You are on page 1of 53

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Akut abdomen merupakan suatu keadaan yang terjadi secara tiba-tiba dimana gejala utama yang timbul adalah nyeri perut dan dapat mengancam nyawa serta untuk penanggulangannya biasanya diperlukan tindakan pembedahan. Kejadian ini akut abdomen ini sering ditemukan di lingkungan medis. Umumnya penatalaksanaan pasien dengan nyeri akut abdomen tidak menjadi hal yang mudah karena merupakan tantangan tersendiri bagi seorang dokter untuk dapat menegakkan diagnosis penyebab akut abdomen. Keputusan untuk tindakan pembedahan harus segera ditegakkan karena setiap keterlambatan yang terjadi dapat menimbulkan penyulit yang berakibat meningginya angka morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya bergantung kepada kemampuan menentukan analisis yang baik dari data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperoleh. Pengetahuan mendalam mengenai anatomi dan fisiologi abdomen beserta isinya berperan penting dalam menyingkirkan sekian banyak kemungkinan yang dapat menjadi penyebab nyeri perut akut. Bila pasien masuk dengan nyeri abdomen yang hebat, dokter harus mempunyai pola pemikiran untuk membuat diagnosis banding. Pentingnya mempersempit diagnosis banding menjadi satu pilihan utama oleh karena diperlukannya penetapan keputusan bilamana seorang pasien membutuhkan tindakan operasi. Acuan utama pada nyeri abdomen adalah nyeri abdomen yang sangat hebat, yang tampak pada pasien yang sebelumnya sehat dan berlangsung sedikitnya selama 24 jam serta terkadang memerlukan tindakan operasi.

1.1 Tujuan Penulisan 1.1.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang akut abdomen. 1.1.2 Tujuan Khusus a) Memberikan informasi tentang definisi akut abdomen b) Memberikan informasi tentang patofisiologi akut abdomen
c) Memberikan informasi tentang penegakan diagnosis pada pasien akut

abdomen.
d) Memberikan informasi tentang pendekatan klinis pada pasien akut

abdomen.
e) Memberikan informasi tentang penatalaksanaan pada pasien akut abdomen.

1.2

Manfaat Penulisan Menambah pengetahuan tentang definisi, patofisiologi, penegakan diagnosis, pendekatan klinis, dan penatalaksanaan pada pasien akut abdomen serta menambah pengalaman dalam membuat karya ilmiah atau makalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Akut Abdomen Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus ditengani segera. Identifikasi awal yang penting adalah apakah kasus yang dihadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera dilakukan. (Sudoyo, 2009) Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti pada apendisitis atau sekunder melalui suatu peritonitis karena perforasi tukak lambung, perforasi dari Payers patch,pada typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma (Dombal and Margulies, 1996).

II.2 Etiologi Akut Abdomen Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit bisa berupa kegawatan bedah atau kegawatan non bedah. Kegawatan non bedah antara lain pankreatitis akut, ileus paralitik, kolik abdomen. Kegawatan yang disebabkan oleh bedah antara lain peritonitis umum akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma, sedang proses dari dalam misal karena apendisitis perforasi. (Sudoyo, 2009)

Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis, kolik bilier, kolisistitis, divertikulitis. obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang menyebabkan akut abdomen antara lain: nekrosis hepatoma, infark lien, pneumonia, infark miokard, ketoasidosis diabetikum, inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau lambung dan Herpes zoster. (Tabel 1) (Sudoyo, 2009)

Tabel 1 Etiologi Akut Abdomen (Sudoyo, 2009) Dilihat dari sudut nyeri abdomen, nyeri abdomen dapat terjadi karena rangsangan viseral, rangsangan somatik dan akibat peristaltik. Pada anamnesis perlu dievaluasi mengenai nyeri yang disampaikan pasien tersebut apakah nyeri yang disampaikan terlokalisir, atau sukar ditentukan lokasinya. Kemudian adanya referred pain juga membantu untuk mengetahui asal nyeri tersebut. Adanya nyeri tekan pada pemeriksaan fisik seseorang juga menunjukkan bentuk nyeri tersebut. Nyeri tekan biasanya berasal dari nyeri yang melibatkan serosa. Nyeri ini dapat terjadi akibat infeksi yang kontinyu (terus menerus) serta ulkus lanjut. Nyeri somatik biasanya nyerinya terlokalisasi. (Sudoyo, 2009)

II.3 Penegakan Dignosis Secara Umum Nyeri, anoreksia, mual, muntah dan demam merupakan manifestasi khas suatu kelainan abdomen akuta. Tanda penting pada pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan 'defence musculair' dan perubahan dalam peristalsis usus. Tetapi pembeda kritis bukan antara abdomen akuta dan nonakuta, tetapi antara abdomen bedah dan abdomen nonbedah. Identifikasi abdomen bedah tergantung atas penggunaan tiga komponen diagnostik dasar: anamnesis, pemeriksaan fisik dan tes penyokong. (Sabiston, 2011) Anamnesis Anamnesis dapat dibagi dalam beberapa kategori utama: usia, jenis kelamin, nyeri abdomen dan gejala sistemik. (Sabiston, 2011) Usia dan jenis kelamin Yang sangat tua dan sangat muda, masing-masing menampilkan sekitar 10 persen penyajian pasien nyeri abdomen akuta. Tetapi pasien di atas usia 65 tahun mempunyai dua kali insidens penyakit bedah (30 persen) sebagai sebab nyeri abdomennya dibandingkan pasien di bawah usia 65 tahun. Pada kelompok usia dewasa, wanita lebih mungkin tampil dengan nyeri abdomen dibanding pria, tetapi pria yang menampilkan gejala ini mempunyai insidens penyakit bedah yang lebih tinggi. Sistem genitourinarius lazim menyebabkan nyeri abdomen pada wanita. Dalam urutan penyajian lebih jarang, sebab genitourinarius yang lazim pada wanita meliputi penyakit peradangan pelvis, infeksi tractus urinarius, dismenore dan kehamilan ektopik. (Sabiston, 2011)

Nyeri Nyeri tanda abdomen akuta. la bisa ditandai oleh cara mulainya, sifat, faktor pencetus atau lokalisasinya. Ada tiga jenis mulainya nyeri abdomen: ekplosif, cepat dan bertahap. (Sabiston, 2011) Pasien yang mendadak dicekam nyeri eksplosif menderita sekali lebih mungkin menderita pecahnya viskus berongga ke dalam cavitas peritoncalis bebas atau menderita 'vascular accident' berkelanjutan. Kolik berasal dari ginjal dan saluran

empedu bisa dimulai mendadak, tetapi jarang menyebabkan nyeri begitu parah, sehingga pasien tak berdaya. Pasien dengan nyeri yang cepat dimulai, yang cepat memburuk mungkin menderita pankreatitis akuta, trombosis mesenterica atau strangulasi usus halus. Pasien dengan nyeri yang dimulai bertahap mungkin menderita peradangan peritoneum, seperti yang terlihat dalam apendisitis atau divertikulitis. (Sabiston, 2011) Keparahan nyeri bisa ditandai sebagai menyiksa, parah, tumpul atau seperti kolik. Nyeri menyiksa tak berespon terhadap narkotika menggambarkan suatu lesi vaskular akuta seperti ruptura aneurisma abdominalis atau infark usus. Pasien infark usus khas menderita nyeri melebihi proporsi gambaran fisik dan laboratorium. Nyeri yang parah tetapi mudah dikendalikan oleh obat khas peritonitis akibat viskus yang pecan atau pankreasitis akuta. Nyeri tumpul, samar-samar yang sukar dilokalisasi menggambarkan suatu proses peradangan dan lazim presentasi awal apendisitis. Nyeri kolik yang ditantai sebagai kram dan dorongan ('rush') menggambarkan gastroenteritis. Nyeri akibat obstruksi usus halus mekanik juga bersifat kolik, tetapi mempunyai pola berirama dengan interval bebas nyeri bergantian dengan kolik parah. Dorongan peristaltik bisa terdengar selama kolik parah. Dorongan peristaltik menyertai gastroenteritis tidak perlu terkoordinasi dengan nyeri kolik. (Sabiston, 2011)

Gambar 1 Lokasi Nyeri Abdomen berhubungan dengan perkembangan embriologi organ yang terlibat (Sabiston, 2011)

Gambaran klinik bermanfaat berhubungan dengan lokasi distribusi nyeri pada keterlibatan organ. Tempat nyeri abdomen suatu cermin jenis rangsangan saraf dan asal embriologi organ. Sensasi nyeri yang sukar dilokalisasi dari abdomen diperantarai melalui susunan saraf autonom yang berhubungan dengan visera intraabdomen. Serabut nervus spinalis memberikan persarafan berlokalisasi baik dari peritoneum perietalis, diaphragma dan dinding pelvis. Nyeri berlokalisasi buruk biasanya dapat dihubungkan ke satu dari tiga area abdomen: epigastrium, daerah periumbilicus dan hypogastrium. (Sabiston, 2011) Lambung dan duodenum berasal dari 'foregut' dan nyeri dari organ ini khas terasa dalam epigastrium. Usus halus dan colon proksimal yang diberi makan oleh arteria mesenterica superior berasal dari 'midgut' dan nyeri dalam bagian tractus gastrointestinalis ini terletak periumbilicus. Nyeri yang berasal dalam dua pertiga colon secara embriologi berasal dari 'hindgut' dan khas dialihkan ke hypogastrium (Gambar 1). (Sabiston, 2011) Nyeri 'flank' dan nyeri dalam anguluscostrovertebralis berhubungan dengan batu ginjal atau ureter atau dengan pielonefritis. Nyeri ginjal bisa juga disertai dengan nyeri dalam testis ipsilateral. Iritasi diaphragma bisa menyebabkan nyeri dalam daerah distribusi C4. Sehingga proses peradangan hati atau limpa atau kumpulan

cairan subdiaphragma akibat ulkus perforata bisa mengalihkan nyeri ke bahu. (Sabiston, 2011) Informasi bermakna berasal dari diperolehnya faktor pemburuk atau peringan yang menyertai nyeri. Misalnya rasa terbakar bisa hanya dialami bila tekanan abdomen ditingkatkan. Nyeri yang membaik dengan makan antasid menggambarkan penyakit ulkus peptikum, sedangkan nyeri yang dieksaserbasi oleh makanan berlemak menggambarkan kolesistitis. (Sabiston, 2011) Mendapatkan riwayat cermat bagi gejala sistemik penting dalam evaluasi abdomen akuta. Walaupun lazim sejumlah derajat demam pada kebanyakan kedaruratan bedah, namun tak biasa pasien abdomen bedah menampilkan demam dan kedinginan. Keadaan bedah yang tampil dengan demam tinggi dan kedinginan meliputi pileflebitis dan kolangitis supurativa. Lebih lazim nyeri abdomen yang

disertai oleh demam tinggi dan kedinginan disertai dengan penyakit medis yang meliputi penyakit peradangan pelvis dan infeksi tractus urinarius. Gejala sistemik lain yang akan menyadarkan dokter bagi kemungkinan penyakit medis mencakup diare hebat, gejala sendi aktif, erupsi kulit yang muncul pada saat mulainya nyeri abdomen serta sekret urethra atau vagina. Anoreksia, mual dan muntah merupakan penyerta sering penyakit abdomen akuta. la bisa membantu membedakan penyakit medis dari bedah. Jika mual dan muntah mendahului mulainya nyeri abdomen, kurang mungkin penyakit bedah. (Sabiston, 2011) Penilaian gejala diare, konstipasi dan obstipasi suatu bagian kritis anamnesis apa pun bagi nyeri abdomen. Jika dapat dipastikan bahwa pasien tidak mengeluarkan gas per rectum dan tidak mempunyai gerakan usus selama 24 jam, maka tinggi probabilitas obstruksi usus. Diare lazim menyertai gastroenteritis, tetapi ia bisa disertai dengan penyakit bedah seperti apendisitis. Diare berulang berdarah menunjukkan diagnosis yang cocok dengan kolitis ulserativa, penyakit Crohn, disentri atau iskemia colon. (Sabiston, 2011) Riwayat penyakit dahulu seharusnya mencakup semua perumah-sakitan dan operasi sebelumnya. Dalam masalah diagnostik sulit, maka pertanyaan seharusnya mencakup riwayat keluarga yang luas (Tabel 2) maupun riwayat pengobatan, pemaparan ke toksin dan perjalanan ke luar negeri. (Sabiston, 2011)

Tabel 2 Keadaan familian yang menyebabkan abdomen akut (Sabiston, 2011)

