You are on page 1of 19

BAB 2 TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Ablasio berasal dari bahasa Latin ablatio yang berarti pembuangan atau terlepasnya salah satu bagian badan. Menurut Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe (1996) menjelaskan bahwa ablasio retina lebih tepat disebut dengan separasi retina. Disebutkan demikian karena terdapat robekan retina sehingga terjadi pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina. Keadaan ini dapat terjadi karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika) terletak dalam aposisi tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang disebut ora serata. Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006).

B. ETIOLOGI
Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom darisatu alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14, bisa karena mutasi atau diturunkan. Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini dapat timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi dalam sebuah sel benih akan ditransmisikan diteruskan kepada kepada turunan sel tersebut. Sejumlah faktor, termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel somatic dan kemudian generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.

C. MANIFESTASI KLINIS
Retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau terdapatnya warna iris yang tidak normal. Tumor dengan ukuran Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan. Tanda dini sedang akan memberikan gejala hipopion, di dalam bilik mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu panoftalmitis. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola mata. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat, ketajamanajam penglihatan sangat menurun. Nyeri pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca sehingga badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan dengan pembuluh darah di atasnya.

D. PATOFISIOLOGI
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediten yang diwariskan melalui kromosom. Massa tumor dapat tumbuh ke dalam vitreous (endofilik) dan tumbuh menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadangkadang tumor berkembang difus. Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik timbul dari lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina. Tipe eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina yang solid. Perluasan retina okuler ke dalam tumor vitreous dapat terjadi pada tipe endofilik dan dapat timbul sebaran metastase lewat spatium subretina atau melalui tumor vitreous. Selain itu tumor dapat meluas lewat infiltrasi pada lamina cribrosa langsung ke nervus optikus dengan perluasan ke lapisan koroid dapat ditemukan infiltrasi vena-vena pada daerah tersebut disertai metastasis hematogen ke tulang dan sumsung tulang. Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.

E. PATHWAY

F. FAKTOR PENCETUS

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Masalah Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah, bila ditinjau dari beberapa sudut pandang, antara lain :

a. Anatomi dan Fisiologi Mata adalah suatu organ komplek yang berkembang sangat fotosensitif yang memungkinkan analisa dengan tepat bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan dari obyek (Loise Junquend, MD dan Jose Larneiro, 1997 :195). Indera penglihatan terdiri atas 3 bagian, yaitu : 1. Bola mata (bulbus okuli) dengan saraf optik (nervus optikus) 2. Alat penunjang (adnexa) 3. Rongga orbita (cavum orbitae) b. Bola mata, terdiri dari 3 lapisan : 1) Sklera. Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva (Syaifuddin, 1997 :147). 2) Khoroid. Suatu membran berpigmen yang berada dibawah sklera yang membantu perpendaran cahaya. Tepat dibawah kornea, khoroid berubah menjadi iris (Elizabeth J. Corwin, 2000 :201). 3) Retina. Retina mencakup duapertiga bagian dalam dinding belakang bola mata. Retina merupakan lembaran jaringan neural berlapis banyak yang melekat erat pada satu lapis sel epitel berpigmen yang kemudian menempel pada membran Brunch. Bagian anterior retina melekat erat pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik melekatkan retina ke dinding bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen. Pada orang dewasa, ora serata di bagian temporal bola mata letaknya kurang lebih 6,5 mm dibelakang garis Schwalbe, sedangkan di bagian nasalnya kurang lebih 5,7 mm di belakang garis yang sama. Di ora serata tebal retina 0,1 mm, sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling tipis adalah fovea sentral yaitu bagian tengah makula. Retina normal bersifat bening dan sebagian cahaya di pantulkan di batas vitreoretina. Pada pemeriksaan oftalmoskopis direk, permukaan fovea yang cekung menghasilkan bayangan lampu terbalik dan nyata. Fovea sentral yang terletak kira-kira 3,5 mm di sebelah

