You are on page 1of 151

ISOLASI SEN

EKSTRAK
(Stac


FAKUL
UNIVERSITAS ISLAM
SENYAWA AKTIF DAN UJI TOKSISITAS
TRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA
Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl)







SKRIPSI






Oleh:

LILIS FAUZIA MASROH
NIM. 06530001









JURUSAN KIMIA
AKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
SLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRA
MALANG
2010
IBRAHIM

i

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA AKTIF
EKSTRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA
(Sthachytharpheta jamaicensis L. Vahl)






SKRIPSI






Diajukan Kepada:

Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)







Oleh:

LILIS FAUZIA MASROH
NIM. 06530001







JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010

ii

SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Lilis Fauzia Masroh
NIM : 06530001
Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi/Kimia
Judul Penelitian : Isolasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana
Daun Pecut Kuda (Sthachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini
tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang
pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan,
maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai
peraturan yang berlaku.


Malang, Juli 2010
Yang Membuat Pernyataan,

Lilis Fauzia Masroh
NIM. 06530001

iii

ISOLASI SENYAWA AKTIF DAN UJI TOKSISITAS
EKSTRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA
(Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl)




SKRIPSI




Oleh:
LILIS FAUZIA MASROH
NIM. 06530001



Telah disetujui oleh:



Pembimbing Utama




Tri Kustono Adi, M.Sc
NIP. 19710311 200312 1 002
Pembimbing Agama




Dr. Ahmad Barizi, M.A
NIP. 19731212 199803 1 001






Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang




Diana Candra Dewi, M. Si
NIP. 19770720 200312 2 001

iv

ISOLASI DAN UJI TOKSISITAS SENYAWA AKTIF
EKSTRAK HEKSANA DAUN PECUT KUDA
(Sthachytharpheta jamaicensis L. Vahl)





SKRIPSI




Oleh:

LILIS FAUZIA MASROH
NIM. 06530001



Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Tugas Akhir dan
Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)


Malang, 31 Juli 2010

Susunan Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Elok Kamilah Hayati, M.Pd ( )
NIP.19790620 200604 2 002
2. Ketua : Akyunul Jannah, S.Si. M.P ( )
NIP.19710311 200312 1 002
3. Sekretaris : Tri Kustono Adi, M.Si ( )
NIP.19710311 200312 1 002
4. Anggota : Dr. Ahmad Barizi, M.A ( )
NIP.19731212 199803 1 001


Mengetahui dan Mengesahkan
Ketua Jurusan Kimia



Diana Candra Dewi, M.Si
NIP. 19770720 200312 2 001

v

HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi sederhana ini penulis persembahkan khusus untuk :
Allah SWT, Dalam ENGKAU selalu ada harapan.
Terpana melihat jejak perjalanan hidupku bersama ENGKAU.
Ibunda tercinta, dan tersayang Sri Sukwati Hariyani S.Pd serta Ayahanda
tersayang H. Abdul Chalim S.Pd
Doa tulus kepada ananda seperti air dan tak pernah berhenti yang terus
mengalir, pengorbanan, motivasi, kesabaran, ketabahan dan tetes air matamu
yang terlalu mustahil untuk dinilai, walaupun jauh, engkaulah sebaik-baik
panutan meski tidak selalu sempurna.
Dosen UIN Maliki Khususnya dosen Pembimbing, Konsultan, Penguji serta
dosen Kimia UIN MALIKI Malang,,,,
Terimakasih atas Doa, bimbingan, Kasih sayang yang telah berkenan
mendidik ananda sehingga ananda bisa seperti saat ini, dapat menyeleseikan
Skripsi dan mendapatkan Ilmu Yang Bermanfaat.
Adikku dan Kakakku Tersayang Muhammad Saiful Arifin dan Muhammad
Mashuri Zainul Arif
Terimakasih atas Kebersamaan, dukungan, doa, kasih sayang, dan
perhatianmu padaku, maafkan jika saudaramu ini belum bisa menjadi contoh
yang baik, semoga engkau selalu menjadi yang terbaik.
Ronny Budianto
Terima kasih atas perhatian, dan kesabarannya yang telah memberikan
semangat aku dalam menyelesaikan Skripsi ini, semoga engkau pilihan terbaik
buatku dan masa depanku,,,
Teman-temanku di Kos dan temen-temen ku di jurusan Kimia, khususnya
angkatan 2006,
Terimakasih atas kebersamaan dan bantuannya,,,
Aku berharap kita tetap bisa bersatu, walaupun jarak memisahkan kita.



LiLiz F.M LiLiz F.M LiLiz F.M LiLiz F.M 06 06 06 06







vi

MOTTO MOTTO MOTTO MOTTO

%!# _ 39 {# #Y 7= 39 $ W7 & $9# [$ $_z' /
%[`& i ;N$7 L
Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-
tumbuhan yang bermacam-macam (Q.S. at-Thaha, 20: 53).



& #3? $\ z 69 ( & #6s? $\ 39 3 !# =
F& =?
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. al-Baqarah, 2: 216)




















vii

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr. Wb.
Untaian rasa syukur penulis kepada Allah SWT yang tak dapat terwakili
dengan hal apapun, karena rahmatNya yang begitu besar dan tak ternilai harganya.
Segala puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga Skripsi Penelitian dengan judul Isolasi Senyawa Aktif
Ekstrak Heksana Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl)
dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada manusia paling
sempurna yakni baginda Rasulullah yang telah menjadi suri tauladan bagi kita
semua.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan konstribusi baik dukungan moral maupun spiritual demi suksesnya
penyusunan proposal penelitian hingga dapat terselesainya penyusunan skripsi ini,
antara lain :
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang beserta stafnya, terimakasih atas
fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN Malang.
2. Diana Chandra Dewi, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia dan semua dosen
Kimia, terimakasih telah memberikan ilmunya dan segala waktunya untuk

viii

sharing dan masukan, sehingga penulis dapat menyeleseikan skripsi ini
dengan lancar.
3. Tri Kustono Adi, M.Sc dan Dr. Ahmad Barizi, M.A selaku dosen
pembimbing, serta A. Ghanaim Fasya, S.Si selaku dosen konsultan,
terimakasih atas kesediaan dan keikhlasannya meluangkan waktu untuk
membimbing, mengarahkan, memberikan motivasi penulis dalam
menyeleseikan skripsi ini.
4. Elok Kamilah Hayati, M.Si dan Akyunul Jannah S,Si. M.P selaku dosen
penguji, terimakasih atas kesediaan dan keikhlasannya meluangkan waktu
untuk menguji, membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi
penulis dalam menyeleseikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen Fakultas Sains dan Teknologi yang telah banyak
memberikan ilmunya kepada kami.
6. Kedua orang yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa
demi kelancaran selama penyusunan skripsi ini.
7. Laboran Jurusan Kimia khususnya Ana, Rika, Nia, Susi, Abi, Taufik dan
teman-teman khususnya angkatan 2006 dan sahabat-sahabat yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun
tidak langsung sehingga dapat menyeleseikan penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan dunia dan akhirat, atas
segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis, amin.

ix

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya
masih banyak kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, maka
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya, amin.

Malang, 30 Juli 2010

Penulis















x

DAFTAR ISI


Halaman Judul ...................................................................................................... i
Lembar Orisinalitasii ............................................................................................ ii
Halaman Persetujuan ............................................................................................ iii
Halaman Pengesahan ............................................................................................ iv
Halaman Persembahan ......................................................................................... v
Motto ....................................................................................................................... vi
Kata Pengantar ...................................................................................................... vii
Daftar Isi ................................................................................................................ x
Daftar Tabel ........................................................................................................... xiii
Daftar Gambar ...................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ................................................................................................... xvi
Abstrak ................................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
1.4 Batasan Masalah ........................................................................................ 6
1.5 Manfaat...................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanfaatan Tanaman dalam Perspektif Islam ........................................ 7
2.2 Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) .................................. 9
2.3 Ekstraksi Komponen Aktif Bahan Alam ................................................... 11
2.4 Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang Artemia salina .............................. 13
2.5 Kandungan Senyawa Aktif Pada Pecut Kuda ........................................... 17
2.5.1 Minyak Atsiri ............................................................................................ 17
2.5.2 Steroid ....................................................................................................... 17
2.5.3 Triterpenoid ............................................................................................... 19
2.5.4 Saponi ........................................................................................................ 20
2.5.5 Alkaloid ..................................................................................................... 22
2.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis .................. 23
2.7 Spektrofotometer UV-Vis ......................................................................... 26
2.8 Spektrofotometer Infra Red ....................................................................... 30
2.8.1 Gerak Molekul Pada Infra Red.................................................................. 30
2.8.2 Daerah Identifikasi Pada Infra Red ........................................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 32
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 32
xi

3.2.1 Alat Penelitian ........................................................................................... 32
3.2.2 Bahan Penelitian ........................................................................................ 33
3.3 Rancangan Penelitian ................................................................................ 33
3.4 Tahapan Penelitian .................................................................................... 34
3.5 Cara Kerja ................................................................................................. 35
3.5.1 Analisa Kadar Air...................................................................................... 35
3.5.2 Preparasi Sampel ....................................................................................... 36
3.5.3 Ekstraksi Maserasi..................................................................................... 36
3.5.4 Uji Toksisitas Ekstrak dengan Menggunakan Larva Udang Artemia
salina Leach .............................................................................................. 37
3.5.4.1 Penetasan Larva Udang ............................................................................. 37
3.5.4.2 Persiapan Larutan Sampel ......................................................................... 37
3.5.4.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT ......................................... 37
3.5.5 Uji Fitokimia ............................................................................................. 38
3.5.5.1 Uji Minyak Atsiri ...................................................................................... 39
3.5.5.2 Uji Sterol dan Triterpen............................................................................. 39
3.5.5.3 Uji Saponin ................................................................................................ 39
3.5.5.4 Uji Alkaloid ............................................................................................... 39
3.5.6 Pemisahan Senyawa aktif dengan Menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) ..................................................................................... 40
3.5.6.1 KLT Analitik ............................................................................................. 40
3.5.6.2 KLT Preparatif .......................................................................................... 41
3.5.7 Uji Toksisitas Isolat dengan Menggunakan Larva Udang Artemia
salina Leach .............................................................................................. 41
3.5.7.1 Penetasan Larva Udang ............................................................................. 41
3.5.7.2 Persiapan Larutan Sampel ......................................................................... 42
3.5.7.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT ......................................... 42
3.5.8 Identifikasi Daun Pecut Kuda dan Isolat dengan Menggunakan Ultra
Violet (UV-Vis) ......................................................................................... 43
3.5.9 Identifikasi Daun Pecut Kuda dan Isolat dengan Menggunakan
Spektrofotometer Infra Red (IR) ............................................................................. 43
3.6 Analisis Data ............................................................................................. 44

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kadar Air...................................................................................... 45
4.2 Preparasi Sampel ....................................................................................... 47
4.3 Ekstraksi Maserasi..................................................................................... 48
4.4 Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dengan Menggunakan Larva Udang ...... 52
4.5 Kandungan Senyawa Aktif Pada Daun Pecut Kuda.................................. 59
4.5.1 Minyak Atsiri ............................................................................................ 60
4.5.2 Steroid ....................................................................................................... 61
4.5.3 Triterpenoid ............................................................................................... 62
4.5.4 Saponin ...................................................................................................... 63
xii

4.5.5 Alkaloid ..................................................................................................... 64
4.6 Pemisahan Senyawa aktif dengan Menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis Analitik (KLTA) .................................................................... 65
4.7 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif . 73
4.8 Uji Toksisitas Isolat dengan Menggunakan Larva Udang Artemia
salina Leach ............................................................................................. 74
4.9 Identifikasi Daun Pecut Kuda dengan Menggunakan Ultra Violet
(UV-Vis) .................................................................................................... 80
4.10 Identifikasi Daun Pecut Kuda dengan Menggunakan Spektrofotometer
Infra Red (IR) ............................................................................................ 82

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................................ 87
5.2 Saran .......................................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 89

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 94

























xiii

DAFTAR TABEL


Tabel 2.1 Warna dan Warna Komplementer .......................................................... 27

Tabel 4.1 Kadar Air yang Terkandung dalam Daun Pecut Kuda
(Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) .................................................. 47

Tabel 4.2 Hasil Maserasi Serbuk Daun Pecut Kuda ............................................... 51

Tabel 4.3 Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Heksana ..................................................... 56

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Uji Fitokimia dengan Menggunakan Reagen ........... 59

Tabel 4.5 Hasil KLT Senyawa Steroid pada Ekstrak Heksan................................ 72

Tabel 4.6 Interpretasi Spektra FTIR dari Isolat ke-3 dan Ekstrak Heksan dari
Daun Pecut Kuda .................................................................................... 84

























xiv

DAFTAR GAMBAR


Gambar 2.1 Tanaman Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) ............ 10

Gambar 2.2 Kista Artemia salina ........................................................................... 15

Gambar 2.3 Artemia salina .................................................................................... 16

Gambar 2.4 Struktur Inti Senyawa Steroid ............................................................ 18

Gambar 2.5 Senyawa Triterpenoid ........................................................................ 19

Gambar 2.6 Struktur Inti Senyawa Saponin........................................................... 20

Gambar 2.7 Struktur Inti Alkaloid ......................................................................... 23

Gambar 2.8 Menunjukkan Lempengan Setelah Pelarut Bergerak Setengah dari
Lempengan ......................................................................................... 25

Gambar 4.1 Tahapan Penetasan Artemia salina Leach .......................................... 54

Gambar 4.2 Kurva Mortalitas Larva Udang Artemia salina Leach Ekstrak
Heksan ................................................................................................ 57

Gambar 4.3 Reaksi Steroid dengan reagen Lieberman Burchard .......................... 62

Gambar 4.4 Profil Kromatografi Lapis Tipis Analitik (KLTA) Fraksi Ekstrak
Heksan Dari Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.
Vahl) ................................................................................................... 69

Gambar 4.5 Profil Kromatografi Lapis Tipis Analitik (KLTA) Fraksi Ekstrak
Heksan dari Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.
Vahl) Setelah Disemprotkan dengan Pereaksi Lieberman-Burchard . 71

Gambar 4.6 Grafik Masing-Masing Isolat Hasil KLTP ......................................... 76

Gambar 4.7 Reaksi Dugaan Stigmasterol dengan Ikatan Peptida yang Terdapat
dalam Protein ..................................................................................... 79

Gambar 4.8 Struktur Stigmasterol (Steroid) dari Daun Pecut Kuda ...................... 81


xv

Gambar 4.9 Spektra Isolat Ke-3 ............................................................................. 84

Gambar 4.10 Spektra Standar Senyawa Stigmasterol .............................................. 85








































xvi

DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 94

Lampiran 2 Skema Kerja ....................................................................................... 95

Lampiran 3 Perhitungan dan Pembuatan Reagen dan Larutan .............................. 104

Lampiran 4 Data Pengukuran Kadar Air Sampel Daun Pecut Kuda
(Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) .............................................. 109

Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian ..................................................................... 112

Lampiran 6 Data Uji Toksisitas Ekstrak Heksan dan Isolat Hasil KLTP .............. 119

Lampiran 7 Data Spektrofotometer UV-Vis dan FTIR ......................................... 133


























xvii

ABSTRAK


Masroh, L.F. 2010. Isolasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana
Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl).
Pembimbing I : Tri Kustono Adi, M.Sc. Pembimbing II Dr. A. Barizi,
M.A.

Kata Kunci: Daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl), Artemia
salina Leach, Uji Fitokimia, Kromatografi Lapis Tipis Analitik
(KLTA), Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP),
Spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

Daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl) dikenal sebagai salah
satu tanaman obat oleh sebagian masyarakat. Keberadaan daun pecut kuda sangat
melimpah, akan tetapi masyarakat lebih mengenalnya sebagai tanaman liar sehingga
perlu adanya penelitian mendukung akan potensinya sebagai obat. Berdasarkan latar
belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) Mengetahui
tingkat toksisitas ekstrak heksan dan isolat daun pecut kuda terhadap larva udang
Artemia salina Leach. (2) Mengetahui golongan senyawa aktif apa yang terdapat
dalam ekstrak heksan dan isolat daun pecut kuda.
Penelitian dilakukan dengan mengekstraksi sampel dengan pelarut metanol
80% yang dilanjutkan dengan partisi menggunakan n-heksana. Ekstrak pekat yang
diperoleh digunakan untuk uji toksisitas terhadap larva udang BST dan uji fitokimia
dengan reagen pemisahan senyawa aktif dengan kromatografi lapis tipis analitik
yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif. Data kematian Artemia
salina dianalisis dengan analisis probit untuk mengetahui nilai LC
50
.
Hasil dari penelitian menunjukkan pada ekstrak heksan dari daun pecut kuda
memiliki tingkat toksisitas terhadap Artemia salina, yang ditunjukkan dengan nilai
LC
50
< 1000 ppm. Tingkat toksisitas ekstrak heksana yaitu dengan nilai LC
50
81,35
ppm, dan isolat ke-3 nilai LC
50
adalah 78,59 ppm. Kandungan golongan senyawa
yang menunjukkan adanya potensi bioaktivitas dalam ekstrak heksana dari daun
pecut kuda berdasarkan uji fitokimia dengan reagen serta didukung hasil pemisahan
senyawa aktif dengan kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) yaitu terdapat
golongan senyawa steroid dalam ekstrak heksana dari daun pecut kuda. Hasil
identifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR terdapat senyawa
steroid golongan stigmasterol.






xviii

ABSTRACT


Masroh, L.F. 2010. Isolation of Active Compounds and Toxicity Test of Hexane
Extract Horse Whip (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl)
Leaves. Supervisor I : Tri Kustono Adi, M. Sc. Supervisor II Dr. A.
Barizi, M.A.

Keywords: Horse Whip (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) Leaves, Artemia
salina Leach, Phytochemical Test, Analytical Thin Layer
Chromatography (ATLC), Preparative Thin Layer Chromatography
(PTLC), UV-Vis Spectrophotometer and FTIR.

Horse whip (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) leaves is known as one of
medicinal plants by some communities. The presence of a horse whip leaves are very
abundant, but much people know it as a wild plant that need the existence of research
supporting its potential as a medicine. Based on this background, this research is
conducted with the aim to: (1) To know the level of toxicity of hexane extract and
isolate of the horse whip leaves to Brine shrimp Artemia salina Leach. (2) Determine
what type of active compound contained in the hexane extract and the horse whip
leaves isolate.
This research was conducted by extracting the sample with methanol 80 %,
which was followed by partition using n-hexane. Concentrated extract was used to
test toxicity to shrimp larvae BST and reagents phytochemical test with separation of
active compounds with analytical thin layer chromatography followed by preparative
TLC. Artemia salina Leach mortality data were analyzed using probit analysis to
know LC
50
.
Results of this research show that in the hexane extract from the leaves of
horse whip has a high toxicity to Artemia salina Leach, as indicated by an LC
50
<
1000 ppm. The level of Hexane extract toxicity with the value of LC
50
was 81.35
ppm. And from the third isolat, the value of LC
50
was 78.59 ppm. Group of
compounds which indicate the bioactivity potential in hexane extract of the leaves of
horse whip based on phytochemical test with reagents and supported by the results of
the separation of active compounds with analytical thin layer chromatography
(ATLC), namely the steroid compound in the hexane extract of the horse whip
leaves. The result of identification using UV-Vis and FTIR showed that the isolate
contain steroid stigmasterol compound.



1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Allah SWT menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuhan dengan
hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia-sia dalam ciptaanNya.
Manusia diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengambil manfaat dari hewan dan
tumbuhan (Ahmad, 2006). Allah SWT berfirman dalam al Quran surat al-Sajdah ayat
27:
9& # $& $9# <) {# `f9# l` / % `2'? & &
& 7`
Artinya:
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasannya Kami menghalau (awan
yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan
itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (Q.S. al-Sajdah / 32 : 27).

Tiada sia-sia segala sesuatu yang telah diciptakan Allah SWT di dunia ini
dari yang kecil hingga besar. Allah menciptakan makhluk hidup yang meliputi hewan
dan tumbuhan untuk dimanfaatkan manusia, bagi mereka yang berfikir. Allah sendiri
yang akan menjaga segala sesuatu yang telah Ia ciptakan agar tetap hidup. Hal
tersebut dibuktikan Allah SWT dengan menurunkan air hujan yang merupakan
2



sumber kehidupan, agar manusia dapat bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah.
Allah SWT berfirman dalam al Quran Surat al-Anam ayat 99.
%!# & $9# $ $_z' / N$7 . ` $_z' #z l $'6m
$62#I 9# $= #% # M_ >$& G9# $9# $6K`
7F` #`# <) O #) O& ) 39 M )9 ``

Artinya:
"Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan
air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-
tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai
yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan
delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu
pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman" (QS. Al-Anam / 6 : 99).

