You are on page 1of 71

TUGAS DEMOGRAFI MIGRASI

KELOMPOK 3
1. RAHMA METALIA 2. LILI SAFITRI 3. ATIKA 4. WENTI LIANA 5. ANNIS PERTIWI 6. MELISA MEGAYANTI TURNIP 7. AYU KURNIATI SIJABAT 8. ELISA BR. S. DEPARI 9. ANISA 10. TIRA RAFLESIA 11. AMELIA 12. HARNANDA GINTING 13. ROPIKO 14. HARPRI BR. G. MUNTHE 15. PERONIKA SINURAT 16. SULISTYANINGSIH (04101003046) (04101003028) (04101003047) (04101003048) (04101003037) (04101003029) (04101003061) (04101003065) (04101003008) (04101003006) (04101003005) (04101003055) (04101003003) (04101003050) (04101003058) (04101003017)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011/2012


1

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr wb. Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di tulis dari hasil penyusunan data dari buku panduan kuliah demografi serta informasi dari media elektronik. Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Migrasi kependudukan dalam mata kuliah demografi. Memang makalah ini belum sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikab menuju arah yang lebih baik. wassalammualaikum wr wb.

Inderalaya, 9 November 2011 Penyusun Tim

DAFTAR ISI
JUDUL .................................................................................................................i KATA PENGANTAR ........................................................................................ii DAFTAR ISI .......................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1 I.1 LATAR BELAKANG .................................................................................... 1 I.2 TUJUAN ......................................................................................................... 1 I.3 MANFAAT ..................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3 II.1 PENGERTIAN MIGRASI............................................................................. 3 II.2 JENIS-JENIS MIGRASI ............................................................................... 3 II.3 PROSES MIGRASI........................................................................................ 5 II.4 FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA MIGRASI .......................................... 6 II.5 PENYEBAB ATAU ALASAN TERJADINYA MIGRASI ATAU PERPINDAHAN PENDUDUK DESA, KOTA, NEGARA, DAN LAIN-LAIN ....................................................................................... 7 II.6 DAMPAK MIGRASI PENDUDUK ............................................................. 8 II.7 PENGARUH MIGRASI TERHADAP PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS ............................................................... 9 BAB III PENUTUP ............................................................................................ 12 III.1 KESIMPULAN ............................................................................................ 12 III.2 SARAN ......................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Latar belakang dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Demografi. Jumlah penduduk yang semakin banyak dan penyebarannya yang tidak merata merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Indonesia. Oleh sebab itu salah satu cara pemerintah adalah melakukan Migrasi penduduk. Migrasi Penduduk adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Faktor yang menimbulkan migrasi bermacam-macam serta dampak dari migrasi dapat berupa hal yang positif maupun negatif. Migrasi yang dilakukan di Indonesia mempengaruhi banyak faktor terutama dalam pelayanan keperawatan yang ada di dalamnya. Makalah ini membahas tentang migrasi kependudukan dan hubungannya dalam keperawatan. Apa yang berada dalam makalah ini semoga dapat bermanfaat dan berguna terutama bagi seorang perawat. 1.2. TUJUAN Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Demografi. 2. Sebagai bahan diskusi pada mata kuliah Demografi. 3.Sebagai bahan bacaan bagimana mahasiswa perawat dan masyarakat umum 1.3. MANFAAT Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah : 1. 2. 3. Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang pengaruh Migrasi kependudukan dan keperawatan. Dapat menjadi inspirasi dan membuka pikiran kita terhadap masalah migrasi dalam praktik keperawatan Menjadi dasar bagi mahasiswa perawat.

4.

Untuk puskesmas, rumah sakit, posyandu dan lain- lain, makalah ini sangat bermanfaat karena lingkungan merupakan hal yang harus di perhatikan dalam perawatan pasien.

BAB II PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Migrasi Migrasi adalah perpindahan penduduk dr satu tempat (negara dsb) ke tempat (negara dsb) lain untuk menetap (KBBI). Migrasi merupakan hak azasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang Hak Azasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia., maka daerah tidak boleh melarang sesorang untuk berpindah tempat guna memperbaiki taraf kehidupannya. Migrasi timbul karena adanya faktor pendorong dari daerah asal dan adanya faktor penarik di daerah tujuan. Strategi yang dianggap paling tepat untuk penanganan migrasi penduduk adalah mengurangi kesejanjangan antar daerah melalui kerjasama dalam mengoptimalkan potensi, dan memanfaatkan kebijakan/peraturan yang ada. II.2 Jenis-jenis Migrasi Migrasi dapat terjadi di dalam satu negara maupun antarnegara. Berdasarkan hal tersebut, migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu : a. Migrasi Internasional Yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya. Migrasi internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu: Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan menetap. Orang yang melakukan imigrasi disebut imigran. Emigrasi, yaitu keluarnya penduduk dari suatu negara ke negara lain. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran.Remigrasi atau repatriasi, yaitu kembalinya imigran ke negara asalnya. b. Migrasi Nasional atau Internal Yaitu perpindahan penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional /internal terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :
6

Urbanisasi Yaitu perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan menetap. Terjadinya urbanisasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Ingin mencari pekerjaan, karena di kota lebih banyak lapangan kerja dan upahnya tinggi. Ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ingin mencari pengalaman di kota. Ingin lebih banyak mendapatkan hiburan dan sebagainya.

Transmigrasi Yaitu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduk ke pulau yang jarang penduduknya di dalam wilayah republik Indonesia. Transmigrasi pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 1905 oleh pemerintah atas : 1. 2. Transmigrasi Umum, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Transmigrasi Khusus, yaitu transmigrasi yang dilaksanakan dengan tujuan tertentu, seperti penduduk yang terkena bencana alam dan daerah yang terkena pembangunan proyek. 3. 4. Transmigrasi Spontan (swakarsa), yaitu transmigrasi yang dilakukan oleh seseorang atas kemauan dan biaya sendiri. Transmigrasi Lokal, yaitu transmigrasi dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam propinsi atau pulau yang sama. Belanda yang dikenal dengan nama kolonisasi. Berdasarkan pelaksanaannya, transmigrasi di Indonesia dapat dibedakan

Ruralisasi yaitu perpindahan penduduk dari kota ke desa dengan tujuan menetap. Ruralisasi merupakan kebalikan dari urbanisasi. Evakuasi adalah perpindahan penduduk yang yang terjadi karena adanya ancaman akibat bahaya perang, bencana alam dan sebagainya. Evakuasi dapat bersifat nasional maupun internasional.

II.3 Proses Migrasi Proses migrasi dalam sebuah negara menunjukkan bahwa negara tersebut sedang membangun dengan begitu pesat. Namun itu bukanlah suatu hal yang dapat dibanggakan. Pendatang asing sebenarnya diperlukan oleh negara berkembang, ini tergantung pada ekonomi dari sektor pertanian kepada sektor perindustrian dan perkhidmatan. Pada awal tahun 1990, apabila jumlah pendatang meningkat secara drastis hingga melebihi satu juta orang, masalah ini akan menimbulkan masalah banyak pihak, terutama mereka yang datang dengan tujuan yang tidak baik. Dalam konteks negara kita Indonesia, kehadiran hampir sebagian besar tenaga buruh asing inilah yang telah menyumbangkan tenaga ke arah pembangunan negara. Dalam era mencapai wawasan 2020 ini, ketergantungan kepada buruh asing khususnya dalam bidang pendidikan, pertanian dan pertambahan harus dibendung dengan segera. Sudah waktunya rakyat negara ini mencontoh warga asing yang rajin dan tekun bekerja walaupun bukan untuk negara sendiri. Sebenarnya banyak faktor dalam terjadinya proses migrasi ini. Adapun faktorfaktor tersebut adalah: a. Faktor ekonomi Faktor ekonomi merupakan faktor utama proses migrasi ini. Kedudukan ekonomi yang kuat dan kokoh menyebabkan terwujudnya banyak sektorsektor pertanian, pendidikan dan pertambangan. Sekaligus membuka peluang kepada rakyat sebuah negara termasuk juga golongan pendatang yang datang dengan tujuan untuk mencari pekerjaan dinegara orang. Golongan pendatang ini terbatas karena untuk dapat masuk ke sebuah negara secara sah sangatlah sulit. b. Faktor sosial budaya Faktor sosial budaya merupakan faktor penting terjadinya migrasi. Negara tujuan mereka cenderung negara dengan keadaan sosial budaya yang sama atau paling tidak mirip negara asal. Faktor persamaan sosial budaya antara kedua negara akan selamanya menjadi daya tarik untuk mereka datang

ke negara tersebut. Dengan adanya ciri-ciri ini, proses untuk mereka menyesuaikan diri akan lebih mudah. Upaya mereka menyesuaikan diri dengan kehidupan di negara tersebut merupakan pasport utama agar dapat beradaptasi di negara tersebut. c. Faktor kestabilan politik Kestabilan politik sebuah negara merupakan faktor penting dalam proses migrasi antarbangsa. Sebuah negara yang aman dan makmur secara tidak langsung dapat membuat orang orang ingin bermigrasi ke negara tersebut. II.4 Faktor-faktor Terjadinya Migrasi Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah: Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti tambang, kayu, atau bahan dari pertanian. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah pedesaan yang makin menyempit). Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal. Alasan pendidikan, pekerjaan, atau perkawinan. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah: Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.

Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya. Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan dan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

II.5 Penyebab atau Alasan Terjadinya Migrasi atau Perpindahan Penduduk Desa, Kota, Negara Dan Lain-Lain Geografi Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang merupakan perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara ke negara lain dan juga migrasi internal yang merupakan perpindaha penduduk yang berkutat pada sekitar wilayah satu negara saja. Alasan yang menyebabkan manusia / orang melakukan aktifitas migrasi : 1. Alasan Politik / Politis Kondisi perpolitikan suatu daerah yang panas atau bergejolak akan membuat penduduk menjadi tidak betah atau kerasan tinggal di wilayah tersebut. 2. Alasan Sosial Kemasyarakatan Adat-istiadat yang menjadi pedoman kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan seseorang harus bermigrasi ke tempat lain baik dengan paksaan maupun tidak. Seseorang yang dikucilkan dari suatu pemukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan migrasi. 3. Alasan Agama atau Kepercayaan Adanya tekanan atau paksaan dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat dapat menyebabkan seseorang melakukan migrasi. 4. Alasan Ekonomi Biasanya orang miskin atau golongan bawah yang mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke kota. Atau bisa juga kebalikan di mana orang yang kaya pergi ke daerah untuk membangun atau berekspansi bisnis. 5. Alasan lain

10

Contohnya seperti alasan pendidikan, alasan tuntutan pekerjaan, alasan keluarga, alasan cinta, dan lain sebagainya. II.6 Dampak Migrasi Penduduk Migrasi penduduk baik internal atau nasional maupun eksternal atau internasional masing-masing memiliki dampak positif dan negatif terhadap daerah asal maupun daerah tujuan. 1. Dampak Positif dan Negatif Migrasi Internasional antara lain : a. Dampak Positif dan Negatif Imigrasi Dampak Positif - Dapat membantu memenuhi kekurangan tenaga ahli. - Adanya penanaman modal asing yang dapat mempercepat pembangunan. - Adanya pengenalan ilmu dan teknologi dapat mempercepat alih teknologi. - Dapat menambah rasa solidaritas antarbangsa. Dampak Negatif Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, imigran yang masuk adakalanya diantara mereka memiliki tujuan yang kurang baik seperti pengedar narkoba, bertujuan politik, dan lain-lain. b. Dampak Positif dan Negatif Emigrasi Dampak Positif - Dapat menambah devisa bagi negara terutama dari penukaran mata uang asing. - Dapat mengurangi ketergantungan tenaga ahli dari luar negeri, terutama orang yang belajar ke luar negeri dan kembali ke negara asalnya. - Dapat memperkenalkan kebudayaan ke bangsa lain. Dampak Negatif Kekurangan tenaga terampil dan ahli bagi negara yang ditinggalkan. Emigran tidak resmi dapat memperburuk citra negaranya.

2. Dampak Positif dan Negatif Migrasi Nasional antara lain:


11

a.

Dampak Positif dan Negatif Transmigrasi Dampak Positif Dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama transmigran. Dapat memenuhi kekurangan tenaga kerja di daerah tujuan transmigrasi. Dapat mengurangi pengangguran bagi daerah yang padat penduduknya. Dapat meningkatkan produksi pertanian seperti perluasan perkebunan kelapa sawit, karet, cokelat dan lain-lain. Dapat mempercepat pemerataan persebaran penduduk. Dampak Negatif transmigrasi Adanya kecemburuan sosial antara masyarakat setempat dengan para transmigran. Terbengkalainya tanah pertanian di daerah transmigrasi karena transmigran tidak betah dan kembali ke daerah asalnya.

b.

Dampak Positif dan Negatif Urbanisasi Dampak Positif Dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di kota. Mengurangi jumlah pengangguran di desa. Meningkatkan taraf hidup penduduk desa. Kesempatan membuka usaha-usaha baru di kota semakin luas. Perekonomian di kota semakin berkembang.

Dampak Negatif Berkurangnya tenaga terampil dan terdidik di desa. Produktivitas pertanian di desa menurun. Meningkatnya tindak kriminal di kota. Meningkatnya pengangguran di kota. Timbulnya pemukiman kumuh akibat sulitnya mencari perumahan. Lalu lintas dikota sangat padat, sehingga sering menimbulkan kemacetan lalu lintas. II.7 Pengaruh Migrasi Terhadap Perkembangan Keperawatan Komunitas

12

Prosesproses kehidupan di dalam demografi biasanya bergerak lambat, membutuhkan waktu yang banyak hingga sukar diamati dalam waktu singkat. Akan tetapi dalam migrasi prosesnya sering kali berlangsung secara mendadak yang merupakan akibat-akibat dari perubahan situasi yang hebat dan spontan. Seperti perguncangan situasi politik, ekonomi atau bencana alam, yang pada gilirannya akan membangkitkan perubahan-perubahan kependudukan dan kemasyarakat yang selanjutnya menuntut perubahan bentuk pelayanan disemua sektor kehidupan. Keadaan penduduk disuatu wilayah dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri tertentu seperti: 1. 2. 3. 4. Biologis, meliputi umur dan jenis kelamin. Sosial, meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan. Ekonomi, meliputi lapangan kerja, jenis pekerjaan, tiongkat pendapatan. Geografis, meliputi daerah tempat. Keperawatan Komunitas merupakan suatu bentuk upaya pelayanan dibidang/ sektor kesehatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat dalam 1. 2. 3. lingkungan tertentu dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, seperti: Lingkungan, yaitu lingkungan sosial budaya, fisik dan biologi dimana masyarakat berkembang. Perilaku, yaitu perilaku dari tiap individu, keluarga, maupun masyarakat pada suatu daerah tertentu. Pelayanan kesehatan, pelayanan keperawatan komunitas bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pelayanan masyarakat disuatu daerah. 4. 5. Keturunan, yaitu sifat genetika yang ada dan diturunkan kepada keluarga dan masyarakat didaerah tertentu. Sasaran keperawatan komunitas adalah individu, keluarga, dan masyarakat sebagai suatu kesatuan sistem. Proses migrasi berlangsung cepat dibandingkan dengan proses-proses demografi lainnya. Sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap gejala kependudukan. Akibatnya terjadi perubahan komposisi penduduk didaerah itu. Selain itu dengan

13

bercampurnya penduduk migran dan penduduk asli akan mengakibatkan terjadinya pergeseran kebudayaan dan norma-norma sosial pada masyarakat itu. Dengan terjadinya pergeseran tersebut maka keperawatan komunitas juga akan menjadi berkembang sesuai dengan sosial budaya pada masyarakat tersebut. Contoh sederhana budaya penduduk asli menganggap penyakit malaria adalah kena wisa (bisa) maka dengan adanya migran yang lebih berpendidikan anggapan tersebut berangsur-angsur mulai berubah sesuai dengan pengetahuan yang berkembang. Keperawatan komunitaspun akan bergeser pula, dulunya pendekatan utama pada kuratif setelah perbauran tersebut maka pendekatan promotif dan preventif lebih diutamakan tanpa mengabaikan pendekatan kuratif. Migrasi umumnya bersifat selektif, artinya bahwa yang pindah atau menempati tempat tinggal baru atau meninggalkan tempat asalnya mempunyai karakteristik kependudukan yang khas mengenai umur, pendidikan, status sosial, kebudayaan dan sebagainya. Pada transmigrasi yang berangkat yang kuat-kuat dan tergolong usia produktif, sedangkan yang lanjut usia tidak diperkenankan ikut, maka komposisi penduduk pada daerah yang ditimggalkan presentasi penduduk usia lanjutnya meningkat. Di daerah ini perkembangan keperawatanm komunitas akan lebih diutamakan pada pelayanan keperawatan usia lanjut dengan bentuk partisipasi masyarakat pada kegiatan Posyandu Usila. Migrasi dari desa ke kota pada umumnya lebih banyak laki-laki dari pada wanita, akibatnya rasio sex di pedesaan berkurang dan dikota bertambah. Banyak penduduk usia muda dari daerah luar pulau Jawa bersekolah ke pulau Jawa. Akan tetapi setelah tamat tidak mau kembali ke daerah asal, sehingga komposisi penduduk yang berpendidikan tinggi di pulau Jawa meningkat dengan menyolok, sedangkan di luar pulau Jawa tidak terlalu menyolok. Di daerah dengan komposisi penduduk berpendidikan tinggi ini akan lebih baik keperawatan komunitasnya berorientasi pada peran serta dengan kegiatan pembentukan kader-kader kesehatan. Di daerah yang komposisi penduduknya mayoritas tenaga kerja, maka keperawatan komunitas yang dilakukan adalah kesehatan di area kerja dalam bentuk kegiatan keselamatan kerja.

14

BAB III PENUTUP


III.1 Kesimpulan Migrasi Penduduk adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Migrasi dapat dibagi atas dua golongan yaitu Migrasi Internasional dan Migrasi Nasional atau Internal. Ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor). Proses migrasi berpengaruh terhadap proses keperawatan komunitas sesuai dengan perubahan kebudayaan dan norma-norma sosial yang terjadi. III.2 Saran Migrasi mempunyai arti penting dalam pemerataan penduduk. Berbagai dampakpun dapat terjadi akibat migrasi tersebut. Sebagai seorang perawat profesional sebaiknya kita membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan pada tiap penduduk yang melakukan migrasi untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan mengatasi segala penyakit pada daerah tersebut.

15

DAFTAR PUSTAKA
Godam. 2006. Penyebab atau Alasan Terjadinya Migrasi atau Perpindahan Penduduk. Blogspot.com.
<http://organisasi.org/penyebab_atau_alasan_terjadinya_migr

asi_atau_perpindahan_penduduk_desa_kota_negara_dan_lain _lain_geografi> Lembaga demografi FE UI. 2000. Dasar-dasar demografi. Jakarta Nurainisa, Ida. Dampak Migrasi Penduduk. Multiply.Com. <http://idaayuje.multiply.com/journal/item/5 >

16

Lampiran OLEH : RAHMA METALIA Migrasi dan HIV: Dampak Krisis Keuangan Global pada Masalah Migrasi di Asia Oleh redaksi pada Sen, 02/23/2009 - 14:03. Krisis keuangan global yang saat ini terjadi mungkin memiliki dampak yang dramatis pada kehidupan para pekerja migran di Asia Tenggara. Sebagai krisis yang diluar kendali, akan meningkatkan gerakan masyarakat migran di luar negeri kembali rumah setelah kehilangan pekerjaan, atau yang baru-baru ini di rumah akan pergi ke luar negeri untuk mencari kerja. Beberapa negara akan mengambil langkah proteksi yang lebih ketat, pilihan yang ada untuk migrasi resmi akan lebih sulit. Migran di luar negeri akan menghadapi kondisi semakin sulit, dengan kesempatan kerja yang lebih sedikit dan lebih mungkin mengalami diskriminasi dan stigmatisasi. Hal ini akan mengakibatkan lebih banyak imigran gelap, imigrasi tidak aman, dan meningkatkan kemungkinan bahwa imigran akan menemukan dirinya dalam situasi yang menempatkan mereka berisiko atau membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi HIV. Menurut Joint UN initiative on migration and HIV/AIDS in South East Asia , krisis keuangan dan multi-miliar dolar paket stimulus ekonomi yang disampaikan tidak boleh melupakan wajah dan suara dari pergerakan dari penduduk pendatang yang yang paling rentant. Isu ini didiskusikan di Tingkat Tinggi Multi-Stakeholder Dialog tentang Pencegahan, Perawatan, Peduli HIV dan Dukungan untuk Migran ASEAN di Bangkok, Thailand beberapa waktu yang lalu. Fokus utama dari dari pertemuan ini adalah intervensi strategis yang diperlukan untuk melindungi hak kesehatan buruh migran, dan khususnya akses mereka ke layanan HIV sepanjang siklus migrasi. Memastikan akses universal untuk layanan HIV migran merupakan tantangan utama di wilayah ASEANi. Departemen Kesehatan Masyarakat di Thailand baru-baru ini telah dimulai sistem perawatan kesehatan untuk para pendatang baru. Migran yang terdaftar dapat memanfaatkan layanan kesehatan dari layanan yang telah ada ini. Namun masih ada kesenjangan besar dalam mencapai migran gelap untuk intervensi pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV. Perhatian tingkat tinggi dari multi-stakeholder adalah penting dan tepat untuk menegaskan kembali pentingnya buruh migran, yang memberikan kontribusi kepada

17

masyarakat dan ekonomi antar negara ASEAN baik yang menerima dan yang mengirim tenaga kerja, dan hubungan mereka untuk mencegah penularan HIV. Ini adalah kesempatan bagi para pemangku kepentingan kunci strategis untuk membicarakan tindakan dan membuat kebijakan untuk memungkinkan lingkungan yang akan membuat perbedaan dalam melindungi hak-hak dan kesehatan buruh migran. Rekomendasi utama dari pertemuan tersebut termasuk: Pastikan bahwa pemeriksaan HIV pada migran mematuhi standar-standar internasional termasuk izin informasi, konseling dan kerahasiaan; Masukkan hal yang diperlukan untuk kebijakan dan peraturan yang memastikan bahwa pekerja migran terlindungi dan tidak tunduk kepada stigma dan diskriminasi, juga memiliki akses yang sama terhadap informasi, HIV pengobatan perawatan dan dukungan. Review undang-undang, kebijakan dan praktek yang berkaitan dengan HIV yang khusus membatasi masuk, tinggal dan tempat tinggal, juga memastikan bahwa orang yang hidup dengan HIV tidak lagi dikeluarkan, atau deportasi berdasarkan status HIV mereka. Memperkuat dan mempromosikan pra-keberangkatan dan pasca kedatangan yang diorientasikan bagi para pekerja tentang masalah kerentanan dan risiko HIV juga bagaimana mereka bisa akses ke layanan kesehatan. Mengembangkan cara yang efektif untuk kembali dan reintegrasi dari buruh migran termasuk arahan yang tepat untuk pengobatan, perawatan dan dukungan layanan HIV. Diolah dan ditulis kembali oleh : Ahmad Fauzi sumber: aids-asia http://regionalcentrebangkok.undp.or.th http://kesrepro.info/?q=node/451 by redaksi kesrepro.info Migrasi Internasional Berdampak Negatif Terhadap Kesehatan Psikologis Anak YOGYAKARTA-Migrasi internasional, selain berdampak positif terhadap keluarga migran, secara ekonomi, juga berdampak negatif khususnya terhadap kesehatan psikologis anak. Hal ini terlihat dalam lebih tingginya masalah yang menyangkut emotional symptom, conduct problems, dan hyperactivity pada keluarga migran dibandingkan dengan nonmigran. Artinya adalah hilangnya peran salah satu, ibu atau ayah, atau bahkan kedua-duanya telah memunculkan masalah tersendiri bagi anak. Untuk itu perlu upaya untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif. Hal ini merupakan salah satu kesimpulan yang diperoleh dari penelitian beberapa peneliti UGM dan kampus lain dengan judul :Children health and Migrant Parents in

