You are on page 1of 4

Organik Jadi Pupuk, Anorganik Jadi Biji Plastik Menengok Sistem Pengolahan Sampah di Loa Bakung

Perkembangan luar biasa menyelimuti Tempat Penumpukan dan Pengolahan Sampah Terpadu (TTPST) di Kelurahan Loa Bakung, Sungai Kunjang. Kenapa? HERMAN YB TUKAN ENAM bulan paska diberlakukan sistem pengolahan sampah berwawasan lingkungan, TPPST yang berlokasi persis di depan Kelurahan Loa Bakung itu, kini tertata apik. Tak ada lagi bau menyengat saat melintas di sekitar lokasi tersebut. Sampah yang dulunya kerap berhamburan hingga ke jalanan, juga tak tampak lagi. Yang ada justru bersih dan nyaman meski berada di dekat tumpukan sampah. Pasalnya, sampah di lokasi tersebut sudah diolah secara baik oleh petugas setempat. Baik sampah organik maupun anorganik. Semuanya seoptimal mungkin dimanfaatkan untuk menekan volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bukit Pinang di Samarinda Ulu. Di sana terlihat ada alat pengolahan kompos baik cair maupun padat. Sementara di sampingnya, ada lahan yang disiapkan untuk menjadi lokasi penggilingan sampah plastik. Mesin seharga Rp 50 juta itu kabarnya didatangkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Loa Bakung bersama kelurahan setempat. Nantinya, sampah plastik akan dicacah atau digiling sehingga menjadi biji plastik. Meski belum efektif, tapi setidaknya kita sudah mulai menekan volume sampah. Dari yang dulunya tujuh truk sehari, kini hanya menjadi empat truk. Jadi kita juga bisa hemat energi maupun biaya, ujar Kepala Dinas Kebersihan dan Pert amanan (DKP) Kota Samarinda, Sugeng Chairuddin. Ia menargetkan, minimal volume sampah bisa ditekan hingga menjadi dua truk dalam sehari. Namun tentunya itu harus didukung kerjasama masyarakat. Terutama dengan melakukan pengolahan sampah mulai dari rumah. Apalagi, budaya konsumtif masyarakt Ssamarinda begitu tinggi. Itu terbukti dengan banyaknya sampah anorganik yang sulit diurai. Padahal, secara teori, seharusnya nilai perbandingannya 70:30 antara yang organik dan anorganik. Tapi yang ada malah 50:50.

Makanya kami imbau kepada warga supaya bisa mengolahnya mulai dari rumah tangga, tandasnya. Saat ini, terang Sugeng, produksi sampah di Samarinda secara keseluruhan mencapai 2.700 meter kubik per hari dan didominasi sampah anorganik. Akibat tingginya sampah anorganik itu, sehingga pengelola kesulitan memenuhi pesanan masyarakat untuk pupuk kompos yang diproduksi di TPPST setempat. Namun sebagian lainnya sudah terdistribusi dengan baik. Itu baik pupuk cair maupun yang padat. Ini semua berkat kerja sama kita dengan salah satu investor dari Balikpapan. Mereka berani menanamkan modalnya hingga Rp 300 juta. Selain karena peduli lingkungan, investor juga melihat ada peluang bisnis di balik pengolahan sampah ini, terang Sugeng. Karena dianggap efektif, sehingga Sugeng berencana kembali membuka TPPST di wilayah lainnya. Rencana tahun ini akan ditambah sebanyak empat lokasi. Yakni di Samarinda Utara, Sambutan, Loa Janan Ilir serta Palaran. Semuanya akan dibiayai dengan APBD. Nanti kita berdayakan kader lingkungan kit a. Konsepnya nanti melibatkan peran serta masyarakat juga. Yaitu mengolah sampah mulai dari rumah tangga. Kalau dia setor empat karung sampah yang sudah diolah, maka kita kembalikan dua karung dalam bentuk pupuk. Jadi tidak ada bayaran. Yang terpenting, volume sampah berkurang. Di sisi lain, tanaman juga menjadi hijau dan subur dengan adanya pupuk itu, pungkas Sugeng.

