You are on page 1of 22

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE

Disusun Oleh :
Lala Latifah W M. Hilka P. I Floriza Michelia Widra Kristian Deden Kurniadi Novi Anggraeni K Nadhira Handayani Nurfidini Azmi 260110110066 260110110068 260110110069 260110110070 260110110071 260110110072 260110110073 260110110074 Teori Dasar Grafik, Pembahahan Grafik Tujuan, Prinsip, Pembahasan Data Pengamatan, Perhitungan Pembahasan Alat & Bahan, Prosedur Editor Pembahasan

LABORATORIUM FARMAKOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

PERCOBAAN V PENGUJIAN EFEK ANTI DIARE

I.

TUJUAN Mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare dapat menghambat diare

yang disebabkan oleh oleum ricini pada hewan percobaan dan metode transit intestinal

II.

PRINSIP PERCOBAAN Efek obat antidiare dalam menghambat gerak peristaltik usus dapat

ditandai dengan terhambatnya aliran tinta cina yang melewati usus.

III.

TEORI DASAR Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret)

dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain, seperti diuraikan di bawah ini (Yun diarrea = mengalir melalui). Kasus ini banyak terdapat di negara-negara berkembang dengan standar hidup yang rendah, dimana dehidrasi akibat diare merupakan salah satu penyebab kematian penting pada anak-anak (Tjay, 2007). Menurut teori klasik, diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, hingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian pada tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air atau/dan terjadinya hiposekresi. Pada keadaan normal proses resorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enfekalin sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada resorpsi dan terjadilah diare. Keadaan ini sering kali terjadi pada gastroenteritis

(radang lambung-usus) yang disebabkan oleh virus, kuman dan toksinnya (Tjay, 2007). Berikut adalah macam-macam diare yang dikelompokkan berdasarkan penyebab penyakit tersebut. 1. Diare karena virus Penyebab diare yang cukup umum adalah karena adanya gangguan virus dalam tubuh. Virus penyebab diare adalah Rotavirus, Echovirus, atau Astrovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. 2. Diare karena bakteri Salah satu dari jenis-jenis diare adalah diare yang disebabkan oleh serangan bakteri. Misalnya bakteri E. coli, Salmonella, Vibrio cholera atau Shigella. Kuman pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa, dimana terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir. 3. Diare karena jamur Candida albican adalah salah satu jamur yang bisa menyebabkan diare. Jamur lain yang dapat membuat diare adalah jamur yang biasa tumbuh pada makanan basi. 4. Diare karena parasiter Entamoeba histolytica adalah salah satu jenis protozoa yang bisa menyebabkan diare. Gejala diare ini berupa mencret cairan yang intermiten dan bertahan lebih lama dari satu minggu, nyeri perut, demam, anoreksia, muntah-muntah, dan malaise. 5. Akibat obat Terdapat beberapa obat yang dapat menimbulkan diare, misalnya, digoksin, kinidin, garam-Mg dan litium sorbitol, betablockers,

perintang-ACE, reserpin, sitostatika, dan antibiotika berspektrum luas (ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin). 6. Akibat keracunan makanan Keracunan makanan didefinisikan sebagai penyakit yang bersifat infeksi atau toksis dan diperkirakan atau disebabkan oleh

mengonsumsi makanan atau minuman (Ahira, 2010). Diare akut umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, atau dapat pula akibat efek samping obat atau gejala dari gangguan saluran cerna. Umumnya gangguan ini bersifat self limiting dan bila tanpa komplikasi tidak perlu ditangani dengan obat. Hanya pada diare bakterial yang serius perlu dilakukan terapi dengan antibiotika. Diare kronis merupakan diare yang bertahan lebih dari 2 minggu umumnya disebut kronis dan harus selalu diselidiki penyebabnya antara lain melalui sigmoidoscopy dan biopsi rektal karena kemungkinan adanya tumor di usus besar atau penyakit usus beradang kronis (Crohn, colitis ulcerosa) (Tri, 2010). Pencegahan diare pada dasarnya adalah hygine, khususnya cuci tangan dengan baik sebelum makan atau mengolah makanan. Begitu pula dengan alat-alat dapur dan bahan makanan supaya dicuci dengan baik. Selain itu adapun pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah: 1. Diare wisatawan pada dasarnya dapat dicegah dengan tindakantindakan prevensi yang sama. Segala sesuatu yang tidak dimasak atau dikupas janganlah dimakan. 2. Profilaksis. Pencegahan dengan antibiotika pada prinsipnya tidak dianjurkan berhubung resiko terjadi resistensi. Obat yang layak digunakan adalah doksiklin 100 mg. 3. Vaksinasi dapat dilakukan untuk tifus dengan oral (Vivotif, yang mengandung basil hidup yang tidak patogen lagi, dan memberikan imunitas selama minimal 3 tahun) atau parenteral (Mutschler, 1991). Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:

