnya, efek ikutannya
juga patut diawasi. Karena birokratisa-
si perukunan agama -umat dirukunkan
secara resmi melalui alat-alat negara-
justru melahirkan ketidakrukunan
baru. Ini, antara lain, bisa dilihat dari
betapa marak-nya perusakan tempat
ibadah justru ketika FKUB sudah
terbentuk di mana-mana.
Atas dasar ini, Nawala kali ini hendak
meneropong politik perukunan agama
melalui alat negara; FKUB. Agar lapo-
ran ini dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik, redaksi mewawancarai
aktivis pluralisme yang mengamati
perkembangan FKUB di daerahnya.
Mereka adalah Nur Khalik Ridwan di
Yogyakarta, Ali Mursyid di Cirebon, Pembakaran rumah ibadah. dok.Witjak
Firman Adi Kristiyono di Kota Bekasi,

P
Ghozali Rahman di Banjarmasin dan
Jumarim di Lombok.
Tidak hanya para pengamat, redaksi uluhan orang yang mengaku mewakili Dandenpom III/3 Siliwangi Letkol CPM Agus,
juga meminta masukan dari sejumlah umat Islam memekikkan “Allahu Akbar” datang melerai. Mereka kemudian menjem-
tokoh yang terlibat dalam FKUB. di depan Gedung Gracia, Cirebon Rabu batani pertemuan dengan salah satu pengelola
Sebab itu, redaksi mewawancarai
penyusun draft Peraturan Bersama (22/08/07) malam itu. Mereka berasal dari gedung itu, Andreas Budi Hartono.
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Forum Ukhuwwah Islamiyah (FUI), Forum Peristiwa di depan Gedung Gracia berbuntut.
Agama No. 9/No. 8 tahun 2006 yang Umat & Ulama Indonesia (FUUI), dan Gerakan Merasa didiskriminasi, pihak korban mengadu
melandasi berdirinya FKUB, Prof.
DR. Ridwan Lubis. Juga Sekretaris Anti Pemurtadan & Aliran Sesat (GAPAS). ke Fahmina Institute, sebuah lembaga pengem-
FKUB Sukabumi Daden Sukendar Kedatangan mereka untuk menghentikan bangan wacana agama kritis di Cirebon. “Yang
dan anggota FKUB Kab. Bekasi Anton kegiatan di gedung itu. Sebab, pengurusnya seharusnya berperan dalam masalah ini FKUB,
Lukito.
Ucapan terima kasih disampaikan dianggap melecehkan Surat Keputusan Ber- bukan Fahmina,” keluh Ali Mursyid.
kepada mereka semua yang telah sama (SKB) No. 01/Ber/MDN-MAG/1969 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
dimintai pendapat dan datanya untuk tanggal 13 September 1969 tentang Pendirian Kota Cirebon, menurut aktivis Fahmina Insti-
laporan ini. Atas sumbangan mereka,
Nawala edisi III/Thn ke-2 ini dapat Rumah Ibadah. tute ini, justru tak tampak batang hidungnya
diselesaikan. Selamat membaca. “Kalau gedung itu gereja, kami tidak ke- ketika kasus ini mengemuka.
beratan. Fungsi gedung itu untuk umum, tapi Keluhan Kang Ali, panggilan akrab Ali
Kritik dan Saran: disalahgunakan. Makanya kami protes dan Mursyid, ini amat wajar. FKUB yang dibentuk
Jl. Taman Amir Hamzah No 8 minta agar peribadatan di sana dihentikan,” untuk membangun, memelihara, dan mem-
Jakarta 10320, Indonesia kata Andi Mulya, Ketua Laskar FUUI Kota berdayakan umat beragama untuk kerukunan
Phone: +62 21-3928233, 3145671
Fax: +62 21-3928250
Cirebon.    dan kesejahteraan, mestinya berperan dalam
Email: info@wahidinstitute.org Ketegangan terus berlangsung hingga Kapol- kasus ini. Apalagi mereka memiliki tugas khu-
Website: www.wahidinstitute.org sekta Cirebon Utara Barat, AKP Sukhemi dan sus mengawal berbagai urusan menyangkut

Redaktur Ahli: Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy | Sidang Redaksi: Rumadi, Abd. Moqsith Ghazali, Gamal Ferdhi, Nurul Huda Maarif, Subhi Azhari
Redaktur Pelaksana: Nurun Nisa | Desain: Widhi Cahya
No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

rumah peribadatan. lebih banyak,” jelas Nur Khalik Ridwan (Lihat Kolom: Kisruh
Semua ini termaktub dalam Peraturan Bersama (Perber) Men- Pembentukan FKUB DIY).
teri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No. Bahkan terjadi perseteruan di kalangan internal Protestan
9 dan No. 8/ 2006. “FKUB Kabupaten memberikan rekomendasi sebelum terbentuknya FKUB Kabupaten Sukabumi. “Mereka
tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat,” jelas pasal berseteru berebut duduk di lembaga itu,” terang Daden Suken-
9 ayat 2 Perber itu. dar, Sekretaris FKUB Kabupaten Sukabumi, Rabu (19/9/07).
Kekecewaan terhadap FKUB kian menumpuk, seiring per- Di tubuh FKUB Kabupaten Bekasi malah keanggotaannya di-
masalahan yang ada ketika lembaga ini akan dibentuk. Mulai fait accompli pihak tertentu. Ketika itu, beredar surat dari MUI
dari sosialisasi keberadaan dan peran FKUB yang minim bagi setempat berisi usulan siapa menjabat apa dalam kepengurusan
masyarakat bawah. Buktinya, pengurus Gedung Gracia Cirebon FKUB. “Mendadak FKUB terbentuk dengan 17 anggota. Rinci-
memilih mengadu ke Fahmina Institute ketimbang ke FKUB. annya, 12 orang dari Islam dan 5 orang masing-masing dari
FKUB Propinsi Kalimantan Selatan, misalnya, nampak elitis. Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu,” jelas Anton
Sosialisasinya terbatas. “Kalangan masyarakat dan lembaga swa- Lukito, perwakilan FKUB Kabupaten Bekasi dari Katolik. 
daya tidak begitu jelas (mengerti, Red.) dengan kiprah lembaga Permasalahan yang menumpuk ini akhirnya berimbas pada
ini,” ujar Ghozali Rahman dari Lembaga Kajian Keislaman dan praktek FKUB di lapangan. Misalnya, menyangkut mekanisme
Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin (27/09/07).  pengambilan keputusan soal ditutup atau tidaknya rumah ibadat
FKUB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tak jauh berbeda. yang melenceng dari ketentuan asal. “Sistemnya memakai voting.
“Di kalangan elit agama, FKUB cukup tersosialisasi dengan Jelas, kelompok mayoritas selalu menang,” terang Firman Adi
baik. Tapi tidak bagi grass-root,” ungkap Jumarim dari Yayasan Kristiyono, pegiat Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyaki-
Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat (YPKM) Mataram nan (AKBB), tentang FKUB di Kotamadya Bekasi.
(25/09/07). Padahal, Perber sudah menggariskan secara khusus mengenai
Selain minimnya sosialisasi, juga terjadi sengketa jumlah kursi hal ini. “Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan
perwakilan umat beragama yang akan duduk di lembaga ben- secara musyawarah oleh masyarakat setempat,” demikian bunyi
tukan negara itu. FKUB Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Pasal 21 (1) Perber itu.
(DIY), misalnya, belum terbentuk sampai sekarang. Pihak yang FKUB Kota Bekasi juga punya ‘prestasi’ mencengangkan dalam
terlibat merasa perwakilan di FKUB tidak representatif. mengambil keputusan. “Hari ini surat masuk, besok sudah keluar
“Perwakilan FKUB yang dimaksud berbasis pada jumlah umat. ijin untuk menutup sebuah rumah ibadat,” jelas Firman Adi.
Umat yang kuantitasnya lebih banyak akan mendapatkan kursi FKUB daerah sebelahnya, yaitu Kabupaten Bekasi memiliki

