You are on page 1of 10

Bagaimana patofisiologi dari sakit tenggorok (terkait dengan syaraf)?

( DIMAS, MISUN) Bakteri melalui udara masuk ke saluran pernafasan menempel pada silia di faring bakteri menembus silia ke tunica mukosa, pada daerah ini, bakteri dideteksi oleh imun non spesifik histamin peradangan/inflamasi Persarafan motorik dan sensorik daerah faring yang berasal dari pleksus faringealis (Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang dari n.glossofaringeus dan serabut simpatis) sakit tenggorokan

Adakah hubungan antara sakit tenggorok dan demam dengan batuk pilek? (FADHLI, MISUN) Karena batuk pilek merupakan mekanisme awal pertahanan tubuh terutama pada saluran nafas atas yaitu terdapat banyak mukosa dengan sel mukus bersilia dengan sel goblet yang dapat menghasilkan mucus. Apabila terjadi infeksi, akan terjadi sekresi mucus yang lebih banyak dari biasanya sebagai usaha tubuh untuk memerangkap bakteri atau virus ke dalam mucus yang akan dikeluarkan oleh mekanisme batuk dan pilek. Jika infeksi berlanjut dan sekresi mucus tidak cukup untuk mengeluarkan kuman, akan terjadi infeksi di saluran pernafasan dan menyebabkan reaksi inflamasi di sekitarnya (tenggorokan) dan terjadi aktivasi makrofag pengeluaran sitokin TNF , IL-1, IL-6 Memacu pelepasan asam arakidonat
sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat

hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat Demam

Bagaimana cara pemeriksaan otoskopi? (MISUN, ANIS) DAN Bagaimana gambaran pemeriksaan otoskopi? (MISUN,ANIS)

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm.

Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke

depan. Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga dan membran timpani akan tampak lebih jelas. Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara keseluruhan( pinggir dan reflex cahaya) Seringkali terdapat banyak rambut di liang telinga,atau liang telinga sempit( tak tampak keseluruhan membran timpani) sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik dipakai corong telinga. Kalau ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi apabila tidak terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen cair. Untuk pemeriksaan detail membran timpani spt perforasi, hiperemis atau bulging dan retraksi, dipergunakan otoskop. Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Untuk melihat gerakan membran timpani digunakan otoskop pneumatic.

DAUN TELINGA Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan. Daun telinga ditarik, untuk menentukan nyeri tarik dan menekan tragus untuk menentukan nyeri tekan.

DAERAH MASTOID Adakah abses atau fistel di belakang telinga. Mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok.

LIANG TELINGA Lapang atau sempit, dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel. Perhatikan adanya polip atau jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya. Apakah ada serumen atau sekret.

MEMBRAN TIMPANI Nilai warna, reflek cahaya, perforasi dan tipenya dan gerakannya. Warna membran timpani yang normal putih seperti mutiara.

Refleks cahaya normal berbentuk kerucut, warna seperti air raksa Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi membrane timpani ke arah dalam.

Perforasi umumnya berbentuk bulat. Bila disebabkan oleh trauma biasanya berbentuk robekan dan di sekitarnya terdapat bercak darah. Lokasi perforasi dapat di atik (di daerah pars flaksida), di sentral (di pars tensa dan di sekitar perforasi masih terdapat membran) dan di marginal (perforasi terdapat di pars tensa dengan salah satu sisinya langsung berhubungan dengan sulkus timpanikus) Gerakan membran timpani normal dapat dilihat dengan memakai balon otoskop. Pada sumbatan tuba Eustachius tidak terdapat gerakan membran timpani ini.

Bagaimana manifestasi klinis kasus ini? (MISUN, HANIFAH) a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Nyeri tenggorok Nyeri telan Sulit menelan Demam Mual Anoreksia Kelenjar limfa leher membengkak Faring hiperemis Edema faring Pembesaran tonsil Tonsil hyperemia

l. m. n.

