You are on page 1of 4

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) dan PTKP akan turun??

6 April 2009 — Muhammad Azkhar Minullah


Tarif pajak penghasilan diturunkan. Setoran negara berkurang Rp 34
triliun
Kelelahan yang memuncak pada Minggu dini hari dua pekan lalu itu sepertinya sudah separuh
terbayar. Panitia kerja Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan Dewan Perwakilan Rakyat
bersama pemerintah menyepakati beberapa hal krusial.
Satu yang utama adalah besaran tarif pajak. Secara keseluruhan, tarif pajak penghasilan untuk
perorangan ataupun badan turun. Golongan tarif juga disederhanakan, bahkan untuk pajak
penghasilan badan hanya ada
tarif tunggal.Kesepakatan itu dihasilkan di Hotel Bukit Indah City, Karawaci, Tangerang, Banten.
Selama tiga hari, dari Jumat sampai Minggu dua pekan lalu, panitia kerja memang memindahkan
tempat rapat dari Senayan ke Karawaci. “Agar lebih intensif,” kata Andi Rachmat, anggota
panitia dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Andi bercerita, panitia kerja dan pemerintah betul-
betul memanfaatkan tiga hari itu untuk menyelesaikan pembahasan tentang besaran tarif itu.
“Kami cuma istirahat beberapa jam setiap malam,” katanya lagi.
Tarif maksimal pajak penghasilan baru untuk perorangan yang akan diberlakukan pada 2009 itu
akan turun dari 35 persen menjadi 30 persen. Tarif maksimal ini juga akan dikenakan pada
mereka yang punya penghasilan di atas Rp 500 juta. Sebelumnya, mereka yang punya
pendapatan Rp 200 juta sudah terkena tarif maksimal 35 persen. Begitu juga tarif terendah baru
akan dikenakan pada mereka yang berpenghasilan di atas Rp 50 juta sebelumnya Rp 25 juta.
Sementara itu, pajak penghasilan badan hanya ada satu tarif maksimal, yakni 28 persen dan akan
diturunkan lagi menjadi 25 persen pada 2010. Sebelumnya, ada tiga lapis besaran tarif untuk
pajak penghasilan badan. Namun, sejumlah kalangan, terutama para pengusaha justru tidak puas
dengan sistem pentarifan yang baru itu.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M.S. Hidayat mengatakan, tarif pajak yang
baru untuk perusahaan masih belum kompetitif. “Mestinya langsung saja diturunkan ke level 25
persen,” katanya. Keberatan yang lain disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha
Indonesia Djimanto. Menurut dia, sistem tarif tunggal bakal memberatkan pengusaha kecil dan
menengah. “Lebih pas kalau sistemnya berlapis seperti sekarang dengan tarif yang lebih rendah,”
katanya. Meskipun ada keberatan, agaknya sulit mementahkan kesepakatan tersebut.
Selain itu, banyak negara memang sudah menerapkan tarif serupa (lihat tabel). “Sistem yang
baru ini juga lebih adil,” kata Dradjad H. Wibowo, anggota panitia kerja dari Fraksi Amanat
Nasional. Dia juga menilai tarif pajak yang baru ini cukup kompetitif. Sebagai perbandingan,
Vietnam menetapkan tarif tunggal 28 persen, sedangkan Malaysia 26 persen.
Namun ongkos penurunan tarif ini cukup mahal. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution
menghitung, perubahan tarif pada pajak penghasilan perorangan akan mengurangi pendapatan
pajak pada 2009 sebesar Rp 12 triliun. Sistem pajak penghasilan baru untuk badan usaha juga
bakal menghilangkan pendapatan sekitar Rp 14,5 triliun.Di luar itu, ada beberapa pos yang
belum disepakati yang juga bakal mengurangi setoran pajak, yakni batas penghasilan tidak kena
pajak.Sebelumnya, batas tersebut berada di level Rp 13,2 juta setahun. Mereka yang
berpenghasilan Rp 1,1 juta sebulan tidak perlu membayar pajak. Tapi, pada 2009, pemerintah
mengusulkan angka baru untuk batas penghasilan tidak kena pajak, Rp 15,86 juta atau Rp 1,32
juta sebulan. Jika angka ini disetujui, kehilangan pendapatan dari pajak penghasilan bertambah
lagi Rp 4,3 triliun.
Secara keseluruhan, Darmin memperkirakan jumlah setoran pajak untuk tahun depan
diperkirakan berkurang Rp 34 triliun. Tapi Andi Rachmat berpendapat lain. Menurut dia, masih