WAWANCARA

“FKUB nggak ada hilangnya” Masyarakat sering menggelar dialog antar umat,
apakah ini tidak cukup?
Prof. Dr. Ridwan Lubis, MA Tidak cukup! Harus ada proses pendewasaan melalui pembelajaran atau
pendidikan. Jadi kerukunan itu kita desain dan rancang melalui pendidikan
Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dimaksudkan kerukunan. Jangan dibiarkan berkembang apa adanya.
agar ada proses pendewasaan kehidupan beragama di Indonesia.
Agar umat beragama tidak menganggap umat agama lainnya sebagai Jika masyarakat telah dewasa, FKUB tak diperlukan?
lawan. Demikian pernyataan mantan Kepala Pusat Penelitian Dalam PBMDMA pasal 4, FKUB bertugas melakukan pemberdayaan ma-
dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Badan Penelitian dan syarakat. Jadi, sekalipun masyarakat sudah rukun, FKUB tetap diperlukan.
Pengembangan (Balitbang) Depag, Prof. DR. Ridwan Lubis, MA kepada FKUB nggak ada hilangnya. Karena kita ingin selalu memberdayakan ma-
theWAHID Institute. syarakat di bidang pendidikan, ekonomi, politik, hukum, dan demokrasi.
Alumnus Perbandingan Agama IAIN Sunan Ampel ini merupakan salah Apa tugas FKUB?
satu penyusun draft Peraturan Bersama Tugasnya ada empat. Pertama, mengembangkan dialog antar-agama. Kedua,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri menampung aspirasi umat beragama. Ketiga, menyalurkan aspirasi umat
Agama (PBMDMA) No. 9/No. 8 tahun beragama. Keempat, mensosialisasikan peraturan-peraturan mengenai keru-
2006 yang melandasi berdirinya kunan dan sekaligus memberdayakan umat beragama. Itulah fungsi FKUB
FKUB di propinsi dan kabupaten/ tingkat propinsi. FKUB tingkat kabupaten/kota tambah satu lagi, yaitu
kota di seluruh Indonesia. Berikut memberikan rekomendasi tentang persetujuan pendirian rumah ibadah.
petikan wawancaranya:
Bagaimana soal keanggotaan?
Mengapa FKUB perlu Keanggotaan FKUB harus mencitrakan seluruh komponen umat beragama
dibentuk? di kampung, kabupaten, kota atau propinsi. Kalau ada satu kelompok
Agar ke depan ada proses pende- umat beragama tapi belum ada majelis agamanya, mereka harus terwakili.
wasaan kehidupan beragama bagi Misalnya di Sumatera, Hindunya nggak ada Parishada Hindu Dharma Pusat
kita. Kalau kita melihat orang (PHDP), tetapi umat Hindunya 100 orang. Ya, mereka harus masuk. Jadi,
ber-agama lain, jangan sampai kita tidak terikat pada majelis agamanya, tapi pada kelompok umatnya.
anggap sebagai lawan. Melainkan Adapun jumlah anggota FKUB propinsi maksimal 21 orang dan kabu-
kita anggap sebagai kawan atau mitra. paten/kota maksimal 17 orang. Itu kesepakatan majelis-majelis agama,
Paling jauh sebagai sparing partner bukan pemerintah.Tapi kalau mau kurang, silahkan.Tergantung kesepakatan
atau lawan tanding. daerah.

