Professional Documents
Culture Documents
Kampus Unsoed Grendeng Kotak Pos 109 Purwokerto 53122 Telp. (0281) 639279 Fax. (0281) 640268
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2010
Pembimbing I
Pembimbing II
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2010
Oleh : Agasi Dwi Pradana E-mail : agasi.emailbox@gmail.com Mahasiswwa Fakutlas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Sudarto E-mail : sudartomy@yahoo.com Dian Purnomo Jati E-mail : dyan_pj@yahoo.com
ABSTRACT This research is try to analyze the underprcing phenomenon, which is make a company doesnt get full fund when they doing an IPO because of the secondary market price is higer than offering price / primary market price (underpricng). The research focus on the impact of underwriter reputation, DER, ROE, and EPS to underpricing rate. Sample of this research are companies who do IPO from 2008 -2010 and found 53 companies then with purposive sampling method we got only 42 companies as sample. Using multiple regression we got the result that only ROE variable has negative impact to underpricing rate, while another variable (underwriter reputation, DER, and EPS) didnt prove have significant impact to underpricing rate. Keywords : underpricing, underwriter reputation, DER, ROE, EPS Perusahaan yang sedang bersaing dengan para pesaingnya. Ada beberapa alternatif yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang sedang berkembang. Alternatif dari
berkembang akan membutuhkan dana yang lebih besar daripada sebelumnya guna mendukung perkembangan
usahanya. Perusahaan akan berusaha untuk memenuhi peningkatan kebutuhan yang diperlukan agar perusahaan tersebut semakin berkembang dan mampu
pembiayaan bentuk lain atau dengan penerbitan surat-surat utang maupun pendanaan yang bersifat penyertaan
bisa memperoleh dana yang maksimal karena adanya misspriced yang terjadi pada saat IPO. Padahal salah satu tujuan emiten melakukan IPO adalah untuk
penyertaan dalam bentuk saham ini umumnya dikenal dengan istilah go public dalam Pasar Modal. Perusahaan yang melakukan go public disebut
perkembangan perusahaan agar mampu bersaing dengan para pesaingnya. Trisnaningsih (2005) menganalisis reputasi underwriter, Debt to Equity Ratio (DER) dan Return On Assets (ROA) terhadap tingkat underpricing. Hasil penelitian membuktikan bahwa reputasi underwriter dan Debt to Equity Ratio (DER) mempunyai pengaruh
Emiten, sedangkan pihak yang membeli saham disebut investor. Pada saat
pertama kali go public, saham yang ditawarkan pertama di kali Pasar akan Perdana
diperjualbelikan
(Primary Market) yang mana kegiatan penawaran saham untuk pertama kali ini dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO) atau Penawaran Perdana, yang selanjutnya akan diperjualbelikan pada Pasar Sekunder. Menurut Arifin (2010) ada 3 (tiga) anomali atau fenomena penting yang terjadi terkait dengan IPO, salah satunya adalah underpricing pada kinerja saham jangka pendek. Fenomena underpricing apabila dilihat dari sudut pandang emiten adalah hal yang merugikan emiten karena harga saham di pasar sekunder pada hari pertama signifikan perdagangan lebih tinggi saham secara
terhadap tingkat underpricing. Sedangkan Return On Assets (ROA) ditemukan tidak berpengaruh terhadap tingkat
underpricing sehingga dieliminasi pada penelitian ini. Pada penelitian kami menambahkan variabel indpenden yaitu earning per share (EPS) yang
diperkirakan
mempunyai
pengaruh
perusahaan dalam menciptakan nilai, terutama pada pemegang saham dan calon investor yang akan menyetorkan dananya untuk berinvestasi, dalam hal ini pembelian saham pada saat IPO. Pada penelitian Hatta dan Isfaatun (2010) telah membuktikan bahwa Return on equity (ROE) tidak berpengaruh
dibandingkan
dengan harga penawaran di pasar perdana (Sulistio, 2005). Dengan kata lain bahwa underpricing menyebabkan emiten tidak
terhadap tingkat underpricing. Sedangkan menurut Martani dan Yolana (2005) bahwa variabel ROE berpengaruh
HIPOTESIS H1 : Reputasi underwirter mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. H2 : Deb to Equity Ratio (DER) terhadap
terhadap tingkat underpricing. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian guna
berpengaruh
positif
menganalisis kembali tentang faktorfaktor penyebab terjadinya underpricing, yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
berpengaruh
Underpricing Pada Perusahaan Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010
berpengaruh
METODE ANALISIS Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah semua perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia. Metode underpricing pada tahun 2008-2010,
yaitu harga saham di pasar perdana lebih rendah daripada di pasar sekunder serta memilki data keuangan yang lengkap dan bisa dipercaya keauratannya.
