You are on page 1of 36

|PKH, Jamkesmas, BSM dan Raskin | Melihat Geliat Ekonomi Yunani |Aturan Baru Perpajakan UKM |Strategi BUMN

Meraup Laba |Menjaga Momentum dan Stabilitas Pertumbuhan Ekonomi | Implementasi MDG's Daerah di Kabupaten Sleman | Penyaluran KUR Semakin Dominan di Sektor Perdagangan

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia


www.koran-jakarta.com

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) & UKM

Penyaluran KUR Semakin Dominan di Sektor Perdagangan

29

UPAYA MEMBANGUN PERLINDUNGAN SOSIAL 9

tempo.com

Program Keluarga Harapan| Jaminan Kesehatan Masyarakat| Program Raskin| Bantuan Siswa Miskin| Program Kompensasi Penghematan BBM| Pendekatan Lokal Dalam Program Perlindungan Sosial| Keberhasilan Penyaluran Program Perlindungan Sosial Kluster I | Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial| Pelajaran Penyaluran BLT 2005 terhadap BLSM | Asuransi Kesehatan Sosial

OPINI PAKAR 22 KEUANGAN BUMN 24

Meneropong Lebih dalam Perlindungan Sosial Indonesia |

Askesos: Penguatan Ketahanan terhadap Resiko Penurunan Kesejahteraan Sosial

FISKAL & REGULASI EKONOMI MP3EI


Aturan Baru Perpajakan UKM

Strategi Bisnis BUMN Meraup Laba

25

26

KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI


MUSRENBANGNAS : Menjaga Momentum Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi

KETENAGAKERJAAN

Koordinasi MP3EI untuk Indonesia Bagian Barat dan Timur Monitoring dan Evaluasi Penyaluran KUR TKI Kabupaten Lebak

27

28

EKONOMI INTERNASIONAL EKONOMI DOMESTIK EKONOMI DAERAH


antarabengkulu.com

Melihat Geliat Ekonomi Yunani

Mewaspadai perlambatan pertumbuhan Ekonomi di Tw-II 2013 Indonesia Implementasi MDG's di daerah Sleman

KAJIAN PEMBANGUNAN 29 Pengaruh Fluktuasi Harga Pangan terhadap Perekonomian LAPORAN KEGIATAN 30 Edukasi Keuangan Perlu Menyentuh Hingga Pendidikan Dasar

Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi, M Edy Yusuf Analis : Alexcius Winang, Alisa Fatimah, Dara Ayu Prastiwi, Fitria Faradila, Insani Sukandar, Masyitha Mutiara Ramadhan, Oktya Setya Pratidina, Riski Raisa Putra, Windy Pradipta Distribusi : Chandra Mercury Kontributor : Ratih Purbasari Kania, Arief Firmansyah Ahmad Rifa'i Sapta, Erns Saptenno, Raisa Anastasia, Predi Muliansyah, Asep Suryahadi, Elan Satriawan, Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi, Komite Kebijakan KUR, Tim Koordinasi Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pokok.
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010

Editorial
Bobby Hamzar Rafinus
Kebijakan penyesuaian harga BBM yang sedang dibahas di DPR, dikhawatirkan menimbulkan dampak kenaikan tingkat kemiskinan yang saat ini mencapai 11,66% menjadi di atas 12%. Sementara target tingkat kemiskinan tahun anggaran 2013 adalah pada kisaran 10,5%-11,5%. Untuk itu telah dirancang Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). Program ini direncanakan juga sebagai upaya memenuhi target jangka menengah 2010-2014, yaitu penurunan tingkat kemiskinanpada kisaran 8%-10% di tahun 2014. Program ini dilaksanakan dengan meningkatkan cakupan dan besaran bantuan sosial yang selama telah dilaksanakan yaitu melalui beras untuk masyakat miskin (raskin), bea siswa miskin (bsm), program keluarga harapan (pkh). Selain itu juga dilengkapi dengan peningkatan pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), serta bantuan langsung sementara masyarakat (blsm). Cakupan kelompok masyarakat penerima P4S tidak terbatas pada masyarakat di bawah garis kemiskinan, yang berjumlah sekitar 29 juta orang. Namun juga kelompok masyarakat yang rentan turun ke bawah garis kemiskinan, yang diperkirakan mencapai 70 juta orang. Dengan keterbatasan anggaran yang dialokasikan, maka belum semua penduduk dalam kedua kelompok tersebut mendapatkan bantuan. Untuk itu dengan tersedianya basis data yang baru Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) diharapkan bantuan diterima oleh penduduk yang menjadi sasaran. Pelaksanaan P4S merupakan contoh pendekatan manajemen resiko dalam perlindungan sosial. Pendekatan ini menempatkan perlindungan sosial sebagai bagian dari kebijakan pemulihan pertumbuhan ekonomi. Banyak negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik menggunakan pendekatan ini dalam menangkal dampak krisis ekonomi atau dalam rangka kebijakan penyesuaian struktural. Dr Sarah Cook, Direktur United Nations Research Institute of Social Development (UNRISD), menyampaikan ada dua pendekatan lain yang lebih efektif dalam menurunkan penduduk miskin yaitu berdasarkan hak masyarakat (right-based approach ) dan kebutuhan masyarakat (need-based approach ). Kedua pendekatan ini memberikan perlindungan sosial yang berskala luas (universal) dan banyak negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia menerapkannya. Sebagai hasilnya tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan kawasan tersebut lebih rendah daripada kawasan Asia Timur dan Pasifik. Indonesia akan segera memasuki era perlindungan sosial yang universal setelah tahun 2015, dengan operasionalisasi kedua badan penyelenggara jaminan sosial. Pada periode tersebut juga dimulai kerjasama ekonomi regional yang luas dalam bentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kedua langkah ini semakin mendorong perlunya keterpaduan program perlindungan sosial dengan kebijakan ekonomi, terutama menyangkut pasar tenaga kerja. Kebijakan ketenagakerjaan, seperti upah minimum, merupakan salah satu instrumen tranformasi perlindungan sosial dari kelompok masyarakat yang rentan menjadi terjamin. Untuk itu seyogyanya perbaikan iklim investasi dan iklim usaha harus terus diupayakan untuk mewujudkan perlindungan sosial yang kokoh. Semoga.

Indikator Ekonomi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

Menjaga Momentum Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi

MUSRENBANGNAS:

Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2013 kali ini diadakan di Jakarta pada tanggal 30 April 2013. Pada acara tersebut, Menko Perekonomian, Dr. (HC) M. Hatta Rajasa memberikan paparan mengenai Menjaga Momentum Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi. Dalam paparannya, Menko merujuk hukum Okun dalam ilmu ekonomi bahwa pertumbuhan ekonomi akan menurunkan angka pengangguran. Pada giliran selanjutnya akan mampu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidaklah cukup. Hal ini perlu diiringi oleh programprogram pemerataan. Oleh sebab itu, pemerintah selain mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi juga mendorong program-program perlindungan sosial. Indonesia telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi diatas 6 % secara berkesinambungan. Pada tahun 2010, 2011 dan 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,20%, 6,46%, dan 6,23%. Dengan capaian ini diharapkan pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,8-7,2%. Selain itu, inflasi 2014 diharapkan tetap terkendali

sesuai sasaran sebesar 4,5 1% dan tingkat pengangguran 2014 diharapkan menurun menjadi 56%. Target tingkat kemiskinan diharapkan pada 2014 menurun menjadi 8-10%. Dan apabila tidak terjadi shock yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia, diharapkan pada akhir 2014 pendapatan per kapita Indonesia sebesar 4.500-5000 USD. Namun, untuk mencapai target indikator ekonomi makro tersebut, Indonesia memiliki beberapa tantangan, baik eksternal maupun internal. Tantangan eksternal dikarenakan masih melambatnya pemulihan ekonomi dunia, pemulihan harga komoditas, dan kecenderungan peningkatan hambatan non-tarif. Selain itu terdapat tantangan internal berupa iklim investasi yang perlu diperbaiki, isu ketenagakerjaan,keterbatasan infrastruktur, pengendalian BBM dalam negeri, kesehatan fiskal dan penyerapan anggaran. Menko Perekonomian juga menjelaskan enam upaya menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi di tahun 2014, yaitu: 1). Memperbaiki kualitas belanja negara sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi

2). Menjaga tingkat daya beli masyarakat dengan menjaga laju inflasi pada tingkat yang rendah 3). Kebijakan mendorong pertumbuhan investasi 4). Peningkatan daya saing terutama produk ekspor non migas melalui diversifikasi pasar tujuan ekspor dengan meningkatkan keberagaman dan kualitas produk 5).Mengendalikan impor produkproduk yang berpotensi menurunkan daya saing produk domestik dipasar dalam negeri 6).Penguatan perdagangan dalam negeri untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran barang serta menciptakan iklim usaha yang sehat
Referensi: Bagian Hubungan Masyarakat, Kemenko Perekonomian.

Oktya Setya Pratidina

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

EKONOMI INTERNASIONAL

Melihat Geliat Ekonomi Yunani

unani memiliki posisi yang cukup penting dalam perekonomian zona Eropa. Hal tersebut terbukti dengan krisis keuangan yang dialami Yunani pada tahun 2010 berdampak besar terhadap kestabilan perekonomian di Eropa. Yunani mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi hingga -7,3% pada Triwulan II 2010, dengan tingkat pengangguran sebesar 16,3%. Pada tahun tersebut IMF menyatakan bahwa Yunani merupakan Negara dengan kondisi perekonomian terburuk dari 183 negara yang telah di survey oleh lembaga tersebut. Rasio hutang Yunani terhadap GDP nya sebesar 127%. Pemerintah Yunani selalu berupaya untuk memperbaiki kondisi perekonomian disana melalui berbagai program reformasi program dan perbaikan kebijakan khususnya dalam rangka mengatasi permasalahan pengangguran. Namun di lain sisi pemerintah Yunani juga melakukan pemangkasan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) mencapai 15.000 PNS dalam rangka efisiensi anggaran secara berjangka hingga akhir 2014 nanti. Selain itu Yunani juga melakukan pengurangan pajak properti sebesar 15%. Pada tanggal 29 April 2013 Parlemen Yunani telah menyetujui RUU Omnibus (multi-bill), sehingga pemerintah Yunani berhasil mengamankan dana talangan dari Troika sebesar 2,8 milyar yang akan dicairkan pada bulan Mei 2013. Dalam UU Omnibus tercantum bahwa pemerintah Yunani akan lebih fokus dalam program reformasi dan percepatan proses privatisasi aset aset Negara.

Menurut laporan kemajuan rekapitalisasi perbankan dan privatisasi, empat bank utama di Yunani telah sepakat untuk melakukan merger. Selain itu, beberapa aset pemerintah juga telah menarik perhatian pihak lain. Misalnya saja 51% saham pemerintah di Thessaloniki Water Company (EYATH) telah ditawar oleh sebuah konsorsium yang terdiri perusahaan Perancis Suez dan Ellaktor dari Yunani. Terlebih lagi, beberapa aset bangunan pemerintah Yunani di Brussel, Nicosia dan London telah berhasil dijual sebesar 41,1 juta. Dalam rangka meningkatkan jumlah tenaga kerja, pemerintah Yunani mempunyai program National Action Plan for Youth . Dalam program tersebut terdapat tiga kegiatan utama yang ditargetkan kepada 35.000 pemuda pengangguran dengan usia maksimal 29 tahun yang terdiri dari pelatihan, magang dan perekrutan di perusahaan perusahaan yang telah bekerjasama dengan pemerintah. Berdasarkan data Badan Statistik Nasional Yunani diketahui bahwa defisit neraca perdagangan Yunani periode Januari Februari 2013 mencapai 3,697 milyar. Data tersebut juga menyatakan bahwa nilai impor non migas Yunani menurun hingga 7,3%, sedangkan nilai ekspor Yunani meningkat hingga 11,7% . Namun, perekonomian negara ini masih cukup disokong oleh sektor pariwisata. Hal tersebut terbukti dengan adanya kenaikan jumlah wisatawan asing di Yunani sebesar 6,9% per Februari 2013. Kenaikan tersebut berdampak pada kenaikan

penerimaan Negara sebesar 2,9%. Dalam rangka pengembangan potensi sektor pariwisata di Yunani, pemerintah Yunani membuat perusahaan joint ventures yang bernama Marketing Greece S.A yang terdiri dari perusahaan travel agen, perhotelan dan promosi agar dapat lebih menjual potensi wisata Yunani. Perusahan tersebut gencar melakukan promosi pariwisata Yunani melalui website, pameran pariwisata internasional, melakukan riset pasar dan membuat perencanaan produk pariwisata dengan matang. Dengan melihat begitu besarnya peran industri pariwisata untuk meningkatkan devisa Yunani, maka selain dengan upaya peningkatan ekspor pemerintah Yunani memang perlu lebih fokus lagi untuk menarik wisatawan asing untuk berwisata ke Yunani. Oleh karena itu, diperlukan kajian kajian atau riset pasar terkait pengembangan sektor pariwisata, maupun kerjasama antar stakeholders yang juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan sektor pariwisata di Yunani.
Sumber : Kedutaan Besar RI di Athena

Dara Ayu Prastiwi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Ekonomi Domestik

Mewaspadai Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi di Triwulan II-2013


Ekonomi Indonesia cenderung melambat semenjak triwulan II 2012. Ketidakstabilan kondisi ekonomi global, melonjaknya harga komoditas dan meningkatnya ekspektasi inflasi terkait isu kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan faktor utama perlambatan ini.

Pertumbuhan Ekonomi
Pada triwulan I 2013, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas harga berlaku sebesar Rp 2.146,4 triliun. Sementara itu, PDB atas harga konstan 2000 sebesar Rp 671,3 triliun, meningkat 1,4% dibanding triwulan IV 2012 (qtq) dan 6,02% dibanding triwulan I 2012 (yoy). Ekonomi Indonesia cenderung melambat semenjak triwulan II 2012. Ketidakstabilan kondisi ekonomi global, melonjaknya harga komoditas dan meningkatnya ekspektasi inflasi terkait isu kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan faktor utama perlambatan ini. Kondisi ekonomi global, khususnya Eropa yang tidak menentu mendorong perlambatan pada investasi. Pada triwulan I 2013, investasi meningkat sebesar 5,90% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,29% (yoy). Selain itu, tingginya harga komoditas pangan dan meningkatnya ekspektasi inflasi terkait ketidakpastian kebijakan subsidi BBM merupakan faktor perlambatan pada konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2013 meningkat sebesar 5,17% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Padahal kedua pos pengeluaran ini masih merupakan penopang utama PDB Indonesia.

