You are on page 1of 10

STUDI KASUS PEMEROLEHAN BUNYI FONOLOGIS BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 4 TAHUN

Laporan Penelitian Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pemerolehan Bahasa yang diampu oleh Dr. Dadang Sudana, M.A. pada Program Studi Linguistik

Oleh, Rahmat 0705409

PROGRAM STUDI LINGUISTIK SEKOLAH PASCASARJANA

U P I - BANDUNG 2008 Abstract The early stages of languuage acquisition is the acquiring phonological sounds. In acquiring these children are faced to language devation called phonological process. This mini-research conducted the investiagation of phonological process faced by a four-years-old child.

PENDAHULUAN 1. Latar belakang Language is human, maksudnya bahwa satu-satunya pemilik bahasa adalah manusia. Karena manusia lahir tidak langsung berbicara, maka pemelajaran dan pemerolehan bahasa adalah suatu hal yang mutlak. Kemampuan berbahasa seseorang diperoleh melalui sebuah proses sehingga perlu ada pendekatan-pendekatan tertentu di dalamnya. Pendekatan ini pun diarahkan berdasarkan tujuan pencapaian tertentu seperti kemapuan fonologis, morfologis dan sintaksis yang dalam proses pemerolehannya, manusia melalui tahapan ini secara bertahap. Tahapan pertama pada pemerolehan bahasa adalah tangisan dan bukan kata-kata, baru kemudian mereka mampu berbicara dengan lancar pada usia tiga sampai empat tahun, dan sebelumnya mereka pun melalui tahapan babbling sebelum mereka peroleh first word. Tahapan-tahapan yang dilalui oleh setiap anak cenderung berbeda walaupun dapat dilakukan generalisasi. Hal ini diakibatkan oleh bahasa yang berbeda-beda. Suatu jenis bahasa akan mempengaruhi urutan pemerolehan setiap sistem bahasa dan dapat menentukan mana yang mudah dan yang sukar untuk diperoleh. Selain itu pemerolehan bahasa pun dipengaruhi oleh interaksi sosial dan perkembangan kognitif. Pascoe (2005) menyatakan bahwa Sekitar usia empat tahun ujaran anak yang keluar secara spontan memiliki tingkat kejelasan 100% untuk didengar oleh dengan orang dewasa yang tidak dekat (tidak kenal)." Atas dasar uraian diatas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyimpangan bunyi fonologis yang dialami oleh Arief yang berusia 4 tahun dalam perolehan bunyi bunyi bahasa Indonesia. Maka pertanyaan penelitian ini adalah: Penyimpangan bunyi apa yang dialami oleh Arief pada pemerolehan bunyi fonologis bahasa Indonesia? Dan apakah termasuk penyimpangan yang tipikal? 2. Metode dan Objek Penelitian Analisis fonologis secara kualitatif dilakukan pada Arief, seorang anak berusia 4,9 tahun. Peneliti mengobservasi kata-kata yang diucapkan oleh dia mulai dari bulan Februari sampai dengan Mei 2008 dan tidak melakukan 2

rangsangan tertentu agar dia mengucapkan kata tertentu. Hal ini dilakukan supaya lebih alamiah. Arief dilahirkan di keluarga berbahasa native Sunda namun ayah dan lingkungan sekitarnya selalu berbicara dengan dia menggunakan bahasa Indonesaa. Pada usia tiga bulan dia mengalami kondisi paru-paru basah dan sempat mengganggu kemampuan bernafasnya. Namun pada saat penelitian dilakukan kondisinya sudah membaik. Dari segi fisik yang terlihat secara umum dan kasat mata, anak ini memiliki kelengkapan alat ucap yang normal dan lengkap. Namun jika dibandingkan dengan teman-temannya, dia lebih bersifat pendiam dan tidak terlalu aktif.