No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

problem sama, namun diselesaikan dengan cara berbeda. Ke- peran ganda. Dia yang berdemonstrasi menuntut penutupan
tika sebuah gereja di Lembang Sari, Tambun diperselisihkan, rumah ibadat, dia juga yang rapat di FKUB untuk menutup,”
FKUB Kab. Bekasi tidak bisa berbuat apa-apa. Penyelesaiannya kata Daden tertawa.
diserahkan ke Pemda. Ini karena FKUB daerah ini memiliki cara Ketakutan Daden sudah disinyalir Ahmad Suaedy, Direktur
pandang sendiri. “FKUB berpendapat landasannya adalah Perber Eksekutif The WAHID Institute. “FKUB rawan diselewengkan
pasal 28 ayat 1,” lanjut Anton Lukito. dan disusupi kepentingan politik, seperti elit politik lokal mau-
Pasal tesebut menyatakan, ijin bangunan gedung untuk rumah pun elit agama tertentu di daerah,” jelasnya (24/7/07).
ibadat yang dikeluarkan pemerintah daerah sebelum berlakunya Pernyataan Suaedy ini dibuktikan Anton Lukito yang menyitir
Perber ini dinyatakan sah dan tetap berlaku.Tapi, sampai sekarang hasil investigasi lembaganya, FKUB Bekasi. Tuntutan menutup
kasusnya tetap menggantung. rumah ibadat ternyata dihembuskan para golongan elit agama.
Meski berpegang pada satu pedoman, FKUB terlihat tak sera- “Sementara masyarakat di sekitar baik-baik saja. Tak ada kisruh
gam menyikapi kasus yang sama. Belum lagi ketika dihadapkan soal rumah ibadat,” tutur Anton.
pada kompleksitas tensi kehidupan keberagamaan yang berbeda Keberadaan FKUB dalam konteks merukunkan umat beragama
di tiap daerah. Padahal lembaga ini diseragamkan manajerialnya sebenarnya dapat dipertanyakan, karena tugas lembaga ini sudah
oleh pemerintah. ditangani lembaga lain. Tugas sosialiasi peraturan dan penyalur
Di Nusa Tenggara Barat yang kerap tersiar pengusiran warga aspirasi masyarakat, semestinya dilakukan anggota legislatif.
Ahmadiyah, kiprah FKUB terkesan santai. “Sejauh ini adem Tugas utama FKUB seperti termuat dalam Perber pasal 9, yaitu
ayem,” jelas Jumarim. Demikian pula Sukabumi. “Suasananya melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat,
kondusif. Beberapa waktu yang lalu kami (sukses) mengadakan juga sudah dilakukan elemen masyarakat sejak dulu kala, jauh
kemah keagamaan untuk kerukunan umat beragama. Peser- sebelum FKUB ada. “Tugas FKUB itu sebenarnya bisa dijalankan
tanya 100 orang dari berbagai kalangan agama,” tutur Daden oleh masyarakat, karena mereka sudah dewasa. Sudah bisa rukun
bangga. sendiri,” tandas Daden.
Daden sendiri ragu dengan kondisi daerah lain. Sebab ketika Masyarakat memang sudah memikirkan kerukunan jauh
dirinya menghadiri acara pertemuan FKUB se-Jawa Barat yang sebelum pemerintah membentuk FKUB. Sifatnya yang lebih
digelar Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Departe- guyub, sekaligus tidak birokratis, membuat lembaga bentukan
men Dalam Negeri (Kesbanglinmas Depdagri) Jawa Barat, masyarakat ini lebih efektif. Kita bisa menyaksikan kiprah Forum
ternyata FKUB di beberapa tempat di Propinsi Jabar didomi- Sabtuan (FORSAB) Cirebon. “Forum lintas agama ini berdiri
nasi kalangan Islam fundamentalis. “Ini lucu. Satu orang punya sejak 26 Desember 2000,” jelas KH. Husein Muhammad, salah

Masuknya Kepala Kantor Depag (Kakandepag) sebagai De- bantuan bupati. Ini supaya komitmen FKUB nyata untuk masyarakat. Bu-
wan Penasehat FKUB dinilai sebagai birokratisasi FKUB… kan untuk pejabat. Dan jangan lupa, FKUB tidak boleh dieksploitasi oleh
Saya rasa nggak. Karena keanggotaannya sama sekali tidak boleh bersing- pemerintah. Karena semua anggotanya pemuka-pemuka agama.
gungan dengan birokrasi. Jadi menurut saya, itu kecil kemungkinan menjadi
Beberapa waktu lalu, di Kotamadya Bekasi ada kasus penu-
birokratis.
tupan rumah ibadat oleh FKUB. Pengambilan keputusannya
Mengapa ? melalui voting. Komentar Anda?
Karena penentuan keanggotaan itu direkomendasikan oleh majelis agama. FKUB, sebagaimana dimaksud PBMDMA pasal 14 huruf D merupakan hasil
Itu garansinya. Misalnya saya ingin jadi apa, lalu saya melamar. Itu nggak musyawarah dan mufakat. Itu yang selalu kita tegaskan kepada masyarakat
bisa. Harus ada rekomendasi. Dengan cara demikian, kita harapkan forum pada saat sosialisasi. Jadi seharusnya jangan dan tidak boleh voting. Kalau
ini menjadi independen. terjadi hal demikian, mestinya tugas pemerintah daerah menegur melalui
dewan penasehat (wakil gubernur, wakil bupati/wali kota atau kepala kantor
Bagaimana posisi “FKUB” non-pemerintah,
wilayah Departemen Agama). Jangan dibiarkan begitu saja.
yang di beberapa tempat perannya justru lebih signifikan?
Pengalaman saya di lapangan selama enam tahun menangani Forum Komu- Ada juga insiden Rumah Duka Gracia di Cirebon. FKUB tidak
nikasi Antar Pemuka Agama Sumatera Utara (FKAPSU) dan Lembaga Peng- berbuat apa-apa. Komentar Anda?
kajian Kerukunan Umat Beragama (LPKUB), di mana saya menjadi ketua Persoalannya begini. Pertama, rumah duka itu rumah ibadat atau tidak?Tidak!
dua lembaga tersebut, kami mendirikan lembaga ini secara independen. Karena itu bukan rumah ibadat, maka itu bukan wilayah FKUB. Karenanya,
Mereka (“FKUB” non-pemerintah, red.) dapat dimanfaatkan untuk melaku- apakah berlaku syarat-syarat beribadat? Jelas tidak! Jika demikian, FKUB
kan empat fungsi FKUB itu; dialog, penampung aspirasi, penyalur aspirasi, secara peraturan tidak punya wewenang untuk mencampuri persoalan
dan sosialisasi. Tetapi untuk fungsi yang kelima yaitu rekomendasi, harus rumah duka di Cirebon. Itu semata-mata menyangkut ketertiban sosial.
lewat FKUB. Kalau mereka punya usul silahkan. Namun usulnya ke FKUB, Berarti bukan urusan FKUB, tapi polisi atau satpol PP.
jangan lewat pemerintah. Jadi kita menyatukan langkah. Maksudnya, kita Kedua, bagaimana jika masyarakat keberatan pada keberadaan rumah duka?
harapkan FKUB yang resmi berdasarkan Perber, ini punya jaringan atau link Ini saya rasa perlu ditelusuri. Alasan keberatannya apa? Karena setahu saya,
dengan forum-forum sejenis di berbagai daerah. katanya rumah duka itu akan digunakan oleh semua kelompok agama (Kris-
ten, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, kecuali Islam). Itu semacam
Bagaimana pendanaan FKUB?
rumah persinggahan mayat. Berarti itu bukan rumah ibadat, sehingga
Tiap tahun mendapat dana dari Pemda.Tetapi, semua rumusan program ke-
Perber tidak berlaku.
giatan dan aplikasi kegiatan sepenuhnya inisiatif FKUB. Pemda tidak campur
Saya sendiri melihat, ini bukan persoalan agama. Ada faktor lain di balik
tangan. Paling-paling kalau ada kegiatan, diinformasikan ke Pemda.
itu, yaitu faktor ekonomi. Mengapa? Rumah duka ini kan bisnis. Dan yang
Sistem pendanaan seperti ini, dikhawatirkan saya dengar juga, yang keberatan itu bukan orang di situ, tapi orang luar.
FKUB dieks-ploitasi pemerintah… Kalau orang luar, ya nggak bisa. Kita sudah garis bawahi, bahwa orang luar
FKUB memang mendapat APBD, bukan bantuan gubernur dan bukan tidak boleh menilai suatu keadaan di kampung itu.[]