Berdasarkan lapangan usaha, sektor pengolahan memberi kontribusi terbesar terhadap PDB yaitu sebesar 23,59%, diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 15,04% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,11%. Secara umum, sektor tradable, seperti pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; dan industri pengolahan masih menjadi penopang utama PDB Indonesia, yaitu sebesar 50,07%. Sementara itu, sektor non-tradable memberi kontribusi sebesar 49,93%. Sektor pertanian dan industri pengolahan tercatat mengalami peningkatan masing-masing sebesar 3,7% dan 5,84% (yoy). Sektor pertambangan mengalami penurunan sebesar 0,43% (yoy). Berbeda halnya dengan sektor tradable, sektor non-tradable justru menunjukkan peningkatan yang signifikan. Peningkatan sektor nontradable tertinggi terjadi pada sektor pengakutan dan komunikasi sebesar 9,98% (yoy), diikuti oleh sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sebesar 8,35% (yoy) dan konstruksi sebesar 7,19% (yoy). Selain memiliki kontribusi yang tinggi terhadap PDB, sektor tradable pun merupakan sumber utama penyerapan tenaga kerja, khususnya

di sektor pertanian. Lebih dari 35% angkatan kerja Indonesia bekerja pada sektor pertanian. Sektor tradable pun kerap mendorong ekspor Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah perlu melakukan kebijakan untuk mendorong sektorsektor tradable agar tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tenaga Kerja
Pada bulan Februari 2013, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 121,19 juta orang, meningkat dibandingkan bulan Agustus 2012 yang mencapai 118,05 juta orang. Seperti halnya jumlah angkatan kerja, jumlah orang yang bekerja juga mengalami peningkatan. Jumlah pekerja meningkat dari 110,81 juta orang pada bulan Agustus 2012 menjadi 114,02 juta orang pada bulan Februari 2013. Sebaliknya, jumlah pengangur cenderung menurun. Jumlah penganggur menurun dari 7,24 juta orang pada bulan Agustus 2012 menjadi 7,17 juta orang pada bulan Februari 2013. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat 5,92% pada bulan Februari 2013. Berdasarkan lapangan usaha, sektor pertanian masih menjadi penopang utama penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Lebih dari 35% angkatan kerja bekerja di sektor pertanian. Sementara itu berdasarkan tingkat

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kembali mengalami penurunan pada bulan Februari 2013. TPT tercatat 5,92%, lebih rendah dibandingkan bulan Agustus 2012 yang mencapai 6,14%. Sedangkan tingkat inflasi Indonesia pada bulan April 2013 tercatat -0,01% (mtm) dan 5,57% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,63% (mtm) dan 5,90% (yoy). Tingkat inflasi volatile food yang menurun dan inflasi inti dan administered yang stabil mendorong penurunan pada tingkat inflasi umum.

pendidikan, lulusan SD ke bawah menjadi penopang pasar tenaga kerja di Indonesia. Mereka pada umumnya menjadi pekerja di sektor informal sebagai pekerja fisik atau buruh tidak tetap. Sektor informal masih mendominasi pasar tenaga kerja Indonesia. Sekitar 60% angkatan kerja Indonesia bekerja di sektor informal, khususnya status pekerjaan berusaha dibantu buruh tidak tetap. Sementara itu, hanya sekitar 40% angkatan kerja yang bekerja di sektor formal, khususnya pada status pekerjaan buruh/karyawan tetap. Oleh karena itu, perlu didorong penyerapan tenaga kerja di sektor formal. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kembali mengalami penurunan pada bulan Februari 2013. TPT tercatat 5,92%, lebih rendah dibandingkan bulan Agustus 2012 yang mencapai 6,14%. Berdasarkan tingkat pendidikan, tingkat pengangguran lebih banyak terjadi pada lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 9,39%, diikuti oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 8,24% dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 7,68%.

Neraca Perdagangan
Pada Maret 2013, neraca perdagangan memperoleh surplus sebesar US$ 304,90 juta, setelah mengalami defisit terus sejak Oktober 2012. Sebelumnya, neraca perdagangan terus mengalami defisit akibat melonjaknya impor. Perbaikan ekspor khususnya sektor migas dan penurunan impor nonmigas menjadi sumbangan utama surplus neraca perdagangan. Ekspor Indonesia pada bulan Maret 2013 tercatat US$ 15.003,4 juta, menurun 0,08% (mtm). Penurunan nilai ini cenderung lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,34% (mtm). Perbaikan ekspor sektor migas, khususnya komoditas gas mendorong perbaikan pada ekspor secara keseluruhan. Ekspor migas mengalami peningkatan sebesar 12,94% (mtm), sedangkan ekspor nonmigas mengalami penurunan sebesar 2,77%. Secara kumulatif Januari-Maret 2013, ekspor Indonesia tercatat US$ 45.394,5 juta. Berdasarkan komposisinya, sektor nonmigas, khususnya sektor industri masih menjadi penopang utama ekspor Indonesia yaitu sebesar 62,26%. Penurunan ekspor diiringi oleh penurunan impor yang lebih dalam. Impor Indonesia pada bulan Maret 2013 tercatat US$ 14.698,5 juta, menurun 4,01% (mtm). Impor nonmigas yang menurun sebesar 5,80% (mtm) berhasil menekan impor secara keseluruhan. Berbeda dengan

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

impor nonmigas, impor migas cenderung meningkat walaupun tipis yaitu sebesar 1,72% (mtm). Impor minyak mentah meningkat akibat dari kenaikan harga minyak dunia. Secara kumulatif JanuariMaret 2013, impor Indonesia tercatat US$ 45.462 juta. Berdasarkan penggunaan barang, bahan baku/penolong memiliki kontribusi terbesar dalam impor Indonesia yaitu sebesar 76,79%. Menurut negara mitra dagang, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan negara Singapura, Inggris, Amerika Serikat dan India. Surplus neraca perdagangan Indonesia paling besar terjadi dengan negara Amerika Serikat yaitu sebesar US$ 604,2 juta.

cabai dan bawang berhasil menekan tingkat inflasi volatile food. Panen di hampir sebagian besar wilayah sentra produksi mendorong harga beras dan cabai menurun di pasaran. Perbaikan kebijakan impor melalui dispensasi penyelesaian importasi dan diskresi bawang putih berhasil menurunkan harga bawang putih di pasar domestik. Penurunan juga terjadi pada inflasi inti dan inflasi administered prices. Keduanya mengalami penurunan pada bulan April 2013. Tingkat inflasi inti menurun dari 4,21% (yoy) pada bulan Maret 2013 menjadi 4,12% (yoy) pada bulan April 2013. Penyebab utama menurunnya tingkat inflasi inti antara lain (i) pelemahan tekanan eksternal; (ii) terjaganya permintaan secara umum dan (iii) melambatnya inflasi inti pangan akibat meredanya gejolak harga volatile food. Sementara itu, belum tercatatnya dampak kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) tahap kedua mendorong penurunan pada inflasi administered prices. Tingkat inflasi ini tercatat 0,14% (mtm) dan 2,72% (yoy). Secara umum, menurut kelompok barang, tingkat inflasi umum masih bersumber dari kelompok bahan makanan, tercatat 11,91% (yoy). Berdasarkan spasial, tercatat 38 kota IHK mengalami deflasi dan 28 kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Padang

Sidempuan, Sumatera utara sebesar 0,81% (mtm) dan deflasi tertinggi terjadi di Maumere, NTT sebesar 1,20% (mtm). Kedepan tantangan pengendalian inflasi akan lebih berat karena terbentuknya ekspektasi inflasi yang tinggi akibat ketidakpastian kebijakan subsidi BBM. Untuk itu, kebijakan subsidi BBM perlu segera diputuskan. Peningkatan produksi domestik, seperti hortikultura perlu dipastikan menghadapi kenaikan permintaan selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Referensi:

Inflasi
Tingkat inflasi Indonesia pada bulan April 2013 tercatat -0,01% (mtm) dan 5,57% (yoy), menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,63% (mtm) dan 5,90% (yoy). Tingkat inflasi volatile food yang menurun, inflasi inti dan administered yang stabil mendorong penurunan tingkat inflasi umum. Pada bulan April 2013, inflasi volatile food tercatat 0,14% (mtm) dan 4,12% (yoy). Sebelumnya inflasi volatile food sempat mencapai 14,20% (yoy), tertinggi sejak bulan April 2011. Koreksi harga sejumlah komoditas pangan, seperti beras,

(1)Berita Resmi Statistik: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2013 BPS (2)Berita Resmi Statistik: Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2013 BPS (3)Berita Resmi Statistik: Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Maret 2013 BPS (4)Berita Resmi Statistik: Perkembangan Inflasi April 2013 BPS (5)Tinjauan Kebijakan Moneter Mei 2013 Bank Indonesia

Fitria Faradila

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Implementasi Millenium Development Goals (MDGs) Daerah di Kabupaten Sleman

Ekonomi Daerah

emerintah Kabupaten/Kota saat ini telah aktif melaksanakan program yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada berbagai sektor. Banyak diantaranya terkait dengan Millenium Development Goals(MDGs) MDGs merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3, dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses terhadap air bersih pada tahun 2015. Sampai dengan tahun 2011, ada beberapa target MDGs yang masih memerlukan kerja keras, seperti meningkatkan kelestarian lingkungan hidup, peningkatan akses yang berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitasi dasar layak di pedesaan dan perkotaan. Salah satu daerah Kabupaten/Kota di Indonesia yang telah merintis usaha dalam pelestarian lingkungan hidup adalah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Melalui program penyehatan lingkungan kawasan padat penduduk di Daerah Aliran Sungai Gajah Wong, Kecamatan Depok, Sleman meraih penghargaan MDGs award 2012 untuk kategori lingkungan hidup. Kecamatan Depok, Kab. Sleman merupakan salah satu daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu areal yang padat penduduknya adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Gajah Wong. Kondisi tersebut berpengaruh langsung terhadap sanitasi lingkungan. DAS Gajah Wong melintasi wilayah Desa Condong Catur serta enam padukuhan di Desa Catur nunggal, mulai dari padukuhan Santen, Mrican, Ambarukmo, Nologaten, Papringan dan Gowok yang dihuni 3500 jiwa. Kepadatan penduduk yang cukup tinggi di wilayah DAS tersebut menghasilkan limbah yang cukup tinggi sehingga mencemari sungai tersebut. Melalui program sanitasi berbasis masyarakat, wilayah DAS Gajah Wong telah merubah wajah DAS Gajah Wong saat ini. Masyarakat di sekitar DAS membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal, yaitu

setiap Rumah Tangga (RT) tidak harus mempunyai septic tank sendiri-sendiri, sehingga air bersih dan sumur tanah dapat terjaga dengan baik. Dengan adanya IPAL maka sungai tidak lagi menjadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan tempat pembuangan limbah Rumah Tangga sehingga kesehatan masyarakat dapat terjaga. Sepanjang sungai Gajah Wong telah banyak penduduk yang bersedia memberikam lahannya sekitar 10 meter untuk penghijauan serta kegiatan lainnya seperti: membuat kelompok kerja air limbah, pengelolaan sampah yaitu sampah dipilah serta dimanfaatkan menjadi produk yang bermanfaat. Selain itu juga dilakukan kerja sama dengan para pemulung. Aktivitas lainnya yaitu berupa penanaman tanaman obat dengan menggunakan pot-pot dari paralon sehingga dapat mendongkrak kegiatan ekonomi kreatif. Tak kalah menariknya adalah pembuatan kolam-kolam ikan dalam mendukung peningkatan kualitas air. Peranan pemerintah dalam mendukung kegiatan ini adalah berupa fasilitasi yang dilakukan secara terus menerus, seperti diungkapkan oleh Kurniawansyah Harahap, Kepala Sub Bidang Lingkungan Hidup Bappeda Kab Sleman. Beliau juga menuturkan bahwa pelibatan masyarakat secara langsung merupakan kunci keberhasilan program ini, yaitu masyarakat yang mempunyai ide awal serta mendukung setiap tahap dari kegiatan, sehingga memudahkan pihak pemerintah ketika memulainya. Target dari MDGs lingkungan hidup adalah pengentasan kawasan kumuh Kab Sleman pada tahun 2015. Diluar bidang lingkungan hidup Kab Sleman juga telah berupaya untuk mencapai target MDGs dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada saat ini sedang disusun Laporan MDGs Kab Sleman secara mandiri.

Ratih Purbasari Kania

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

|Program Keluarga Harapan |Jaminan Kesehatan Masyarakat |Program Raskin| Bantuan Siswa Miskin |Program Kompensasi Penghematan BBM |Pendekatan Lokal Dalam Program Perlindungan Sosial |Keberhasilan Penyaluran Program Perlindungan Sosial Klaster I |Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial |Pelajaran Penyaluran BLT 2005 terhadap BLSM | Asuransi Kesehatan Sosial

Laporan Utama

Upaya Pengentasan Kemiskinan Nasional Melalui Unit Masyarakat Terkecil: Program Keluarga Harapan
PKH merupakan bantuan tunai bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Tujuan utama program ini ialah mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin.

PBadan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2013 sebesar 6,02 persen. Meskipun angka ini menurun dari angka pertumbuhan pada kuartal IV tahun 2012 yang mencapai 6,3 persen, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup tinggi dan mampu bertahan di tengah kondisi ekonomi global yang sedang melambat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya sejalan dengan tingkat kesejahteraan masyrakat yang tinggi pula, namun realitanya angka kemiskinan di Indonesia masih relatif tinggi. Hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut mungkin saja tidak dinikmati oleh 40 persen kelompok masyarakat Indonesia yang dengan kondisi ekonomi terbawah, atau sekitar 29 juta penduduk golongan miskin dan 70 juta penduduk golongan rentan miskin. Adapun penduduk yang dikategorikan berada pada garis kemiskinan menurut BPS yaitu individu dengan jumlah belanja/pengeluarannya kurang dari atau sama dengan Rp 233.740 per bulan (miskin), dan Rp 233.741 Rp 280.488 per bulan (rentan miskin). Angka kemiskinan Indonesia pada kuartal IV tahun 2012 tersebut sudah lebih baik jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 12,49 persen atau setara dengan 30,02 juta penduduk. Penurunan angka kemiskinan ini juga dipengaruhi oleh programprogram yang dilakukan pemerintah untuk membantu rakyatnya yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pemerintah dibantu oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan melalui program-program tertentu berupaya keras meningkatkan

meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target
Millenium Development Goals (MDGs) . Selain tujuan utama, PKH

juga memiliki tujuan-tujuan khusus yang lebih spesifik, diantaranya yaitu : (1) Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM; (2) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM; (3) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM; dan (4) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM. Berdasarkan basis data per tahun 2012, penerima PKH adalah per keluarga bukan lagi rumah tangga. Dengan ini, pemerintah berusaha mengakomodasi prinsip bahwa keluarga (yang terdiri dari orang tua-ayah,ibu-dan anak) adalah satu unit yang sangat relevan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemutusan rantai kemiskinan generasi berikutnya. Data keluarga yang dapat menjadi peserta PKH diperoleh dari Basis Data Terpadu, yang memenuhi sedikitnya satu kriteria kesertaan program berikut : (i) memiliki ibu hamil/ nifas; (ii) memiliki anak balita

kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia agar sejalan dengan salah satu target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPM) Nasional, yaitu angka kemiskinan sebesar 8 sampai 10 persen. Salah satu program perlindungan sosial adalah Program Keluarga Harapan (PKH). PKH merupakan bantuan tunai bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Tujuan utama program ini ialah mengurangi kemiskinan dan