KAJIAN TEORI 1. Tahapan Pemerolehan Bahasa Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa perkembangan pemerolehan bahasa akan selalu melalui tahapan-tahapan, begitu pula pemerolehan bunyi. Pada proses pemerolehan bunyi kemampuan anak bergerak dari membuat bunyi menuju pada menuju ke arah membuat pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama yaitu (1) periode vokalisasi dan prameraban serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan antara bunyi suara insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anakanak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka. Labov &labov dalam Clark, E. (2003) membagi tahapan pemerolehan bunyi fonologis menjadi tiga periode yaitu periode dimana anak (Jessie sampel penelitiannya) beroleh kemampuan mengucapkan vokal dan konsonan pada kata mama, hi, cat pada usia 1,3 dan 1,8 tahun. Periode berikutnya ditandai dengan kemampuan menghasilkan bunyi bilabial dan alveolar. Periode ketiga pada usia 4,9 5,6 anak dapat menguasai seluruh bunyi bahasa native-nya. Dardjowidjojo (2005) menyatakan bahwa baik anak barat maupun Echa (sampel penelitiannya tahun 2000) melalui tahapan yang universal. Dia menjelaskan bahwa Echa mula-mula mengucapkan bunyi vokal saja (cooing) dan dikikuti dengan kemampuan menggabungkan bunyi vokal dengan bunyi konsonan bilabial, seperti penggabungan /a/ dengan /m/, /p/ /b/. Meskipun pemerolehan bunyi ini bersifat universal namun tidak serta merta setiap anak dalam dapat menguasai bunyi bunyi tersebut pada usia tertentu. 3

Sistem dan struktur kata sebuah bahasa menentukan waktu pemerolehan bunyi dan kata pada bahasa tertentu. Anak-anak penutur bahasa Inggris dapat mengucapkan kata pada usia satu tahun tetapi anak Indonesia mulai mengucapkan kata pada usia yang lebih tua hal ini disebabkan oleh karena kata-kata dalam bahasa Inggris bersifat monosilbik sementara kata-kata dalam bahasa Indonesia bersifat polisilabik. 2. Inteligibilitas dan Ketidakteraturan Fonologis Istilah inteligibilitas ini telah disinggung sebelumnya. Istilah ini adalah proporsi hasil ujaran yang dapat dimengerti oleh mitra tutur. Pada perkembangan normal seorang anak yang belajar berbicara, keterfahaman ujarannya akan terus menerus berkembang. Keterfahaman ujaran atau inteligibilitas anak bisanya cenderung berbeda-beda didasarkan beberapa hal diantaranya yaitu antara ujaran kata per kata dan ujaran dalam percakapan, kedekatan mitra tutur (anggota keluarga dekat dan orang asing) dan diketahui atau tidaknya topik pembicaraan. Pemahaman saudara kandung (kakak atau adik) biasanya lebih mahir dibanding orang tuanya. Karakteristik utama seorang anak yang memiliki ketidaksesuaian bunyi ujaran adalah bahwa mereka memiliki ketidakjelasan ujaran dengan sangat signifikan dibanding dengan anak-anak seusia yang tidak mengalami hambatan. Weis seperti dikutip oleh Bowen, C. (1998) menyatakan inteligibilitas tipikal sebagai berikut: 26-50% inteligibel pada usia 2,0 tahun, 51-70% inteligibel pada usia 2,6 tahun, 71-80% inteligibel pada usia 3,0 tahun. Ketidakteraturan fonologis adalah kumpulan ketidakteraturan yang mempengaruhi kemapuan anak untuk mengembangkan ujaran yang difahaminya pada saat berusia empat tahun, atau kemampuan membaca dan mengeja. (Bowen, C., 2006). Ketidakteraturan ini meliputi kesulitan mempelajari dan mengorganisasi semua bunyi bahasa yang dibutuhkan dalam percakapan, membaca dan mengeja. Kesulitan-kesulitan tesebut dapat diakibatkan oleh faktor kongnitif maupun lingkungan 3. Proses Fonologis Setiap anak membuat kesalahan pengucapan ketika mereka belajar berbicara. Kesalahan-kesalahan ini biasanya berbentuk kesalahan bunyi yang diakibatkan oleh adanya halangan-halangan teknis tertentu ketika tempat dan cara artikulasi mengahasilkan ujaran dan menyebabkan hasil ujaran tidak semprna. Kesalahan ini juga disebut sebagai phonological deviations atau phonological process. Grunwell, P. (1997) menunjukan beberapa phonological deviations sebagai berikut: 1. Context sensitive voicing Contoh : "Pig" is pronounced and "big" "Car" is pronounced as "gar" 2. Word-final devoicing 4

Contoh 3. 4.

