You are on page 1of 22

Chair Scriber 1st Scriber 2nd

: Sri Handini : Salas Auladi : Hilma Zahra KASUS 4 (HIPOSPADIA) An. S, 6 tahun, dirawat d RS Karen buang air kecil di bawah penis. Klien mengeluh

malu dengan teman sebayanya dan BAK harus jongkok dan membuka selananya. Dokter merencanakan utk melakukan operasi. Menurut keterangan ibunya, kelainan tersebut sdh ada semenjak lahir. Ketika anak S berumur 4 tahun ketika akan disunat, klien tidak dpt disunat karena memiliki kelainan. Setelah dua hari di rawat, pada hari klien d operasi cordectomy dan urethroplasty, POD 1 klien mengeluh nyeri pada penisnya, BAAK melalui kateter. Terapi yang diberikan, IVRD NaCl 1500 cc/24jam, cefotaxime 2x1 gr dan antrain 3x250gr. STEP 1
1. cordectomy?

Jawab: Tindakan operasi tahap pertama usia 1-2 tahun tujuannya untuk meluruskan penis
2. Urethroplasty?

Jawab: Tahap 2 untuk meluruskan slauran ureternya


3. cefrotaxim?

Jawab: obat untuk infeksi pada uretranya


4. Antrain?

Jawab: LO
5. IVFD?

Jawab: LO
6. POD?

Jawab: Post Operation Day STEP 2

1. Penyebab terjadinya kelainan pada penis? (Neli) 2. Diagnosa Medis? (Gian) 3. Dampak Psikososial pada anak? (Reni) 4. Penatalaksanaan kateter? (Bayu) 5. Apakah kelainan pada penis ini juga mengganggu kelainan pada cairan kemihnya?

(Ahira)
6. Fungsi terapi? (Nova) 7. Anatomi slauran kemih? (Leli) 8. Tahapan embriologi yang menyebabkan terjadinya hipospadia? (Tia) 9. Komplikasi post op? (Roro) 10. Diagnosa keperawatan yang utama?Psikososial/penyakitnya? (Hilma) 11. Penkes apa yang harus diberikan? (Sandra) 12. Persiapan sebelum operasi? (dini) 13. Mengenai Sirkumsisi? (Ahira) 14. Indikasi & kontraindikasi pembedahan? (Salas) 15. Askep pra op dan post op? (Gian) 16. Penatalaksanaan? (Reni) 17. Patofisiologi? (Neli) 18. Prosedur pembedahan? (Bayu) 19. Pemerikasaan DIagnostik? (Roro) 20. Penyebabnya congenital/herediter? (Sandra) 21. Data yang perlu dikaji? (ahira) 22. Prognosis penyakit tanpa operasi? ( Tia) 23. Manifestasi selain dari kasus? (Hilma)

24. Faktor resiko? (Ahira) 25. Klasifikasi? (Gian)

STEP 3
1. Penyebab terjadinya kelainan pada penis? 2. Diagnosa Medis?

Jawab: Hipospadia merupakan kelainan di meatus uretra terletak di ventral penis/skrotum (Nova)
3. Dampak Psikososial pada anak?

Jawab: berdampak Silent Show/introvert. Teman-temannya juga bisa menjadi support system, juga dibutuhkan pendampingan orang tua (Bayu, Sandra, Roro)
4. Penatalaksanaan kateter?

Jawab: kateter yang dipasang merupakan kateter biasa (Ahira)


5. Apakah kelainan pada penis ini juga mengganggu kelainan pada cairan kemihnya?

Jawab: kandungan urin normal, yang berbeda hanya cara atau proses berkemih (Reni)
6. Fungsi terapi? 7. Anatomi slauran kemih? 8. Tahapan embriologi yang menyebabkan terjadinya hipospadia? 9. Komplikasi post op?

Jawab: Infeksi, lubangnya menjadi dua jika operasinya gagal (Tia)


10. Diagnosa keperawatan yang utama?Psikososial/penyakitnya?

Jawab: lebih ke nyerinya (All)


11. Penkes apa yang harus diberikan?

Jawab: penkes yang diberikan yaitu mengenai pendampingan orang tua, penjelasan prosedur, psikososial (Gian)

12. Persiapan sebelum operasi? 13. Mengenai Sirkumsisi? 14. Indikasi & kontraindikasi pembedahan? 15. Askep pra op dan post op?

Jawab: menurunkan nyerinya, control infeksinya agar tidka terjadi, psikososial (Sandra)
16. Penatalaksanaan? 17. Patofisiologi? 18. Prosedur pembedahan?