No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

satu pengurusnya yang juga pengasuh Pesantren Dar al-Tauhid, minoritas, prosedur demikian ibarat bencana. Karena banyaknya
Cirebon. dokumen yang harus diurus, beribadah jadi mirip bepergian ke
Sepekan sekali, mereka mendialogkan persoalan antar-agama luar negeri. 
secara bergiliran di rumah anggotanya, markas Fahmina Institute Dalam kasus perizinan rumah ibadah, dokumen yang dimaksud
atau sesekali di hotel. “Tidak hanya diskusi.Kita juga membuat adalah Izin Prinsip Pendirian Rumah Ibadat (IPPRI) dan Izin
kegiatan nyata untuk masyarakat,” kata Kyai Husein. Mendirikan Bangunan Rumah Ibadat (IMBRI) yang diterbitkan
Juga Forum Gedangan di Salatiga. Forum yang berdiri sejak bupati/walikota. IPPRI dan IMBRI bisa keluar berdasar reko-
22 Februari 1998 ini dimotori KH. Mahfudz Ridwan. Forum mendasi FKUB tingkat kelurahan/desa yang disahkan kepala
ini beranggotakan warga dari berbagai agama dan etnis. Tidak kesa, rekomendasi FKUB kecamatan yang telah disahkan camat,
hanya kegiatan antar agama yang dilakukan, tetapi juga kegiatan rekomendasi FKUB kabupaten/kota, rekomendasi Kepala Kan-
kemanusiaan. Antara lain pemberian bantuan kepada korban tor Depag kabupaten/kota. Dan, daftar nama serta alamat kepala
gempaYogyakarta. Ada lagi Jaringan Kerja Antar Umat Beragama keluarga sesuai KTP setempat yang akan menjadi jemaat rumah
(Jakatarub) di Bandung. Lembaga yang dikomandoi Dindin ibadah sebanyak 90 orang.
Abdullah Ghazali ini secara mandiri menerbitkan majalah berkala Apa yang akan terjadi? “Akan ada birokratisasi agama dan tem-
Bianglala, berisi info dan advokasi seputar pluralisme. Pengurus- pat ibadat,” tandas Rumadi dalam artikelnya bertajuk Birokratisasi
nya pun kerap menggelar acara yang melibatkan peserta lintas Tempat Ibadah (2005).
agama. Misalnya saja diskusi bersama soal Puasa Ditinjau dari Peneliti The WAHID Institute ini mendasarkan pendapatnya
Perspektif Berbagai Agama. “Juga acara-acara sosial seperti khitanan
pada FKUB yang sangat struktural dan bentuk kepengurusannya
massal, buka puasa, sahur bersama dan lain-lain,” kata Dindin. 
Karena dianggap mubazir itulah maka muncul tudingan tak yang amat hirarkis. Di sinilah, negara dengan diam-diam sebenar-
sedap terhadap FKUB.  Bahkan lembaga kerukunan umat ber- nya sedang menunjukkan kekuasaannya. “Kebijakan, khususnya
agama ini dinilai sebagai campur tangan negara atau pemerintah menyangkut hubungan antar-agama(-agama) dan negara, antar-
terhadap proyek bernama kerukunan antar umat beragama. Se- agama-agama, dan antar-internal suatu agama itu telah menjadi
babnya lembaga kerukunan ini memiliki payung hukum khusus, bahasa dan kekuasaan,” terang Anas Saidi dalam Menekuk Agama,
yang mengakibatkan anggotanya mempunyai tugas dan kewenang­ Membangun Tahta (2005).
an sangat rigid. Simaklah pernyataan Prof. Dr. Ridwan Lubis, MA Peneliti LIPI ini juga menyebut kebijakan yang demikian seba-
dalam menyikapi kasus Rumah Duka Gracia Cirebon. gai “teknologi politik” pengaturan dan pengontrolan terhadap
“Karena itu bukan rumah ibadat, maka itu bukan wilayah masyarakat. Dengan realitas begini, apakah masyarakat mau
FKUB,” kata mantan Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
menerima kembali kontrol negara melalui FKUB seperti zaman
Balitbang Depag yang pensiun per 1 Oktober 2007 ini (baca:
FKUB Nggak Ada Hilangnya). Orde Baru dulu?
Jadi walau rumah duka itu menciptakan ketegangan antar umar Tentu saja FKUB bisa saja dipermak atau disiasati agar ti-
beragama di Cirebon, tapi karena regulasi tidak memerintahkan, dak terlalu terkooptasi oleh kepentingan negara, sehingga
maka anggota FKUB tidak wajib menciptakan kerukunan umat keberadaannya bermanfaat untuk publik. Misalnya saja dalam
beragama. Selain aktivitas yang dibatasi regulasi, lembaga ini juga soal keanggotaan, pembiayaan, dan minimalisasi eksploitasi
dibiayai pemerintah melalui APBD. Bahkan ada dewan penasehat pemerintah. “Teman-teman pegiat pluralisme mestinya ikut
yang terdiri dari unsur pemerintah daerah dan departemen masuk lembaga ini supaya FKUB tidak menjadi forum kaum
agama di wilayah bersangkutan. Ini menimbulkan kekhawatiran fundamentalis,” usul Daden.
terjadinya intervensi pemerintah terhadap FKUB. Yang lain menganggap alokasi dana untuk FKUB sedikit
demi sedikit dikurangi setelah misinya untuk mendewasakan
Perlindungan negara terhadap umat beragama adalah wajar,
masyarakat dalam soal kerukunan terpenuhi. “Nantinya dana
karena ini diamanatkan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Namun ini bisa digunakan untuk mengatasi kemiskinan, pendidikan,
pelembagaan kerukunan umat beragama adalah tindakan dan kesehatan untuk rakyat,” tutur Ridlwan Nasir, Rektor IAIN
berlebihan. “Kebutuhan akan stabilitas dan tanggung jawab Sunan Ampel Surabaya (03/10/07).
sebagai pemerintah, membuat pemerintah sering ikut campur Ia mendasarkan pendapatnya pada pengalaman lembaganya
dalam urusan intern agama(-agama) ini,” jelas Hairus Salim HS bekerja sama dengan FKUB Propinsi Jawa Timur yang meng-
dalam tulisannya berjudul Kebijakan Agama Masa Orde Lama dan gelar pendidikan kerukunan untuk masyarakat dari berbagai
Orde Baru (2004). karesidenan di sana.  
Ironisnya, tulis aktivis Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Akhirnya, tanpa FKUB pun, konstitusi sudah mewajibkan
Yogyakarta ini, keikutsertaan pemerintah dalam pengaturan pemerintah melindungi warganya menganut suatu agama atau
hubungan antar agama tak jarang justru memperkeruh hubungan kepercayaan dan beribadah menurut keyakinannya. Dan tanpa
antar-agama itu sendiri. Fenomena ini tampak di Kotamadya lembaga ini pun masyarakat juga wajib rukun, baik kepada
Bekasi. “Di daerah kami intensitas penutupan rumah ibadah mereka yang seagama maupun berlainan agama. Karena setiap
meninggi pasca terbentuknya FKUB,” tutur Firman Adi Kris- agama mengajarkan itu. Kerukunan tak perlu dibirokratisasikan,
tiyono.
bukan?
Campur tangan ini bisa jadi dianggap sebagai perlindungan atas
Wallahu A’lam.[]
 mayoritas karena kepentingan mereka dijaga. Sebaliknya, bagi
No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