Pemeriksaan Fisik Bila pasien tempil dengan nyeri abdomen, maka anamnesis suatu basis data untuk pembahasan kemungkinan diagnostik, tetapi keputusan tentang apakah

dioperasi atau tidak, dibuat atas dasar pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dalam cara tertib dan sistematik. Enam gambaran utama pemeriksaan fisik mencakup (1)inspeksi, (2)auskulatasi, (3)palpasi, (4)perkusi, (5)pemeriksaan rectum/genitalis dan (6) tes khusus dan tanda. (Sabiston, 2011)

Inspeksi Penampilan umum pasien bisa memberikan petunjuk tentang sifat penyakit. Perubahan dalam keadaan mental, warna dan tumor kulit serta mata yang cekung bisa manifestasi hipovolemia parah dan kolaps kardiovaskular mengancam. Pasien nyeri visera terisolasi seperti yang ditemukan dalam obstruksi usus, bisa sering mengubah posisi, tetapi jika nyeri terlokalisasi atau ada iritasi peritoneum generalisata, maka sering pasien menghindari gerakan. (Sabiston, 2011) Posisi anatomi pasien di ranjang patut diperhatikan. Pasien peritonitis yang luas sering membawa lututnya ke atas untuk merelaksasi tegangan abdomen. Pasien keadaan peradangan yang berkontak dengan musculus psoas bisa memfleksi paha yang berhubungan. Pasien pankreatitis parah bisa duduk di ranjang dengan lututnya ditarik ke dadanya,' berayun-ayun maju mundur pada serangan nyeri. Abdomen harus diinspeksi bagi tanda distensi. Pada individu kurus dengan obstruksi usus yang berlangsung lama, dorongan bisa terlihat pada dinding abdomen anterior. Pulsasi dalam area epigastrium cocok dengan penyakit aneurisma. (Sabiston, 2011)

Auskultasi Auskultasi dilakukan sebelum palpasi karena palpasi bisa mengubah sifat bising usus. Teknik auskultasi memerlukan penempatan lonceng stetoskop dengan lambat di atas dinding abdomen anterior yang dimulai dengan kuadran kiri bawah, kemudian dalam empat kuadran. Masa auskultasi 2 sampai 3 menit diperlukan untuk menentukan bahwa tak ada bising usus. Waktu ini juga memungkinkan observasi wajah dan sikap pasien secara tak terputus. Bising usus bernada tinggi yang timbul dalam dorongan yang bersamaan nyeri menunjukkan obstruksi usus halus. (Sabiston, 2011)

Palpasi Dari semua segi pemeriksaan fisik, palpasi mungkin yang terpenting bagi ahli bedah. Tempat hernia inguinalis, femoralis dan ventralis harus diperiksa dengan cermat pada tiap pasien nyeri abdomen. Inkarserasi segmen usus dalam hernia femoralis yang kecil dapat mudah terlewatkan. Tanda hernia Richter satu-satunya bisa nyeri tekan titik di atas tempat hernia. Sering batuk membangkitkan nyeri dalam abdomen dan pasien seharusnya diminta menunjukkan dengan satu jari tangan titik intensitas maksimum. la melokalisasi lesi bila peritonitis generalitis tidak ada dan memberikan klinikus suatu daftar awal diagnosis kerja (Gambar 2). (Sabiston, 2011) Palpasi seharusnya dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri dan ia harus dilakukan dengan lembut dengan satu jari tangan. Secara bertahap jari tangan seharusnya bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum. Kemudian perlu menentukan adanya 'defence musculair' atau "spasme". Tempatkan tangan dengan lembut di atas musculus rectus dan tekan sedikit serta minta pasien menarik napas dalam. Jika spasme volunter, maka ahli bedah akan merasakan musculus rectus yang mendasari relaksasi. Tetapi jika ada spasme sejati, maka ahli bedah merasa otot kaku tegang di keseluruhan siklus pernapasan. Sering perasat ini akan menegakkan adanya peritonitis. (Sabiston, 2011) Jika lesi terletak di dalam dinding abdomen, maka akan ada nyeri tekan. Tetapi jika lesi intraperitoneum, maka nyeri tekan akan menurun selama musculus rectus tetap tegang. Pada penyakit peradangan pelvis, sering tak ada rigiditas. Pada pasien tua lemah, rigititas otot mungkin tak ada, walaupun ada peritonitis. Gastroenteritis khas disertai oleh nyeri tekan abdomen difus tanpa rigititas otot. (Sabiston, 2011)

Perkusi Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat dalam menilai jumlah distensi yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan untuk menyingkirkan adanya vesica urinarius terdistensi sebagai sebab nyeri abdomen akuta. Mungkin yang terpenting, perkusi bermanfaat dalam membangkitkan nyeri

10

tekan angulus costrovertebralis menyertai infeksi tractus urinarius atau penyakit vesica biliaris. (Sabiston, 2011)

Pemeriksaan Rektum dan Pelvis Tak ada pemeriksaan untuk sebab bedah nyeri abdomen yang lengkap tanpa pemeriksaan rectum dan/atau vagina. Pada pria, penting palpasi spesifik isi kantong scrotum yang mencakup testis dan epididymis. Pemeriksaan rectum pada pria dilakukan dengan pasien berbaring miring dengan jari tangan berpelumas baik yang secara lembut dimasukkan ke dalam rectum. Dengan menekan ke anterior, ke posterior dan ke lateral, dapat dievaluasi keseluruhan pelvis tawah

Gambar 2 Lokasi Nyeri Abdomen dengan Berbagai Keadaan Abdomen Akut (Sabiston, 2011)

Di anterior bisa mendeteksi prostata yang membesar, vesica urinaria terdistensi atau pembesaran vesicula seminalis. Di lateral, nyeri tekan karena appendix vermiformis yang meradang atau suatu abses pada dinding lateral pelvis dapat dibangkitkan. Di posterior palpasi bisa menunjukkan adanya massa peradangan pada

11

pyriformis atau dalam cekungan scrum. Setelah pemeriksaan rectum, jari tangan harusnya diperiksa bagi adanya darah atau pus dan sedikit contoh tinja harus dites untuk darah samar dengan tes guaiak. Pada pasien kolostomi atau ileostomi, pemeriksaan jari atas stoma harus dilakukan. (Sabiston, 2011) Pada wanita, penting pemeriksaan bimanual dan spekulum harus dipasang dan dibuat biakan cervix. Palpasi bimanual mencakup pencarian untuk nyeri tekan cervix menyertai penyakit peradangan pelvis maupun palpasi uterus dan kedua adnexa. Pemeriksaan rectum yang dilakukan serentak dengan pemeriksaan vagina, akan menggambarkan proses peradangan dan neoplastik di dalam cavum Douglass. (Sabiston, 2011)

Tes Khusus dan Tanda Dua tes mempunyai kepentingan klinik primer dalam mengkonfirmasi diagnosis yang telah dibuat dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tes ini mencakup tes iliopsoas dan tes obturator. (Sabiston, 2011) Tes iliopsoas digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fokus peradangan dalam musculus psoas berhubungan (Gambar 3). (Sabiston, 2011)

Gambar 3 Tes Illiopsoas mengkonfirmasi adanya proses peradangan dekat M Musculus Psoas (Sabiston, 2011)

12

Pasien ditempatkan dengan sisi tak nyeri di bawah serta dengan satu tangan menstabilkan pelvis dan tangan lain ditempatkan pada lutut; tungkai pada sisi yang nyeri digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri akan disebabkan oleh perasat ini, jika musculus psoas kaku akibat refleks atau iritasi langsung. Tes ini tidak bermanfaat, jika telah ada rigiditas abdomen. (Sabiston, 2011) Dengan tes obturator, pasien ditempatkan dalam posisi terlentang dengan lutut difleksi dan articulatio coxae ditempatkan dalam rotasi interna dan kemudian externa (Gambar 4). (Sabiston, 2011)

Gambar 4 Tahapan dalam melakukan tes obturator (Sabiston, 2011)

Jika tes ini positif, maka rotasi eksterna akan menyebabkan nyeri hypogastrium. Tanda positif menyertai appendix vermiformis perforata, abses lokalisata atau adanya hernia obturator. (Sabiston, 2011) Ada tiga tanda yang lazim menyertai pemeriksaan abdomen akuta: 1. Tanda Cullen merupakan pewarnaan perium-bilicus, yang ada dalam pasien hemoperitoneum luas. Walaupun tanda ini dramatis bila ada, sering ia tidak terbukti walaupun ada perdarahan intraperitoneum yang serius.

(Sjamsuhidajat, et al. 2005) 2. Tanda Murphy bermanfaat dalam mendiagnosis vesica biliaris meradang

akut. Pemeriksa menekan pada kuadran kanan atas dan pasien diminta menginhalasi menyebabkan pemeriksa. dalam. Inspirasi yang menyebabkan hati turun, yang

vesica bilirais

meradang menabrak jari tangan

Akibatnya pasien mengalami nyeri dan usaha inspirasi berhenti.

(Sjamsuhidajat, et al. 2005)

13

3. Tanda Rovsing

ada bila nyeri kuadran kanan bawah disebabkan oleh

palpasi kuadran kiri bawah (Gambar 5). Sering ia menyertai apendisitis. (Sjamsuhidajat, et al. 2005)

Gambar 5 Tanda Rovsing (Sjamsuhidajat, et al. 2005)

Tes Konfirmasi Dalam pasien yang menampilkan nyeri abdomen, kemungkinan diagnostik dipertimbangkan sementara membuat anamnesis. Pemeriksaan fisik membatasi daftar kemungkinan diagnosis pada diagnosis paling mungkin dengan beberapa pengganti. Tes konfirmasi memberikan informasi tambahan untuk membantu ahli bedah dalam merencanakan terapi. Dalam sebagian besar pasien, keputusan untuk mengoperasi atau tidak mengoperasi dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. (Sjamsuhidajat, et al. 2005) Tes konformasi dibagi dalam dua kategori utama: pemeriksaan sinar-x dan pemeriksaan laboratorium. Diperkirakan bahwa lebih dari 4 juta folo polos abdomen dibuat tiap tahun di Amerika Serikat pada biaya lebih dari $300 juta. Kewajiban dokter untuk memilih pasien yang dimintakan tes konfirmasi tambahan. (Sjamsuhidajat, et al. 2005)

14

Pemeriksaan Sinar-X Film yang didapat dalam seri abdomen akuta secara tradisional merupakan tes konfirmasi yang terlazim diminta pada pasien ini. Sering ini terdiri dari foto abdomen berbaring dan tegak serta pandangan anteroposterior thorax. Foto thorax tegak merupakan film terbaik untuk menentukan udara bebas di dalam abdomen. Bermanfaat juga dalam menyingkirkan penyakit thorax sebagai sebab nyeri abdomen non operatif. Foto polos abdomen harus dimintakan ke pasien nyeri dan nyeri tekan abdomen sedang sampai parah, tempat diagnosis tak pasti atau pada pasien yang mempunyai kecurigaan klinik obstruksi usus, batu ginjal atau iskemia. Foto abdomen tidak bermanfaat pada pasien dengan bukti meyakinkan apendisitis, penyakit ginekologi, nyeri abdomen ringan dan nyeri abdomen yang telah menetap lebih dari 1 minggu. (Sjamsuhidajat, et al. 2005) Setelah diputuskan untuk meminta seri abdomen akuta, maka harus mendekati film dalam cara sistematik, yang melihat cedera spesifik pada visera padat, visera berongga, garis abdomen, klasifikasi dan udara ekstraintestinalis (Gambar 6). Garis bagan hati, limpa dan ginjal jelas dapat ditentukan pada foto polos abdomen. Adanya massa kistik dalam visera apa pun harus diperhatikan. Pergeseran ginjal bisa menunjukkan lesi urologi sebagai sebab proses abdomen akuta. Pembesaran bayangan limpa atau pergeseran ginjal bisa juga menggambarkan nyeri abdomen berasal dari ginjal. (Sjamsuhidajat, et al. 2005) Pola gas di dalam visera berongga memberikan informasi penting. Pola gas ini lebih mudah dikenal, jika lambung telah didekompresi dengan sonde nasogaster. Gas sisa ini dalam lambung menggambarkan obstruksi usus halus tingkat tinggi atau mungkin obstruksi pylorus sekunder terhadap penyakit ulkus duodeni. Gelung berdilatasi dari penyakit usus halus dengan batas udara-cairan dan tanpa gas dalam colon menggambarkan obstruksi usus halus. Dilatasi jelas dan rotasi cecum atau colon sigmoideum khas volvulus. Dilatasi jelas keseluruhan colon menggambarkan obstruksi colon dan seharusnya mengenal fakta bahwa tak ada udara dalam kubah rectum. Dilatasi masif colon dengan riwayat kolitis akuta menunjukkan megacolon toksika. Udara bebas di bawah diaphragma atau yang menggambarkan gelung usus