18

Southeast Asia (CHAMPSEA) atau dampak migrasi internasional terhadap keluarga dan anak migran. Drs. Sukamdi, M.Sc serta Dr.Anna Marie Wattie, M.A mewakili tim peneliti dari Indonesia menuturkan bahwa studi kasus tersebut mengambil lokasi di Sukabumi dan Tasikmalaya (Jawa Barat) serta Ponorogo dan Tulungangung (Jawa Timur) di tahun 2008-2010. Di samping itu penelitian juga dilakukan di Indonesia, Thailand, Vietnam serta Filipina. Sukamdi menuturkan dari penelitian CHAMPSEA terdapat perbedaan antara anakanak di rumah tangga migran dengan nonmigran. Anak-anak pada rumah tangga migrant teridentifikasi lebih banyak memiliki gejala problem sosial, lebih sering menimbulkan masalah, dan hiperaktif. Dengan kata lain, anak-anak pada keluarga migran lebih banyak bermasalah dengan teman sebaya dibandingkan dengan anak-anak pada keluarga nonmigran,tutur Sukamdi pada diseminasi hasil penelitian CHAMPSEA di kantor Magister Studi Kebijakan (MSK) UGM, Kamis (27/10). Ia menambahkan secara psikologi, anak-anak pada rumah tangga nonmigran menyatakan lebih bahagia jika dibandingkan dengan anak-anak pada keluarga migran. Anak-anak pada rumah tangga migran cenderung lebih pasif dalam hal mengatasi masalah-masalah yang muncul, baik dalam keluarga (saudara kandung) maupun pekerjaan sekolah. Anak-anak ini, kata Sukamdi, juga menunjukkan kecenderungan untuk lebih menahan diri dan tertutup ketika mengekspresikan perasaan maupun saat mencari dukungan ataupun bantuan jika dibandingkan dengan anak-anak pada rumah tangga nonmigran. Jadi, dari penelitian ini bisa dikatakan bahwa migrasi internasional memberikan dampak secara langsung pada perkembangan anak-anak dan lingkungan sosial yang ditinggalkan. Meskipun tidak terlihat langsung, secara konstan dampak ini tetap memberikan pengaruh yang berbeda, terutama dampaknya pada perkembangan psikologi anak,tegas Sukamdi. Senada dengan itu, Anna Marie Wattie mengatakan dengan hasil penelitian itu maka kebijakan yang perlu diupayakan adalah optimalisasi pemafataan remitan, bukan hanya untuk kepentingan ekonomi rumah tangga tetapi juga memberikan porsi yang lebih besar bagi pendidikan anak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberdayakan keluarga migran dengan training mengenai family financing management. Selain itu, dalam rangka mengatasi masalah psikologis anak, pemerintah bersama NGO perlu melakukan pendampingan terhadap anak. Caranya pendampingan lewat jalur sekolah maupun jalur sekolah,terang Anna. Sementara itu Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Usman Basuni, M.A agar ke depan penelitian ini bisa ditindaklanjuti lebih mendalam dan eksploratif sehingga bisa mendukung posisi anak yang ditinggalkan. Yang perlu diungkap lagi yaitu mengenai keberhasilan pekerja migran yang perlu ke luar negeri, bukan hanya yang diekspose kegagalan atau keburukannya,kata Usman.

19

Di tempat sama Kepala Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan TKI (BNP2TKI) Ir.Jumhur Hidayat mengaku pihaknya terus berupaya meningkatkan pelayanan terhadap nasib para TKI di luar negeri. Banyak terobosan yang telah dilakukan bagi TKI dan keluarganya seperti dibukanya akses crisis centre yang memungkinkan keluarga bisa berkomunikasi atau mengetahui kondisi anggota keluarganya yang menjadi TKI di luar negeri. Selain itu dulu kantor atau pelayanan di KBRI misalnya di Hong Kong tiap Sabtu dan Minggu tutup. Padahal para TKI liburnya pada hari itu. Nah, kita pelopori dengan bantuan anggaran sehingga akhirnya sampai sekarang pelayanan di KBRI di hari libur tetap buka,tutur Jumhur (Humas UGM/Satria AN) http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=4199 Akibat Migrasi Akibat Migrasi dapat di sebabkan sebagai berikut : A.Penduduk kurang bisa beradaptasi dengan tempat tinggalnya yang baru. B.Bisa terjadi kepadatan penduduk lagi, tetapi kemungkinannya sedikit karena ratarata orang dimigrasikan ke tempat yang cenderung sepi. Diposkan oleh Wahyu Budihartanto di 01:19:00 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook http://wahyubudihartanto.blogspot.com/2011/09/akibat-migrasi.html desember 2011 Kepadatan Penduduk Akibat Migrasi Masuk dan Kelahiran Saturday, November 05, 2011 bandung BANDUNG, (PRLM).- Daerah yang memiliki densitas atau kepadatan penduduk tinggi di Jawa Barat, saat ini, bukan hanya Kota Bandung dan Cimahi, tetapi sudah merambah Kota Bekasi. Kepadatan penduduk bukan hanya menyangkut kelahiran, tapi termasuk migrasi masuk. Demikian dikatakan Ketua Koalisi Kependudukan Jabar, Dr Ferry Hadiyanto kepada "PRLM", di Bandung, Rabu (2/11). Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan Jabar dengan luas 37.116,54 kilometer persegi, kepadatan penduduknya mencapai 1.159 jiwa per kilometer persegi. Kota Bandung dan Cimahi memiliki tingkat kepadatan penduduk paling tinggi dibandingkan kota/ kabupaten lainnya di Jabar. Kepadatan penduduk Kota Bandung disadur 3

20

adalah 14.228 orang per kilometer persegi kota, sedang Cimahi 13.134 orang per kilometer persegi. "Saya rasa sekarang ini Kota Bekasi juga termasuk kota yang densitas penduduknya tinggi. Kepadatan penduduk itu bagaimana penduduk dirasiokan dengan luas wilayah yang tersedia," ucapnya. Ferry mengatakan kepadatan penduduk bukan hanya menyangkut kelahiran, namun termasuk migrasi masuk. Jadi bagaimana penduduk dari daerah lain masuk ke Jabar dan berkumpul paling banyak di ketiga kota itu. "Ini yang menyebabkan kepadatan penduduk relatif lebih tinggi dari daerah lain," paparnya. (A-62/A-88)*** sumber : www.pikiran-rakyat.com OLEH : LILI SAFITRI POLA DAN ARUS MIGRASI DI INDONESIA A. Defenisi Migrasi Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial mobility yang biasanya mengandung makna gerak spasil, fisik dan geografis (Shryllock dan Siegel. 1973 dalam Rusli.1996: hal 136). Ke dalamnya termasuk baik dimensi gerak penduduk permanen maupun dimensi non-permanen. Migrasi merupakan dimensi gerak penduduk permanen, sedangkan dimensi gerak penduduk nonpermanen terdiri dari sirkulasi dan komunikasi (Rusli.1996: hal.136). Defenisi lain, migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu negara (Munir, 2000 : hal 116). Migrasi sukar diukur karena migrasi dapat didefenisikan dengan berbagai cara dan merupakan suatu peristiwa yang mungkin berulang beberapa kali sepanjang hidupnya. Hampir semua definisi menggunakan kriteria waktu dan ruang, sehingga perpindahan yang termasuk dalam proses migrasi setidaktidaknya dianggap semi permanen dan melintasi batas-batas geografis tertentu. (Young.1984: hal. 94) B. Jenis-Jenis Migrasi Ada beberapa jenis migrasi yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan tulisan ini, yaitu: 1. Migrasi masuk (In Migration): Masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan (area of destination) 2. Migrasi Keluar (Out Migration): Perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal (area of origin)

21

3. Migrasi Neto (Net Migration): Merupakan selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar. 4. Migrasi Semasa/Seumur Hidup (Life Time Migration): Migrasi semasa hidup adalah mereka yang pada waktu pencacahan sensus bertempat tinggal di daerah yang berbeda dengan daerah tempat kelahirannya tanpa melihat kapan pindahnya. 5. Urbanisasi (Urbanization): Bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah kota yang disebabkan oleh proses perpindahan penduduk ke kota dan/atau akibat dari perluasan daerah kota dan pertumbuhan alami penduduk kota. Definisi urban berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya tetapi biasanya pengertiannya berhubungan dengan kota-kota atau daerah-daerah pemukiman lain yang padat. Klasifikasi yang dipergunakan untuk menentukan daerah kota biasanya dipengaruhi oleh indikator mengenai penduduk, indikator mengenai kegiatan ekonomi, indikator jumlah fasilitas urban atau status administrasi suatu pemusatan penduduk. 6. Transmigrasi (Transmigration): Transmigrasi adalah salah satu bagian dari migrasi. Istilah ini memiliki arti yang sama dengan 'resettlement' atau 'settlement'. Transmigrasi adalah pemindahan dan/kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau karena alasanalasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Menurut Everett S. Lee (Munir.2000, hal.120) ada 4 faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: 1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal 2. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan 3. Rintangan-rintangan yang menghambat 4. Faktor-faktor pribadi Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar luar untuk pindah ke tempat tersebut; ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalam keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaankeadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antar lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan "jarak" ini meskipun selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang mau pindah. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang

22

untuk pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya. Adanya faktor-faktor sebagai penarik ataupun pendorong di atas merupakan perkembangan dari ketujuh teori migrasi (The Law of Migration) yang dikembangkan oleh E.G Ravenstein pada tahun 1885( Munir.2000: hal 122). Ketujuh teori migrasi yang merupakan peng"generalisasi"an dari migrasi ini ialah: 1. Migrasi dan Jarak - Banyak migran pada jarak yang dekat - Migran jarak jauh lebih tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri yang penting. 2. Migrasi Bertahap - Adanya arus migrasi yang terarah - Adanya migrasi dari desa - kota kecil - kota besar. 3. Arus dan Arus balik - Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik penggantiannya. 4. Perbedaan antara desa clan kota mengenai kecenderungan melakukan migrasi - Di desa lebih besar dari pada kota. 5. Wanita melakukan migrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria 6. Teknologi dan migrasi - Teknologi menyebabkan migrasi meningkat. 7. Motif ekonomi merupakan dorongan utama melakukan migrasi. D. Pola dan Arus Migrasi Indonesia Migrasi keluar, selama 24 tahun terakhir secara absolut Pulau Jawa adalah pulau yang paling banyak mengeluarkan migran, yaitu: pada tahun 1971 sebanyak 1.935 ribu, tahun 1980 sebanyak 3.584,9 ribu, dan tahun 1990 sebanyak 3.053,2 ribu, yang kemudian pada tahun 1995 menjadi 5.5330,2 ribu. Dari sebanyak migran keluar tersebut sampai tahun 1980 sebagian besar menuju Pulau Sumatera, yaitu sebesar 89,66 persen pada tahun 1971 dan 81,06 persen pada tahun 1980. Namun demikian mulai tahun 1990 terjadi penurunan arus migran dari Pulau Jawa ke Sumatera yaitu menjadi hanya sebesar 69,73 persen, dan tahun 1995 persentasenya menurun lagi menjadi 68,28 persen. Kondisi ini memperlihatkan bahwa mulai dekade 1980-1990 penyebaran penduduk dari Pulau Jawa sudah mulai menyebar ke pulau-pulau lain, tidak hanya terpusat di Pulau Sumatera saja. Berikutnya Pulau Sumatera yang menduduki urutan kedua dalam besarnya migrasi keluar, pada tahun 1971 mempunyai migran keluar sebesar 369 ribu, kemudian pada tahun 1980 naik menjadi 786,4 ribu migran keluar dan naik lagi menjadi 1.175,7 ribu pada tahun 1990. Selanjutnya pada tahun 1995 naik lagi menjadi sekitar 1.534 ribu. Sebagian besar migran keluar dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa yaitu 94,31 persen pada tahun 1971,91,35 persen pada tahun

23

1980,90,94 persen pada tahun 1990 dan 91,94 persen pada tahun 1995. Dari data tersebut terlihat arus migrasi dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa boleh dikatakan hampir tidak ada perubahan. Kecendrungan orang Sumatera pergi (pindah) menuju Pulau Jawa masih tetap merupakan prioritas utama. Seperti halnya Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Kepulauan lain juga merupakan daerah yang migran keluarnya kebanyakan menuju Pulau Jawa. Arus yang terjadi dari Pulau Kalimantan dan Kepulauan lain menuju Pulau Jawa cenderung tidak berubah sejak tahun 1971 sampai tahun 1995 atau penurunan persentase yang terjadi relatif kecil. Berbeda dengan Pulau Sulawesi, arus migran yang keluar dari pulau ini hampir tersebar secara merata ke pulau-pulau lain dan kecenderungan ini berjalan sejak tahun 1971 yang berlangsung secara terus sampai tahun 1995. Penyebab atau Alasan Terjadinya Migrasi atau Perpindahan Penduduk Desa, Kota, Negara Dan Lain-Lain - Geografi Wed, 31/05/2006 - 12:00am godam64 Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang merupakan perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara ke negara lain dan juga migrasi internal yang merupakan perpindaha penduduk yang berkutat pada sekitar wilayah satu negara saja. Alasan yang menyebabkan manusia / orang pelakukan aktifitas migrasi : 1. Alasan Politik / Politis Kondisi perpolitikan suatu daerah yang panas atau bergejolak akan membuat penduduk menjadi tidak betah atau kerasan tinggal di wilayah tersebut. 2. Alasan Sosial Kemasyarakatan Adat-istiadat yang menjadi pedoman kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan seseorang harus bermigrasi ke tempat lain baik dengan paksaan maupun tidak. Seseorang yang dikucilkan dari suatu pemukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan migrasi. 3. Alasan Agama atau Kepercayaan Adanya tekanan atau paksaan dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat dapat menyebabkan seseorang melakukan migrasi. 4. Alasan Ekonomi Biasanya orang miskin atau golongan bawah yang mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke kota. Atau bisa juga kebalikan di mana orang yang kaya pergi ke daerah untuk membangun atau berekspansi bisnis. 5. Alasan lain Contohnya seperti alasan pendidikan, alasan tuntutan pekerjaan, alasan keluarga, alasan cinta, dan lain sebagainya. http://organisasi.org/penyebab_atau_alasan_terjadinya_migrasi_atau_perpindahan_p enduduk_desa_kota_negara_dan_lain_lain_geografi

24

OLEH: WENTI LIANA


Organisasi Internasional Untuk Migrasi Migrasi di indonesia Fakta & angka Indikator-indikator Pembangunan
Jumlah penduduk 2005 (dalam ribuan) Tingkat pertumbuhan penduduk 2005 (%) Tingkat pertumbuhan penduduk berusia 15-39 tahun 2000-2005 (%) Tingkat kesuburan total 2005 Persentase perkotaan 2005 Tingkat migrasi bersih di tahun 2005 (per 1000) Produk Domestik Bruto per kapita 2005 (dalam AS$ 2000) 226.063 1,24 1,06 2,28 48,1 -0,9 942

Latar belakang Indonesia merupakan negara keempat terbesar dengan jumlah penduduk sekitar 226 juta jiwa, yang saat ini tumbuh sekitar 1,24 persen (2,8 juta jiwa) setiap tahunnya.Pulau Jawa yang terletak di pusatnya, dengan kepadatan penduduk sebesar 1.000 orang perkilometer persegi, merupakan pulau dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Migrasi berskala besar di Indonesia bukan merupakan fenomena baru, baik dikarenakan oleh ketenagakerjaan maupun sebagai akibat konflik. Selama masa penjajahan belanja, banyak tenaga kerja dari pulau Jawa di kirim ke pulau-pulau di sekitarnya dan banyak lagi yang pindah ke pelabuhan dagang Malaka (di Malaysia) untuk mencari pekerjaan. Selama Perang Dunia II, 200.000 orang Jawa dipekerjakan sebagai tenaga kerja paksa di sekitar Asia Tenggara dan sebanyak 6 juta orang diharuskan untuk mengungsi secara internal selama revolusi kemerdekaan. Walau program-program transmigrasi selama masa penjajahan dan pasca-penjajahan telah merelokasi ratusan ribu penduduk Jawa ke pulau-pulau bagian luar nusantara, migrasi menuju pulau Jawa telah membalikkan sebagian besar arus redistribusi penduduk. Sejak tahun 1965 hingga 1997, perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Namun dengan terjadinya krisis eknomi di Asia, perekonomian negara mengalami penurunan sebelum kemudian pulih kembali setelah tahun 2000. Investasi langsung dari pihak asing menunjukkan angka negatif di tahun 1998 namun meningkat hingga AS$ milyar di tahun 2005. Terusnya peningkatan jumlah penduduk dan

Migrasi Ke luar negeri Walau Indonesia mengirimkan banyak pekerja sementara ke luar negeri, hanya sedikit warga Indonesia bekerja di negara asing sebagai migran, mahasiswa atau pegawai magang secara permanen. Pengiriman resmi pekerja kontrak ke luar negeri berkembang secara pesat sejak akhir 1970an dengan permintaan yang paling besar dari Timur Tengah untuk pekerja bangunan dan pekerja rumah tangga. Pemerintah mulai mempromosikan tenaga kerja migran di tahun 1990an dan pada tahun 2006, telah mencapai peningkatan hingga 712.160. Perbandingan jumlah wanita dalam jumlah tersebut pada tahun 2006 adalah 75,3 persen. Karena para tenaga kerja yang dikirim secara resmi umumnya menetap di luar negeri selama lebih dari satu tahun dan banyak tenaga kerja Indonesia keluar tidak melalui jalur resmi, jumlah pekerja kontrak Indonesia di negara asing beberapa kali lebih banyak dibanding jumlah pengiriman per tahun. Jumlah tersebut diperkirakan sebesar 4,3 juta pada tahun 2007. Migrasi semakin hari semakin cenderung terfemininasikan dan tidak terdokumentasi. Pengiriman sekitar 3,9 juta tenaga kerja antara 1996 dan 2005 sama besarnya dengan lebih dari sepertiga pertumbuhan tenaga kerja berusia 15 hingga 39 tahun selama masa tersebut. Hal tersebut merupakan sebuah faktor penting dalam kesejahteraan ekonomi penduduk dewasa muda dan keluarga mereka. Di Asia, Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara (bersama dengan Filipina dan Sri Lanka) yang lebih banyak mengirimkan pekerja wanita daripada pria. Angka ini sebagian besar

25

perekonomian yang berangsur-angsur pulih telah memberi tekanan terhadap ketenagakerjaan. Sejak 1995 hingga 2005 jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 1,3 persen, rata-rata bertambah sebanyak 1,2 juta orang pertahun, namun dikarenakan krisis ekonomi, peningkatan tersebut tidak dapat diserap secaraefektif dan angka resmi pengangguran meningkat dari 9,5 juta pada tahun 2003 menjadi 10,8 juta di tahun 2005. pekerja yang ditempatkan pada tahun 2006 adalah wanita. Sebagian besar pekerja migran dari Indonesia memiliki tingkat pendidikan rendah dan bekerja di bidang pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan atau membutuhkan keterampilan rendah. Para pria umumnya bekerja di bidang pertanian, konstruksi atau produksi, sedangkan sebagian besar wanita bekerja sebagai pekerja rumah tangga atau perawat. Dalam rangka meningkatkan perlindungan bagi para pekerja migran, Pemerintah RI telah meratifikasi sebuah undang-undang nasional untuk mereformasi sistem migrasi, memberikan perlindungan bagi pekerja migran, dan menandatangani perjanjian bilateral dengan para negara tetangga penerima tenaga kerja. Undangundang tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri bertujuan untuk menciptakan penanganan migrasi yang lebih baik, termasuk peningkatan persyaratan pekerja dan mengurangi tenaga kerja gelap dan tanpa dokumen; menciptakan mekanisme kelembagaan untuk penempatan dan perlindungan pekerja migran; melakukan advokasi untuk kepentingan mereka; dan menerapkan sanksi administratif dan pidana terhadap pelanggaran ketentuan. Pemerintah juga bekerja untuk meningkatkan dukungan layanan di negara-negara tujuan, mengembangkan sebuah mekanisme yang lebih dapat diakses untuk layanan-layanan dukungan, menyempurnakan pengumpulan data dan mengembangkan kerjasamanya antar badan-badan pemerintahan. Program Indonesia mengenai kontrak tenaga kerja luar negeri mengalami restrukturisasi pada tahun 2006 dengan didirikannya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI. Lembaga ini diberi mandat untuk memberikan layanan, melakukan koordinasi, dan mengawasi pendokumentasian, pemberian informasi dan orientasi prapemberangkatan, penempatan dan pemulangan, penyebaran informasi, kesejahteraan dan perlindungan. Di bulan Mei 2006, Indonesia dan Malaysia menandatangani sebuah Nota Kesepahaman tentang pekerja rumah tangga migran. Pengiriman uang dari tenaga kerja Indonesia di

dipengaruhi oleh jumlah relatif pengiriman ke Malaysia dan Arab Saudi, yang bersama-sama menempati 86 persen dari keseluruhan pengiriman pada thaun 2004. Kaum wanita pada umumnya menduduki antara 40 hingga 50 persen tenaga kerja yang dikirim ke Malaysia, namun lebih dari 90 persen dari mereka yang dikirim ke Arab Saudi. Statistik terkini mengindikasikan bahwa 75,3% dari semua sehari-hari dan konsumsi anggota keluarga yang tinggal di Indonesia. Menurut catatan Bank Dunia, keluarga menjadi bergantung pada pengiriman uang dan, dengan sedikitnya peningkatan mata pencaharian secara berkelanjutan, sebagai akibatnya para migran terjebak dalam siklus migrasi. Seperti negara-negara lainnya di kawasan, Pemerintah RI sangat menyadari mengenai permasalahan ini dan telah mulai mengambil inisiatif untuk meningkatkan nilai pengiriman uang dan membantu mendorong perannya dalam pembangunan, sebagai bagian dari sebuah kebijakan komprehensif untuk meningkatkan perlindungan tenaga kerja migran Indonesia. Terdapat pendapat bahwa arus migrasi gelap antara Indonesia dan Malaysia kemungkinan merupakan arus tenaga kerja terbesar kedua di dunia, di bawah yang terjadi antara Meksiko dan Amerika Serikat. Sebagian besar arus tersebut adalah dari Jawa dan Sumatera ke bagian selatan Malaysia, namun juga dengan pergerakan gelap dari Indonesia Timur ke daerah Sabah di Malaysia timur. Sulit untuk mengestimasi jumlah warga Indonesia yang tinggal secara gelap di Malaysia, namun IOM memperkirakan bahwa 95 persen dari migran gelap yang berangkat dari Indonesia berada di Malaysia. Dalam kerangka fenomena migrasi gelap, Indonesia mengalami tingkat penyelundupan dan trafiking manusia yang sangat tinggi, termasuk trafiking internal yang ekstensif di dalam negeri dari daerah pedesaan ke perkotaan, khususnya untuk eksploitasi seksual dan tenaga kerja rumah tangga secara paksa. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai prosedur migrasi, hak-hak para migran dan permasalahan trafiking pada umumnya telah menyebabkan banyak korban menjadi rentan terhadap trafiking di seluruh Indonesia. Di tingkat lokal, khususnya, dimana proses trafiking dimulai, para migran merupakan mangsa dari para pelaku trafiking yang mengumbar janji-janji palsu mengenai tawaran pekerjaan. Pemerintah RI telah menunjukkan sebuah komitmen untuk mencegah dan memerangi trafiking. Pada tahun 2007, perundang-undangan anti-trafiking yang komprehensif ditetapkan untuk menjawab permasalahan ini dan memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban. Namun demikian, perkembangan ini dihambat oleh