Mulut berbau Otalgia ( sakit di telinga ) Malaise

Rhinotonsilofaringitis (MISUN,FADHLI, BELLIN) TONSILOFARINGITIS AKUT

A. DEFINISI Tonsilofaringitis akut adalah peradangan pada tonsil dan faring yang masih bersifat ringan. Radang faring pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997 ) Tonsilofaringitis akut merupakan faringitis akut dan tonsilitis akut yang ditemukan bersama sama. ( Efiaty, 2002 )

B. ETIOLOGI Penyebab tonsilofaringitis bermacam macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini yaitu : 1. Streptokokus Beta Hemolitikus 2. Streptokokus Viridans 3. Streptokokus Piogenes 4. Virus Influenza Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections )

C. PROSES PATOLOGI Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat

menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.

D. PATHWAYS Invasi kuman patogen (bakteri / virus)


Penyebaran limfogen

Faring & tonsil

Proses inflamasi

Tonsilofaringitis akut

hipertermi

Edema faring & tonsil

Tonsil & adenoid membesar

Nyeri telan

Obstruksi pada tuba eustakii

Sulit makan & minum

Kurangnya pendengaran

Infeksi sekunder

Resiko perubahanstatus nutrisi < dari kebutuhan tubuh

Otitis media

Gangguan persepsi sensori : pendengaran

kelemahan

Intoleransi aktifitas

E. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala tonsilofaringitis akut adalah : 1. nyeri tenggorok 2. nyeri telan 3. sulit menelan 4. demam 5. mual 6. anoreksia 7. kelenjar limfa leher membengkak 8. faring hiperemis 9. edema faring 10. pembesaran tonsil 11. tonsil hiperemia 12. mulut berbau 13. otalgia ( sakit di telinga ) 14. malaise

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :

1. Leukosit : terjadi peningkatan 2. Hemoglobin : terjadi penurunan 3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

G. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilofaringitis akut tidak tertangani dengan baik adalah : 1. tonsilofaringitis kronis 2. otitis media

H. PENATALAKSANAAN Penanganan pada anak dengan tonsilofaringitis akut adalah :

1. penatalaksanaan medis antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin, eritromisin dll antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen. analgesik

2. penatalaksanaan keperawatan kompres dengan air hangat istirahat yang cukup pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat kumur dengan air hangat pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien

I. FOKUS PENGKAJIAN 1. keluhan utama sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll 2. riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll 3. riwayat kesehatan lalu riwayat kelahiran riwayat imunisasi penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media ) riwayat hospitalisasi

4. pengkajian umum usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda tanda vital dll 5. pernafasan kesulitan bernafas, batuk ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan : T0 : bila sudah dioperasi T1 : ukuran yang normal ada T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah

6. nutrisi

T3 : pembesaran mencapai garis tengah T4 : pembesaran melewati garis tengah

sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan minum, turgor kurang 7. aktifitas / istirahat anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise 8. keamanan / kenyamanan kecemasan anak terhadap hospitalisasi J. FOKUS INTERVENSI 1. DP : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil Intervensi : Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau tidak Pantau suhu lingkungan Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan klien Berikan kompres hangat Berikan cairan yang banyak ( 1500 2000 cc/hari ) Kolaborasi pemberian antipiretik

2. DP : nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil Intervensi : Pantau nyeri klien(skala, intensitas, kedalaman, frekuensi ) Kaji TTV Berikan posisi yang nyaman Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya pelan pelan melalui mulut Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak Kolaborasi pemberian analgetik

3. DP : resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia Intervensi :

Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit Timbang BB tiap hari Berikan makanan dalam keadaan hangat Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam bentuk yang menarik Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan anak

4. DP : intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan Intervensi : Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas Monitor TTV sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas Berikan lingkungan yang tenang Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien

5. DP : gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii Intervensi : Kaji ulang gangguan pendengaran yang dialami klien Lakukan irigasi telinga Berbicaralah dengan jelas dan pelan Gunakan papan tulis / kertas untuk berkomunikasi jika terdapat kesulitan dalam berkomunikasi Kolaborasi pemeriksaan audiometri Kolaborasi pemberian tetes telinga

You might also like