15

sangat menggambarkan perforasi visera. Bayangan udara berkapsul di luar bentuk usus bisa menunjukkan perforasi usus lokalisata. Udara di dalam saluran empedu bersifat diagnostik bagi hubungan antara tractus gastrointes-tinalis dan batang saluran empedu serta bisa terlihat dengan ileus batu empedu. Udara dalam sistem vena porta bisa terlihat dalam pileflebitis atau dengan usus gangren. (Sjamsuhidajat, et al. 2005)

Gambar 6 Hasil Pemeriksaan Sinar-X pada Abdomen (Sjamsuhidajat, et al. 2005)

Dua garis abdomen yang bermanfaat adalah garis lemak peritoneum dan bayangan psoas. Garis lemak peritoneum kabur, bila cairan ada di dalam abdomen. Cairan ini bisa karena asites, darah atau pus. Obliterasi bayangan psoas bisa menunjukkan abses atau hematoma retroperitoneum. (Sjamsuhidajat, et al. 2005) Pencarian menyeluruh bagi kalsifikasi harus selalu dibuat. Mungkin ada massa opak diskrit seperti batu empedu, batu ginjal atau fekalit atau kalsifikasi mungkin lebih besar, seperti ditemukan dalam kelenjar limfe, massa jaringan lunak, dinding aorta dengan aterosklerosis penyerta atau pancreas dengan pankreatitis kronika. (Sjamsuhidajat, et al. 2005)

16

Ultrasonografi merupakan tes terpilih dalam pasien yang dicurigai penyakit batu empedu sebagai etiologi untuk nyeri abdomen. Di samping itu ultrasonografi bermanfaat dalam diagnosis kelainan ginekologi yang menyebabkan nyeri abdomen yang mencakup kehamilan ektopik. (Sjamsuhidajat, et al. 2005) Untuk pasien yang menampilkan hematria dan nyeri abdomen kolik dan yang dicurigai batu ginjal, maka foto polos abdomen dan pielogram intravena menjadi tindakan terpilih. Kadang-kadang enema barium bisa dilakukan pada pasien abdomen akuta. Biasanya ia dilakukan setelah seri abdomen akuta memperlihatkan intususepsi atau pada pasien yang dicurigai diagnosis divertikulitis. (Sjamsuhidajat, et al. 2005)

Tes Laboratorium Hitung darah lengkap dan elektrolit serum rutin dilakukan pada pasien yang menampilkan nyeri abdomen. Hematokrit mencerminkan perubahan menahun dalam volume plasma dan peningkatan hematokrit bisa mencerminkan dehidrasi sekunder terhadap muntah atau sekuestrasi cairan. Hematorit yang rendah bisa menunjukkan anemia yang telah ada atau perdarahan menahun. (Sabiston. 2011) Hitung leukosit yang meningkat biasanya bermakna. Tetapi lazim untuk pasien tua mempunyai hitung leukosit rendah atau normal, bahkan dengan adanya peritonitis yang telah terjadi. Limfositosis bisa menggambarkan infeksi virus atau gastroenteritis. Leukopenia jelas bisa menggambarkan kelainan darah primer atau sepsis hebat. (Sabiston. 2011) Bahkan yang lebih penting dari hitung darah awal adalah kecenderungan ke arah peningkatan hitung leukosit progresif, yang menunjukkan progresivitas proses peradangan atau sepsis. Pergeseran ke kiri pada hapusan darah tepi merupakan indikasi kuat lain bagi keadaan peradangan, bahkan dengan adanya hitung leukosit normal atau meningkat ringan. (Sabiston. 2011) Amilase serum harus didapatkan, jika dicurigai pankreatitis. Ia bisa juga meningkat pada pasien trombosis mesenterica, obstruksi usus atau perforasi ulkus duodeni. Peningkatan amilase serum tidak suatu cermin keparahan pankreatitis

17

dan kadar amilase bisa normal pada pasien pankreatitis hemoragika parah, tepat sebelum kolaps kardiovaskular. Pada pasien pankreatitis kronika, kadar amilase serum bisa hanya meningkat ringan. (Sabiston. 2011) Pemeriksaan urina penting dilakukan dan memberikan informasi klinik bermanfaat. Pada pasien yang menampilkan nyeri abdomen dimulai akut, maka piuria menunjukkan infeksi tractus urinarius. hematuria menggambarkan batu ginjal dan glikosuria menggambarkan diabetes, tetapi bisa disertai dengan bencana keadaan abdomen lain. Berat jenis urina mencerminkan kemampuan ginjal memekatkan dan lazim meningkat dalam pasien nyeri abdomen akuta dan dehidrasi. (Sabiston. 2011) Sebagai ringkasan, pendekatan cerdas ke pasien nyeri abdomen mencakup riwayat terinci yang memperhitungkan usia, jenis kelamin, gejala sistemik dan riwayat penyakit dahulu pasien. Fakta ini memberikan kerangka kerja untuk pertanyaan lebih terinci tentang nyeri, cara mulainya, sifat, faktor pencetus dan lokasi-nya. Sewaktu menyelesaikan proses anamnesis, dokter seharusnya mengingat diagnosis kerja dan beberapa pengganti. Pemeriksaan fisik digunakan untuk menyokong atau menolak diagnosis kerja; tetapi yang lebih penting, pemeriksaan fisik suatu komponen penting keputusan operasi/non operasi. Tes konfirmasi juga digunakan untuk menyokong atau menolak diagnosis kerja. Ia harus digunakan dengan bijaksana dan hanya digunakan jika hasilnya akan mengubah terapi. (Sabiston. 2011)

II.4 Pendekatan Klinis Akut Abdomen Sebab lazim nyeri abdomen akuta dapat dibagi ke dalam tiga kelompok patologi utama: (1) lesi peradangan, (2) lesi obstruktif dan (3) kelainan vaskular. Masing-masing keadaan patologi ini mempunyai pola nyeri yang khas, yang membantu klinikus mene-gakkan diagnosis kerja. Lesi peradangan tampil dengan mulai bertahap nyeri tumpul yang sulit dilokalisasL Lesi obstruktif tampil dengan nyeri kram seperti kolik 2011) yang berseling dengan interval bebas nyeri. (Sabiston.

18

Lesi vaskular tampil dengan mulai eksplosif atau cepat bagi nyeri menyiksa, yang bisa tak dapat dihilangkan oleh narkotika. Seri sebab lazim nyeri abdomen yang didaftarkan dengan pengelompokan patologi diperlihatkan dalam Tabel 3. (Sabiston. 2011)

1. Apendisitis Apendisitis akuta sebab terlazim abdomen akuta bedah pada pasien di bawah usia 30 tahun. Satu dari 15 pasien dapat diharapkan menderita apendisitis akuta selama seumur hidupnya. Apendisitis akuta sebenarnya lebih dari masalah penyakit tunggal. Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, apendisitis suatu penyakit prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam rangka waktu bervariasi. Gejala pasien mencerminkan keadaan proses penyakit dalam perjalanan waktu penyakit. (De Jong, 2005)

Tabel 3 Pengelompokan Patologi Sebab Lazim Nyeri Akut Abdomen (Sabiston. 2011)

Riwayat Alamiah Pada kebanyakan pasien dan khususnya dalam kelompok usia lebih muda, apendisitis karena hiperplasia folikel limfoid submukosa, yang menyebabkan obstruksi

19

lumen appendix vermiformis. Sekresi mukosa kontinu, walaupun ada lumen tersumbat dan tekanan di dalam appendix meningkat. Karena tekanan intralumen meningkat, maka aliran limfe tersumbat, yang menyebabkan edema appendix. la stadium apendisitis fokal akuta yang ditandai oleh ekstravasasi bakteri yang dini. Karena appendix vermiformis dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka mula-mula nyeri visera diterima sebagai nyeri tumpul samar-samar dalam area periumbilicus. (De Jong, 2005) Stadium kedua apendisitis (apendisitis supurativa akuta) ditandai oleh peningkatan lebih lanjut tekanan intralumen, obstuksi vena, iskemia fokal dan iritasi serosa. Bila tunica serosa appendix yang meradang dekat dengan peritoneum paritonalis, maka pasien mengalami perpindahan nyeri periumbilicus ke kuadran kanan bawah. Nyeri somatik terlokalisasi baik ini menunjukkan ancaman penyediaan darah arteri dan iskemia menyebabkan infark kecil sepanjang batas antimesenterica appendix. Stadium apendisitis gangrenosa ini disertai dengan peningkatan ekstravasasi bakteri dan kontaminasi lokalisasi cavitas peritonealis. Progresivitas menyebabkan perforasi dan massa periappendix lokalisata atau peritonitis generalisata. (De Jong, 2005) Sehingga apendisitis berlanjut melalui stadium peradangan, stadium obstruktif, stadium iskemi dan stadium perforatif, semuanya mencerminkan tanda dan gejala fisik berbeda. Sayangnya kerangka waktu untuk progresivitas kejadian klinik ini sangat bervariasi. Apendisitis jarang pada masa bayi. Sekitar 10 persen pasien apendisitis berusia kurang dari 10 tahun atau berusia lebih dari 50 tahun. Usia sangat muda dan sangat tua berisiko lebih tinggi bagi perforasi karena presentasi atipik lazim terjadi dalam kedua kelompok ini serta bayi mempunyai sedikit cara

mengkomunikasikan mulainya masalah. Apendisitis akuta mempunyai puncak dalam usia belasan dan awal 20-an dengan penurunan setelah usia 30 tahun. (De Jong, 2005) Pasien apendisitis akuta tampil dengan nyeri abdomen serta lokasi nyeri tergantung atas stadium penyakit dan lokasi appendix vermiformis. Apendisitis khas tampil dengan riwayat nyeri epigastrium atau periumbilicus tumpul samar-samar yang disertai oleh anoreksia (90 persen), mual (80 persen) muntah (65 persen)

20

(Gambar7). Insidens kompleks gejala ini hampir identik dalam apendisitis akuta, adenitis mesenterica, gastroenteritis dan nyeri abdomen yang sebabnya tak diketahui. (De Jong, 2005) Diagnosis apendisitis pada stadium ini sulit ditegakkan. Pasien yang nyerinya tidak terlokalisasi dan yang lama gejalanya kurang dari 8 jam biasanya dapat dihidrasi dan diamati. Karena penyakit ini berlanjut dari apendisitis fokal akuta ke apendisitis supurative akuta, maka khas nyeri terlolakisasi dalam kuadran kanan bawah. Tetapi jika appendix vermiformis retrocaecum, maka nyeri terlokalisasi dalam 'flank' kanan, yang meniru kolik ginjal. Jika pasien dalam trimester ketiga kehamilan, maka appendix bisa tergeser ke kepala dan nyeri bisa terlokalisasi pada kuadran kanan atas. (De Jong, 2005)

Gambar 7 Nyeri Periumbilikalis pada Appendisitis (De Jong, 2005)

Pemeriksaan Fisik Pasien apendisitis jarang memperlihatkan tanda toksisitas sistemik. la bisa berjalan dalam cara agak membungkuk. Sikapnya di ranjang cenderung tak bergerak, sering dengan tungkai kanan fleksi (Gambar 8). Inspeksi langsung abdomen biasanya tak jelas serta Auskultasi atau perkusi tidak sangat bermanfaat dalam pasien apendisitis. Palpasi abdomen yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi diindikasikan pada pasien yang dicurigai apendisitis. Palpasi seharusnya dimulai dalam kuadran kiri bawah, yang dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan atas dan

21

diakhiri dengan pemeriksaan kuadran kanan bawah. Kadang-kadang pada apendisitis yang lanjut, dapat dideteksi suatu massa. Adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah dengan spasme otot kuadran kanan bawah merupakan indikasi untuk operasi, kecuali ada sejumlah petunjuk lain bahwa apendisitis mungkin bukan diagnosis primer. (De Jong, 2005) Pemeriksaan rectum dan pelvis harus dilakukan dalam semua pasien apendisitis. Pada apendisitis atipik, nyeri mungkin tidak terlokalisasi dari daerah periumbilicus, tetapi nyeri tekan rectum kuadran kanan bawah dapat dibangkitkan. Adanya nyeri tekan atau sekret cervix pada wanita muda dengan nyeri kuadran kanan bawah membawa ke arah diagnosis penyakit peradangan pelvis. Tanda Rovsing bisa positif dengan adanya apendisitis supurativa. Tanda psoas dan obturator bisa juga ada dalam apendisitis, tetapi ia kurang dapat diandalkan dibandingkan tanda Rovsing. (De Jong, 2005)