Shihab (2005) menafsirkan bahwa berbagai tumbuhan dengan kualitas baik
yang tumbuh pada kesuburan tanah dan manfaat yang terkandung di dalamnya.
Begitu pula dengan tanaman pecut kuda yang memiliki manfaat bagi manusia. Ayat
di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan hewan dan tumbuhan untuk
kepentingan manusia. Sungguh maha pemurah Sang Pencipta yang telah memberikan
nikmatNya yang amat besar kepada manusia. Oleh karena itu, manusia tidak
dibenarkan apabila hanya menikmati saja tanpa mau berfikir dan berusaha untuk
3



meningkatkan kualitas ciptaanNya, serta menjaga dan melestarikannya menjadi suatu
ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam yang penting.
Tumbuhan merupakan tempat terjadinya sintesis senyawa organik yang kompleks
sehingga menghasilkan sederet golongan senyawa dengan berbagai macam struktur.
Usaha pencarian senyawa baru terhadap tumbuhan yang belum banyak diteliti akan
lebih menarik dan prospektif karena kemungkinan lebih besar menemukan senyawa
baru (Copriady, 2001).
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia sudah mengenal dan memakai
tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan masalah
kesehatan. Hal ini telah dilakukan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan
obat-obatan moderen menyentuh masyarakat. Pengetahuan tentang tumbuhan obat
merupakan warisan budaya bangsa yang turun-temurun.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak mampu begitu saja
menghilangkan arti pengobatan tradisional. Apalagi keadaan perekonomian Indonesia
saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan moderen menjadi mahal. Oleh karena
itu salah satu alternatif pengobatan yang dilakukan adalah meningkatkan penggunaan
tumbuhan berkhasiat obat di kalangan masyarakat. Agar peranan obat tradisional
dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, perlu dilakukan upaya
pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu
tumbuhan obat.
4



Tumbuhan obat mengandung bahan aktif penting terutama dari senyawa
metabolit sekunder dengan struktur-struktur yang unik dan bervariasi, yang
dikembangkan lebih jauh dengan meninjau hubungan gugus aktif senyawa dengan
reseptor penyakit dalam tubuh. Secara umum metabolit sekunder dalam bahan alam
hayati berdasarkan sifat dan reaksi khasnya dengan pereaksi tertentu yaitu alkaloid,
terpenoid atau steroid, flavonoid, fenolik, saponin dan kumarin (Copriady dkk, 2001).
Menurut Cahyaningrum (2003), tumbuhan pecut kuda atau jarong
(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) telah dikenal sebagai salah satu tumbuhan obat
yang digunakan oleh masyarakat Asia dan Amerika sebagai obat untuk haid yang
tidak teratur, hepatitis, maupun sakit tenggorokan. Namun demikian, bagi masyarakat
di Indonesia nampaknya tanaman ini belum populer secara umum sebagai tanaman
obat. Karenanya dalam rangka mencari sumber senyawa hayati baru dan sekaligus
mencoba mengangkat tumbuhan yang belum memiliki nilai ekonomi, maka penelitian
ini memilih pecut kuda sebagai bahan penelitian.
Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan ekstrak kasar daun pecut kuda
positif memiliki efek antibakteri yang kuat terhadap bakteri Eschericia coli dan
Bacillus subtilis masing-masing pada dosis 20 mg (Cahyaningrum, 2003).
Berawal dari asumsi untuk membiarkan tumbuhan ini tetap dapat dilestarikan,
maka dalam penelitian selalu dipilih daun sebagai sampel yang akan diteliti.
Penelitian Indrayani (2006) menjelaskan fraksi heksana memiliki LC
50
sebesar 98,33
ppm. Disamping itu pada penelitian Indrayani menyebutkan bahwa pada fraksi
heksana hanya mengandung senyawa steroid. Penelitian ini hendak melanjutkan
5



penelitian sebelumnya yaitu untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung dalam
fraksi heksana.
Menurut Meyer (1982) dalam Indrayani (2006), metode pengujian BST
dengan menggunakan Artemia salina dianggap memiliki korelasi dengan daya
sitotoksik senyawa-senyawa antikanker, sehingga sering dilakukan untuk skrining
awal pencarian senyawa antikanker. Metode ini dikenal sebagai metode yang cepat,
mudah, murah dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah:
1. Bagaimana tingkat toksisitas ekstrak heksana dan isolat daun pecut kuda
(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap larva udang Artemia salina Leach?
2. Golongan senyawa aktif apa yang terdapat dalam ekstrak heksana dan isolat daun
pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat toksisitas ekstrak heksana dan isolat daun pecut kuda
(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap larva udang Artemia salina
Leach.
2. Mengetahui golongan senyawa aktif apa yang terdapat dalam ekstrak heksana
dan isolat daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl).
6



1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Sampel yang digunakan adalah daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L.
Vahl) dari daerah sekitar Desa Bakalan Kecamatan Sekargadung Kota Pasuruan.
2. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan menggunakan pelarut
metanol 80 %. Dilanjutkan dengan partisi dengan menggunakan pelarut n-
heksana.
3. Uji toksisitas yang dilakukan adalah BST (Brine Shrimp Test).
4. Pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
5. Uji Fitokimia dilakukan dengan Uji Minyak Atsiri, Uji Sterol dan Triterpen, Uji
Saponin, Uji Alkaloid, Uji Flavonoid dan Uji Tanin dengan menggunakan uji
reagen.
6. Identifikasi senyawa aktif dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan
FTIR.

1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai golongan
senyawa aktif yang terkandung dalam daun pecut kuda dan pemanfaatannya untuk
menghambat perkembangan sel kanker.



7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Tanaman dalam Perspektif Islam
Tumbuhan adalah salah satu benda hidup yang terdapat di alam semesta yang
dapat melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar matahari. Dalam melangsungkan
kehidupan, tumbuhan tidak hanya membutuhkan sinar matahari akan tetapi juga
membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang. Sebagaimana Firman Allah SWT
dalam al Quran Surat at-Thaha ayat 53:
%!# _ `39 {# # 7= 39 $ 7 & $9# $ $_z' / %`&
N$7 L

Artinya:
Yang Telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang Telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan.
Maka kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan
yang bermacam-macam. (Q.S. at-Thaha / 20 : 53).

Ayat di atas menjelaskan bahwa air adalah syarat utama terwujudnya proses
pertumbuhan. Tumbuh dan berkembangnya tumbuhan di muka bumi menjadi salah
satu bukti adanya kehidupan. Hal ini didukung oleh para ahli yang menyimpulkan
bahwa air merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan bagi kehidupan dan
kelangsungan hidup, dan bahkan sebagian ahli mengatakan bahwa kehidupan itu
8



adalah air, dan tidak ada satu interaksi kimia pun yang terjadi dalam tubuh tanpa
melibatkan air (Pasya, 2004).
Manusia adalah makhluk yang memiliki banyak kelemahan dan harus selalu
terus-menerus berusaha untuk mengatasi kelemahan tersebut. Gambaran paling jelas
tentang kelemahan tersebut adalah adanya penyakit yang diderita manusia.
Keberadaan berbagai penyakit termasuk sunnah kauniyyah yang diciptakan oleh
Allah SWT. Penyakit-penyakit itu merupakan musibah dan ujian yang ditetapkan
Allah SWT (Mubarok, 2007).
Sesungguhnya kesehatan merupakan salah satu nikmat besar yang Allah
berikan kepada manusia, akan nikmat tersebut kadang kurang disyukuri. Pada
umumnya manusia, termasuk kita menyia-nyiakan kesehatan. Ketika penyakit mulai
menghampiri kita, maka kita berkeluh kesah dan baru sadar betapa mahalnya harga
sebuah kesehatan. Suatu nasihat yang amat bijak mengatakan bahwa mencegah
datangnya penyakit memang lebih baik dari pada mengobatinya. Apabila kehendak
Allah menentukan kita untuk sakit, maka kita wajib untuk berikhtiyar mencari
kesembuhan (Mubarok, 2007).
Allah SWT menurunkan penyakit dan menurunkan obat bersama penyakit itu.
Obat itu pun menjadi rahmat dan keutamaan dariNya untuk hamba-hambaNya, baik
yang mukmin maupun kafir. Rasulullah SAW bersabda: Wahai hamba-hamba Allah
berobatlah kalian karena tidaklah Allah Azza wajallah menimpakan suatu macam
penyakit kecuali telah Dia ciptakan obat untuknya, kecuali satu macam penyakit.
9



Mereka bertanya : Apa penyakit itu ? jawab Beliau : penyakit tua (pikun).
(HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan At-Tirmidzi) (Kustoro, 2007).
Sesungguhnya Allah SWT memberitahu kepada manusia makanan pokok dari
bahan makanan yang bermanfaat baginya, sehingga manusia dapat memanfaatkannya
untuk membangun jasmaninya, serta memperoleh energi yang ia butuhkan untuk
berbuat dan beraktifitas (Mahran dan Mubasyir, 2006).

2.2 Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)
Menurut Cahyaningrum (2003), tumbuhan pecut kuda atau jarong
(Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dikenal sebagai salah satu tumbuhan obat yang
digunakan oleh sebagai masyarakat Asia dan Amerika sebagai obat haid tidak teratur,
hepatitis, maupun sakit tenggorokan. Tampaknya tanaman ini belum populer secara
umum sebagai tanaman obat bagi masyarakat yang berada di Indonesia. Dalam
rangka mencari sumber senyawa hayati baru serta mencoba mengangkat tumbuhan
yang belum memiliki nilai ekonomi maka pecut kuda dipilih sebagai bahan penelitian
kali ini.






10



Toksonomi tanaman pecut kuda adalah sebagai berikut (Anonim, 2002):
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua atau dikotil)
Sub-kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Familia : Verbenaceae
Genus : Stachytarpheta
Spesies : Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl


Gambar 2.1 Tanaman pecut kuda (Cahyaningrum, 2003)

Adapun morfologi tanaman ini adalah sebagai berikut: tumbuhan tahunan,
tumbuh tegak, tinggi 50 cm, tumbuh liar di sisi jalan daerah pinggir kota, tanah
kosong yang tidak terawat. Daun letak berhadapan, bentuk bulat telur, tepi bergerigi,
tidak berambut. Bunga duduk tanpa tangkai dan berbentuk seperti pecut, panjang 4-
20 cm. Bunga mekar tidak bersamaan, kecil-kecil warna ungu, putih (Anonim, 2002).
11



2.3 Ekstraksi Komponen Aktif Bahan Alam
Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula
berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut
tersebut. Pada umumnya ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk
simplisia yang bersentuhan dengan pelarut makin luas. Dengan demikian, makin
halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik ekstraksinya. Tetapi dalam
pelaksanaannya tidak selalu demikian karena ekstraksi masih tergantung juga pada
sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan (Ahmad, 2006).
Prinsip metode ekstraksi ini adalah didasarkan pada distribusi zat terlarut
dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti
benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat
ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Khopkar,1990).
Menurut Ahmad (2006), pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus
mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: murah dan mudah diperoleh, stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak
mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat
berkhasiat.
Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi. Maserasi
merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan lemak panas. Akan tetapi
penggunaan lemak panas ini telah digantikan dengan pelarut-pelarut volatil.
Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara
pelarut dan jaringan yang diekstraksi (Guether, 1987).
12



Maserasi merupakan cara yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk sampel dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan
larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka
larutan yang pekat di desak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol,
air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah cara pengerjaan
atau peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan
kerugiannya adalah waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang sempurna
(Ahmad 2006).
Maserasi adalah pelunakan suatu benda karena suatu cairan, pelunakan
jaringan terendam dalam cairan terutama cairan asam, sehingga jaringan pengikat
pelarut dan bagian-bagian jaringan dapat dipisahkan. Perubahan generasi yang
menyebabkan perubahan warna, pelunakan jaringan, menurut Kashiko dalam Sjahid
(2008).
Maserasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Secara teknologi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan
(Ferdiansyah, 2006). Menurut Yustina (2008), metode maserasi dipilih karena metode
ini murah dan mudah dilakukan, selain itu dikhawatirkan senyawa yang terkandung
dalam daun pecut kuda merupakan senyawa yang tidak tahan terhadap panas.
Maserasi biasa dilakukan dengan perbandingan 1 : 2, seperti 100 Kg sampel diekstrak
dengan 200 L pelarut (Bernasconi, 1995) dan untuk mendapatkan ekstrak dalam
13



waktu yang relatif cepat dapat dilakukan pengadukan dengan menggunakan shaker
berkekuatan 120 rpm selama 24 jam.
Menurut Kashiko dalam Sjahid (2008), maserasi merupakan cara penyarian
yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga akan larut. Karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang terpekat akan
terdesak keluar.

2.4 Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang (Artemia Salina Leach)
Toksisitas menurut ilmu kimia adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
bentuk aksi kimia mempunyai bentuk dan variasi yang luas. Asam-asam kuat atau
alkalis, yang mengalami kontak langsung dengan organ mata, kulit dan atau saluran
pencernaan, dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan dan bahkan kematian pada
sel-sel (Palar, 1994).
Uji toksisitas larva udang Artemia salina telah digunakan sejak 1956 untuk
berbagai pengamatan bioaktivitas senyawa bahan alam. Uji toksisitas larva udang
memang tidak spesifik untuk antitumor, tetapi kemampuannya untuk mendeteksi 14
dari 24 Ettphorbiaceae yang aktif terhadap uji leukimia in vivo mencit dan
mendeteksi 2 dari 6 ekstrak Euphorbiaceae yang aktif terhadap uji karsinoma
nasofaring. Hal ini memungkinkan uji toksisitas larva udang dapat digunakan sebagai
uji penapisan senyawa bioaktif tahap awal dari rangkaian uji toksisitas untuk
14



mendapatkan dosis yang aman bagi manusia. Beberapa kelebihan dari uji bioaktivitas
dengan Brine Shrimp Test (BST) menggunakan larva udang adalah cepat waktu
ujinya, sederhana (tanpa teknik aseptik), murah (tidak perlu serum hewan), jumlah
organisme banyak, memenuhi kebutuhan validasi statistik dengan sedikit sampel
(Meyer, 1982).
BST merupakan pengujian senyawa secara umum yang dapat mendeteksi
beberapa bioaktivitas dalam suatu ekstrak. Bioaktivitas yang dapat dideteksi dari
skrining awal dengan metode BST diantaranya adalah antikanker, antitumor,
antimalaria, antimikroba, immunosuppressive, antifeedant dan residu pestisida
(Colegate dan Molyneux, 2007).
Larva udang memiliki klasifikasi sebagai berikut (Anonim, 2008):
Kerajaan : Animalia
Divisi : Arthropoda
Subdivisi : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Bangsa : Anostraca
Suku : Artemiidae
Marga : Artemia L.
Jenis : Artemia salina Leach
Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda.
Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang
ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga
jenuh garam. Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi,
15



tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam
kurang dari 6 % telur Artemia salina akan tenggelam sehingga telur tidak bisa
menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk ke dalam danau
dimusim penghujan. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari 25 % telur akan tetap
berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal (Anonim,
2008).


Gambar 2.2 Kista Artemia salina (Anonim, 2008)

Telur Artemia salina atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan
kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh
cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio
terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah
pengapungan. Telur dapat mengadsorbsi air, jika tersinari oleh sinar matahari atau
pada suhu sekitar 26-28 C maka akan menetas setelah 24-48 jam tergantung pada
kondisi lingkungan. Artemia salina yang baru menetas disebut dengan naupli (larva)
yang memiliki ukuran 0,25 mm (0,01 inci) (Anonim, 2008).
16




Gambar 2.3 Artemia salina (Anonim, 2008)

Artemia salina mengalami puberitas selama 8-14 hari dan akan hidup selama
4-5 minggu tergantung pada konsentrasi garam, terlalu banyak garam maka harapan
hidup akan berkurang. Hewan ini dapat tumbuh dan berkembang pada air garam.
Larutan air garam dapat dibuat dengan melarutkan 30 g garam ke dalam 1 L air.
Banyak orang menggunakan garam biasa untuk membuat medianya tanpa
adanya penambahan iodium dan zat kimia lainnya karena dapat memperburuk
pertumbuhannya. Air laut merupakan media pertumbuhan yang lebih baik.
Pembiakan Artemia dapat dilakukan melalui perkawinan antara Artemia jantan dan
betina, tetapi Artemia salina juga memiliki sifat partenogenesis sehingga Artemia
betina dapat berkembangbiak tanpa perkawinan. Artemia betina dapat mempunyai
keturunan sekitar 300 setiap 4 hari. Makanan Artemia berupa bubuk alga ataupun ragi
(Anonim, 2008).
Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur.
Setelah 15-20 jam pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu
beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini
embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli
17



yang sudah bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange
kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur (Anonim, 2008).

2.5 Kandungan Senyawa Aktif Pada Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L.
Vahl)

Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit
sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid dan lain-lain.
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai
kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari
gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya (Lenny,
2006).

2.5.1 Minyak Atsiri
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya adalah terpenoid, biasanya
terpenoid itu tedapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi,
harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut
penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagian
senyawa cita rasa di dalam industri makanan (Harborne, 1996).

2.5.2 Steroid
Steroid merupakan golongan lipid yang diturunkan dari senyawa jenuh yang
dinamakan siklopentanoperhidrofenantrena, yang memiliki inti dengan 3 cincin
18



sikloheksana terpadu dan 1 cincin siklopentana yang tergabung pada ujung cincin
sikloheksana tersebut. Beberapa turunan steroid yang penting ialah steroid alkohol
atau sterol. Steroid lain antara lain asam-asam empedu, hormon seks (androgen dan
estrogen) dan hormon kortikosteroid (Poedjiadi, 1994).
Senyawa steroid terdapat dalam setiap makhluk hidup. Steroid yang
ditemukan dalam jaringan tumbuhan disebut fitosterol, sedangkan yang ditemukan
dalam jaringan hewan disebut kolesterol. Beberapa senyawa ini jika terdapat dalam
tumbuhan akan dapat berperan menjadi pelindung. Senyawa ini tidak hanya bekerja
menolak beberapa serangga tetapi juga menarik beberapa serangga lain (Robinson,
1995).

CH
3
CH
3
R

Gambar 2.4 Struktur inti senyawa steroid (Poedjiadi, 1994)

Reaksi warna yang digunakan untuk uji warna pada steroid adalah dengan
reaksi Lieberman-Burchard yang menghasilkan warna hijau biru. Reaksi warna yang
lain pada steroid dilakukan dengan Brieskorn dan Briner (asam klorosulfonat dan
Sesolvan NK) menghasilkan warna coklat (Robinson, 1995).
19



2.5.3 Triterpenoid
Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat
diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri. Triterpenoid
adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isoprena dan secara
biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C
30
asiklik yaitu skualena. Senyawa ini
berstruktur siklik yang kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat
(Harborne, 1987). Senyawa ini paling umum ditemukan pada tumbuhan berbiji, bebas
dan sebagai glikosida. Triterpenoid yang paling penting dan paling tersebar luas
adalah triterpenoid pentasiklik (Robinson, 1995).


Skualena

Ursana
Gambar 2.5 Senyawa triterpenoid (Robinson, 1995)

Menurut Harborne (1987), triterpenoid biasanya terdapat dalam daun dan
buah, seperti apel dan per, yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga
dan serangan mikroba. Triterpenoid juga terdapat dalam damar, kulit batang dan
getah (Euphorbia, Hevea dan lain-lain). Triterpenoid tertentu dikenal karena rasanya,
20



terutama kepahitannya. Pereaksi Lieberman-Burchard secara umum digunakan untuk
mendeteksi triterpenoid menghasilkan warna violet.

2.5.4 Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam
tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-
bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk
penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-
tumbuhan. Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.
Dua jenis saponin yang dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
struktur steroid. Aglikonnya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam
asam atau menggunakan enzim (Robinson, 1995).

O
O

Gambar 2.6 Struktur inti senyawa saponin (Robinson, 1995).

21



Menurut Gunawan (2004), saponin mempunyai rasa pahit, dapat
mengadsorbsi Ca dan Si dan membawanya dalam saluran pencernaan. Sebagian besar
berupa glikosida yang dapat mengikat satu (monodesmosida), dua (bidesmosida) atau
tiga (tridesmosida) rantai glukosa dan aglikonnya yang mengikat gugus fungsi OH,
COOH dan CH (Robinson, 1995). Saponin juga bersifat bisa menghancurkan butir
darah merah lewat hemolisis, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak
di antranya digunakan sebagai racun ikan.
Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin.
Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat
dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotansi keras atau beracun
seringkali disebut sapotoksin (Gunawan, 2004).
Saponion memiliki berat molekul tinggi sehingga menjadikan upaya isolasi
untuk mendapatkan saponin yang murni menemui banyak kesulitan. Berdasarkan
aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibagi dua macam, yaitu tipe steroid dan
tipe tritepenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan
memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan
isoprenoid (Gunawan, 2004).
Berdasarkan identifikasi dengan spektrum UV-Visibel dan FTIR
menunjukkan bahwa senyawa saponin mengandung gugus hidroksil, ester, eter,
karboksil dan ikatan rangkap tak terkonjugasi (Robinson, 1995). Semua saponin
mengakibatkan hemolisis. Oleh karena itu, relatif berbahaya bagi semua organisme
binatang bila saponin diberikan secara parentaral.
22



Kadar saponin yang sangat kecil pun mampu melumpuhkan fungsi pernafasan
dari insang (Gunawan, 2004). Saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan,
terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat aktif secara farmakologi.
Beberapa jenis saponin bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995).