KOLOM

Kisruh Pembentukan FKUB DIY


Oleh: Nur Khalik Ridwan*

Pembentukan FKUB (Forum Keru- dak setuju. Sebab dengan basis jumlah ber 2007),
kunan Umat Beragama) di daerah umat kalangan Islam bisa mendapatkan karena PGI
ternyata tidak berjalan mulus. Padahal lebih dari 50 persen anggota FKUB. ditambah Vikep belum menyetujui isu-
Peraturan Bersama Menteri Dalam Ini dianggap kurang sehat untuk ke- isu krusial.
Negeri dan Menteri Agama (PBDM) berlanjutan institusi FKUB. Yang lain Di tingkat kabupaten juga timbul
No. 9/No. 8 tahun 2006 pasal 27 jelas: mengusulkan jumlahnya tidak harus 21 problem. Dalam Pergub pasal 1 ayat
FKUB sudah harus terbentuk 1 tahun (tingkat provinsi) atau 17 (tingkat ka- 12 disebutkan bahwa umat Budha
setelah PBDM ditetapkan. Contohnya bupaten) seperti dalam PBDM, karena diwakili Walubi dan Kristen diwakili
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), jumlah itu berbunyi maksimal. Sebagi- PGI. Masalahnya, majlis agama Budha
sampai kini FKUB dimaksud belum an mengusulkan jumlahnya mengikuti di Gunungkidul bernama MBI (Majlis
terbentuk, meskipun Peraturan Gu- tradisi selama ini yang berkembang di Budayana Indonesia), tidak ada Walubi;
bernur (Pergub) yang memayungi DIY, bisa 5, 9, 11, dan (atau) 7. dan justru FKUK (Forum Komunikasi
pembentukan FKUB dinoktahkan 12 Kedua, ada yang mengusulkan keter- Umat Kristen) yang hadir mewakili
Juni 2007. wakilan cukup 5 agama sebagaimana Kristen dalam sosialisasi Pergub,
Ternyata Pergub itu sendiri menun- definisi “masyarakat” yang telah diba- bukan PGI. Dengan begitu keterwa-
jukkan fakta lain. Lahirnya diairi oleh kukan. Tetapi wakil PGI mengusulkan kilan kelompok MBI dan FKUK pun
kisruh pembahasan dari majlis-majlis jumlahnya 7 agama: 5 lembaga agama menjadi perdebatan: menambah data
agama dan kelompok kerja yang me- resmi, ditambah Matakin dan kelom- kerumitan.
nyiapkan draft Pergub. Eksemplar pok Penghayat Kepercayaan. Alasan Fenomena DIY ini menunjukkan
awalnya dipancangkan oleh sosialisasi memasukkan Penghayat Kepercayaan, dengan jelas “kerukunan” yang ingin
PBDM yang difasilitasi Depag DIY karena Penghayat Kepercayaan juga dibangun PBDM, diterjemahkan
(1-3 Mei 2006). Dalam sosialisasi memiliki pengikut di DIY. semata-mata berbasiskan 5 lembaga
ini, Konghucu dan agama kecil tidak Dua hal itu menjadi perdebatan agama resmi. Definisi “masyarakat yang
diundang. Parahnya pertemuan juga serius. Setelah melewati beberapa membentuk FKUB” dibonsai sebatas 5
mendefinisikan pasal 8 PBDM bahwa pertemuan, muncul draft Pergub resmi agama resmi. Padahal data 2004 di DIY,
FKUB “dibentuk oleh masyarakat”, versi Dinsos. Wakil PGI melihat draft penganut agama di luar lima agama
dengan tafsir “5 lembaga resmi kea- Pergub resmi ini hanya mengakomodasi resmi ada 1.107 (0,03 %) dalam kate-
gamaan” (MUI, PGI, Vikep-Katholik, satu kelompok agama. Isinya tidak ada gori “lain-lainnya” (Depag DIY, 2005:
PHDI, dan Walubi). yang berbeda dengan draft Pergub 7). Belum lagi mereka dari Islam yang
Pertemuan selanjutnya difasilitasi versi MUI kecuali soal pengambilan merasa tidak terwakili oleh MUI, dan
Dinsos DIY. Yang diundang hanya 5 keputusan. Masukan-masukan dari lain-lain. Mereka tidak terwakili.
lembaga agama itu. Mereka dimintai lembaga agama lain dianggap tidak Sudah dapat diduga, dengan pola
usulan untuk pembentukan FKUB, dan diakomodir. yang demikian tidak akan bisa ditemu-
salah satunya adalah draft Pergub. Me- Wakil PGI akhirnya melakukan walk kan tokoh-tokoh yang selama ini ber-
mang dalam Peraturan Bersama pasal out. Pertemuan-pertemuan selanjut- kecimpung dalam kancah dialog agama
12 disebutkan “ketentuan lebih lanjut nya minus PGI. Terjadilah kemacetan, bisa duduk di FKUB. Kerukunan yang
mengenai FKUB dan Dewan Penasihat hingga satu tahun lebih Pergub saja be- diimajinasikan pun semu semata, kare-
FKUB provinsi dan kabupaten/kota lum terbit. Baru tanggal 12 Juni 2007 na tidak mengakomodir semua kelom-
diatur dengan Peraturan Gubernur.” Pergub diterbitkan dengan wewenang pok masyarakat agama. Dan, di DIY-lah
Tetapi titik-titik krusial segera mun- gubernur. Responden yang penulis pada akhirnya, resistensi terhadap
cul menyangkut isi draft Pergub yang temui, seorang anggota Depag yang PBDM menemukan bentuknya. ***
sedang dirumuskan di DIY: ikut dalam pertemuan-pertemuan,
Pertama, wakil MUI mengusulkan mengemukakan bahwa meski Pergub
*)Nur Khalik Ridwan, penulis beberapa buku dan
jumlah anggota FKUB didasarkan sudah terbit ternyata FKUB tidak juga telah melakukan penelitian tentang “Kisruh Proses
pada basis jumlah umat. Yang lain ti- terbentuk (setidaknya sampai Septem- Pembentukan FKUB DIY”.