Tes Konfirmasi Seri abdomen akuta tidak bermanfaat pada pasien yang diagnosis apendisitisnya jelas. Tetapi pada pasien dengan presentasi atipik yang bisa ada kemungkinan ulkus perforasi, obstruksi usus atau nefrolitiasis, maka sinar-x mungkin bermanfaat. Pielogram intravena bisa menunjukkan kelainan tractus urinarius seperti kolik ginjal. Di masa lampau enema barium telah diusulkan sebagai tambahan bermanfaat bagi diagnosis apendisitis dalam kasus berkomplikasi. Karena modalitas ini memakan waktu dan sering menyebabkan hasil yang samar-samar, maka sekarang ia jarang digunakan. (De Jong, 2005) Khas sejumlah tiga perempat pasien apendisitis akuta tampil dengan hitung leukosit lebih dari 10.000. Hitung leukosit medium sekitar 12.000; tetapi hitung leukosit lebih dari 20.000 menyebabkan reevaluasi diagnosis. Kurang dari 4 persen pasien apendisitis akuta mempunyai hitung jenis normal dan hitung leukosit total normal. Pemeriksaan urina bermanfaat dalam menyingkirkan sebab lain nyeri kuadran kanan bawah. Adanya bakteri atau hematuria bermakna menggambarkan etiologi urina umum untuk nyeri. Tetapi pria muda dalam jumlah bermakna dengan

22

apendisitis akan tampil dengan kadang-kadang leukosit di dalam urina. (De Jong, 2005)

Gambar 8 Posisi Khas Pasien Appensitis Akut (De Jong, 2005)

Diagnosis Banding Diagnosis banding apendisitis suatu fungsi usia dan jenis kelamin. Pasien bisa dibagi ke dalam tiga kelompok usia: anak (didefinisikan sebagai usia 10 tahun ke bawah), orang tua (didefinisikan usia 50 tahun ke atas) serta remaja dan dewasa (didefinisikan sebagai usia 10 sampai 50 tahun). Karena apendisitis jarang dalam kelompok usia lebih muda, maka sering dia dianggap penyakit lebih serius. Tidak hanya diagnosisnya lambat, tetapi pada anak, omentum cenderung pendek dan bisa gagal membungkus perforasi appendix vermiformis. Apendisitis jarang di bawah usia 3 tahun, tetapi meningkat progresif antara usia 3 dan 10 tahun. Diagnosis banding nyeri abdomen akuta dalam masa bayi mencakup kolik, gastroenteritis akuta, intususepsi, hernia inkarserata dan volvulus. Serangan berulang obstruksi usus sebagian pada bayi dapat sekunder terhadap sebab kongenital seperti stenosis usus, pancreas anularis dan malrotasi 'midgut'. (De Jong, 2005) Dalam kelompok usia prasekolah (2 sampai 5 tahun), apendisitis tetap jarang. Sebab lain nyeri abdomen akuta dalam kelompok usia ini mencakup gastroenteritis akuta, pielonefritis, divertikulum Meckel dan intususepsi. Anak usia sekolah (5 sampai 10 tahun) memperlihatkan peningkatan mantap dalam insidens apendisitis bersama usia. Gastroenteritis dan limfadenitis mesenterica merupakan kelainan peradangan terlazim dalam kelompok usia ini. Khas gastroenteritis tampil sebagai muntah yang mendahului mulainya nyeri dan sering disertai dengan

23

diare. Ia jarang disertai dengan tanda lokalisasi atau spasme otot. Bising usus biasanya hiperaktif dan pemeriksaan rectum jarang positif dalam gastroenteritis, walaupun sering ia dilaporkan positif dalam kelompok usia ini pada pasien apendisitis. (De Jong, 2005) Adenitis mesenterica sering didahului oleh infeksi tractus respiratorius atas dan disertai dengan ketaknyamanan abdomen samar-samar yang sering dimulai pada kuadran kanan bawah. Pemeriksaan abdomen hanya menunjukkan nyeri tekan kuadran kanan bawah ringan yang sering tidak terlokalisasi baik. (De Jong, 2005) Diagnosis apendisitis pada orang tua sering sulit. Sering pasien ini tampil lanjut dengan gambaran fisik samar-samar dan sering (30 persen) hitung leukosit di bawah 10.000. Kedinginan dan demam lebih sering menyertai apendisitis pada pasien lebih tua. Suhu tubuh subnormal disertai dengan abses atau peritonitis generalisata. Lebih dari 30 persen pasien tua menderita appendix vermiformis ruptura pada waktu operasi. Diagnosis banding dalam kelompok pasien ini mencakup divertikulitis, ulkus perforata, kolesistitis akuta, karsinoma, obstruksi usus dan penyakit vaskular mesenterica. Pada remaja dan dewasa muda, diagnosis banding apendisitis berhubungan dengan jenis kelamin. Diagnosis banding pada pria dengan nyeri kuadran kanan bawah lokalisata mencakup empat sebab genitourinarius: pielonefritis akuta, batu ginjal, torsio testis dan epididimitis. Pielonefritis akuta dan batu ginjal dapat dicurigai atas dasar urinalisis serta torsio testis dan epididimitis harus dicurigai atas dasar pemeriksaan fisik. Diagnosis yang mengacaukan lainnya pada pria muda mencakup adenitis mesenterica dan gastroenteritis akuta. Masalah ini bertanggung jawab bagi sekitar 10 persen insidens ekplorasi negatif untuk pria muda. (De Jong, 2005) Sementara insidens apendisitis pada wanita antara usia 10 dan 30 tahun sekitar setengah pria, namun insidens eksplorasi negatif tetap di atas 20 persen. Ketidak-mantapan ini karena tingginya insidens penyakit genitourinarius pada wanita. Dalam urutan frekuensi menurun, kesalahan diagnostik pada wanita muda mencakup (1) penyakit peradangan pelvis (30 persen), (2) diagnosis ginekologi lain (15 persen), (3) adenitis mesenterica (13 persen), (4) gastroenteritis (6 persen), (5) infeksi tractus urinarius (6 persen), (7) kolelitiasis (3 persen) dan (8) tak diketahui (15

24

persen). (De Jong, 2005) Insidens penyakit peradangan pelvis pada wanita muda dengan nyeri abdomen membuat diagnosis apendisitis lebih sulit. Lewis dan sejawat menemukan bahwa jika mulainya nyeri abdomen timbul dalam 7 hari haid, maka insidens penyakit peradangan pelvis dua kali apendisitis. Tetapi jika masa haid dimulai 8 hari atau lebih setelah mulainya nyeri abdomen, maka apendisitis dua kali kemungkinan penyakit peradangan pelvis. Anamnesis demikian bersama dengan pemeriksaan pelvis yang tepat dapat membantu menggambarkan kelompok pasien wanita yang sulit ini. (De Jong, 2005)

Penatalaksanaan Appendectomy tetap satunya terapi kuratif radang appendix, tetapi Penatalaksanaan pasien dengan massa appendiceal biasanya dapat dibagi menjadi 3 kategori berikut pengobatan: (Craig, 2011)

Pasien dengan phlegmon atau abses kecil: Setelah intravena (IV) terapi antibiotik, appendectomy interval dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian. (Craig, 2011)

Pasien dengan abses yang didefinisikan dengan baik yang lebih besar: Setelah drainase perkutan dengan antibiotik IV dilakukan, pasien dapat dipulangkan dengan kateter di tempat. Appendectomy interval dapat dilakukan setelah fistula ditutup. (Craig, 2011)

Pasien dengan abses multicompartmental: Pasien-pasien ini membutuhkan drainase bedah awal. (Craig, 2011) Meskipun ada banyak kontroversi atas penatalaksanaan nonoperative

apendisitis akut, antibiotik memiliki peran penting dalam pengobatan pasien dengan kondisi ini. Antibiotik dipertimbangkan untuk pasien dengan appendisitis harus memiliki jangkauan penuh aerobik dan anaerobik. Durasi administrasi terkait erat dengan tahap appendisitis pada saat diagnosis, baik mempertimbangkan temuan

25

intraoperatif atau evolusi pasca operasi. Menurut beberapa penelitian, profilaksis antibiotik harus diberikan sebelum setiap appendectomy. Ketika pasien menjadi afebris dan sel darah putih (WBC) count normal, pengobatan antibiotik dapat dihentikan. Cefotetan dan Cefoxitin tampaknya menjadi pilihan terbaik dari antibiotik (Craig, 2011).

2. Penyakit Divertikulum Riwayat Alamiah Penyakit divertikulum merupakan istilah yang diberikan ke spektrum keadaan klinik yang luas yang menyertai adanya beberapa divertikulum mukosa melalui dinding colon. Tiga perempat pasien penyakit divertikulum asimtomatik. Sisanya mempunyai derajat nyeri abdomen bervariasi yang sering disertai ketak-teraturan usus. Sekitar 25 persen pasien penyakit divertikulum simtomatik mempunyai perjalanan yang dikomplikasi oleh perdarahan, peradangan, obstruksi atau perforasi. Divertikulosis simtomatik suatu keadaan yang ditandai oleh nyeri abdomen lokalisata tanpa bukti peradangan peridivertikulum. (De Jong, 2005) Divertikulitis atau peradangan divertikulum akuta merupakan komplikasi divertikulosis terlazim. Divertikullitis akibat mikroatau makroperforasi

divertikulum. Reaksi peradangan berikutnya terlokalisata pada lemak pericolon atau dibungkus oleh organ berdekatan yang membentuk abses divertikulum. Kadang-kadang abses bisa meluas ke dalam organ berdekatan, yang membentuk suatu fistula. Tempat terlazim pembentukan fistula mencakup colovesica, colokutis, colovagina dan coloenterik. (De Jong, 2005) Pembentukan divertikulum melibatkan paling kurang dua faktor: perbedaan tekanan antara lumen colon dan serosa serta area kelemahan dalam dinding colon. Taenia coli membentuk tiga selubung otot longitudinale untuk colon dan serosa lemah di antara taenia. Ia masih lebih lemah pada tempat sepanjang batas mesenterica colon, tempat pembuluh darah perforata menembus serosa. Herniasi mukosa timbul sepanjang sisi arteri. penetrasi ini. Karena timbul divertikulum, maka ia berubah dari struktur kecil bermulut lebar ke struktur seperti botol yang cenderung ke

26

terperangkapnya feses. Karena materi tinja terperangkap, maka mukosa teriritasi dan timbul divertikulitis. Jika butir tinja mengerosi arteria nutrisi, maka bisa timbul perdarahan. Miokosis (kontraksi dan penebalan dinding colon yang terbukti pada enema barium) akibat hipertrofi lapisan otot colon. Tetapi derajat miokosis tidak tampak berhubungan dengan potensi bagi perkembangan divertikulitis atau komplikasi serius lain penyakit divertikulum. (De Jong, 2005) Frekuensi penyakit divertikulum berhubungan dramatis dengan usia lanjut dan adaptasi kebiasaan diet Barat. Pasien penyakit divertikulum mempunyai

peningkatan bermakna secara statistik dalam frekuensi batu empedu, hernia hiatus (trias Saint), penyakit jantung 2005) Gejala utama divertikulitis adalah nyeri abdomen. Nyeri abdomen bersifat kram dan tersering terlokalisasi atau diare. Gangguan dalam kebiasaan buang air besar meramalkan prognosis lebih buruk dibandingkan jika ada fungsi buang air besar normal. Juga adanya mual, muntah atau gejala urinarius menetap, distensi abdomen dan massa abdomen yang dapat dipalpasi disertai dengan lebih tingginya angka komplikasi dan lebih buruknya prognosis. Banyak pasien yang tampil dengan komplikasi serius seperti perforasi benar-benar asimtomatik sampai beberapa jam sebelum iskemik, vena varikosum dan hemoroid. (De Jong,

perumah-sakitan. (De Jong, 2005) Enema barium beberapa pasien nyeri abdomen sisi kiri hanya

memperlihatkan miokosis tanpa bukti penyakit divertikulum sebenarnya. Tetapi beberapa pasien menderita penyakit divertikulum yang luas tanpa gejala apa pun. Dari sejumlah observasi, diduga bahwa riwayat alamiah penyakit divertikulum dalam sebagian besar pasien berlanjut dari miokosis ke perkembangan divertikulum dan dalam sekitar sepertiga pasien, jumlah divertikulum dan luas keterlibatan colon meningkat dengan waktu. Dari semua pasien divertikulum colon, diperkirakan bahwa 20 sampai 25 persen menderita divertikulitis. Dari pasien itu yang menderita divertikulitis, sekitar sepertiga akan menderita episode berulang. Kebanyakan kekambuhan terjadi dalam 5 tahun pertama dan karena prevalensi serangan meningkat, maka morbiditas juga meningkat. (De Jong, 2005)