2.5.5 Alkaloid
Menurut Robinson (1995), alkaloid telah dikenal selama bertahun-tahun dan
telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologinya terhadap binatang
menyusui dan pemakaiannya dibidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan
hampir sama sekali kabur. Alkaloid tesebar luas di dunia tumbuhan. Berbagai
perkiraan menyatakan bahwa persentase jenis tumbuhan yang mengandung alkaloid
teletak dalam rentang 15-30 %.
Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai
kegiatan fisiologi yang menonjol jadi dapat digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kabanyakan
berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu
kamar (Harborne, 1996).
Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masing-
masing senyawa telah dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, atau penghalau
atau penarik serangga. Teori yang menyatakan bahwa alkaloid merupakan bentuk
penyimpan nitrogen dalam tumbuhan, sekarang ini tidak lagi diterima (Harborne,
1996).
23



Alkaloid dikenal karena pengaruh fisiologinya terhadap binatang menyusui
dan penggunaannya di bidang farmasi. Alkaloid dapat berfungsi sebagai penyimpan
nitrogen, dalam pengatur tumbuh seperti merangsang perkecambahan, karena
memiliki sifat basa maka dapat mempertahankan keseimbangan basa mineral dalam
mempertahankan keseimbangan ion dalam tumbuhan (Robinson, 1995).

N
H

Gambar 2.7 Struktur inti alkaloid (Robinson, 1995)

Pelarut atau pereaksi alkaloid biasanya menggunakan kloroform, aseton,
amoniak dan metilena klorida. Pereaksi Mayer (kalium tetraiodomerkurat) paling
banyak untuk mendeteksi alkaloid karena pereaksi ini mengendapkan hampir semua
alkaloid. Pereaksi lain yang sering digunakan seperti pereaksi Wagner (iodium dalam
kalium iodida), asam silikotungstat 5 %, asam tanat 5 %, pereaksi Dragendorff
(kalium tetraiodobismutat), iodoplatinat dan larutan asam pikrat jenuh (Robinson,
1995).

2.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan
24



sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau
logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase
diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana
dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet (Solihat, 2004).
KLT merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. KLT juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas (Anonim, 2009).
KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom,
analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk
pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan
lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-
pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Anonim, 2009).
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi
senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari
senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh
senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal.
Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Anonim, 2009).
25



Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam
sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak
berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi
dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini,
dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh
pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda
dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna (Solihat, 2004).


Gambar 2.8 Menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari
lempengan (Solihat, 2004).

Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Hal ini dapat
memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk
kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam. Ketika pelarut mendekati bagian atas
lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai
dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.
26



Lapisan tipis seperti pada plat silika gel F
254
yang digunakan dalam penelitian
ini mengandung indikator flourosensi yang ditambahkan untuk membantu
penampakan bercak tanwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator
fluorosensi adalah senyawa yang memancarkan sinar, seperti dengan lampu UV
(Gritter, 1991).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis
menggunakan harga Rf. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Sastrohamidjojo,
1991):
Harga Rf =
asal titik dari digerakkan yang pelarut Jarak
asal titik dari digerakkan yang senyawa Jarak

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan
harga-harga standart. Harga Rf dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi gerakan noda dalam KLT diantaranya adalah struktur kimia dari
senyawa yang sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya, jenis
eluennya serta jumlah cuplikan yang digunakan tidak terlalu berlebihan.

2.7 Spektrofotometer UV-VIS (Ultraviolet-Visible)
Spektrofotometer UV-Vis bermanfaat untuk penentuan konsentrasi senyawa-
senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200-400 nm) atau
daerah sinar tampak (400-800 nm). Biasanya cahaya terlihat merupakan campuran
27



dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang (), dari 400-800 nm,
seperti pada Tabel 2.7 (Tahir, 2008).

Tabel 2.1 Warna dan warna komplementer
Panjang
gelombang
(nm)
Warna Warna
Komplementer
400-435 Violet Kuning-hijau
435-480 Biru Kuning
480-490 Hijau- biru Oranye
490-500 Biru- hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560-580 Kuning- hijau Violet
580-595 Kuning Biru
595-610 Oranye Hijau biru
610-800 Merah Biru hijau


Menurut Tahir (2008), penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi
dalam analisis menggunakan spektofotometer UV-Vis adalah:
1. Serapan oleh pelarut, hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blanko, yaitu
larutan yang berisi matrik selain komponen yang akan dianalisis.
2. Serapan oleh kuvet, kuvet yang bisa digunakan adalah dari bahan gelas atau
kuarsa. Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa
memberikan kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih
mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan
bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan sampel.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
28



sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui
pengenceran atau pemekatan).
Untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka
perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan
dengan menggunakan blanko: setting nilai absorbansi = 0 dan pengaturan nilai
transmitansi = 100 % (Husna, 2009).
Instrumen yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi
elektromagnetik sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut spektrofotometer.
Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari hukum Lambert-
Beer, yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang diukur
(Fessenden, 1982):
A = -log T = - log It / I
0
= . b . C ......................................... 2.1
Keterangan:
A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur
T = Transmitasi
I
0
= Intensitas sinar masuk
It = Intensitas sinar yang diteruskan
= Koefisien ekstingsi
b = Tebal kuvet yang digunakan
C = Konsentrasi dari sampel
29



Radiasi elektomagnetik berinteraksi dengan benda berupa berkas sinar yang
disebut foton. Tenaga setiap foton berbanding langsung dengan frekuensi radiasi
(Sastrohamidjojo, 2001).
E = h . = h . c / ................................................................. 2.2
Foton yang memiliki frekuensi () yang tinggi (panjang gelombang pendek)
mempunyai tenaga yang lebih tinggi dari pada foton yang berfrekuensi rendah
(panjang gelombang). Intensitas berkas sinar sebanding dengan jumlah foton yang tak
tergantung pada tenaga setiap foton (Sastrohamidjojo, 2001).
Bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian dari cahaya akan diserap oleh
molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai
tingkatan tenaga yang spesifik. Bila cahaya yang mempunyai tenaga yang sama
dengan perbedaan tenaga tereksitasi jatuh pada senyawa, maka elektron-elektron pada
tingkatan dasar dieksitasi ke tingkatan tereksitasi dan sebagian tenaga cahaya yang
sesuai dengan panjang gelombang yang diserap. Elektron yang tereksitasikan
melepaskan tenaga dengan proses radiasi panas dan kembali ketingkatan dasar asal.
Karena perbedaan tenaga antara tingkat dasar dan tingkat tereksitasi spesifik untuk
tiap-tiap bahan atau senyawa, maka frekuensi yang diserap juga tertentu. Jika foton
yang mengenai cuplikan yang memilki tenaga yang sama dengan yang dibutuhkan
untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga, maka serapan dapat terjadi.
Kekuatan radiasi juga diturunkan dengan adanya penghamburan dan pemantulan,
30



namun demikian pengurangan-pengurangan ini sangat kecil bila dibandingkan
dengan serapan (Sastrohamidjojo, 2001).

2.8 Spektrofotometer Infra Red (IR)
Spektrofotometer Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75 - 1,000 m atau pada bilangan gelombang 13.000-10
cm
-1
. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, maka daerah Infra Red
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: daerah Infra Merah dekat, pertengahan dan
daerah Infra Merah jauh. Berdasarkan pembagian daerah spektrum elektromagnetik
tersebut di atas, daerah panjang gelombang yang digunakan pada alat
spektrofotometer Infra Merah adalah pada daerah Infra Merah pertengahan, yaitu
pada panjang gelombang 2,5-50 m atau pada bilangan gelombang 4.000-200 cm
-1
(Giwangkara, 2007).

2.8.1 Gerak Molekul pada Infra Red (IR)
Taufiq (2007) menjelaskan bahwasannya setiap senyawa pada keadaan tertentu
mempunyai tiga macam gerak, yaitu gerak translasi (perpindahan dari satu titik ke
titik lain), gerak rotasi (berputar pada porosnya) dan gerak vibrasi (bergetar pada
tempatnya). Selain gerak, setiap molekul juga memiliki harga energi tertentu. Bila
suatu senyawa menyerap energi dari sinar Infra Merah, maka tingkatan energi di
dalam molekul itu akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai
31



dengan tingkatan energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu
adalah perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi.

2.8.2 Daerah Identifikasi pada Infra Red (IR)
Harborne (1996), menyebutkan bahwa daerah pada spektrum Infra Merah di
atas 1200 cm
-1
menunjukkan pita spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran
(vibrasi) ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang dianalisis, sedangkan
daerah di bawah 1200 cm
-1
menunjukkan pita yang disebabkan oleh getaran seluruh
molekul, dan karena kerumitannya dikenal sebagai daerah sidik jari.
Giwangkara (2007), menjelaskan, bahwa vibrasi yang digunakan untuk
identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya goyangan (rocking), yaitu yang
berada di daerah bilangan gelombang 2000-400 cm
-1
, karena di daerah antara 4000-
2000 cm
-1
merupakan daerah khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsional.
Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi regangan, sedangkan
daerah antara 2000-400 cm
-1
seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun
bengkokan mengakibatkan absobrsi pada daerah tersebut. Pada daerah 2000-400 cm
-1

tiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering
juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun pada daerah
2000-400 cm
-1
menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah 2000-400 cm
-1
juga
harus menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa
adalah sama.

32

BAB III
METODOLOGI

3.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di
Laboratorium Organik, Laboratorium Analitik, Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dan
Laboratorium Kimia Organik Universitas Brawijaya Malang.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah mortar, pisau, blender, oven,
timbangan analitik (Mettler AE 25), kaca arloji, cawan penguap, penyaring buchner,
pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur 5 mL, pipet ukur 10 mL, pipet mikro, corong
pisah, penjepit, bunsen spiritus, beaker glass 100 mL, bola hisap, erlenmeyer 250
mL, gelas ukur 100 mL, desikator, corong kaca, corong buchner, cawan, penjepit,
tabung reaksi, aluminium foil, kertas saring, labu ukur 10 mL, lampu penerang,
lampu UV, botol vial, plat silika gel F
254
, Rotary Evaporator Vaccum, shaker, fortex,
seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis merek Varian cary 50 conc, seperangkat
alat FTIR merek Varian 1000 scimitar series.

33



3.2.2 Bahan penelitian
Tanaman pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) diperoleh dari
daerah Desa Bakalan Kecamatan Sekargadung Kota Pasuruan, dan bagian yang
digunakan adalah daun. Bagian tersebut dikeringanginkan kemudian dihaluskan
sampai menjadi serbuk. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva
udang Artemia salina. Larva udang yang digunakan berasal dari telur Artemia salina
merek UTAH dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah metanol 80 %, metanol 50 %, n-
heksana, etil asetat, kloroform, Na
2
SO
4
, air laut, ragi roti, etanol, asam asetat
anhidrat,

H
2
SO
4
pekat, 1,5-2 % HCl, reagensia Dragendroff, reagensia Mayer,
amonia 10 %, FeCl
3
, Bi(NH
3
)
3
.5 H
2
O, HgCl
2
, KI, reagen Liberman Burchard, DMSO
dan aquades.

3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pengujian eksperimental di laboratorium.
Sampel yang diambil adalah daun pecut kuda, kemudian sampel dipotong kecil-kecil
dan dikeringkan kemudian diserbukkan. Serbuk sampel diekstraksi maserasi
dilakukan selam 24 jam dengan menggunakan pelarut metanol 80 %. Ekstrak yang
diperoleh selanjutnya diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator
sehingga diperoleh ekstrak pekat. Hasil pemekatan dipartisi dengan menggunakan
pelarut heksana. Ekstrak yang dihasilkan dipekatkan dengan rotary evaporator.
Ekstrak pekat yang dihasilkan akan diuji toksisitasnya untuk mengetahui tingkat
34



toksisitas larva udang melalui nilai LC
50
dan identifikasi dengan menggunakan UV-
Vis dan FTIR.
Pengujian fitokimia dilakukan menggunakan uji reagen untuk
mengidentifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak pekat heksana
dari daun pecut kuda yang memiliki bioaktivitas. Pemisahan senyawa aktif dapat
dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Identifikasi
senyawa aktif menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

3.4 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Analisa kadar air
2. Preparasi sampel
3. Ekstraksi komponen aktif
4. Uji toksisitas ekstrak dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach
5. Uji fitokimia dengan Uji reagen
6. Pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
a. Kromatografi Lapis Tipis Analitik (KLTA)
b. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
7. Uji toksisitas isolat dengan larva udang
8. Identifikasi senyawa aktif dengan menggunakan UV-Vis dan FTIR


35



3.5 Cara Kerja
3.5.1 Analisa Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan metode thermografi yaitu dengan
pemanasan. Analisis ini yang dilakukan yaitu menggunakan daun pecut kuda
sebanyak 3 kali pengulangan. Cawan yang digunakan dipanaskan dahulu dalam oven
pada suhu 100-105 C sekitar 15 menit untuk menghilangkan kadar airnya, kemudian
disimpan cawan dalam desikator sekitar 10 menit. Cawan tersebut selanjutnya
ditimbang dan dilakukan perlakuan yang sama sampai diperoleh berat cawan yang
konstan. Sampel dipotong kecil-kecil, Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan
dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya, selanjutnya dikeringkan
di dalam oven pada suhu 100-105 C selama sekitar 2 jam. Sampel kering
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dipanaskan kembali dalam oven
20 menit pada suhu yang sama, didinginkan dalam desikator dan ditimbang
kembali. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. Kadar air dalam
tanaman dihitung menggunakan rumus berikut:
Kadar air = % 100
) (
) (

a b
c b

Keterangan: a = berat konstan cawan kosong
b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan
c = berat konstan cawan + sampel setelah dikeringkan
Faktor koreksi =
air kadar % 100
100


% Kadar air terkoreksi = % Kadar air- Faktor koreksi
36



3.5.2 Preparasi Sampel
Sebanyak 300 g daun pecut kuda dicuci bersih, diiris kecil-kecil dan
dikeringkan dalam oven dengan suhu 37-40 C selama 1-2 jam kemudian dijemur
sampai diperoleh berat konstan (kering). Tanaman pecut kuda yang kering kemudian
dihaluskan menjadi serbuk, hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel
penelitian.

3.5.3 Ekstraksi Maserasi
Ekstraksi komponen aktif dilakukan dengan cara ekstraksi maserasi atau
perendaman. Serbuk daun pecut kuda ditimbang sebanyak 50 g dan diekstraksi secara
maserasi menggunakan 150 mL pelarut metanol 80 %, kemudian dilakukan
pengocokan menggunakan shakker selama 8 jam, kemudian disaring dan ampas yang
diperoleh dimaserasi kembali dengan pelarut dan perlakuan yang sama. Selanjutnya
disaring dan ampasnya dikeringanginkan agar terbebas dari pelarut metanol 80 %.
Ketiga filtrat yang diperoleh selanjutnya digabung menjadi satu. Kemudian filtrat
yang dihasilkan ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator.
Selanjutnya hasil pemekatan dipartisi dengan menggunakan pelarut heksana dengan
perbandingan 1:1. Filtrat yang dihasilkan ditampung dan dipekatkan dengan
menggunakan rotary evaporator. Hasil dari pemekatan dengan menggunakan rotary
evaporator digunakan untuk Uji toksisitas, Uji fitokimia dan identifikasi dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.
37



3.5.4 Uji Toksisitas Ekstrak dengan Menggunakan Larva Udang Artemia
salina Leach

3.5.4.1 Penetasan Larva Udang
Disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di satu ruang
dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,
sedangkan ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan 2-3 mg
telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan
lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Larva udang yang akan
diuji diambil dengan menggunakan pipet tetes (Juniarti, 2009).

3.5.4.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji
Ekstrak yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm,
120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm dalam air laut. Bila sampel tidak larut ditambahkan
100 L tetes DMSO (Juniarti, 2009).

3.5.4.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-
masing ekstrak sampel. Botol disiapkan untuk pengujian, untuk masing-masing
konsentrasi ekstrak heksana membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol.
Ekstrak pekat heksana ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan
menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL. Larutan yang diperoleh selanjutnya
dipipet dengan menggunakan pipet mikro, masing-masing sebanyak 300 L, 600 L,
38



800 L, 1200 L, 2400 L, 4800 L kemudian dimasukkan ke dalam botol dan
pelarutnya diuapkan selama 24 jam. Selanjutnya dimasukkan 2 mL air laut, 100 L
dimetil sulfoksida (DMSO), 10 ekor larva udang, dan setetes larutan ragi roti.
Kemudian ditambahkan air laut hingga volumenya menjadi 10 mL, sehingga
konsentrasinya masing-masing larutan menjadi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm,
240 ppm dan 480 ppm.
Kontrol negatif dibuat dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 L DMSO, 10
ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam botol, kemudian ditambahkan
air laut sampai volumenya menjadi 10 mL. Pengamatan dilakukan selama 24 jam
terhadap kematian larva udang. Analisis data dilakukan untuk mencari LC
50
dengan
analisis probit. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik apabila nilai LC
50
< 1000 ppm
untuk ekstrak (Juniarti, 2009).

3.5.5 Uji Fitokimia
Uji fitokimia kandungan senyawa aktif dengan uji reagen dari ekstrak pekat n-
heksana daun pecut kuda dilarutkan dengan sedikit masing-masing pelarutnya.
Kemudian dilakukan uji minyak atsiri, uji sterol dan triterpen, uji saponin, uji
alkaloid (Indrayani, 2006).



39



3.5.5.1 Uji Minyak Atsiri
Sebanyak 3 mg ekstrak heksana dari daun pecut kuda diuapkan sampai kering,
jika residu yang diperoleh berbau enak ditambah dengan etanol. Selanjutnya larutan
alkoholik tersebut diuapkan kembali sampai kering, jika residu tetap berbau enak,
menunjukkan ekstrak positif mengandung minyak atsiri.

3.5.5.2 Uji Sterol dan Triterpen
Sebanyak 3 mg ekstrak daun pecut kuda diuapkan sampai kering, kemudian
residu yang dihasilkan dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, ditambahkan dengan 0,5
mL asam asetat anhidrat. Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan 12 mL H
2
SO
4

pekat melalui dinding tabung tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen,
sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol.

3.5.5.3 Uji Saponin
Sebanyak 3 mg ekstrak kasar daun pecut kuda dalam tabung reaksi ditambah
air (1:1) sambil dikocok selama 5 menit. Adanya busa yang dapat bertahan selama 30
menit menunjukkan adanya senyawa saponin.

3.5.5.4 Uji Alkaloid
Sebanyak 3 mg ekstrak daun pecut kuda diuapkan sampai kering, kemudian
residu ditambah 1,5-2 % HCl dan larutan dibagi dalam tiga tabung. Tabung satu
40



larutan ditambah 0,5 mL larutan asam encer sebagai pembanding, tabung dua
ditambah 2-3 tetes reagen Dragendorff, dan tabung tiga ditambah 2-3 tetes reagen
Mayer. Jika tabung dua terbentuk endapan jingga dan pada tabung tiga terbentuk
endapan kekuningan menunjukkan adanya alkaloid.

3.5.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Menggunakan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT)

3.5.6.1 KLT Analitik
Identifikasi dengan KLT dapat digunakan plat silika gel F
254
sebagai fase
diamnya. Disiapkan masing-masing plat dengan ukuran 1x10 cm. Ekstrak heksana
dari daun pecut kuda ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa
kapiler, kemudian dikeringkan plat silika gel dan ditotolkan kembali ekstrak heksana
dari daun pecut kuda dengan menggunakan pipa kapiler. Perlakuan ini dihentikan
sampai dirasa sudah cukup. Kemudian hasil penotolan dapat dielusi dengan
menggunakan eluen atau fase gerak yaitu berupa campuran n-heksana : EtOAc (7:3)
(Handayani, 2008). Setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas, elusi dapat
dihentikan. Noda-noda pada permukaan plat diperiksa di bawah sinar UV pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, kemudian diamati pada masing-masing hasil
nodanya.



41



3.5.6.2 KLT Preparatif
Pada pemisahan dengan KLT preparatif digunakan plat silika GF
254
dengan
ukuran 10x20 cm. ekstrak pekat hasil ekstraksi ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1
cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dikeringanginkan dan
ditotolkan kembali ekstrak pekat heksana dari daun pecut kuda sampai dirasa sudah
cukup. Hasil penotolan pada plat silika GF
254
dielusi dengan menggunakan eluen
yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT Analitik. Setelah gerakan fase gerak
sampai pada garis batas, elusi dihentikan. Noda-noda pada permukaan plat diperiksa
di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, kemudian diamati
pada masing-masing hasil nodanya.
Hasil noda yang dihasilkan terlebih dahulu dikeringanginkan dan dapat diukur
nilai Rf nya, hasil noda yang diperoleh selanjutnya dikerok dan dilarutkan dalam
pelarut heksana. Isolat yang didapatkan dilarutkan dengan pelarutnya kemudian
dilakukan uji toksisitas dengan menggunakan isolat untuk mengetahui nilai LC
50
dan
dilakukan identifikasi terhadap isolat dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
dan FTIR.

3.5.7 Uji Toksisitas Isolat Hasil KLTP dengan Menggunakan Larva Udang
Artemia salina Leach

3.5.7.1 Penetasan Larva Udang
Disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di satu ruang
dalam bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,
42



sedangkan ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan 50-100 mg
telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan
lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Diambil larva udang yang
akan diuji dengan menggunakan pipet (Juniarti, 2009).

