You are on page 1of 2

Tafsir Surat Furqan Ayat 30

Tema: Mengenai Jauhnya Umat dari Al-Quran





Dekade demi dekade telah berlalu sejak wahyu pertama (QS. Al-Alaq (96) : 1-5) diturunkan
kepada seorang Rasul yang diutus di jazirah padang pasir Hijaz. Apa yang dulunya tidak diketahui
manusia, perlahan-lahan mulai terkuak dan dipelajari. Semuanya karena pengajaran Allah Swt.
sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Alaq (96) : 4-5.
Penghidupan manusia pun semakin hari semakin maju. Dari zaman primitif dulunya, menuju
era modern dewasa kini. Dari lembaran kulit kayu dan bambu bertransformasi menjadi buku digital,
dari kuda dan keledai menjadi pesawat jet supersonic.
Sayangnya kemajuan intelektual teknologi informasi tidak dibarengi dengan kemajuan
intelektual spiritual, bahkan cenderung ditinggalkan. Literatur-literatur keagamaan makin jarang
disentuh, dibaca, apalagi direnungi dan ditelaah kecuali oleh sebahagian kecil golongan saja. Begitu
pula adanya dengan kitab suci yang seharusnya menjadi pegangan, pedoman, dan petunjuk
kehidupan umat Islam, Al-Quranul Karim selayaknya diperlakukan lebih dari sekedar menjadi
pajangan belaka di rak-rak lemari kaca.
Hal demikian ini pernah disinggung oleh Al-Quran terhadap kaum musyrikin Mekkah yang
menjauh serta mengabaikan Al-Quran.
4~4 NOcO- p4O4C Ep)
Oj-O~ W-7OC+`- -EOE-
4p-47O^- -4OO;_4` .
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak
diacuhkan". (QS. Al-Furqan (25) : 30)

Kata terambil dari kata hajara () yakni meninggalkan sesuatu karena tidak senang
kepadanya. Nabi Saw. dan kaum muhajirin meninggalkan kota Mekkah menuju ke Madinah pada
hakikatnya disebabkan oleh ketidaksenangan mereka bukan kepada kota Mekkah, tetapi kepada
perlakuan penduduk kota ketika itu yang menghalangi mereka melaksanakan ajaran Islam.
1
Kata
Mahjuran bermakna laksana suatu tempat yang telah lama ditinggalkan dan tidak dipedulikan
lagi.
2


Ada juga ulama yang memahami kata mahjura terambil dari kata al-hujr (), yang berarti
mengingau dan mengucapkan kata-kata buruk. Maksudnya bahwa kaum kafir itu jika Al-Quran
dibacakan mereka mengeraskan suara dengan ucapan-ucapan buruk dan semacamnya agar ayat-
ayat yang dibaca tidak terdengar, Ini serupa dengan ucapan orang-orang kafir yang diabadikan Al-
Quran:
4~4 4g~-.- W-NOEE
W-ONEO -EOE) p-47O^-
W-O4^-4 gO1g u7+UE
4pO+l)U^> .

1
Quraish Shibah. Tafsir Al-Misbah Jilid 9. Jakarta: Lentera Hati. (2007), hal. 464
2
http://tafsiralazhar.net46.net/myfile/S-Al-Furqon/Al_Furqon_25_34.htm (diakses pada tanggal 17 Sep 2012)
Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan
Al Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka". (QS.
Al-Fushshilat (41) : 26)
3


Ibnu Katsir menjelaskan maka apabila dibacakan Al-Quran kepada mereka, mereka malah
memperbanyak pembicaraan dan ucapan sehingga mereka tidak mendengarkannya. Ini merupakan
bentuk penolakan dan ketidak percayaan mereka terhadap Al-Quran. Sikap mendustakan Al-Quran
termasuk juga termasuk bentuk penolakan terhadapnya, demikian halnya sikap enggan
merenungi dan memahami kandungannya. Sikap ketidakmauan mereka menjalankan segala
perintah dan menjauhi segala larangan-larangannya juga termasuk sikap penolakan terhadapnya.
Berpalingnya mereka dari ajaran Al-Quran dengan cara mengalihkan pendengaran mereka kepada
syair, ucapan-ucapan tidak bermutu, lagu, nyanyian atau segala macam cara lain untuk menuntup
telinga dari Al-Quran. (Maka) hal ini pun termasuk sikap penolakan mereka terhadap Al-Quran.
4


Hal yang senanda disebutkan oleh Sayyid Quthb dalam kitab Fi Zhilalil Quran, mereka (orang-orang
musyrik) tidak mengacuhkan Al-Quran yang Allah turunkan kepada hamba-Nya agar dia memberi
peringatan kepada mereka, dan menuntun mereka ke jalan yang benar. Tapi, mereka malah tak
mengacuhkan Al-Quran. Mereka tak membuka pendengaran karena mereka takut jika
mendengarnya, mereka akan tertarik dan hati mereka tak dapat menolak tarikannya itu. Mereka tak
mengacuhkannya serta tak mentadabburi untuk mengetahui kebenaran darinya, dan mendapatkan
petunjuk melalui cahayanya. Mereka tak mengacuhkannya dan tidak pula menjadikannya sebagai
pedoman kehidupan mereka. Padahal, Al-Quran itu datang agar menjadi manhaj kehidupan yang
menuntun mereka ke jalan yang paling lurus.
5


Adapun menurut Ibnul Qayyim, banyak hal yang dicakup oleh kata mahjura, antara lain:
6

a. Tidak tekun mendengarkannya.
b. Tidak mengindahkan halal dan haramnya walau diimani dan dibaca.
c. Tidak menjadikannya rujukan dalam menetapkan hukum menyangkut ushuluddin (prinsip-
prinsip ajaran agama) dan rinciannya.
d. Tidak berupaya memikirkan dan memahami apa yang dikehendaki oleh Allah yang
menurunkannya.
e. Tidak menjadikannya sebagai obat bagi semua penyakit-penyakit kejiwaan.

Sebagai penutup, walau secara khusus ayat di atas ditujukan kepada orang musyrik, namun patut
dijadikan sebagai pelajaran bagi kaum muslimin secara umum. Sebagaimana perkataan As-Suyuthi
dalam kitab Al-Iklil: Ayat ini mengancam dengan halus terhadap orang yang tidak memberikan
perhatian kepada Mushaf (Al-Quran) dan tidak membiasakan diri membacanya.
7




3
Quraish Shibah. Tafsir Al-Misbah Jilid 9..., hal. 464
4
Lihat Ibnu Katsir. Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir. (2006), hal. 497
5
Lihat Sayyid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Quran Jilid 8. Jakarta: Gema Insani Press. (2004), hal. 293
6
Quraish Shibah. Tafsir Al-Misbah Jilid 9..., hal. 464
7
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nuur Jilid 4. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
(2000), hal. 2884

You might also like