1.

Kemoterapeutika, untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.

2.

Obstipansia, untuk terapi smomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa caya, yakni: a. Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan aluminium. c. Adsorbensia, misalnya carbo absorbens yang pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zat toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau makanan.

3.

Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium (Tjay, 2007).

Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15 sampai 30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer (Katzung, 2002). Adapun metode pengujian antidiare dengan penggunaan paraffin cair. Parafin cair obat adalah mineral putih yang sangat halus minyak yang sangat digunakan dalam kosmetik dan untuk tujuan medis dan istilah mungkin memiliki kegunaan yang berbeda di negara lain. Parafin cair, dianggap memiliki kegunaan yang terbatas sebagai pencahar sesekali, tetapi tidak cocok untuk digunakan rutin karena bisa merembes dari anus dan menyebabkan iritasi, dapat mengganggu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, bisa diserap ke dalam dinding usus

dan dapat menyebabkan tubuh granulamatous reaksi-asing, jika memasuki paruparu bisa menyebabkan lipoid, pneumonia (Ansel, 2005). Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam (Ansel, 2005). Cara kerja obat: Loperamid merupakan antispasmodik, dimana mekanisme kerjanya yang pasti belum dapat dijelaskan. Secara in vitro pada binatang Loperamide menghambat motilitas/perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus. Secara in vitro dan pada hewan percobaan, Loperamide memperlambat motilitas saluran cerna dan mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. loperamid menurunkan volum feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit (Ansel, 2005).

IV.

ALAT DAN BAHAN 4.1 Alat a. Alas bedah b. Alat bedah

c. Koran d. Penggaris e. Sarung Tangan f. Sonde g. Timbangan

4.2 Bahan a. Loperamide HCl (0,24 dan 0,48 mg/ml) b. Suspensi PGA 2% c. Tinta cina

4.3 Hewan uji Tiga ekor mencit putih yang dipuasakan sebelum percobaan

4.4 Gambar Alat

V.

PROSEDUR Langkah pertama yang harus dilakukan adalah bobot mencit ditimbang

kemudian dikelompokkan secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II. Untuk kelompok kontrol diberi suspensi PGA 2%, kelompok uji Loperamid dosis I dan dosis II di berikan Loperamid 0,24 dan 0,48 mg/ml secara per oral. Pada menit ke-45, semua kelompok hewan diberikan tinta cina 0,1 ml/10 g mencit secara per oral. Pada menit ke-60 semua hewan dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian setelah semua hewan dikorbankan, usus dikeluarkan secara hati-hati sampai usus teregang. Setelah usus teregang, panjang usus diukur yang dilalui norit mulai dari pilorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) serta panjang seluruh usus dari pilorus sampai rektum. Setelah itu, rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya dihitung dan hasil pengamatan disajikan dalam tabel beserta grafiknya.

VI.

DATA PENGAMATAN

Perlakuan

BB mencit (gram) 16.3

Panjang Usus (cm)

Usus Termarker (cm)

Rasio

Ratarata

38 43 45 39 41 41.3 39 39 -

11 8.5 28.5 12 11 15 7 12.5 -

0.289 0.198 0.633 0.308 0.268 0.361 0.179 0.32 0.2495 0.3123 0.3732

Kontrol Negatif (PGA 2%)

15.3 17.7 10.8

Loperamid HCl Dosis Kecil

16.4 14.3 13.3

Loperamid HCl Dosis Besar

19.8 -

VII.