pengambilan metode
sampel
menggunakan dengan
purposive
sampling
kriteria Perusahaan
yang mengalami
Definisi Konseptual dan Operasional Variabel Keterangan : Underpricing, merupakan selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga perdana. Variabel ini diukur dengan persentase dari initial return yang dihitung dengan rumus berikut (Martani dan Yolana, 2005) : CP = Harga penutupan pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder. OP = Harga penawaran perdana. Reputasi underwriter didefinisikan sebagai sekala kualitas underwriter dalam menawarkan saham emiten. Pengukuran variabel ini menggunakan variabel
dummy
yang
pengukurannya
menggunakan angka 1 untuk underwriter yang bereptuasi baik dan angka 0 untuk underwriter yang tidak bereputasi baik. Ukuran bagi underwriter bereputasi
Return mengukur
On
Equity
(ROE)
adalah 5 underwriter dengan volume emisi tertinggi yang pertimbangannya bahwa kelima underwriter yang adalah
kemampuan
perusahaan
menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. ROE dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Brigham & Houston, 2006:109):
underwriter
mendominasi
penjaminan emisi selama periode IPO. Data 5 underwriter bereputasi diperoleh dari FACT BOOK yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia langsung yang dari bisa
Earning menunjukkan
Per
Share
(EPS) penting
informasi
didownload
website
perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham (Ang, 1997: -18.37).
Pada
penelitian
pengitungan (Brigham
EPS &
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. DER dapat dihitung dengan
menggunakan
rumus
Houston, 2006:121) :
Model Analisis
i variabel
s.d
= Koefisien independen
X1 X2 X3 X4
= Reputasi underwriter = Debt to Equity Ratio (DER) = Return on Equity (ROE) = Earning Per Share (EPS)
terbaik dan tidak bias, maka diperlukan uji asumsi klasik terlebih dahulu (Uji Multikolinieritas, Uji Autokorelasi Uji Heteroskedastisitas, Uji Normalitas).
Metode yang digunakan adalah uji Kolmorgonov-Smirnov dengan kriteria jika nilai signifikansi uji normalitas > 0,05 maka dapat dikatakan nilai residual yang terstandarisasi data terdistribusi dengan normal.
Berdasarkan
hasil
output
uji
normalitas di atas diperoleh informasi bahwa nilai Sig. (2-tailed) uji normalitas sebesar 0,898 lebih besar daripada nilai aplha (0,05 / 5%). Maka artinya nilai residual yang terstandarisasi dinyatakan menyebar / terdistribusi dengan normal.
2.
tolerance > 0.1, maka tidak terjadi Uji multikolinieritas dilakukan multikolinearitas (Suliyanto, 2008:235). Berdasarkan hasil uji yang dengan melihat nilai TOL (Tolerance) dan Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikoliniearitas adalah apabila nilai VIF < 10 dan nilai
underwriter sebesar 0,27, Debt to equity ratio (DER) sebesar 0,992, Return on equity (ROE) sebesar 0,0,521 dan
Semua nilai Tolerance yang dihasilkan dari uji mutlikolinieritas dengan bantuan SPSS 16 for Windows memiliki nilai yang lebih besar dari 0,1. Sedangkan nilai VIF (Variance Infloating Factor) variabel reputasi
(ROE) adalah 1,920, dan Earning Per Share (EPS) adalah 1,818 yang mana keempat nilai VIF masing-masing
variabel lebih kecil dari 10. Berdasarkan nilai Tolerance dan VIF yang diperoleh maka pada model regresi yang terbentuk tidak terjadi gejala multikolinier.
underwriter adalah 1,078, Debt to equity ratio (DER) 1,084, Return on equity
3.
Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dalam model yaitu dengan melakukan metode uji Glejser. Jika probabilitas > nilai (0,05) maka dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi tidak mengandung unsur heteroskedastisitas. Berdasarkan uji model regresi yang menunjukkan hubungan antara nilai
absolut residual |e| sebagai variabel dependen independennya, signifikansi t dengan diperoleh hitung variabel nilai
masing-masing
variabel lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Berdasarkan output tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model regresi pada penelitian ini.
4.