Jawab: kordektomi (1,5-2 tahun), Uretroplasty (2-6 tahun) jarak ke operasi selanjutnya yaitu 6 bulan (Tia)
19. Pemerikasaan DIagnostik? 20. Penyebabnya congenital/herediter?

Jawab: Kongenital (Leli)


21. Data yang perlu dikaji? 22. Prognosis penyakit tanpa operasi?

Jawab: Jika bertambah buruk akan menyebabkan impoten (Leli)


23. Manifestasi selain dari kasus? 24. Faktor resiko?

Jawab: penyakit ini lebih terjadi pada anak laki-laki dan merupakan kelainan congenital (Neli, Nova)
25. Klasifikasi?

STEP 4

STEP 5 LO: Mind Map + Konsep Penyakit + Pertanyaan Step 1-2

ANATOMI FISIOLOGI PERKEMIHAN

Ureter terdiri dari 2 pipa yang masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih lapisan dinding ureter terdiri dari : - lapisan luar (jaringan ikat/ fibrosa) - lapisan tengah (otot polos) lapisan dinding ureter terjadi gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang mendorong urine melalui ureter vesika urinaria

sebuah kantung dengan otot yang mulus dan berfungsi sebagai penampung air seni yang berubah-ubah jumlahnya karena kandung kemih dapat mengembang dan mengempis proses miksi pada kandung kemih - distensi kandung kemih ( 250 cc) reflek kontraksi dinding kandung kemih relaksasi spinkter internus relaksasi spinkter eksternus pengosongan kandung kemih - kontraksi kandung kemih dan relaksasai spinkter dihantarkan melalui serabut saraf simpatis - persarafan vesika urinaria diatur torakolumbal & kranial dari sistem saraf otonom

uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung kemih ke lingkungan luar tubuh. uretra berfungsi sebagai saluran pembuang baik pada sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. pada pria, berfungsi juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani uretra pada wanita pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di antara klitoris dan pembukaan vagina. pria memiliki uretra yang lebih panjang dari wanita. artinya, wanita lebih berisiko terkena infeksi kantung kemih atau sistitis dan infeksi saluran kemih. uretra pada pria pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada akhir penis. uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian, dinamakan sesuai dengan letaknya: pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat. pars prostatica, terletak di prostat, terdapat pembukaan kecil, dimana terletak muara vas deferens. pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar bulbouretralis.

pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus spongiosum penis. HIPOSPADIA


A. Definisi 1. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa

terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
2. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis

pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
3. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di

bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).


4. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada

bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 )
B. Etiologi

Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genitalia karena involusi yang prematur dari sel interstitial testis. Tanpa hormon androgen, testosteron dan dihidrotestosteron (DHT); fenotip suatu individu akan mengarah pada genitalia eksterna perempuan. Pada gonad laki-laki, diferensiasi menjadi fenotip laki-laki secara aktif terjadi antara minggu 9-12 masa gestasi dan akan terbentuk sempurna sekitar minggu 1214 masa gestasi. Diferensiasi ini dipengaruhi oleh testosteron, yang berubah menjadi 5DHT karena pengaruh enzim 5-alfa reduktase yang ada didalam sitoplasma sel genitalia eksterna dan sinus urogenital. DHT berikatan dengan reseptor androgen dalam sitoplasma kemudian ditransport ke nukleus, selanjutnya menyebabkan translasi dan transkripsi material genetik. Pada akhirnya, menyebabkan perkembangan genitalia eksterna menjadi laki-laki normal. Penyebab lain dari kelainan bawaan ini juga bias disebabkan oleh konsumsi obat obatan atau pil KB/alat kontrasepsi yang digunakan ibu selama masa kehamilan. Selain itu, etiologi hipospadia lainnya meliputi faktor herediter, genetik, endokrin dan faktor lingkungan ( Silver, 2000 ).
a. Faktor Herediter

Pada penelitian terdahulu ( Bauer, Bull et Petit 1979 : quoted in De Sy & Hoebeke, 1996 ) berkesimpulan bahwa jika ayah dalam satu keluarga dengan hipospadia, kemungkinan satu dari anak laki-laki menderita hipospadia meningkat sekitar 8% dan hal yang sama yaitu satu dari kakak kandung laki-laki juga menderita kelainan yang sama sekitar 12%. Kesimpulannya, resiko pada generasi berikutnya meningkat sekitar 26% jika dua orang dari keluarga yang sama menderita hipospadia ( termasuk jika ayah dan satu dari anak laki-laki menderita hipospadia).
b. Faktor Endokrin

