You are on page 1of 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN (RIFAMPISIN) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN

UJI POTENSI TIGA DOSIS

Disusun Oleh : RIDA RUFAIDAH (260110080075) AULIA ASSARI (260110080077)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2010

PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN (RIFAMPISIN) TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR DENGAN UJI POTENSI TIGA DOSIS I. Tujuan Menentukan besarnya potensi sample antibiotika di pasaran terhadap antibiotika standar. II. Prinsip 1. Membandingkan respon, yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari jasad renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari dosis sediaan yang diuji terhadap dosis sediaan baku 2. Baku Pembanding (references standar) Sebagai baku yang potensinya dinyatakan dalam unit (satuan/milligram) dari zat kering, telah ditetapkan secara internasional maupun nasional. 3. Biakan mikroorganisme harus dipilih dari strain murni harus memberi respon bertahap sesuai dengan kenaikan dosis

4. Media pembenihan harus dapat mendukung pertumbuhan jasad renik yang digunakan tidak mengandung zat lain yang mengganggu aktivitas baku

5. Pengenceran Konsentrasi suatu zat akan berkurang setengahnya bila x mL zat dilarutkan dalam x mL pelarut.

V1N1 = V2N2 Hasil perkalian normalitas dengan volume senyawa yang semula digunakan (V1N1) adalah sama dengan hasil akhir senyawa tersebut setelah pengenceran (V2N2). III. Teori Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Antibiotik yang pertama kali ditemukan adalah Penisillin, ditemukan oleh Alexander Fleming, secara kebetulan saat Alexander Fleming menanamkan bakteri pada cawan tetapi lupa tidak ditutup. Besoknya diamati, terlihat adanya organisme asing yang di sekelilingnya ada daerah bening, organisme asing ini diselidiki, dan ternyata organisme itu adalah Penicillium notatum. Organisme ini lalu diekstraksi, ditanamkan lagi pada pembenihan yang baru. Sejak ditemukannya Penisillin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat dipakai untuk maksud terapeutik Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama jamur-jamur dan bakteri-bakteri tanah yang mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid terhadap banyak bakteri dan beberapa virus besar. Toksisitasnya untuk tubuh manusia adalah relatif kecil. Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan bakteri.. Antibiotik adalah salah satu kelas "antimikroba", yaitu kelompok obat yang mencakup termasuk obat antivirus, anti jamur, dan antiparasit. Obat semacam ini tidak berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga dapat digunakan sebagai mengobati infeksi. Istilah ini awalnya hanya digunakan untuk formulasi yang diperoleh dari makhluk hidup, tetapi sekarang antimikroba buatan juga termasuk di dalamnya, seperti sulfonamida.

Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti striknin, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya. Individu antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotik yang dimakan adalah pendekatan yang mudah jika efektif, dan antibiotik melalui infus dignakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.Mekanisme kerja antibiotik umumnya dapat dijelaskan secara terperinci: a. Menghambat biosintesis dinding sel (penisilin, sefalosporin, sikloserin, basitrasin). b. Meninggikan c. Mengganggu Antibiotika yang permeabilitas sintesis membran sitoplasma bakteri dinding (sefalosporin, (tetrasiklin, sel atau sikloserin, basitrasin). protein normal pembentukan kloramfenikol, eritromisin, novobiosin, antibotika aminoglikosida). mempengaruhi permeabilitas membran sel bekerja bakterisid, sedangkan yang bekerja pada sintesis protein bekerja bakteriostatik. Dalam farmakope Indonesia dinyatakan bahwa semua potensi adalah perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan standar atau larutan pembanding yang menghasilkan derajat hambatan pertumbuhan yang sama pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatannya pada mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya merupakan suatu standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas. Farmakope Indonesia menentukan bahwa potensi