Uji Autokorelasi
Model 1 R 0,214a R Squareb 0,046 Adjusted R Square -0,005 Std. Error of the Estimate 0,28379454
a. Predictors: Ut_2, Ut_1 b. For regression through the origin (the no-intercept model), R Square measures the proportion of the variability in the dependent variable about the origin explained by regression. This CANNOT be compared to R Square for models which include an intercept.
Penelitian ini mengguankan metode metode Breusch-Godfrey (B-G test). Jika X2 hitung < X2 tabel maka model persamaan regresi tidak mengandung masalah autokorelasi. Rumus untuk menghitung X2 hitung = (n-p) x R2, yang mana n = jumlah pengamatan dan p = 2 yang berasal dari Ut_1 dan Ut_2 Sedangankan untuk X2 tabel dengan df:(2;0,05) diperoleh nilai X2 tabel = 5,991. Dari perhitungan di atas, maka diketahui bahwa X2 hitung lebih kecil daripada X2 tabel (1,84 < 5,991). Maka dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tidak mengandung masalah autokorelasi. Dari hasil analisis pengujian asumsi klasik, dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan bersifat BLUE (Best Linier Unbias Estimator). Oleh karena itu model ini dapat digunakan untuk estimasi. Model Regresi Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 16 for Windows pada tabel 3 diperoleh persamaan sebagai berikut :
(transformasi unstardardized residuals ke dalam bentuk lag). Sedangkan untun mengetahui X2 tabel dapat dilihat pada tabel Chi Square (X2) dengan df:(2;0,05). Berdasarkan output di atas maka diperoleh niali X2 hitung sebagai berikut dengan jumlah pengamatan sebanyak 42 dan p = 2 :
Koefisien Determinasi Melalui perhitungan statistik yang ditampilkan diperoleh hasilnya koefisien pada tabel 8
(Adjusterd R2) sebesar 0,147 yang artinya bahwa variasi tingkat underpricing yang dialami emiten pada saat melakukan IPO dapat dijelaskan oleh variasi reputasi
determinasi
underwriter, debt to equity ratio (DER), return on equity (ROE), dan earning er share (EPS) sebesar 14,7% sedangkan sisanya sebesar 85,3% dijelaskan oleh Uji F
variabel lain yang tidak diteliti seperti inflasi, jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, umur perusahaan dan sebagainya.
Daerah penerimaan H0
Gambar 1. Kurva Uji F Berdasarkan hasil perhitungan uji F diperoleh nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel atau apabila melihat gambar 1 maka F hitung berada di daerah penolakan Ho dan penolakan Ho ini didukung dengan nilai signifikan dari F hitung yang lebih kecil dari alpha (0,042 < 0,05). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa reputasi underwriter, Uji t Gambar 2. Kurva uji t debt to equity ratio (DER), return on equity (ROE), dan earning per share (EPS) secara simultan atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing yang dialami oleh emiten ketika melakuan IPO pada tahun 20082010. Dengan kata lain bahwa model persamaa regresi yang terbentuk masuk dalam kriteria cocok atau fit.
Daerah Penerimaan H0
Daerah penolakan H0
Berdasarkan
keterangan
yang
berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing tetapi tidak signifikan. 3. H03 ditolak dan Ha3 diterima sehingga diperoleh kesimpulan bahwa Return on equity (ROE) secara parsial
diperoleh dari kurva uji t dan tabel 6, maka : 1. H01 diterima dan Ha1 ditolak sehingga diperoleh kesimpulan bahwa reputasi undwritter secara parsial berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing tetapi tidak signifikan. 2. H02 diterima dan Ha2 ditolak sehingga diperoleh kesimpulan bahwa Debt to equity ratio (DER) secara parsial
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap tingkat underpricing. 4. H04 diterima dan Ha4 ditolak sehingga diperoleh kesimpulan bahwa Earning Per Share (EPS) secara parsial
Pembahasan Hasil Penelitian 1. Reputasi Underwriter Berdasarkan hasil penelitian menyebabkan tingkat underpricing akan semakin kecil. Arah negatif ini
mendukung teori reputasi underwriter yang dikemukanan oleh Beatty dan Ritter (1986). Tidak terbuktinya reputasi
underpricing. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Trisnanningsih (2005) yang membuktikan bahwa
reputasi underwriter memiliki pengaruh terhadap tingkat underpricing. Walaupun reputasi underwriter pada model
underwriter
yang dilakukan
masing-masing peneliti mengingat di Indonesia belum ada lembaga resmi yang melakukan penialaian kinerja underwriter
regresinya yang negatif dapat diartikan bahwa semakin baik reputasi underwriter maka saham yang dijaminkannya
10
secara berkala atau dapat disebabkan karena perbedaan periode penelitian. 2. Debt to equity ratio (DER) Hasil penelitian membuktikan
signifikan
dengan
industri
lainnya.
