You are on page 1of 15

A.

GIZI BURUK Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi (zat gizi), atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut. 1. Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masingmasing tipe yang berbeda-beda. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati, Iga gambang dan perut cekung, serta otot paha mengendor (baggy pant). Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit

kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c) Wajah membulat dan sembab d) Pandangan mata anak sayu e) Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. 2. Patofisiologi Gizi Buruk Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik. Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebabsebab marasmus adalah sebagai berikut : a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital. c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab

maramus yang lain disingkirkan h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus 3. Dampak Gizi Buruk Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan memporak-porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance anak, akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.

4. Penilaian status gizi secara Antropometri Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. 1) Penilaian secara langsung

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U) Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam. c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002). 2) Penilaian Secara Tidak Langsung 1. Survei konsumsi makanan 2. Statistik vital 3. Faktor ekologi 5. Klasifikasi Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP. Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap

negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis. Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur. Klasifikasi KEP menurut Depkes RI
Kategori Overweight Normal KEP I KEP II KEP III Status Gizi lebih Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang Gizi Buruk BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983) > 120 % Median BB/U 80 % 120 % Median BB/U 70 % 79,9 % Median BB/U 60 % 69,9 % Median BB/U < 60 % Median BB/U

Sumber: Depkes RI(1999:26) Sedangkan Klasifikasi Kurang Energi Protein menurut standar WHO
Klasifikasi Malnutrisi sedang Edema BB/TB TB/U Tanpa edema -3SD s/d -2 SD -3SD s/d -2 SD Malnutrisi Berat Dengan edema < -3 SD < -3 SD

6. Terapi Penyakit Dalam proses pengobatan anak balita gizi buruk terdapat tiga fase yaitu fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit ada 10 langkah penting yaitu: 1. Atasi/cegah hipoglikemi 2. Atasi/cegah hiportemia 3. Atasi/cegah dehidrasi 4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit 5. Obati/cegah infeksi 6. Mulai pemberian makanan 7. Fasilitas tumbuh-kejar (catch up growth) 8. Koreksi defisiensi nutrient mikro

9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental 10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun MarasmikKwashiorkor. Bagan dan jadwal pengobatan

a. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah) Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten. b. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah) Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh

anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia. Tidak dibenarkan penghangatan anak dengan menggunakan botol berisi air panas. c. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah : Ada riwayat diare sebelumnya Anak sangat kehausan Mata cekung Nadi lemah Tangan dan kaki teraba dingin Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah : Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1. KEP berat/gizi buruk yang dirujuk ke RSU harus dilakukan tindakan pra rujukan untuk mengatasi hipoglikemi, hipotermi, dan dehidrasi. d. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya : Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Jangan obati edema dengan pemberian diuretika. Berikan : Makanan tanpa diberi garam/rendah garam Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak e. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
Umur Atau Berat Badan KOTRIMOKSASOL (Trimetoprim + Sulfametoksazol) Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari Tablet dewasa 80 mg trimeto prim + 400 mg sulfametok sazol 2 sampai 4 bulan (4 - < 6 kg) 4 sampai 12 bulan (6 - < 10 Kg) 12 bln s/d 5 thn (10 - < 19 Kg) Catatan : Tablet Anak 20 mg trimeto prim + 100 mg sulfametok sazol 1 2 Sirup/5ml 40 mg trimeto prim + 200 mg sulfametok sazol 2,5 ml 5 ml AMOKSISILIN Beri 3 Kali Sehari Untuk 5 Hari Sirup 125 mg per 5 ml

2,5 ml 5 ml

7,5 ml

10 ml

Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum.

Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit , bila diare berlanjut atau memburuk, anak segera dirujuk ke rumah sakit.

f. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :

Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi

Fase Stabilisasi ( 1-2 hari) Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut : Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa

Energi : 100 kkal/kg/hari Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari) Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet

Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan : Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam) Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas ) Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

Pantau dan catat : Jumlah yang diberikan dan sisanya Banyaknya muntah Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja Berat badan (harian) selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik

g. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth) Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi : Fase Transisi (minggu ke 2) Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari). Pemantauan pada fase transisi: 1. Frekwensi nafas 2. Frekwensi denyut nadi Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. 3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari Protein 4-6 gram/kg bb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi : Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

Protein 4-6 g/kgbb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan : Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. Setiap minggu kenaikan bb dihitung. Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.
: : : Formula who 75 atau pengganti Formula who 75 formula who 100 atau pengganti Formula who 135 (atau pengganti) Makanan keluarga

Tahapan Pemberian Diet Fase stabilisasi Fase transisi Fase rehabilitasi

h. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari : Tambahan multivitamin lain Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut : Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
Umur Dan Berat Badan 6 sampai 12 bulan (7 - < 10 Kg) 12 bulan sampai 5 tahun Tablet Besi/Folat Sulfas Ferosus 200 Mg + 0,25 Mg Asam Folat Berikan 3 Kali Sehari tablet tablet Sirup Besi Sulfas Ferosus 150 Ml Berikan 3 Kali Sehari 2,5 ml (1/2 sendok teh) 5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut :

Umur Atau Berat Badan 4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) 9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) 1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg)

Pirantel Pamoat (125mg/Tablet) (Dosis Tunggal) tablet tablet 1 tablet 1 tablet Kapsul Vitamin A 100.000 IU 1 kapsul -

Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis


Umur 6 bln sampai 12 bln 12 bln sampai 5 Thn Kapsul Vitamin A 200.000 IU 1 kapsul

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A. i. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan : Kasih sayang Ciptakan lingkungan yang menyenangkan Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh

Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

j. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Nasehatkan kepada orang tua untuk : Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas. pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

You might also like