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Besaran dan Komponen Dana PKH

atau anak pra sekolah; (iii) memiliki anak usia SD dan/atau SLTP dan/atau anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Data keluarga yang dapat menjadi peserta PKH diperoleh dari Basis Data Terpadu, yang memenuhi sedikitnya satu kriteria kesertaan program berikut : (i) memiliki ibu hamil/ nifas; (ii) memiliki anak balita atau anak pra sekolah; (iii) memiliki anak usia SD dan/atau SLTP dan/atau anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Bantuan PKH berupa dana tunai yang diberikan kepada ibu atau perempuan dewasa (nenek, bibi atau kakak perempuan). Sebagai bukti kepesertaan PKH, Keluarga Sangat Miskin (KSM) diberikan Kartu Peserta PKH. Uang bantuan dapat diambil oleh Pengurus Keluarga di Kantor Pos terdekat dengan membawa Kartu Peserta PKH dan tidak dapat diwakilkan ataupun melalui rekening Bank BRI. Bantuan dana PKH ini memiliki masa kepesertaan paling lama 6 tahun diterima oleh KSM yang

memenuhi kriteria dan dinilai sudah menjalankan kewajiban penerima PKH dengan benar. Adapun kewajiban KSM penerima PKH adalah (i) memeriksakan anggota keluarganya (Ibu Hamil dan Balita) ke fasilitas kesehatan dan (ii) Menyekolahkan anaknya untuk pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar. Seiring berjalannya waktu, jika ada KSM yang sudah tidak termasuk dalam kriteria penerima PKH, maka akan gugur secara alami meskipun belum sampai 6 tahun. Tim pelaksana PKH melakukan monitoring setiap tahunnya untuk memilah kelompok KSM mana saja yang telah keluar dari kriteria penerima bantuan PKH. Kelompok KSM tersebut nantinya akan dikelompokkan pada dua fase yang berbeda, yaitu fase graduasi dan fase transisi. Kelompok KSM yang masuk dalam fase graduasi ialah KSM yang sudah tidak memenuhi semua syarat penerima PKH. Sedangkan KSM yang masuk fase transisi ialah KSM yang setidaktidaknya masih memenuhi satu syarat penerima PKH meskipun sudah melewati masa penerimaan 6 tahun. KSM yang masuk masa transisi akan diberikan tambahan

bantuan PKH selama 3 tahun sebelum digolongkan dalam fase graduasi. Hingga penyaluran tahun 2012 ini, dana bantuan PKH telah diterima oleh 2,4 juta Keluarga Sangat Miskin (KSM). Penyebarannya sendiri sudah menjangkau 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2012. Secara keseluruhan, program PKH ini sebenarnya yang paling baik pengelolaannya. Karena dilakukan verfikasi dan pendampingan serta pemberdayaan lebih lanjut kepada penerima PKH. Namun sayangnya program ini belum menjangkau seluruh KSM yang mungkin berhak menerima bantuan PKH. Oleh karena itu, target pencapaian penerima bantuan PKH pada tahun 2014 akan ditingkatkan menjadi sebanyak 3,2 juta KSM.
Referensi : Tim Pokja Klaster-I TNP2K

"...kewajiban penerima PKH adalah memeriksakan anggota keluarganya (Ibu Hamil dan Balita) ke fasilitas kesehatan dan menyekolahkan anaknya untuk pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar.."

Alisa Fatimah

10

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Indonesia

Jaminan Kesehatan Masyarakat:

esehatan merupakan aset penting bagi keberlanjutan pembangunan Indonesia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kesehatan merupakan komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Lebih lanjut, kesehatan merupakan komponen penting untuk menunjang pembangunan ekonomi yang berkualitas. Sejak tahun 2005 Kementerian Kesehatan telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial yang dikenal dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM). Pada tahun 2008, program ini berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarat (Jamkesmas). Jamkesmas bertujuan untuk melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu, dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial. Tim Kelompok Kerja Klaster I, TNP2K menjelaskan bahwa tercatat 86,4 juta orang, 40% dari total penduduk, merupakan masyarakat dengan kondisi sosial-ekonomi terendah yang terdiri dari kelompok penduduk miskin dan hampir miskin. Saat ini Kemenkes telah mendistribusikan sebanyak 86,4 juta kartu sehat kepada masyarakat. Untuk antisipasi adanya masyarakat yang telah meninggal dan berpindah tempat tinggal maka Kemenkes mengeluarkan SK MENKES No. 149/2003 untuk mengganti kepesertaan. Pergantian kepesertaan dibatasai hingga 30 Juni 2013, selanjutnya kepesertaan akan menjadi tetap.

Secara teknis program Jamkesmas dilakukan secara bertahap yakni berkunjung terlebih dahulu ke Puskesmas atau klinik yang telah bekerja sama dengan PT. ASKES, kemudian akan ditangani berdasarkan penyakit. Tercatat sebanyak 290 penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit, hanya dapat ditangani di Puskesmas. Hal tersebut untuk mengantisipasi lonjakan pasien di rumah sakit. Mulai tahun 2014, dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penerima Jamkesmas 2013 akan menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan besaran premi Rp 15.500 per bulan yang akan dibayarkan oleh pemerintah. Sementara, peserta non-PBI merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: (a) pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, (b) pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, (c) bukan pekerja dan anggota keluarganya. Namun, besaran premi untuk non-PBI akan ditanggung 2% oleh pegawai dan 3% oleh pemerintah. Peran pemerintah yang terus memperbaiki sistem pelayanan kesehatan ditandai dengan adanya sistem prudentialing yakni pemerintah akan me- review terkait fasilitas pelayanan dan keluhan di puskesmas atau rumah sakit. (Windy Pradipta)
Referensi: TIM POKJA Klaster 1

Mulai tahun 2014, dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penerima Jamkesmas 2013 akan menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan besaran premi Rp 15.500,- per bulan yang akan dibayarkan oleh pemerintah.