: Red" is pronounced as "ret" "Bag" is pronounced as "bak"

Final consonant deletion Contoh : Home" is pronounced a "hoe" "Calf" is pronounced as "cah" Velar fronting Contoh : "Kiss" is pronounced as "tiss" "Give" is pronounced as "div"

5. 6. 7. 8. 9. 10.

"Wing" is pronounced as "win" Palatal fronting Contoh : "Ship" is pronounced as "sip" "Measure" is pronounced as "mezza" Consonant harmony Contoh : "Cupboard" is pronounced as "pubbed" "dog" is pronounced as "gog"s Weak syllable deletion Contoh : Telephone is pronounced as "teffone" "Tidying" is pronounced as "tying" Cluster reduction Contoh : "Spider" is pronounced as "pider" "Ant" is pronounced as "at" Gliding of liquids Contoh : "Real" is pronounced as "weal" "Leg" is pronounced as "yeg" Stopping Contoh : "Funny" is pronounced as "punny" "Jump" is pronounced as "dump"

4. Eliminasi Proses Fonologis Proses fonologi biasanya dilalui dan hilang begitu saja pada usia anak mencapai 5 tahun, walaupun secara individu bersifat variatif. Berikut ini adalah rerata usia dimana proses fonologis hilang. Tabel 1: Ages by which Phonological Processes are Eliminated Gone by approximately Phonological process Example years;months Context sensitive voicing Word-final de-voicing Final consonant deletion pig = big pig = pick comb = coe 3;0 3;0 3;3

Fronting Consonant harmony Weak syllable deletion

car = tar ship = sip Mine = mime kittycat = tittytat elephant = efant potato = tato television =tevision banana = nana Example spoon = poon train = chain clean = keen run = one leg = weg leg = yeg fish = tish Soap = dope Very = berry zoo = doo Shop = dop Jump = dump chair = tare Thing = ting Them = dem

3;6 3;9 4;0 Gone by approximately years;months 4;0

Phonological process Cluster reduction

Gliding of liquids Stopping /f/ Stopping /s/ Stopping /v/ Stopping /z/ Stopping 'sh' Stopping 'j' Stopping 'ch' Stopping voiceless 'th' Stopping voiced 'th' (Sumber : Bowen, C., 1998) HASIL DAN PEMBAHASAN

5;0 3;0 3;0 3;6 3;6 4;6 4;6 4;6 5;0 5;0

1. Hasil dan Analisis Data yang berhasil dihimpun pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: 6

Tabel 2: Perubahan Bunyi Kata Pengucapan (seharusnya) baju /baju/ Baru /baru/ Bukan /bukan/ Pulang /pulang/ panas /panas/ pakai /pakai/ Lagi /lagi/ Transjakarta /transjakarta/ Dimana /dimana/ Jagung /jagung/ Jalan /jalan/ Juga /juga/ Gitu (Begitu) /gitu/ Gelas /gelas/ Kapan /kapan/ Kado /kado/ Masih /masih/ Kata Pengucapan (seharusnya) Mana /mana/ Sama /sama/ Hijau /hijau/ Hitam /hitam/ Nyuci /uci/

Pengucapan (fakta) /dadu/ /dalu/ /dukan/ /tulang/ /tanas/ /takai/ /dagi/ /tantakata/ /dinana/ /dagung/ /dalan/ /duga/ /ditu/ /gelat/ /tapan/ /tado/ /nasi/ Pengucapan (fakta) /nana/ /tama/ /ijo/ /itam/ /nuci/