3.5.7.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji
Isolat yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm,
120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm dalam air laut. Bila sampel tidak larut ditambahkan
2 tetes DMSO (Juniarti, 2009).

3.5.7.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-
masing isolat. Botol disiapkan untuk pengujian, untuk masing-masing konsentrasi
isolat membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol. Isolat ditimbang sebanyak
25 mg dan dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL. Larutan
yang diperoleh selanjutnya dipipet dengan menggunakan pipet mikro, masing-masing
sebanyak 300 L, 600 L, 800 L, 1200 L, 2400 L, 4800 L, kemudian
dimasukkan ke dalam botol vial dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam di dalam
desikator. Selanjutnya dimasukkan 2 mL air laut, 100 L DMSO, 10 ekor larva
udang, dan setetes larutan ragi roti. Kemudian ditambahkan air laut sampai
volumenya menjadi 10 mL, sehingga konsentrasinya masing-masing larutan menjadi
30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm.
43



Kontrol dibuat dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 L dimetil sulfoksida
(DMSO), 10 ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam botol, kemudian
ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL. Pengamatan dilakukan
selama 24 jam terhadap kematian larva udang. Analisis data dilakukan untuk mencari
LC
50
dengan analisis probit. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik apabila nilai LC
50
<
1000 ppm untuk ekstrak (Juniarti, 2009).

3.5.8 Identifikasi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dengan
Menggunakan Ultra Violet Visible (UV-Vis) (Hayati, 2007)

Dimasukkan pelarut heksana ke dalam kuvet sampai penuh, dianalisis dengan
Spektrofotometer UV-Vis Varian Cary 50 pada rentang panjang gelombang 200-800
nm, kemudian disimpan sebagai blanko. Selanjutnya dapat dianalisis ekstrak pekat
heksana dari daun pecut kuda dan isolat hasil pemisahaan ekstrak daun pecut kuda
dengan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) dalam pelarut n-
heksana pada rentang panjang gelombang 200-800 nm. Diamati spektra yang
terbentuk, dan dicatat panjang gelombang dan adsorbansi pada peak yang terbentuk.

3.5.9 Identifiksi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dengan
Menggunakan Spektrofotometer Infra Red (IR) (Taufiq, 2007)

Disiapkan sampel berupa ekstrak pekat heksana dan isolat hasil pemisahan
senyawa aktif dengan KLTP dalam KBR kering, ditumbuk hingga memenuhi ukuran
partikel kurang dari 2 m, kemudian dimasukkan ke dalam pellet press secara merata.
Pellet press dihubungkan ke pompa kompersi hidraulic dengan kekuatan 100 ton (kg
44



Newton) serta pompa vakum selama 15 menit. Diusahakan pellet yang terbentuk
mempunyai ketebalan 0,3 mm (transparan), selanjutnya dibuka pellet secara hati-hati
dan dipindahkan ke dalam sel holder menggunakan spatula. Setelah itu diatur alat
Spektrofotometer Infra Merah (IR) dengan kecepatan kertas pada posisi normal dan
ekspansi transmisi 100 x. Dicek skala kertas melalui pembuatan spektrum dari film
polystiren. Apabila skala kertas sudah tepat, dengan cara yang sama dibuat spektrum
Infra Merah dari sampel yang sudah disiapkan, kemudian ditentukan gugus-gugus
fungsi.

3.6 Analisis data
Data uji toksisitas dianalisis untuk menguji adanya pengaruh atau perbedaan
antara perlakuan konsentrasi ekstrak daun pecut kuda terhadap pertumbuhan Artemia
Salina Leach.
Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian
dideskripsikan hasilnya. Tingkat toksisitas larva udang Artemia salina Leach dapat
diketahui dengan melakukan uji LC
50
menggunakan program MINITAB 14.






45

BAB IV
PEMBAHASAN

Penelitian isolasi dan uji toksisitas senyawa aktif ekstrak heksana daun pecut
kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) dilakukan dalam delapan tahap, meliputi
analisis kadar air, preparasi sampel, ekstraksi komponen aktif, uji toksisitas ekstrak
heksana dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach, uji fitokimia
dengan menggunakan reagen, pemisahan senyawa aktif dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis
tipis preparatif (KLTP), uji toksisitas isolat hasil pemisahan dari KLTP dengan
menggunakan larva udang dan identifikasi senyawa aktif dengan menggunakan UV-
Vis dan FTIR.

4.1 Analisis Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan metode pemanasan, yaitu dengan
pengeringan, baik melalui penjemuran ataupun penggunaan alat pengering. Pada
umumnya analisis kadar air dapat dilakukan dengan mengeringkan bahan di dalam
oven pada suhu 105-110
0
C selama 2 jam atau sampai diperoleh berat konstan. Selisih
berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan
(Winarno, 2002).

46



Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan daun pecut kuda sebagai
sampel. Sebelum dianalisis kadar air pada sampel, terlebih dahulu dipanaskan cawan
pada suhu 100-105 C selama 15 menit agar tidak terdapat kandungan air pada
cawan, kemudian cawan diletakkan dalam desikator selama kurang lebih 10 menit
dan ditimbang berat cawan. Perlakuan ini terus-menerus dilakukan hingga diperoleh
berat konstan. Setelah didapatkan berat konstan pada cawan, disiapkan sampel berupa
daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl).
Sampel daun pecut kuda dipotong kecil-kecil agar luas permukaan semakin
besar, sehingga mempercepat proses pengeringan. Sampel daun pecut kuda ditimbang
sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya,
selanjutnya dikeringkan sampel daun pecut kuda di dalam oven pada suhu 100-105
C selama 2 jam. Sampel yang telah kering didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Sampel dipanaskan kembali di dalam oven 2 jam pada suhu yang sama,
selanjutnya didinginkan sampel ke dalam desikator dan ditimbang kembali. Perlakuan
ini diulangi hingga diperoleh berat yang konstan.
Analisis kadar air ini dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali ulangan
dengan tujuan agar diperoleh data yang akurat. Data perhitungan kadar air dengan
sampel berupa daun pecut kuda ditunjukkan pada Lampiran 4. Hasil pengukuran
kadar air pada daun pecut kuda disimpulkan pada Tabel 4.1.


47



Tabel 4.1 Kadar air yang terkandung dalam daun pecut kuda (Stachytharpheta
jamaicensis L. Vahl)
Sampel
Kadar air yang terkandung dalam sampel daun
pecut kuda
Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-rata
Daun pecut kuda 61,03 % 63,84 % 62,22 % 62,36 %

Kandungan air dalam bagian daun cukup tinggi disebabkan karena pada
stomata dibagian daun merupakan pusat terjadinya proses fotosintesis yang kaya akan
kandungan air yang mana air akan bereaksi dengan karbondioksida yang
menghasilkan energi dan oksigen yang dikeluarkan saat respirasi.
Kandungan air yang cukup tinggi menunjukkan adanya pengeringan
kandungan airnya untuk proses penyimpanan agar kerusakan akibat degradasi oleh
mikroorganisme maupun penguraian oleh enzim dapat diminimalkan. Sampel yang
telah dihilangkan kadar airnya cenderung mudah menyerap air sehingga perlu
dilakukan penyimpanan dalam tempat yang kedap udara.

4.2 Preparasi Sampel
Sebanyak 300 g daun pecut kuda dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran
yang berupa debu atau kotoran lainnya yang dapat mengganggu dalam proses
ekstraksi, dikeringanginkan daun pecut kuda agar sisa air hasil pencucian kering,
sehingga tidak menganggu proses ekstraksi. Dipotong kecil-kecil daun pecut kuda
untuk memperbesar luas permukaan, sehingga mempercepat proses pengeringan dan
mempermudah proses penggilingan sampel menjadi serbuk. Dikeringkan sampel
48



dalam oven pada suhu 37-40 C selama 2 jam, kemudian sampel dijemur hingga
diperoleh berat konstan (kering) (Indrayani, 2006). Pengeringan dimaksutkan untuk
mengurangi kadar air dan mencegah tumbuhnya jamur, dengan tujuan sampel daun
pecut kuda dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah rusak, sehingga komposisi
kimianya tidak mudah mengalami perubahan.
Daun pecut kuda kering berwarna hijau kecoklatan dihaluskan menjadi
serbuk menggunakan blender, sehingga diperoleh serbuk sampel yang berwarna hijau
dan memiliki bau seperti tembakau, fungsi sampel dihaluskan menjadi serbuk agar
dalam proses pemisahan dihasilkan ekstrak yang maksimal, disamping itu
mempermudah proses ekstraksi, karena apabila semakin kecil bentuk sampel maka
semakin besar luas permukaan yang diperoleh, sehingga dalam proses ekstraksi
semakin efektif. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian.

4.3 Ekstraksi Maserasi
Prinsip metode ekstraksi adalah didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, batasannya
adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase
pelarut (Khopkar, 1990).
Ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi maserasi. Menurut Yustina (2008),
ekstraksi maserasi dipilih karena maserasi merupakan cara yang sederhana, murah
dan mudah dilakukan, selain itu dikhawatirkan senyawa yang terkandung dalam daun
49



pecut kuda merupakan senyawa yang tidak tahan terhadap panas. Sedangkan kerugian
dari ekstraksi maserasi sendiri adalah waktu pengerjaannya lama (Ahmad, 2006).
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam pelarut.
Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang pekat didesak
keluar.
Ekstraksi maserasi dilakukan dengan merendam serbuk daun pecut kuda ke
dalam pelarut metanol 80 %. Sebanyak 50 g serbuk kering, dimaserasi menggunakan
150 mL metanol 80 % dan dilakukan pengadukan menggunakan shaker dengan
kecepatan 120 rpm selama 8 jam pada temperatur kamar (Bernasconi, 1995). Metanol
80 % akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung
zat aktif di dalam sel, sehingga larutan yang diinginkan akan tedesak keluar. Setelah
dilakukan pengadukan, sampel didiamkan sesaat, selanjutnya dilakukan penyaringan
dengan menggunakan corong Buchner untuk memisahkan filtrat dan residu.
Filtrat yang diperoleh ditampung dan dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator. Proses pemekatan diatur suhu sebesar 69-70 C, digunakan suhu 69-70
C karena pelarut yang digunakan adalah metanol 80 % yang masih terdapat
kandungan air. Menurut Mulyono (2006), pada suhu 64,5 C metanol akan habis
menguap sedangkan air tidak dapat menguap oleh sebab itu digunakan suhu 69-70 C
untuk memisahkan pelarutnya metanol 80 % yang terdapat kandungan air di dalam
pelarut metanol.
50



Vaccum rotary evaporator merupakan alat yang menggunakan prinsip vakum
distilasi. Prinsip utama alat ini terletak pada penurunan tekanan sehingga pelarut
dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya. Vacum rotary evaporator lebih
disukai karena mampu menguapkan pelarut dibawah titik didih sehingga zat yang
terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu yang tinggi.
Penguapan dapat terjadi karena adanya pemanasan yang dipercepat oleh
putaran dari labu alas bulat dibantu dengan penurunan tekanan, dengan bantuan
pompa vakum uap larutan penyari akan naik ke kondensor dan mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung di dalam labu alas
bulat penampung.
Sampel atau ekstrak cair yang akan diuapkan dimasukkan ke dalam labu alas
bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan,
kemudian waterbath dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan yaitu 69-
70 C. Setelah suhu tercapai, labu alas bulat yang telah berisi sampel dipasang
dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan dengan kondensor. selanjutnya
aliran air pendingin dan pompa vakum dijalankan.
Penguapan pelarut dengan vakum rotary evaporator dihentikan setelah
diperoleh ekstrak yang cukup pekat, sehingga pelarut yang masih ada dalam ekstrak
diuapkan dalam desikator vakum. Setelah proses penguapan selesai, vakum rotary
evaporator dapat dihentikan.
Ekstrak pekat yang dihasilkan dipartisi menggunakan pelarut n-heksana.
Menurut Bernasconi (1995), ekstraksi cair-cair satu komponen bahan atau lebih dari
51



suatu campuran dapat dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair
digunakan, apabila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin
dilakukan.
Proses pemisahan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n-heksana. Pada
saat pencampuran antara ekstrak pekat dengan n-heksana terjadi perpindahan massa,
yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke
dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi
dan pelarut tidak saling melarut atau bercampur agar terjadi perpindahan massa yang
baik. Penambahan pelarut n-heksana adalah 1:1 yang mana ekstrak yang dihasilkan
sebanding dengan pelarut n-heksana (Bernasconi, 1995).

Tabel 4.2 Hasil maserasi serbuk daun pecut kuda
Pelarut Volume
(mL)
Perubahan
Filtrat
Warna
Ekstrak
Pekat
Rendemen
(%)
n-heksan 150 Hijau pekat
menjadi hijau
pucat
Hijau tua
kecoklatan
pekat
10,31

Rendemen ekstrak pekat heksana menunjukkan kandungan senyawa nonpolar.
Hasil ekstrak pekat n-heksana yang diperoleh digunakan untuk isolasi dan identifikasi
senyawa aktif. Uji yang dilakukan adalah uji toksisitas ekstrak heksana, uji fitokimia,
pemisahan senyawa aktif dengan kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) yang
dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), uji toksisitas isolat
52



hasil KLTP dengan menggunakan larva udang, identifikasi UV-Vis dan identifikasi
FTIR pada ekstrak dan isolat hasil pemisahan senyawa aktif dengan KLTP.

4.4 Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dengan Menggunakan Larva Udang Artemia
salina Leach
Toksisitas menurut ilmu kimia adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
bentuk aksi kimia mempunyai bentuk dan variasi yang luas. Uji toksisitas terhadap
larva udang dapat digunakan sebagai tahapan awal dari rangkaian uji toksisitas untuk
mendapatkan dosis yang aman bagi manusia. Korelasi antara uji toksisitas akut ini
dengan uji sitotoksik adalah jika mortalitas terhadap Artemia salina Leach yang
ditimbulkan memiliki harga LC
50
< 1000 g/mL. Parameter yang ditunjukkan untuk
menunjukkan adanya aktivitas biologi pada suatu senyawa pada Artemia salina Leach
adalah kematiannya (Meyer, 1982).
Brine shrimp test (BST) merupakan pengujian senyawa secara umum yang
dapat mendeteksi beberapa bioaktivitas dalam suatu ekstrak. Bioaktivitas yang dapat
dideteksi dari skrining awal dengan metode BST diantaranya adalah antikanker,
antitumor, antimalaria, antimikroba (Colegate dan Molyneux, 2007).
Artemia salina merupakan kelompok udang-udangan dari phylum
Arthopoda. Artemia salina hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di
seluruh dunia. Telur Artemia salina atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam
keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang
diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.
53



Disiapkan bejana untuk penetasan telur Artemia salina disatu ruang, dalam
bejana tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,
sedangkan ruang sebelahnya diberi air laut. Ke dalam air laut dimasukkan 0,2 mg
telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup dengan aluminium foil, dan
lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan. Diambil larva udang yang akan
diuji dengan menggunakan pipet tetes (Indrayani, 2006).
Penetasan telur dilakukan dengan memasukkan telur Artemia salina ke dalam
air laut sambil diaerasi untuk mengontakkan dengan udara selama 48 jam. Proses
penetasan Artemia salina ada beberapa tahapan yaitu tahapan hidrasi, dimana
pecahnya cangkang dan tahap paying atau tahapan pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi
penyerapan air sehingga telur yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan
menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahapan selanjutnya yaitu tahapan pecahnya
cangkang yang disusul dengan tahapan pecahnya paying (telur) yang terjadi beberapa
saat sebelum naupli (larva) keluar dari cangkang sebagaimana pada Gambar 4.1
(Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995 dalam Farihah, 2008).


54




Gambar 4.1 Tahapan penetasan Artemia salina Leach (Isnanstyo dan Kurniastuty,
1995 dalam Farihah, 2008)


Air laut merupakan media pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian uji
toksisitas ekstrak heksana dari daun pecut kuda. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, siklus hidup Artemia dimulai dari saat menetasnya telur. Setelah 15-20
jam pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam
embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan
menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan
bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna oranye kecoklatan akibat
masih mengandung kuning telur (Anonim, 2008).
Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Botol kaca
disiapkan untuk pengujian toksisitas ekstrak heksana, untuk masing-masing
konsentrasi ekstrak heksana membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol.
Ekstrak pekat heksana ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan
menggunakan pelarutnya yaitu n-heksana sebanyak 50 mL. Larutan ekstrak heksana
55



dibuat dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm
serta sebagai pengontrolnya yaitu 0 ppm yaitu pelarutnya tanpa penambahan ekstrak
heksana. Sepuluh larva udang digunakan sebagai hewan uji toksisitas dalam setiap
konsentrasi masing-masing ekstrak.
Larutan uji dibuat dari larutan stok 500 ppm dengan mengambil 300 L, 600
L, 800 L, 1200 L, 2400 L, 4800 L ekstrak heksana ke dalam botol kaca.
Selanjutnya pelarut masing-masing ekstrak diuapkan sampai kering ke dalam
desikator untuk menghilangkan pelarutnya selama 24 jam agar kematian larva tidak
dipengaruhi oleh pelarutnya. Setelah pelarutnya mengering, ditambahkan 2 mL air
laut dimasukkan 100 L DMSO ke dalam botol uji, kemudian dilarutkan sampai
ekstraknya larut seluruhnya, ekstrak dapat dilarutkan dengan menggunakan vortex
sampai ekstrak benar-benar larut agar hasil uji toksisitas yang diperoleh maksimal.
Pelarutan ekstrak dengan air laut sering menimbulkan masalah karena adanya
perbedaan tingkat kepolaran, ekstrak tidak dapat larut dengan menggunakan air laut
sehingga digunakan DMSO untuk melarutkannya (Colegate dan Molyneux, 2007).
DMSO digunakan sebagai surfaktan karena ekstrak heksana merupakan
senyawa non polar yang tidak dapat larut dalam air laut yang cenderung memiliki
sifat polar. Surfaktan merupakan senyawa yang memiliki ujung hidrofilik dan
hidrofobik sehingga dapat melarutkan ekstrak dengan air laut. Ekstrak yang telah
larut dengan air laut selanjutnya dapat dipindahkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larva
udang dimasukkan sebanyak 10 ekor ke dalam labu ukur 10 mL yang berisi ekstrak
56



yang telah larut dengan air laut. Kemudian ditambah 1 tetes ragi roti sebagai sumber
makanannya dan ditambahkan air laut hingga mencapai tanda batas.
Kontrol negatif dibuat dengan cara yang sama, yaitu dengan cara membuat
larutan yang sama kecuali penambahan ekstrak heksana, dengan cara dimasukkan 2
mL air laut, 100 L DMSO, 10 ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti sebagai
sumber makanannya ke dalam botol, kemudian ditambahkan air laut hingga
volumenya menjadi 10 mL. Pengamatan dilakukan selama 24 jam terhadap kematian
larva udang. Analisis data dilakukan untuk mencari LC
50
dengan analisis probit
(Indrayani, 2006).
Tabel 4.3 Hasil uji toksisitas ekstrak heksana
Konsentrasi
(ppm)

Jumlah Hewan Uji
(ekor)
*
Mortalitas
(M)
0 30 0
30 30 7
60 30 12
80 30 14
120 30 22
240 30 30
480 30 30
* Keterangan: tiga kali ulangan

Hasil uji toksisitas ekstrak heksana dan hasil analisa dengan program Minitab
14 dengan kepercayaan 95 % dapat dilihat pada Lampiran 6. Kurva mortalitas larva
udang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

57



konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
300 200 100 0 -100
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 81,3520
StDev 52,2986
Median 81,3520
IQR 70,5497
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI

Gambar 4.2 Kurva mortalitas larva udang Artemia salina Leach ekstrak heksana


Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi
masing-masing ekstrak maka mortalitas terhadap Artemia salina juga semakin besar.
Daerah sebelah kanan kurva menunjukkan persentase kematian Artemia salina,
sedangkan daerah sebelah kiri kurva menunjukkan persentase Artemia salina yang
masih dapat bertahan hidup pada konsentrasi masing-masing ekstrak pelarut.
Kurva sebelah kanan menunjukkan kurva dari nilai lower, kurva tengah
menunjukkan kurva percentile sedangkan kurva sebelah kiri menunjukkan kurva
upper. Adanya penambahan masing-masing ekstrak menyebabkan kematian Artemia
salina, mengalami gerakan tidak teratur. Hal ini membuktikan Artemia salina mati
disebabkan oleh sifat toksik dari ekstrak heksana.
Meyer (1982) dalam Farihah (2008), menjelaskan bahwa suatu ekstrak
menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BST jika ekstrak dapat menyebabkan
kematian 50 % hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Pernyataan di atas
58



menunjukkan ekstrak heksana daun pecut kuda bersifat toksik terhadap Artemia
salina karena memiliki nilai LC
50
< 1000 ppm.
Hasil pengujian ekstrak daun pecut kuda pada berbagai konsentrasi terhadap
Artemia salina menunjukkan bahwa pada fraksi heksana memiliki daya toksik. Hal
ini dapat dilihat dari adanya purata mortalitas Artemia salina pada setiap konsentrasi
yang diujikan. Berdasarkan kurva mortalitas larva udang ekstrak heksana di Lampiran
6, diperoleh nilai LC
50
sebesar 81,35 ppm yang dapat dilihat dari nilai median pada
kurva di atas. Untuk mortalitas 50 % pada waktu pengamatan 24 jam, pada fraksi
heksana dicapai konsentrasi antara 80 ppm sampai dengan 120 ppm. Hasil penelitian
menunjukkan bahwasannya persentase kematian larva udang Artemia salina Leach
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak heksana pada daun pecut
kuda.
Hasil analisis probit ekstrak daun pecut kuda terhadap larva udang
menunjukkan bahwa ekstrak heksana dari daun pecut kuda bersifat toksik. Bila
dibandingkan dengan K
2
Cr
2
O
7
dengan nilai LC
50
sebesar 20-40 ppm (Colgate dkk
dalam Indrayani, 2006) sebagai kontrol positif, toksisitas fraksi heksana masih lebih
lemah, namun demikian fraksi heksana tetap dianggap toksik karena memiliki nilai
LC
50
kurang dari 1000 ppm.