Windy Pradipta

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

11 9

Bantuan Beras

Sebagai Instrumen Penanggulangan Kemiskinan

rogram Raskin merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin). Sesuai dengan amanat Peraturan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Raskin merupakan salah satu instrumen penanggulangan kemiskinan yang termasuk dalam klaster I. Program Raskin, sebagai program bantuan berbasis keluarga/rumah tangga telah berjalan rutin sejak tahun 1998. Program ini bermula dari Operasi Pasar Khusus (OPK) yang merupakan respon Pemerintah atas krisis ekonomi dan krisis pangan yang terjadi. Berbeda dengan pemberian subsidi pangan sebelumnya, OPK memberikan subsidi beras secara langsung kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan yang menjadi target sasaran program. Pada tahun 2002 nama OPK diubah menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat. Beras bersubsidi yang didistribusikan kepada rumah tangga sasaran melalui Program Raskin adalah sejumlah 180Kg/RTS/tahun atau setara dengan 15 kg/RTS/bulan dengan harga tebus Rp1.600,00/kg netto di Titik Distribusi (TD). Sejak tahun 2010 hingga 2012, dalam Program Raskin disediakan beras bersubsidi

kepada 17,48 juta Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) dengan kondisi sosial ekonomi terendah di Indonesia (kelompok miskin dan rentan miskin). Pada tahun 2012, total Raskin yang telah disalurkan berjumlah 3.147.841 ton. Untuk meningkatkan ketepatan sasaran program, mulai Juni 2012 penetapan RTS-PM Program Raskin didasarkan pada Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial yang bersumber dari Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS11) yang dilaksanakan oleh BPS. Sumber utama Basis Data Terpadu adalah Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011 (PPLS 2011) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan diserahterimakan kepada Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Dalam rangka mengakomodasi adanya dinamika perubahanperubahan RTS di Desa/Kelurahan, maka perubahan atas Daftar Penerima Manfaat Program Raskin dimungkinkan jika dilakukan melalui mekanisme musyawarah Desa/Kelurahan. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodir perubahan-perubahan yang terjadi apabila RTS-PM yang terdapat dalam Daftar Nama dan Alamat RTS Program Raskin Juni Desember 2012. Sampai dengan tahun 2006, data penerima manfaat Raskin masih menggunakan data dari BKKBN yaitu data keluarga prasejahtera alasan ekonomi dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Belum seluruh KK Miskin dapat dijangkau oleh Raskin. Hal inilah yang menjadikan Raskin sering dianggap tidak tepat sasaran, karena rumah tangga sasaran berbagi dengan KK Miskin lain yang belum terdaftar sebagai sasaran. Mulai tahun 2007, digunakan data Rumah Tangga Miskin (RTM) BPS

Tabel Perkembangan Penyaluran Raskin 2005 - 2012

Sumber : TNP2K

12

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

sebagai data dasar dalam pelaksaaan Raskin. Dari jumlah RTM yang tercatat sebanyak 19,1 juta RTS, penyaluran Raskin pada tahun 2007 hanya sebesar 82,72% atau 15,8 juta RTS dan baru dapat diberikan kepada seluruh RTM pada tahun 2008. Dengan jumlah RTS 19,1 juta pada tahun 2008, berarti telah mencakup semua rumah tangga miskin yang tercatat dalam Survei BPS tahun 2005. Jumlah sasaran ini juga merupakan sasaran tertinggi selama Raskin disalurkan. Penggunaan data Rumah Tangga Sasaran (RTS) hasil pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2008 (PPLS 2008) dari BPS diberlakukan sejak tahun 2008 yang juga berlaku untuk semua program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Anggaran subsidi Raskin disediakan dalam DIPA APBN. Biaya operasional Raskin dari Gudang BULOG sampai dengan TD menjadi tanggung jawab Perum BULOG. Sementara itu, biaya operasional penyaluran Raskin dari TD sampai RTS-PM menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk Teknis masingmasing daerah. Untuk meningkatkan efektivitas penyaluran Raskin dari TD kepada RTS-PM, maka Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota berperan memberikan kontribusi untuk memperlancar pelaksanaan Program Raskin. Pagu Raskin (tonase dan jumlah RTS) Nasional yang digunakan hingga penyaluran Raskin bulan Mei 2012, didasarkan pada data RTS hasil PPLS-08 BPS. Pagu Raskin untuk provinsi ditetapkan oleh Deputi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat selaku Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Raskin Pusat. Pagu Raskin untuk Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan pagu Raskin nasional dan pagu Raskin untuk Desa/Kelurahan ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan pagu Raskin Provinsi. Penyaluran Raskin dilakukan oleh Perum BULOG sampai dengan Titik Distribusi, setelah Perum BULOG (dalam hal ini Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG) menerima Surat Perintah Alokasi (SPA) dari Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan pagu Raskin dan rincian di masing-masing Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Berdasarkan SPA tersebut, Perum BULOG menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Barang/Delivery Order (SPPB/DO) beras untuk masing-masing Kecamatan atau Desa/Kelurahan kepada Satker (Satuan Kerja) Raskin (yang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Kadivre/KasubDivre/Kakansilog Perum BULOG). Mengingat Perum BULOG hanya menyalurkan Raskin hingga Titik Distribusi, maka Pemerintah Kabupaten/Kota harus mendistribusikan Raskin dari Titik Distribusi hingga ke Titik Bagi (TB), yaitu tempat/lokasi hasil kesepakatan antara Pemda dengan RTS-PM setempat untuk penyaluran Raskin.

Pembayaran HPB Raskin dari RTS-PM kepada Pelaksana Distribusi Raskin dilakukan secara tunai sebesar Rp1.600/Kg. Dana HPB Raskin yang diterima Pelaksana Distribusi Raskin dari RTS-PM dapat disetor langsung ke rekening HPB BULOG melalui bank setempat atau dapat diserahkan kepada Satker Raskin yang kemudian langsung disetor ke rekening HPB BULOG. Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan membantu kelancaran pembayaran atau dapat memberikan dana talangan bagi RTS-PM yang tidak mampu membayar tunai. Hasil evaluasi ketepatan sasaran Program Raskin oleh TNP2K menunjukkan masih tingginya keberadaan inclusion error (ketidaktepatan sasaran dimana yang menerima manfaat program bukan rumah tangga miskin) dan exclusion error (ketidaktepatan sasaran dimana rumah tangga miskin yang seharusnya mendapatkan manfaat program Raskin tersebut, namun tidak mendapatkannya). Menurut data Susenas 2008, 47% beras Raskin juga dinikmati oleh kelompok yang tidak miskin (Q3-Q5) dan hanya 53% tepat sasaran (Q1Q2). Selama 20052006, proporsi penerima rumah tangga miskin meningkat 20% (dari 63% ke 83%). Namun demikian, rumah tangga penerima yang tidak miskin juga meningkat 8% (dari 24% ke 32%). SMERU (2008) menunjukkan bahwa beras dibagi rata di Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara dan/atau bergilir di Sulawesi Tenggara. Hal ini mengindikasikan terjadi kebocoran (leakage), yaitu kelompok tidak miskin (Q3Q5) juga memperoleh beras bersubsidi. Raskin hanya 11% lebih baik dari targeting secara acak dimana penerima manfaat hanya menerima sedikit manfaat dari yang seharusnya karena adanya pembagian merata di tingkat komunitas kepada mereka yang seharusnya tidak menerima. Studi Bank Dunia (2008) menyimpulkan bahwa 21% kelompok miskin yang menerima manfaat dari Raskin dan studi evaluasi SMERU (2008) juga menemukan hal yang sama. Untuk tahun 2013 pemerintah telah merencanakan penambahan penyaluran Raskin sebanyak 4 kali dari 12 kali penyaluran yang telah direncanakan. Penambahan penyaluran Raskin tersebut akan dilaksanakan 2 kali pada bulan Juni dan 2 kali pada bulan September tahun 2013. Total tambahan Raskin yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana tersebut diperkirakan mencapai 2,8-3 juta ton.
Sumber: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Perum BULOG