Penyataan tersebut didukung dengan meilhat data penelitian, 4 nilai DER tertinggi dimiliki oleh 4 perusahaan perbankan yaitu Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (9,48), Bank Tabungan Negara Tbk (9,71), Bank Sinarmas Tbk (11,32), dan yang tertinggi nilai DER-nya dimiliki oleh Bank ekonomi Raharja Tbk (12,96). Hal tesebut yang diduga dapat membuat nilai DER tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing. 3. Return on equity (ROE) Pada penelitian ini membuktikan bahwa hanya variabel ROE saja yang mempengaruhi tingkat underpricing.
bahwa DER tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Wijayanto (2009) yang menggunakan periode sampel 20022006 di Bursa Efek Jakarta. Koefisien regresi DER bernilai positif walaupun tidak terbukti signifikan. Arah positif koefisien regresi DER bahwa terdapat arah positif dari pengaruh nilai DER terhadap tingkat underpricing. Hal ini berarti apabila nilai DER tinggi maka tingkat underpricing yang dialami oleh emiten akan tinggi pula seperti yang dikemukakan oleh Trisnaningsih (2005). Variabel DER tidak signifikan
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Martani dan Yolana (2005) yang menunjukan bahwa variabel ROE berpengaruh terhadap tingkat
dapat disebabkan karena sampel dalam penelitian ini terdiri dari berbagai jenis industri, termasuk industri perbankan yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam laporan keuangannya. Kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Dana yang dihimpun dari masyarakat tersebut
underpricing. Berdasarkan koefisien regresi ROE yang negatif, ini menunjukan apabila nilai ROE tinggi maka tingkat
underpricing yang dialami oleh emiten ketika melakukan IPO rendah dan
sebaliknya, apabila ROE rendah maka tingkat underpricing yang terjadi tinggi. Hal ini bisa kita lihat dari data bahwa pada perusahaan Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk memiliki nilai ROE terendah yaitu -12,85% dan perusahaan
merupakan kewajiban bagi bank dan dicatat sebagai utang. Oleh karena saldo utang yang besar pada neraca bank maka nilai DER yang terdapat pada laporan industri perbankan berbeda secara
11
tersebut mengalami tingkat underpricing tertinggi yaitu 1,79 kali atau 179%. Sedangkan pada perusahaan Harum
Earning per share adalah informasi keuntungan yang paling mudah dipahami oleh investor, tetapi pada penelitian ini membuktikan bahwa informasi ini tidak berpengaruh terhadap tingkat
Energy Tbk, salah satu emiten yang memiliki 35,85% nilai hanya ROE tinggi sebesar tingkat
mengalami
underpricing. Hal ini bisa diakibatkan karena investor mencari nilai EPS yang tinggi dari suatu perusahaan dengan harapan mendapatkan return yang tinggi setelah investor menyetorkan dana
underpricing sebesar 0,05 kali atau 5% Intial return adalah keuntungan dari investor atas terjadinya underpricing. Tingginya tingkat underpricing (initial return) yang terjadi pada nilai ROE terendah bisa disebabkan oleh initial return tinggi tersebut merupakan sebuah kompensasi perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan minat investor untuk menginvestasikan perusahaan tersebut. 1. Earning Per Share (EPS) Pada penelitian ini, tidak berhasil membuktikan bahwa EPS merupakan salah satu variabel yang dapat dananya kepada
mereka. Tetapi apabila melihat data sampel penelitian dengan nilai rata-rata EPS sebesar 134,56 rupiah per lembar saham, terdapat 32 perusahaan yang nilai EPS-nya sedangkan di bawah sisanya nilai 10 rata-rata perusahaan
memiliki nilai EPS di atas rata-rata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai EPS yang dimiliki perusahan sampel hampir sebagian besar memiliki nilai EPS yang relatif mempengaruhi investor, kecil sehingga tidak investasi mencari
mempengaruhi tingkat underpricing dan hasil ini sesuai dengan penelitian Sulistio (2005) yang menggunakan periode
keputusan investor
sehingga
penelitian 1998-2003. Arah koefisien regresi EPS yang positif menunjukan bahwa apabila nilai EPS tinggi maka tinggi pula tingkat underpricing yang dialami oleh emiten.