Penyebab utama hipospadia adalah adanya defek pada stimulasi androgen dalam perkembangan penis, dimana termasuk juga pembentukan lengkap urethra dan struktur di sekitarnya. Defek ini dapat terjadi karena defisit produksi androgen oleh testis dari plasenta, karena kegagalan enzim 5-reduktase mengubah testosteron menjadi dehidrotestosteron atau defisit reseptor androgen di penis ( Liu, Concha, Russel et al, 2002).
c. Faktor Lingkungan

Pada beberapa tahun terakhir, para ahli telah membahas mengenai dampak faktor lingkungan terhadap reproduksi laki-laki. Hal ini dimulai dengan munculnya hipotesis yang membahas mengenai faktor eksogen, yang dikenali sebagai penghambat endokrin, yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan differensiasi seksual ( Toppari, 2002). Pengaruh lingkungan terhadap aktivitas estrogen sering dijumpai pada komunitas industri dan terdapat pada buah yang tercemar pestisida dan sayursayuran, estrogen endogen pada tumbuhan, susu dari induk sapi hamil dan menyusui, dari lapisan plastik pada kaleng besi dan obat-obatan. Pada penelitian oleh Hadziselimolvic pada tahun 2000 mengemukakan mengenai peningkatan konsentrasi estradiol pada synctiotrophoblas basal plasenta pada anak laki-laki dengan undesensus testis dibandingkan dengan populasi kontrol.
d. Faktor Genetik

Faktor genetik pada kejadian hipospadia didukung oleh peningkatan kejadian 8 kali lipat pada kembar monozigot dibandingkan pada janin tunggal. Penemuan ini mungkin berhubungan dengan kebutuhan 2 fetus akan Human Chorionic Gonadotropin (HCG) yang diproduksi oleh satu plasenta, dengan asupan yang tidak adekuat selama periode penting dalam perkembangan urethra.

C. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala hipospadia dan epispadias meliputi:


Perubahan tempat saluran uretra mengubah pola berkemih akibat perubahan tempat lubang dari uretra chordee, atau lipatan dari penis (pada hipospadia) karena membuka penis pengungsi disfungsi ejakulasi. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar

penis yang terletak lebih pangkal dari yang normal (bisa di batang penis, pangkal penis atau di buah zakar bahkan ada yang di antara buah zakar dan dubur). Tanda kelainan kedua dan ketiga adalah berupa preputium (kulit luar penis bagian atas lebih panjang dari bagian bawah) dan adanya chorde atau jaringan parut atau fibrosis yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya di batang penis sehingga bila ereksi akan terlihat bengkok.
Penis melengkung ke bawah saat ereksi Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya ke bawah, menyebar,

mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK (hipospadia peniscrotal).
Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan

mengangkat penis keatas.


Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis

yang belum turun sampai ke kantung kemaluannya (undescended testis).


D. Prognosis Penyakit

Angka kejadian hipospadia adalahsekitar 1 dari setiap 300 kelahiran hidup bayi lakilaki. Frekuensi berdasarkan klasifikasi hipospadia adalah 90% untuk tipe distal, sedang tipe penile, skrotal, dan perineal hanya 10% Faktor hubungan keluarga yang telah diidentifikasi : 8% pasien dengan ayah yang hipospadia, 14% dari saudara kandung laki-laki yang menderita hipospadia, dan jika dua dari anggota keluarga dengan hipospadia, resiko terjadinya hipospadia pada keturunan berikutnya yaitu 21%. Prognosis bergantung dari proses operasinya : Anastesi, alat jahit, antibiotik menunjang kesuksesan operasi hipospadia.

Setelah operasi, buang air kecil dapat dilakukan dengan penis yang lurus maupun mendepositkan semen ke dalam vagina. Tantangan terbesar pada koreksi hipospadia adalam pencegahan terjadinya fistel dan gambaran kosmetik secara keseluruhan.

E. Klasifikasi

Klasifikasi hipospadia yang sering digunakan yaitu berdasarkan lokasi meatus yaitu : 1. Glandular, muara penis terletak pada daerah proksimal glands penis 2. Coronal, muara penis terletak pada daerah sulkus coronalia 3. Penile shaft 4. Penoscrotal 5. Perinea

Pengklasifikasian hipospadia menurut letak muara uretranya antara lain : 1. Anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal 2. Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan penoscrotal 3. Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.

F. Faktor resiko

G. Komplikasi Komplikasi awal: Perdarahan, Infeksi, dehisensi, nekrosis flap, edema.erdarahan, Inf Komplikasi jangka panjang : Fistel uretrokutaneus. Striktur Divertikulum Residual

chordee/rekuren chordee

H. Pemeriksaan Diagnosis

Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.