Erns Saptenno

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

13 9

Sebuah Upaya Peningkatan Akses Pendidikan Masyarakat


lebih banyak disalurkan ke siswa SD/MI dan SMP/MTs. Hal ini wajar karena saat ini pemerintah sedang menggalakkan program wajib belajar 9 tahun. Dalam pelaksanaannya, program ini masih menunjukkan kelemahan dalam ketepatan sasaran, baik inklusi maupun ekslusi. Kelemahan inklusi berarti yang menerima bantuan program bukan siswa miskin dan kelemahan ekslusi yaitu siswa miskin justru tidak menerima bantuan. Belum adanya pemahaman yang cukup dan ketidakefisienannya penyaluran merupakan kendala utama program BSM. Untuk mengatasi kendala tersebut, Pemerintah melalui TNP2K berupaya memperbaiki kinerja program BSM dengan cara menyempurnakan mekanisme penetapan sasaran dan penyaluran BSM. Perbaikan penetapan sasaran dilakukan dengan mengembangkan basis data terpadu. Dari basis data terpadu dapat diperoleh daftar calon siswa potensial BSM. Pemerintah menunjuk PT. Pos Indonesia untuk memberikan dana BSM secara langsung kepada calon siswa potensial BSM. Sebelumnya, transfer dana BSM dilakukan melalui rekening sekolah, kemudian sekolah yang akan mendistribusikan kepada para siswanya. Mekanisme ini dirasakan tidak tepat sasaran karena kemungkinan penilaian sekolah cenderung lebih bersifat subjektif. Secara umum, kegiatan sosialisasi dan koordinasi masih sangat diperlukan dalam meningkatkan program ini. Sosialisasi dilakukan agar pemahaman siswa miskin akan haknya semakin jelas baik penjelasan dasar mengenai definisi program BSM maupun mekanisme penyaluran dana. Selain itu, koordinasi juga perlu dilakukan mengingat dana BSM ini dikelola oleh instansi-instansi yang berbeda dan dengan mekanisme penyaluran yang berbeda pula. Untuk itu keterpaduan instansi-instansi terkait dalam mengelola dana BSM, seperti penyeragaman mekanisme penyaluran dana BSM sedang diupayakan. BSM merupakan salah satu upaya mewujudkan pertumbuhan yang berkualitas dengan meningkatkan kapasitas generasi muda melalui akses pendidikan yang layak.
Referensi: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)

Bantuan Siswa Miskin:

antuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan program pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan jumlah keikutsertaan peserta didik. Namun, keberadaan BOS dirasakan belum maksimal karena masih adanya siswa yang tidak dapat bersekolah, putus sekolah dan tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini yang mendasari dibentuknya program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Berbeda dengan BOS, dana langsung diberikan kepada sekolah untuk membiayai kegiatan operasional sekolah, BSM lebih berbentuk pendekatan personal yaitu siswa miskin langsung mendapat dana bantuan. Selama ini, masih banyak Rumah Tangga Miskin (RTM) kesulitan memenuhi kebutuhan pelengkap pendidikan bagi anak-anaknya seperti seragam, buku tulis dan biaya transportasi. Adanya BSM diharapkan dapat menjadi solusi dari kesulitan tersebut. Dana BSM diberikan kepada siswa mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Adapun rincian dana BSM yang disalurkan tiap jenjang pendidikan adalah sebagai berikut: 1. SD & MI sebesar Rp. 360.000 per tahun 2. SMP & MTs sebesar Rp. 550.000 per tahun 3. SMA,SMK dan MA sebesar Rp. 1.000.000 per tahun Sumber dana BSM berasal dari APBN. Terdapat dua kementerian yang mengatur masalah penyaluran BSM yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) dan Kementerian Agama (kemenag). Kemendikbud mengelola dana BSM pada Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sementara itu, Kemenag mengelola sasaran pada Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Berdasarkan alokasi dana APBN 2012, 74% dana BSM dikelola oleh Kemendikbud, sedangkan sisanya dikelola oleh Kemenag. Berdasarkan jenjang pendidikan, BSM

Fitria Faradila

14

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Program Kompensasi Peningkatan BBM


Program BLSM adalah satu dari empat program kompensasi yang diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketiga program lainnya merupakan program-program lama atau yang sudah ada, yaitu: Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN), Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Program Keluarga Harapan (PKH), yang disertakan dengan peningkatan muatan serta ukuran manfaat yang diterima. Peningkatan benefit package yang diajukan, diantaranya adalah (i) Raskin, dalam setahun terdapat bulan-bulan tertentu kuantitas beras yang diberikan per rumah tangga per bulan menjadi 30 kilogram beras, (ii) BSM, sebagai bentuk reformasi program tidak hanya meningkatkan besaran manfaat, namun juga timing pemberian. Elan Satriawan, Ketua POKJA Kebijakan Monitoring dan Evaluasi TNP2K, mengilustrasikan bagaimana pemberian BSM harus tepat waktu. Ketika seorang murid kelas 6 SD akan mengikuti ujian nasional, tentu orang tua murid berpikif biaya pendidikan. Nah, jika BSM diberikan sebelum ujian, maka murid akan dapat mengikuti ujian. Pemberian BSM membantu keberlangsungan pendidikan. Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa selama orang miskin mendapat kepastian mampu membayar dengan kata lain, waktu yang tepat menjadi faktor penentu utama untuk rakyat miskin dan (iii) PKH, berbeda dengan yang sebelumnya pemberian jumlah dana per bulan tidak akan sama. BLSM merupakan bantuan langsung tunai tanpa syarat yang bertujuan sebagai program kompensasi untuk masyarakat agar dapat menyesuaikan diri kepada peningkatan harga komonditas setelah ditetapkannya harga BBM yang baru. Kurang lebih terdapat 16 juta penduduk miskin yang akan menerima BLSM, tidak hanya mencakup penduduk yang sangat miskin dan miskin saja, namun juga penduduk yang rentan miskin. BLSM itu sendiri merupakan nama baru dari Bantuan Langsung Tunai (BLT). Alasan pergantian nama tersebut untuk memastikan bahwa bantuan langsung tanpa syarat ini hanya bersifat sementara, sekitar lima atau enam bulan, tergantung persetujuan pemerintah dengan DPR. Hanya untuk menjembatani masa transisi di awal-awal kenaikan agar efek dari perubahan harga BBM bisa sedikit banyak di netralkan jelas Elan. Elan menjelaskan mengapa program BLSM diperlukan. Pertama, ketika terjadi kenaikan harga BBM akan ada antisipasi peningkatan harga karena kenaikan harga tersebut akan memberikan efek negatif terutama rakyat miskin dan rentan. Kedua, terdapat jeda waktu atau adanya jangka waktu yang dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan harga dan terutama untuk konsumsi. Menurut Elan, Dalam permasalahan perlindungan sosial tidak ada istilah tumpang tindih, namun komplimentaritas karena masing-masing program perlindungan sosial tadi memiliki target yang berbeda-beda. Ini menjelaskan perbedaan konsep sosial dengan apa yang ada di kementerian lainnya. Konsep program pemberdayaan dari beberapa Kementerian berbeda dengan konsep perlindungan sosial pada tipe program dan target masyarakatnya. Hal tersebut tidak dapat dijadikan penilaian untuk program perlindungan sosial di klaster 1, karena dasar dari program perlindungan sosial adalah

