You are on page 1of 2

1

Tugas Mata Kuliah Nama NPM Tanggal Dikumpulkan

: Hubungan Internasiona di Asia Pasifik : Pradana Putra Ramadhan : 170210060017 : 13 Desember 2012

Joseph Frankel dalam International Relations in a Changing World(1988) menyampaikan tiga bentuk hubungan negara yang terjadi dalam hubungan internasional, cooperation (kerjasama), competition (persaingan), dan conflict (konflik).1 Dalam pandangan Vandana, ketiga bentuk hubungan negara tersebut diasumsikan sebagai upaya untuk mewujudkan kepentingan nasional masing-masing negara.2 Persamaan kepentingan negara dapat diarahkan lewat bentuk interaksi kerjasama dalam hubungan internasional. Sebaliknya, perbedaan kepentingan akan terwujud dalam bentuk konflik. Sedangkan bentuk persaingan tercipta bisa melalui persamaan atau perbedaan kepentingan nasional. Kondisi inilah yang saat ini terjadi dalam konflik Laut China Selatan. Laut China Selatan sendiri merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi sebagian wilayah dari Singapura dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan luas sekitar 3.5 juta km. Berdasarkan ukurannya, dan posisi geografisnya, Laut China Selatan merupakan sebuah perairan dengan berbagai potensi yang sangat besar karena di dalamnya terkandung minyak bumi dan gas alam dan selain itu juga peranannya sangat penting sebagai jalur distribusi minyak dunia, perdagangan, dan pelayaran internasional. Di wilayah tersebut, ada lebih dari 200 pulau dan karang yang diidentifikasi, kebanyakan darinya di daerah Kepulauan Spratly. Kepulauan Spratly tersebar seluas 810-900 km2 yang meliputi beberapa 175 fitur insuler yang diidentifikasi, yang terbesarnya menjadi Kepulauan Taiping (Itu Aba) yang panjangnya 1,3 km dan dengan ketinggian 3,8 m. Pulau-pulau kecil di Laut China Selatan, yang membentuk kepulauan, jumlahnya mencapai ratusan. Laut dan pulau-pulau yang sebagian besar tidak berpenghuni tersebut di klaim oleh beberapa negara, klaim tersebut jelas tercermin pada beragam nama yang digunakan untuk menyebut pulau-pulau dan laut tersebut. Secara garis besar pertikaian kepulauan di atas dapat digolongkan sebagai
1

Joseph Frankel, International Relations in a Changing World, New York: Oxford University Press, 1988, pp 81-129. 2 Vandana, Theory of International Politics, New Delhi: Vikas Publishing House PVT LTD,1996, p 17.

berikut, (1) Kep Paracel: antara China versus Taiwan, (2) Kep Spratly: antara China dengan beberapa negara yaitu Malaysia, Philipina, Taiwan, Vietnam dan Brunai Darussalam. China pun sebenarnya tengah ribut dengan Philipina terkait Dangkalan Scarborough Shoal, juga berkonflik dengan Jepang soal Pulau Dioayu atau Senkaku, dan lainnya. Kompleksitas memberikan kemungkinan resolusi konflik bagi negara-negara yang terlibat. Salah satu gambaran alternative penyelesaian sengketa dapat diadopsi dari pemikiran Witkin yang disebut disebut dengan Interspersed Nation-State System.3 Meskipun sebenarnya ditujukan untuk menyelesaikan konflik Israel Palestina, solusi alternatif yang diberikan Witkin juga dapat menjadi resolusi konflik Laut China Selatan. Bagi Witkin, konsep negara-bangsa yang merupakan hasil dari Perjanjian Westphalia (1648) dapat dipahami secara kontekstual sebagai kedaulatan negara atas wilayahnya, merupakan sumber masalah konflik antarnegara di dunia. Konsep ini sendiri pada masa itu lahir sebagai upaya pembagian kekuasaan wilayah di antara rajaraja di Eropa. Kelemahan utama dalam konsep negara-bangsa adalah penekanan kekuasaan negara yang hanya didasarkan pada kedaulatan atas wilayahnya, bukan pada bangsanya. Oleh karena itu penetapan definitif sebuah negara otomatis hanya didasarkan pada wilayah eksklusif yang dimilikinya, bukan bangsa yang yang berada dalam kekuasaan atau pemerintahannya. Alih-alih menitikberatkan konsep bangsa, upaya resolusi konflik Laut China Selatan selama ini lebih berfokus pada perundingan batas teritorial, Jika terus menerus mendasarkan pada penentuan batas tertorial, sangat kecil kemungkinan konflik ini dapat berakhir mengingat masing-masing begara tidak mau kehilangan wilayah yang dianggap menjadi kekuasaannya.

Witkin, Nathan. 2011. A Two State/One-Land Solution for the Israeli-Palestinian Conflict. Middle East Journal, 65 (1). Hal: 31-54.

You might also like