PERHITUNGAN Data perhitungan volume pemberian gom arab (dosis = 0,5 ml/20g BB

mencit) 1. Mencit I = x 0.5 ml = 0.4075 ml x 0.5 ml = 0.20375 ml x 0.5 ml = 0.3875 ml x 0.5 ml = 0.19375 ml x 0.5 ml = 0.4425 ml x 0.5 ml = 0.22125 ml

2. Volume tinta cina I = 3. Mencit II = 4. Volume tinta cina II = 5. Mencit III =

6. Volume tinta cina III=

Data perhitungan dosis rendah Loperamid HCl (dosis= 0,5 ml/20g BB mencit) 1. Mencit I = x 0.5 ml = 0.27 ml x 0.5 ml = 0.135 ml x 0.5 ml = 0.41 ml x 0.5 ml = 0.205 ml x 0.5 ml = 0.3575 ml x 0.5 ml = 0.17875 ml

2. Volume tinta cina I = 3. Mencit II = 4. Volume tinta cina II = 5. Mencit III =

6. Volume tinta cina III =

Data perhitungan dosis tinggi Loperamid HCl (dosis = 0,5 ml/20g BB mencit) 1. Mencit I = x 0.5 ml = 0.3325 ml x 0.5 ml = 0.16625 ml x 0.5 ml = 0.495 ml x 0.5 ml = 0.2475 ml

2. Volume tinta cina I = 3. Mencit II = 4. Volume tinta cina II =

Data perhitungan Persen Inhibisi

% inhibisi =

x 100 %

a. Dosis tinggi % inhibisi rasio kelompok I = % inhibisi rasio kelompok II = x 100 % = 61.937716 % x 100 % = 161.616161 %

% inhibisi rasio rata-rata dosis tinggi = b. Dosis rendah % inhibisi rasio kelompok I = % inhibisi rasio kelompok II = % inhibisi rasio kelompok III =

x 100 % = 66.854233%

x 100 % = 106.57% x 100 % = 135.627 % x 100 % = 57.03 % x 100 % = 83.68%

% inhibisi rasio rata-rata dosis rendah =

Data jumlah rasio mencit kumulatif Kelompok Rasio Usus Termarker dan Panjang Usus Kontrol Loperamid Loperamid negatif dosis kecil dosis besar 0.289 0.198 0.633 3 1.1196 1.253504 0.308 0.268 0.361 3 0.937 0.877969 0.179 0.32 2 N total 0.499 x total 0.249001 x2

1 2 3 n x x2

8 2.5556 2.380474

Jumlah Kuadrat Total

Jumlah Kuadrat Perlakuan

Jumlah Kuadrat Galat = Jumlah Kuadrat Total Jumlah Kuadrat Perlakuan = = 1.545482

Tabel ANAVA Sumber Variasi Perlakuan Galat Total F kritis F Kritis = (; dk dosis; dk galat) = (0.05; 2; 5) = 5.79 F hitung < F kritis 5.79 < 0.030097 F hitung lebih kecil dibanding F tabel maka Ho diterima. Kesimpulan: Dalam praktikum ini semua obat memberikan efek yang sama terhadap mencit percobaan. Jumlah Kuadrat 0.0018605 1.545482 1.564008 dK 2 5 7 Kuadrat rata2 F hitung 0.009303 0.030097 0.309096 0.223441

VIII. GRAFIK I.
0.4 0.35 0.3 Rata-Rata Rasio 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 Kontrol Loperamid HCl Dosis Rendah Perlakuan Loperamid HCl Dosis Tinggi

RASIO RATA-RATA

II
90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%

% INHIBISI LOPERAMID HCl

% Inhibisi

Loperamid HCl dosis rendah

Loperamid HCl dosis tinggi

Perlakuan

IX.

PEMBAHASAN Praktikum farmakologi kali ini mempelajari tentang pengujian efek obat