27

Walaupun penyakit divertikulum di masa lampau telah dipertimbangkan suatu penyakit tua, namun sekarang dikenal sebagai mempunyai peningkatan insidens pada pasien muda. Tak lagi jarang mempunyai pasien berusia kurang dari 40 tahun tampil dengan divertikulitis dan komplikasinya. (De Jong, 2005)

Pemeriksaan Fisik Pasien penyakit divertikulum asimtomatik mempunyai pemeriksaan fisik normal. Akibatnya gambaran fisik dalam penyakit divertikulum tergantung atas komplikasi yang ditampilkan. Pasien yang tampil dengan perdarahan rectum bisa mempunyai pemeriksaan fisik lain normal. Penyakit divertikulum merupakan sebab terlazim kedua obstruksi usus besar dan presentasi fisik diuraikan setelah ini. Pasien divertikulitis tampil dengan nyeri tekan di atas daerah colon terlibat, biasanya colon sigmoidoum. Jika perforasi tertutup, maka nyeri tekan terlokalisasi, tetapi peritonitis generalisata dapat disertai dengan perforasi tak tertahan. Kadang-kadang massa diskrit dapat dirasakan dalam kuadran kiri bawah. (De Jong, 2005)

Tes Konfirmasi Enema barium merupakan tindakan terpilih untuk mendokumentasi

divertikulum. Di samping itu, enema barium bermanfaat dalam menyingkirkan masalah lain dalam diagnosis banding, yang mencakup karsinoma dan penyakit peradangan usus. Enema barium dikontraindikasikan pada pasien dengan bukti jelas perforasi bebas. Pada pasien yang tampil dengan perdarahan gastrointestinalis bawah masif, angiografi visera atas 'scanning' radioisotop bisa bermanfaat dalam melokalisasi titik perdarahan. Tes laboratorium berhubungan mencakup hitung darah lengkap dengan hitung jenis. (De Jong, 2005)

Penatalaksanaan Sebagian besar pasien divertikulosis hanya mengalami gejala minimal atau tidak sama sekali dan tidak memerlukan terapi spesifik. Diet tinggi serat disarankan

28

untuk mencegah konstipasi dan pembentukan divertikulum lainnya. Pasien dengan gejala ringan nyeri abdomen karena spasme otot pada area divertikulum dapat diberi obat anti spasmodic seperti klordiazepoxid, dicyclomin, atropine, scopolamine, fenobarbital, atau hyoscyamin. Pasien juga diberi antibiotic seperti ciprofloksasin, metronidazol, cephalexin, atau doksisiklin. Cairan dan makanan berserat rendah disarankan selama serangan akut diverticulitis sehingga dapat mengurangi jumlah yang dikeluarkan melalui kolon yang dapat memperparah diverticulitis. Pada diverticulitis berat dengan demam tinggi dan nyeri, pasien dirawat inap dan diberi antibiotic intravena. (De Jong, 2005) Operasi dilakukan pada:

Pasien dengan obstruksi usus persisten dan abses yang tidak berespon pada antibiotic. Operasi biasanya dilakukan dengan drainase pus dan reseksi segmen kolon yang mengandung divertkulum, biasanya kolon sigmoid. (De Jong, 2005)

Pendarahan divertikulum persisten. (De Jong, 2005) Komplikasi divertikulum pada kandung kemih, seperti infeksi saluran kemih berulang dan keluarnya gas usus selama urinasi. (De Jong, 2005)

Pasien dengan serangan diverticulitis berulang yang sering dan menyebabkan penggunaan berbagai antibiotic, kebutuhan rawat inap, dan cuti bekerja. (De Jong, 2005) Operasi dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi untuk membatasi

nyeri post operasi dan waktu penyembuhan. (De Jong, 2005)

3. Kolesistitis Akuta Riwayat Alamiah Kolesistitis akuta ditandai oleh nyeri dan tekaa abdomen kuadran kanan atas, biasanya disertai dei demam ringan dan leukositosis. Sekitar 95 persen pasien yang menderita kolesistitis akuta dia menderita obstruksi ductus cysticus karena

29

batu pedu yang tersangkut. Nyeri disebabkan oleh dis dan peradangan vesica biliaris. Tetapi dalam percobaan, obstruksi akuta ductus cysticus tidak menyebabkan kolesistitis akuta. Bakteri diangggap 1 nya memainkan peranan kecil dalam stadium dini lesistitis akuta. Bukti belakangan ini dari laboratorium menunjukkan bahwa trauma dalam vesica biliaris i bat batu empedu bisa melepaskan fosfolipase di sel mukosa vesica biliaris. la diikuti oleh perubahaal sitin dan empedu ke lisolesitin, suatu senyawa yang bisa meningkatkan respon peradangan. Faktor yang mempengaruhi keparahan kolesistitis adalah usia pasien, diabetes melitus dan invasi bakteri. Pada kebanyakan pasien, gejala mereda. Pada sejumlah pasien, penyakit ini berlanjut deopi pembentukan abses dan gangren. (De Jong, 2005) Hanya 5 persen pasien menderita kolesistitis tanpa adanya batu empedu. Kolesistitis akuta menyertai puasa lama dan lazim terlihat pasien dengan pemberian makan parenteral total yang lama. Lumpur (yang dianggap endapan kalsium rubinat) timbul dalam vesica biliaris. Peranan empedu dan lumpur tidak sepenuhnya dipahami-mungkin penting. dalam pasien kolesistitis akuta. (De Jong, 2005)

Pemeriksaan Fisik Gejala awal pada kebanyakan pasien kolesistitis akuta adalah nyeri di kuadran kanan atas yang bisa menjalar ke punggung. Mual dan muntah tampil dalam sekitar setengah pasien dan ikterus ringan telah dilaporkan dalam sekitar 10 persen. Kebanyakan pasien mempunyai suhu tubuh dalam rentang 38 sampai 39C, serta vesica biliaris dapat dipalpasi dalam sekitar sepertiga pasien. Biasanya ada, 'defance musculair' dan tanda Murphy positif. (De Jong, 2005) Bisa terlihat, leukositosis dengan hitung leukosit 12.000 sampai 15.000 dan bilirubin serum berkisar dari 2 sampai 4 mg. per 100 ml. Peningkatan ringan bilirubin ini dianggap sekunder terhadap peradangan ductus choledochus yang disebabkan oleh vesica biliaris meradang berdekatan. Mungkin ada peningkatan ringan dalam fosfatase alkali dan dalam beberapa pasien, amilase serum. (De Jong, 2005)

30

Tes Konfirmasi Foto polos abdomen akan memperlihatkan batu empedu dalam sekitar 10 sampai 15 persen pasien. Kolesistogram oral tidak bermanfaat pada pasien ini dan sekarang jarang digunakan kolesistogram intravena. Pemeriksaan pembuatan gambar yang tersering digunakan adalah ultrasonografi, yang bisa memperlihatkan adanya batu empedu, lumpur atau penebalan dinding vesica biliaris. Jika ada ketakpastian tentang diagnosis, maka bisa diminta skan ekskresi radionuklida (skan HIDA). Turunan asam imino-diasetat (IDA) bertanda Teknesium diekskresikan dalam konsentrasi tinggi pada empedu. Visualisasi di dapat dengan kamera gamma. Dalam 15 sampai 30 menit suntikan intravena radionuklida, suatu gambar saluran empedu dan vesica biliaris hams terlihat dalam individu normal dengan visualisasi usus dalam 1 jam. Tetapi dalam pasien kolesistitis akuta, bayangan saluran empedu yang baik tetapi tanpa bayangan vesica biliaris khas dan menunjukkan obstruksi ductus cysticus, menokong diagnosis kolesistitis akuta. Tetapi pada banyak pasien, anamnesis klinik, pemeriksaan fisik, gambaran laboratorium dan pemeriksaan ultrasonografi cukup untuk menegakkan diagnosis. (De Jong, 2005)

Diagnosis Banding Diagnosis banding mencakup penyakit ulkus peptikum akuta, pankreatitis akuta, apendisitis akuta akibat appendix vermiformis terletak tinggi, sindroma Fitz-Hugh-Curtis dari perihepatitis gonokokus, hepatitis alkoholik, pneumonia dalam paru kanan dan infark myocardium akuta. Kebanyakan hal ini dapat disingkirkan dengan tes penyokong yang tepat. (De Jong, 2005)

Penatalaksanaan Terapi awal untuk mengoreksi dehidrasi dan keseimbangan elektrolit dengan cairan intravena yang tepat. Sonde nosogaster bisa dipasang dan antibiotika dimulai. Sefazolin (2 sampai 4 g. per hari) atau empisilin parenteral(4 g per hari) telah ditemukan merupakan antibiotika yang tepat. Umumnya bakteri E, coli dan Klebsiella. (De Jong, 2005)

31

Selama beberapa tahun, ada kontroversi tentang saat operasi dengan penelitian sekarang yang menyokong kolesistektomi dini. Hal ini telah disokong oleh ujicoba acak dikontrol yang menunjukkan bahwa angka kematian sedikit lebih rendah dengan operasi dini. Lama penyakit dan biaya perumah-sakitan juga lebih rendah. Kekuatiran tentang segi teknik pembuangan vesica biliaris selama operasi dini belum dikonfirmasi dalam penelitian diacak. Anjuran menunda operasi yang menganggap bahwa kebanyakan gejala pasien akan mereda dengan terapi nonbedah dan kolesistektomi terencana dapat dilakukan 4 sampai 6 minggu kemudian. Tetapi kebanyakan ahli bedah saat ini percaya pada kolesistektomi dini yang dilakukan dalam 1 atau 2 hari perumah-sakitan setelah konfirmasi diagnosis dengan evaluasi yang telah disebutkan sebelumnya. Operasi mendesak diindikasikan dalam pasien diabetes. Mortalitas pada pasien diabetes meningkat ke sekitar 15 persen. (De Jong, 2005) Kolesistostomi "jarang digunakan sekarang, tetapi diindikasikan pada pasien yang keadaan umumnya sangat berbahaya atau pada pasien yang ada komplikasis lokal. Kolesistektomi lebih disukai bila mungkin. Angka mortalitas keseluruhan menyertai kolesistitis akuta telah dilaporkan dalam rentang 5 persen, tetapi kematian jarang timbul dalam pasien yang berisiko baik. Umumnya pasien yang meninggal akibat kolesistitis akuta tua dan/atau telah menderita diabetes melitus. (De Jong, 2005) Bila mungkin secara teknik, maka kolangiogram operatif dibuat pada waktu kolesistekotomi, karena batu ductus choladochus dilaporkan ada dalam sekitar 15 persen pasien yang tampil dengan kolesistitis akuta. (De Jong, 2005)

4. Ulkus Peptikum Perforata Riwayat Alamiah Perforasi tractus gastrointestinalis. menyebabkan nyeri abdomen atas parah mendadak. Sering pasien mengingat mulai nyeri dengan tepat. Perforasi tractus gastrointestinalis terlazim akibat ulkus duodeni perforata dan terlazim kedua akibat ulkus ventriculi perforata. Pasien bisa mempunyai gejala penyakit ulkus peptikum

32

kronika sebelumnya, tetapi dalam pasien lain perforasi akuta bisa manifestasi pertama kelainan ini. Peritonitis kimiawi disebabkan oleh kebocoran isi duodenum dan/atau lambung. Terjadi pencurahan cairan dari permukaan peritoneum. Umumnya ada cukup asam dari lambung, sehingga peritonitis bakterialis tidak berkembang sampai lanjut. Tetapi peritonitis kimiawi awal menyebabkan nyeri demikian parah, sehingga biasanya pasien terbaring tenang dengan lutut fleksi. (De Jong, 2005) Biasanya ulkus duodeni perforata terletak anterior, tetapi kadang-kadang ulkus posterior bisa juga ada. Jarang perdarahan akuta menjadi gambaran penyerta. Prognosis berhubungan dengan interval waktu antara perforasi dan penutupan bedah. Angka mortalitas dilaporkan dalam rentang 15 persen dan meningkat dengan bertambahnya usia pasien. (De Jong, 2005)