banyak jalan untuk menutupi berkurangnya setoran pajak untuk tahun depan. “Mestinya pada
2009 angkanya berubah,” katanya. Apalagi masih ada beberapa sektor yang masih booming pada
tahun ini dan tahun depan, seperti pertambangan dan perkebunan.
Selain soal penghasilan tidak kena pajak, ada beberapa hal lain yang masih belum beres.
Berbagai masalah itu adalah pajak atas dividen, dan pajak worldwide income bagi warga asing
yang berpenghasilan di Indonesia atau warga Indonesia yang berpenghasilan di negara lain.
Menurut Andi, yang terpenting dalam penetapan tarif pajak penghasilan ini adalah tujuannya.
Andi mengatakan, ada dua hal yang ingin diraih, yakni sistem yang baru ini mampu memberikan
insentif bagi investasi dan sekaligus bisa memperkuat daya beli masyarakat kelas menengah. Jika
daya beli meningkat, permintaan diharapkan juga naik, sehingga pendapatan perusahaan pun
naik. “Pada akhirnya pajak yang dibayarkan juga bertambah,” katanya.
Dradjad melihatnya dari sudut yang lain. Menurut dia, konsumsi masyarakat yang naik otomatis
akan meningkatkan pula penerimaan pajak pertambahan nilai. Dia menambahkan, agar tidak
menyimpang dari prinsip keadilan pajak, tarif pajak pertambahan nilai harus dibuat progresif,
tergantung tingkat kemewahan barang tersebut.
Pemerintah setuju bahwa tarif pajak harus adil dan kompetitif. Tapi, menurut Darmin, penurunan
tarif pajak penghasilan tidak serta-merta akan menaikkan penerimaan pajak pertambahan nilai.
“Iya kalau dia belanja di
sini. Bagaimana kalau belanjanya di luar negeri?” katanya. Dia juga tidak setuju jika tarif pajak
pertambahan nilai dinaikkan. “Itu berarti semua orang, mulai bayi sampai tua renta, harus
membayar pajak selama dia masih mengkonsumsi,” katanya.Darmin menyatakan, yang bisa
dilakukan pemerintah untuk menutupi kekurangan setoran pajak hingga Rp 34 triliun itu adalah
dengan menggiatkan ekstensifikasi untuk menambah jumlah wajib pajak dan intensifikasi untuk
meningkatkan nilai pembayaran pajak. Salah satu caranya melalui sunset policy, yang
membebaskan wajib pajak dari sanksi perpajakan jika mau memperbaiki kesalahan pajaknya
hingga akhir tahun ini.
Justru dengan langkah-langkah yang sudah dan sedang dipersiapkan Direktorat Pajak, Andi
optimistis, penerimaan pajak pada 2009 tidak akan ada pengurangan. Dia memberikan contoh.
Keuletan Direktorat Jenderal Pajak mengejar perusahaan-perusahaan yang menikmati booming
komoditas ternyata bisa menaikkan pendapatan pajak. Ini bukti awal bahwa jika digarap dengan
benar, pengurangan tarif pajak tidak serta-merta menurunkan setoran.
Kuncinya, kata Andi, ada tiga, yakni tarif pajak ditetapkan pada besaran yang comfortable bagi
wajib pajak, efisiensi sistem perpajakan, dan law enforcement bagi aparat pajak. “Ketiganya
harus jalan bareng.” Jika itu dilakukan, pemerintah tak perlu khawatir penurunan tarif pajak ini
bakal mengurangi pendapatan pajak.T
Tarif PPh Badan Tunggal.
• Indonesia 28%*
• Vietnam 28%
• Korea Selatan 27,5%
• Malaysia 26%
• Singapura 20%
• Hong Kong 17,5%
• *) Berlaku 2009
Tarif PPh Pribadi
• Lama
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
Sampai Rp 25 juta 5%
Di atas Rp 25-50 juta 10%
Di atas Rp 50-100 juta 15%
Di atas Rp 100-200 juta 25%
Di atas Rp 200 juta 35%
• Baru
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
Sampai Rp 50 juta 5%
Di atas Rp 50-250 juta 15%
Di atas Rp 250-500 juta 25%
Di atas Rp 500 juta 30%
Tarif PPh Badan
• Lama
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
Sampai Rp 50 juta 10%
Di atas Rp 50-100 juta 15%
Di atas Rp 100 juta 30%
• Baru
Tarif tunggal bertahap
Proyeksi 2009 28%
Proyeksi 2010 25%
Potensi Kehilangan Penerimaan Pajak 2009
Perubahan Tarif Penerimaan Hilang
PPh Badan 28% Rp 14,5 triliun
PPh Pribadi 30% dan penyempitan lapisan golongan Rp 12,1 triliun
Kenaikan ambang batas pendapatan UMKM yang terkena pajak dari Rp1,8
miliar menjadi Rp 2,4 miliar Rp 1 triliun
Kenaikan batas minimum PTKP Rp15,86 juta Rp 4,3 triliun

You might also like