I. Penatalaksanaan I. Farmakologi 1. Antrain Komposisi:

Antrain Tablet : Tiap tablet mengandung: Metamizole Na 500 mg Antrain Injeksi : Tiap ml mengandung: Metamizole Na 500 mg
Cara Kerja Obat: Metamizole Na adalah derivat metansulfonat dari

aminopirin yang mempunyai khasiat analgesik. Mekanisme kerjanya adalah menghambat transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat dan

perifer.Metamizole Na bekerja sebagai analgesik, diabsorpsi dari saluran pencernaan mempunyai waktu paruh 1 -4 jam.
Indikasi: Untuk meringankan rasa sakit, terutama nyeri kolik dan sakit setelah

operasi.
Kontraindikasi: Penderita hipersensitif terhadap Metamizole Na. Wanita hamil dan menyusui. Penderita dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg. Bayi di bawah 3 bulan atau dengan berat badan 5 kg. Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas: reaksi pada kulit misal kemerahan. Agranulositosis. Peringatan / Perhatian : Tidak untuk mengobati sakit otot pada gejala-gejala flu dan tidak

untuk mengobati rematik, lumbago, sakit punggung, bursitis, sindroma bahu lengan.Karena dapat menimbulkan agranulositosis yang berakibat fatal, maka sebaiknya tidak digunakan dalam jangka panjang.Hati-hati pada penderita yang pernah mengalami gangguan pembentukan darah/ kelainan darah. gangguan fungsi hati atau ginjal.Karena itu perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan darah pada penggunaan yang lebih lama dari penggunaan untuk mengatasi rasa sakit akut.
Pada pemakaian jangka lama dapat menimbulkan sindrom neuropathy

yang akan berangsur hilang bila pengobatan dihentikan.


Interaksi

Obat:

Bila

Metamizole

Na

diberikan

bersamaan

dengan

Chlorpromazine dapat mengakibatkan hipotermia.


Aturan Pakai:

Tablet : 1 tablet jika sakit timbul, berikutnya 1 tablet tiap 6-8 jam,

maksimum 4 tablet sehari.


Injeksi : 500 mg jika sakit timbul, berikutnya 500 mg tiap 6-8 jam,

maksimum 3 kali sehari, diberikan secara injeksi I.M. atau I.V.

2. Cefotaximine Indikasi: Infeksi saluran nafas bagian bawah, telinga, saluran kemih dan kelamin

termasuk gonore non komplikasi, kandungan, kulit dan struktur kulit, dalam perut, tulang dan sendi, susunan saraf pusat.
Bakteremia (beredarnya bakteri dalam darah) dan septikemia (keracunan

darah oleh bakteri patogenik dan/atau zat-zat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut), sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri atau kedua-duanya), endokarditis (radang endokardium jantung), meningitis (radang selaput otak).
Pencegahan infeksi peri-operatif dan terhadap infeksi dengan kekebalan

yang menurun.
Kontra Indikasi : Hipersensitifitas terhadap Sefalosporin, penderita ginjal

berat.
Perhatian Pasien yang sensitif terhadap Penisilin (sensitifitas silang), gagal ginjal

berat, riwayat penyakit lambung-usus terutama kolitis.


Hamil (terutama trimester pertama), menyusui. Interaksi obat : kombinasi dengan diuretika kuat dan aminoglikosida meningkatkan

resiko nefrotoksisitas.
penggunaan dengan Probenesid, meningkatkan dan memperpanjang

kadar Sefotaksim dalam darah.

Efek Samping Reaksi hipersensitifitas, eosinofilia, neutropenia, leukopenia yang

bersifat sementara, flebitisefek pada lambung-usus, superinfeksi.


Peradangan iritatif dan nyeri pada tempat penyuntikan. Kemasan : Vial 1 gram x 2. Dosis Dewasa dan anak berusia lebih dari 12 tahun : 2-6 gram sehari, maksimal

12 gram/hari.
Bayi dan anak berusia 1 bulan 12 tahun : 50-100 mg/kg berat

badan/hari dalam 4-6 dosis terbagi.


Neonatus (bayi baru lahir sampai umur 4 minggu) dan bayi prematur

berusia 1-4 minggu : 50 mg/kg berat badan secara intravena (IV) tiap 8 jam.
Bayi berusia kurang dari 1 minggu : 50 mg/kg berat badan secara IV tiap

12 jam.
Pada infeksi yang mengancam jiwa : dosis sampai dengan 200 mg/kg

berat badan/hari.
Pencegahan infeksi pra-operatif : diberikan 30-60 menit sebelum operasi.