Pemeriksaan Fisik Umumnya pasien mengeluh nyeri tekan epigastrium dan spasme otot tak involunter. Khas ia telah digambarkan sebagai rigiditas seperti papan. Bunyi peristaltik berkurang dan demam umumnya ringan. Mungkin ada variasi besar dalam gambarannya. Pada sekitar sepertiga pasien, mulainya nyeri tidak dramatis dan mungkin menyebabkan kelambatan lama dalam diagnosis. Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang di rumah-sakitkan untuk penyakit lain. Sejumlah perforasi bisa disegel oleh omentum di atasnya atau hati berdekatan dan hanya kemudian tampil sebagai abses subhepatik atau subdiaphragmatika. (De Jong, 2005)

Tes Konfirmasi Hitung leukosit meningkat ke sekitar 12.000, tetapi setelah 12 sampai 24 jam meningkat ke 20.000 atau lebih. Amilase serum memperlihatkan peningkatan ringan karena absorpsi enzim oleh cavitas peritonealis. Kehilangan cairan ke dalam cavitas peritonealis bisa menyebabkan hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit. (De Jong, 2005) Foto polos abdomen memperlihatkan udara bebas di dalam cavitas peritonealis

33

dalam sekitar 80 persen pasien. Foto thorax pasien dengan posisi tegak lebih mungkin memperlihatkan udara bebas dibandingkan foto abdomen. Jika pasien terlalu sakit untuk tegak, maka film dekubitus lateralis kiri bisa memperlihatkan udara bebas. Adanya udara bebas di dalam cavitas peritonealis dengan mendadaknya dimulai nyeri abdomen bersifat diagnostik ulkus peptikum perforata. (De Jong, 2005) Dalam pasien itu yang tak ada diperlihatkan udara bebas, tetapi dicurigai ulkus perforata, bisa dilakukan seri gastrointestinalis gawat darurat yang menggunan materi kontras larut air. Lolosnya materi kontras dalumen usus mengkonfirmasi diagnosis. Sejumlah ahi bedah telah menganjurkan pemasukan sonde nasogaster serta menyuntikkan udara ke dalam lambung dengan kepercayaan bahwa ia akan memperlihatkai udara bebas pada film sinar-x. (De Jong, 2005)

Diagnosis Banding Pankreatitis akuta dan kolesistitis akuta bisa menyebabkan nyeri yang serupa dengan yang dialami pasien ulkus peptikum perforata. Tetapi umumnya nyeri dimulai akut dan tidak disertai oleh udara bebas. Amilase serum jauh lebih tinggi dalam kebanyakam pasien pankreatitis akuta. Divertikulum colon dan apendisitis akuta mungkin menyebabkan perforasi bebas. Kadang-kadang bisa timbul perforasi duodenum yang kecil dengan kebocoran cairan yang lambat menuruni saluran peritoneum lateral kanan, yang menimbulkan nyeri dan rigiditas otot abdomen dalam kuadran kanan bawah, yang menyerupai apendisitis akuta. Pasien yang dioperasi dengan diagnosis apendisitis akuta, yang mempunyai appendix vermiformii normal atau apriapendisitis ringan dengan cairan di dalam saluran kanan harus dicurigai menderita ulkus duodeni perforata, yang mungkin memerlukan insisi kedua untuk menutup perforasi. (De Jong, 2005)

Penatalaksanaan Pasien yang dicurigai menderita ulkus duodeni perforata harus mulai mendapat cairan intravena, darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium yang tepat dan sonde nasogaster dipasang untuk mengosongkan lambung. Ia harus dilakukan sebelum

34

pemeriksaan sinar-x untuk menentukan adanya udara bebas. Antibiotika intravena seperti sefoksitin atau sefazolin harus diberikan prabedah. Secepat keadaan pasien distabilisasi dengan resusitasi cairan, diindikasikan operasi. (De Jong, 2005) Abdomen dieksplorasi melalui insisi garis tengah atas. Umumnya perforasi ditemukan dalam dinding anterior duodenum. Terapi tradisional harus menutup perforasi dengan sepotong omentum, suatu tindakan yang digambarkan oleh Roscoe Graham. Cairan yang telah bocor dari tractus gastrointestinalis diaspirasi dari cavitas peritonealis, yang diikuti irigasi cavitas abdominalis dengan banyak 'saline' steril. (De Jong, 2005) Karena sekitar dua pertiga pasien akan kontinu menderita gejala ulkus setelah penutupan tambahan atas ulkus duodeni perforata, ada peningkatan minat dalam melakukan tindakan definitif untuk mengendalikan diatesis ulkus di samping menutup perforasi. Belakangan ini vagotomi gastrica proksimal (vagotomi sangat selektif, vagotomi sel parietalis) telah dilakukan setelah penutupan tambahan bagi perforasi. Vagotomi gastrica proksimal memberikan gejala sisa pascagastrektomi minimal, sehingga pasien tidak berisiko untuk sindroma 'dumping', diare pascagastrektomi atau gastritis refluks. Pasien yang telah menderita penyakit parah sebelumnya atau menderita kontaminasi luas cavitas peritonealis tidak boleh menjalani tindakan bedah definitif, tetapi hanya penutupan tambahan ulkus duodeni perforata. Ulkus ventrikuli perforata terbaik diterapi dengan reseksi lambung distal untuk mencakup antrum dan tempat ulkus perforata. Dengan pengenalan dini dan intervensi bedah segera, maka angka mortalitas dan morbiditas rendah serta kebanyakan pasien bertahan hidup. (De Jong, 2005)

5. Pankreatitis Akut Riwayat Alamiah Pankreatitis akuta ditandai oleh mendadaknya dimulai nyeri epigastrium, yang sering menjalar ke punggung dan disertai oleh mual dan muntah. Etiologi terlazim pankreatitis akuta adalah alkoholisme atau kolelitiasis. Khas amilase serum dan kemudian amilase urina meningkat. Proses patologi bisa menyebabkan serangan relatif

35

ringan karena pankreatitis edematosa. Penyakit ini bisa memburuk dengan mulainya pankreatitis hemoragika, yang disertai oleh tingginya angka mortalitas dan morbiditas yang ditandai oleh pseudokista pancreas, abses dan asites pancreas. Dalam pankreatitis edematosa yang lebih lazim, pancreas dan jaringan retroperitoneum sekelilingnya diinfiltrasi dengan banyak cairan interstisial. Kehilangan cairan (jika tidak diganti) bisa begitu masif, sehingga menyebabkan syok hipovolemi. Pankreatitis hemoragika yang lebih parah disertai oleh perdarahan ke dalam parenkima pancreas dan area retroperitoneum sekelilingnya. Bisa timbul nekrosis pancreas yang luas. (De Jong, 2005) Khas pasien menderita nyeri epigastrium parah setelah makan besar (Gambar 9). Nyeri menyebar melalui punggung yang menetap serta disertai mual dan muntah. Tergantung atas jumlah kehilangan cairan dalam pancreas dan area peripancreas, pasien bisa menderita dehidrasi parah dengan hipertensi dan kecepatan nadi yang cepat. Fungsi myocardium tertekan, mungkin karena toksin yang bersirkulasi mempengaruhi penampilan jantung. (De Jong, 2005)

Gambar 9 Sikap Khas pada Pankreatitis Akut (De Jong, 2005)

Pemeriksaan Fisik Sering abdomen agak terdistensi dengan nyeri tekan dalam area epigastrium bersama spasme dinding abdomen volunter. Bunyi usus berkurang atau tak ada

36

serta suhu tubuh agak meningkat. Dalam kasus parah pankreatitis nekrotikans hemoragika, pewarnaan kebiruan bisa ada di 'flank' (yang dinamai tanda Grey Turner) dengan pewarnaan serupa dalam area periumbilicus, suatu tanda yang diuraikan oleh Thomas Cullen. la timbul dalam 1 sampai 2 persen pasien dan sekunder terhadap pemotongan darah retroperitoneum ke dalam 'flank' dan/atau area periumbilicus. (De Jong, 2005)

Tes Konfirmasi Karena dehidrasi, maka hematokrit meningkat, tetapi dalam pankreatitis hemoragika, ia bisa rendah karena perdarahan. Hitung leukosit meningkat dalam rentang sekitar 12.000. Gambaran menyolok suatu peningkatan amilase serum, yang meningkat dalam 6 jam mulainya nyeri dengan nilai yang bisa meluas ke atas 1000 I.U. per 100 ml. Tes fungsi hati biasanya normal, kecuali untuk bilirubin serum yang bisa sedikit meningkat, tetapi jarang di atas 2 mg. per 100 ml. Umumnya dianggap bahwa konsentrasi amilase serum lebih tinggi dalam pankreatitis bilier akuta dan nilai lebih rendah lebih sering terlihat dengan pankreatitis alkoholik akuta. (De Jong, 2005) Bersihan urina bagi amilase meningkat selama pankreatitis akuta karena penurunan dalam reabsorpsi tubulus bagi amilase. Dalam pankreatitis sangat parah, konsentrasi kalsium serum menurun karena kalsium bergabung dengan asam lemak. Asam lemak berasal dari lemak di dalam area retroperitoneum karena kerja lipase. Kadar kalsium serum bisa juga turun karena gangguan reabsorpsi dari tulang karena kerja kalsitonin, yang dibebaskan oleh tingginya kadar glukagon. (De Jong, 2005) Foto polos abdomen memperlihatkan kelainan dalam sekitar 60 sampai 70 persen pasien. Gambaran paling khas yang dinamai 'sentinel loop', yang merupakan dilatasi terisolasi pada suatu segmen usus, biasanya colon transversum, tetapi kadang-kadang suatu segmen jejunum atau duodenum dekat pancreas. Tanda terpotongnya colon merupakan gambaran khas lain pankreatitis akuta dan disebabkan oleh yang gas mendistensi colon kanan yang mendadak berhenti dalam tengah

37

colon transversum karena spasme colon di dekat peradangan pancreas. Pada pasien pankreatitis kronika dengan serangan intermiten, kalsifikasi bisa terlihat dalam pancreas. Foto thorax bisa memperlihatkan efusi pleura simpatis, biasanya dalam cavitas pleuralis kiri. Seri gastrointestinalis atas akan memperlihatkan pelebaran gelung duodenum, kadang-kadang cacat akibat Ampulla Vater edematosa. (De Jong, 2005) CT-scan abdomen telah menjadi cukup bermanfaat dan perubahan terlihat dalam pancreas sekunder terhadap peradangan, perdarahan atau perkembangan pseudokista dan abses. Ultrasonografi bisa memperlihatkan batu empedu dalam pasien yang menderita pankreatitis batu empedu. Setelah meredanya serangan pankreatitis akuta, maka evaluasi lebih lanjut atas ductus pancreaticus bisa dilakukan dengan kolangio-pankreatografi retrograd endoskopi. (De Jong, 2005)

Diagnosis Banding Peningkatan kadar amilase serum bisa timbul bersama keadaan abdomen akuta lain seperti kolesistitis gangrenosa, ulkus peptikum perforata, infark mesenterica dan obstruksi usus halus. Kadar amilase dalam keadaan ini jarang meningkat di atas 500 I.U. per 100 ml. Karena banyak keadaan ini memerlukan intervensi bedah mendesak dan pankreatitis akuta tidak memerlukan intervensi bedah pada kebanyakan kasus, maka penting menegakkan diagnosis yang tepat. Tetapi jika dilema diagnostik menetap, maka bisa diindikasikan seliotomi eksplorasi atas dasar bahwa keadaan bedah akuta tak dapat dihilangkan dalam diagnosis banding. Angka mortalitas dari laparotomi eksplorasi sewaktu sebab yang mendorong terbukti merupakan pankreatitis edematosa akuta, tidak berlebihan. (De Jong, 2005)

Penatalaksanaan Terapi pankreatitis akuta mencakup pengistirahatan pancreas dengan mengurangi rangsangan bagi sekresi pancreas dan pembentukan kembali homeostasis. Pasien diberikan penggantian cairan intravena untuk mengoreksi kehilangan cairan ruangan ketiga ke dalam retroperitoneum. Mungkin diperlukan cairan dalam jumlah