Untuk mencari jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti melakukan analisis proses fonologis/ fonological deviation dan berdasarkan data di atas, peneliti dapat mengidentifikasi penyimpangan fonologis, diantaranya; a. perubahan fonem /b/ menjadi /d/ b. perubahan fonem /g/ menjadi /d/ c. perubahan fonem /j/ menjadi /d/ d. perubahan fonem /l/ menjadi /d/ e. perubahan fonem /k/ menjadi /t/ f. perubahan fonem /m/ menjadi /n/ g. perubahan fonem /s/ menjadi /t/ h. perubahan fonem /p/ menjadi /t/ i. perubahan fonem // menjadi /n/ j. penghilangan (deletion) fonem awal yaitu fonem /h/ pada kata /hitam/ menjadi /itam/ dan kata /hijau/ menjadi /ijo/ k. pelesapan deret vokal /au/ menjadi /o/

Dari hasil identifikasi tersebut dan teori mengenai proses fonologis menurut Grunwell, P. (1997) maka telah terjadi, velar fronting, palatal fronting, opening bilabial, stopping fricative, consonan harmony, selain itu juga terjadi pula glotal deletion yang tidak terdapat pada teori yang dikemukakan oleh Grunwell. Velar fronting mengandung makna terjadinya perubahan bunyi yang diakibatkan dengan posisi velar yang bergerak maju dan ujung lidah menyentuh tempat artikulasi di bagian depan sehingga memunculkan perubahan bunyi menjadi alveolar. Palatal fronting mengakibatkan perubahan bunyi menjadi alveopalatal seperti bunyi // menjadi /n/. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian ujung lidah menyentuh tempat artikulasi bagi bunyi palatal. Ujung lidah ini berada pada posisi alveolar. Opening bilabial terjadi ketika bunyi /b/ yang memiliki maner stop (letup) dengan posisi bibir tertutup diucapkan, Arief melakukannya dengan posisi bibir terbuka sehingga menghasilkan bunyi alveolar. Stopping fricative terjadi ketika Arief mengucapkan bunyi /s/ dan menghasilkan bunyi /t/. Aliran udara yang seharusnya mengalir saat bunyi ini diproduksi terhambat dengan proses stopping sehingga terjadi letup dimana ujung lidah maju dan menyentuh titik artikulasi yang lebih depan yaitu gum. Perubahan menjadi bunyi /d/ pun terjadi lagi ketika bunyi lateral diucapkan. Saya menyebutnya sebagai stopping lateral yaitu terhambatnya aliran udara pada posisi lateral sehingga aliran udara berhenti. Consonan harmony pun terjadi pada proses fonologis yaitu perubahan bunyi yang mirip. Ini terjadi ketika Arief mengucapkan bunyi nasal /m/ dan menghasilkan bunyi nasal /n/. Selain itu juga terjadi penghilangan bunyi glotal yang berada pada posisi awal kata dan pelesapan deret vokal /au/ menjadi /o/. 2. Pembahasan Proses fonologis yang dialami oleh Arief menunjukan adanya kesesuaian dengan pemerolehan bunyi fonologis tipikal yang dialami oleh anak lain pada umumnya. Pemerolehan bunyi biasanya diawali dengan bunyibunyi yang berada pada tepat dan cara artikulasi bagian depan. Jika seorang anak dapat mengucapkan /r/ maka sudah dipastikan dia sudah menguasai bunyi hambat, frikatif dan afrikatif. (Dardjowidjojo, S., 2005). Dari hasil analisis Arief banyak mengalami proses fonologis yang mengakibatkan munculnya bunyi /d/. Bunyi /g/ dan /j/ berada pada posisi palatal dan velar, dengan demikian perubahan ini wajar. Namun perlu diketahui bahwa perubahan ini terjadi ketika bunyi kedua fonem ini berada pada posisi awal sebuah kata. Dari data yang ada dapat dibuktikan bahwa Arief dapat mengucapkan bunyi /j/ pada kata hijau dengan mengucapkan /ijo/ dan dia juga dapat mengucapkan bunyi /g/ pada kata jagung. Keanehan yang terjadi adalah ketika bunyi bilabial /b/ yang menempati titik artikulasi terdepan berubah atau mengalami penyimpangan menjadi bunyi /d/. Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya, bunyi bilabial merupakan first sound yang diperoleh oleh kebanyakan anak, mereka beroleh 8