Setiap rumah tangga menghasilkan sampah sehingga sampah merupakan masalah kita bersama. Apa yang dilakukan oleh pemerintahan kota Samarinda merupakan langkah yang patut ditiru oleh kota-kota lain. Warga di kelurahan setempat bekerja sama dengan dinas terkait mengolah sampah organik menjadi kompos dan sampah palstik menjadi biji plastik. Langkah ini terbilang efektif mengurangi volume sampah yang semula tujuh truk sehari menjadi empat truk. Program untuk menanggulangi sampah akan sangat efektif apabila masyarakat dapat mengurangi budaya hidup konsumtif sehingga mengurangi volume sampah anorganik. Sampah anorganik biasanya berupa botol, kertas, plastik, kaleng, sampah bekas alat- alat elektronik dan lain-lain. Sampah ini sering kita jumpai di beberapa tempat seperti sungai, halaman rumah, lahan pertanian dan di jalan-jalan. Sifatnya sukar diurai oleh mikroorganisma, sehingga akan bertahan lama menjadi sampah. Sampah plastik bisa bertahan sampai ratusan tahun, sehingga dampaknya akan sangat lama. Untuk mengatasi masalah sampah anorganik, dapat dilakukan cara-cara berikut ini. Reduce (Mengurangi penggunaan) Penanganan sampah anorganik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu reduce, reuse, dan recycle (daur ulang). Mengurangi sampah bisa dilakukan, yaitu dengan menerapkan pola hidup sederhana dimana selalu memperhatikan hal-hal berikut: Menentukan prioritas sebelum membeli barang. Mengurangi atau menghindari konsumsi/penggunaan barang yang tidak dapat didaur ulang oleh alam. Membeli produk yang tahan lama. Menggunakan produk selama mungkin, tidak terlalu menganut mode. Menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai juga merupakan salah satu perilaku yang menguntungkan, baik secara ekonomis maupun ekologis, misalnya botol minuman, sirup dan alat elektronik. Sampah alat elektronik bisa dijual kepada tukang barang bekas ataupun toko servis alat-alat elektronik, karena memang biasanya terdapat komponen yang masih layak untuk digunakan. Reuse (Menggunakan ulang) Banyak sekali barang-barang yang setelah digunakan bisa digunakan ulang dengan fungsi yang sama dengan fungsi awalnya tanpa melalui proses pengolahan. Sebagai contoh, jika kita membeli botol minuman ukuran besar dan botol tersebut digunakan kembali sebagai tempat minuman, maka kalian sudah ikut mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke

lingkungan. Itu artinya, kalian sudah berbuat sesuatu yang positif untuk lingkungan. Walaupun kelihatannya nampak sepele namun bayangkanlah jika hal tersebut dilakukan oleh hampir semua orang, maka akan banyak sekali sampah yang dibuang ke lingkungan. Recycle (Daur ulang) Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai. Material yang dapat didaur ulang di antaranya: Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi; baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak atau plastik). Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja, besi rangka beton. Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember. Pengolahan sampah anorganik dengan cara daur ulang merupakan salah satu cara yang efektif, karena selain menguntungkan secara ekonomis juga secara ekologis. Adapun sampah yang dapat di daur ulang diantaranya: sampah plastik, sampah logam, sampah kertas, sampah kaca dan lain-lain. Proses daur ulang sampah dapat dilakukan dalam skala yang besar maupun kecil. Adapun proses daur ulang tersebut akan menghasilkan barangbarang dengan: 1) Bentuk dan fungsinya tetap Misal: daur ulang kertas dengan hasil dan bentuk yang sama, plastik pembungkus yang didaur ulang dengan bentuk dan fungsi yang sama. 2) Bentuk berubah tetapi fungsi tetap Misal: daur ulang botol bekas air mineral. 3) Bentuk berubah dan fungsi pun berubah Misal: plastik menjadi sedotan, bekas sedotan menjadi hiasan, plastik menjadi gantungan pakaian, dan beberapa barang hasil kerajinan tangan

You might also like