antibiotica standar berkisar antara 95-105%. Namun potensi tersebut dapat menurun karena kadaluwarsa, penyimpanan yang tidak benar dan terjadinya penguraian obat yang menghasilkan zat lain yang tidak memiliki efek lagi. Aktivitas suatu antibiotica dapat dilihat pada dua criteria yaitu MIC dan besar diameter hambatan. Makin rendah MIC makin kuat potensialnya, demikian pula makin besar diameter hambatan, makin kuat pula potensialnya. Namun pada umumnya, antibiotic yang mempunyai potensi tinggi memiliki MIC yang rendah dan diameter yang besar. Ada dua metode umum pengujian potensi antibiotica yang dapat digunakan: 1. Metode penetapan dengan lempeng silinder Metode ini berdasarkan difusi antibiotika dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar dapat dalam cawan petri atau lempeng, sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhanya pada daerah berupa lingkaran atau zona disekeliling silinder yang berisi larutan antibiotika. 2. Metode Turbidimetri Metode ini berdasarkan hambatan perkembang biakan mikroba dalam larutan serbasama antibiotika, dalam media cair yang dapat menumbuhkan microba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotika. Rifampisin Rifampisin adalah derivat semisintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. Rifampisin menghanbat pertumbuhan berbagai kuman gram-negatif dan gram-positif. Terhadap kuman gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G, tetapi sedikit lebih kuat daripada erythromycin, linkomisin dan sefalotin. Terhadap kuman gram-negatif kerjanya lebih lemah daripada tetrasiklin, klorampenikol, kanamisin, dan kolistin. Obat ini juga dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis virus .

In vitro, Rifampisin dalam kadar 0.005-0,2 g/ml dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberkulosis. Pada 0,25-1 g/ml dapat menghambat Mycobacterium kansasii. Pada kadar 4 g/ml dapat menghambat Mycobacterium intracellulare tapi pada beberapa galur baru dihambat bila kadarnya lebih dari 16 g/ml Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan ) rantai dalam sintesis RNA. Pemberian Rifampisin peroral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam, dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7 g/ml. obat ini cepat mengalami deasetilasi sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh. Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, sehingga walaupun bioavabilitasnya tinggi eliminasinya meningkat pada pemberian berulang. Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Dengan dosis biasa, kurang dari 4% penderita tuberkulosis mengalami efek toksik. Yang paling sering adalah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi flu like syndrome, nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia. Berbagai keluhan yang berhubungan dengan system saraf rasa lelah, mengantuk, sakit kepala, pusing, ataksia, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan melemahnya otot dapat juga terjadi . Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin sehingga kadarnya dalam darah tidak cukup. Rifampisin mungkin juga mengganggu metabolisme vitamin D sehingga dapat menimbulkan kelainan tulang berupa osteomalasia .

Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan tuberkulosis yang sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi tuberkulosis jangka pendek . Bacillus substilis Merupakan bakteri gram positif yang biasanya ditemukan di tanah, termasuk kedalam genus Bacilus. Seperti spesies yang lainnya, kuman ini memiliki kemampuan untuk membentuk endospora pelindung, yang tahan terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Tidak seperti beberapa kuman Bacillus yang lainnya, Bacillus substilis merupakan kuman aerob obligat Bacillus substilis tidak dianggap sebagai kuman patogen, tetapi dapat mengkontaminasi makanan dan jarang sebagai penyebab keracunan.

Bacillus substilis IV. Alat dan Bahan Alat Cawan petri Inkubator Jangka sorong Lampu spirtus Mikropipet Perforator Pinset Rak tabung Spatel

Tabung reaksi Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml Bahan V. Prosedur Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24 jam, bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan cara dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian disterilkan dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji ke dalam labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, digerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur. Direncanakan pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat variasi dua seri dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat larutan inokulum dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam nutrien agar yang telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan nutrien agar yang mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri secara aseptis sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan dasar cawan menjadi enam area sama besar. Diberi label masing-masing area tersebut tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat enam cetakan reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan menggunakan perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara membuang agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan spatel yang Air suling steril Larutan desinfektan Media nutrien agar Pelarut sediaan uji Sedia antibiotika standar dan sample (Rifampisin) Suspensi Bacillus subtilis

telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam larutan desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan standar pada masing-masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan dengan ,menggunakan mikropipet secara aseptis. Diinkubasikan dalam ikubator pada suhu kurang lebih 370 c selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat diameter daerah bening (zone lisis) yang terjadi di sekeliling reservoir yang telah mengandung antibiotika tersebut dengan menggunakan jangka sorong. Dihitung potensi antibiotik. V. Perhitungan Konsentrasi Rifampisin dalam labu ukur = 100 mg /100 mL = 100000 g / 100 mL = 1000 g/mL = 1000 g/ 1000 L = 50 g / 50 L Konsentrasi untuk larutan baku Dosis Tinggi = 30 g/50 L N1 x 50 L = 30 g N1 = 0,6 g/L N1 = 600 g/mL 1000 g/mL x 1 mL = 600 g/mL x V2 V2 = 1,67 mL Aquadest yang ditambah = 0,67 mL Dosis Menengah = 15 g / 50 L N1 x 50 L = 15 g N1 = 0,3 g/L N1 = 300 g/mL 1000 g/mL x 1 mL = 300 g/mL x V2 V2 = 3,33 mL Aquadest yang ditambah = 2,33 mL

Dosis Rendah = 7,5 g / 50 L N1 x 50 L = 7,5 g N1 = 0,15 g/L N1 = 150 g/mL 1000 g/mL x 1 mL = 150 g/mL x V2 V2 = 6,67 mL Aquadest yang ditambah = 5,67 mL

Konsentrasi untuk larutan sampel Dosis Tinggi = 30 g/50 L N1 x 50 L = 30 g N1 = 0,6 g/L N1 = 600 g/mL 1000 g/mL x 1 mL = 600 g/mL x V2 V2 = 1,67 mL Aquadest yang ditambah = 0,67 mL Dosis Menengah = 15 g / 50 L N1 x 50 L = 15 g N1 = 0,3 g/L N1 = 300 g/mL 1000 g/mL x 1 mL = 300 g/mL x V2 V2 = 3,33 mL Aquadest yang ditambah = 2,33 mL Dosis Rendah = 7,5 g / 50 L N1 x 50 L = 7,5 g

N1 = 0,15 g/L N1 = 150 g/mL 1000 g/mL x 1 mL = 150 g/mL x V2 V2 = 6,67 mL Aquadest yang ditambah = 5,67 mL VI. Data Pengamatan dan Perhitungan Dosis Cawan Petri Larutan Baku (mm) Tinggi (Bt) I II Total Ratarata PERHITUNGAN POTENSI Log dosis = log (dosis tinggi/dosis rendah) = log (30 g/l /15 g/l) = log 2 22,0 24,0 46,0 23 Menenga h (Bm) 19,3 22,2 41,5 20,75 Rendah (Br) 17,3 21,6 38,9 19,45 Larutan Sampel (mm) Tinggi (St) 21,7 24,2 45,9 22,95 Menenga h (Sm) 21,6 21,8 43,4 21,7 Rendah (Sr) 15,3 17,6 32,9 16,45

Log = 1/3 (22,95 + 21,7 + 16,45) - (23 + 20,75 + 19,45) ( 22,95 - 16,45) + (23 - 19,45) Log = 1/3 (61,1) - (63,2) ( 6,5) + (3,5) log = - 0,08386 = 0,8244 x 0.301

x log 2

Potensi sampel = 0,8244 x 100 % = 82,44 %

Jadi potensi Rifampisin sampel terhadap baku adalah 82,44 %

VIII. PEMBAHASAN Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut farmakope haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak memenuhi syarat untuk dapat diedarkan di pasaran. Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan potensi antibiotika adalah meode penetapan dengan lempeng silinder, yaitu menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media nutrien agar yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat ditentukan dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan membandingkannya dengan diameter zona bening dari antibiotika standar. Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah harus biakan murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah bakteri yang diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan, bukan dari bakteri yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah, feses, urin, dan sebagainya). Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah Rifamfisin dan suspensi bakterinya adalah Bacillus substilis, karena menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika rifamfisin dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus substilis. Sebelum memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran dan perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penentuan nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang ingin digunakan