26

luar negeri meningkat secara pasti dari AS$1,26 milyar di tahun 1997 menjadi sekitar AS$5,7 milyar pada tahun 2006. Walau pengiriman uang di negara pengirim lainnya, seperti Filipina, cenderung diinvestasikan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial atau kegiatan produktif, migran Indonesia menggunakan uang kiriman untuk membayar hutang, membangun rumah, membeli barang-barang mewah atau membeli keperluan Indonesia. Namun Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI memperkirakan sekitar 50,000 warga asing menyalahgunakan visa kunjungan atau visa sementara mereka untuk mencari pekerjaan. Di tahun 2003, 25 % izin kerja yang diterbitkan bagi warga asing adalah untuk manager dan 72 persen untuk para profesional. Sebagai perbandingan, Thailand menerbitkan 102,446 izin kerja bagi pekerja terampil dan profesional selama tahun 2004.

besarnya skala permasalahan ini di Indonesia dan di kawasan ini secara umum. Migrasi Ke dalam negeri Dalam beberapa tahun belakangan ini, sekitar 20,000 tenaga kerja asing setiap tahunnya memperoleh izin kerja di Indonesia, pada prinsipnya, izin kerja dikeluarkan bagi warga asing yang memiliki keahlian atau kemampuan yang tidak mudah diperoleh di pasar tenaga kerja di

OLEH : ATIKA
MIGRASI DI INDONESIA: KONSEP, POLA DAN PERILAKU MIGRAN A. PENDAHULUAN Analisis demografi memberi sumbangan yang sangat besar, baik kualitatif maupun kuantitatif pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan pertumbuhan penduduk. Perubahan-perubahan unsur demografi tersebut pada gilirannya mempengaruhi perubahan dalam berbagai bidang pembangunan secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai bidang pembangunan akan mempengaruhi dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk. Khususnya untuk migrasi, Tjiptoherijanto (2000) menyatakan bahwa migrasi penduduk merupakan kejadian yang mudah dijelaskan dan tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari, namun pada prakteknya sangat sulit untuk mengukur dan menentukan ukuran bagi migrasi itu sendiri. Hal itu disebabkan karena hubungan antara migrasi dan proses pembangunan yang terjadi dalam suatu negara/daerah saling mengkait. Umumnya migrasi penduduk mengarah pada wilayah yang subur pembangunan ekonominya, karena faktor ekonomi sangat kental mempengaruhi orang untuk pindah. Hal ini dipertegas lagi oleh Tommy Firman (1994), bahwa migrasi sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Pola migrasi di negara-negara yang telah berkembang biasanya sangat rumit (kompleks) menggambarkan kesempatan ekonomi yang lebih seimbang dan saling ketergantungan antar wilayah di dalamnya. Sebaliknya di negara-negara berkembang biasanya pola migrasi menunjukkan suatu polarisasi, yaitu pemusatan arus migrasi ke daerah-daerah tertentu saja, khususnya kota-kota besar. Migrasi ini juga

27

merefleksikan keseimbangan aliran sumber daya manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Tinjauan migrasi secara regional sangat penting dilakukan terutama terkait dengan kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi penduduk untuk melakukan migrasi, kelancaran sarana transportasi antar wilayah, dan pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan desentralisasi pembangunan. Di Indonesia dengan alasan pemerataan penyebaran penduduk dan peningkatan pembangunan daerah serta peningkatan kualitas hidup penduduk maka migrasi ini disusun dalam suatu kegiatan yang terprogram dan terencana yang dinamakan transmigrasi. Jabbar dan Rofiq Ahmad (1993) menguraikan tentang transmigrasi sejak dari zaman kolonisasi sampai dengan transmigrasi yang berorientasi ekonomi. Pada zaman penjajahan Belanda, daerah pengalihan penduduk dari Jawa ialah di Pulau Sumatera. Tempat yang pertama kali menjadi daerah tujuan transmigrasi yaitu di sekitar Metro, Lampung. Setelah mengalami perkembangan, saat ini terus diseimbangkan kepadatan penduduk Indonesia di setiap pulau. Oleh karena itu disamping Pulau Sumatera, Pulau lain seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Papua juga diprogramkan untuk menerima transmigran dari Pulau Jawa. Diluar program transmigrasi, kepadatan penduduk yang memusat di Pulau Jawa dikarenakan oleh migrasi penduduk yang tidak terkendali dan menuju ke Pulau Jawa. Dapat dimaklumi mengapa Pulau Jawa sebagai pulau yang menjadi daerah tujuan utama migran dari pulau-pulau yang lain karena pulau ini merupakan tempat pusat perekonomian, pusat pemerintahan, pusat pendidikan dan pusat kegiatan-kegiatan sosial ekonomi lainnya, sehingga penduduk dari pulau-pulau diluar Jawa ingin menetap (tinggal) di Pulau Jawa. Mencermati berbagai kajian dan penelitian tentang migrasi, termasuk migrasi internasional, salah satu kesan yang menonjol adalah kentalnya fokus pada event yang teramati dan terukur. Maksudnya, kajian migrasi terlalu banyak mengaitkan variabel yang teramati (observable), khususnya variabel-variabel sosial ekonomi, untuk menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan migrasi, yang memang diyakini memiliki dimensi yang kompleks. Akhir-akhir ini ada kekhawatiran bahwa kecenderungan ini akan menyebabkan pendangkalan sekaligus penciutan kajian migrasi meskipun diupayakan untuk melebarkan konteksnya. Dalam kajian migrasi internasional, misalnya, permasalahan sering hanya terfokus pada kaitan antara besarnya ketersediaan tenaga kerja dan peluang kerja di luar negeri. Atau, besarnya daya dorong dan daya tarik sebagai penyebab arus migrasi merupakan penjelas paling tepat dalam menganalisis proses migrasi. Dengan kata lain, orang pergi migrasi ke luar negeri terbatas sebagai respons terhadap stimulus yang ada. Pandangan ini tidak keliru, tetapi dapat menjebaknya ke dalamcognitive drones. Mengapa? Di sini manusia tidak dipandang sebagai makhluk yang memiliki latar belakang sosial dan budaya dan tidak hidup dalam konteks waktu dan tempat

28

tertentu. Migran kurang diperhatikan sebagai individu dan anggota kelompok sosial. Akibatnya, migran sering harus menanggung beban dan menjadi korban atas proses itu, meskipun mereka juga menikmati hasilnya. Gejala di atas juga diyakini menyebabkan terpisahnya penelitian migrasi dengan perkembangan teori-teori sosial, padahal migrasi sebagai salah satu gejala sosial yang sangat tua tidak mungkin terlepas dari perkembangan sosial, politik, dan ekonomi pada umumnya (lihat Robinson & Carey, 2000). Permasalahan ini bukan hanya permasalahan konseptual, tetapi juga permasalahan pendekatan. Barangkali kajian-kajian yang ada terlalu banyak mengandalkan pada, seperti yang dikemukakan Giddens (dalam Goss &Linquist, 1995), diskursif yaitu segala sesuatu yang dikatakan, yaitu data-data yang dikumpulkan dari para migran seperti pada penelitian survei. Sebaliknya, pendekatan praktikal, tepatnya disebut Giddens sebagai kesadaran praktikal, yaitu sesuatu yang tidak dapat dikatakan atau diartikulasikan secara verbal, tetapi menjadi bagian penting dari pemikiran orang yang bersangkutan, kurang diperhatikan. Hal ini terkait dengan pendekatan dan metode yang digunakan dalam penelitian migrasi. Sejauh ini perspektif yang digunakan untuk mengkaji migrasi cenderung berangkat dari salah satu atau kedua perspektif besar yang sudah mapan, yaitu strukturalis dan fungsionalis. Giddens mengusulkan alternatif lain yang disebutnya sebagai perspektif strukturasionis. Dalam perspektif iniduality of structuremenjadi bagian penting, agen dan struktur berinteraksi timbal balik, yang struktur itu direproduksi oleh agen dan agen dipengaruhi oleh norma dan harapan masyarakat. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu sumbangan pengisi celahcelah yang masih dapat dimasuki dari sudut konsep. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menjawab semua tantangan yang muncul karena tidak mungkin melakukannya. Kajian dalam tulisan ini akan menggunakan disiplin sosiologi dengan fokus pada migran sebagai individu. Dipilih kajian sosiologis karena bagian ini menjadi salah satu kekurangan yang terus-menerus dirasakan dalam kajian migrasi. Namun pendekatan sosiologi ini tidak dimaksudkan sebagai jawaban atas kekurangan itu. Hal ini hanya merupakan upaya untuk mencoba melihatnya dari sisi yang lain tentang migrasi. B. MIGRASI: TINJAUAN TEORITIS B.1. Definisi Migrasi Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalahpopulation mobility atau secara lebih khususterritorial mobility yang biasanya mengandung makna gerak spasil, fisik dan geografis (Shryllock dan Siegel, 1973 dalam Rusli,1996: 136). Kedalamnya termasuk baik dimensi gerak penduduk permanen maupun dimensi nonpermanen. Migrasi merupakan dimensi gerak penduduk permanen, sedangkan dimensi gerak penduduk non-permanen terdiri dari sirkulasi dan komunikasi (Rusli,1996: 136).

29

Defenisi lain, migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu negara (Munir, 2000: 116). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Migrasi sukar diukur karena migrasi dapat didefenisikan dengan berbagai cara dan merupakan suatu peristiwa yang mungkin berulang beberapa kali sepanjang hidupnya. Hampir semua definisi menggunakan kriteria waktu dan ruang, sehingga perpindahan yang termasuk dalam proses migrasi setidak-tidaknya dianggap semi permanen dan melintasi batas-batas geografis tertentu. (Young,1984: 94). Untuk Indonesia sendiri, analis migrasi hanya dapat menggunakan data hasil sensus penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali dan data sampel hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), yang dilakukan di tengah-tengah antar dua sensus. Oleh karena itu, analisis migrasi masih sangat kurang dilakukan orang, mengingat data pendukung analisis ini sangat kurang sekali, kecuali jika program pendataan model registrasi penduduk telah dilakukan oleh suatu negara dengan baik. B.2. Jenis-Jenis Migrasi Jenis migrasi adalah pengelompokan migrasi berdasarkan dua dimensi penting dalam analisis migrasi, yaitu dimensi ruang/daerah (spasial) dan dimensi waktu. Dalam konteks ini, terdapat dua jenis migrasi yaitu migrasi internasional dan mograsi internal. Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi internasional merupakan jenis migrasi yang memuat dimensi ruang. Migrasi internal adalah perpindahan penduduk yang terjadi dalam satu negara, misalnya antarpropinsi, antarkota/kabupaten, migrasi dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan atau satuan administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat kabupaten/kota, seperti kecamatan dan kelurahan/desa. Migrasi internal merupakan jenis migrasi yang memuat dimensi ruang. Selain itu migrasi dapat dibedakan berdasarkan dimensi waktunya. Migran menurut dimensi waktu adalah orang yang berpindah ke tempat lain dengan tujuan untuk menetap dalam waktu enam bulan atau lebih. Migran sirkuler (migrasi musiman) adalah orang yang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan. Migran sikuler biasanya adalah orang yang masih mempunyai keluarga atau ikatan dengan tempat asalnya seperti tukang becak, kuli bangunan, dan pengusaha warung tegal, yang sehari-harinya mencari nafkah di kota dan pulang ke kampungnya setiap bulan atau beberapa bulan sekali. Migran ulang-alik (commuter) adalah orang yang pergi meninggalkan tempat tinggalnya secara teratur, (misal setiap hari atau setiap minggu), pergi ke tempat lain untuk bekerja, berdagang, sekolah, atau untuk kegiatan- kegiatan lainnya, dan pulang ke tempat asalnya secara teratur pula (missal pada sore atau malam hari atau pada akhir minggu). Migran ulang-alik biasanya menyebabkan jumlah penduduk di tempat tujuan lebih banyak pada waktu tertentu, misalnya pada siang hari.

30

Sementara itu menurut versi BPS, ada tiga kriteria migran: seumur hidup, risen, dan total (dikutip dari http://demografi.bps.go.id/versi1). Migran seumur hidup (life time migrant) adalah orang yang tempat tinggalnya pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempa tinggalnya pada waktu lahir. Migran risen (recent migrant) adalah orang tempat tinggalnya pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu lima tahun sebelumnya. Migran total (total migrant) adalah orang yang pernah bertempat tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal pada waktu pengunpulan data. Kriteria migrasi yang digunakan dalam makalah ini adala migrasi risen (recent migration), karena lebih mencerminkan dinamika spasial penduduk antardaerah daripada migrasi seumur hidup (life time migration) yang relatif statis. Sedangkan migrasi total tidak dibahas karena definisinya tidak memasukkan batasan waktu antara tempat tinggal sekarang (waktu pencacahan) dan tempat tinggal terakhir sebelum tempat tinggal sekarang. Akan tetapi migrasi total biasa dipakai untuk menghitung migrasi kembali (return migration). Selain dari jenis-jenis migrasi tersebut di atas, terdapat beberapa istilah lain untuk jenis migrasi, yaitu: 1. Migrasi masuk (In Migration): Masuknya penduduk ke suatu daerah tempat tujuan (area of destination) 2. Migrasi Keluar (Out Migration): Perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal (area of origin) 3. Migrasi Neto (Net Migration): Merupakan selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar Apabila migrasi yang masuk lebih besar dari pada migrasi keluar maka disebut migrasi neto positif sedangkan jika migrasi keluar lebih besar dari pada migrasi masuk disebut migrasi neto negatif. 4. Migrasi Semasa/Seumur Hidup (Life Time Migration): Migrasi semasa hidup adalah mereka yang pada waktu pencacahan sensus bertempat tinggal di daerah yang berbeda dengan daerah tempat kelahirannya tanpa melihat kapan pindahnya. 5. Urbanisasi (Urbanization): Bertambahnya proporsi penduduk yang berdiam di daerah kota yang disebabkan oleh proses perpindahan penduduk ke kota dan/atau akibat dari perluasan daerah kota dan pertumbuhan alami penduduk kota. Definisi urban berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya tetapi biasanya pengertiannya berhubungan dengan kota-kota atau daerah-daerah pemukiman lain yang padat. Klasifikasi yang dipergunakan untuk menentukan daerah kota biasanya dipengaruhi oleh indikator mengenai penduduk, indikator mengenai kegiatan ekonomi, indikator jumlah fasilitas urban atau status administrasi suatu pemusatan penduduk. 6. Transmigrasi (Transmigration): Transmigrasi adalah salah satu bagian dari migrasi. Istilah ini memiliki arti yang sama dengan 'resettlement' atau 'settlement'. Transmigrasi adalah pemindahan dan/kepindahan penduduk dari suatu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah

31

Republik Indonesia guna kepentingan pembangunan negara atau karena alasanalasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Transmigrasi diatur dengan Undang-Undang No.3 Tahun 1972. Transmigrasi yang diselenggarakan dan diatur pemerintah disebut Transmigrasi Umum, sedangkan transmigrasi yang biaya perjalanannya dibiayai sendiri tetapi ditampung dan diatur oleh pemerintah disebut Transmigrasi Spontan atau Transmigrasi Swakarsa. B.3 Teori-Teori Seputar Migrasi Teori migrasi sebenarnya telah berkembang dan berbagai ahli telah banyak membahas tentang teori migrasi tersebut dan sekaligus melakukan penelitian tentang migrasi. Ravenstein (1885) memulai uraian tentang migrasi. Penedekatan Ravenstein ini dirasakan terlalu general sehingga sulit untuk memilih faktor-faktor determinan keputusan untuk melakukan migrasi. Lee (1966) mendekati migrasi dengan formula yang lebih terarah. Lee menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk bermigrasi dapat dibedakan atas kelompok sebagai berikut : a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat asal migran (origin) b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat tujuan migran (destination). c. Faktor-faktor penghalang atau pengganggu (intervening factors). d. Faktor-faktor yang berhubungan dengan individu migran. Faktor-faktor yang ada di tempat asal migran maupun di tempat tujuan migran dapat terbentuk faktor positif maupun faktor negatif. Faktor-faktor di tempat asal migran misalnya dapat berbentuk faktor yang mendorong untuk keluar atau menahan untuk tetap dan tidak berpindah. Di daerah tempat tujuan migran fakor tersebut dapat berbentuk penarik sehingga orang mau datang kesana atau menolak yang menyebabkan orang tidak tertarik untuk datang. Tanah yang tidak subur, penghasilan yang rendah di daerah tempat asal migran merupakan pendorong untuk pindah. Namun rasa kekeluargaan yang erat, lingkungan sosial yang kompak merupakan faktor yang menahan agar tidak pindah. Upah yang tinggi, kesempatan kerja yang menarik di daerah tempat tujuan migran merupakan faktor penarik untuk datang kesana namun ketidakpastian, resiko yang mungkin dihadapi, pemilikan lahan yang tidak pasti dan sebagainya merupakan faktor penghambat untuk pindah ke tempat tujuan migran tersebut. Jarak yang jauh, informasi yang tidak jelas, transportasi yang tidak lancar, birokrasi yang tidak baik merupakan contoh intervening faktor yang menghambat. Di pihak lain adanya informasi tentang kemudahan, seperti kemudahan angkutan dan sebagainya merupakan intervening faktor yang mendorong migrasi. Pendekatan Lee tersebut sudah lebih terarah dibanding pendekatan dari Revenstein. Namun berbagai ahli terus mencoba menjabarkan lebih jauh untuk menemukan variable kebijaksanaan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi keputusan bermigrasi dari penduduk.