II.

Nonfarmakologi / Pembedahan Tujuan operasi pada hipospadia adalah agar pasien dapat berkemih dengan normal, bentuk penis normal, dan memungkinkan fungsi seksual yang normal. Hasil pembedahan yang diharapkan adalah penis yang lurus, simetris, dan memiliki meatus uretra eksternus pada tempat yang seharusnya, yaitu di ujung penis. Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Thiersch-Duplay, Dennis Brown, Cecil Culp.

Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap


a.

Tahap pertama eksisi

dari

chordee dan bisa sekaligus dibuatkan

terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.
b.

Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat terbentuk, insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.

Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebig ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.

J.

ASUHAN KEPERAWATAN
II. PENGKAJIAN 1. Identitas

a) Biodata klien Nama Usia Jenis kelamin Pekerjaan Suku : An. S : 6 tahun : Laki-laki ::-

2. Subyektif a) Keluhan utama : Klien mengeluh nyeri pada penisnya

b) Riwayat Kesehatan Sekarang: Klien mengeluh nyeri pada penisnya, BAK melalui kateter. c) Riwayat kesehatan masa lalu: BAK haru sjongkok, saat umur 4 tahun tidak disunat karena ada kelainan. d) Riwayat kesehatan keluarga: e) Riwayat obat-obatan: Terapi medis IVFD NaCl 1200 cc/24 jam, cefotaxime 2x1 gram, dan Antrain 3x250 mg.

Anamnesa sistem a. Sistem respirasi b. Sistem kardiovaskuler c. Sistem gastrointestinal d. Sistem integumen e. Sistem muskuloskeletal : Nafas tidak teratur (-), sesak nafas (-) : nyeri dada (-) : diare (-), mual (-), anorexia (+) : pucat (-), edema (), iketrik () :

b) Obyektif

a. Keadaan umum b. Tanda Tanda Vital

::

TD Nadi RR Suhu BB TB

::::::-

c. Pemeriksaan fisik
1. Kepala:

a. Mata : penglihatan menurun (-), katarak (-), facial edema (-) b. Hidung: Dischard (-), sumbatan (-), polip (-) c. Sinus: peradangan (-) d. Mulut: Mukosa bucal lembab (-), mukosa bibir lembab (-), disfagia (-) e. Telinga: peradangan (-), dischard (-) 2. Leher: pembesaran kelenjar gondok (-), massa (-), JVP meningkat (-),

3. Thorak a. Inspeksi: Bentuk dada normal (-), retraksi dada (-), pola nafas tidak teratur

(-)
b. Palpasi: distensi (-) c. Perkusi: nyeri cotovetebra (-) d. Auskultasi: Suara jantung: S1-S2 reguler, bising jantung (-).

4. Abdomen a. Inspeksi: tanda peradangan dan perbesaran massa (-) b. Auskultasi: peristaltik usus (-) c. Palpasi: nyeri tekan perut kiri bawah (-), nyeri alih (-), perbesaran organ dan

massa (-). Ketok ginjal kanan kiri (-)

c) Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan darah rutin Hasil pemeriksaan kimia darah Hasil pemeriksaan APTT
b) Pemeriksaan diagnostik

:::-

Hasil pemeriksaan EKG 12 leade : -

d) Data data

DS :
-

Klien mengeluh malu oleh teman sebayanya Kalua BAK haru sjongkok & membuka celananya Klien mengeluh nyeri pada penisnya

DO :
-

BAK melalui kateter

III.

Diagnosa Keperawatan Post Operasi

1. Nyeri yang berhubungan dengan proses pembedahan ditandai dengan klien

mengeluh nyeri
2. Gangguan eliminasi urin yang berhubungan dengan adanya obstruksi

pembedahan
3. Cemas yang berhubungan dengan proses pembedahan 4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pemasangan kateter

DAFTAR PUSTAKA

Joan P. Frizzell, RN, PhD. 2001. Handbook of Pathophysiology. Springhouse Corporation : Philadelphia Price, Sylvia A.2005. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah.1997. Jakarta : EGC. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 4. 2006. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC http://www.hexpharmjaya.com/page/cefotaxime.aspx http://www.obatinfo.com/2010/02/antrain.html http://www.bedahugm.net/hipospadia/ http://emedicine.medscape.com/article/1015227-treatment http://nurad1k.blogspot.com/2010/02/anatomi-fisiologi-sistem-perkemihan.html

You might also like