anti diare yang diberikan terhadap hewan uji. Setelah melakukan percobaan ini,

praktikan diharapkan mengetahui sejauh mana aktivitas obat anti diare sehingga dapat menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini melalui metode pengujian transit intestinal. Pemilihan metode transit intestinal ini dikarenakan pengerjaan prosedur dengan metode ini membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan pengerjaan prosedur pengujian antidiare dengan metode induksi oleh Oleum Ricini. Metode induksi dengan menggunakan Oleum Ricini membutuhkan waktu kira-kira kurang lebih 2-8 jam. Hal ini dikarenakan oleh efek yang ditimbulkan dari Oleum Ricini pada mencit berupa diare dalam jangka waktu yang sangat lama. Oleum Ricini mengandung trigliserida asam risinoleat yang akan dihidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam risinoleat sehingga bekerja merangsang mukosa usus yang akan meningkatkan gerakan peristaltik usus mencit dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat. Karena alasan inilah pengujian efek antidiare menggunakan metode transit intestinal. Metode transit intestinal yang dilakukan ditujukan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses. Prinsip metode transit intestinal adalah jarak yang ditempuh oleh tinta cina akibat diberikannya obat antidiare dibandingkan dengan jarak yang ditempuh tinta cina dengan tidak diberi obat antidiare. Uji pada praktikum ini menggunakan mencit sebagai hewan uji, loperamid HCl sebagai bahan obat uji, suspensi PGA 2% sebagai bahan untuk hewan percobaan kontrol, tinta cina sebagai bahan yang akan diamati dimana berfungsi sebagai marker dan rute pemberian obat dan bahan diberikan secara oral. Loperamid HCl sebagai anti diare, bekerja dalam memperlambat gerakan peristaltik usus, yang bekerja pada reseptor opiat sehingga loperamid digunakan untuk diare akibat gangguan motilitas. Dimana motilitas adalah kemampuan usus dalam bergerak atau berkontraksi. Loperamid HCl merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan ketergantungan. Pada

percobaan ini tinta cina digunakan sebagai marker yang berfungsi sebagai parameter yang akan diamati dari gerakan peristaltik usus. Digunakan tinta cina dan bukan norit karena tinta cina tidak mempunyai efek anti diare, sedangkan norit mempunyai efek anti diare sehingga apabila digunakan dapat menggaburkan hasil dari percobaan dan tinta cina juga tidak dapat absorpsi sehingga tidak mempengaruhi pengamatan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mencit sebagai hewan uji. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses terjadinya metabolisme dalam tubuh mencit tergolong cepat sehingga cocok untuk dijadikan objek dan mencit mempunyai struktur anatomi fisiologinya yang hampir sama dengan struktur anatomi fisiologi manusia. Mencit juga mempunyai kelebihan dari hewan percobaan yang lain karena mencit mudah ditangani. Sebelum digunakan untuk percobaan, mencit terlebih dahulu dipuasakan selama 18 jam sebelum percobaan tetapi minum tetap diberikan. Hal tersebut bertujuan agar usus mencit kosong, dimana apabila makanan terdapat dalam usus akan berpengaruh terhadap kecepatan peristaltik usus. Hewan uji yang digunakan berupa 3 mencit dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok kontrol , kelompok uji loperamid dengan dosis I dan kelompok uji loperamid dengan dosis II. Dosis I loperamid yaitu 0,24 mg/ml dan dosis II loperamid yaitu 0,48 mg/ml. pemberian loperamid dua dosis bertujuan untuk mengamati efek anti diare pada dosis tinggi dan dosis rendah dari loperamid sehingga dapat dibandingkan efektivitas dari loperamid. Kemudian Pembagian kelompok dilakukan bertujuan agar praktikan dapat memberikan obat dengan variasi dosis terhadap hewan uji dengan mudah dan dapat mengontrol hewan uji dengan baik. Setelah mencit dibagi menjadi 3 kelompok, setiap mencit diberi tanda agar mudah dikenali. Tanda diberikan pada ekor mencit menggunakan spidol. Tanda dituliskan pada ekor bertujuan agar memudahkan praktikan untuk melihat atau membedakan masing-masing mencit dan spidol digunakan karena sukar hilang apabila hanya terjadi kontak yang biasa.