32

Lewis (1954) dan Fei dan Ranis (1971) menganalisa migrasi dalam kontek pembangunan. Mereka membagi sektor perekonomian atas sektor tradisional dan sektor modern, sektor pertanian dan sektor industri. Sedangkan migrasi terjadi dari sektor tradisional ke sektor modern, dari sektor pertanian ke sektor industri. Tetapi beberapa kelemahan menyebabkan pendekatan Lewis, Fei dan Ranis ini tidak selalu dapat diterapkan. Sjaastad (1962) dan Bodenhofer (1967) mendekati migrasi lewat teorihuman investment. Mereka menyatakan bahwa migrasi adalah suatu investasi sumberdaya manusia yang menyangkut keuntungan dan biaya-biaya. Biaya-biaya bermigrasi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) Risiko, (2) Pendapatan yang hilang (earning forgone), (3) Ketidaknyamanan karena meninggalkan kampung halaman (disutility of moving), (4) Ketidaknyamanan dalam perjalanan, (5) Ketidaknyamanan di lingkungan baru, dan (6)Psychic costs (biaya psikhis) karena berbagai ketidaknyamanan tersebut. Sedangkanbenefit yang diperoleh adalah pendapatan yang lebih baik yang diperoleh di daerah baru nantinya. Todaro (1976) menyatakan bahwa pendapatan tersebut dalam bentuk expected income (pendapatan yang diharapkan). C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MIGRASI Sementara itu Lee (1966) mengajukan empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi yaitu: (1) Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (3) Rintangan-rintangan yang menghambat, dan (4) Faktor-faktor pribadi. Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar luar untuk pindah ke tempat tersebut; ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaankeadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antar lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan "jarak" ini meskipun selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang mau pindah. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktorfaktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya. Sahota (1968) dalam penelitiannya menemukan faktor penghambat dalam keputusan bermigrasi adalah pendapatan yang hilang di daerah asal dan biaya akomodasi (penginapan) di daerah baru. Makanya orang lebih mudah pergi ke suatu

33

tempat jika disana ada kerabat atau keluarga yang dapat menerima mereka untuk sementara sampai memperoleh pekerjaan, karena keluarga paling tidak dapat menyediakan tempat menginap dan lebih-lebih lagi jika dapat memperoleh makan. Demikian pula Soon (1977) memperlihatkan bahwaincome/wage rate merupakan faktor utama dalam menarik migran untuk datang (penyebab orang tertarik ke Malaysia untuk memperoleh Ringgit dan ke Saudi Arabia memperoleh Real). Adanya faktor-faktor sebagai penarik ataupun pendorong di atas merupakan perkembangan dari ketujuh teori migrasi (The Law of Migration) yang dikembangkan oleh E.G Ravenstein pada tahun 1885 (Munir, 2000: 122). Dari faktor-faktor keputusan migran dalam melakukan migrasi seperti yang disebutkan Lee (1966), ternyata faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai alasan utama untuk bermigrasi (Todaro, 1969). Sehingga daerah yang kaya sumber alam tentunya akan lebih mudah menciptakan pertumbuhan ekonominya, meskipun mungkin kurang stabil. Daerah yang kaya sumber daya manusia akan menjadi lokasi yang menarik bagi manufaktur atau jasa, terutama yang menggunakan teknologi tinggi. Seperti lazimnya dalam ilmu ekonomi regional, tenaga kerja akan cenderung melakukan migrasi dari daerah dengan kesempatan kerja kecil dan upah rendah ke daerah dengan kesempatan kerja besar dan upah tinggi (Brodjonegoro, 2000). Dari kacamata ekonomi, berbagai teori telah dikembangkan dalam menganalisis fenomena migrasi. Teori yang berorientasikan pada ekonomi neoklasik (neoclassical economics) misalnya, baik secara makro maupun mikro, lebih menitikberatkan pada perbedaan upah dan kondisi kerja antardaerah atau antarnegara, serta biaya, dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Menurut aliran ini, perpindahan penduduk merupakan keputusan pribadi yang didasarkan atas keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan yang maksimum. Dalam teori ini, mobilitas penduduk dipandang sebagai mobilitas geografis tenaga kerja, yang merupakan respon terhadap ketidakseimbangan distribusi keruangan lahan, tenaga kerja, kapital dan sumberdaya alam. Ketidakseimbangan lokasi geografis faktor produksi tersebut pada gilirannya mempengaruhi arah dan volume migrasi. Namun pada sisi lain, aliran ekonomi baru migrasi (new economics of migration) beranggapan bahwa perpindahan penduduk terjadi bukan saja berkaitan dengan pasar kerja, namun juga karena adanya faktor-faktor lain. Keputusan untuk melakukan migrasi tidak semata-mata merupakan keputusan individu, namun terkait dengan lingkungan sekitar, utamanya lingkungan keluarga dan kondisi daerah yang ditinggali maupun yang dituju. Lingkungan sekitar ini termasuk juga kondisi politik, agama, dan bencana alam. Dari kedua teori di atas jelas, bahwa migrasi disebabkan oleh faktor pendorong (push factor) suatu wilayah dan faktor penarik (pull factor) wilayah lainnya. Faktor pendorong suatu wilayah menyebabkan orang pindah ke tempat lain, misalnya karena di daerah itu tidak tersedia sumber daya yang memadai untuk

34

memberikan jaminan kehidupan bagi penduduknya. Perpindahan penduduk ini juga terkait dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di suatu wilayah. Sedangkan faktor penarik suatu wilayah adalah jika wilayah tersebut mampu atau dianggap mampu menyediakan fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di sekitarnya dan daerah-daerah lain. Penduduk wilayah sekitarnya dan daerahdaerah lain yang merasa tertarik dengan daerah tersebut kemudian berpindah dalam rangka meningkatkan taraf hidup. D. POLA, ARUS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MIGRASI DI INDONESIA D.1. Pola dan Arus Migrasi di Indonesia Berikut adalah gambaran pola dan arus migrasi di Indonesia dari tahun 2000 dengan menggunakan data data migrasi yang digunakan adalah data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005 dan Sensus Penduduk (SP) 2000. Data pola dan arus migrasi ini dikutip dari hasil penelitian Beni Darmawan (2007) dan Emalisa (2003). Ada dua pola migrasi yang akan dibahas yaitu pola migrasi semasa hidup antar pulau dan pola migrasi semasa hidup antar propinsi. 1. Migrasi Semasa Hidup Antar Pulau Berdasar pada data hasil penelitianBeny Darmawan (2007) dan Emalisa (2003), bahwa untuk migrasi keluar, selama 24 tahun terakhir secara absolut Pulau Jawa adalah pulau yang paling banyak mengeluarkan migran, yaitu: pada tahun 1971 sebanyak 1.935 ribu, tahun 1980 sebanyak 3.584,9 ribu, dan tahun 1990 sebanyak 3.053,2 ribu, yang kemudian pada tahun 1995 menjadi 5.5330,2 ribu. Dari sebanyak migran keluar tersebut sampai tahun 1980 sebagian besar menuju Pulau Sumatera, yaitu sebesar 89,66% pada tahun 1971 dan 81,06% pada tahun 1980. Namun demikian mulai tahun 1990 terjadi penurunan arus migran dari Pulau Jawa ke Sumatera yaitu menjadi hanya sebesar 69,73%, dan tahun 1995 persentasenya menurun lagi menjadi 68,28%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa mulai dekade 1980 - 1990 penyebaran penduduk dari Pulau Jawa sudah mulai menyebar ke pulaupulau lain, tidak hanya terpusat di Pulau Sumatera saja. Berikutnya Pulau Sumatera yang menduduki urutan kedua dalam besarnya migrasi keluar, pada tahun 1971 mempunyai migran keluar sebesar 369 ribu, kemudian pada tahun 1980 naik menjadi 786,4 ribu migran keluar dan naik lagi menjadi 1.175,7 ribu pada tahun 1990. Selanjutnya pada tahun 1995 naik lagi menjadi sekitar 1.534 ribu. Sebagian besar migran keluar dari Pulau Sumatera menuju Pulau Jawa yaitu 94,31 % pada tahun 1971, 91,35% pada tahun 1980, 90,94% pada tahun 1990 dan 1991, 94% pada tahun 1995. Dari data tersebut terlihat arus migrasi dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa boleh dikatakan hampir tidak ada perubahan. Kecenderungan orang Sumatera pergi (pindah) menuju Pulau Jawa masih tetap merupakan prioritas utama.

35

Seperti halnya Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Kepulauan lain juga merupakan daerah yang migran keluarnya kebanyakan menuju Pulau Jawa. Arus yang terjadi dari Pulau Kalimantan dan Kepulauan lain menuju Pulau Jawa cenderung tidak berubah sejak tahun 1971 sampai tahun 1995 atau penurunan persentase yang terjadi relatif kecil. Berbeda dengan Pulau Sulawesi, arus migran yang keluar dari pulau ini hampir tersebar secara merata ke pulau-pulau lain dan kecenderungan ini berjalan sejak tahun 1971 yang berlangsung secara terus sampai tahun 1995. Menurut Emalisa (2003), dapat dimaklumi mengapa Pulau Jawa sebagai pulau yang menjadi daerah tujuan utama migran dari pulau-pulau yang lain karena pulau ini merupakan tempat pusat perekonomian, pusat pemerintahan, pusat pendidikan dan pusat kegiatan-kegiatan sosial ekonomi lainnya, sehingga penduduk dari pulaupulau di luar Jawa ingin menetap (tinggal) di Pulau Jawa. Emalisa (2003) juga menggambarkan data penelitian migran yang masuk seumur hidup menurut pulau tempat lahir dan tempat tinggal sekarang. Untuk migrasi masuk, Pulau Sumatera adalah pulau yang paling banyak menerima migran baik pada tahun 1970, 1980, 1990 maupun pada tahun 1995. Dari jumlah tersebut lebih dari 90 persen sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 1995 adalah migran yang berasal dari Pulau Jawa. Demikian juga Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Kepulauan lain, migran yang masuk ke pulau-pulau ini sebagian besar berasal dari Pulau Jawa. Sehingga dapat dikatakan bahwa Pulau Jawa yang memang mempunyai penduduk terbesar di Indonesia merupakan pulau pengirim migran terbesar untuk setiap pulau-pulau yang ada di Indonesia. Sedang migrasi masuk ke Pulau Jawa sendiri dari tahun 1971 sampai dengan tabun 1995 kebanyakan (sekitar 60%) berasal dari Pulau Sumatera. Hal ini dapat dimaklumi karena Pulau Sumatera secara geografis berdekatan dengan Pulau Jawa dibanding dengah pulau-pulau lainnya, dan juga karena sistem transportasi yang menghubungkan kedua pulau ini lebih baik dan lancar baik dari segi banyaknya frekuensi maupun jenis angkutan dibandingkan dengan sistem transportasi yang menghubungkan Pulau Jawa dengan pulau-pulau yang lain, selain Pulau Sumatera. 2. Migrasi Semasa Hidup Antar Propinsi Pola dan arus migrasi seumur hidup per propinsi di Indonesia sangat bervariasi dan besarnya tidak selalu sama antara satu propinsi dengan propinsi lain. Secara umum propinsi-propinsi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara merupakan propinsipropinsi pengirim migran, baik pada tabun 1971 1980, 1990 maupun pada tahun 1995 kecuali DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat dan Timor Timur. DKI Jakarta sejak tahun 1971 hingga pada tahun 1995 merupakan propinsi penerima migran. Sedangkan Jawa Barat pada tahun 1971 dan 1980 merupakan propinsi pengirim migran, tetapi pada tahun 1990 dan 1995 menjadi propinsi penerima migran.

36

Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian sejak tahun 1971 hingga tahun 1990 DKI Jakarta adalah propinsi yang paling banyak didatangi oleh migran, dengan jumlahnya yang semakin membesar dari tahun ke tahun. Pada tahun 1971 DKI Jakarta menerima sekitar 1,8 juta migran, tahun 1980 menerima sekitar 2,6 juta migran, tahun 1990 menerima 3,1 juta migran dan pada tahun 1995 menerima 3,4 juta migran. Jika dilihat asal migran yang ke DKI Jakarta, yang paling banyak adalah migran yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pada tahun 1990 dan 1995. Dan sisanya adalah berasal dari 24 propinsi lainnya yang persentasenya relatif kecil. Propinsi kedua terbesar yang didatangi migran pada tahun 1990 adalah Jawa Barat, dengan jumlah migran sebesar 2,4 juta orang. Selanjutnya hasil SUPAS95 menunjukkan bahwa dengan jumlah migran masuk sebesar 3,6 juta orang. Propinsi Jawa Barat telah menggeser kedudukan DKI Jakarta sebagai penerima migran terbesar. Migran yang masuk ke Jawa Barat ini sebagian besar berasal dari propinsi tetangganya yaitu Jawa Tengah dan DKI Jakarta dengan persentase masing-masing sebesar 30,25% dan 35,09% pada tahun 1995. Pada tahun 1971 dan 1980, Lampung merupakan merupakan propinsi kedua terbesar yang menjadi daerah tujuan migran dengan jumlah migran tidak kurang dari 1 juta orang pada tahun 1971 dan 1,8 juta migran pada tahun 1980 masuk ke propinsi ini. Tetapi pada tahun 1990 dan 1995, Lampung tergeser oleh Jawa Barat menjadi propinsi ketiga terbesar yang didatangi oleh migran. Walaupun demikian dalam jumlah absolut sebagai penerima migran, Lampung tetap merupakan propinsi penerima migran terbesar di luar Pulau Jawa sejak tahun 1971. Hal ini dapat mengerti karena Lampung rnerupakan daerah tujuan transmigrasi terbesar di Indonesia pada saat itu. Pada tahun 1971 Lampung menerima tidak kurang dari 1 juta migran, yang kemudian meningkat menjadi 1,7 juta orang pada tahun 1980 dan 1990, dan hampir 2 juta orang pada tahun 1995. Ada tiga propinsi yang merupakan propinsi asal sebagian besar migran masuk ke Lampung, yaitu Jawa Tengah (33,50%), Jawa Timur (28,20%) dan Jawa Barat (13,35%). D.2. Pengaruh Urbanisasi terhadap Pola dan Arus Migrasi di Indonesia Berdasarkan data migrasi seumur hidup antar propinsi, sejak tahun 1971 hingga 1990, Jakarta merupakan tujuan propinsi penerima migran paling besar (nomor satu) di Indonesia. Namun kemudian pada tahun 1995 posisi ini digantikan oleh propinsi Jawa Barat, yang merupakan propinsi terdekat dari wilayah DKI Jakarta. Hal ini tidaklah terlepas dari adanya pengaruh urbanisasi yang terjadi di kota Jakarta yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan daerah-daerah yang ada di sekitarnya, termasuk kota-kota yang terdapat di propinsi Jawa Barat, seperti yang dikenal dengan istilah Botabek (Bogor, Tanggerang, Bekasi). Dengan adanya urbanisasi di wilayah Jakarta ini, banyak penduduk yang bekerja di Jakarta, namun bertempat tinggal di wilayah di sekitar Jakarta (Botabek), dengan berbagai sebab, karena ingin mendapatkan tempat tinggal yang lebih luas, lebih baik, dan lebih sedikit polusi untuk keluarga mereka. Disamping itu banyak Industri didirikan di daerah pinggiran kota Jakarta (Botabek), banyak menarik tenaga

37

kerja secara khusus dan penduduk secara umum untuk bermigrasi ke daerah Botabek (Jawa Barat) ini. Menurut Firman (1995), kecenderungan berkembangnya dengan pesat kegiatan ekonomi di kota-kota besar seperti di DKI Jakarta adalah tidak lain karena ada "ekonomi urbanisasi" (urbanisation economies) yang terdapat di kota-kota besar tersebut, yang secara sederhana didefinisikan sebagai keuntungan-keuntungan ekonomi dari sebuah kota, terutama kota besar, yang menarik pendirian usaha dalam kota. Sebagai gambaran sebagaimana kota-kota besar dapat bersaing dengan berbagai macam aktivitas ekonomi, yaitu adanya kenyataan bahwa hingga Juli 1995, kira-kira setengah Penanaman Modal asing (PMA) dan Penanaman modal Dalam Negeri (PMDN), dari koordinasi penanaman modal (BKPM) terkonsentrasi di Jabotabek atau Jakarta D.3. Pengaruh Program Transmigrasi oleh Pemerintah Data migrasi seumur hidup antar pulau maupun antar propinsi, kita dapat melihat bahwa pulau yang paling besar menerima migran adalah pulau Sumatera sejak tahun 1971 hingga sekarang, sedangkan propinsi terbesar kedua setelah DKI Jakarta menerima migran adalah propinsi Lampung, yaitu sejak tahun 1971 hingga 1990, namun kemudian posisi Lampung tersebut digantikan oleh propinsi Jawa Barat. Besamya migran yang masuk ke pulau Sumatera, khususnya ke propinsi Lampung ini tidak terlepas dari adanya program pemerintah yang telah menjalankan program transmigrasi dimana daerah Sumatera, yang mencakup Aceh, Lampung, Sumatera Utara dan lainnya menjadi daerah penerima transmigrasi. Jika kita melihat sejarah dari program transmigrasi tersebut, kita ketahui bahwa program transmigrasi ini telah dimulai pertama sekali oleh pemerintah Belanda, yaitu pada tahun 1905 dengan mengirim 155 keluarga dari Jawa ke daerah propinsi Lampung, yang waktu itu dikenal dengan istilah kolonisasi. Dan pada waktu pemerintahan Jepang di Indonesia usaha transmigrasi inipun tetap dijalankan. Kemudian pada tahun 1950 pemerintah Indonesia melakukan usaha transmigrasi pertama sekali dengan memindahkan 77 jiwa dari Jawa ke Lampung (Munir, 2000). Dan hingga tahun 1990 propinsi Lampung masih menjadi tujuan transmigrasi. Dan ini tentunya sangat besar pengaruhnya terhadap besarnya para migran yang masuk ke propinsi Lampung dan ke pulau Sumatera pada umumnya, disamping adanya pengaruh dari dekatnya posisi pulau Jawa dengan Sumatera dan dengan adanya prasarana transportasi yang baik dan lancar hal ini juga mempengaruhi besarnya arus migrasi dari pulau Jawa ke pulau Sumatera. E. PERILAKU MIGRAN PADA KAJIAN MIGRASI DI INDONESIA E.1. Migran dan Fenomena Remitan (remittance) Tenaga kerja akan pindah dari tempat dengan kapital langka dan tenaga kerja banyak (karenanya upah rendah) ke tempat dengan kapital banyak dan tenaga kerja langka (karenanya upah tinggi). Oleh karenanya Spengler dan Myers (1977) dalam Wood (1982) mengemukakan migrasi dapat dipandang sebagai suatu proses yang

38

membantu pemerataan pembangunan yang bekerja dengan cara memperbaiki ketidakseimbangan hasil faktor produksi antar daerah. Migrasi yang terjadi di negara-negara sedang berkembang dipandang memiliki efek yang sama. Namun, terdapat fenomena khusus dari migrasi di negara-negara ini, yang diperkirakan lebih mempercepat pemerataan pembangunan. Fenomena tersebut berbentuk transfer pendapatan ke daerah asal (baik berupa uang ataupun barang), yang dalam teori migrasi dikenal dengan istilah remitan (remittance). Menurut Connel (1980), di negara-negara sedang berkembang terdapat hubungan yang sangat erat antara migran dengan daerah asalnya, dan hal tersebutlah yang memunculkan fenomena remitan. Remitan dalam konteks migrasi di negara-negara sedang berkembang merupakan bentuk upaya migran dalam menjaga kelangsungan ikatan sosial ekonomi dengan daerah asal, meskipun secara geografis mereka terpisah jauh. Selain itu, migran mengirim remitan karena secara moral maupun sosial mereka memiliki tanggung jawab terhadap keluarga yang ditinggalkan (Curson,1983). Kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang migran, sudah ditanamkan sejak masih kanakkanak. Masyarakat akan menghargai migran yang secara rutin mengirim remitan ke daerah asal, dan sebaliknya akan merendahkan migran yang tidak bisa memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya. Dalam perspektif yang lebih luas, remitan dari migran dipandang sebagai suatu instrumen dalam memperbaiki keseimbangan pembayaran, dan merangsang tabungan dan investasi di daerah asal. Oleh karenanya dapat dikemukakan bahwa remitan menjadi komponen penting dalam mengkaitkan mobilitas pekerja dengan proses pembangunan di daerah asal. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan di daerah Jatinom Jawa Tengah (Effendi, 1993). Sejak pertengahan tahun 1980an, seiring dengan meningkatnya mobilitas pekerja, terjadi perubahan pola makanan keluarga migran di daerah asal menuju pada pola makanan dengan gizi sehat. Perubahan ini tidak dapat dilepaskan dari peningkatan daya beli keluarga migran di daerah asal, sebagai akibat adanya remitan. Peningkatan daya beli tidak hanya berpengaruh pada pola makanan, namun juga berpengaruh pada kemampuan membeli barang-barang konsumsi rumah tangga lainnya, seperti pakaian, sepatu, alat-alat dapur, radio, televisi dan sepeda motor. Permintaan akan barang-barang tersebut telah memunculkan peluang berusaha di sektor perdagangan, dan pada tahap selanjutnya berefek ganda pada peluang berusaha di sektor lainnya. Namun di sisi lain, remitan ternyata tidak hanya mempengaruhi pola konsumsi keluarga migran di daerah asal. Dalam kerangka pemupukan remitan, migran berusaha melakukan berbagai kompromi untuk mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya, dan mengadopsi pola konsumsi tersendiri di daerah tujuan. Para migran akan melakukan "pengorbanan" dalam hal makanan, pakaian, dan perumahan supaya bisa menabung dan akhirnya bisa mengirim remitan ke daerah

39

asal. Secara sederhana para migran akan meminimalkan pengeluaran untuk memaksimalkan pendapatan. Migran yang berpendapatan rendah dan tenaga kerja tidak terampil, akan mencari rumah yang paling murah dan biasanya merupakan pemukiman miskin di pusat-pusat kota. Bijlmer (1986) mengemukakan bahwa untuk memperbesar remitan, ada kecenderungan migran mengadopsi sistem pondok, yakni tinggal secara bersamasama dalam satu rumah sewa atau bedeng di daerah tujuan. Sistem pondok memungkinkan para migran untuk menekan biaya hidup, terutama biaya makan dan penginapan selama bekerja di kota. Hal yang sama juga ditemukan oleh Mantra (1994) dalam penelitiannya di berbagai daerah di Indonesia. Buruh-buruh bangunan yang berasal dari Jawa Timur yang bekerja di proyek pariwisata Nusa Dua Bali, tinggal di bedeng-bedeng yang kumuh untuk mengurangi pengeluaran akomodasi. di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan dalam kasus yang lebih ekstrim ditemukan pada tukang becak di Yogyakarta yang berasal dari Klaten. Pada waktu malam hari tidur di becaknya untuk menghindari pengeluaran menyewa pondokan. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa besarnya remitan yang dikirimkan migran ke daerah asal relatif bervariasi. Penelitian yang dilakukan Rose dkk (1969) dalam Curson (1983) terhadap migran di Birmingham menemukan bahwa remitan migran India sebesar 6,3 persen dari penghasilannya sedangkan migran Pakistan mencapai 12,1%. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan Jellinek (1978) dalam Effendi (1993) menemukan bahwa remitan yang dikirimkan para migran penjual es krim di Jakarta mencapai 50 persen dari penghasilan yang diperolehnya. Besar kecilnya remitan ditentukan oleh berbagai karakteristik migrasi maupun migran itu sendiri. Karakteristik tersebut mencakup sifat mobilitas/migrasi, lamanya di daerah tujuan, tingkat pendidikan migran, penghasilan migran serta sifat hubungan migran dengan keluarga yang ditinggalkan di daerah asal. Berkaitan dengan sifat mobilitas/migrasi dari pekerja, terdapat kecenderungan pada mobilitas pekerja yang bersifat permanen, remitan lebih kecil dibandingkan dengan yang bersifat sementara (sirkuler) (Connel,1980). Hugo (1978) dalam penelitian di 14 desa di Jawa Barat menemukan bahwa remitan yang dikirimkan oleh migran sirkuler merupakan 47,7 persen dari pendapatan rumah tangga di daerah asal, sedangkan pada migran permanen hanya 8,00%. Sejalan dengan hal tersebut, besarnya remitan juga dipengaruhi oleh lamanya migran menetap (bermigrasi) di daerah tujuan. Lucas dkk (1985) mengemukakan bahwa semakin lama migran menetap di daerah tujuan maka akan semakin kecil remitan yang dikirimkan ke daerah asal. Adanya arah pengaruh yang negatif ini selain disebabkan oleh semakin berkurangnya beban tanggungan migran di daerah asal (misalnya anak-anak migran di daerah asal sudah mampu bekerja sendiri), juga disebabkan oleh semakin berkurangnya ikatan sosial dengan masyarakat di daerah asal. Migran yang telah

40

menetap lama umumnya mulai mampu menjalin hubungan kekerabatan baru dengan masyarakat/lingkungan di daerah tujuannya. Tingkat pendidikan migran lebih cenderung memiliki pengaruh yang positif terhadap remitan. Rempel dan Lobdell (1978) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan migran, maka akan semakin besar remitan yang dikirimkan ke daerah asal. Hal ini pada dasarnya berkaitan dengan fungsi remitan sebagai pembayaran kembali (repayment) investasi pendidikan yang telah ditanamkan keluarga kepada individu migran. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan migran menunjukkan besar kecilnya investasi pendidikan yang ditanamkan keluarga, dan pada tahap selanjutnya berdampak pada besar kecilnya "repayment" yang diwujudkan dalam remitan. Pengaruh positif juga ditemukan antara penghasilan migran dan remitan (Wiyono,1994). Remitan pada dasarnya adalah bagian dari penghasilan migran yang disisihkan untuk dikirimkan ke daerah asal. Dengan demikian, secara logis dapat dikemukakan semakin besar penghasilan migran maka akan semakin besar remitan yang dikirimkan ke daerah asal. Besarnya remitan juga tergantung pada hubungan migran dengan keluarga penerima remitan di daerah asal. Keluarga di daerah asal dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu keluarga inti (batih) yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak, serta keluarga di luar keluarga inti. Dalam konteks ini, Mantra (1994) mengemukakan bahwa remitan akan lebih besar jika keluarga penerima remitan di daerah asal adalah keluarga inti. Sebaliknya, remitan akan lebih kecil jika keluarga penerima remitan di daerah asal bukan keluarga inti. Tujuan pengiriman remitan akan menentukan dampak remitan terhadap pembangunan daerah asal. Berbagai pemikiran dan hasil penelitian telah menemukan keberagaman tujuan remitan ini, namun demikian dapat dikelompokkan atas tujuantujuan sebagai berikut: a. Kebutuhan hidup sehari-hari keluarga Sejumlah besar remitan yang dikirim oleh migran berfungsi untuk menyokong kerabat/keluarga migran yang ada di daerah asal. Migran mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengirimkan uang/barang untuk menyokong biaya hidup sehari- hari dari kerabat dan keluarganya, terutama untuk anak-anak dan orang tua. Hal ini ditemukan Caldwell (1969) dalam Mantra (1994) pada penelitian di Ghana, Afrika. Di daerah ini, 73 persen dari total remitan yang dikirimkan oleh migran ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari keluarga di daerah asal. b. Peringatan hari-hari besar yang berhubungan dengan siklus hidup manusia Di samping mempunyai tanggung jawab terhadap kebutuhan hidup sehari-hari keluarga dan kerabatnya, seorang migran juga berusaha untuk dapat pulang ke daerah asal pada saat diadakan peringatan hari-hari besar yang berhubungan dengan siklus hidup manusia, misalnya kelahiran, perkawinan, dan kematian. Menurut Curson (1983) pada saat itulah, jumlah remitan yang dikirim atau ditinggalkan lebih besar daripada hari-hari biasa.