pada antibiotika ini, yaitu rifampisin. Konsentrasi rifampisin pada awalnya adalah 1000 g/ml pada larutan baku. Untuk larutan sampel dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari perencanaan perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada dosis tinggi adalah 30 g/50 l, untuk mendapatkannya, dicampurkan 1 ml rifampisin 1000 g/ml lalu di tambahkan air suling steril hingga 0,67 ml, inilah dosis tingginya. Pada dosis menengah, konsentrasinya adalah 15 g/50 l, dengan cara mencampurkan 1 ml rifampisin 600 g/ml dengan 1ml air suling steril. Untuk dosis rendah yaitu 7,5 g/ml, dengan cara mencampurkan 1 ml antibiotic rifampisin 300 g/ml dengan 1ml aquadest steril. Konsentrasi untuk larutan baku dan larutan sampel dianggap sama. Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian pada permukaan dasar cawan petri menjadi 6 area sama besar. Setiap area ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah maupun larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk mempermudah dalam pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel tinggi diletakkan berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama tinggi diletakkan berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi karena dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan cawan petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak terkontaminasi oleh udara luar. Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis, hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh mikroba lain yang dapat merusak percobaan. Kemudian siapkan perfortor yang steril, yaitu dengan cara membakarnya di atas nyala api. cetakan yang dibuat dengan perforator digunakan untuk menampung antibiotika. Namun saat memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan terlebih dahulu hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar spiritus, agar bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi bakteri. Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat melubanginya dan jika terlalu jauh dari api, ditakutkan akan

terkontaminasi oleh bakteri. Proses pembuatan lubang harus dilakukan dengan cepat, jangan biarkan cawan petri terbuka terlalu lama untuk menghindari bakteri dari luar masuk ke dalam cawan. Setelah keenam daerah yang dibagi tadi telah dilubangi, maka dimasukkanlah larutan antibiotika dengan dosis tinggi dan rendah dari larutan baku maupun larutan sampel. Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50 l (masingmasing lubang diisi dengan 50 l antibiotika). Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan di dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus tepat di lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik berdifusi sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang dihitung mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah digunakan harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benarbenar kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan mempengaruhi bakteriosida). Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah sehingga tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini dibuat duplo (dua kali) dengan perlakuan yang sama. Berdasarkan hasil pengamatan pada antibiotik baku, didapat zona bening pada dosis tinggi, di cawan petri I dan II masing-masing yakni sebesar 22,0 , 24,0 mm, dosis menengah adalah 19,3 , 22,2 mm ,dan dosis rendah sebesar 17,3 , 21,6 mm. Pada antibiotik sampel diperoleh zona bening pada dosis tinggi di cawan petri I dan II masing-masing sebesar 21,7 , 24,2 mm, dosis menengah 21,6 , 21,8 mm dan pada dosis rendah sebesar 15,3 , 17,6 mm. Diameter hambat dosis tinggi pada konsentrasi antibiotika (desinfektan juga bersifat

antibiotik sampel maupun baku lebih besar daripada pada dosis rendah. Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, potensi larutan sampel rifampisin yang diuji adalah sebesar 82,44 %. Sehingga antibiotik ini layak dipasarkan.

IX.

KESIMPULAN Potensi dari sampel kloramfenikol terhadap baku pada bakteri Basillus subtillis adalah 82,44 %.

DAFTAR PUSTAKA

Departtemen Kesehatan RI.1979.Farmakope Indonesia. Edisi III. DEPKES RI: Jakarta. Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta. Jawetz, Melnick, and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC : Jakarta. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerbit ITB : Bandung. Pelczar, M.J. Jr and Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi.Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta. Rod,tobbing. 2008. Antibiotika. Tersedia di:http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/antibiotic mekanisme-cara-kerja-dan-klasifikasinya/ (diakses tgl : 26 April 2010) Tanu, Ian. 1995. Farmakologi dan terapi .Edisi keempat (dengan perbaikan). Bagian farmakologi FKUI : Jakarta.

You might also like