59



4.5 Kandungan Senyawa Aktif pada Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta
jamaicensis L. Vahl)
Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit
sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid dan lain
sebagainya. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya
mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan
tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri maupun
lingkungannya (Lenny, 2006).
Uji fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan golongan senyawa aktif
pada ekstrak daun pecut kuda, sehingga diketahui senyawa yang terdapat di
dalamnya. Biasanya uji senyawa aktif dilakukan dalam tabung reaksi dengan jumlah
sampel yang relatif sedikit. Uji fitokimia dilakukan terhadap kandungan senyawa
minyak atsiri, steroid, terpenoid, saponin dan alkaloid.

Tabel 4.4 Hasil pengamatan uji fitokimia dengan reagen
Golongan Senyawa Ekstrak Heksan
Minyak atsiri -
Steroid ++
Triterpenoid -
Saponin -
Alkaloid -
Keterangan: tanda (++) : terkandung senyawa lebih banyak/warna pekat
tanda (+) : terkandung senyawa/warna muda
tanda (-) : tidak terkandung senyawa/tidak terbentuk warna


60



Hasil identifikasi senyawa aktif berdasarkan uji fitokimia dengan
menggunakan reagen menunjukkan ketoksikan ekstrak disebabkan adanya senyawa
aktif golongan steroid. Senyawa steroid ternyata memiliki efek toksik yang cukup
tinggi sebagaimana ditunjukkan dengan nilai LC
50
yang rendah pada ekstrak n-
heksana dari daun pecut kuda.
Julianti (1999), menyebutkan bahwasannya steroid merupakan lipid yang
memiliki struktur kimia khusus. Golongan senyawa kimia dalam tanaman yang
berkaitan dengan aktifitas antikanker dan antioksida antara lain adalah golongan
alkaloid, terpenoid, steroid, polifenol, flavonoid dan juga senyawa resin (Mills dkk,
2000; Wiryowidagdo, 2000 dalam Lisdawati, 2002).
Penelitian awal yang telah dilakukan terhadap ekstrak heksana pada daun
pecut kuda menunjukkan adanya senyawa steroid (Indrayani, 2006), dengan demikian
memperkuat adanya dugaan terhadap aktivitas antikanker yang terdapat pada daun
pecut kuda. Hal ini menunjukkan kandungan senyawa aktif dari ekstrak heksana
pada daun pecut kuda dapat memperkuat potensi bioaktivitas senyawa dalam daun
pecut kuda ini yang selama ini telah cukup dikenal sebagai tanaman obat.

4.5.1 Minyak Atsiri
Pengujian minyak atsiri yaitu, sebanyak 3 mg ekstrak daun pecut kuda
diuapkan sampai kering, jika residu yang diperoleh berbau enak maka ditambah
dengan etanol. Selanjutnya larutan alkoholik tersebut diuapkan kembali sampai
kering, jika residu tetap berbau enak, menunjukkan ekstrak positif mengandung
61



minyak atsiri. Hasil yang diperoleh dari uji fitokimia minyak atsiri adalah negatif,
artinya dalam ekstrak heksana tidak terdapat kandungan minyak aitsiri.

4.5.2 Steroid
Steroid merupakan golongan lipid yang diturunkan dari senyawa jenuh yang
dinamakan siklopentanoperhidrofenantrena, yang memiliki inti dengan 3 cincin
sikloheksana terpadu dan 1 cincin siklopentana yang tergabung pada ujung cincin
sikloheksana tersebut (Poedjiadi, 1994).
Reaksi warna yang digunakan untuk uji warna pada steroid adalah dengan
reaksi Lieberman-Burchard yang menghasilkan warna hijau biru. Senyawa steroid
akan mengalami suatu dehidrasi dengan adanya penambahan asam kuat dan
membentuk garam yang dapat memberikan sejumlah reaksi warna. Penambahan
kloroform dilakukan untuk melarutkan senyawaan ini karena dapat larut baik dalam
kloroform dan tidak mengandung molekul air.
Ekstrak heksana menunjukkan adanya senyawa steroid, karena pada tabung
reaksi menunjukkan adanya warna hijau kebiruan pada pelarutnya. Asam asetat
anhidrat dapat digunakan untuk membentuk turunan asetil setelah di dalam
kloroform. Steroid akan menghasilkan warna hijau kebiruan ketika senyawa ini
ditetesi oleh asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi (Robinson, 1995).



62



+ HOAc / H
2
SO
4

Cholestrol +
AC
2
O(SO
3
)


+
SO
2
Cholestahexaene sulfonic acid Pentoenylic cation (blue-green)
Gambar 4.3 Reaksi steroid dengan reagen Lieberman Burchard (Burke, 1974).

4.5.3 Triterpenoid
Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat
diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri. Triterpenoid
adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isoprena dan secara
biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C
30
asiklik yaitu skualena. Senyawa ini
berstruktur siklik yang kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat
63



(Harborne, 1987). Senyawa ini paling umum ditemukan pada tumbuhan berbiji, bebas
dan sebagai glikosida. Triterpenoid yang paling penting dan paling tersebar luas
adalah triterpenoid pentasiklik (Robinson, 1995).
Menurut Harborne (1987) triterpenoid biasanya terdapat dalam daun dan
buah, seperti apel dan per, yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga
dan serangan mikroba. Pereaksi Lieberman-Burchard secara umum digunakan untuk
mendeteksi triterpenoid menghasilkan warna violet.
Uji Triterpenoid tidak memberikan reaksi terbentuknya cincin kecoklatan,
ketika senyawa ini ditetesi oleh asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi.
Sehingga dapat disebutkan bahwasannya pada ekstrak heksana dari daun pecut kuda
tidak terdapat kandungan triterpenoid.

4.5.4 Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam
tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-
bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, kemungkinan adalah sebagai
pelindung terhadap serangan serangga (Robinson, 1995).
Pengujian saponin dilakukan dengan uji busa yang mana dilakukan dengan
penambahan air ke dalam ekstrak heksana kemudian dikocok selama 1 menit. Hasil
pengujian yang diperoleh dari pengujian saponin pada ekstrak heksana negatif, yang
artinya pada ekstrak heksana tidak menunjukkan adanya saponin.
64



Adanya saponin pada ekstrak heksana dapat ditunjukkan dengan timbulnya
busa selama 1 sampai 10 menit yang bertahan kurang lebih selama 10 menit. Busa
yang ditimbulkan saponin dikarenakan oleh adanya kombinasi struktur senyawa
penyusunnya yaitu rantai sapogenin nonpolar dan rantai samping polar yang larut
dalam air (Kristianingsih, 2002).

4.5.5 Alkaloid
Harborne (1996), menjelaskan bahwasannya fungsi alkaloid dalam tumbuhan
masih sangat kabur, meskipun masing-masing senyawa telah dinyatakan terlibat
sebagai pengatur tumbuh, atau penghalau dan penarik serangga. Alkaloid biasanya
tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya
sedikit yang berupa cairan misalnya nikotina pada suhu kamar (Harborne, 1996).
Pelarut atau pereaksi alkaloid biasanya menggunakan kloroform, aseton,
amoniak dan metilena klorida. Pereaksi Mayer (kalium tetraiodomerkurat) paling
banyak digunakan untuk mendeteksi golongan alkaloid karena pereaksi ini dapat
mengendapkan hampir semua alkaloid. Pereaksi lain yang sering digunakan seperti
pereaksi Wagner (iodium dalam kalium iodida), asam silikotungstat 5 %, asam tanat
5 %, pereaksi Dragendorff (kalium tetraiodobismutat), iodoplatinat dan larutan asam
pikrat jenuh (Robinson, 1995).
Berbagai macam cara untuk mendeteksi alkaloid dalam jaringan tumbuhan
telah dikemukakan. Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloid dapat
diperoleh dengan menggunakan reagen Dragendorff dan Mayer.
65



Hasil uji alkaloid dari ekstrak heksana tidak ada yang menunjukkan
terbentuknya endapan berwarna jingga dan endapan putih kekuningan ketika
direaksikan dengan reagen Dragendorff dan Mayer, yang artinya ekstrak heksana
pada daun pecut kuda tidak menunjukkan adanya golongan alkaloid.

4.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis Analitik
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan
sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau
logam atau plastik yang keras. Gel silika merupakan fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat
berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran
pelarut yang sesuai (Sastrohamidjojo, 1991).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan. Kromatografi merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan yang
sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya (Anonim, 2009).
Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan
senyawa yang dianalisis. Fase diam yang digunakan dalam penelitian adalah silika
gel. Fase gerak merupakan medium angkut dan terdiri atas satu atau lebih pelarut, ia
bergerak dalam fase diam yang merupakan suatu lapisan berpori, karena adanya gaya
kapiler. Pemilihan fase gerak ditinjau dari kemampuan mengelusi. Pemilihan fase
66



gerak sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas
serendah mungkin. Salah satu alasan daripada penggunaan itu adalah mengurangi
serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut.
Campuran yang baik memberikan fase gerak yang mempunyai kekuatan
bergerak sedang, tetapi sebaiknya dicegah sejauh mungkin mencampur lebih dari dua
komponen, terutama karena campuran yang lebih kompleks cepat mengalami
perubahan fasa-fasa terhadap perubahan suhu. Kemurnian dari pelarut adalah lebih
penting dalam lapisan tipis daripada bentuk-bentuk kromatografi lain, karena disini
digunakan sejumlah materi yang sedikit (Sastrohamidjojo, 1991).
Pengembangan adalah proses pemisahan cuplikan akibat pelarut mengembang
naik dalam lapisan (Sastrohamidjojo, 1991). Pengembangan dilakukan dalam bejana
yang ruangannya jenuh dengan pelarut pengembang yang dituangkan sehingga kertas
saring basah, dan tinggi pelarut pengembang tersebut dalam bejana mencapai 1 cm
dari dasarnya. Hasil pemeriksaan yang diperoleh setelah pengembangan diidentifikasi
dibawah lampu UV 254 dan 366 nm, ditandai ada atau tidaknya fluoresensi. Jika
tidak tampak dengan cara di atas maka dilakukan dengan penyemprotan atau diuapi
dengan pereaksi yang sesuai (Anonim, 2009).
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi
senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari
senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh
senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal
(Anonim, 2009).
67



Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam
sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak
berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi
dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini,
dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh
pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda
dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak
sebagai perbedaan bercak warna (Sastrohamidjojo, 1991).
Pelarut dapat mencapai bagian atas dari lempengan, ini akan memberikan
pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi
tertentu dari pelarut dan fase diam. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan,
lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah
garis, sebelum mengalami proses penguapan.
Lapisan tipis seperti plat silika gel F
254
yang digunakan dalam penelitian ini
mengandung indikator flourosensi yang ditambahkan untuk membantu penampakan
bercak tanwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator fluorosensi adalah
senyawa yang memancarkan sinar, seperti dengan lampu UV (Gritter, 1991).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis
menggunakan harga Rf. Harga Rf dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi gerakan noda dalam KLT diantaranya adalah struktur kimia dari
68



senyawa yang sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya, jenis
eluennya serta jumlah cuplikan yang digunakan tidak terlalu berlebihan.
Pemisahan senyawa dari ekstrak heksana dapat dilakukan dengan
menggunakan eluen atau fase gerak yaitu berupa campuran n-heksana : etil asetat
dengan perbandingan (7:3) (Handayani, 2008). Plat KLT ini dilengkapi oleh indikator
fluorosensi pada sinar UV yang bergelombang pendek. Pengamatan plat di bawah
lampu UV yang dipasang panjang gelombang emisi 254 nm dan 366 nm untuk
menampakkan komponen senyawanya sebagai bercak yang gelap atau bercak yang
berfluorosensi terang pada dasar yang berfuorosensi seragam (Griter, 1991).
Pengamatan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm, tidak terdapat noda yang
dapat diamati. Sedangkan pada panjang gelombang 366 nm terlihat komponen
senyawa aktif sebagai bercak dengan warna hijau kebiruan atau bercak yang
berfluorosensi terang yang dapat diamati.
Hasil dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) fraksi aktif ekstrak heksana daun
pecut kuda dapat dilihat pada Gambar 4.4.







69



(a) (b)




6
5
4
3
2
1




6
5
4
3
2
1


Gambar 4.4 Profil kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) fraksi ekstrak heksana
dari daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl)
Keterangan: Fase gerak adalah n-heksana : etil asetat (7:3); fase diam: Silika gel
F
254
. (a) hasil elusi, (b) hasil pengamatan di bawah sinar UV pada
panjang gelombang 366 nm


Dari Gambar 4.4 Terlihat hasil KLT dengan fase gerak n-heksana : etil asetat
dengan perbandingan (7:3) (Handayani, 2008) dengan visualisasi UV 366 nm,
nampak pada fraksi heksana dari daun pecut kuda muncul 6 noda yaitu noda 1, noda
2, noda 3, noda 4, noda 5, dan noda 6 yang berwarna merah muda. Noda yang
memiliki nilai Rf rendah 0,27 dalam pemisahan senyawa aktif dengan KLT
(kromatografi lapis tipis) cenderung memiliki kepolaran yang lebih tinggi
dibandingkan dengan noda yang memiliki nilai Rf yang lebih besar 0,82. Hal ini
dapat dilihat dari sampel yang digunakan dan eluen yang digunakan saat pemisahan
70



senyawa aktif menggunakan KLT. Sampel yang terdapat dalam ekstrak heksana
sendiri merupakan senyawa nonpolar dan eluen yang digunakan dalam pemisahan
merupakan pelarut nonpolar yaitu n-heksana : etil asetat dengan perbandingan (7:3).
Hasil identifikasi dengan KLT golongan senyawa steroid dalam ekstrak
heksana dengan menggunakan fase gerak berupa campuran n-heksana : etil asetat
(7:3) (Handayani, 2008). Adapun hasil KLT dari pemisahan steroid ekstrak heksana
ini dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Penelitian (Handayani, 2008) menunjukkan hasil KLT golongan senyawa
steroid dengan pereaksi Liberman Burchard menunjukkan terbentuknya warna hijau
kebiruan. Noda hasil KLT ekstrak heksana menunjukkan terbentuknya warna hijau
kebiruan, sehingga dapat diasumsikan bahwa dalam ekstrak heksana positif terdapat
golongan steroid.
Hasil identifikasi dengan KLT golongan senyawa steroid dalam ekstrak
heksana dari daun pecut kuda dengan eluen n-heksana : etil asetat (7: 3) (Handayani,
2008) yang disemprotkan dengan pereaksi Lieberman-Burchard menunjukkan
terbentuknya 6 noda (senyawa) yang terpisah di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 366 nm. Hal ini menunjukkan penampakan di bawah sinar UV pada
panjang gelombang 366 nm. Hasil KLT dari pemisahan steroid ekstrak heksana ini
dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5.


71



(a) (b)



6
5
4
3
2
1




6
5
4
3
2
1

Gambar 4.5 Profil kromatografi lapis tipis analitik (KLTA) fraksi ekstrak heksana
dari daun pecut kuda (Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl) setelah
disemprotkan dengan pereaksi Lieberman-Burchard.
Keterangan: Fase gerak adalah n-heksana : etil asetat (7:3); fase diam : Silika gel
F
254
. (a) hasil elusi setelah disemprotkan dengan pereaksi Lieberman-
Burchard, (b) hasil pengamatan di bawah sinar UV pada
panjang gelombang 366 nm, setelah disemprotkan dengan pereaksi
Lieberman-Burchard
















72



Tabel 4.5 Hasil KLT senyawa steroid pada ekstrak heksana setelah disemprot dengan
reagen Lieberman-Burchard
Rf

tiap
noda
Warna
noda
tanpa
sinar UV
Warna noda
di bawah
sinar UV
pada 254
nm
Warna noda
di bawah
sinar UV
pada 366
nm
Pola
pemisahan
senyawa
Bentuk
noda
0,27 Hijau
kekuningan
- Merah muda
Sedikit
berekor
Bulat kecil
0,40 Kuning
kehijauan
- Ungu
Seperti ada
senyawa
yang
tertumpuk
Lonjong
0,57 Hijau -
Hijau
kebiruan
Sedikit
berekor
Lonjong
memanjang
0,62
Kuning
kehijauan
- Merah muda Baik Bulat
0,71 Kuning - Merah muda Baik
Lonjong
besar
0,82 Kuning - Merah muda Baik
Lonjong
melebar

Penelitian sebelumnya (Handayani, 2008) menunjukkan hasil KLT golongan
senyawa steroid dengan pereaksi Lieberman-Burchard menunjukkan terbentuknya
bercak noda berwarna hijau kebiruan. Isolat 3 hasil KLT, ekstrak heksana ini
menunjukkan terbentuknya warna hijau kebiruan, sehingga dapat diasumsikan bahwa
dalam ekstrak heksana daun pecut kuda mengandung senyawa steroid. Berdasarkan
pemisahan yang terbentuk diasumsikan pemisahan senyawanya sudah cukup baik dan
eluen yang digunakan sudah sesuai.


73



4.7 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya murah dan memakai
peralatan sangat sederhana ialah kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Pada
kromatografi lapis tipis preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa
garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus
pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita.
Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat
menampung beberapa plat. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara
pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa
berkontak dengan penyerap, maka semakin besar kemungkinan penguraian
(Handayani, 2008).
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika
atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang
keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi
lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour
dalam sinar ultra violet.
Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Pada
pemisahan dengan KLTP digunakan plat silika GF
254
dengan ukuran 10 x 20 cm.
ekstrak pekat hasil ekstraksi ditotolkan sepanjang plat pada jarak 1 cm dari garis
bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnya dikeringanginkan dan ditotolkan kembali
ekstrak pekat daun pecut kuda sampai dirasa cukup. Hasil penotolan pada plat silika
gel F
254
dielusi dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7:3) pada KLTA.
74



Setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas, elusi dapat dihentikan. Noda-
noda pada permukaan plat diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366
nm, kemudian diamati pada masing-masing hasil nodanya.
Hasil noda yang dihasilkan terlebih dahulu dikeringanginkan dan dapat diukur
nilai Rf nya, selanjutnya hasil noda diperoleh dikerok dan dilarutkan dalam pelarut
heksana. Isolat hasil KLTP digunakan untuk Uji toksisitas dengan menggunakan
larva udang sehingga diperoleh nilai LC
50
dan identifikasi terhadap isolat dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.