No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

RAK BUKU

Menggugat Kegamangan Negara Mengawal Pluralisme

P erkara pluralisme ternyata begitu


mahal di negeri ini. Modal awal
berupa kemajemukan suku, bangsa dan
Dua hal inilah yang dikemas apik
dalam buku bertitel Politisasi Agama dan
Konflik Komunal; Beberapa Isu Penting di
Judul Buku Politisasi Agama dan Konflik Komu-
nal;
Beberapa Isu Penting di Indonesia
Penulis Ahmad Suaedy, dkk
agama yang sudah ada seperti sia-sia. Indonesia. Hasil penelitian di 7 (tujuh) Penerbit The WAHID Institute
Tahun Terbit 2007
Mereka yang tidak memiliki toleransi kota ini, secara komprehensif merang- Jumlah Halaman 366 halaman
terus mengoyaknya. kum berbagai peristiwa diskriminasi
Mereka membuat bangsa ini saling yang dialami kelompok minoritas. Beberapa temuan dari penelitian
bersyak-wasangka kepada golongan di Peristiwa tersebut adalah pelarangan ini: pertama, pluralisme di masyarakat
luarnya. Umat Islam, misalnya. Mereka pencatatan pernikahan Jemaat Ah- ternyata memiliki landasan yang rapuh.
lebih sering ribut soal kapan berhari madiyah di Manis Lor, Kuningan oleh Sedikit saja terkena gesekan, ia hancur
raya. Pilihan bermazhab juga acap Rosyidin & Ali Mursyid, kasus pem- berkeping-keping. Tak ada lagi yang
memicu konflik. Atau soal tafsir agama bubaran padepokan YKNCA mengikat.Yang tersisa cuma kebencian.
yang menimbulkan bermacam aliran oleh Andri A. & Juga keinginan untuk saling meng-
dengan stempel penyesatan di mana- enyahkan.
mana. Tak (pernah) dipikirkan kalau Kedua, ketika terjadi ribut-ribut soal
jumlah mereka yang besar sangat perbedaan, negara berikut aparatnya
potensial untuk membangun menjadi andalan. Stempel sesat atau
negara ini. tidaknya sebuah aliran diserahkan
Tidak mengherankan jika pada MUI. Sementara ribut-ribut
keadaan ini pararel dengan sebuah soal rumah ibadat dipasrahkan pada
adagium—bahwa terlalu banyak pejabat kelurahan dan seterusnya.
alasan bagi kita untuk membenci Celakanya, negara tidak jarang
yang lain, yang berbeda dengan kita. bertindak semena-mena. Sering-
Sebaliknya, terlalu sedikit alasan bagi kali terjadi standar ganda— kes-
kita untuk mencintai mereka. Inilah alahan mayoritas tidak dianggap
yang membuat kita koyak. ada, sementara bagi minoritas
Beberapa kejadian menegaskan kesan berlaku sebaliknya. Atau
ini. Dua hal yang paling menyolok; keputusan aparat negara
penyesatan aliran dan perusakan tem- berdasar desakan massa,
pat ibadat. Penyesatan aliran meruyak bukan regulasi yang ada. Di
setahun belakangan ini. Jemaat Ah- titik inilah, negara terlihat
madiyah Indonesia,YKNCA, Ponpes gamang mengawal pluralisme.
I’tikaf Ngaji Lelaku, dan Komunitas Sikap negara jelas merugikan pihak
Eden dicap sesat. Pemimpinnya – Ardhi Salman al- minoritas. Pada titik ini, buku sete-
Husein, M.Yusman Roy, dan Lia Eden Farizi, kasus penyesa- bal 366 halaman ini menemukan
– diajukan ke muka hukum karena tan dan kriminalisasi M.Yusman Roy relevansinya. Buku ini mendedahkan
dianggap menodai agama. Propertinya oleh Paring Waluyo Utomo & Levi serangkaian data dan fakta penelitian
dihancurkan secara massal. Riyansyah, kisah formalisasi agama di di lapangan yang membuktikan bahwa
Tak ada empati di situ.Yang ada Maros dan Pangkep oleh Subair Umam kegamangan negara itu nyata-nyata ada.
semangat menghancurkan karena & Syamsul Pattinjo, kasus penyerangan Karena sebab itu, para peneliti dalam
perbedaan adalah bencana. Demikian kampus Ahmadiyah Parung Bogor oleh buku ini bukan saja berperan sebagai
halnya perusakan sejumlah tempat iba- Mujtaba Hamdi, penutupan gereja pemerhati yang menuliskan hasil
dat. Karena dianggap “bukan golongan di Kronelan dan Demakan oleh Nur amatannya. Tetapi, di beberapa daerah,
kami”, bangunan boleh dihancurkan. Khalik Ridwan & Anas Aizuddin, dan mereka juga mengadvokasi objek pene-
Tak peduli memiliki ijin membangun penerapan syari’at Islam di Aceh oleh litiannya untuk mengawal pluralisme.
atau tidak. Padahal, perusak dan yang peneliti Fullbright Indonesia Troy A. Sebuah usaha yang layak diapresiasi.[]
bangunannya dirusak merupakan te­ Johnson. [Nurun Nisa]
 tangga dekat.
No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