12
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KESIMPULAN 1. Variabel reputasi underwriter tidak berpengaruh underpricing terhadap yang dialami tingkat oleh perusahaan dalam penentuan harga saham. Hal tersebut dimaksudkan agar perusahaan yang akan
emiten yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia. 2. Variabel Debt to Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing yang dialami oleh
tingkat underpricing yang terjadi sehingga tujuan utama perusahaan untuk mendapatkan dana segar yang maksimal ketika memutuskan untuk go public terpenuhi dan
emiten yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia. 3. Variabel Return on equity (ROE) berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing yang dialami oleh
perkembangan perusahaan pun bisa berjalan dengan baik. Apabila nilai ROE tinggi maka minat investor akan tinggi pula karena informasi ini memberikan harapan tingkat return yang akan didapat investor, maka emiten bisa menentukan harga yang tinggi. Sebaliknya, apabila nilai ROE rendah minat invstor untuk
emiten yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia. 4. Variabel Earning per share (EPS) tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing yang dialami oleh
emiten yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia IMPLIKASI 1. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa Return On Equity
menanamkan dananya akan rendah juga, maka untuk menarik minat investor bisa menerapkan harga
berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing yang artinya bahwa investor memperhatikan ROE 2.
kompensasi berupa initial return yang akan di dapat oleh investor. Penelitian ini tidak membuktikan bahwa reputasi underwriter, DER dan EPS tidak berpengaruh terhadap tingkat bahwa underpricing. investor Ini artinya terlalu
perusahaan ketika melakukan IPO, maka disarankan untuk emiten yang akan melakukan IPO nilai untuk ROE
memperhatikan
tidak
13
berpengaruh bisa dikarenakan sistem penjaminan yang diberlakukan di BEI harus menggunakan prinsip kesanggupan penuh (full
menggunakan faktor yang terbukti mempengaruhi tingkat underpricing secara signifikan dalam penelitian ini dalam hal ini adalah Return On Equity (ROE) yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan sebelum
commitment) ketika perusahaan akan melakukan IPO. Investor juga kurang mempertimbangkan informasi DER dan EPS bisa dikarenakan kurang menggambarkannya infromasi
tersebut dalam memprediksi kinerja atau tingkat resiko dan keuntungan yang akan dialami oelh seorang investor ketika investor memutuskan untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. 3. Investor yang akan berinvestasi pada perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal sebaiknya harus benarbenar teliti dalam menganalisa saham sehingga mendapatkan keuntungan
informasi yang ada di Bursa Efek Indonesia maupun di luar, sehingga dapat menganalisa setiap perubahanperubahan yang terjadi baik faktor eksternal maupun internal agar
nantinya dalam memprediksi harga saham lebih akurat asimetri oleh dan bisa
informasi investor.
14
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 2010. Potret IPO di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis Vol. 14, No. 1, April 2010, Halaman : 89-100. Beatty, Randolph P. and Jay R. Ritter. 1986. Investment Banking
Studi
Pada
Perusahaan
yang
Melakukan Initial public offering di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional September. Suliyanto. 2008. Teknik Proyeksi Bisnis : Teori dan Aplikasi dengan Akuntansi VIII. IAI.
Reputation, and the Underpricing of Initial Public Offerings. Jurnal Of Financial Economics 15 (1986) 213-232, North Holland. Brigham, Eugene. F and Houston, Joel. F. 2010. Dasar-Dasar Manajemen
Microsoft Excel. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Trisnaningsih, Sri. 2005. Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pada
Tingkat
Underpricing
Keuangan. Edisi 11. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta. Hatta, Atika Jauharia dan Eliya Isfaatun. 2010. Analisis Informasi Penentu Harga Saham Saati Initial public offering. Jurnal Ekonomi Bisnis No. 1, Vol, 15, April 2010. Martani, Dwi dan Chastina yolana. 2005. Variabel -Variabel yang Fenomena pada Penawaran
Akuntansi dan Keuangan. vol. 4 no. 2. Universitas (UPN) Pembangunan Veteran Veteran
Pengaruh ROA, EPS, Financial LEverage, Proceed terhedap initial retunr (Studi Terhadap Perusahaan Non Keuangan yang Melakukan IPO di Periode Bursa Efek Tahun Indonesia 200-2006).
Mempengaruhi Underpricing
Saham Perdana di BEJ tahun 1994 2001. Akuntansi Simposium VIII Solo, Nasional 15-16
www.idx.co.id
Informasi
Akuntansi