41

c. Investasi Bentuk investasi adalah perbaikan dan pembangunan perumahan, membeli tanah, mendirikan industri kecil, dan lain-lainnya. Kegiatan ini tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga sebagai sarana sosial dan budaya dalam menjaga kelangsungan hidup di daerah asal, tetapi juga bersifat psikologis, karena erat hubungannya dengan prestise seseorang. Effendi (1993) dalam penelitiannya di tiga desa Jatinom, Klaten menemukan bahwa remitan telah digunakan untuk modal usaha pada usaha-usaha skala kecil seperti pertanian jeruk, peternakan ayam, perdangan dan bengkel sepeda. d. Jaminan hari tua Migran mempunyai keinginan, jika mereka mempunyai cukup uang atau sudah pensiun, mereka akan kembali ke daerah asal. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi investasi, mereka akan membangun rumah atau membeli tanah di daerah asal sebagai simbol kesejahteraan, prestisius, dan kesuksesan di daerah rantau. Lee (1992) mengemukakan bahwa berbagai pengalaman baru yang diperoleh di tempat tujuan, apakah itu keterampilan khusus atau kekayaan, sering dapat menyebabkan orang kembali ke tempat asal dengan posisi yang lebih menguntungkan Selain itu, tidak semua yang bermigrasi bermaksud menetap selama- lamanya di tempat tujuan. E.2. Adaptasi Migran (Transmigran) Dalam Migrasi Lokal (Transmigrasi) Saat ini program transmigrasi sudah banyak dilupakan publik. Padahal, tidak sedikit dari anggota keluarga, tetangga, atau kenalan kita yang menjadi transmigran. Transmigrasi telah dimulai sejak zaman kolonial, lewat regulasi Politik Etis yang dicetuskan Van Deventer, yakni emigrasi atau transmigrasi, edukasi, dan irigasi. Kontingen transmigran pertama merantau ke Gedong Tataan Lampung pada tahun 1905. Sejak itu, transmigran secara bergelombang merantau ke Sumatera, kemudian Kalimantan, dan belakangan dikembangkan di Sulawesi, termasuk Maluku hingga Papua. Di Sumatera konsentrasi terbesar transmigran bermukim di Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), khususnya di Lampung serta di Jambi. Kontingen transmigran biasanya berangkat per kabupaten (dahulu per karesidenan) sejumlah antara 30 hingga 40 kepala keluarga (KK). Mereka menempati Satuan Permukiman yang disebut SP, ada juga yang disebut Unit-unit. Secara administratif, transmigran dibagi dalam SP I, II atau Unit I, II, dan seterusnya. Namun, dalam perkembangannya transmigran asal Jawa lebih suka mengidentifikasi SP dan Unit ini dengan nama karesidenan atau kabupaten asal, atau paling tidak menggunakan nama-nama berbau Jawa. Banyak dari SP atau Unit ini yang kemudian berkembang menjadi desa atau kecamatan. Sehingga, kita mengenal nama-nama Kecamatan atau Desa Pringsewu, Kalirejo, Sidodadi, atau Sidomulyo di daerah transmigran. Transmigran di tanah perantauan telah berkembang dan memiliki keturunan hingga beberapa generasi. Bila transmigran berangkat pada kontingen pertama tahun

42

1905 hingga 1920-an, saat ini mereka telah berkembang hingga keturunan kelima atau keenam. Bila mereka menjadi transmigran setelah zaman republik antara tahun 1950 hingga 1960an- jumlah ini yang paling banyak, mereka telah memiliki tiga hingga empat generasi. Periode terakhir, tahun 1970-an berkembang hingga keturunan kedua atau ketiga. Setelah tahun 1980-an, transmigran asal Jawa mulai dikurangi untuk selanjutnya dihentikan karena pemerintah setempat mulai banyak mengenalkan program transmigrasi lokal. Transmigran asal Jawa pada tahun-tahun setelah 1980-an banyak terkonsentrasi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Kebanyakan transmigran asal Jawa masih memegang teguh adat dan tradisi yang dibawa dari Jawa, di samping berbaur dengan budaya dan penduduk lokal. Selamatan, nyadran, ngelmu petungan, tata krama, prosesi pernikahan, hingga bahasa ibu masih digunakan oleh transmigran. Generasi pertama transmigran masih mengikuti adat istiadat ini seperti aslinya yang dilakukan leluhurnya di Jawa. Namun, bagi generasi kedua dan ketiga tradisi ini mulai diikuti secara moderat. Maksudnya, tata cara dilaksanakan, namun tidak lengkap atau dimodifikasi menjadi lebih sederhana. Meskipun demikian, warnanJawani-nya masih terasa. Namun, tidak sedikit pula generasi kedua, ketiga, maupun keempat dan kelima yang lebih memilih menggunakan tata cara nasional sama sekali. Tata cara nasional ini dapat disebut sebagai tata cara yang sudah diakui menasional dan banyak dilakukan oleh banyak penduduk Indonesia lain, meski banyak yang diserap dari kebudayaan Jawa. Tradisi transmigran asal Jawa yang masih dipegang teguh di tanah perantauan semakin berkurang jumlahnya dan semakin sederhana bentuknya. Hal ini terjadi karena generasi pertama transmigran sudah banyak yang wafat. Generasi selanjutnya semakin melonggarkan tradisi yang ada karena di samping referensi "yang asli" sudah wafat maupun otoritas kebudayaan semisal keraton seperti halnya di Jawa tidak ada, generasi transmigran ini banyak bersinggungan dengan kebudayaan lokal maupun kebudayaan pendatang lain hingga kebudayaan nasional. Akulturasi ini melahirkan kebudayaan yang khas di daerahdaerah transmigran. Tidak hanya di daerah transmigran saja yang orisinalitas kebudayaannya mulai meluntur. Di Jawa sendiri pun sebenarnya laju kematian bahasa ibu terus bertambah setiap tahun hingga tidak banyak penduduk Jawa usia muda yang nJawani. Namun, tren lunturnya orisinalitas kebudayaan yang menurun pada keturunan transmigran khas dan berbeda konteksnya dengan melunturnya kebudayaan Jawa pada generasi muda di Jawa. Keturunan transmigran di perantauan ini kemudian menjadi individu kosmopolitan. Menariknya, penduduk lokal masih menganggap keturunan ketiga atau keempat, bahkan keturunan yang baru lahir dari transmigran asal Jawa sebagai "orang Jawa". Padahal, banyak keturunan transmigran ini yang sudah tidak mengikuti adat istiadat Jawa secara utuh, berkomunikasi dengan bahasa Indonesia,

43

dan tidak mengerti sama sekali bahasa Jawa, termasuk bahasa ngoko, hingga tidak memiliki keluarga lagi di Jawa. Kebanyakan transmigran asal Jawa masih memegang teguh adat dan tradisi yang dibawa dari Jawa, di samping berbaur dengan budaya dan penduduk lokal. Selamatan, nyadran, ngelmu petungan, tata krama, prosesi pernikahan, hingga bahasa ibu masih digunakan oleh transmigran. Generasi pertama transmigran masih mengikuti adat istiadat ini seperti aslinya yang dilakukan leluhurnya di Jawa. Namun, bagi generasi kedua dan ketiga tradisi ini mulai diikuti secara moderat. Maksudnya, tata cara dilaksanakan, namun tidak lengkap atau dimodifikasi menjadi lebih sederhana. Meskipun demikian, warnanJawani-nya masih terasa. Namun, tidak sedikit pula generasi kedua, ketiga, maupun keempat dan kelima yang lebih memilih menggunakan tata cara nasional sama sekali. Tata cara nasional ini dapat disebut sebagai tata cara yang sudah diakui menasional dan banyak dilakukan oleh banyak penduduk Indonesia lain, meski banyak yang diserap dari kebudayaan Jawa. Tradisi transmigran asal Jawa yang masih dipegang teguh di tanah perantauan semakin berkurang jumlahnya dan semakin sederhana bentuknya. Hal ini terjadi karena generasi pertama transmigran sudah banyak yang wafat. Generasi selanjutnya semakin melonggarkan tradisi yang ada karena di samping referensi "yang asli" sudah wafat maupun otoritas kebudayaan semisal keraton seperti halnya di Jawa tidak ada, generasi transmigran ini banyak bersinggungan dengan kebudayaan lokal maupun kebudayaan pendatang lain hingga kebudayaan nasional. Akulturasi ini melahirkan kebudayaan yang khas di daerahdaerah transmigran. Tidak hanya di daerah transmigran saja yang orisinalitas kebudayaannya mulai meluntur. Di Jawa sendiri pun sebenarnya laju kematian bahasa ibu terus bertambah setiap tahun hingga tidak banyak penduduk Jawa usia muda yang nJawani. Namun, tren lunturnya orisinalitas kebudayaan yang menurun pada keturunan transmigran khas dan berbeda konteksnya dengan melunturnya kebudayaan Jawa pada generasi muda di Jawa. Keturunan transmigran di perantauan ini kemudian menjadi individu kosmopolitan. Menariknya, penduduk lokal masih menganggap keturunan ketiga atau keempat, bahkan keturunan yang baru lahir dari transmigran asal Jawa sebagai "orang Jawa". Padahal, banyak keturunan transmigran ini yang sudah tidak mengikuti adat istiadat Jawa secara utuh, berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, dan tidak mengerti sama sekali bahasa Jawa, termasuk bahasa ngoko, hingga tidak memiliki keluarga lagi di Jawa. Hubungan dengan leluhur di Jawa yang kepaten obor ini bisa disebabkan karena mereka di tanah perantauan kurang berhasil-dan jumlah ini sangat banyaksehingga tidak memiliki sumber daya lebih untuk menjalin silaturahmi semacam

44

mudik. Dapat juga disebabkan karena keluarga di Jawa sudah tidak terlacak, sedangkan generasi pertama sudah wafat. Keturunan transmigran yang masih dianggap sebagai "orang Jawa" ini berada dalam situasi kepribadian terbelah (split personality). Mereka oleh penduduk lokal dianggap sebagai "orang Jawa", namun di Jawa, bahkan oleh keluarga leluhur mereka dianggap sebagai "orang Lampung" atau "orang Sumatera". Mereka yang dianggap sebagai "orang Jawa" ini kurang nJawani sekaligus tidak mengerti banyak kebudayaan lokal. Sehingga, tepat bila keturunan transmigran ini disebut sebagai individu kosmopolitan: bercita rasa nasional, tidak memiliki akar kebudayaan (bolehlah disebut apatride kebudayaan; meminjam istilah penduduk yang tidak memiliki kewarganegaraan karena tidak memenuhi asas kelahiran (ius soli) dan asas keturunan (ius sanguinis)) sehingga menjadikan mereka "anak-anak kebudayaan Indonesia. F. PENUTUP Determinan migran yang paling utama adalah faktor ekonomi. Ini terlihat dari pola dan arus migrasi yang terjadi di Indonesia sebagaimana dilaporkan oleh hasilhasil penelitian tentang kependudukan. Kesenjangan yang sangat jauh antara tingkat ekonomi di Jawa dengan luar Jawa mengakibatkan arus migrasi mengalir dari luar Jawa menuju ke Pulau Jawa. Sehingga tepatlah kalau dikatakan bahwa migrasi di Indonesia masih bersifat Jawa "centris", dengan pengertian tujuan terbesar migrasi di Indonesia masih dominan menuju ke kota-kota atau daerah-daerah di pulau Jawa. Adanya urbanisasi yang terjadi di DKI Jakarta berdampak terhadap meluasnya DKI Jakarta hingga meliputi wilayah Botabek (Bogor, Tangerang dan Bekasi), yang pada akhirnya mempunyai pengaruh besar terhadap meningkatnya jumlah migran yang masuk ke propinsi Jawa Barat, sebagai daerah yang terdekat dengan wilayah DKI Jakarta. Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan sumber/asal migran terbesar di Indonesia pada tahun 1980, 1990 dan 1995.Tidak ada satu propinsi pun yang ada di Indonesia yang tidak mengalami perpindahan penduduk, baik perpindahan masuk, maupun perpindahan keluar. Fenomena migran melahirkan masalah-masalah sosial yang menarik untuk dikaji dalam pengebangan keilmuan ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi. Fenomena seperti remiten dan adaptasi migran di tempat tujuan adalah kajian yang sudah keluar dari outlinedemografi sehingga membutuhkan masuknya analisis dari disiplin-disiplin lain termasuk sosiologi. Di sinilah menariknya kajian demografi pada waktu-waktu terakhir ini. DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik,Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi, Hasil Survei Penduduk Antara Sensus (SUPAS) 1995, Jakarta, 1995.

45

Brodjonegoro, P.S. Bambang, Pemulihan Ekonomi, Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia,Warta Demografi, Tahun Ke 30, No. 3, 2000. Darmawan, Beny, Perkiraan Pola Migrasi Antarprovinsi Di Indonesia Berdasarkan Faturochman, Why People Move: A Psychological Analysis of Urban Migration, Populasi1 (3), 1992. Fawcett, James T., Migration Psychology: New Behavioral Model,Population and Environment8 (1), 1986. Firman, Tommy. Migrasi Antar Provinsi dan Pembangunan Wilayah di Indonesia. PrismaNo.7 Th. XXIII, 1994. Goss, Jon D. and Bruce Lindquist, Conceptualizing International Migration: A Structuration Perspective,International Migration Review 29(2), 1995. Goetz. J. Stephan,Theory of Population Migration, Migration and Local Labor Markets,Penn State University, 2003. Haslam, S. Alexander,Psychology in Organization: the Social Identity Approach. London: Sage, 2001. Young, E., Migrasi dalam Lucas D., dkk.,Pengantar Kependudukan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1884 Di unduh dari :http://www.scribd.com/doc/21577611/Migrasi-Di-Indonesia OLEH : MELISA MEGAYANTI TURNIP MIGRASI PENDUDUK Migrasi penduduk besar-besaran ke wilayah Indonesia dari Hindia Belakang diyakini setidak-tidaknya terjadi atas 2 gelombang migrasi. Migrasi besar-besaran pertama, beberapa abad sebelum Masehi, saat ini dikenal sebagai rumpun Proto-Melayu yang hidup di daerah pedalaman dan pegunungan diwilayah Nusantara; dan migrasi besarbesaran kedua menjelang abad Masehi, saat ini hidup didaerah pesisir dan dataran rendah dikenal sebagai rumpun Deutro-Melayu. Ras di Indonesia sebagian besar adalah ras Sinida dari rumpun bangsa Mongoloid mendiami Daratan Indonesia bagian Barat dan Daratan Indonesia Bagian Tengah; sebagian kecil, terutama di Daratan Indonesia Bagian Timur didiami oleh ras Melanesia dari rumpun bangsa Australoid. Imigran ke Indonesia terutama dari China tenggara, merupakan penduduk keturunan asing yang terbanyak, menyebar hampir di semua kota besar di Indonesia. Demikian pula pendatang dari Arab, Hadramaut -Yaman merupakan kelompok pendatang kedua terbanyak dan disusul oleh pendatang dari India dan sekelompok kecil dari Eropa. Suku bangsa pribumi yang terbanyak persentasenya di Indonesia adalah suku Jawa dan disusul oleh suku Sunda. Dari segi kependudukan, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar anatara lain : Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa sangat jarang di Kalimantan dan Irian.

46

Piramida penduduk masih sangat melebar, kelompok balita dan remaja masih sangat besar. Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap tahun. Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota besar dipulau Jawa. Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal; belum mendapat perhatian serius Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih tinggi Dampak Migrasi Penduduk Migrasi penduduk baik internal atau nasional maupun eksternal atau internasional masing-masing memiliki dampak positif dan negatif terhadap daerah asal maupun daerah tujuan. a. Dampak Positif Migrasi Internasional antara lain : - Dampak Positif Imigrasi 1 Dapat membantu memenuhi kekurangan tenaga ahli . Adanya penanaman modal asing yang dapat mempercepat pembangunan 2 Adanya pengenalan ilmu dan teknologi dapat mempercepat alih teknologi . Dapat menambah rasa solidaritas antarbangsa 3 . 4 .

- Dampak Positif Emigrasi 1. Dapat menambah devisa bagi negara terutama dari penukaran mata uang 2.3 asing . Dapat mengurangi ketergantungan tenaga ahli dari luar negeri, terutama orang yang belajar ke luar negeri dan kembali ke negara asalnya Dapat memeperkenalkan kebudayaan ke bangsa lain

b. Dampak Positif Migrasi Nasional antara lain : - Dampak Positif Transmigrasi 1 Dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama transmigran . Dapat memenuhi kekurangan tenaga kerja di daerah tujuan transmigrasi 2 Dapat mengurangi pengangguran bagi daerah yang padat penduduknya . Dapat meningkatkan produksi pertanian seperti perluasan perkebunan 3 kelapa sawit, karet, coklat dan lain-lain. Dapat mempercepat pemerataan . persebaran penduduk 4
47

. 5 . - Dampak Positif Urbanisasi 1 Dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di kota . Mengurangi jumlah pengangguran di desa 2 Meningkatkan taraf hidup penduduk desa . Kesempatan membuka usaha-usaha baru di kota semakin luas 3 Perekonomian di kota semakin berkembang . 4 . 5 . c. Dampak Negatif Migrasi Internasional antara lain : - Dampak Negatif Imigrasi 1 Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa . Imigran yang masuk adakalanya di antara mereka memiliki tujuan yang 2 kurang baik seperti pengedar narkoba, bertujuan politik, dan lain-lain. . - Dampak Negatif Emigrasi 1 Kekurangan tenaga terampil dan ahli bagi negara yang ditinggalkan . Emigran tidak resmi dapat memperburuk citra negaranya. 2 . d. Dampak Negatif Migrasi Nasional antara lain : - Dampak negatif transmigrasi 1 Adanya kecemburuan sosial antara masyarakat setempat dengan para . transmigran 2 Terbengkalainya tanah pertanian di daerah trasmigrasi karena transmigran . tidak betah dan kembali ke daerah asalnya Dampak Negatif Urbanisasi 1 Berkurangnya tenaga terampil dan terdidik di desa . Produktivitas pertanian di desa menurun 2 Meningkatnya tindak kriminalitas di kota
48

. Meningkatnya pengangguran di kota 3 Timbulnya pemukiman kumuh akibat sulitnya mencari perumahan . Lalu lintas di kota sangat padat, sehingga sering menimbulkan kemacetan 4 lalu lintas. . 5 . 6 . e. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Permasalahan Migrasi Beberapa usaha pemerintah untuk menanggulangi permasalahan migrasi, adalah sebagai berikut : 1. Persebaran pembangunan industri sampai ke daerah-daerah 2. Peningkatan pendapatan masyarakat desa melalui intensifikasi dan Koperasi Unit Desa 3. Pembangunan fasilitas yang lebih lengkap seperti pendidikan dan kesehatan 4. Pembangunan jaringan jalan sampai ke desa-desa sehingga hubungan antara desa dan kota menjadi lancar 5. Meningkatkan penyuluhan program Keluarga Berencana untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di pedesaan

Demografi Indonesia Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 245 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York. Indonesia memiliki budaya dan bahasa yang berhubungan namun berbeda. Sejak kemerdekaannya Bahasa Indonesia (sejenis dengan Bahasa Melayu) menyebar ke seluruh penjuru Indonesia dan menjadi bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi, pendidikan, pemerintahan, dan bisnis. Namun bahasa daerah juga masih tetap banyak dipergunakan. http://wisnuardiansyah.wordpress.com/2010/10/25/37/ minggu, 4 desember 201112.10 wib

OLEH : ANNIS PERTIWI


a. MIGRASI Perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, yaitu :Urbanisasi dan Transmigrasi. Migrasi internal, yaitu Perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam suatu negara . Perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah
49

asal disebut migrasi keluar/emigrasi ,sedangkan masuknya penduduk kesuatu daerah tujuan disebut migrasi masuk./imigrasi Migrasi ini ada 2 macam : 1. Migrasi Bruto = Jumlah migrasi masuk dan keluar dalam suatu daerah atau negara. Angka Migrasi Bruto yakni Angka yang menunjukan banyaknya migran masuk dan migran keluar selama satu tahun di bagi penduduk pada pertengahan tahun (1 Juli) Rumus : Jumlah migran masuk + migran keluar Jumlah penduduk pertengahan tahun X 1000 2. Migrasi Neto = Merupakan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar, migrasi neto posistif jika migrasi masuk lebih besar dari pada migrasi keluar, sedangkan migrasi neto negatif adalah sebaliknya. Angka Migrasi Neto yakni Angka yang menunjukan selisih jumlah migran masuk dan migran keluar selama satu tahun di bagi penduduk pada pertengahan tahun. Rumus: Jumlah migran masuk migran keluar Jumlah penduduk pertengahan tahun X 1000 MIGRASI PENDUDUK DISEBABKAN KARENA KONFLIK Terjadinya migrasi (perpindahan) penduduk dari sebuah tempat atau negara ke tempat lain dari waktu ke waktu terus mangalami perubahan. Perubahan migrasi tidak hanya dipengaruhi demograsi saja, namun cukup kompleks mulai dari ekonomi, politik, konflik sampai perubahan iklim. Menurut Rainer Munz (Ahli Demografi) yang saat ini menjadbat sebagai Head Of Research and Development At Erste Bank di Wina Austria dalam diskusi PSKK di UGM, menjelaskan tentang Global Migration Pattern. Meskipun tidak langsung, tapi faktor perubahan iklim juga mempengaruhi terjadinya migrasi suatu bangsa. Munz mencontohkan abad 20 melanda beberapa negara yang terjadi konflik seperti India, Bangladesh, Israel, Palestina, hingga Cina dan Taiwan. Sementara di akhir abad 20, konflik etnik melanda Bosnia, Sudan, Kongo dan lain-lain. Munz menilai karakteristik migrasi dunia saat ini menunjukkan sebuah tren seperti populasi yang menua, maupun turunnya tingkat fertility (kelahiran). memang tidak merata, seperti Indonesia dan India tingkat fertilitynya masih tetap naik, ujarnya. Dalam diskusi tersebut Munz menyinggung tentang adanya perbedaan kebijakan migrasi di AS dan Eropa. Di AS lebih terbuka soal migrasi. Berbeda dengan Eropa yang cenderung lebih ketat memberlakukan kebijakan migrasi. Ini disebabkan karena masyarakat pribumi Eropa menilai migrasi hanya akan membebani keuangan negara. Hampir sama yang terjadi di Arab yang juga cukup ketat menerapkan imigrasi ini. Satu hal yang menarik yang diungkapkan munz misalnya India yang banyak mengirimkan pekerja migran ke luar negeri, bahkan mengubah kewarganegaraan.