38

mengesankan untuk mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan tekanan darah yang adekuat. Pasien pankreatitis hemoragika parah bisa memerlukan transfusi darah maupun terapi cairan. (De Jong, 2005) Seorang pasien dipuasakan dan sonde nasogaster mengaspirasi sekresi lambung, yang menghilangkan muntah dan mencegah asam tetap di dalam duodenum agar tidak merangsang sekresi pancreas. Pemulaian lagi memasukan oral harus ditunda sampai pasien jauh membaik dan kadar amilase telah kembali ke normal. Obat analgesik diindikasikan, tetapi morfin dan obat lain yang menyebabkan spasme sphincter Oddi harus dihindari. Antibiotika dalam penelitian diacak tidak ditemukan diindikasikan untuk pankreatitis alkoholic edematosa akuta, tetapi bermanfaat untuk pankreatitis bilier dan pankreatitis hemoragika parah. Diindikasikan penggantian kalsium dan magnesium serta pada kesempatan yang jarang sewaktu hipokalsemia refrakter, maka bermanfaat ekstrak parathyroidea dalam dosis 200 unit intravena setiap 4 jam untuk 6 dosis. Hipomagnesium lazim pada pecandu alkohol dan magnesium harus diganti. bila diindikasikan oleh kadar serum yang rendah. (De Jong, 2005) Komplikasi paru dengan pankreatitis parah lazim terjadi. Hipoksemia timbul dalam sekitar 30 persen pasien pankreatitis akuta. Diindikasikan evaluasi gas darah yang sering dilakukan. Suatu bentuk sindroma gawat pernapasan dewasa bisa mengeksaserasi kekurangan oksigen. Terapi tambahan oksigen diindikasikan untuk kadar PaO2 di bawah 70 mm. Hg. Diuretika bisa bermanfaat dalam menghilangkan cairan berlebihan. Pemberian makan harus dipertahankan oleh pemberian makan parenteral total (TPN = 'total parenteral nutrition'), yang mencegah perangsangan enzim pancreas. Diet unsur yang diberikan per oral atau dengan pemberian makan melalui sonde merangsang sekresi pancreas serta harus dicegah dengan menyokong TPN. Uji coba diacak terkontrol bagi penghambat histamin (H2), obat antikolinergik, glukagon dan aprotinin (Trasilol) telah terbukti tidak mempunyai manfaat terapi. Bilas, peritoneum telah dianjurkan bagi kasus pankreatitis parah untuk membuang toksin dalam cairan peritoneum. Walaupun pasien mula-mula tampak membaik dengan bilas peritoneum, namun tak ada perbaikan dalam angka kelangsungan hidup keseluruhan. (De Jong, 2005)

39

Intervensi bedah tidak diindikasikan, kecuali untuk komplikasi pankreatitis atau untuk seliotomi diagnostik, sewaktu diagnosis dipertanyakan. Untuk pankreatitis bilier, diperlukan operasi untuk membuang vesica biliaris dan batu apa pun yang mungkin ada dalam sistem saluran empedu ekstrahepatik. Penentuan waktu operasi kontroversial. Kebanyakan ahli bedah menyokong operasi atas pasien ini selama masa perumah-sakitan, tetapi lebih suka menunggu sampai pasien pulih dari serangan awal. Tetapi jika pankreatitis berlanjut dan penyakit pasien memburuk, maka operasi bisa diindikasikan atas dasar mendesak. Pasien pankreatitis nekrotikans hemoragika yang tidak berespon terhadap terapi medik mungkin mendapat manfaat dengan operasi untuk mendebridemen pancreas nekrotik, pemasangan pipa T untuk mendrainase ductus choledochus dan penempatan beberapa drain kumpulan besar dalam area peripancreas. Gastrostomi dan jejunostomi pipa bisa dilakukan pada waktu ini. Pankreatektomi total telah dianjurkan di masa lampau, tetapi angka mortalitas berlebihan dalam kebanyakan seri. (De Jong, 2005) Angka mortalitas akibat pankreatitis akuta sekitar 10 persen. Pada pasien pankreatitis nekrotikans hemoragika, angka mortalitas lebih dari 50 persen. Ranson telah menunjukkan faktor tertentu yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas (Tabel 4). Walaupun terapi awal bersifat medis, namun intervensi bedah mungkin bermanfaat bagi pasien yang tidak berespon terhadap terapi medis dan pasti diindikasikan untuk komplikasi pankreatitis akuta seperti abses, pseudokista dan asites pancreas. (De Jong, 2005)

40

Tabel 4 Tanda Prognostik yang Digunakan Untuk Mengindentifikasi Resiko Komplikasi Pankreatitis Akut (De Jong, 2005)

6. Obstruksi Usus Ada empat sebab utama obstruksi usus : (1) obstruksi mekanik lumen, (2) lesi dinding usus, (3) lesi ekstrinsik terhadap usus dan (4) motilitas tak adekuat. Obstruksi dapat timbul di tempat mana pun sepanjang tract GI, tetapi kita akan kuatir sendiri dengan obstruksi usus besar dan halus. Sebagai patokan umum, lebih proksimal tingkat obstruksi, maka lebih akut gejala. Obstruksi tingkat tinggi dalam usus halus

disertai dengan akutnya mulai nyeri abdomen parah seperti kolik dan sering disertai dengan beberapa episode muntah. Dalam obstruksi usus besar, mulainya gejala relatif menahun. Gejala obstruksi usus tidak statis. Obstruksi dapat menyebabkan iskemia yang diikuti oleh perforasi dan kolaps vaskular sistemik. (De Jong, 2005) Riwayat Alamiah Obstruksi usus relatif jarang dalam masa bayi, dengan atresia atau stenosis usus terlazim dalam neonatus dan intususepsi menjadi lebih lazim sewaktu bayi

41

mendekati usia prasekolah. Dalam usia prasekolah, intususepsi, volvulus dan hernia inkarserata menjadi sebab terlazim obstruksi usus. (De Jong, 2005) Obstruksi usus halus pada dewasa terlazim disebabkan oleh pita lekat pascabedah, Hernia inguinalis inkarserata sekarang sebab kedua terlazim obstruksi usus halus. Sebab obstruksi usus besar yang sering ditemukan pada orang dewasa mencakup karsinoma, penyakit divertikulum dan tersangkutnya feses. (De Jong, 2005)

Anamnesis Pasien Anamnesis tepat untuk obstruksi usus didasarkan atau pertanyaan cerdas atas pasien tentang mulai dan jenis nyeri, adanya muntah, perubahan buang air besar serta riwayat penyakit dahulu. (De Jong, 2005) Riwayat nyeri seharusnya dipusatkan atas tiga area : mulainya nyeri, distribusinya dan sifatnya. (De Jong, 2005) Khas mulainya nyeri pada obstruksi usus halus relatif akut, sedangkan dalam obstruksi usus besar, nyeri dimulai lebih diam-diam. Distribusi nyeri dalam obstruksi usus halus pada epigastrium atau periumbilicus, sedangkan dalam obstruksi usus besar, nyeri tersering digambarkan dalam hypogastrium. Khas obstruksi tampil bersama nyeri episodik kolik yang sering diperhebat oleh inspirasi dalam. (De Jong, 2005) Muntah khas obstruksi usus. Kadang-kadang ia mempunyai endapan dan harus selalu memperhatikan hubungan mulainya nyeri dengan mulainya muntah. Pasien harus ditanyakan tentang konstipasi, obstripasi dan pengeluaran flatus belakangan ini. Riwayat melena atau tinja berwarna darah menggambarkan karsinoma sebagai sebab obstruksi usus besar. (De Jong, 2005) Pasien harus ditanyakan tentang episode nyeri sebelumnya yang meniru episode belakangan ini. Pasien bisa memberikan riwayat khas penyakit divertikulum sebelumnya yang menggambarkan dasar obstruksi saat ini. Di samping itu, seharusnya mendapatkan riwayat operasi sebelumnya atau penggunaan obat psikotropik. (De Jong, 2005)

42

Pemeriksaan Fisik Obstruksi usus tampil dengan nyeri episodik. Sering pasien nyaman di antara episode nyeri. Nyeri menetap di hadapan gambaran obstruksi meramalkan strangulasi dan perforasi mengancam serta membentuk kedaruratan bedah. (De Jong, 2005) Pasien bisa memperhatikan bukti sistemik dehidrasi maupun distensi abdomen. Kadang-kadang dalam individu kurus dengan tanda obstruksi usus lanjut, maka gelombang peristaltik sepanjang dinding abdomen dapat terlihat. (De Jong, 2005) Sewaktu mengevaluasi pasien obstruksi usus, maka dilakukan auskultasi sebelum palpasi atau perkusi. Dokter mendengarkan bunyi usus selama beberapa menit. Stetoskop harus ditempatkan di atas abdomen dengan sedikit atau tanpa tekanan. Pada obstruksi, akan terdapat bunyi usus hiperaktif dengan dorongan dan "gemerincing" ('tinkles') bernada tinggi. (De Jong, 2005) Ileus adinamik suatu diagnosis banding utama untuk obstruksi usus dan keadaan ini ditandai oleh bunyi usus hipoaktif pada pemeriksaan fisik. (De Jong, 2005) Palpasi lembut atas abdomen akuta pada pasien obstruksi usus menunjukkan distensi dan nyeri tekan dalam derajat bervariasi. Penting agar semua yang mungkin tempat hernia dipalpasi tekun untuk menyingkirkan sebab obstruksi yang lazim ini. Perkusi lembut abdomen dalam pasien terobstruksi bisa menunjukkan hiperresonansi. (De Jong, 2005) Pemeriksaan rectum sangat penting dalam semua pasien yang dievaluasi untuk obstruksi usus. Sering tersangkutnya tinja merupakan sebab obstruksi pada orang tua atau pasien yang dilembagakan. Darah makroskopis atau positivitas guaiak dalam pasien yang sedang dievaluasi untuk obstruksi usus besar sesuai dengan adanya karsinoma. Tak jarang mampu mempalpasi karsinoma rectum yang menyumbat pada pemeriksaan rectum. (De Jong, 2005) Dalam ringkasan, obstruksi usus halus ditandai oleh nyeri abdomen akuta, yang bersifat kolik dan biasanya terletak dalam epigastrium atau area periumbilicus. Obstruksi usus halus sering disertai dengan muntah dan sebab terlazim obstruksi usus halus, yang mencakup pita lekat dan hernia eksterna. Obstruksi usus besar lebih

43

diam-diam dimulai dan sering disertai dengan mual ketimbang muntah. Obstruksi usus besar bertanggung jawab bagi hanya 15 sampai 20 persen dari semua obstruksi usus. Dari ini, karsinoma colorectum bertanggung jawab untuk 60 persen pasien obstruksi usus besar dan divertikulitis bertanggung jawab untuk 20 persen. (De Jong, 2005)

Tes Konfirmasi Diagnosis obstruksi usus dicurigai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dikonfirmasi dengan penampilan seri abdomen akuta. (De Jong, 2005) Foto polos abdomen digunakan untuk membedakan tingkat obstruksi dan gas dalam jumlah besar abnormal di dalam usus. Biasanya dokter dapat menentukan apakah usus halus, colon atau keduanya terdistensi. (De Jong, 2005) Gas di dalam usus halus menggambarkan valvulae conniventes. Pasien obstruksi usus mekanik mempunyai gas colon dalam jumlah minimum. Pasien obstruksi colon (di pihak lain) memperlihatkan sedikit gas usus halus, jika valva ileocecalis kompeten. Tanda haustrae coli khas tampil dalam obstruksi usus besar. Tanda haustrae coli dibedakan dari valvulae conniventes oleh fakta bahwa tanda haustrae coli menempati hanya sebagian diameter transversa usus. (De Jong, 2005) Foto abdomen tegak pada pasien obstruksi usus halus mekanik khas memperlihatkan beberapa batas udara cairan. Sayangnya batas udara cairan ini juga timbul pada pasien ileus adinamik. (De Jong, 2005) Foto thorax merupakan cara terbaik mengenal udara bebas di bawah diaphragma, yang menunjukkan viskus perforasi. Di samping itu, ia mengidentifikasi patologi paru yang kadang-kadang dapat menyebabkan gejala serupa dengan abdomen akuta. (De Jong, 2005) Dalam ringkasan, diagnosis obstruksi usus ditegakkan dengan anamnesis dan dikonfirmasi oleh pemeriksaan fisik dan sinar-x. Terapi obstruksi usus bersifat bedah dan bila dicurigai diagnosis ini, maka harus didapatkan konsultasi bedah segera. (De Jong, 2005)

44

7. Iskemia Mesenterica Akuta Sembilan puluh delapan persen pasien iskemia mesenterica akuta tampil dengan nyeri abdomen parah. Gejala lazim lain mencakup mual, muntah, diare dan perdarahan gastrointestinalis. Terlalu sering diagnosis iskemia mesenterica akuta ditegakkan begitu lambat. sehingga keseluruhan usus halus telah infark pada waktu pasien mencapai rumah sakit. Dengan diagnosis dan terapi bedah dini, sekarang mungkin menyelamatkan usus iskemik.