4.8 Uji Toksisitas Isolat Hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
dengan Larva Udang (Artemia salina Leach)

Perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk masing-
masing isolat hasil KLTP yang dihasilkan. Pada uji toksisitas disini isolat ke-3 yang
merupakan suatu senyawaan steroid. Adapun isolat lainnya juga dilakukan uji
toksisitas untuk memperoleh keakuratan data, sehingga dapat dibandingkan antara
isolat ke-3 dan isolat lainnya.
Terlebih dahulu disiapkan botol kaca untuk pengujian toksisitas isolat, untuk
masing-masing konsentrasi membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol.
Masing-masing isolat hasil KLTP ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan
menggunakan pelarutnya yaitu n-heksana sebanyak 50 mL. Larutan isolat dibuat
dengan konsentrasi 30 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm, dan
sebagai pengontrolnya yaitu 0 ppm yaitu pelarutnya tanpa penambahan sampel
75



berupa isolat. Sepuluh larva udang digunakan sebagai hewan uji toksisitas dalam
setiap konsentrasi masing-masing isolat.
Larutan uji dibuat dari larutan stok 500 ppm dengan mengambil 300 L, 600
L, 800 L, 1200 L, 2400 L, 4800 L isolat ke dalam botol kaca. Selanjutnya
pelarut masing-masing isolat diuapkan sampai kering ke dalam desikator untuk
menghilangkan pelarutnya selama 24 jam, tujuan dihilangkan pelarutnya agar
kematian larva udang tidak dipengaruhi oleh adanya pelarut dari sampel. Setelah
pelarutnya diuapkan, ditambahkan dengan 100 L DMSO (dimetil sulfoksida) dan
dimasukkan 2 mL air laut, kemudian dilarutkan sampai isolat larut seluruhnya, isolat
dapat dilarutkan dengan menggunakan vortex hingga isolat benar-benar larut agar
hasil yang diperoleh maksimal. Pelarutan isolat dengan air laut sering menimbulkan
masalah karena adanya perbedaan tingkat kepolaran, isolat tidak dapat larut dengan
menggunakan air laut sehingga dapat digunakan DMSO untuk melarutkannya
(Colegate dan Molyneux, 2007).
DMSO digunakan sebagai surfaktan karena isolat yang merupakan senyawa
nonpolar tidak dapat larut dalam air laut yang cenderung polar. Surfaktan merupakan
senyawa yang memiliki ujung hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat melarutkan
isolat dengan air laut. Isolat yang telah larut dengan air laut selanjutnya dipindahkan
ke dalam labu ukur 10 mL. Larva udang dimasukkan sebanyak 10 ekor ke dalam labu
ukur yang masing-masing berisi isolat yang telah larut dengan air laut. Kemudian
ditambahkan dengan 1 tetes larutan ragi roti sebagai sumber makanannya dan
ditambahkan air laut hingga tanda batas.
76



Kontrol dibuat dengan cara yang sama yaitu membuat larutan yang sama
kecuali penambahan isolat. Dimasukkan 2 mL air laut, 100 L DMSO, 10 ekor larva
udang dan setetes larutan ragi roti sebagai sumber makanannya ke dalam botol,
kemudian ditambahkan dengan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL.
Pengamatan dilakukan selama 24 jam terhadap kematian larva udang. Analisis data
dilakukan untuk mencari LC
50
dengan analisis probit. Suatu zat dikatakan aktif atau
toksik apabila nilai LC
50
< 1000 ppm untuk ekstrak (Handayani, 2008).
Hasil uji toksisitas masing-masing isolat dan hasil analisa dengan program
Minitab 14 dengan kepercayaan 95 % dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar hasil
uji toksisitas untuk masing-masing isolat dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut:


Gambar 4.6 Grafik nilai LC
50
isolat hasil KLTP



77



Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi
masing-masing isolat maka mortalitas terhadap larva udang juga semakin besar.
Adanya penambahan konsentrasi masing-masing isolat menyebabkan kematian larva
udang, mengalami gerakan peningkatan kematian larva udang. Hal ini membuktikan
larva udang mati disebabkan oleh sifat toksik dari masing-masing isolat.
Meyer (1982) dalam Farihah (2008), menjelaskan bahwa suatu isolat
menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BST jika ekstrak dapat menyebabkan
kematian 50 % hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Pernyataan di atas
menunjukkan bahwasannya masing-masing isolat bersifat toksik terhadap larva udang
karena memiliki nilai LC
50
< 1000 ppm.
Hasil pengujian KLTP pada berbagai konsentrasi terhadap larva udang
menunjukkan bahwa pada masing-masing isolat memiliki daya toksik. Hal ini dapat
dilihat dari adanya purata mortalitas larva udang pada setiap konsentrasi yang
diujikan terhadap masing-masing isolat. Berdasarkan kurva mortalitas larva udang
isolat ke-1 diperoleh nilai LC
50
sebesar 285,01 ppm, isolat ke-2 diperoleh nilai LC
50

sebesar 214,45 ppm, isolat ke-3 diperoleh nilai LC
50
sebesar 78,59 ppm, isolat ke-4
diperoleh nilai LC
50
sebesar 268,78, isolat ke-5 diperoleh nilai LC
50
sebesar 267,72,
isolat ke-6 diperoleh nilai LC
50
sebesar 346,29 ppm yang dapat dilihat dari nilai
median pada masing-masing kurva mortalitas yang terdapat di Lampiran 6. Untuk
mortalitas 50 % pada waktu pengamatan 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwasannya persentase kematian larva udang meningkat seiring dengan peningkatan
konsentrasi masing-masing isolat.
78



Hasil analisis probit masing-masing isolat terhadap larva udang menunjukkan
bahwasannya isolat dari ekstrak heksana daun pecut kuda dikatakan bahwa isolat ke-
3 yang bersifat paling toksik karena isolat ke-3 memiliki nilai LC
50
paling rendah
dibandingkan dengan isolat ke-1, isolat ke-2, isolat ke-4, isolat ke-5 dan isolat ke-6.
Hasil LC
50
keenam isolat tersebut menunjukkan bahwa tingkat toksisitas senyawa
dari masing-masing isolat adalah sebagai berikut, isolat ke-3 > isolat ke-2 > isolat ke-
5 > isolat ke-4 > isolat ke-1 > isolat ke-6, dengan nilai LC
50
sebesar 78,59 ppm >
214,45 ppm > 267,72 ppm > 268,78 ppm > 285,01 ppm > 346,29 ppm.
Isolat ke-3 memiliki nilai LC
50
sebesar 78,59 ppm sedangkan ekstrak heksana
memiliki LC
50
yang lebih besar yaitu 81,35 ppm. Selisih dari keduanya sangat
dimungkinkan terjadi, disebabkan pada isolat ke-3 merupakan hasil pemisahan
senyawa aktif kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) yang merupakan senyawa
tunggal isolat ke-3 murni, sehingga interaksi diantara keduanya saling menguatkan.
Hal ini yang mengakibatkan isolat ke-3 memiliki kecenderungan nilai LC
50
lebih
kecil dibandingkan dengan LC
50
pada

ekstrak heksana yang menunjukkan ketoksikan
pada isolat ke-3 lebih baik.
Ekstrak heksana merupakan campuran dari senyawa-senyawa lain yang belum
dipisahkan, sehingga senyawa lain tersebut dapat melemahkan senyawa yang diduga
adalah steroid. Hal ini yang mengakibatkan nilai LC
50
pada ekstrak heksana
cenderung lebih besar nilainya yaitu sebesar 81,35 ppm. Namun demikian pada
ekstrak heksana dan isolat ke-3 apabila dibandingkan dengan K
2
Cr
2
O
7
dengan nilai
LC
50
sebesar 20-40 ppm (Colgate dkk dalam Indrayani, 2006). Toksisitas isolat ke-3
79



pada ekstrak heksana daun pecut kuda masih lebih lemah. Terlepas dari nilai LC
50

dari ekstrak heksana dan isolat ke-3 lebih lemah dibandingkan kontrol positif

K
2
Cr
2
O
7
, namun demikian ekstrak heksana dan isolat ke-3 tetap dianggap toksik
karena memiliki nilai LC
50
< 1000 ppm.
Reaksi dugaan bagaimana suatu senyawa aktif stigmasterol dapat membunuh
larva udang Artemia salina Leach.

+
Stigmasterol Ikatan peptida

+



80



+


Gambar 4.7 Reaksi dugaan stigmasterol dengan ikatan peptida yang terdapat dalam
protein.


4.9 Identifikasi Senyawa Aktif Ektrak Heksana dan Isolat Hasil KLTP dengan
Menggunakan UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merupakan suatu analisis berdasarkan atas
pengukuran resapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis. Penyerapan
cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet bergantung pada struktur
elektronik dari molekul. Spektrum ultraviolet dari senyawa-senyawa organik
berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik
(Sastrohamidjojo, 1998).
Spektrum UV-Vis merupakan suatu gambar antara panjang gelombang atau
frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmisi atau absorbansi).
Spektrofotometri ultraviolet berguna pada penentuan struktur molekul organik dan
pada analisis kuantitatif (Sastrohamidjojo, 1998). Panjang gelombang cahaya
ultraviolet bergantung pada mudahnya promosi elektron dimana molekul-molekul
yang memerlukan banyak energi untuk promosi elektron yang menyerap radiasi
ultraviolet pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan
81



energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang
(Sastrohamidjojo, 1998).
Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi struktur dari
suatu senyawa. Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk menentukan secara
deskriptif senyawa steroid yang didapat dari hasil pemisahan senyawa dengan KLT
preparatif. Metode ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi senyawa steroid.
Dari hasil identifikasi menggunakan UV-Vis, tidak terdapat ikatan diena
rangkap terkonjugasi yang terdapat pada struktur stigmasterol sendiri. Oleh karena itu
dibutuhkan adanya identifikasi FTIR untuk menduga senyawa aktif yang terdapat
pada ekstrak dan isolat ke-3 hasil pemisahan dengan menggunakan KLTP.



Gambar 4.8 Struktur stigmasterol (steroid yang diduga terdapat dalam
daun pecut kuda)




82



4.10 Identifikasi Senyawa Aktif Ektrak Heksana dan Isolat Hasil KLTP dengan
Menggunakan FTIR
Spektrofotometer FTIR merupakan suatu metode identifikasi gugus fungsi
dari suatu senyawa berdasarkan perbedaan momen dipol. Molekul yang memiliki
perbedaan momen dipol yang dapat bervibrasi dan dapat terbaca oleh sinar FTIR.
Sinar inframerah apabila dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka
sejumlah frekuensi akan diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan tanpa
diserap. Spektrofotometri inframerah memungkinkan identifikasi gugus fungsional
karena gugus fungsi tersebut menunjukkkan serapan yang spesifik pada daerah
inframerah. Spektrum inframerah khas untuk senyawa tertentu, sehingga metode ini
tepat untuk menentukan struktur senyawa yang belum dikenal yaitu dengan cara
membandingkannya terhadap senyawa yang sudah diketahui. Sangat jarang dua
senyawa organik memiliki spektrum inframerah yang identik baik dalam posisi
maupun intensitas puncak-puncaknya (Sastrohamidjojo, 1998).
Isolat terbaik dalam uji toksisitas terhadap larva udang adalah isolat ke-3 dari
ekstrak heksana yang diduga adalah senyawa steroid golongan stigmasterol. Hal ini
didukung oleh penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya warna hijau
kebiruan pada hasil KLT setelah disemprotkan dengan pereaksi Lieberman Burchard.
Analisa hasil KLT tersebut kemudian didukung dengan identifikasi menggunakan
spektrofotometer FTIR.
Menurut Hayati (2007), ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengolah
cuplikan yang berupa padatan, yaitu lemspeng KBr, mull dan lapisan tipis. Pada
83



penelitian kali ini dipilih lempeng (pelet) KBr, yaitu dengan cara menggerus cuplikan
(0,1-2 % berat) dengan kalium bromida (KBr) dalam mortar dari batu agate untuk
mengurangi kontaminasi yang menyerap radiasi IR, kemudian dimasukkan ke dalam
tempat khusus dan divakumkan untuk melepaskan air. Campuran dipres beberapa saat
(10 menit) pada tekanan 80 Torr (8 hingga 20 ton per satuan luas). Kalium bromida
yang digunakan harus kering dan dianjurkan penggerusan dilakukan di bawah lampu
inframerah untuk mencegah kondensasi uap air. Kerugian metode pelet KBr adalah
sifat KBr yang hidroskopis sehingga sukar memperoleh pelet yang bebas sempurna
terhadap kontaminasi air, yang memberikan serapan lebar pada 35000 cm
-1
dan sukar
mendapat ulangan yang tinggi.
Spektrofotometer FTIR dapat digunakan untuk menentukan gugus-gugus
fungsi yang terdapat pada suatu senyawa. Sehingga serapan yang ditunjukkan dapat
memperkuat dugaan isolat tersebut merupakan senyawa steroid golongan
stigmasterol. Hasil interpretasi spektra FTIR isolat ke-3 dari ekstrak heksana daun
pecut kuda dapat dilihat pada Tabel 4.6.









84



Tabel 4.6 Interpretasi spektra FTIR dari isolat ke-3 dan ekstrak heksana dari daun
pecut kuda (Socrates, 1994):
Puncak Bilangan gelombang (cm
-
) Jenis vibrasi Intensitas
Isolat 3
Spektra
SDBS
Ekstrak
heksana
Pustaka
1

3472,59

3410 3423,41 3550-3230
Ikatan
hidrogen
OH
antarmolekul
m-s
2 2933,53 2955

2924,85

2850-2950 -CH- alkana m-s
3 - - 2858,31 2870-2840
-CH
2
-
(asiklik)
M
4 - - 1734,85 1780-1730
Exocyclic
double bonds
C=C (CH
2
)
2
M
5 1639,3 1634 1641,31 1680-1620
Rentangan
C=C
w-m
6 1409,87 1443 - 1409 - 1450
Vinyl
hydrocarbon
compounds
-CH=CH
2
M
Keterangan: vs = very strong; s = strong; m = medium; w = weak

Gambar 4.9 Spektra isolat ke-3
85




Gambar 4.10 Spektra standar senyawa stigmasterol (SDBS, 2004)

Hasil spektra inframerah dari hasil pemisahan KLTP menunjukkan bahwa
isolat ke-3 dan ekstrak heksana mengandung gugus fungsi seperti jenis hidrogen O-H
antarmolekul dari gugus alkohol. Puncak serapan sangat lebar terbentuk pada
bilangan gelombang 3472,59 cm
-1
pada isolat ke-3 dan pada bilangan gelombang
3423,41 cm
-1
pada ekstrak heksana, sebagai akibat dari vibrasi ikatan hidrogen
antarmolekul (Sastrohamidjojo, 2001).
Menurut Socrates (1994), Serapan yang timbul karena uluran C-H pada alkana
terletak pada daerah 2850-2950 cm
-1
. Letak getaran rentangan C-H dalam sebuah
spektrum adalah yang paling stabil. Getaran rentangan metilena dalam struktur
polimetilena siklik yang rentangannya sama saja yang teramati pada parafin tak-
siklik.
86



Menurut Hartomo (1981), urutan C=C tak terkonjugasi biasanya
menunjukkan serapan yang sedang sampai lemah pada 1645-1615 cm
-1
. Sedangkan
menurut Socrates (1994), rentangan C=C terletak pada bilangan gelombang 1680-
1620 cm
-1
. Serapan oleh ikatan ganda dalam pada sistem sikloheksana pada
hakekatnya sama dengan isomer cis sebuah sistem tak-siklik. Getaran rentangan C=C
terkopelkan dengan rentangan C-C yang bersebelahan (Hartomo, 1981).
Pada Gambar 4.9 merupakan spektra isolat ke-3 yang mana terdapat
kemiripan dengan Gambar 4.10 yang merupakan spektra murni dari senyawa steroid
golongan stigmasterol. Kemiripan diantara keduanya yaitu adanya serapan gugus
fungsi OH pada bilangan gelombang sebesar 3472,59 cm
-1
pada isolat ke-3 dan
bilangan gelombang 3410 cm
-1
pada senyawa murni stigmasterol. Disamping itu
kemiripan lainnya, adanya ikatan CH
2
pada isolat ke-3 dan senyawa stigmasterol
pada bilangan gelombang 2955 cm
-1
dan bilangan gelombang pada isolat ke-3 sebesar
2933,53 cm
-1
. Disamping itu terdapat alkena yaitu C=C pada bilangan gelombang
1639,3 cm
-1
pada isolat ke-3 dan pada spektra senyawa stigmasterol bilangan
gelombangnya sebesar 1634 cm
-1
.






87

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak heksana daun pecut kuda memiliki tingkat toksisitas terhadap hewan uji
larva udang, ditunjukkan dengan nilai LC
50
< 1000 ppm. Tingkat toksisitas
ekstrak heksana pada larva udang diperoleh nilai LC
50
81,35 ppm. Keenam
isolat dari hasil pemisahan senyawa aktif dengan KLTP memiliki tingkat
toksisitas terhadap hewan uji, ditunjukkan dengan nilai LC
50
< 1000 ppm.
Tingkat toksisitas masing-masing isolat pada larva udang sebagai berikut: isolat
3 > isolat 2 > isolat 5 > isolat 4 > isolat 1 > isolat 6, dengan nilai LC
50
sebesar
78,59 ppm > 214,45 ppm > 267,72 ppm > 268,78 ppm > 285,01 ppm > 346.29
ppm.
2. Golongan senyawa aktif berdasarkan uji fitokimia dengan reagen dan didukung
dengan pemisahan senyawa aktif menggunakan KLTA, terdapat senyawa steroid
pada ekstrak heksana dari daun pecut kuda, yang menunjukkan adanya potensi
bioaktivitas terhadap larva udang. Identifikasi dengan menggunakan UV-Vis dan
FTIR pada ekstrak heksana dan hasil isolat dari KLTP menunjukkan adanya
senyawa stigmasterol.


88



5.2 Saran
1. Pada bagian daun yang telah diteliti, diperoleh dugaan senyawa aktif
stigmasterol, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pada bagian sampel yang
berbeda misalnya pada bagian akar, batang, bunga dan lain sebagainya.
2. Perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian senyawa aktif ketahapan selanjutnya
misal dengan menggunakan KCKT, GC-MS maupun instrumen yang lainnya
untuk memperkuat senyawa stigmasterol yang terdapat dalam daun pecut kuda.
3. Perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan meenggunakan instrumen lain
seperti MS dan NMR.
4. Sebagai pengetahuan, daun pecut kuda sebaiknya dimanfaatkan bagi kalangan
masyarakat, karena daun pecut kuda memiliki banyak manfaat diantaranya dapat
digunakan sebagai obat radang tenggorokan, hepatitis dan sebagai antikanker.










89



DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2008. Artemia salina. http://animaldiversity.ummz.umich.
edu/site/account/information/Artemia-Salina.html. Diakses tanggal 15 April
2009.

Anonim. 2009. Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html. Diakses
tanggal 20 Juni 2009.

Anonim. 2002. Pecut Kuda. http://naturindonesia.com/tanaman-obat-
indonesia/abjad-awal-p-/280-pecut-kuda.html. Diakses tanggal 15 April 2009.

Anonim. 2004. Spectral Data Base System For Organic Compounds.
http://riodb01.ibase.aist.go.jp/sdbs/cgi-bin/direct_frame_top.cgi. Diakses
tanggal 02 Juli 2010.

Ahmad, A. 2006. Buah Penuh Hikmah yang Disebut di Dalam Al-Quran, (Online)
http://www.sasak.net/modules/newbb/viewtopic.php?viewmode=flat&topic_id=
2452&forum=23. Diakses tanggal 15 April 2009.

Ahmad, M. 2006. Anti Inflammatory Activities of Nigella Sativa Linn. (kalogi, black
seed). http: // lailanurhayati. Multiply.com/ jurnal. Diakses 13 nov 2007.

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia 2. Penerjemah: Handojo L. Jakarta: PT
Prandya Paramitha.

Burke, R.W. 1974. Mechanisms Of The Liebermann-Burchard and Zak Color
Reactions For Cholestrol. jurnal. Washington. Clinical Chemistry.

Cahyaningrum, DI. 2003. Pemisahan Senyawa Antibakteri yang Terdapat dalam
Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L.
Vahl). Jurnal Fakultas Sains dan Matematika Jurusan Kimia. Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.

Colegate, S. M, dan Molyneux, R. J. 2007. Bioactive Natural Products:
Determination, Isolation and Structural Determination Second Edition. Prancis:
CRC Press.

Copriady, J. Miharty dan Herdini. 2001. Gallokatekin : Senyawa Flavonoid Lainnya
Dari Kulit Batang Rengas (Gluta rengas Linn). Jurnal Nature Indonesia.

90



Farihah. 2006. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Ficus Benjamina L terhadap Artemia salina
Leach dan Profil Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ferdiansyah, I. A. 2006. Ekstraksi Daun Mindi (Melia Adedarach Linn) Kering
Secara Maserasi Menggunakan Pelarut Etanol 90%. Malang: FTP UNIBRAW.

Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Giwangkara, S. 2007. Kategori Kimia Instrmentasi Spektrofotometri Infra Merah.
http://persembahanku.wordpress.com/2007/06/. Diakses tanggal 10 Desember
2009.

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Penerjemah: Kokasih
Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Penerjemah: Kateren. S. Jakarta: Universitas
Jakarta.

Gunawan, D. dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta:
Penerbit Swadaya.

Handayani D., N. Sayuti dan Dachriyanus. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa
Antibakteri Epidioksi Sterol dari Spon Laut Petrosia nigrans, Asal Sumatera
Barat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Lampung:
Universitas Lampung.

Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Hartomo, A.J, dkk. 1984. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta:
Erlangga.

Hayati, E. K dan Dewi. C.D. 2009. Diktat Praktikum Kimia Instrumen. Malang: UIN
Press.

Husnah, M. 2009. Identifikasi dan Uji Aktivitas Golongan Senyawa Antioksidan
Ekstrak Kasar Buah Pepino (Solanum muricatum Aiton) Berdasarkan Variasi
Pelarut. Skripsi Jurusan Kimia. Malang: Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang.


91



Indrayani, L. 2006. Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pecut Kuda
(Stachytarpheta jamaicensis L.Vahl) Terhadap Larva Udang Artemia salina
Leach. Fakultas Sains dan Matematika: Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.

Juniarti. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas (Brne Shrimp Lethality
Test) Dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) Dari Ekstrak Daun Saga
(Abrus precatorius L.). Jakarta: Universitas YARSI.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Mahran, J. dan Mubasyir, A.A.H. 2006. Alquran Bertutur Tentang Makanan dan
Obat-Obatan Penerjemah : Irwan Raihan. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Manan, M. H. A. 2008. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi
Aksara.

Meyer, B. N., N. R. Fergini, J. E. Putnam, L. B. Jacobsen, D. E. Nicholas dan J. L.
Mc Laughin. 1982. Brine Shrimp: a Convient General Bioassay for Active
Plant Constituents. Plant Medica 45 (5): 31-34.

Mubarok, C.H. 2007. Pengobatan Nabawiyah (At-Thibbun Nabawi) Bukan
Pengobatan Alternatif. http://bandungruqyahcenter.blogspot.com/2007/07/
pengobatan-nabawiyah-at-thibbun-nabawi.html. Diakses tanggal 23 Maret
2009.