50

Sumber: __________. 2011. Konflik Penyebab Terjadinya Migrasi. Kedaulatan Rakyat. 16 April 2011 hlm 12. Yogyakarta : PT-BP Kedaulatan Rakyat.

OLEH : SULISTYANINGSIH
MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara 1.PENDAHULUAN Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia adalah 179,4 juta. Berarti Indonesia termasuk negara terbesar ke tiga di antara negara-negara yang sedang berkembang setelah Gina dan India.Dibanding dengan jumlah sensus tahun 1980 maka akan terlihat peningkatan penduduk Indonesia rata-rata 1,98% pertahun. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1995 sebanyak 195,3 juta jiwa. Bila dilihat dari luas wilayah pada peta penyebaran penduduknya terlihat tidak merata di 27 propinsi. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1990 sekitar 60% penduduk tinggal di pulau Jawa, padahal luas pulau Jawa hanya 7% dari luas wilayah Indonesia. Dilain pihak pulau Kalimantan yang luas wilayahnya hanya ditempati oleh 5% dari jumlah penduduknya. Kondisi tersebut menunjukan bahwa kepadatan penduduk Indonesia tidak seimbang. Kondisi tersebut memerlukan upaya pemerataan dan upaya tersebut telah dilaksanakan melalui program transmigrasi dan gerakan kembali ke Desa. Dilihat dari tingkat pertambahan penduduknya Indonesia masih tergolong tinggi, hal ini bila tidak diupayakan pengendalianya akan menimbulkan banyak masalah. Di Indonesia dari tingkat partisipasi anak usia sekolah baru mencapai 53% meskipun wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun telah dicanangkan oleh pemerintah. Dibanding negara tetangga, tingkat partisipasi pendidikan kita tergolong rendah. Hongkong misalnya tahun 1985 telah mencapai 95%, Korea Selatan 88% dan Singapura telah mencapai 95 % (Surabaya Post, 2 Oktober 1995). Masalah-masalah lain seperti ketenagakerjaan 77% angkatan kerja masih berpendidikan rendah. Dampaknya terhadap pendapatan perkapita yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Juga terhadap kehidupan rumah tangga seperti perceraian dan perkawinan yang akan berpengaruh terhadap angka kelahiran dan kematian yang dalam banyak hal dijadikan indikator bagi kesejahteraan suatu negara. Nampaknya sederhana, tetapi harus diingat bahwa manusia adalah sebagai subjek tetapi juga sekaligus objek pembangunan sehingga bila tidak diantisipasi mungkin pada gilirannnya akan berakibat ketidakstabilan atau kerapuhan suatu negara. Masalah Mobilitas Penduduk di Indonesia Masalah migrasi penduduk di Indonesia menjadi isu politik kependudukan di Indonesia.

51

Mobilitas Antar Pulau Mobilitas antar pulau didominasi mobilitas penduduk di Pulau Jawa. Penduduk yang keluar dari Jawa sebanyak 3,6 juta jiwa tahun 1980 dan 5,3 juta jiwa tahun 1990. Sebagian besar migrasi menuju Sumatera, yaitu 79,75% pada tahun 1980 dan 68,70% pada tahun 1990. Migran keluar dari Pulau Sumatera tahun 1980 sebanyak 0,8 juta, dan sebesar 92,97% menuju Pulau Jawa, sedang pada tahun 1990 sebesar 1,6 juta dan 92,62 % juga menuju Pulau Jawa. Migran dari Kalimantan sebagian besar menuju Pulau Jawa. Dari 0,2 juta jiwa pada tahun 1980 adaa 73,32% menuju Pulau Jawa dan pada tahun 1990 ada sebanyak 0,5 juta ternyata yang 76,49 % juga menuju Pulau Jawa. (BPS:107,110) Dapat dimaklumi bahwa Pulau Jawa sebagai tujuan utama para migran, karena di Pulau Jawa merupakan pusat perekonomian, pusat pendidikan, pusat pemerintahan dan pusat kegiatan sosial ekonomi lainnya. Migran terbesar yang masuk ke Pulau Jawa berasal dari Sumatera, karena Pulau Sumatera secara geografis berdekatan dengan Pulau Jawa dan sistim transportasi yang menghubungkan kedua pulau ini lebih bervariasi dan lebih banyak frekuensinya dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Mobilitas Penduduk antar Pulau Propinsi Pola mobilitas di Jawa masih sangat besar. Di Jawa Timur jumlah pendatang masih didominasi migran sekitarnya terutama Jawa Tengah. Keadaan ini menunjukan bahwa pekembangan mobilitas terjadi karena peningkatan peranan lalu lintas di Pulau Jawa dan Sekitarnya termasuk Lampung, Sumatera Selatan sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Sedang migran yang keluar dari Jawa Timur mayoritas menuju wilayah Indonesia Barat terutama Sumatera dan daerah pusat pertumbuhan ekonomi seperti Jakarta. Propinsi pengirim migran total terbesar adalah Jawa Tengah, yaitu 3,1 juta jiwa pada tahun 1980 dan 4,4 juta tahun 1990. Jawa Timur sebanyak 1,6 juta pada tahun 1980 dan 2,5 juta tahun 1990, disusul Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta (BPS 1994; 111). Mobilitas Penduduk dari Desa ke Kota Urbanisasi pada dasarnya adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang disebabkan perpindahan dari desa ke kota, dari kota ke kota, serta akibat proses perluasan wilayah perkotaan (Reklamasi). Permasalah yang Timbul : Pertumbuhan penduduk perkotaan selalu menunjukan peningkatan yang terus menerus, hal ini disebabkan pesatnya perkembangan ekonomi dengan perkembangan industri, pertumbuhan sarana dan prasarana jalan perkotaan. Upaya Pencegahan: Pertumbuhan penduduk di perkotaan periode 1971-1980 jauh lebih pesat dibandingkan dengan periode 1980-1990, hal ini disebabkan periode 1971-1980 pertumbuhan ekonomi masih terpusat didaerah perkotaan, sehingga penduduk banyak pindah ke perkotaan untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak. Pada periode 1980-1990 pemeratan pembangunan mulai terasa sampai ke daerah pedesaan. Keadaan ini memungkinkan penduduk tidak lagi membangun daerah

52

perkotaan, akan tetapi cendrung menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di pedesaan. (BPS 1994: 18). Sejalan dengan arah pembangunan yang diharapkan persentase penduduk perkotaan cendrung meningkat. Proyeksi yang diharapkan ada peningkatan dari 31,10 persen tahun 1990 menjadi 41,46 % pada tahun 2000. Menurut Prigno Tjiptoheriyanto upaya mempercepat proses pengembangan suatu daerah pedesaan menjdadi daerah perkotaan yang disesuaikan dengan harapan dan kemampuan masyarakat setempat. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan jumlah penduduk yang berminat tetap tinggal di desa. Yang perlu diusahakan perubahan status desa itu sendiri, dari desa "desa rural" menjadi "desa urban". Dengan demikian otomatis penduduk yang tinggal didaerahnya menjadi "orang kota" daalam arti statistik (Surabaya Post, 23 September 19996). Guna menekan derasnya arus penduduk dari desa ke kota, maka pola pembangunan yang beroreantasi pedesaan perlu digalakan dengan memasukan fasilitas perkotaan ke pedesaan, sehingga merangsang kegiatan ekonomi pedesaan. PENUTUP Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menurut jumlah penduduknya, Indonesia termasuk negara yang besar dan menduduki urutan terbesar ke tiga di antara negara-negara berkembang setelah Gina dan India. Menurut hasil sensus penduduk tahun 1990 penduduk Indonesia berjumlah 179,4 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat sekitar 1,98% per tahunnya. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 1995 adalah 195,3 juta jiwa. Dari kondisi semacam ini timbul berbagai masalah kependudukan antara lain: Ketidak merataan penyebaran penduduk di setiap Propinsi. Di Indonesia berdasarkan SP 1990 kurang lebih 60% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas seluruh wilayah Indonesia. Sebaliknya Kalimantan yang mempunyai luas 28 persen dari seluruh daratan Indonesia hanya dihuni oleh lebih kurang lebih 5% penduduk sehingga secara regional kepadatan penduduk sangatlah timpang. Tingkat pendidikan penduduk yang bekerja, tampak masih rendah di mana tingkat pendidikan yang terbanyak adalah SD, yaitu 37,6% dari seluruh penduduk yang bekerja. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu. Pada tahun 1993, dari sekitar 1,2 juta orang yang terdapat sebagal PENCARI KERJA HANYA SEKITAR 328.000 atau 27 % yang memperoleh penempatan.

DAFTAR PUSTAKA BPS, 1994, Profil Kependudukan Propinsi Jawa Timur, BPS, Jakarta. BPS, 1994, Trend Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi, BPS, Jakarta. BPS, 1994, Proyeksi Penduduk Indonesia Per Kabupaten/Kodya 1990-2000 BPS,Jakarta Daldjoeni N, 1986, Masalah Penduduk dalam Fakta dan Angka, Alumni Bandung

53

Goeltenboth, F. 1996, Applied Geography and Development, Volume 47 Institute for Scientific Co-operation, tumbingen Federal Republic of Germany. Lembaga Demografi, FEU I, 1981, Dasar-dasar Demografi FEUI, Jakarta. Tji Suharyanto, P, Urbanisasi, Surabaya Post, 23 September 1996

OLEH : HARPRI BR G. MUNTHE


Sejarah Dan Gambaran Umum Imigrasi Di Indonesia Keimigrasian di Indonesia sudah ada sejak jaman kolonial Belanda namun secara historis pada tanggal 26 Januari 1950 untuk pertama kalinya diatur langsung oleh pemerintah Republik Indonesia dan diangkat Mr. Yusuf Adiwinata sebagai Kepala Jawatan Imigrasi berdasarkan Surat Penetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat No. JZ/30/16 tanggal 28 Januari 1950 yang berlaku surut sejak tanggal 26 Januari 1950. kehandalan sumber daya manusia secara berkelanjutan. Sejalan dengan perkembangan masyarakat dunia dimana batas-batas negara semakin kabur atau yang lazim disebut borderless world, kunjungan antar negara sudah lazim dilakukan. Frekuensinya pun cepat. Ratusan ribu hingga jutaan orang asing berkunjung ke Indonesia setiap tahun, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, Pemerintah berusaha mempermudah pemberiaMomentum tersebut hingga saat itu diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Imigrasi oleh setiap jajaran Imigrasi Indonesia. Organisasi Imigrasi sebagai lembaga dalam struktur kenegaraan merupakan organisasi vital sesuai dengan sasanti Bhumi Pura Purna Wibawa yang berarti penjaga pintu gerbang negara yang berwibawa. Sejak ditetapkannya Penetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, maka sejak saat itu tugas dan fungsi keimigrasian di Indonesia dijalankan oleh Jawatan Imigrasi atau sekarang Direktorat Jenderal Imigrasi dan berada langsung di bawah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Imigrasi semula hanya memiliki 4 (empat) buah Direktorat yaitu Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian, Direktorat Ijin Tinggal dan Status Kewarganegaraan Orang Asing, Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Direktorat Informasi Keimigrasian. Seiring dengan perkembangan jaman dan pengaruh globalisasi saat ini dengan berbagai kepentingan kerjasama internasional antar negara maka saat ini serta berbagai kepentingan pelaksanaan tugas-tugas keimigrasian, maka dibentuklah Direktorat yang bernama Direktorat Kerjasama Luar Negeri Keimigrasian untuk menunjang tugas-tugas keimigrasian dalam bekerjasama dengan negara lain. Sehingga saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi terdiri dari: Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian, Direktorat Ijin Tinggal Orang Asing dan Status Kewarganegaraan, Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Direktorat Informasi Keimigrasian dan Direktorat Kerjasama Luar Negeri. Hal ini tidak berhenti sampai disitu saja bahkan dengan semakin meningkatnya kejahatan internasional atau yang dikenal dengan isitilah transnational organization crime (TOC) akhir-akhir ini seperti terorisme, penyelundupan manusia ( people smuggling ), perdagangan manusia ( human trading ), dan lain sebagainya, Direktorat

54

Jenderal Imigrasi memandang perlu untuk membentuk Direktorat yang ruang lingkup tugas dan fungsinya untuk mengantisipasi terjadinya kegiatan-kegiatan keja-hatan tersebut. Sedianya telah direncanakan Direktorat baru tersebut dengan nama Direktorat Intelijen Keimigrasian, dimana Direktorat ini dirasakan cukup penting dalam menunjang tugas-tugas keimigrasian dan sekaligus mengantisipasi segala bentuk kejahatan internasional tersebut, akan tetapi hal ini masih dalam proses perencanaan pada Direktorat Jenderal Imigrasi. Dengan pengembangan organisasi yang demikian itu, maka Direktorat Jenderal Imigrasi saat ini secara jelas telah menentukan kerangka tugasnya yang tercermin dalan tri fungsi Imigrasi yaitu sebagai aparatur pelayanan masyarakat, pengamanan negara dan penegakan hukum keimi-grasian, serta sebagai fasilitator ekonomi nasional. Direktorat Jenderal Imigrasi menyadari sepenuhnya bahwa untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut sangat membutuhkan dukungan dari setiap personil yang ada didalamnya, oleh karena itu Direktorat Jenderal Imigrasi senantiasa berupaya untuk menjaga dan meningkatkan profesionalisme, kualitas dan n fasilitas paspor. Dirjen Imigrasi pernah menerbitkan Peraturan No. F.083.PL.01.10 Tahun 2006 tentang Penerapan Sistem Foto Terpadu Berbasis Biometrik pada Surat Perjalanan Republik Indonesia. Penggunaan teknologi biometrik dimaksudkan untuk mencegah pemalsuan dan sekaligus mempercepat pelayanan. Tahun 2006, Dirjen Imigrasi menerbitkan Instruksi tentang Pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Berdasarkan Surat Edaran ini, pengurusan paspor TKI diselesaikan dalam waktu tiga hari kerja, fungsi verifikasi dokumen keberangkatan di Terminal Pemberangkatan ditiadakan, pembentukan konter khusus TKI di imigrasi, dan memberantas percaloan. Peraturan Dirjen Imigrasi No. F-960.IZ.03.02 Tahun 2006 menegaskan bahwa paspor RI dapat diberikan dimana saja tanpa dibatasi aspek domisili yang tertera di dalam KTP pemohon paspor. Diposkan oleh Sofyan Sauri Lubis Label: Sejarah Dan Gambaran Umum Imigrasi Di Indonesia

OLEH : AYU KURNIATI SIJABAT


I. SEJARAH SINGKAT MIGRASI INDONESIA Oleh: Komite Pendidikan IMWU Sejarah migrasi Indonesia hanya dapat dijelaskan dengan memahami sejarah perkembangan masyarakat secara ekonomi politik. Hal ini mengingat praktek migrasi yang telah dimulai sejak ribuan tahun lalu di sebuah negeri kepulauan besar yang disebut Nusantara (sekarang Indonesia) tidak terlepas dan menjadi bagian dari perkembangan masyarakat. Sama pentingnya dengan upaya untuk memahami dasar-dasar obyektif (nyata) yang menjadi latar belakang dan motif pokok terjadinya migrasi di samping aspek lain yang sifatnya sekunder. Seperti misalnya migrasi awal dalam sejarah Indonesia ditandai dengan kedatangan suku bangsa asing yang membawa dan memperkenalkan sebuah sistem ekonomi baru yang didasarkan pada hubungan kepemilikan budak. Dan inilah satu masa yang menjadi titik mula diawalinya praktek penindasan satu klas terhadap klas yang lain, di mana satu suku bangsa

55

menjadi klas tuan budak dan kelas yang lain dipaksa menjadi budak. Dalam perkembangannya kemudian, kedatangan para pedagang yang memiliki latar belakang Islam baik dari Gujarat, India maupun Cina telah menimbulkan pertentangan dengan tuan-tuan budak sebagai penguasa sebelumnya yang berlatar belakang Hindu dan Budha. Semakin berkembangnya perdagangan dan masuknya Islam ke Nusantara menandai peralihan ke zaman Feodalisme, ditandai dengan berkembangnya pertanian dan lahirnya kaum tani. Kedatangan kolonialisme asing khususnya Belanda telah membawa beberapa perubahan dalam sendi feodalisme, namun tidak menghancurkannya secara keseluruhan, tetapi justru menjadikannya basis atau dasar susunan ekonomi kolonial. Kolonialisme bekerjasama dengan kekuatan feodal lokal menjalankan penindasan yang paling keji dan vulgar terhadap rakyat Indonesia, dan pada masa tersebut kebijakan dan praktek migrasi benar-benar sepenuhnya melayani kepentingan ekonomi politik penguasa kolonial. Berakhirnya kolonialisme langsung pada tahun 1945 tidak menjadikan Indonesia sebagai negeri yang sama sekali bebas dari kolonialisme. Hasil-hasil perjuangan rakyat pada periode revolusi kemerdekaan 1945 1950 telah dirampas kembali dengan ditandatanganinya KMB dan meletakkan Indonesia kembali dalam dominasi asing khususnya Amerika Serikat (AS). Naiknya Soeharto sebagai presiden melalui kudeta berdarah 1965 dengan didukung AS, semakin memperkuat dominasi asing di Indonesia. Selama 30 tahun lebih masa kekuasaan Soeharto, praktek migrasi semakin berkembang luas. Transmigrasi dan migrasi ke luar negeri telah dijadikan paket kebijakan andalan untuk mobilisasi (pengerahan) tenaga kerja murah dan sumber pendapatan negara non migas serta bertujuan mengurangi frustasi di kalangan penguasa yang semakin terbukti tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah pengangguran. PRA KOLONIAL Sejarah Indonesia sebelum masuknya kolonialisme asing terutama Eropa, adalah sejarah migrasi yang memiliki karakter atau sifat utama berupa perang dan penaklukan satu suku bangsa atau bangsa terhadap suku bangsa atau bangsa lainnya. Pada periode yang kita kenal sebagai zaman pra sejarah, maka dapat diketemukan bahwa wilayah yang saat ini kita sebut sebagai Indonesia, telah menjadi tujuan migrasi suku bangsa yang berasal dari wilayah lain. 2000 atau 3000 sebelum Masehi, suku bangsa Mohn Kmer dari daratan Tiongkok bermigrasi di Indonesia karena terdesaknya posisi mereka akibat berkecamuknya perang antar suku. Kedatangan mereka dalam rangka mendapatkan wilayah baru, dan hal tersebut berarti mereka harus menaklukan suku bangsa lain yang telah berdiam lebih dulu di Indonesia. Karena mereka memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi berupa alat kerja dan perkakas produksi serta perang yang lebih maju, maka upaya penaklukan berjalan dengan lancar. Selain menguasai wilayah baru, mereka juga menjadikan suku bangsa yang dikalahkannya sebagai budak. Pada perkembangannya, bangsa-bangsa lain yang lebih maju peradabannya, datang ke Indonesia, mula-mula sebagai tempat persinggahan dalam perjalanan dagang mereka, dan kemudian berkembang menjadi upaya yang lebih terorganisasi untuk penguasaan wilayah, hasil bumi maupun jalur perdagangan. Seperti misalnya kedatangan suku bangsa Dravida dari daratan India -yang sedang mengalami puncak kejayaan masa perbudakan di negeri asalnya, berhasil mendirikan kekuasaan di beberapa tempat seperti Sumatra dan Kalimantan. Mereka memperkenalkan pengorganisasian kekuasaan dan politik secara lebih terpusat dalam bentuk berdirinya kerajaan kerajaan Hindu dan Budha. Berdirinya kerajaan-kerajaan