lateral papil optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus. Di fovea, semua reseptor adalah sel kerucut, lapisan nuklear luar tipis, lapisan parenkim lainnya bergeser sentrifulgar, dan membran limitans dalam tipis. Hampir di seluruh retina akson sel-sel reseptor melintas langsung ke bagian dalam lapisan pleksiform luar berhubungan dengan dendrit sel-sel lapisan horisontal dan sel-sel bipolar yang menuju keluar dari lapisan nuklear dalam, tetapi di makula akson selsel reseptor miring arahnya dan dinamakan lapisan serabut Henle. Akson sel-sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion di lapisan pleksiform dalam yang teranyam dengan rapat. Akson panjang sel-sel ganglion berjalan melalui lapisan serabut saraf menuju saraf optik. Retina di pasok darah dari 2 sumber. Lapisan koriokapiler adalah lapisan tunggal yang terdiri atas kapiler-kapiler dengan rongga-rongga yang tersusun rapat dan melekat erat pada permukaan luar membran Brunch. Koriokapiler memasok darah pada sepertiga bagian luar retina, termasuk lapisan-lapisan pleksiform luar dan nuklear luar, fotoreseptor dan epitel pigmen. Duapertiga bagian dalam retina menerima cabang-cabang arteri retina sentral. Karena koriokapiler adalah satusatunya pemasok darah ke fovea sentral, sedangkan fovea sentral adalah bagian terpenting dari retina, maka apabila retina di daerah ini terlepas dari dasarnya, maka akan terjadi kerusakan fovea untuk selama-lamanya (Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, 1995 : 191). c. Alat Penunjang (Adnexa) A. Kelopak mata (palpebra) Merupakan lipatan jaringan yang mudah digerakkan dan berfungsi melindungi mata. Merupakan kulit tubuh tertipis, longgar dan lentur, sehingga mudah mengalami pembengkakan hebat dan kemudian bisa normal kembali ke ukuran semula (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 69). B. Kelenjar air mata (Aparatus lakrimalis) Aparatus lakrimalis menghasilkan airmata yang terdiri atas : kelenjar lakrimalis, duktus lakrimalis atas dan bawah, kantung lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis (John Gibson, MD, 1995 : 250).

C. Otot-otot penggerak rongga mata (Muskulus okuli) Merupakan otot ekstrinsik mata yang terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya melekat dengan os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas. Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan sarung fibrosus yang menyelubungi nervus optikus (Syaifuddin, 1997 : 146). d. Rongga Orbita Secara skematik rongga orbita digambarkan sebagai piramid dengan 4 dinding yang puncaknya di belakang. Dinding lateral dan dinding medial orbita membentuk sudut 45 derajat, sehingga terbentuk sudut tegak lurus antara kedua dinding lateral tersebut. Bentuk orbita seperti buah pear, dengan saraf optik sebagai batangnya (Daniel Vaughan dan Taylor Asbury, 1995 : 265).

G. KOMPLIKASI

1. Komplikasi dari penyakit retinoblastoma adalah : 2. Ablasio Retina Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. 3. Glaukoma Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.

4. Kebutaan

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk pasien dengan metastase ke luar misalnya dengan gejala proptosis bola mata. Elektroretino-gram (ERG), berguna untuk menilai kerusakan luas pada

retina. - Elektro-okulogram (EOG) - Visual Evoked Respons (VER), berguna untuk mengetahui adanya perbedaan rangsangan yang sampai ke korteks sehingga dapat diketahui adanya gangguan rangsangan/penglihatan pada seseorang.

I. PENGOBATAN

1. Pembedahan Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma. Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif mungkin bisa diambil.

Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita. 2. External Beam Radiotherapy (EBRT) Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan terapi efektif lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah harus dibawah anestesi dan imobilisasi selama prosedur ini, dan harus ada kerjasama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter radioterapi untuk memubuat perencanan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan pertumbuhantulang orbita, yang akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah terjadi malignasi skunder.

3. Radioterapi Plaque Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk tumoryang ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa cara ini menimbulkan malignansi sekunder.

4. Kryo atau Fotokoagulasi Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai kontrol lokal terapi. Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk tumorbagian depan dan dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.

5. Kemoterapi Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas, prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secra luas sistem stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian didasarkan pada gambaran factor risiko secara histopatologi. Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk menentukan risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasienpasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi intratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan. Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan. Obat yang digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid, teniposid, sikofosfamid, ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan idarubisin. Meskipun laporan terakhir menemukan bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan

mencapai harapan hidup yang panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein pada retinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug terhadap kemoterapi. resistance

J. PENATALAKSANAAN
1. Pengkajian 1. Sejak kapan sakit mata dirasakan. untuk mengetahui perkembangan penyakitnya, dan sejauhmana perhatian klien dan keluarganya terhadap masalah yang dialami. Retinoblastoma mempunyai prognosis baik bila ditemukan dini. 2. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan. Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta pertolongan. 3. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya. Retinoblastoma bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom, protein yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma. 4. Apakah pasien merasakan adanya perubahan dalam matanya.

Retinoblastoma dapat menyebabkan bola mata menjadi besar. 5. Apakah ada keluhan lain yang menyertai Keluhan sakit kepala merupakan keluhan paling sering diberikan oleh penderita. Adanya keluhan pada organ lain juga bisa diakibatkan oleh tumor yang bermetastase. 6. Penyakit mata sebelumnya

Kadang-kadang dengan mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang

dikeluhkan penderita. 7. Penyakit lain yang sedang dideritaBila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat pula memperburuk keadaan klien 8. Usia penderita Dikenal beberapa jenis penyakit umumnya yang terjadi pada pada usia

tertentu. Retinoblastoma

ditemukan

anak-anak,

terutama pada usia di bawah 5 tahun

9. Riwayat Psikologi a. Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan penglihatan yang dialami pasien: cemas, takut, gelisah, sering menangis, sering bertanya. b. Mekanisme koping 10. Pemeriksaan Fisik Umum Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya keadaan umum yang dapat merupakan penyebab penyakit mata yang sedang diderita 11. Pemeriksaan Khusus Mata a. Pemeriksaan tajam penglihatan Pada retinoblastoma, tumor dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam penglihatan sangat menurun. b. Pemeriksaan gerakan bola mata Pembesaran tumor dalam rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat merusak saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV, dan VI maka akan menyebabkan mata juling. c. Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal Pemeriksaan dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva, kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan

pupil. Pada retinoblastoma didapatkan:

Leukokoria

Yaitu reflek pupil yang berwarna putih. Hipopion

Yaitu terdapatnya nanah di bilik mata depan. Hifema

Yaitu terdapatnya darah di bilik mata depan Uveitis

d. Pemeriksaan Pupil Leukokoria (refleks pupil yang berwarna putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan padapenderita dengan retinoblastoma. e. Pemeriksaan funduskopi Menggunakan oftalmoskopi untuk pemeriksaan media, papil saraf optik, dan retina. Refleksi tak ada (atau gelap) akibat perdarahan yang banyak dalam badan kaca. f. Pemeriksaan tekanan bola mata Pertumbuhan tumor ke dalam bola mata menyebabkan tekanan bola mata meningkat

2. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari mata. 2. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang 3. Nyeri berhubungan dengan metastase ke otak, penekanan tumor ke arah otak. 4. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan penampilan pasca operasi. 5. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan pembatasan aktivitas.

3. Intervensi 1. Gangguan persepsi sensorik penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari mata. a) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya. b) Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan. c) Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan kehilangan penglihatan. d) Lakukan tindakan untuk membantu pasien untuk menangani keterbatasan penglihatan, contoh, atur perabot/mainan, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam. o Ketajaman penglihatan dapat digunakan untuk mengetahui gangguan penglihatan yang terjadi o Orientasi akan mempercepat penyesuaian diri pasien di lingkungan baru o Mempermudah pengambilan barang jika dibutuhkan

2. Nyeri berhubungan dengan metastase ke otak, penekanan tumor ke arah otak.


a) b) c) d) e) f)

Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi) dan aktifitas hiburan (misalnya: mudik, telefisi). Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, serta metode pereda nyeri lainnya. Ajarkan tindakan pereda nyeri. Beri individu pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesic. Dengan mengetahui skala nyeri penderita maka dapat ditentukan tindakan yang sesuai untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut. Tindakan kenyamanan dasar dapat menurunkan rasa nyeri.

BAB 3 PENUTUP

A. KESIMPULAN
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom. Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan perlunya pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi. Dan kita sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang gejala dini retinoblastoma agar dapat segera diobati.

B. DAFTAR PUSTAKA
Daniel Vaughan dan Tailor Asbury, (1997:195) Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC. Elizabeth J. Corwin, (2000 :201) John Gibson, MD, (1995:265) Loise Junqued, MD dan Jose Larneiro, (1997:195) Syaifuddin, (1997:250) Vera H. Darling dan Margaret R. Thorpe (1996) www.google.com/askepretinoblastoma

BAB 1 PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Retinoblastoma adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan, melainkan juga kematian. Di negara berkembang, upaya pencegahan dan deteksi dini belum banyak dilakukan oleh para orang tua. Salah satu sebabnya adalah pengetahuan yang masih minim mengenai penyakit kanker tersebut. Dalam penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan 10% anak usia sekolah memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-anak sulit menceritakan masalah penglihatan yang mereka alami. Karena itu, skrining mata pada anak sangat diperlukan untuk mendeteksi masalah penglihatan sedini mungkin. Skrining dan pemeriksaan mata anak sebaiknya dilakukan pada saat baru lahir, usia 6 bulan, usia 3-4 tahun, dan dilanjutkan pemeriksaan rutin pada usia 5 tahun ke atas. Setidaknya anak diperiksakan ke dokter mata setiap 2 tahun dan harus lebih sering apabila telah ditemukan masalah spesifik atau terdapat faktor risiko. Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang penyakit retina blastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih kurang di perhatikan. Dan kami sebagai perawat perlu memahami dan mengetahui mengenai asuhan keperawatan terhadap pasien dengan retino blastoma.

2. TUJUAN
Tujuan Umum:

Mengetahui secara umum mengenai penyakit retini blastoma serta asuhan keperawatan yang tepat terhadap penyakit retino blastoma tersebut. Tujuan khusus :

1. Mengetahui Definisi dari penyakit retino blastoma 2. Mengetahui etiologi dari penyakit retino blastoma 3. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit retina blastoma

4. 5. 6. 7. 8.

Mengetahui patofisiologi dari penyakit retino blastoma Mengetahui penatalaksanaan terhadap pasien retino blastoma Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien retino blastoma Mengetahui faktor pencetus dari penyakit retino blastoma Mengetahui cara pengobatan pada penyakit retino blastoma

ASUHAN KEPERAWATAN RETINOBLASTOMA

You might also like