Program Pemantauan
Pluralisme dan Legislasi Sukses Dilaksanakan

Program Pemantauan Pluralisme dan Legislasi (Pluralism ranya tokoh agama dan pro demokrasi diadakan jumpa pers pada
and Legislation Watch program) yang diselenggarakan the WAHID 23 Mei 2006, mengecam tindakan kelompok preman berjubah.
Institute bekerja sama dengan the Asia foundation dari Mei Ini adalah kelompok yang kerap melakukan tindakan kekerasan
2006–Oktober 2007 sukses dilaksanakan. atas nama agama.
Dalam rangka pemantauan pluralisme dan legislasi, the WAHID Buku Kala Fatwa Jadi Penjara terbitan tWI didiskusikan di Gedung
Institute (tWI) dan mitra selama dua tahun terakhir itu melaku- PBNU pada 6 Juni 2006, berisi kumpulan artikel tentang Ahmadi-
kan serangkaian kegiatan konsultasi publik di enam daerah, yakni yah yang ‘terpenjara’ karena fatwa
NAD, Jawa Timur, Makassar, DIY, Jawa Barat, dan Jakarta. MUI, itu didiskusikan oleh 50
Kegiatan yang dimaksud meliputi pertemuan tokoh lintas peserta. Ahmad Suaedy, Direktur
agama, jumpa pers, diskusi buku Kala Fatwa Jadi Penjara, seminar, Eksekutif tWI, menjadi pembicara
focus group discussion (FGD), diskusi buku Hajatan Demokrasi; pada seminar tentang Perda Syariat
Potret Jurnalistik Pemilu Langsung Simpul Islam Indonesia dari Moderat Islam (Perda SI) yang bertempat di
Hingga Garis Keras, workshop, Teater Utan Kayu, 27 Juli 2007.
dan roundtable discussion. Diskusi buku Hajatan Demokrasi; Diskusi Buku Hajatan Demokrasi
Pertemuan tokoh lintas agama Potret Jurnalistik Pemilu Langsung
digelar di Kantor tWI pada Simpul Islam Indonesia dari Moderat Hingga Garis Keras digelar di
16 Mei 2006 guna mensomasi kantor tWI pada 17 Oktober 2006. Buku riset tentang pemilu
Menteri Agama soal kasus Ah- dan pilkada di berbagai simpul Islam Indonesia itu dibedah oleh
madiyah. Acara ini dihadiri 100 sekitar 100 orang undangan. Mitra-mitra daerah juga menggelar
orang. Di tempat yang sama, bedah buku ini.
Roundtable Discussion temuan riset
dengan peserta 80 orang dianta- mengenai isu pluralisme Sementara FGD digelar tWI bekerja sama dengan mitra-
Bersambung ke hlm. 8

PENERBITAN
 dalam pesantren, yaitu KH Syarif Utsman Yahya. Kang Ayip —sapaan akrab-
nya— begitu fasih mengomentari dan menafsirkan gagasan Gus Dur. Mulai
Gus Dur Asyik Gitu Loh, dari soal pribumisasi Islam, sekularisasi, kerja sama dengan Israel hingga
Karya Maia Rosyida tentang al-Qur`an sebagai kitab ‘porno’ yang kemudian disalahpahami dan
Dengan fasih, penulisnya menuangkan dalil-dalil dimanipulasi untuk tujuan politik. Pandangan pengasuh Pesantren Kempek
agama, al-Qur’an, Hadis dan pendapat ulama Cirebon, ini layak diletakkan dalam sebuah kerangka untuk menebak dan
untuk memberikan argumen pada pikiran-pikiran yang menafsir puzzle Gus Dur.
diinspirasi oleh Gus Dur. Melalui buku yang dikemas
dengan bahasa gaul ini, Maia yang juga penulis novel Islam Kosmopolitan, Karya KH. Abdurrahman
remaja ini mencoba mengarungi pikiran-pikiran Gus Wahid
Dur sejauh mungkin dan memberikan apresiasi aksi-aksi Dalam buku ini, Gus Dur tampaknya hendak mengatakan
Gus Dur sedekat mungkin. Bahasanya yang gaul, bahwa berbagai peristiwa sosial, politik, dan budaya yang
membuat buku ini enak dibaca, terutama oleh menyisakan konflik harus didekati dengan kaca mata so­
kalangan remaja. siologis dan pengertian yang bijak. Bukan malah memposisi-
kan agama sebagai alternative yang justru akan melemahkan
Politisasi Agama dan Konflik Komunal: Be- fungsi agama dalam ranah sosial. Islam haruslah tetap berperan
berapa Isu Penting di Indonesia, dalam penegakan masalah-masalah kemanusiaan. Islam pernah
Karya Ahmad Suaedy dkk. mencapai titik tertinggi dalam peradaban manusia, justru
Keterbukaan dan kebebasan berekspresi tak selamanya ketika ia memberikan kebebasan kepada semua orang untuk
menjadi garansi bagi terwujudnya sikap saling menghor- berekspresi dan berkreasi. Hanya dengan cara yang sama, menulis atau
mati. Ancaman kebebasan beragama atau berkeyakinan misal- ber­argumentasi, orang boleh berbeda tapi tidak boleh dengan kekerasan
nya, terus hadir hilir mudik di depan mata. Gelombang penyesatan atas apalagi penindasan.
kelompok agama atau keyakinan yang dianggap berbeda, terus terjadi tiada
henti. Konflik komunal terus berlangsung. Isu kristenisasi juga tak kunjung Dua Wajah Islam: Moderatisme Vs Fundamental-
pudar. Persoalan kian diperumit dengan munculnya politisasi agama yang isme dalam Wacana Global,
diantaranya berupa gempitanya Perda (bernuansa) Syariat Islam di berbagai Karya Stephen Sulaiman Schwartz
daerah. Atas dasar itu semua, buku yang diangkat dari hasil riset program Buku yang dihasilkan dari riset mendalam dengan data-
Plu­ralism Watch yang dilakukan the WAHID Institute sepanjang 2005- data akurat ini menguraikan Islam Wahabi yang terbukti
2006 ini hadir, kendati hanya menampilkan highlight yang terjadi di mendorong munculnya fanatisme dan kekerasan di ber­
berbagai wilayah Indonesia. bagai wilayah, terutama di Eropa Timur dan Timur Tengah.
Penulisnya, yang muslim Amerika, juga menunjukkan ada
Gus Dur Memilih Kebenaran daripada pola Islam lain di luar Islam Wahabi yang justru menekankan
Kekuasaan, Wawancara dengan KH. Syarif toleransi, yaitu Islam Sufisme, yang menjadi akar toleransi
Utsman Yahya ajaran agama-agama. Buku ini kian berbobot dengan pengantar


Buku ini merupakan pandangan dan tafsir orang dari KH. Abdurrahman Wahid dan C. Holland Taylor.
No. 3/TH. II/JULI - OKTOBER 2007