Kimball, J. W. 1983. Biologi Umum Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kristianingsih. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Triterpenoid dari Akar
Tanaman Kedondong Laut (Polyscias fruticosa). Skripsi Tidak Diterbitkan.
Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya.

Kustoro. 2007. Pengobatan Nabi. http://Kustoro.Wordpress.com/2007/1
1/17pengobatan -nabi/. Diakses tanggal 23 Maret 2009.

Lenny, S. 2006. Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan
Metode Brine Shirmp. Medan: Penerbit USU.




92



Lisdawati, V. 2002. Berdasar Uji Penapsisan Farmakologi pada Buah Mahkota Dewa.
Fakultas Kedokteran. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
http://www.farmakologi.fk.ugm.ac.id/2008/05/30/berdasar-uji-penapsisan-
farmakologi-pada-buah-mahkota-dewa/. Diakses tanggal 15 Januari 2009.

Lulan, J.K.T. 2002. Efek Moluscisida Ekstrak Kasar Tumbuhan Jarong
(Stachytarpheta jamicensis L.) terhadap Keong Mas (Pamoceae canaliculata).
Jurnal Fakultas Sains dan Matematika Jurusan Kimia: Universitas Kristen
Satya Wacana salatiga.

Lutfillah, M. 2008. Karakterisasi Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi dari Kulit Batang
Angsret (Spathoda campanulata Beauv) Serta Uji Aktivitasnya Sebagai
Antibakteri Secara In Vitro. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Brawijaya.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Pasya, A.F. 2004. Dimensi Sains dan Al-Quran Menggali Ilmu Pengetahuan dar Al-
Quran. Solo: Penerbit Tiga Serangkai.

Poedjiadi, A. dan F. M. T. Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI
Press.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung: ITB.

Sastrohamidjojo, H. 2001. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.

Shihab, M.Q. 2001. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran.
Bandung: Penerbit ITB.

Sjahid, L. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewan Daru (Eugenia
Uniflora L.). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Socrates, G. 1994. Infrared Characteristic Group Frequencies tables and Charts.
Newyork: John Wiley and Sons.

Solihat, U. 2004. Analisis Kromatografi Tipis dan Kromatografi Kertas. Bandung:
Dinas Pendidikan Program Analisis Kimia.

93



Tahir, I. 2008. Arti Penting Kalibrasi pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi
pada Penggunaan pH meter dan Spektrofotometer UV-Vis. Yogyakarta:
Laboratorium Kimia Dasar UGM.

Taufiq, M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng (Jelantah) menggunakan Biji Kelor
(Moringa Oleifera Lamk). Malang: UIN Press.

Wagner, H. dan S. Bladt. 2001. Plant Drug Analysis; a Thin Layer Chromatography
Atlas. Berlin: Springer.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Yustina. 2008. Daya Antibakteri Campuran Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum
vulgare mill) dan Kulit Batang Pulasari (Alyxia reinwardtii bl).
http://www.usd.ac.id/06/publ_dosen/far/yustina.pdf. Diakses tanggal 01
Desember 2009.



























94



Lampiran 1
L. 1 Diagram Alir Penelitian



- preparasi sampel



- diekstraksi maserasi dengan pelarut
metanol 80 %




- dirotary evaporator




- dipartisi dengan n-heksana



- diuji toksisitas ekstrak kasar dengan
menggunakan Artemia salina
- diuji fitokimia dengan reagen
- diuji KLT A
- diuji KLTP
- diuji toksisitas isolat dengan
menggunakan Artemia salina
- diidentifikasi dengan spektrofotometer
UV-Vis
- diidentifikasi dengan spektrofotometer
FTIR



- dianalis



Daun pecut kuda
Serbuk sampel
Ekstrak metanol
Ampas
Pelarut Ekstrak pekat metanol
Ekstrak pekat fraksi heksana
Data
Hasil
95



Lampiran 2
Skema Kerja
L.2.1 Analisa Kadar Air



- dilakukan sebanyak 3 kali ulangan
- digunakan cawan yang dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pada
suhu 100-105 C sekitar 15 menit untuk menghilangkan kadar airnya
- disimpan cawan dalam desikator sekitar 10 menit
- ditimbang cawan tersebut
- dilakukan perlakuan yang sama sampai diperoleh berat cawan yang
konstan
- dipotong kecil-kecil sampel
- ditimbang sampel sebanyak 5 g
- dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya
- dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-105 C selama sekitar 2 jam
- didinginkan sampel kering dalam desikator dan ditimbang
- dipanaskan sampel tersebut kembali dalam oven 20 menit pada suhu
yang sama
- didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali
- perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan
- dihitung kadar air dalam tanaman menggunakan rumus berikut
Kadar air = % 100
) (
) (

a b
c b

Faktor koreksi =
air kadar % 100
100


% Kadar air terkoreksi = Kadar air- Faktor koreksi




L.2.2 Preparasi Sampel (Indrayani, 2006)



- diambil daun pecut kuda sebanyak 300 g
- dicuci daun pecut kuda
- dikeringkan dengan oven pada suhu sekitar 37- 40 C selama 2 jam
- dijemur sampai diperoleh berat konstan (kering)
- dihaluskan sampai terbentuk serbuk

Sampel
Serbuk Daun pecut kuda
Daun Pecut Kuda
Hasil
96



L.2.3 Ekstraksi Komponen Aktif (Indrayani, 2006)


- ditimbang sebanyak 50 g
- direndam dengan 150 mL pelarut
metanol 80 %
- dishakker selama 24 jam
- disaring dan ampasnya dimaserasi
kembali dengan pelarut yang sama
- dilakukan 3 kali ulangan
- disaring dan filtratnya digabung



- dirotary evaporator



- dipartisi dengan menggunakan fraksi n-heksana



- dirotary evaporator





L.2.4 Uji Toksisitas Ekstrak dengan Larva Udang Artemia salina Leach
L.2.4.1 Penetasan Telur (Juniarti, 2009)


- disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di satu
ruang dalam bejana
- diberi air laut pada bejana
- dimasukkan 5-10 mg telur udang untuk ditetaskan ke dalam air laut
- ditutup dengan aluminium foil pada bagian telur
- dimasukkan aerator ke dalam air laut
- dinyalakan lampu selama 48 jam untuk menetaskan telur
- diambil larva udang yang akan diuji dengan menggunakan pipet


Sampel
Ekstrak metanol Ampas
Ekstrak pekat metanol
Pelarut
Ekstrak fraksi heksana
Air laut
Larva udang
Ekstrak pekat heksana
97



L.2.4.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji (Juniarti, 2009)



- Ekstrak yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30, 60, 80, 120, 240
dan 480 ppm dalam air laut
- Apabila sampel tidak larut ditambahkan 100 L DMSO





L.2.4.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT



- perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada
masing-masing ekstrak sampel
- disiapkan botol untuk pengujian, untuk masing-masing konsentrasi
ekstrak heksana membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol
- ditimbang ekstrak pekat heksana sebanyak 25 mg
- dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL
- dipipet larutan yang diperoleh masing-masing sebanyak 300 L, 600
L, 800 L, 1200 L, 2400 L dan 4800 L
- dimasukkan ke dalam botol dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam
- dimasukkan 2 mL air laut, 100 L dimetil sulfoksida (DMSO), 10 ekor
larva udang, dan setetes larutan ragi roti
- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL, sehingga
konsentrasinya masing-masing larutan menjadi 30 ppm, 60 ppm, 80
ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm
- dibuat kontrol dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 L dimetil
DMSO, 10 ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam
botol
- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL
- dilakukan pengamatan selama 24 jam terhadap kematian larva udang.
Analisis data dilakukan untuk mencari LC
50
dengan analisis probit.






Ekstrak pekat heksana
Ekstrak pekat
Hasil
Hasil
98



L.2.5 Uji Fitokimia
Uji fitokimia kandungan senyawa aktif dengan uji reagen dari ekstrak pekat n-
heksana daun pecut kuda dilarutkan dengan sedikit masing-masing pelarutnya.
Kemudian dilakukan uji minyak atsiri, uji sterol dan triterpen, uji saponin dan uji
alkaloid (Indrayani, 2006).
L.2.5.1 Uji Minyak Atsiri

-

- diuapkan sampai kering
- ditambah dengan etanol jika residu yang diperoleh berbau enak
- diuapkan larutan alkoholik tersebut kembali sampai kering

-


Keterangan:
jika residu tetap berbau enak, menunjukkan ekstrak positif mengandung
minyak atsiri


L.2.5.2 Uji Sterol dan Triterpen



- diuapkan sampai kering
-

- dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform
- ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat
- ditetesi campuran dengan 1-2 mL H
2
SO
4
pekat melalui dinding tabung
tersebut



Keterangan:
Jika hasil yang diperoleh berupa cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan
dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya warna hijau
kebiruan menunjukkan adanya sterol.
Residu
Hasil
3 mg ekstrak pekat
Hasil
3 mg ekstrak pekat
99



L.2.5.3 Uji Saponin


- dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- ditambah air (1:1)
- dikocok selama 5 menit


Keterangan:
Jika terdapat busa yang dapat bertahan selama 30 menit menunjukkan adanya
senyawa saponin.


L.2.5.4 Identifikasi Alkaloid



- diuapkan sampai kering



- ditambah 1,5-2% HCl
- dibagi larutan menjadi 3 tabung
- ditambah 0,5 mL larutan asam encer sebagai pembanding pada tabung 1
- ditambah 2-3 tetes Dragendorff pada tabung 2
- ditambah 2-3 tetes reagensia Mayer pada tabung 3




Keterangan:
Jika terbentuk endapan kekuningan-kuningan menunjukkan adanya alkaloid




Residu
Hasil
3 mg ekstrak pekat
3 mg ekstrak pekat
Hasil
100



L.2.6 Uji Fitokimia dengan Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
L.2.6.1 KLT Analitik (Indrayani, 2006)


- digunakan plat silika gel F
254
yang sudah diaktifkan dengan pemanasan
dalam oven pada suhu 30-40

C selama 10 menit
- disiapkan plat dengan ukuran 1x10 cm
- ditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah plat dengan pipa kapiler
- dikeringkan dan dielusi dengan fase gerak berupa campuran n-heksana :
EtOAc dengan perbandingan (7:3)
- dihentikan elusi setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas
- dikeringanginkan dan dapat diukur nilai Rf nya
- diperiksa di bawah sinar UV noda-noda pada permukaan plat pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
- diamati pada masing-masing hasil nodanya.




L.2.6.2 KLT Preparatif (Indrayani, 2006)


- digunakan plat silika GF
254
dengan ukuran 20x10 cm.
- ditotolkan ekstrak pekat hasil ekstraksi sepanjang plat pada jarak 1 cm
dari garis bawah dan 1 cm dari garis tepi
- dielusi dengan menggunakan eluen berupa campuran n-heksana : EtOAc
dengan perbandingan (7:3)
- dihentikan elusi setelah gerakan fase gerak sampai pada garis batas
- diperiksa di bawah sinar UV noda-noda pada permukaan plat pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm
- diamati pada masing-masing hasil nodanya.


- dikeringanginkan dan dapat diukur nilai Rf nya
- dikerok hasil noda yang diperoleh
- dilarutkan dalam pelarut heksana


- dipekatkan dengan menggunakan desikator sampai kering sehingga dapat
- dilakukan Uji toksisitas dengan menggunakan isolat untuk mengetahui
nilai LC
50
dan
- dilakukan identifikasi terhadap isolat dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan FTIR.
Ekstrak pekat
Hasil
Ekstrak pekat
Hasil noda
Isolat
Hasil
101



L.2.7 Uji Toksisitas Isolat dengan Larva Udang Artemia salina Leach
L.2.7.1 Penetasan Artemia salina (Juniarti, 2009)



- disiapkan bejana untuk penetasan Telur Artemia salina Leach di ruang
dalam bejana
- diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan
- diberi air laut ruang sebelahnya
- dimasukkan 5-10 mg telur udang untuk ditetaskan ke dalam air laut
- dimasukkan aerator ke dalam air laut
- ditutup dengan aluminium foil pada bagian telur
- dinyalakan lampu selama 48 jam untuk menetaskan telur
- diambil larva udang yang akan diuji dengan menggunakan pipet




L.2.7.2 Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji (Juniarti, 2009)



- Isolat yang akan diuji dibuat dengan konsentrasi 30, 60, 80, 120, 240
dan 480 ppm dalam air laut
- Apabila sampel tidak larut ditambahkan 2 tetes DMSO


















Air laut
Larva udang
Isolat
Hasil
102



L.2.7.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT


- dilakukan perlakuan uji toksisitas sebanyak 3 kali ulangan pada
masing-masing isolat
- disiapkan botol untuk pengujian, untuk masing-masing konsentrasi
membutuhkan 6 botol dan 1 botol sebagai kontrol
- ditimbang isolat sebanyak 25 mg
- dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya sebanyak 50 mL heksana
- dipipet larutan yang diperoleh masing-masing sebanyak 300 L, 600
L, 800 L, 1200 L, 2400 L dan 4800 L
- dimasukkan ke dalam botol dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam.
- dimasukkan 2 mL air laut, 100 L dimetil sulfoksida (DMSO), 10 ekor
larva udang, dan setetes larutan ragi roti
- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL, sehingga
konsentrasinya masing-masing larutan menjadi 30 ppm , 60 ppm, 80
ppm, 120 ppm, 240 ppm dan 480 ppm
- dibuat kontrol dengan dimasukkan 2 mL air laut, 100 L DMSO, 10
ekor larva udang dan setetes larutan ragi roti ke dalam botol
- ditambahkan air laut sampai volumenya menjadi 10 mL
- dilakukan pengamatan selama 24 jam terhadap kematian larva udang.
Analisis data dilakukan untuk mencari LC
50
dengan analisis probit.




L.2.8 Identifikasi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)
dengan Menggunakan Ultra Violet Visible (UV-Vis) (Hayati, 2007)


- dimasukkan pelarut heksana ke dalam kuvet sampai penuh, dianalisis
dengan Spektrovotometer UV-Vis Varian Cary 50 pada rentang panjang
gelombang 200-800 nm
- disimpan sebagai blanko
- dianalisis hasil pemisahaan ekstrak daun pecut kuda dengan
menggunakan KLTP yang berbentuk larutan dalam pelarut metanol
pada rentang panjang gelombang 200-800 nm
- diamati spektra yang terbentuk
- dicatat panjang gelombang dan adsorbansi pada peak yang terbentuk.

Ekstrak pekat
Hasil
Isolat
Hasil
103



Keterangan: Perlakuan di atas juga digunakan untuk isolat hasil pemisahan dengan
menggunakan KLTP

L.2.9 Identifiksi Daun Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl)
dengan Menggunakan Spektrofotometer Infra Red (IR) (Taufiq, 2007)


- disiapkan sampel berupa ekstrak pekat dan isolat kering dalam KBR
kering
- ditumbuk hingga memenuhi ukuran partikel kurang dari 2 um
- dimasukkan ke dalam pellet press secara merata
- dihubungkan pellet press ke pompa kompersi hidraulic dengan kekuatan
100 ton (kg Newton) serta pompa vakum selama 15 menit
- diusahakan pellet yang terbentuk mempunyai ketebalan 0,3 mm
(transparan)
- dibuka pellet secara hati-hati
- dipindahkan ke dalam sel holder menggunakan spatula
- diatur alat Spektrofotometer Infra Merah (IR) dengan kecepatan kertas
pada posisi normal dan ekspansi transmisi 100 x.
- dicek skala kertas melalui pembuatan spektrum dari film polystiren.
- dibuat spektrum Infra Merah dari sampel yang sudah disiapkan apabila
skala kertas sudah tepat, dengan cara yang sama
- ditentukan gugus-gugus fungsi.








Daun pecut kuda
Hasil
104



Lampiran 3
Perhitungan dan Pembuatan Reagen dan Larutan
L.3.1 Pembuatan Reagen Dragendorff
Larutan I. 0,6 g Bi(NH
3
)
3
.5H
2
O dalam 2 mL HCl pekat dan 10 mL H
2
O.
Larutan II. 6 g KI dalam 10 mL H
2
O.
Cara pembuatannya adalah:
Larutan I dibuat dengan 0,6 g Bi(NH
3
)
3
.5H
2
O yang dilarutkan ke dalam 2 mL
HCl pekat dan 10 mL aquades dan larutan II dibuat dengan 6 g KI yang
dilarutkan ke dalam 10 mL aquades. Kedua larutan tersebut dicampur dengan 7
mL HCl pekat dan 15 mL H
2
O (Wagner, 2001).

L.3.2 Pembuatan Reagen Mayer
Larutan I. HgCl
2
1,358 g dalam aquades 60 mL
Larutan II. KI 5 g dalam aquades 10 mL
Cara pembuatannya adalah:
Larutan I dibuat dengan HgCl
2
1,358 g yang dilarutkan dengan aquades 60 mL
dan larutan II dibuat dengan KI 5 g yang dilarutkan dengan aquades 10 mL.
Larutan I dituangkan ke dalam larutan II, diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas pada labu ukur 100 mL (Manan, 2006).

L.3.3 Pembuatan HCl 2 %
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

37 % x V
1
= 2 % x 10 mL

V
1
= 0,5 mL
Cara pembuatannya adalah:
dipipet larutan HCl pekat 37 % sebanyak 0,5 mL kemudian dimasukkan dalam
labu ukur 10 mL yang berisi 5 mL aquades. Selanjutnya ditambahkan aquades
sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.
105



L.3.4 Pembuatan metanol 80 %
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

99,8 % x V
1
= 80 % x 10 mL

V
1
= 8 mL
Cara pembuatannya adalah:
Diambil larutan metanol 99,8 % sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan dalam
labu ukur 10 mL yang berisi 5 mL aquades. Selanjutnya ditambahkan aquades
sampai tanda batas dan dikocok hingga homogen.

L.3.5 Pembuatan NH
3
10 %
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

50 % x V
1
= 10 % x 10 mL

V
1
= 2 mL
Cara pembuatannya adalah:
Diambil larutan NH
3
50 % sebanyak 2 mL, kemudian dimasukkan dalam labu
ukur 10 mL yang berisi 5 mL aquades. Ditambahkan aquades sampai tanda
batas dan dikocok hingga homogen.

L.3.6 Pembuatan reagen Lieberman-Burchard
Asam sulfat pekat 5 mL
Anhidrida asetat 5 mL
Etanol absolut 50 mL
Cara pembuatannya adalah asam sulfat pekat 5 mL dan anhidrida asetat 5 mL
dicampur ke dalam etanol absolut 50 mL, kemudian didinginkan dalam lemari
pendingin. Penggunaan reagen ini digunakan langsung setelah pembuatan
(Wagner, 2001).


106



L.3.7 Perhitungan Konsentrasi Larutan Ekstrak Untuk Uji Toksisitas
a. Pembuatan larutan stok 500 ppm dari ekstrak daun pecut kuda:
ppm = mg/L
larutan stok 500 ppm = mg/L dalam 50 mL pelarutnya
500 ppm = mg
50.10
-3
L
mg = 500 mg/L. 50. 10
-3
L
mg = 25 mg

Jadi, larutan stok 500 ppm pada masing-masing ekstrak dan isolat dibuat
dengan dilarutkan 25 mg sampel ke dalam 50 mL pelarutnya.

b. Pembuatan larutan ekstrak 30 ppm
V
1
.M
1
= V
2
.M
2

V
1
. 500 ppm = 5. 10
-3
L. 30 ppm
V
1
= 1,5. 10
-1
L.ppm/5.10
2
ppm
V
1
= 0,3. 10
-3
L
= 0,3 mL
= 300 L
Jadi, larutan ekstrak 30 ppm dibuat dengan 300 L larutan stok yang
dilarutkan dalam 10 mL air laut.

c. Pembuatan larutan ekstrak 60 ppm
V
1
.M
1
= V
2
.M
2

V
1
. 500 ppm = 5. 10
-3
L. 60 ppm
V
1
= 3. 10
-1
L.ppm/5. 10
2
ppm
V
1
= 0,6. 10
-3
L
= 0,3 mL
= 600 L
107



Jadi, larutan ekstrak 60 ppm dibuat dengan 600 L larutan stok yang
dilarutkan dalam 10 mL air laut.

d. Pembuatan larutan ekstrak 80 ppm
V
1
.M
1
= V
2
.M
2

V
1
. 500 ppm = 5. 10
-3
L. 80 ppm
V
1
= 4. 10
-1
L.ppm/5. 10
2
ppm
V
1
= 0,8. 10
-3
L
= 0,8 mL
= 800 L
Jadi, larutan ekstrak 80 ppm dibuat dengan 800 L larutan stok yang
dilarutkan dalam 10 mL air laut.

e. Pembuatan larutan ekstrak 120 ppm
V
1
.M
1
= V
2
.M
2

V
1
. 500 ppm = 5. 10
-3
L. 120 ppm
V
1
= 6. 10
-1
L.ppm/5. 10
2
ppm
V
1
= 1,2. 10
-3
L
= 1,2 mL
= 1200 L
Jadi, larutan ekstrak 120 ppm dibuat dengan 1200 L larutan stok yang
dilarutkan dalam 10 mL air laut.

f. Pembuatan larutan ekstrak 240 ppm
V
1
.M
1
= V
2
.M
2

V
1
. 500 ppm = 5. 10
-3
L. 240 ppm
V
1
= 12. 10
-1
L.ppm/5. 10
2
ppm
V
1
= 2,4. 10
-3
L
108



= 2,4 mL
= 2400 L
Jadi, larutan ekstrak 240 ppm dibuat dengan 2400 L larutan stok yang
dilarutkan dalam 10 mL air laut.

g. Pembuatan larutan ekstrak 480 ppm
V
1
.M
1
= V
2
.M
2

V
1
. 500 ppm = 5. 10
-3
L. 480 ppm
V
1
= 4,8. 10
-1
L.ppm/5. 10
2
ppm
V
1
= 4,8. 10
-3
L
= 4,8 mL
= 4800 L
Jadi, larutan ekstrak 480 ppm dibuat dengan 4800 L larutan stok yang
dilarutkan dalam 10 mL air laut.