Sebelum pemberian obat dilakukan, terlebih dahulu mencit ditimbang menggunakan neraca ohauss . Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat badan mencit yang digunakan dalam pendataan sehingga dapat dilakukan perhitungan dosis beserta volume obat yang akan diberikan terhadap mencit. Dalam proses penimbangan digunakan neraca ohauss karena neraca ohauss mempunyai ketelitian yang cukup tinggi untuk benda yang berukuran cukup besar yaitu 0,01gr dan penggunaannya mudah, cukup dengan menggeserkan anak timbangan yang telah tersedia. Volume zatcairan yang dapat diberikan secara oral terhadap berat badan mencit dapat dirumuskan sebagai berikut :

Volume cairan merupakan sejumlah volume larutan loperamid HCl dan PGA 2%. BB hewan adalah berat badan mencit yang ditunjukkan oleh neraca ohauss saat penimbangan dilakukan, BB standar hewan adalah berat rata-rata mencit normal sesuai dengan tabel konversi dosis yaitu 20 gram. 0,5 ml adalah batas maksimal volume cairan yang dapat diberikan melalui rute oral. Perhitungan ini dilakukan untuk menghindari volume cairan yang diberikan melebihi volume maksimal yang dapat ditampung oleh mencit. Volume obat yang telah sesuai dengan perhitungan volume kemudiaan diberikan kepada mencit secara oral dengan menggunakan bantuan sonde. Pemberian obat secara oral pada mencit diberikan dengan menggunakan sonde oral yang ditempelkan pada langit-langit atas mulut mencit kemudian dimasukkan pelan-pelan sampai ke oesopagus. Pemberian obat secara oral harus dilakukan secara hati-hati jangan sampai sonde masuk ke lokasi yang lain yaitu saluran pernapasan mencit dan penberian cairannya harus perlahan-lahan tidak boleh dilakukan sekaligus karena dapat menyebabkan obat yang dimasukkan akan keluar kembali. Penggunaan sonde oral bertujuan untuk membantu dan memudahkan pemberian obat secara oral. Pada percobaan pengujian anti diare ini bahan dan obat diberi melalui rute oral karena dengan rute ini dibutuhkan waktu yang relatif cepat untuk sampai pada organ yang diamati yaitu usus, dimana setelah obat masuk melalui mulut, obat langsung masuk ke saluran intestinal

lambung dan kemudian masuk ke usus. Dengan kata lain rute oral sangat efektif dibandingkan rute pemberiaan yang lain. Kekurangan pada rute pemberian oral yaitu pada aksinya yang lambat untuk memperoleh efek sistemik sehingga cara ini tidak dapat digunakan dalam keadaan yang darurat dan absorspsi obatnya juga akan dipengaruhi oleh asam lambung, jadi obat yang digunakan harus tahan terhadap asam lambung. Mencit kelompok 1 diberikan PGA 2% sebagai kontrol negatif, mencit kelompok 2 diberikan loperamid dengan dosis 0,24 mg/BB dan mencit kelompok 3 diberikan loperamid dengan dosis 0,48 mg/BB. Kemudian ditunggu hingga 45 menit dimana obat uji sudah menimbulkan kerja terhadap peristaltik usus dengan maksimal. Setelah 45 menit pemberian secara oral obat, semua mencit pada setiap kelompok diberikan tinta cina 0,1 ml/10g mencit secara per oral yang bertujuan sebagai marker yang akan diamati. Setelah 55 menit semua mencit dikorbankan dengan dilakukan dislokasi leher. Dislokasi leher dilakukan dengan cara memegang ekor mencitkemudian ditempatkan pada permukaan yang bias jangkauannya. Dengan demikian mencit tersebut akan berusaha meregangkan badannya. Kemudian pada tengkuknya ditempatkan suatu penahan, misalnya pulpen yang dipegang dengan satu tangan. Tangan lainnya menarik ekor mencit dengan keras, sehingga leher akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh. Setelah mencit benar-benar mati, mencit dibedah dan usus mencit dikeluarkan untuk diamati. Mencit diletakkan diatas papan bedah. Tujuannya agar memudahkan menelentangkan mencit dengan posisi lurus lalu dengan menusukkan jarum pentul ke bagian kaki dan tangan mencit sehingga tubuh mencit benar-benar teregang. Hal ini akan mempermudah dalam membedah bagian perut mencit. Mencit dibedah dengan menggunakan pisau yang sesuai. Setelah lapisan kulit pada bagian perut digunting, usus mencit dikeluarkan secara perlahan-lahan dan hati-hati. Tujuannya agar usus mencit tidak terpotong. Jika terpotong maka hal ini akan mempersulit dalam pengukuran usus mencit yang dilewati oleh tinta cina. Oleh karena itu, perlu ketelitian dalam proses pengeluaran usus. Kemudian