kemampuan ini pada saat melalui proses babbling. Namun arief juga melakukan kesalahan ini jika bunyi /b/ berada pada awal kata, jika ini terjadi di tengah maka dia mampu mengucapkannya dengan benar seperti pada kata mobil. Selain penyimpangan yang memunculkan bunyi /d/, Arief juga memunculkan bunyi /t/ dan /n/ yang terjadi akibat adanya stopping fricative, velar dan palatal fronting. Pada proses fonologis ini dia dapat dikatagorikan mengalami keterlambatan penguasaan beberapa bunyi fonologis sebab berdasarkan teori yang dikemukakan oleh C, Bowen.(1998) seharusnya proses fronting sudah dilewati dan hilang pada usia 3,6 tahun. Namun data menunjukan adanya kemampuan mengucapkan bunyi /p/ dengan jelas dan tidak menyimpang atau berubah menjadi bunyi alveolar /d/ pada kata kapan dimana posisi bunyi ini berada di tengah. Pada usia 3,9 tahun, consonan harmony sudah dapat terlewati (Bowen, C., 1998) namun Arief sampai usianya mencapai 4,9 tahun masih mengalaminya. Contohnya adalah kata dimana diucapkan /dinana/, frase transjakarta diucapkan /tantakata/. Pada kasus ini saya mencoba untuk memperbaiki dengan metode Backward build up namun dia terlihat enggan dan malu. Pada usia 4,9 tahun atau mendekati 5,0 tahun pun seharusnya sudah mampu mengucapkan bunyi tril /r/ namun Arief mengucapkannya dengan menggunakan bunyi lateral /l/. Dia juga melakukan penghilangan bunyi glotal pada awal kata serta pelesapan deret vokal /au/ menjadi /o/. Yan hkedua terakhir ini umumnya terjadi pula pada orang dewasa native speaker bahasa Indonesia .

SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan data di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa Arief mengalami penyimpangan proses fonologis yang tipikal walaupun terdapat kelainan yaitu ketika bunyi-bunyi tipikal yang diperoleh berada pada posisi awal kata dia mengalami hambatan unutk mengeliminirnya. Adalah benar bahwa pemerolehan bahasa sangat bergantung pada kemampuan neurobiologis bukan pada hitungan tahun usia. Terbukti salah satu teman bermain Arief yang bukan merupakan objek penelitian saya sudah dapat mengucapkan bunyi /r/ pada usia 2,1 tahun. Saya menyadari penelitian ini sangat terbatas, selain data yang sedikit penelitian ini pun belum didukung oleh teori teori yang lebih komprehensif. Penelitian lanjutan perlu dilakukan guna mengetahui penyebab terhambatnya eliminasi proses fonologis yang dialami oleh Arief.

Referensi 9

Bowen, C. (1998). Developmental phonological disorders. A practical guide for families and teachers. Melbourne: ACER Press. _______________ Children's speech sound disorders: Questions and answers. Retrieved from http://www.speech-language-therapy.com/phonol-andartic.htm on (13 Mei 2008). Clark, Eve V.(2003) First language acquisition. Cambridge: Cambridge University Press. Dardjowidjojo, S. (2005) Psikolinguistik: Pengantar pemahaman bahasa manusia. Jakarta: Yayasan obor Indonesia. Grunwell, P. (1997). Natural phonology. In M. Ball & R. Kent (Eds.), The new phonologies: Developments in clinical linguistics. San Deigo: Singular Publishing Group, Inc. Pascoe, M. (2005). What is intelligibility? How do SLP's evaluate and address children's intelligibility intervention? The Apraxia-Kids Monthly, 6, 5. http://www.apraxia-kids.org (13Mei 2008)

10

You might also like