56

tersebut juga menandai zaman keemasan dari masa kepemilikan budak di Nusantara yang puncaknya terjadi pada periode kekuasaan kerajaan Majapahit. Seiring dengan perkembangan perdagangan, maka juga terjadi emigrasi dari para saudagar dan pedagang dari daratan Arab yang kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan Islam baru di daerah pesisir pantai untuk melakukan penguasaan atas bandar-bandar perdagangan. Berdirinya kerajaan Islam telah mendesak kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha ke daerah pedalaman, dan mulai memperkenalkan sistem bercocok tanam atau pertanian yang lebih maju dari sebelumnya berupa pembangunan irigasi dan perbaikan teknik pertanian, menandai mulai berkembangnya zaman feudalisme. Pendatang dari Cina juga banyak berdatangan terutama dengan maksud mengembangkan perdagangan seperti misalnya ekspedisi kapal dagang Cina di bawah pimpinan Laksamana Ceng Hong yang mendarat di Semarang. Pada masa ini juga sudah berlangsung migrasi orang-orang Jawa ke semenanjung Malaya yang singgah di Malaysia dan Singapura untuk bekerja sementara waktu guna mengumpulkan uang agar bisa melanjutkan perjalanan ke Mekah dalam rangka ziarah agama. Demikian juga orang-orang di pulau Sangir Talaud yang bermigrasi ke Mindano (Pilipina Selatan) karena letaknya yang sangat dekat secara geografis. Dari catatan sejarah yang sangat ringkas tersebut, maka kita dapat menemukan beberapa ciri dari gerakan migrasi awal yang berlangsung di masa-masa tersebut. Pertama, wilayah Nusantara menjadi tujuan migrasi besar-besaran dari berbagai suku bangsa lain di luar wilayah nusantara. Sekalipun pada saat itu belum dikenal batasbatas negara, tetapi sudah terdapat migrasi yang bersifat internasional mengingat suku-suku bangsa pendatang berasal dari daerah yang sangat jauh letaknya. Kedua, motif atau alasan terjadinya migrasi pertama-tama adalah ekonomi (pencarian wilayah baru untuk tinggal dan hidup, penguasaan sumber-sumber ekonomi dan jalur perdagangan) dan realisasi hal tersebut menuntut adanya kekuasaan politik dan penyebaran kebudayaan pendukung. Ketiga, proses migrasi tersebut ditandai dengan berlangsungnya perang dan penaklukan, cara-cara yang paling vulgar dalam sejarah umat manusia. Keempat, migrasi juga telah mendorong perkembangan sistem yang lebih maju dari masa sebelumnya seperti pengenalan organisasi kekuasaan yang menjadi cikal bakal negara (state) dan juga sistem pertanian. PERIODE KOLONIAL Pada masa kolonialisme, proses migrasi yang berlangsung sepenuhnya di kontrol oleh kebijakan dan kekuasaan kolonial. Sebagai contoh, pada masa awal kolonialisme, VOC banyak mendatangkan orang-orang dari Cina untuk menjadi pembantu perdagangan maupun mengelola pertanian di Batavia dan gelombang kedatangan mereka telah membentuk perkampungan Cina di Batavia. Pada perkembangan berikutnya, jumlah orang Cina yang bermigrasi ke Indonesia mengalami peningkatan pesat ketika dibukanya perkebunanperkebunan asing baik di Jawa maupun Sumatra Timur pada akhir tahun 1900 an di mana sebagian besar dari mereka dijadikan buruh perkebunan. Demikian juga pada abad 18 dan 19, kolonialisme Belanda melakukan ekspor manusia dari Manggarai NTT ke negara-negara Eropa sebagai budak. Pada masa iru, orang Jawa menjadi sasaran utama dari kebijakan migrasi kolonialisme Belanda. Setelah berakhirnya perang Jawa (1825-1830), pemerintah kolonial Belanda berkepentingan untuk membuka sumber-sumber ekonomi di luar Jawa, termasuk dalam rangka mengembangkan kekuasaannya secara lebih besar di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan untuk mengantisipasi persaingan dengan negara-negara kolonial lainnya. Atas dasar itulah, maka orang Jawa banyak dikirim ke luar Jawa untuk

57

diperkerjakan di tempat-tempat yang kaya dengan sumber alam. Pada kurun waktu yang hampir sama, orang Jawa dan Sumatra juga semakin banyak yang migrasi ke Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia dan Singapura) mengingat kolonialisme Inggris yang berkuasa memang sengaja membuka selebar-lebarnya arus migrasi dari Sumatra dan Jawa, pertamatama untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja sebagai akibat masih sedkitnya populasi manusia di kedua negara tersebut. Bahkan pada akhir abad ke 19, dengan dibukanya perkebunan-perkebunan baru di Sumatra Timur, pemerintah kolonial Belanda mengirim ribuan orang Jawa ke Sumatra untuk diperkerjakan sebagai buruh di perkebunan seperti perkebunan tembakau maupun juga pabrik gula. Ekspor orang Jawa ternyata tidak hanya ke Sumatra Timur tetapi juga ke Suriname, Kaledonia Baru dan juga Vietnam. Pemerintah kolonial Belanda menutupi praktek ekspor manusia ini dengan bungkus program Politik Etis atau Balas Budi yang mereka sebarluaskan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Perluasan perkebunan yang sangat cepat, dan berdirinya pabrik pengolahan hasil perkebunan, telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja. Jumlah buruh perkebunan dari Jawa ternyata belum mencukupi sehingga pemerintah kolonial Belanda pada saat yang bersamaan juga mendatangkan tenaga kerja dari Cina. Kehidupan buruh perkebunan sangatlah berat dan menderita disebabkan oleh rendahnya upah dan buruknya kondisi kerja. Bahkan seringkali mereka tidak dibayar karena uang gaji mereka dirampas oleh para mandor, dan kekurangan bahan makanan dan pakaian menjadi pemandangan umum yang dapat dilihat di perkebunanperkebunan masa itu. Para buruh yang tidak tahan atas beratnya penderitaan banyak yang melarikan diri, namun kemudian mereka akan mendapatkan siksaan yang berat ketika berhasil ditemukan atau ditangkap. Hal ini menjadi legal karena pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Koelie Ordonantie yang memberikan hak secara legal kepada para pemilik perkebunan untuk memberikan hukuman kepada para buruhnya yang membangkang atau melawan. Perempuan Jawa dan Cina pada waktu itu juga banyak yang diperdagangkan, dipaksa menjadi pelacur di wilayah perkebunan dan ada yang menjadi wanita simpanan para mandor dan pegawai perkebunan yang berkebangsaan Belanda. Pemerintah kolonial juga menggunakan migrasi sebagai jalan keluar untuk menyalurkan keresahan sosial sebagai akibat dari penghisapan ekonomi dan tekanan penduduk di banyak daerah pedesaan di Jawa dengan cara memindahkan mereka ke pulau-pulau luar Jawa. Catatan penting pada masa kolonial bahwa migrasi yang berlangsung pada waktu itu sepenuhnya didominasi oleh kebijakan kolonial yang diabdikan untuk kepentingan negeri kolonial. Terutama dalam hal pengerahan atau mobilisasi tenaga kerja murah ke tempattempat di mana sumber keuntungan kolonial berada, dan pada saat yang bersamaan telah membawa jutaan manusia dari berbagai asal usul etnis dan bangsa ke dalam situasi penderitaan yang sangat berat. PASKA KOLONIAL SEKARANG Sekalipun Indonesia telah menjadi sebuah negeri merdeka dan berdiri sendiri semenjak 17 Agustus 1945, namun keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan tidak mengalami perubahan secara mendasar. Pada kenyataannya, ekonomi Indonesia masih tetap di bawah dominasi ekonomi kolonial sekalipun tidak secara langsung. Imperialisme (kapitalisme monopoli asing) khususnya Amerika Serikat masih menjadi pihak yang mendominasi Indonesia dalam berbagai aspek khususnya ekonomi. Pada masa Soeharto, Indonesia menjadi sasaran empuk imperialisme asing (AS, Inggris, Jepang) sehingga posisinya tidak lebih sebagai penyedia

58

bahan mentah karena kekayaan alamnya, sumber buruh murah sekaligus pasar yang menggiurkan mengingat penduduknya yang melimpah. Dampaknya, ekonomi Indonesia tidak berkembang ke arah yang lebih maju dan tidak memiliki dasar-dasar untuk memberikan jaminan bagi kesejahteraan rakyatnya. Karena pembangunan Indonesia sangat tergantung pada modal asing baik berupa bantuan maupun hutang, dan pada saat yang bersamaan sumber kekayaan alam dikuasai perusahaan asing, maka tidak pernah ada upaya untuk membangun industri nasional yang kuat. Negara-negara industri maju tidak pernah mengijinkan tumbuhnya industri yang kuat di Indonesia. Hal itu akan membuat mereka memiliki pesaing dari dalam negeri dan barang-barang produksi mereka tidak akan laku karena Indonesia bisa memproduksi sendiri. Akibatnya kemudian adalah sedikitnya jumlah pabrik yang didirikan dan ini membuat ketidaksanggupan sektor industri membuka lapangan pekerjaan dan menyerap angkatan kerja yang sangat melimpah. Inilah yang membuat mengapa tingkat pengangguran di Indonesia selalu berada di angka yang sangat tinggi. Demikian pula pembangunan pabrik-pabrik hanya terpusat di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar sehingga mengakibatkan munculnya pola migrasi pertama yang sering dikenal dengan urbanisasi. Laju urbanisasi bertambah parah ketika pengangguran di pedesaan menggelembung dan menjadi tidak terkendali. Namun karena meningkatnya laju urbanisasi tidak disertai dengan kemampuan kota menyerap tenaga kerja maka pengangguran semakin tidak terpecahkan. Sementara pengusaha-pengusaha besar dalam negeri maupun juga asing semakin aktif dan agresif untuk membuka usaha ekonomi di luar Jawa yang kaya dengan sumber alam dan memiliki jutaan hektar tanah yang masih belum produktif. Maka banyak perusahaan besar tersebut dengan bantuan negara membuka perkebunan-perkebunan besar di luar Jawa terutama untuk ditanami tanaman komoditi ekspor seperti Sawit, Karet, Kakao dan sebagainya. Perkembangan tersebut seperti juga yang terjadi di masa kolonial, telah meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja. Hal inilah yang telah mendorong pemerintah atas persekongkolan dengan para pengusaha, meluncurkan program transmigrasi dengan alasan kepadatan penduduk, tetapi sebenarnya adalah upaya memobilisasi tenaga kerja murah dari Jawa untuk membuka hutan di luar jawa agar dapat digunakan sebagai perkebunan oleh para pengusaha. Dan kemudian dibungkus dan ditutup-tutupi dengan skema atau pola kemitraan antara pengusaha dan petani seperti pola Inti dan Plasma. Keterbelakangan ekonomi juga terjadi di pedesaan yang merupakan tempat di mana mayoritas rakyat Indonesia berada. Pengangguran juga meluas di pedesaan sebagai akibat sempitnya lapangan pekerjaan. Di desa yang menumpukkan ekonominya pada pertanian, mayoritas kaum tani adalah kaum tani yang tidak bertanah. Kalaupun ada yang memiliki tanah, maka dalam jumlah yang sangat terbatas sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Keadaan ini terjadi karena tanah-tanah yang ada di desa ratarata dikuasai oleh tuan tanah besar, tani kaya dan orang kaya desa lainnya. Sehingga sedikit sekali kaum tani yang dapat memanfaatkan tanah bagi kehidupan mereka. Inilah yang menyebabkan kenapa kemiskinan begitu luas di pedesaan. Program land reform yang sangat penting bagi kaum tani sampai sekarang belum pernah dijalankan. Kemiskinan di pedesaan inilah yang menjadi salah satu sebab utama mengapa banyak penduduk desa terutama yang berusia muda melakukan migrasi baik ke kota-kota besar bahkan migrasi internasional ke negeri-negeri lain sebagai buruh migran. Pada masa pemerintahan Soeharto, laju migrasi internasional meningkat pesat. Artinya, semakin banyak orang terutama perempuan dan berasal dari keluarga tani miskin di desa

59

yang menjadi buruh migran di negeri lain seperti Malaysia, Arab Saudi, Kuwait, Singapura, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea dan sebagainya. Pada prakteknya, para buruh migran mengalami penderitaan dan penindasan semenjak direkrut oleh calo, penyalur atau agen, saat berada di penampungan, selama bekerja di luar negeri dan sesampainya kembali di Indonesia. Masih berlakunya ekonomi kolonial di Indonesia telah membuat angkatan kerja yang ada memiliki tingkat pendidikan dan kecakapan yang sangat rendah. Dengan keadaan seperti itu, maka bisa dipastikan bahwa sebagian besar buruh migran Indonesia hanya mengisi jenis pekerjaan dengan tingkat ketrampilan rendah dan upah yang sangat murah seperti misalnya pembantu rumah tangga. Pemerintah yang telah menjadi frustasi karena tidak mampu memecahkan masalah pengangguran lantas menjadikan ekspor manusia sebagai andalan. Pemerintah beranggapan bahwa buruh migran menjadi salah satu pemecahan masalah penyediaan lapangan pekerjaan dan pada saat yang sama peningkatan pendapatan negara. Sesungguhnya mengapa pemerintah sangat bersemangat menggalakkan ekspor buruh migran, salah satunya karena merupakan ladang emas bagi para aparatusnya yang korup. Sebagai akibat berlakunya ekonomi kolonial, maka terjadi perkembangan ekonomi yang tidak merata : antara desa dengan kota, antar daerah dalam satu propinsi, antar propinsi, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Di daerah-daerah yang ekonominya lebih terbelakang terdapat surplus (jumlah berlebih) tenaga kerja yang lebih besar dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi. Hal ini mendorong penduduk untuk melakukan migrasi guna mencari pekerjaan termasuk dengan bekerja di luar negeri, baik secara resmi maupun tidak resmi. NTT, NTB, dan Kalbar menjadi contoh konkret dari keadaan tersebut, di mana dengan tingkat perkembangan ekonomi yang sangat lambat, ketiga propinsi tersebut menjadi penyumbang besar bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri. Dengan demikian menjadi jelas bahwa paska kolonial sekalipun, tidak terdapat apa yang disebut sebagai migrasi sukarela (voluntary migration). Penduduk melakukan migrasi internasional karena mereka adalah angkatan kerja yang terlantar sehingga tidak memiliki kesempatan terlibat dalam proses produksi. Pengangguran dan kemiskinan yang merupakan ciri utama dari negeri yang didominasi oleh ekonomi kolonial dan sisa-sisa feudalisme yang meluas di pedesaan, merupakan sebab-sebab utama dari terjadinya migrasi.

OLEH : ANISA
MIGRASI Definisi Migrasi Migrasi adalah penghijrahan sekumpulan manusia dari satu negara ke satu negara yang lain untuk meningkatkan taraf hidup dan ekonomi mereka. Sebagai contohnya pada tahun ke-5 kerasulan, Nabi Muhammad S.A.W dan para sahabat telah melakukan proses penghijrahan atau migrasi dari Mekah ke Madinah untuk mempertahankan akidah dan agama Islam. Globalisasi Ekonomi Globalisasi ekonomi boleh didefinisikan sebagai pengaliran perdagangan barangan dan perkhidmatan dan juga aliran dana ataupun kewangan tanpa sempadan. Dalam

60

erti kata lain ia juga sebagai perluasan kuasa pasaran ataupun pasaran terbuka menjadi lebih luas. Dari sudut teorinya seperti kuasa pasaran menjamin tahap kehidupan rakyat, menjamin dalam kecekapan pengaliran modal dan dari segi pasaran walaupun ia dikembangkan masih tetap mempunyai masalah. Masalah yang utama ialah dari segi pengagihan, bagaimana kekayaan itu diagihkan ? Mungkin pengaliran itu datangnya dari negara yang mempunyai kekurangan dana atau modal. Dari sudut itu kita nampak yang positif tetapi nilai tambahan daripada pengaliran tersebut di mana ia diagihkan. Pengagihan mungkin tidak sama rata daripada yang memberi dana dan yang menerima dana ataupun pemodal-pemodal tersebut. Mungkin juga berlaku eksploitasi daripada negara-negara yang kuat dan itu adalah kesan yang mungkin tidak menguntungkan. Kita lihat sebagai contoh, apa yang berlaku integrasi di antara negara Eropah contohnya European Union (EU), di mana banyak perbincangan dibuat apakah keuntungan adanya EU kepada negara Eropah. Ada pandangan mengatakan bahawa rata-rata negara terpaksa akur dengan dominasi yang diletakkan dominasi negara Jerman sebagai negara asas. Mereka mesti akur dengan dominasi dan polisi yang ditetapkan oleh Jerman. Jika dilihat dari sudut ini ia tidaklah menguntungkan sesebuah negara kerana ia bergantung kepada siapa kuat dan siapa lemah. Pengagihan atau kekayaan itu akan mengalir kepada negara-negara yang kuat dan negara-negara yang lemah mungkin ketinggalan. Analisa telah dibuat melihat kepada sepanjang zaman, adakah ada persamaan dari sudut taraf kehidupan dari masa ke semasa? Adakah mengecil jurang perbezaan di antara negara-negara? Pada era ini tidak, apa yang kita lalui ini memberikan kepada kita bukti bahawa jurang perbezaan antara negara termiskin dan negara terkaya semakin meluas. Kita lihat negara termiskin di Afrika dan negara kaya di Amerika Syarikat dan Eropah di mana negara Afrika mengalami pertumbuhan yang negatif manakala negara Amerika Syarikat dan Eropah mengalami pertumbuhan yang positif. Ini bermakna jurang perbezaan adalah semakin meluas. Kuasa pasaran mestilah dibendong lantaran pelbagai masalah pengagihan yang perlu diambil berat supaya perkembangan ekonomi atau globalisasi ini kita dapat merasai dengan sebenarbenarnya. Kerakusan negara dunia besar di mana mereka menguasai "order dunia" tetapi kalau kita lihat ia juga memberi kesan dari segi pengagihan kekayaan yang mana akan menjadi satu beban kepada negara-negara yang kecil. Dalam suasana yang sebegini, kita mempunyai satu jiwa yang besar dan masyarakat kita Malaysia mengambil satu pendekatan seperti "kerjasama pintar". Pendekatan ini dibawa oleh negara kita Malaysia yang tidak begitu besar, mungkin tidak boleh mempengarui negara-negara lain, tetapi pendekatan keuntungan secara bersama. Pemikir-pemikir barat mengatakan dalam konteks sesebuah organisasi mereka membicarakan konsep "stake holder" di mana keuntungan itu tidak tertakluk

61

kepada organisasi itu sahaja tetapi juga mengambil kira kepentingan dari segi pengguna, alam persekitaran, kerajaan dan masyarakat umum. Adakah nilai-nilai ini tidak mungkin berlaku kepada masyarakat antarabangsa dalam mengubal sesuatu sistem atau "order ekonomi" walaupun kita dalam era globalisasi? Adakah dari segi akademik atau teori ianya tidak dikembangkan dan ini mungkin menguntungkan masyarakat antarabangsa. Memang pihak-pihak di barat juga bimbang, malahan tulisan yang dibuat oleh Gorge Soros dua tahun lalu sendiri pernah menyatakan bahawa sistem yang berdasarkan kerakusan ini jika dibenarkan akan membawa kepada kehancuran. Menurut beliau, sistem kapitalis dunia itu sendiri akan memusnahkan diri. Dari segi ketidakstabilan ekonomi yang disebabkan oleh pergerakan wang panas atau "hot money" yang menimbulkan keadaan porak peranda. Apa yang kita lalui sekarang ini sudah pernah dilalui oleh negara-negara lain seperti Eropah dan Britain sendiri, matawangnya pernah jatuh hanya masalahnya terbatas. Mexico juga pernah mengalami dan sekarang kita, dan sepertimana yang pernah kita dengar banyak seruan telah dibuat tentang perlu adanya usaha-usaha untuk mewujudkan satu mekanisma antarabangsa yang dapat mengurangkan peranan wang panas ini. Bagaimana proses Migrasi berlaku ? Apabila berlakunya proses migrasi dalam sesebuah negara, jelas menunjukkan bahawa negara tersebut sedang membangun dengan begitu pesat. Namun ia bukanlah satu hal yang dapat dibanggakan. Kemasukan pendatang asing sememangnya diperlukan oleh negara ini yang ketika itu dalam proses peralihan pergantungan ekonomi daripada sektor pertanian kepada sektor perindustrian dan perkhidmatan. Pada awal tahun 1990an, apabila jumlah pendatang meningkat secara luar biasa hingga melebihi satu juta orang, isu ini menjadi hangat dan menimbulkan kebimbangan banyak pihak, lebih-lebih lagi apabila kebanyakan mereka datang secara haram. Dalam konteks negara kita Malaysia, Kehadiran hampir sebahagian besar tenaga buruh asing inilah yang telah menyumbangkan tenaga ke arah pembangunan negara. Dalam era mencapai wawasan 2020 ini, pergantungan kepada buruh asing kursusnya dalam bidang pembinaan, perladangan dan perkilangan harus dibendung dengan segera. Sudah sampai masanya rakyat negara ini mencontohi warga asing ini yang rajin dan tekun bekerja walaupun bukan untuk negara sendiri. Sebenarnya banyak faktor telah memainkan peranan dalam terjadinya proses migrasi ini. Antara faktor-faktor tersebut adalah: Faktor ekonomi Faktor ekonomi merupakan faktor utama yang meyumbang kepada berlakunya proses migrasi ini. Kedudukan ekonomi yang mantap dan kukuh menyebabkan wujudnya banyak sektor-sektor pertanian, pembinaan dan perkilangan, sekaligus membuka peluang kepada rakyat sesebuah negara termasuk juga golongan pendatang yang datang khususnya untuk mencari rezeki di negara orang.

62

Peluang pekerjaan juga wujud bagaikan "cendawan selepas hujan" disebabkan ramai rakyat tempatan tidak berminat lagi berkecimpung di dalam sektor perladangan dan pembinaan, maka kedatangan penghijrah dari Indonesia, Bangladesh dan lain-lain negara, in seolah-olah satu rahmat kepada para pengusaha sektor tersebut. Kedatangan golongan pendatang ini terbatas kerana kesukaran untuk masuk secara sah ke dalam sesebuah negara. Kita ambil contoh negara kita Malaysia, walaupun berbagai kawalan ketat telah dijalankan namun sempadan dan perairan negara mudah dibolosi oleh mereka secara haram. Salah satu sababnya ialah wujudnya tekong darat dan laut samada dari golongan mereka sendiri ataupun penduduk tempatan yang menjalankan kegiatan ini semata-mata kerana tamakkan wang ringgit. Taraf ekonomi yang rendah di negara sendiri. Bagi negara Malaysia khususnya, kemakmuran ekonomi seringkali dijadikan alasan untuk menjelaskan mengapa negara ini menarik perhatian ramai rakyat Indonesia dan Bangladesh malah termasuk juga negara-negara yang mengalami taraf ekonomi yang gawat. Sejak berlakunya kegawatan ekonomi di rantau Asia ini yang menyebabkan jatuhnya nilai mata wang negara-negara dunia ketiga, dengan secara tidak langsung harga-harga barangan di pasaran meningkat dengan mendadak, maka ini juga merupakan salah satu faktor migrasi berlaku. Taraf kehidupan semakin tinggi jadi sebagai alternatifnya mereka terpaksa mencari rezeki untuk menampung perbelanjaan keluarga masing-masing, memandangkan taraf ekonomi negara mereka yang rendah maka wujudlah migrasi ke negara-negara yang menyediakan peluang pekerjaan yang banyak kepada mereka. Bilangan penduduk yang ramai dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang di negara asal mereka, menyebabkan golongan ini terpaksa mencari alternatif lain untuk meneruskan kehidupan. Oleh itu jalan yang paling mudah ialah merebut kesempatan yang ada di negara yang menjanjikan pendapatan yang lumayan. Faktor sosiobudaya Sebenarnya faktor sosiobudaya juga memainkan peranan utama menyebabkan pendatang Indonesia semakin bertambah dari hari ke hari ke negara kita. Bahkan boleh dikatakan faktor sosiobudaya ini memainkan peranan yang sama pentingnya dengan faktor ekonomi, mennjadi daya tarikan kepada pendatang Indonesia ini. Faktor persamaan sosiobudaya antara kedua-dua negara akan selamanya didapati menjadi daya tarikan untuk mereka datang ke negara ini.Dengan adanya persamaan ciri-ciri ini proses untuk mereka menyesuaikan diri akan berjalan dengan lancar. Keupayaan mereka menyesuaikan diri dengan kehidupan di negara ini merupakan "pasport" utama, membolehkan mereka mengekalkan dan mempertahankan kedudukan mereka di negara ini.