adapun panjang usus yang diukur adalah dari batas lambung-usus kecil (pilorus) sampai batas usus kecil-usus besar. Untuk mempermudah pengukuran, batas tersebut dipotong lalu usus dikeluarkan dari tubuh mencit. Lalu usus mencit direntangkan diatas koran kemudian diukur panjang usus keseluruhan dan panjang usus yang ditempuh oleh tinta cina diukur lalu dihitung rasionya. Penghitungan rasio berfungsi untuk mengetahui adanya penurunan gerak peristaltik pada usus mencit dan untuk membandingkan kecepatan gerak peristaltik pada ketiga kelompok mencit. Mencit tanpa obat uji sebagai penghambat gerak peristaltik usus seharusnya memiliki gerakan peristaltik yang lebih cepat yang dapat diketahui dengan panjangnya jarak yang ditempuh oleh marker tinta cina dan besarnya nilai rasio dari panjang usus termarker terhadap panjang usus keseluruhan. Jarak marker dapat dijadikan acuan kecepatan gerak peristaltik usus karena dengan waktu yang sama pada ketiga kelompok mencit, marker dapat dipindahkan hingga jarak tertentu. Semakin besar jarak tempuh marker dibandingkan panjang usus keseluruhan, atau yang disebut rasio, menandakan semakin cepat pula gerak peristaltik dari usus tersebut. Atau dengan kata lain, rasio berbanding lurus dengan kecepatan gerak peristaltik usus. Namun dari hasil pengukuran kelompok 2 diketahui bahwa panjang usus yang dilalui marker pada mencit kontrol negatif adalah 9,5 cm dan pada mencit pemberian dosis I dan dosis II masing-masing 11 cm dan 12,5 cm. Kemudian rasio kontrol negatif, kelompok loperamid dosis I dan II masing-masing, 0,2209; 0,1976; dan 0,3205. Hasil pengukuran ini memperlihatkan ketidaksesuaian dengan teori dimana pada mencit kontrol negatif justru memberikan rasio yang lebih kecil (kecepatan peristaltik yang lebih rendah) daripada rasio kelompok mencit yang diberikan loperamid. Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain faktor individual mencit, kesalahan dalam pemotongan usus dan kesalahan dalam pengukuran. Faktor individual mencit dimaksudkan dimana tiap mencit mungkin tidak memiliki kondisi lambung dan usus yang persis sama walaupun telah diberi perlakuan yang sama yaitu dipuasakan. Dimana kondisi seperti adanya dan

banyak sedikitnya makanan atau sisa makanan khususnya dalam usus, dapat mempengaruhi gerak peristaltik dari usus. Selain itu faktor psikologis dari mencit juga mempengaruhi. Dimana stress dapat mengakibatkan konstipasi.

Mekanismenya diperkirakan dengan penghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem saraf simpatis. Kemudian kesalahan dalam pemotongan usus dapat menyebabkan salahnya hasil pengukuran panjang usus total. Kesalahan pemotongan ini dapat terjadi akibat kesalahan dalam menentukan pangkal usus yaitu setelah pilorus dan menyebabkan sebagaian dari usus justru tidak terpotong dan tidak terhitung. Selain itu, kesalahan dalam pengukuran, yaitu pembacaan skala dari penggaris juga mungkin terjadi dan menyebabkan ketidaksesuaian hasil pengamatan dan teori. Dari perhitungan rata-rata rasio kontrol negatif, kelompok loperamid dosis I dan II masing-masing memiliki rasio rata-rata sebesar 0,37; 0,3097; dan 0,243. Untuk rasio rata-rata ini sesuai dengan teori yang ada. Dapat dilihat pada grafik I, bahwa kelompok kontrol negatif memiliki rata-rata rasio paling besar dibandingkan dengan kelompok Loperamid HCl dosis rendah maupun dosis tinggi. Dan kelompok Loperamid HCl dosis tinggi memiliki rata-rata rasio yang lebih kecil daripada kelompok dosis rendah Hasil ini menandakan bahwa benar adanya penurunan gerak peristaltik usus akibat pemberian obat uji antidiare. Penghambatan terlihat cukup signifikan dan besarnya dosis obat anti diare juga terbukti memberikan efek penghambatan peristaltik yang lebih tinggi. Selanjutnya dilakukan perhitungan persen inhibisi dari masing-masing dosis loperamid. Dari grafik II, dapat diketahui bahwa daya hambat antidiare Loperamid HCl dosis rendah lebih besar daripada Loperamid HCl dosis tinggi. Hal ini dikarenakan rasio rata-rata dari Loperamid HCl dosis rendah lebih besar dibandingkan Loperamid HCl dosis tinggi. Persen inhibisi dapat dihitung dengan persamaan berikut