109



Lampiran 4. Data Pengukuran Kadar Air Sampel Daun Pecut Kuda
(Stachytharpheta jamaicensis L. Vahl)

1. Data Pengukuran Kadar Air Sampel Daun Pecut Kuda (Stachytharpheta
jamaicensis L. Vahl)
Sampel Berat cawan kosong (g)
Ulangan
1
Ulangan
2
Ulangan
3
Ulangan
4
Ulangan
5
Ulangan
6
Ulangan
7
Rata-rata
1. 32,8723 32,8720 32,8718 32,8715 32,8710 32,8708 32,8706 32,4714
2. 32,8735 32,8720 32,8716 32,8713 32,8710 32,8706 32,8703 32,8712
3. 32,8511 32,88493 32,8482 32,8476 32,8460 32,8458 32,8449 32,8462


Sampel
Berat cawan kosong + sampel (g)
Sampel
basah
Ulangan
1
Ulangan
2
Ulangan
3
Ulangan
4
Ulangan
5
Ulangan
6
Ulangan
7
Rata-
rata
1 37,8714 33,6838 34,6831 34,6827 34,6820 34,6815 34,6810 34,6809 34,6819
2 37,8712 34,5307 34,5299 34,5286 34,5280 34,5271 34,5263 34,5260 34,5285
3 37,8462 35,0191 34,5893 34,5890 34,5890 34,5882 34,5876 34,5862 34,5922

Kadar air = % 100
) (
) (

a b
c b

Keterangan: a = berat konstan cawan kosong
b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan
c = berat konstan cawan + sampel setelah dikeringkan
Faktor koreksi =
air kadar % 100
100


% Kadar air terkoreksi = Kadar air- Faktor koreksi

1) Kadar air 1 = % 100
a) - (b
c) - (b
x
= % 100
g 32,8714 - g 37,8714
g 34,6819 - g 37,8714
x
110



= % 100
g 5
g 3,1895
x
= 63,79 %
Faktor koreksi =
79 , 63 100
100

= 2,761
% Kadar air terkoreksi = 63,79 % - 2,761 % = 61,029 %

2) Kadar air 1 = % 100
a) - (b
c) - (b
x
= % 100
g 32,8712 - g 37,8712
g 34,5285 - g 37,8712
x
= % 100
g 5
g 3,3427
x
= 66,854 %

Faktor koreksi =
854 , 66 100
100

= 3,017
% Kadar air terkoreksi = 63,79 % - 3,017 % = 63,837 %

3) Kadar air 3 = % 100
a) - (b
c) - (b
x
= % 100
g 32,8462 - g 37,8462
g 34,5922 - g 37,8462
x
= % 100
g 5
g 3,254
x
= 65,08 %

Faktor koreksi =
08 , 65 100
100

= 2,863
% Kadar air terkoreksi = 65,08 % - 2,863 % = 62,217 %


2. Data Perhitungan Rendemen

Rendemen = % 100
sampel Berat
ekstrak Berat
x
111



= % 100
0070 , 50
1562 , 5
x = 10,31 %



3. Data Perhitungan Harga Rf
Eluen n-heksana : etil asetat (7:3)
Harga R
f
=
pelarut ditempuh yang Jarak
senyawa ditempuh yang Jarak

Harga R
f 1
=
9
2,6

= 0,28
Harga R
f 2
=
9
3,7

= 0,41
Harga R
f 3
=
9
5,2

= 0,57
Harga R
f 4
=
9
6,3

= 0,7
Harga R
f 5
=
9
7,4

= 0,82
Harga R
f 6
=
9
8,2

= 0,91






112



Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
L.5.1 Gambar daun pecut kuda segar, daun pecut kuda setelah dipotong dan daun
pecut kuda yang sudah dihaluskan (sampel).



L.5.2 Gambar maserasi daun pecut kuda menggunakan pelarut metanol 80 %


L.5.3 Gambar filtrat hasil maserasi daun pecut kuda dengan pelarut metanol 80 %

113



L.5.4 Proses penyaringan menggunakan corong buchner


L.5.5 Gambar filtrat hasil maserasi daun pecut kuda dengan metanol 80% sesudah di
vacum rotary evaporator







114



Lapisan n-heksan
L.5.6 Gambar ekstraksi cair-cair filtrat sesudah di vacum rotary evaporator dengan n-
heksana


L.5.7 Gambar ekstrak pekat hasil ekstraksi cair-cair sebelum dan sesudah diuapkan ke
dalam desikator








Lapisan air
115



L.5.8 Gambar hasil pengamatan uji fitokimia

Gambar. Uji minyak atsiri

Gambar. Uji steroid


Gambar. Uji triterpenoid

Gambar. Uji alkaloid (R. Mayer)


116




Gambar. Uji alkaloid (R.
Dragendorff)





L.5.9 Gambar uji toksisitas pada ekstrak heksana


Gambar. Proses penetasan larva
udang


Gambar. Proses menghilangkan
pelarut dalam desikator

Gambar. Proses vortex

Gambar. Pengujian toksisitas


117



L.5.10 Gambar hasil KLTA menggunakan eluen n-heksana : etil asetat (7:3) dan hasil
KLTA setelah disinari dengan lampu UV 366 nm.





6
5
4
3
2
1




6
5
4
3
2
1



L.5.11 Gambar hasil KLT preparatif menggunakan eluen n-heksana : etil asetat
dengan perbandingan (7:3) dan hasil KLTP setelah disinari dengan lampu UV
366 nm






118



L.5.12 Gambar uji toksisitas pada Isolat


Gambar. Larva udang

Gambar. Masing-masing isolat


Gambar. Desikator

Gambar. Pengujian toksisistas











119



Lampiran 6. Data dan Grafik Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Isolat Hasil
KLTP

L.6.1 Ekstrak Heksana

Konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
300 200 100 0 -100
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 81.3520
StDev 52.2986
Median 81.3520
IQR 70.5497
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI


6/18/2010 8:13:58 AM

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal


Response Information

Variable Value Count
Mortalitas Success 115
Failure 95
Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood


Regression Table

Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -1.55553 0.237248 -6.56 0.000
Konsentrasi 0.0191210 0.0030429 6.28 0.000
Natural
Response 0
120




Log-Likelihood = -77.359


Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P
Pearson 3.78107 5 0.581
Deviance 5.49072 5 0.359

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 81.3520 6.42698 68.7554 93.9487
StDev 52.2986 8.32282 38.2851 71.4415

Table of Percentiles
Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -40.3126 18.2753 -91.4531 -12.5213
2 -26.0561 16.1527 -71.0233 -1.36507
3 -17.0108 14.8284 -58.1063 5.75815
4 -10.2063 13.8474 -48.4197 11.1471
5 -4.67146 13.0613 -40.5644 15.5546
6 0.0395977 12.4022 -33.8986 19.3264
7 4.17027 11.8333 -28.0720 22.6515
8 7.86880 11.3319 -22.8715 25.6453
9 11.2325 10.8836 -18.1574 28.3835
10 14.3287 10.4781 -13.8329 30.9189
20 37.3365 7.78675 17.6305 50.4301
30 53.9266 6.46727 38.9812 65.8358
40 68.1024 6.06633 55.5978 80.6260
50 81.3520 6.42698 69.4538 96.1254
60 94.6017 7.39621 81.9430 112.991
70 108.777 8.88168 94.3295 132.012
80 125.368 10.9594 108.111 154.987
90 148.375 14.1547 126.579 187.493
91 151.472 14.6014 129.031 191.901
92 154.835 15.0899 131.688 196.697
93 158.534 15.6307 134.602 201.977
94 162.664 16.2385 137.849 207.882
95 167.376 16.9363 141.542 214.626
96 172.910 17.7614 145.871 222.560
97 179.715 18.7828 151.180 232.327
98 188.760 20.1505 158.216 245.331
99 203.017 22.3245 169.270 265.863

121



Probability Plot for Mortalitas

L.6.2 Isolat 1

Konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
1500 1000 500 0 -500
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 285.012
StDev 270.693
Median 285.012
IQR 365.159
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI


6/18/2010 7:29:40 AM

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probability Plot for Mortalitas

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah Hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal


Response Information

Variable Value Count
Mortalitas Success 67
Failure 143
Jumlah Hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -1.05290 0.137896 -7.64 0.000
122



Konsentrasi 0.0036942 0.0006234 5.93 0.000
Natural
Response 0

Log-Likelihood = -112.341

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P
Pearson 11.8165 5 0.037
Deviance 15.9027 5 0.007

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 285.012 33.6527 219.053 350.970
StDev 270.693 45.6776 194.465 376.800


Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -344.714 88.8249 -601.082 -211.971
2 -270.923 77.0061 -492.077 -155.269
3 -224.106 69.6220 -423.146 -119.065
4 -188.886 64.1483 -371.454 -91.6673
5 -160.238 59.7621 -329.540 -69.2482
6 -135.854 56.0867 -293.982 -50.0486
7 -114.474 52.9174 -262.913 -33.1062
8 -95.3312 50.1299 -235.197 -17.8336
9 -77.9211 47.6434 -210.090 -3.84417
10 -61.8952 45.4023 -187.077 9.13135
20 57.1908 31.1447 -21.1312 110.609
30 143.060 26.1566 86.7982 195.511
40 216.432 27.7962 165.374 281.702
50 285.012 33.6527 228.945 372.135
60 353.591 41.9549 287.176 467.907
70 426.963 52.2338 346.547 573.304
80 512.832 65.1980 414.117 698.565
90 631.918 84.0064 506.154 873.951
91 647.944 86.5817 518.452 897.642
92 665.354 89.3880 531.795 923.395
93 684.497 92.4831 546.447 951.732
94 705.877 95.9504 562.790 983.400
95 730.261 99.9171 581.406 1019.54
96 758.910 104.592 603.248 1062.03
123



97 794.129 110.358 630.063 1114.31
98 840.946 118.050 665.654 1183.85
99 914.737 130.224 721.651 1293.56

Probability Plot for Mortalitas

L.6.3 Isolat 2

Konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
1000 500 0 -500
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 214.453
StDev 260.131
Median 214.453
IQR 350.911
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI


6/18/2010 7:51:21 AM

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah Hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count
Mortalitas Success 84
Failure 126
Jumlah Hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -0.824403 0.131171 -6.28 0.000
124



Konsentrasi 0.0038442 0.0006369 6.04 0.000
Natural
Response 0

Log-Likelihood = -120.944

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P
Pearson 21.8777 5 0.001
Deviance 27.1647 5 0.000

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 214.453 26.8566 161.815 267.091
StDev 260.131 43.0948 188.008 359.921

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -390.703 91.9803 -654.606 -253.037
2 -319.791 80.7080 -550.536 -198.569
3 -274.800 73.6332 -484.661 -163.857
4 -240.955 68.3642 -435.211 -137.640
5 -213.425 64.1205 -395.072 -116.229
6 -189.992 60.5448 -360.980 -97.9323
7 -169.446 57.4424 -331.154 -81.8238
8 -151.050 54.6949 -304.510 -67.3393
9 -134.319 52.2251 -280.336 -54.1077
10 -118.919 49.9797 -258.141 -41.8711
20 -4.47912 34.6474 -96.0032 51.8442
30 78.0398 26.6627 14.3548 125.975
40 148.549 24.2637 98.7017 199.266
50 214.453 26.8566 166.400 278.909
60 280.356 33.0488 226.003 366.647
70 350.866 41.8697 285.047 465.241
80 433.384 53.6009 351.226 583.551
90 547.824 71.0274 440.657 749.973
91 563.225 73.4305 452.576 772.486
92 579.955 76.0522 465.502 796.964
93 598.352 78.9466 479.692 823.903
94 618.898 82.1924 495.514 854.016
95 642.330 85.9091 513.529 888.390
96 669.860 90.2935 534.659 928.809
97 703.705 95.7062 560.591 978.545
125



98 748.697 102.934 594.999 1044.72
99 819.608 114.384 649.115 1149.15

Probability Plot for Mortalitas

L.6.4 Isolat 3

Konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
300 200 100 0 -100
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 78.5959
StDev 63.4820
Median 78.5959
IQR 85.6359
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI


6/18/2010 7:58:40 AM

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information
Variable Value Count
Mortalitas Success 120
Failure 90
Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -1.23808 0.198961 -6.22 0.000
Konsentrasi 0.0157525 0.0023986 6.57 0.000
126



Natural
Response 0

Log-Likelihood = -84.096

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P
Pearson 9.00834 5 0.109
Deviance 9.92342 5 0.077

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 78.5959 7.21705 64.4507 92.7410
StDev 63.4820 9.66628 47.1020 85.5581

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -69.0852 22.1477 -130.002 -35.1279
2 -51.7801 19.6681 -105.642 -21.4933
3 -40.8006 18.1177 -90.2320 -12.7972
4 -32.5411 16.9665 -78.6701 -6.22501
5 -25.8226 16.0420 -69.2890 -0.855392
6 -20.1042 15.2649 -61.3241 3.73491
7 -15.0902 14.5923 -54.3581 7.77727
8 -10.6008 13.9979 -48.1368 11.4127
9 -6.51787 13.4648 -42.4938 14.7339
10 -2.75952 12.9810 -37.3135 17.8053
20 25.1681 9.69254 0.548496 41.2599
30 45.3059 7.91357 26.5988 59.4231
40 62.5129 7.12467 47.2567 76.5440
50 78.5959 7.21705 64.7042 94.4075
60 94.6788 8.08735 80.4116 114.011
70 111.886 9.64037 95.8601 136.341
80 132.024 11.9413 112.918 163.497
90 159.951 15.5751 135.663 202.069
91 163.710 16.0873 138.676 207.307
92 167.793 16.6481 141.942 213.006
93 172.282 17.2696 145.522 219.282
94 177.296 17.9691 149.511 226.302
95 183.014 18.7729 154.047 234.320
96 189.733 19.7246 159.363 243.756
97 197.992 20.9037 165.879 255.374
98 208.972 22.4844 174.515 270.844
127



99 226.277 24.9998 188.078 295.275

Probability Plot for Mortalitas

L.6.5 Isolat 4

Konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
1500 1000 500 0 -500 -1000
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 268.777
StDev 303.455
Median 268.777
IQR 409.355
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI


6/18/2010 8:03:36 AM
Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count
Mortalitas Success 74
Failure 136
Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood
Regression Table

Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -0.885721 0.132374 -6.69 0.000
Konsentrasi 0.0032954 0.0006090 5.41 0.000
Natural
Response 0

Log-Likelihood = -120.600

128



Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P
Pearson 16.2078 5 0.006
Deviance 21.3631 5 0.001

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 268.777 35.3747 199.444 338.110
StDev 303.455 56.0798 211.246 435.914

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -437.166 112.884 -780.059 -272.850
2 -354.444 98.1606 -651.472 -211.010
3 -301.960 88.9180 -570.085 -171.578
4 -262.478 82.0347 -508.999 -141.776
5 -230.363 76.4921 -459.424 -117.421
6 -203.028 71.8240 -417.328 -96.5911
7 -179.060 67.7762 -380.509 -78.2360
8 -157.600 64.1947 -347.629 -61.7144
9 -138.083 60.9787 -317.810 -46.6045
10 -120.117 58.0590 -290.444 -32.6127
20 13.3823 38.4558 -91.4789 75.7389
30 109.645 29.4948 40.5460 165.311
40 191.897 29.1741 135.992 259.212
50 268.777 35.3747 209.718 362.463
60 345.656 45.3356 274.959 474.200
70 427.909 57.9869 340.503 598.004
80 524.171 74.0215 414.676 745.427
90 657.671 97.2740 515.491 951.930
91 675.636 100.455 528.955 979.823
92 695.154 103.920 543.562 1010.15
93 716.614 107.742 559.601 1043.51
94 740.581 112.021 577.491 1080.79
95 767.917 116.916 597.868 1123.34
96 800.032 122.682 621.776 1173.36
97 839.514 129.792 651.127 1234.90
98 891.998 139.274 690.084 1316.76
99 974.720 154.273 751.377 1445.90

Probability Plot for Mortalitas

129



L.6.6 Isolat 5

Konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
1250 1000 750 500 250 0 -250 -500
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 267.721
StDev 248.136
Median 267.721
IQR 334.730
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI


6/18/2010 8:09:20 AM

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal

Response Information

Variable Value Count
Mortalitas Success 69
Failure 141
Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -1.07893 0.139213 -7.75 0.000
Konsentrasi 0.0040300 0.0006336 6.36 0.000
Natural
Response 0

Log-Likelihood = -110.547

Goodness-of-Fit Tests

130



Method Chi-Square DF P
Pearson 15.1299 5 0.010
Deviance 19.3945 5 0.002

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 267.721 29.5786 209.748 325.694
StDev 248.136 39.0094 182.336 337.681

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -309.530 77.3134 -525.224 -191.907
2 -241.888 67.2868 -428.658 -138.998
3 -198.972 61.0320 -367.603 -105.217
4 -166.687 56.4015 -321.824 -79.6539
5 -140.427 52.6955 -284.708 -58.7389
6 -118.074 49.5936 -253.222 -40.8308
7 -98.4760 46.9218 -225.712 -25.0319
8 -80.9280 44.5743 -201.172 -10.7946
9 -64.9687 42.4822 -178.941 2.24139
10 -50.2782 40.5983 -158.564 14.3268
20 58.8844 28.6239 -11.3836 108.375
30 137.598 24.2307 85.5009 185.432
40 204.856 25.1271 157.780 261.781
50 267.721 29.5786 217.222 341.256
60 330.586 36.2458 271.859 425.537
70 397.844 44.7169 327.510 518.514
80 476.558 55.5538 390.750 629.216
90 585.720 71.4148 476.776 784.418
91 600.411 73.5939 488.264 805.393
92 616.370 75.9698 500.727 828.197
93 633.918 78.5919 514.411 853.290
94 653.516 81.5310 529.673 881.337
95 675.868 84.8953 547.055 913.348
96 702.129 88.8628 567.448 950.987
97 734.414 93.7593 592.480 997.297
98 777.330 100.296 625.701 1058.91
99 844.972 110.650 677.961 1156.13


Probability Plot for Mortalitas


131



L.6.7 Isolat 6

Konsentrasi
P
e
r
c
e
n
t
1500 1000 500 0 -500
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Table of Statistics
Mean 346.299
StDev 257.964
Median 346.299
IQR 347.987
Probability Plot for Mortalitas
Probit Data - ML Estimates
Normal - 95% CI


6/18/2010 8:13:58 AM

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Probit Analysis: Mortalitas, Jumlah hewan Uji versus Konsentrasi

Distribution: Normal
Response Information

Variable Value Count
Mortalitas Success 52
Failure 158
Jumlah hewan Uji Total 210

Estimation Method: Maximum Likelihood

Regression Table

Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -1.34243 0.152149 -8.82 0.000
Konsentrasi 0.0038765 0.0006292 6.16 0.000
Natural
Response 0

Log-Likelihood = -97.138

Goodness-of-Fit Tests
132




Method Chi-Square DF P
Pearson 12.3133 5 0.031
Deviance 14.8858 5 0.011

Tolerance Distribution

Parameter Estimates

Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 346.299 37.8897 272.036 420.561
StDev 257.964 41.8715 187.670 354.586

Table of Percentiles

Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -253.814 75.0354 -465.138 -139.941
2 -183.494 64.4767 -363.704 -84.8967
3 -138.877 57.9460 -299.686 -49.6343
4 -105.314 53.1547 -251.774 -22.8618
5 -78.0135 49.3580 -213.006 -0.879817
6 -54.7761 46.2155 -180.190 18.0128
7 -34.4015 43.5424 -151.587 34.7476
8 -16.1584 41.2270 -126.139 49.8937
9 0.432874 39.1969 -103.152 63.8263
10 15.7052 37.4022 -82.1486 76.8070
20 129.191 27.6114 66.2376 180.951
30 211.023 26.9164 158.877 270.404
40 280.944 31.1717 226.976 357.896
50 346.299 37.8897 284.581 445.718
60 411.653 46.0939 339.031 536.695
70 481.575 55.7766 395.416 635.901
80 563.406 67.7686 460.063 753.345
90 676.892 85.0367 548.440 917.499
91 692.165 87.3965 560.261 939.661
92 708.756 89.9673 573.090 963.752
93 726.999 92.8021 587.179 990.258
94 747.374 95.9771 602.896 1019.88
95 770.611 99.6087 620.802 1053.68
96 797.912 103.888 641.813 1093.42
97 831.475 109.166 667.610 1142.31
98 876.091 116.206 701.856 1207.34
99 946.412 127.348 755.740 1309.94

Probability Plot for Mortalitas

You might also like