Riwayat Alamiah Ada empat sebab utama iskemia mesenterica akuta. Ia mencakup embolisasi (45 persen), penyakit non-oklusif (35 persen), trombosis arteri (15 persen) dan trombosis vena (5 persen). Sementara insidens trombosis vena dan penyakit mesenterica nonoklusif tampak menurun, insidens penyakit emboli tampak meningkat. Insidens trombosis akuta tidak berubah, tetapi pasien ini cenderung mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan pasien embolisasi. Pembahasan belakang ini oleh Eskin (komunikasi pribadi) atas 40 pasien yang diterapi oagi iskemia mesenterica akuta menunjukkan bahwa kebanyakan pasien ini di atas usia 60 tahun dan menderita berbagai keadaan medis yang mendasari. Penyakit jantung, penyakit vaskular tepi difus, penyakit paru obstruktif menahun, diabetes melitus dan hipertensi menjadi kelainan yang terlazim menyertai. Nyeri abdomen timbul dalam hampir semua pasien. Lama gejala berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Mual dan muntah tampil dalam sekitar 60 pasien, diare tampil dalam 25 persen dan 22 persen pasien menderita darah makroskopik per rectum atau tinja positif guaiak (Tabel 5).

45

Tabel 5 Iskemia Mesenteric Akut (De Jong, 2005)

Pemeriksaan Fisik Iskemia mesenterica akuta khas ditandai mendadaknya dimulai nyeri yang melebihi gambaran fisik. Sering pasien menggeliat dalam nyeri, tetapi tampil dengan gambaran nonspesifik pada pemeriksaan fisik. Mucosa usus lebih sensitif terhadap iskemia dibandingkan tunica serosa, sehingga mulainya nyeri berhubungan dengan mulainya iskemia mucosa. Tetapi gambaran fisik tidak terbukti sampai serosa terlibat, mungkin beberapa jam setelah mulainya nyeri (Tabel 6). (De Jong, 2005)

Tabel 6 Temuan pada Pemeriksaan Fisik (De Jong, 2005)

Tes Konfirmasi Data laboratorium dalam pasien iskemia usus akuta sering nonspesifik. Timbul leukositosis, hiperamilasemia dan asidosis metabolik, tetapi gambaran abnormal ini timbul lambat dalam proses penyakit dan sering tidak ada pada

46

waktu pasien. diperiksa pada permulaan (Tabel 7). Tes laboratorium yang normal bisa memberikan dokter tak berpengalaman suatu perasaan aman palsu pada pasien ini. (De Jong, 2005)

Tabel 7 Data Laboratorium pada Iskemia Mesenterica Akut (De Jong, 2005)

Foto polos abdomen sering tak spesifik atau memperlihatkan pola ileus. Udara bebas bisa tampil setelah usus gangren ruptura. Kunci diagnosis dini iskemia mesenterica adalah arteriografi mesenterica. Jika arteriogram memperlihatkan sumbatan karena embolus atau trombus, maka operasi diindikasikan untuk embolektomi dan reseksi usus yang gangren. (De Jong, 2005) Setelah aliran arteri dipulihkan ke pembuluh darah mesenterica, maka usus dikembalikan ke abdomen dan masa tunggu sekitar 35 sampai 45 menit berkurang. Kemudian usus diinspeksi, usus yang jelas infark direseksi dan dibentuk anastomosis konvensional. Zat warna fluoresein dan penggunaan pemantauan aliran Doppler intraoperatif membantu membedakan usus viabel dari yang tak viabel. (De Jong, 2005) Seideman telah menekankan kepentingan tindakan melihat kedua sekitar 24 jam setelah reseksi. Tindakan melihat kedua dilakukan setelah pasien distabilisasi dan

47

dicadangkan untuk pasien yang mungkin memerlukan reseksi tambahan. (De Jong, 2005) Sebagai ringkasan, iskemia mesenterica akuta sulit didiagnosis. Perbaikan hasil bisa dicapai dengan pengenalan dini pasien berisiko tinggi, yang mencakup pasien tua dengan penyakit aterosklerosis bermakna yang mendasari. Diagnosis iskemia mesenterica akuta harus dipertimbangkan dalam semua pasien nyeri abdomen yang melebihi perbandingan gambaran pada pemeriksaan fisik bisa muncul. Muntah dan diare yang disertai perdarahan gastrointestinalis. bersama Khas dengan tes laboratorium dan

memperlihatkan

asidosis

metabolik

leukositosis

hiperamilasemia. Foto abdomen cenderung nonspesifik dan pemeriksaan paling spesifik arteriografi mesenterica. (De Jong, 2005)

8. Aneurisme Aorta Abdominalis Aneurisma aorta abdominalis relatif jarang menyebabkan nyeri abdomen. Tetapi bila pasien tampil dengan nyeri abdomen dan massa abdomen supraumbilicus berpulsasi, maka harus dilakukan konsultasi bedah segera. (De Jong, 2005) Sebagian besar aneurisma aorta abdominalis sekunder terhadap

aterosklerosis. Sebab kurang lazim lagi bagi aneurisma aorta mencakup keadaan peradangan, trauma dan kongenital. Karena sebagian besar aneurisma abdominalis bersifat aterosklerotik, maka ada dominansi pria yang bermakna, setinggi 8 terhadap 1 pada sejumlah seri. Sembilan puluh lima persen aneurisma berasal infrarenal dan timbul pada pasien di atas usia 65 tahun. Dua pertiga pasien aneurisma aorta abdominalis telah disertai aneurisma arteria iliaca. (De Jong, 2005)

Riwayat Alamiah Riwayat alamiah aneurisma aorta sangat bervariasi. Tetapi tepat seperti aterosklerosis yang mendasari, dilatasi aneurisma ini progresif. Sebagai petunjuk praktek, dapat diharapkan aneurisma tumbuh pada kecepatan 4 sampai 5 mm setahun. Tetapi ia sangat bervariasi antar pasien. (De Jong, 2005) Karena aneurisma tumbuh, maka risiko pecah meningkat. Risiko 5 tahun

48

pecahnya aneurisma merupakan fungsi ukuran. Peningkatan tajam risiko ruptura melebihi diameter 6 cm. telah mendorong gambaran 5 cm. digunakan sebagai suatu indikasi perbaikan terencana aneurisma aorta abdominalis asimtomatik. Tetapi 10 persen dari semua ruptura aneurisma aorta abdominalis berdiameter kurang dari 5 cm. (De Jong, 2005) Patofisiologi nyeri abdomen menyertai aneurisma aorta adalah perdarahan ke dalam dinding aneurisma atau perforasi aneurisma sebenarnya dan perdarahan ke dalam tunica adventitia retroperitoneum. Dalam sejumlah kecil kasus, nyeri abdomen disertai dengan cepatnya dimulai hipotensi dan ruptura ke dalam cavitas peritonealis. Jelas kumpulan kejadian ini memerlukan intervensi bedah. (De Jong, 2005) Seperti dengan semua pasien yang menampilkan nyeri abdomen yang berasal dari vaskular, maka pasien ruptura aneurisma aorta abdominalis mempunyai insidens tinggi penyakit kardiovaskular dan pulmonalis yang mendasari. (De Jong, 2005)

Pemeriksaan Fisik Aneurisma aorta abdominalis yang pecah dimanifestasi pertama oleh nyeri punggung atau 'flank', sering disertai dengan syok. Ruptura aneurisma aorta abdominalis suatu diagnosis relatif lazim pada pasien tua yang tampil dengan syok dan tanpa sumber perdarahan yang jelas. Pertimbangan aneurisma aorta abdominalis yang pecah harus merupakan bagian diagnosis banding infark myocardium yang tampil dengan hipotensi. Kedua kelompok pasien tampil dengan perubahan EKG iskemik dan pasien infark myocardium dinding inferior bisa mengeluh nyeri punggung atau 'flank'. Pasien hipotensi sekunder terhadap infark myocardium akan tampil dengan distensi vena jugularis, sedangkan pasien hipovolemia sekunder terhadap aneurisma yang pecah akan mempunyai vena leher yang datar. (De Jong, 2005) Aneurisma aorta yang pecah mempunyai dua presentasi utama. Pertama ruptura bebas ke dalam peritoneum, yang menyebabkan eksanguisasi cepat. Gejala mencakup mendadaknya dimulai nyeri abdomen, syok hipovolemik yang cepat

49

progresif dan distensi abdomen yang progresif. Pasien ini memerlukan operasi segera. (De Jong, 2005) Presentasi kedua yang lebih lazim adalah ruptura yang terhadan. Pasien ini tampil dengan mendadaknya dimulai nyeri abdomen parah atau nyeri punggung dengan hipotensi yang mula-mula berespon terhadap resusitasi cairan. Sering pasien mempunyai riwayat hipertensi. Massa abdomen supraumbilicus berpulsasi dapat teraba dalam 85 persen pasien. (De Jong, 2005) Tanda bermanfaat lainnya adalah pemeriksaan fisik cermat bagi penyakit vaskular oklusif menyertai. Adanya 'bruit' di atas bifurcatio carotidis tidak jarang pada pasien aneurisma aorta abdominalis. Pasien hipotensi mungkin tidak mempunyai massa berpulsasi, kecuali tekanan darah lebih dari 80 mmHg. (De Jong, 2005)

Tes Konfirmasi Pasien yang tampil dengan hipotensi dan pemeriksaan fisik yang cocok dengan aneurisma abdominalis yang pecah memerlukan intervensi bedah mendesak. Waktu tidak memungkinkan tes konfirmasi. Pemeriksaan darah rutin, elektrolit dan tes fungsi ginjal bermanfaat dalam penatalaksanaan pascabedah pasien, tetapi tidak menyokong diagnosis. Pada pasien tak stabil, tes tersederhana dan tercepat untuk diagnosis adanya aneurisma aorta abdominalis dengan film lateral 'cross-table' abdomen. Delapan puluh lima persen aneurisma aorta abdominalis berkalsifikasi dan dapat terlihat pada film lateral 'cross-table'. Pada pasien stabil dengan ruptura tertahan, ultrasonografi, 'CT scanning' atau aortografi menjadi tindakan diagnostik terpilih, yang tergantung atas kesukaan ahli bedah. Ultrasonografi dan skan CT tepat memperlihatkan ukuran aneurisma dan hematoma periaorta. Aortografi (di pihak lain) walaupun kurang tepat memperlihatkan ukuran aneurisma, memperlihatkan anatomi arteri pasien. (De Jong, 2005) Sebagai ringkasan, pasien yang menampilkan nyeri punggung atau 'flank' abdomen serta massa abdomen supraumbilicus berpulsasi harus dicurigai menderita aneurisma aorta abdominalis yang pecah. Sering diagnosis dapat dikonfirmasi dengan film abdomen lateral 'cross-table' yang memperlihatkan kalsifikasi aorta

50

abdominalis. Jika pasien tampil dengan nyeri abdomen atau punggung serta hipotensi refrakter, maka harus dicurigai ruptura intraperitoneum bebas bagi aneurisma aorta abdominalis; perlu eksplorasi bedah segera. (De Jong, 2005)

Penatalaksanaan Pengobatan aneurisma tergantung kepada ukurannya. Jika lebarnya kurang dari 5 cm, jarang pecah; tetapi jika lebih lebar dari 6 cm, sering pecah. Karena itu pada aneurisma yang lebih lebar dari 5 cm, dilakukan pembedahan. Pada pembedahan dimasukkan pencangkokan sintetik untuk memperbaiki aneurisma (Greenhalgh, 2008).

51

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus ditengani segera. Identifikasi awal yang penting adalah apakah kasus yang dihadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera dilakukan. Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis, kolik bilier, kolisistitis, divertikulitis. obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang menyebabkan akut abdomen antara lain: nekrosis hepatoma, infark lien, pneumonia, infark miokard, ketoasidosis diabetikum, inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau lambung dan Herpes zoster. Pasien akut abdomen dapat jatuh pada kondisi yang mengancam nyawa. Oleh karena itu, dalam penanganannya diperlukan diagnosis awal, pemeriksaan penunjang, dan

penatalaksanaan yang tepat.

III.2 Saran Penulis menyarankan agar pembaca untuk memahami isi materi tentang akut abdomen karena pemahaman ini dapat membantu untuk mempermudah dalam memahami perjalanan penyakit serta penatalaksanaan pada akut abdomen.

52

53

You might also like