Perhitungan ini berfungsi untuk menyatakan besarnya efek penghambatan yang diberikan dari dosis tertentu obat uji. Dari perhitungan berdasarkan data kelompok 2 diketahui loperamid HCl dengan dosis 0,24 mg/ml memberikan efek penghambatan peristaltik sebesar 135,63% dan dosis 0,48 mg/ml memberikan efek penghambatan sebesar 161,61%. Sedangkan perhitungan persentase penghambatan berdasarkan data rata-rata rasio pada loperamid HCl dosis 0,24 mg/mL adalah 83,68% dan pada loperamid HCl dosis 0,48 mg/mL adalah 66,854%. Persentase data rasio kelompok 2 memperlihatkan secara jelas bahwa peningkatan dosis obat memberikan efek yang lebih besar terhadap penghambatan gerak peristaltik usus. Namun pada persentase dosis rata-rata menunjukkan hal yang sebaliknya. Dosis rata-rata berbanding terbalik dengan penghambatan gerak peristaltik usus. Dari data didapatkan, semakin besar dosis obat yang diberikan terhadap hewan uji menghasilkan efek penghambatan terhadap peristaltik usus yang mengecil. Teori menyatakan bahwa semakin tinggi dosis loperamid yang diberikan, semakin tinggi pula persen inhibisi yang diperoleh berdasarkan perhitungan. Loperamid HCl yang merupakan anti diare bekerja dalam memperlambat gerakan peristaltik usus, sehingga semakin tinggi dosis yang diberikan maka gerakan peristaltik usus akan diperlambat yang dengan kata lain memiliki persen inhibisi yang besar. Faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian hubungan dosis loperamid HCl dengan rata-rata persen inhibisi antara lain karena praktikan yang tidak akurat dalam mengukur panjang tempuh marker pada usus dan panjang usus keseluruhan. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah saat pemberian obat loperamid HCl secara peroral menggunakan sonde kurang apik, ada sejumlah kecil volume yang tidak masuk dengan baik ke dalam mencit. Kondisi psikologis mencit juga berpengaruh terhadap efektivitas kinerja obat dalam menghambat anti-diare.

X.

KESIMPULAN 1. Obat anti diare dapat menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini melalui metode transit intestinal yang ditunjukkan dari hubungan

linier antara dosis Loperamid HCl yang diberikan terhadap hewan uji dengan nilai persentase inhibisi gerak peristaltik usus. 2. Persentase inhibisi Loperamid HCl diperoleh dari besarnya rasio antara kelompok dosis tinggi ataupun rendah dengan kelompok kontrol negatif. Persentase inhibisi dosis tinggi mencit kelompok II lebih besar daripada dosis rendah, ini menunjukkan bahwa daya hambat Loperamid HCl pada dosis tinggi lebih besar daripada Loperamid dosis rendah. Namun setelah rasio dirata-ratakan, persentase inhibisi dosis rendah (83.68%) menjadi lebih besar daripada persentase inhibisi dosis tinggi (66.85%).

DAFTAR PUSTAKA Ahira, Anne. 2010. Jenis-jenis Diare. Available online at

http://www.anneahira.com/jenis-jenis-diare.htm [7 April 2013] Ansel, Howard C.2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta : University of Indonesia Press. Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 2, Edisi VIII. Jakarta : Penerbit Salemba Medika. Muscthler, E. terj M. B. Widianto dan A. S. Ranti, P. 1991. Dinamika Obat. Bandung: Penerbit ITB Tjay, H.T dan Kirana R. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo Tri, Agusti. 2010. Diare. Available online at http://triagusti.staff.uns. ac.id /files/ 2010/ 07/diare-mencret.ppt [7 April 2013]

You might also like