63

Hubungan kekeluargaan yang ada didapati sering dijadikan sebagai batu loncatan dikalangan pendatang baru untuk berhijrah ke negara ini. Penghijrahan kaum keluarga terdahulu seolah-olah membentuk satu rangkaian yang memudahkan kedatangan penghijrah lain.Tambahan pula terdapat sebilangan pendatang yang telah mendapat taraf penduduk tetap negara ini, membolehkan mereka ini secara tidak langsung membawa masuk kaum keluarga mereka yang lain.Hal ini dipermudahkan lagi jika pendatang Indonesia tersebut mempunyai sanak saudara yang terdiri daripada rakyat tempatan. Persamaan cara hidup di kalangan rakyat Malaysia dan rakyat Indonesia, salah satu faktor yang dikenal pasti mengapa pendatang Indonesia lebih tertarik datang ke negara ini. Dari segi budaya, penduduk yang berbilang kaum, bahasa, makanan, dan kebebasan beragama merupakan antara ciri-ciri yang mempunyai persamaan yang erat antara penduduk kedua-dua negara. Keupayaan mereka menyesuaikan diri dengan masyarakat setempat dapat mengelakkan daripada timbulnya konflik yang besar. Persamaan bahasa yang ada memudahkan golongan pendatang ini berinteraksi dengan masyarakat tempatan. Keadaan ini membolehkan mereka berada di negara sendiri. Golongan pendatang Indonesia ini juga mudah tinggal di negara kita disebabkan warga besar mereka yang datang adalah beragama Islam. Faktor persamaan agama juga memainkan peranan yang agak besar menjadi daya penarik kedatangan golongan ini. Atas dasar saudara di dalam Islam maka sedikit sebanyak kehadiran golongan ini dapat diterima oleh masyarakat tempatan khususnya di kalangan masyarakat melayu. Kebebasan beragama yang diamalkan di Malaysia secara harmoni dan dihormati oleh semua kaum, menguatkan lagi tarikan untuk datang ke negara ini.

Faktor kestabilan politik Kestabilan politik sesebuah negara memainkan peranan yang penting dan berkait rapat dengan ekonomi negara dan proses migrasi antarabangsa. Sebuah negara yang aman dan makmur secara tidak langsung dapat mengelakkan berlakunya migrasi penduduk negara tersebut ke negara lain, sebaliknya menyebabkan penduduk negara lain berhijrah ke negara tersebut. Dari segi kajian yang telah dibuat menunjukkan ketidakstabilan politik sesebuah negara menyebabkan peratus migrasi yang tinggi, ini dapat dilihat pada negaranegara seperti Indonesia, Bangladesh, Filipina, Thailand dan lain-lain yang berhijrah ke Malaysia secara haram.(Rujuk Jadual 1). Jadwal 1: menunjukkan Tangkapan bagi kesalahan Imigresen 1995-1997. 1995 33258 1996 41766 1997 25237

WARGANEGARA Indonesia

64

Bangladesh Thailand Filipina Pakistan * Lain-lain Jumlah Jadual 1

13389 3009 6304 1213 6248 65823

7380 1680 5300 501 5491 64458

5735 4705 938 1493 7817 45925

* Eropah, Komanwel negara-negara merdeka (CIS), Afrika dan Amerika Selatan.

KESAN-KESAN MIGRASI TERHADAP NEGARA PENERIMA Dewasa ini penghijrahan kewujudan buruh asing telah menjadi satu fenomena yang lumrah di kalangan masyarakat negara penerima. Media massa juga tidak melepaskan peluang ini untuk mewarwarkan berita dan matlumat berkenaan dengan kemasukan buruh asing ke negara mereka. Pada suatu ketika dahulu, buruh asing lebih banyak tertumpu di negara Eropah Barat, Amerika dan negara-negara pengeluar minyak di Asia Barat. Namun begitu fenomena buruh asing ini tidak berhenti di situ sahaja , malah ia telah menular dengan pesatnya ke negara-negara Asia Pasifik seperti Korea Selatan, Hongkong, Singapura dan tidak ketinggalan juga di negara kita, Malaysia. Kejadian ini berlaku di sekitar tahun 1960an dan 1970an di mana peluang pekerjaan telah bertambah dengan pesatnya di negara-negara tersebut. Di Malaysia, fenomena ini berlaku dengan ketaranya di sekitar tahun 1980an di mana pada ketika itu, Malaysia merupakan sebuah negara pengimport buruh terbesar di Asia. Pada penghujung tahun 1993, didapati jumlah buruh asing yang berdaftar sahaja meningkat ke angka satu juta orang. Selain daripada itu, laporan daripada Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahawa terdapat 886000 orang buruh asing memasuki Malaysia tetapi tidak didaftarkan. Daripada matlumat ini , buruh asing di Malaysia termasuk yang tidak berdaftar merangkumi lebih lapan peratus daripada jumlah keseluruhan penduduk Malaysia pada tahun 1994. Memang tidak dapat dinafikan bahawa sumbangan dan peranan tenaga buruh asing dalam pertumbuhan ekonomi negara amat penting. Namun begitu kedatangan mereka ke negara kita sudah mencapai tahap yang membimbangkan dan di luar kawalan.Ini akan menimbulkan pelbagai kesan yang negatif baik dari segi ekonomi, politik dan sosial, sekiranya kedatangan buruh asing ini tidak dibendung daripada awal. Dari aspek Ekonomi, kerajaan telah mengambil langkah yang bijak, dalam mengawal kenaikan gaji buruh dan inflasi dan ini merupakan aspek utama dalam

65

menuju kepada kejayaan pertumbuhan ekonomi. Melalui kaedah ini, kerajaan dapat mengurangkan penggunaan wang yang banyak untuk membayar gaji atau upah kepada buruh asing ini, kerana mereka tidak terlalu meminta-minta gaji yang lebih dan tidak menghiraukan sangat tentang pendapatan yang mereka perolehi, asalkan duit yang mereka terima itu mampu untuk menyara keluarga di negara mereka dan sebagainya. Secara tidak langsung para majikan akan mengambil kesempatan ini untuk mengaut keuntungan kerana mereka tidak perlu lagi menawarkan kos untuk kemudahan sosial seperti tabung kebajikan pekerja, faedah perubatan dan faedahfaedah lain kepada buruh asing ini. Memang tidak dapat dinafikan, kedatangan buruh asing ke negara kita hanya untuk mengisi kekosongan pekerjaan dalam sektor perladangan, pembinaan, pembantu rumah dan sektor perkhidmatan ( seperti restoran dan jurupam ). Namun begitu, harus diingat dan telahpun terbukti bahawa ramai di kalangan buruh asing yang telah mula bertukar arah yakni menukar bidang pekerjaan yang mampu menawarkan gaji yang lumayan seperti peniaga kecil-kecilan, juruteknik, sub-kontraktor dan penyelia kilang yang sebelum ini pekerjaan ini telah dipenuhi oleh pekerja tempatan. Justeru itu, penglibatan buruh asing ini bukan sahaja akan menggugat pendapatan pekerja tempatan malah kedudukan ekonomi orang tempatan. Kalau sebelum ini, orang tempatan dapat menikmati pekerjaan tanpa ada persaingan daripada orang asing, tapi kini tidak lagi, penduduk tempatan terpaksa bersaing untuk mendapatkan pekerjaan, dan mengakibatkan wujudnya peningkatan harga rumah, sewa rumah dan keperluan asas yang lain ekoran daripada pertambahan penduduk akibat daripada kehadiran buruh asing yang tidak terkawal di sesebuah tempat. Peningkatan kemasukan buruh asing ini juga telah memberi kesan Sosial yang penting kepada penduduk tempatan. Sejak akhir-akhir ini media-media massa juga banyak menampilkan berita-berita jenayah seperti merompak, menyamun, mencuri, merogol, menyeludup dan kegiatan pelacuran yang dilakukan oleh buruh asing yang datang ke negara kita. Ini dapat dilihat dalam jadual 1 di bawah yang menunjukkan statistik penglibatan buruh Indonesia dalam kegiatan jenayah di Semenanjung Malaysia dari bulan Januari 1992 hingga Disember 1994. Pelbagai jenayah yang mereka lakukan seperti pecah rumah, kecurian yang melibatkan harta benda, (seperti lori, van, kereta dan motosikal ), pembunuhan, percubaan membunuh dan merompak. Ekoran daripada fenomena sebeginilah yang boleh mengakibatkan gejala-gejala yang tidak diingini berlaku seperti AIDS dan sebagainya. Selain daripada itu terdapat juga laporan tentang segelintir buruh asing yang cuba menyebarkan agama lain kepada masyarakat Melayu yang beragama Islam di Malaysia. Jika ini berlaku , sudah tentu akan menimbulkan konflik sosial yang serius pada masa akan datang yang sekaligus akan mengancam keselamatan negara. Kalau dilihat dari segi Politik dan pentadbiran, Kehadiran buruh asing yang terlalu ramai, boleh menggugat kestabilan politik negara. Kegagalan pihak berkuasa menggubal satu undang-undang dan sekaligus mengawal kemasukan buruh asing ini

66

dan merekodkan dengan sempurna ,secara tidak langsung pandangan orang luar terhadap pentadbiran dan peranan masyarakat umum negara kita terlalu lemah. Ini dapat dilihat, sekiranya terdapat buruh asing di Malaysia yang menyerupai penduduk tempatan baik dari segi budaya dan fizikal. Situasi ini dapat mewujudkan kekeliruan tentang status kerakyatan dan seterusnya penyertaan mereka dalam politik. Kita ketahui bahawa di bawah Perundangan Malaysia, setiap warganegara asing boleh memohon untuk menjadi rakyat Malaysia dan salah satu keperluan perundangan ini ialah memiliki kad pengenalan. Walaupun ini merupakan syarat asas untuk menjadi rakyat Malaysia dan perlu mengikut prosedur-prosedur yang tertentu untuk mencapai taraf kerakyatan, namum begitu kejadian kad pengenalan palsu amat berleluasa dewasa ini. Banyak terdapat sungutan kononya ada satu sindiket yang terdiri dari rakyat Malaysia sendiri yang berani mengeluarkan permit palsu semata-mata untuk memudahkan buruh asing ini masuk ke negara ini. Malah ada kemungkinan juga berlakunya penyelewengan di kalangan rakyat Malaysia sendiri, barangkali ada yang terlibat dalam kes seperti ini hingga membolehkan buruh asing ini mendapatkan visa dan kad pengenalan dengan mudah. Sekiranya gejala-gejala ini tidak ditangani dengan segera, maka tidak hairanlah suatu hari nanti warga asing ini akan menjadi pemimpin negara kita sekaligus mengawal pentadbiran, ekonomi dan sosial mengikut telunjuknya. Penghijrahan masuk pelajar luar negara ke Malaysia seperti kemasukan pelajar dari negara Balkan disekitar tahun 1992 menyebabkan berlakunya kegawatan sosial di kalangan pelajar-pelajar institusi pengajian tinggi. Hampir kesemua pelajar ini tidak mempunyai latar belakang didikan agama apatah lagi akhlak Islam, dimana Islam mereka hanyalah pada nama sahaja. Mereka yang telah terbiasa dengan cara hidup bebas di negara asal, terbawa-bawa dengan budaya tersebut biarpun telah berada di sini. Pengajian mereka dibiayai oleh banyak pihak dan ini menjadikan mereka lebih berkemampuan berbanding pelajar lain. Dengan itu dapatlah mereka menyewa banglo-banglo atau pangsapuri mewah yang berhampiran dengan pusat pengajian tinggi. Dengan secara tidak langsungnya wanita tempatan atau siswi-siswi mudah terpengaruh dengan cara hidup mereka dan menjadi sasaran untuk melampiaskan nafsu mereka. Bagi penghijrahan pelajar-pelajar dari bekas negara komunis pula, fahaman agama boleh dikatakan langsung tiada, ini memburukkan lagi keadaan. Kebanyakan mereka telah dipasak dengan fahaman komunis, malah sesetengah daripada mereka telah mengaku mempunyai hubungan dengan pertubuhan jenayah antarabangsa, MAFIA. Mereka ini bukan sahaja terlibat dengan pelbagai kegiatan maksiat bahkan juga termasuklah bekerja di bar dan kelab-kelab malam sebagai "bouncer", malah mereka juga terlibat dalam mengklonkan telefon bimbit. Hal-hal seperti ini akan membahayakan kepada keselamatan sesebuah negara penerima.

67

KESIMPULAN Walaupun kedatangan buruh asing yang terlalu padat dan sering diperdebatkan di dalam Parlimen oleh pemimpin kita, namun masalah ini masih lagi ditakuk lama, tiada jalan penyelesaian yang dapat membendung gejala ini dengan betul-betul berkesan. Masih ramai lagi pendatang asing yang berhijrah ke sini terutama sekali di Kuala Lumpur dan Selangor; di Sabah di sekitar Kota Kinabalu dan Sandakan malah tanpa perasaan takut dan segan silu mereka mewujudkan perkampungan sendiri yang terasing daripada penduduk tempatan. Memang tidak dapat dinafikan bahawa pada peringkat awalnya, kedatangan mereka ini adalah berdasarkan keperluan negara kita sebagaimana yang termaktub di dalam perjanjian yang ditandatangani antara Timbalan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Musa Hitam dengan Menteri Tenaga Manusia Indonesia, Encik Sudomo di Medan, pada 12 Mei 1984. Menurut perjanjian ini, kemasukan buruh- buruh Indonesia hanyalah berdasarkan syarat-syarat tertentu yang dibuat oleh Malaysia sendiri. Buruh-buruh dari negara jiran itu akan hanya dibawa masuk jika pekerjaan yang ada tidak dapat ditampung oleh penduduk tempatan sendiri. Namun begitu apa yang terjadi adalah sebaliknya, kemasukan mereka langsung tidak terkawal di mana bilangannya telah melebihi daripada keperluan negara kita yang sebenar. Kini sudah tiba masanya kerajaan mengadakan perundingan dengan negara jiran berkenaan supaya masalah ini terus dapat diatasi dengan secepat mungkin. Kata sepakat seharusnya diambil untuk menyekat kedatangan pendatang yang berleluasa. Jika perlu, kerajaan hendaklah mengambil tindakan membatalkan perjanjian yang telah ditandatangani sebelum ini. Selain daripada itu Pasukan Petugas Khas tujuh yang ditubuhkan untuk tujuan menyekat kedatangan pendatang ini seharusnya memperketatkan lagi kawalan mereka, terutamanya di kawasan sepanjang pantai yang merupakan pintu masuk bagi mereka.Orang-orang yang terlibat, samada majikan atau agensi-agensi tertentu seharusnya memikirkan keterlibatan masyarakat seluruhnya, janganlah hanya untuk kepentingan diri sendiri sahaja. Para majikan mestilah juga memberikan kerjasama, mereka tidak sepatutnya menawarkan pekerjaan kepada pendatang asing dengan begitu mudah sekali tanpa mengendahkan kepentingan orang lain terutamanya masyarakat tempatan. Jika langkah-langkah yang disebutkan di atas diambil, sudah pastinya masalah kemasukan pendatang asing yang berleluasa di negara ini dapat dibendung secepat mungkin sebelum terjadi sesuatu kejadian yang tidak diingini. Cuma apa yang dibimbangkan ialah segala cadangan-cadangan ini hanya tinggal sebagai cadangan sahaja, tanpa melakukan tindakan selanjutnya. Janganlah asyik " Menyusukan kera di hutan tetapi anak sendiri dibiarkan kelaparan." http://sarjana.tripod.com/migrasi1.html

OLEH : ELISA BR. S. DEPARI

68

Sejarah Dan Gambaran Umum Imigrasi Di Indonesia Keimigrasian di Indonesia sudah ada sejak jaman kolonial Belanda namun secara historis pada tanggal 26 Januari 1950 untuk pertama kalinya diatur langsung oleh pemerintah Republik Indonesia dan diangkat Mr. Yusuf Adiwinata sebagai Kepala Jawatan Imigrasi berdasarkan Surat Penetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat No. JZ/30/16 tanggal 28 Januari 1950 yang berlaku surut sejak tanggal 26 Januari 1950. kehandalan sumber daya manusia secara berkelanjutan. Sejalan dengan perkembangan masyarakat dunia dimana batas-batas negara semakin kabur atau yang lazim disebut borderless world, kunjungan antar negara sudah lazim dilakukan. Frekuensinya pun cepat. Ratusan ribu hingga jutaan orang asing berkunjung ke Indonesia setiap tahun, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, Pemerintah berusaha mempermudah pemberiaMomentum tersebut hingga saat itu diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Imigrasi oleh setiap jajaran Imigrasi Indonesia. Organisasi Imigrasi sebagai lembaga dalam struktur kenegaraan merupakan organisasi vital sesuai dengan sasanti Bhumi Pura Purna Wibawa yang berarti penjaga pintu gerbang negara yang berwibawa. Sejak ditetapkannya Penetapan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, maka sejak saat itu tugas dan fungsi keimigrasian di Indonesia dijalankan oleh Jawatan Imigrasi atau sekarang Direktorat Jenderal Imigrasi dan berada langsung di bawah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Imigrasi semula hanya memiliki 4 (empat) buah Direktorat yaitu Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian, Direktorat Ijin Tinggal dan Status Kewarganegaraan Orang Asing, Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Direktorat Informasi Keimigrasian. Seiring dengan perkembangan jaman dan pengaruh globalisasi saat ini dengan berbagai kepentingan kerjasama internasional antar negara maka saat ini serta berbagai kepentingan pelaksanaan tugas-tugas keimigrasian, maka dibentuklah Direktorat yang bernama Direktorat Kerjasama Luar Negeri Keimigrasian untuk menunjang tugas-tugas keimigrasian dalam bekerjasama dengan negara lain. Sehingga saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi terdiri dari: Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Lalu Lintas Keimigrasian, Direktorat Ijin Tinggal Orang Asing dan Status Kewarganegaraan, Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Direktorat Informasi Keimigrasian dan Direktorat Kerjasama Luar Negeri.

69

Hal ini tidak berhenti sampai disitu saja bahkan dengan semakin meningkatnya kejahatan internasional atau yang dikenal dengan isitilah transnational organization crime (TOC) akhir-akhir ini seperti terorisme, penyelundupan manusia ( people smuggling ), perdagangan manusia ( human trading ), dan lain sebagainya, Direktorat Jenderal Imigrasi memandang perlu untuk membentuk Direktorat yang ruang lingkup tugas dan fungsinya untuk mengantisipasi terjadinya kegiatan-kegiatan keja-hatan tersebut. Sedianya telah direncanakan Direktorat baru tersebut dengan nama Direktorat Intelijen Keimigrasian, dimana Direktorat ini dirasakan cukup penting dalam menunjang tugas-tugas keimigrasian dan sekaligus mengantisipasi segala bentuk kejahatan internasional tersebut, akan tetapi hal ini masih dalam proses perencanaan pada Direktorat Jenderal Imigrasi. Dengan pengembangan organisasi yang demikian itu, maka Direktorat Jenderal Imigrasi saat ini secara jelas telah menentukan kerangka tugasnya yang tercermin dalan tri fungsi Imigrasi yaitu sebagai aparatur pelayanan masyarakat, pengamanan negara dan penegakan hukum keimi-grasian, serta sebagai fasilitator ekonomi nasional. Direktorat Jenderal Imigrasi menyadari sepenuhnya bahwa untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut sangat membutuhkan dukungan dari setiap personil yang ada didalamnya, oleh karena itu Direktorat Jenderal Imigrasi senantiasa berupaya untuk menjaga dan meningkatkan profesionalisme, kualitas dan n fasilitas paspor. Dirjen Imigrasi pernah menerbitkan Peraturan No. F.083.PL.01.10 Tahun 2006 tentang Penerapan Sistem Foto Terpadu Berbasis Biometrik pada Surat Perjalanan Republik Indonesia. Penggunaan teknologi biometrik dimaksudkan untuk mencegah pemalsuan dan sekaligus mempercepat pelayanan. Tahun 2006, Dirjen Imigrasi menerbitkan Instruksi tentang Pelaksanaan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Berdasarkan Surat Edaran ini, pengurusan paspor TKI diselesaikan dalam waktu tiga hari kerja, fungsi verifikasi dokumen keberangkatan di Terminal Pemberangkatan ditiadakan, pembentukan konter khusus TKI di imigrasi, dan memberantas percaloan. Peraturan Dirjen Imigrasi No. F-960.IZ.03.02 Tahun 2006 menegaskan bahwa paspor RI dapat diberikan dimana saja tanpa dibatasi aspek domisili yang tertera di dalam KTP pemohon paspor.

70

http://sauri-sofyan.blogspot.com/2010/03/sejarah-dan-gambaran-umum-imigrasidi.html

OLEH : PERONIKA SINURAT


Migrasi Migrasi adalah gejala gerak horizontal untuk pindah tempat tinggal dan pinddahnya tidak terlalu dekat, melainkan, melintasi batas administrasi. Dengan kata lain migrasi merupakan perpindahan penduduk dari satu unit geografis (suatu daerah administratif)ke unit gegrafis lainnya. Migrasi ini adalahmerupaka akibat dari keadaan lingkungan alam yang kurang menguntungkan akibatnya dapat menimbulkan terbatasnya sumber daya yang mendukung penduduk di daerahnya tersebut. Secara garis besar migrasi di Indonesia di bagi menjadi dua yaitu : Urbanisasi dan Migrasi Interregional atau transmigrasi. Walaupun migrasi dapat terjadi dalam dimensi nasional, regional dan internasional, namun dipandang dari sudut sosiologi tidak ada perbedaan besar dari Emigrasi dan Imigrasi. Selain migrasi ada istilah lain tentang dnamika penduduk yaitu mobilitas. Pengertian mobilitas lebih luas daripada migrasi, sebab mobilitas mencakup perpindahan territorial secara permanen dan sementara. Teori migrasi secara khusus menjelaskan fenomena migrasi, yakni : Teori grafitasi pendapat Reventein pada tahun 1889 b. Semakin jauh jarak, semakin berkurang volume migran distancedecay theory c. Setiap arus migran yang besar akan menimbulkan arus balik sebagai gantinya. d. Adanya perbedaan desa dan kota akan mengakibatkan timbulnya migrasi. e. Wanita cenderung bermigrasi ketempat yang dekat jaraknya. f. Kemajuan teknologi akan mengakibatkan intensitas migrasi g. Motif utama migrasi adalah ekonomi. Teori Dorong Tarik (Push Pull Theory) dikemukakan 4 faktor oleh Everett S. Lee pada tahun 1966. a. Faktor-faktor yang terdapat didaerah asal. b. Faktor-faktor yang terdapat didaerah tujuan. c. Faktor-faktor rintangan. d. Faktor-faktor pribadi. Sumber:http://tanamalt.blogspot.com/2010/10/pertumbuahan-penduduk-danmigrasi.html

71

You might also like