Sambungan dari hlm. 7 pada September dan Oktober 2006


yang terfokus pada masalah pilkada
mitra­nya di daerah yakni Labo- Yogyakarta dan Jepara. Juga Bule-
ratorium Agama dan Dak­wah tin Avatar pada Maret 2007 yang
(LABDA) Salahuddin Yogyakar- bertemakan kritik atas raperda
ta, Fahmina Institute Cirebon, larangan pelacuran bikinan pemda
Lembaga Kajian & Pengembang­ setempat. Ketiga edisi ini dicetak
an Masyarakat dan Pesantren FGD Pembentukan Desa Percontohan Syari’at Islam sebanyak 1.000 eks. Diskusi Buku “Kala Fatwa Jadi Penjara”
(LKPMP) dan Lembaga Advokasi Puspek Averroes Malang mener-
Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) bitkan suplemen di Koran Pendidikan Malang, yang bertiras
Makassar, Pendidikan Tinggi (Dikti) Muhammdiyah Aceh, 3.000 eks, sepekan sekali selama Oktober dan November 2006.
Rabithah Thaliban (RTA)
Aceh, Lembaga Kajian FGD dan Workshop Program Pemantauan Pluralisme dan Legislasi
dan Pengembangan Sum- No
1.
Lembaga
Labda Yogyakarta FGD Pilkada Kulonprogo Yogyakarta
Jenis Kegiatan Tempat & Waktu
Graha Sarina Vidi, Jl. Magelang KM 8, No.75 Sleman, Yogyakarta, 3/8/2006.
ber Daya Manusia (Lak- 2. Fahmina Institute Cirebon Jawa Barat FGD Pluralisme Watch tentang Perda SI di Jawa Barat Wisma Gereja Kristen Pasundan Sukabumi Jawa Barat, 24/8/2006.
3. LKPMP dan LAPAR Makassar FGD tentang Pilkada dan Problem Keragaman di Sulawesi Selatan Aula Rumah Makan Nusantara Makassar, 5/9/2006.
pesdam) NU Surabaya, 4. Dikti Muhammadiyah Aceh FGD tentang Pilkada Aceh Universitas Muhammadiyah Aceh, 16/9/2006.

dan Pusat Pengkajian dan 5.


6.
RTA Aceh
Labda Yogyakarta
Workshop Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada Aceh Damai
FGD Peran Masyarakat Sipil dalam Mewujudkan Pilkada Jepara yang Berkualitas
Aula Pasca Sarjana IAIN AR-Raniry, Banda Aceh. 7/12/2006.
Rumah Makan Citra, Jepara Jawa Tengah 31/1/2007.
Pengembangan Kebuda­ 7. LKPMP Makassar FGD membahas pelaksanaan syariat Islam di Maros Madrasah Aliyah DDI Maros Sulawesi Selatan, 17/4/2007
8. The Wahid Institute Roundtable discussion temuan riset mengenai isu pluralisme di Indonesia Hotel Grant Flora Kemang Jakarta, 23/7/ 2007.
yaan (Puspek) Averroes 9. Fahmina Cirebon FGD jaringan pluralisme
pluralisme di Jawa Barat
Jawa Barat mengungkap berbagai kekerasan dan ancaman Hotel Bentani Cirebon,19 - 21 Agustus 2007
Malang. FGD ini berlang- 10. LKPMP Makassar FGD tentang pembentukan desa percontohan syari’at Islam Warung Makan Nusantara, poros jalan Makassar-Maros, 27/9/2007.
11. Lakpesdam NU Surabaya FGD tentang Tantangan dan Hambatan Pilkada Sampang, Madura Hotel PKPRI Jl. Trunojoyo 45 Sampang, 5/10/ 2007.
sung dari Agustus 2006- 12. Averroes Malang FGD Monitoring Politisasi Isu Agama/ SARA Dalam Pilwali Kab. Batu 2007 Gedung KPUD Kota Batu, 18/10/2007.

Oktober 2007. Temanya


tergantung konteks kedaerahan masing-masing; mulai dari Temanya berkisar pada isu-isu pluralisme sekitar Malang.
pilkada, perda SI hingga ancaman pluralisme. Suplemen di koran Duta Masyarakat digunakan oleh Lakpes-
Serangkaian kegiatan di atas dam NU Surabaya dua kali selama
difokuskan pada upaya memper- Oktober 2006 untuk menyebarkan
luas konsen masyarakat terhadap kritisisme atas Perda Ramadlan
isu-isu seputar pluralisme. Deng­ dan korupsi. Ia dicetak sejumlah
an kegiatan-kegiatan tersebut, 5.800 eks.
diharapkan adanya pemetaan LAPAR Makassar juga mener-
problem, penemuan sumber bitkan suplemen di koran harian.
masalah, penemuan alternatif FGD Pilkada Kulonprogo Yogyakarta Pilkada dan politik lokal diulas Workshop Partisipasi Masyarakat dalam
Pilkada Aceh Damai
pemecahan, sosialisasi isu serta oleh LAPAR di harian Fajar—yang
memperluas jaringan kerja pluralisme. bertiras 75.000 eks—pada 30 Oktober dan 20 November 2006.
Guna menyebarluaskan isu dan program pemantauan plu- Nama suplemen tersebut adalah Iqra’.
ralisme tersebut, tWI dan mitranya menerbitkan newsletter, LKPMP menerbitkan Buletin LKMP dan buletin Gazwatul Fikri
suplemen di majalah dan buletin. dengan kritik atas syariat Islam sebagai fokusnya. Buletin LKMP
tWI menerbitkan newsletter empat bulanan Nawala sebanyak hanya terbit pada November 2007. Sementara Gazwatul Fikri
enam edisi. Temanya seputar legislasi, pluralisme, dan pilkada enam kali diterbitkan sepanjang Februari-Juli 2007. Masing-
sebanyak 500 eksemplar per edisi. Edisi terakhir menyoal FKUB masing dicetak sebanyak 1.000 eks.
yang “direkayasa” untuk merukunkan umat beragama. Fahmina Institute menerbitkan suplemen di Harian Umum
Untuk suplemen, tWI menerbitkannya sebulan sekali di Ma- Dialog, yang bertiras 10.000 eks, sebanyak delapan kali sepanjang
jalah TEMPO yang beroplah 120.000 eks. Tema berkisar pada Agustus 2006-April 2007. Fokusnya pada pluralisme, pesantren,
misi tWI menyebarkan Islam yang damai dan plural. Karena dan legislasi syariat Islam di Cirebon. Fahmina juga menerbitkan
respon pembaca yang luar biasa, Warkah al-Basyar pada September 2006 dengan tema FKUB
setelah menerbitkan 12 edisi dalam jumlah 18.000 eks.
suplemen ini diperpanjang enam Dikti Muhammadiyah Aceh membuat Buletin FH Unmuh
edisi. Kini, pada edisi ke-13 me- Aceh mengenai pilkada damai di NAD pada Oktober 2006.
nampilkan dakwah Islam yang Buletin FH sebanyak 1.000 eks. Sepanjang November-Desem-
damai melalui radio swasta dan ber 2006, Dikti bekerja sama dengan Koran Rakyat membikin
radio komunitas. suplemen dengan tema sama. Koran ini terbit dengan tiras
LABDA Salahuddin Yogya- FGD Peran Masyarakat Sipil dalam Mewujudkan 10.000 eks.
 karta menerbitkan Buletin Labda Pilkada Jepara yang Berkualitas

You might also like