Ketua Pojka Kebijakan Monitoring dan Evaluasi TNP2K

Elan Satriawan

i tahun 2013, pemerintah merencanakan untuk mengurangi tingkat subsidi pada BBM, dengan kata lain meningkatkan harga per liter BBM. Kebijakan tersebut didasari tingkat harga minyak mentah internasional yang kian meningkat berdampak kepada Neraca Pembayaran Indonesia menjadi defisit dan kebijakan subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Penurunan subsidi BBM, pemerintah dapat melakukan hitting two birds with one stone. Pertama, menekan defisit dan penyeludupan ilegal dari dalam ke luar negeri. Kedua, berdasarkan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), masyarakat yang lebih menikmati atau mengkonsumsi BBM bersubsidi merupakan kalangan masyarakat kaya. Melalui peningkatan harga BBM maka konsumsi BBM bersubsidi dapat lebih terkontrol. Dengan mengurangi subsidi BBM, saving untuk pembiayaan dapat dialihkan ke dalam bentuk program-program kompensasi atau program-program perlindungan sosial yang kemudian target subsidi bisa menjadi lebih terarah kepada mereka yang berhak dan telah dirancang sebuah program kompensasi kenaikkan harga BBM yaitu Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

15 9

seberapa layak orang tersebut mendapatkan perlindungan sosial. Oleh karena itu, komplimentaritas harus ditingkatkan. Bila program kompensasi yang diusulkan Pemerintah disetujui oleh DPR, rakyat miskin kategori eligible akan mendapatkan kartu Perlindungan Sosial kemudian akan menerima manfaat program-prgram perlindungan sosial dan kompensasi sesuai yang disetujui oleh DPR. Penerima manfaat mendapatkan tiga (untuk 25 persen bawah) hingga empat (untuk 7 persen

bawah) program ditambah Jamkesmas secara bersamaan. BLSM akan disalurkan melalui kurang lebih 4.000 kantor PT. Pos Indonesia, dimana PT. Pos Indonesia yang akan merancang desain dan teknis penyaluran. Untuk mengantisipasi permasalahan keributan dalam penyaluran, tim dari TNP2K akan menyiapkan sebuah mekanisme monitoring dengan alat di antaranya (i) spot check di delapan provinsi yang akan dijadikan sebagai sample dari pelaksanaan perlindungan sosial, (ii)

pemanfaatan sumber data program dan survei BPS laporan-laporan dari program-program lainnya dan (iii) mekanisme pengaduan untuk masyarakat. Dengan diterapkannya monitoring tersebut ini, diharapkan setiap permasalahan yang mungkin terjadi dapat diselesaikan secara cepat dan terbuka.

Insani Sukandar

Pendekatan Lokal dalam Program Perlindungan Sosial Cerita Sukses Kabupaten Serang

emiskinan merupakan masalah multidimensional yang tidak hanya diakibatkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan politik. Penanggulangan kemiskinan perlu terus ditingkatkan melalui berbagai upaya baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan oleh pemerintah pusat maupun daerah melalui program terencana, terpadu dan berkesinambungan untuk memulihkan keberdayaan dan keberfungsian sosial rumah tangga sangat miskin (RTSM). Dalam pelaksanaannya hingga sekarang, tidak semua daerah berhasil mendorong dengan cepat penurunan angka kemiskinan. Provinsi Banten adalah salah satu daerah yang patut menjadi teladan dalam pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan khususnya jaminan sosial. Berdasarkan berita resmi BPS tanggal 2 Januari 2013, terdapat 5,71 persen penduduk miskin di Banten. Angka ini jauh dibawah rata-rata pendududk miskin nasional, yakni 11,66 persen. Hasil tinjauan lapangan ke Dinas Sosial Kota dan Kabupaten Serang diperoleh fakta menarik menarik yang bisa menjadi pedoman bagi daerah lain untuk pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, khususnya bagi keluarga sangat miskin. Kepala Bidang Jaminan Sosial Kabupaten Serang, Euis Linda Mutia menjelaskan bahwa kesuksesan Kabupaten Banten dalam pelaksanaan program perlindungan sosial karena dorongan yang kuat dari pemerintah daerah. Tercermin dari cost sharing beberapa program pemerintah pusat seperti PKH

sehingga dalam pelaksanaannya terdapat beberapa inisiatif kegiatan tambahan yang didanai oleh pemerintah daerah. Pelatihan bagi tenaga pendamping program perlindungan sosial dilakukan secara mandiri oleh Dinas Sosial setempat. Euis menjelaskan bahwa hal ini terkait dengan pendekatan lokal yang belum terlingkup dalam agenda yang didanai oleh pemerintah pusat. Bahkan mereka menyediakan sendiri sekretariat khusus untuk pendamping program. Dari pendamping sendiri menjelaskan bahwa sejak Pemerintah daerah turut serta dalam inisiatif program perlindungan sosial mereka lebih fokus karena sarana pendukung tambahan disediakan oleh daerah. Kedua, Euis Linda Mutia juga menyebutkan bahwa bila hanya mengandalkan program dari pemerintah pusat masih banyak

16

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

RTSM yang belum terjamin program sehingga inisiatif daerah sangat dibutuhkan. Salah satu contoh yang dilakukan di Provinsi Banten adalah Program Jamkesratu (Jaminan Kesehatan Rakyat Banten Bersatu). Program ini adalah bentuk inovasi pemerintah daerah yang memadukan model Program Keluarga Harapan (PKH) dengan manambahkan item asuransi kesejahteraan sosial. Jamsosratu (Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu) sendiri merupakan program dengan skema yang melembaga dibawah supervisi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), yang dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai Dinas dan Instansi terkait. Dampaknya sangat dirasakan oleh kelompok masyarakat sangat miskin, dalam wawancara kami dengan beberapa RTSM menyebutkan bahwa program ASKESOS (Asuransi Kesehatan Sosial) sangat menolong mereka. Disebutkan, dalam kondisi kepala keluarga pencari nafkah kecelakaan atau meninggal mereka mendapatkan jaminan biaya berobat bahkan tunjangan kematian bila kepala keluarga meninggal dunia. Disamping dua hal tersebut masih terdapat hal-hal lain terkait pendekatan kedaerahan yang sangat membantu suksesnya

program perlindungan sosial. Diantaranya model komunikasi aparatur dengan masyarakat yang sangat baik. Seringnya dilakukan pertemuan informal dengan para tokoh masyarakat sehingga pada saat eksekusi program dilapangan menjadi lebih mudah. Namun demikian, masih ditemukan beberapa tantangan. Pertama, belum mencukupinya anggaran baik dari pemerintah pusat maupun setelah ditambahkan dengan anggaran pemerintah daerah. Hal ini tercermin dari masih banyaknya RTSM yang belum terjaring dalam program perlindungan sosial. Dalam teknis lapangan, terlihat bahwa hal ini menstimulus timbulnya konflik sosial karena dalam lingkungan dan kondisi keluarga yang relatif sama namun tidak semua mendapatkan program bantuan. Walaupun di beberapa kelurahan kebijakan bagi rata menjadi alternatif pilihan, seperti pada program Raskin. Kedua, Perlu peningkatan koordinasi antar Dinas terkait. Mengingat program perlindungan sosial tidak hanya melibatkan satu instansi (Dinas Sosial) namun juga melibatkan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai contoh dalam pelaksanaan program PKH dimana setiap anak usia sekolah (SD-SMP) dari RTSM mendapat bantuan dana untuk

pembelian perangkat sekolah, namun kebijakan ini masih bertabrakan dengan program dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang juga memberikan program yang sama. Seharusnya ini bisa disinkronisasi sehingga manfaat bantuan bisa lebih optimal, misal dengan menambah jenjang sekolah anak yang dijamin (SD-SMK) dengan dana yang direalokasi dari sinkronisasi program tersebut. Berdasarkan pengalaman Pemerintah Kabupaten dan Kota Serang tersebut maka jelas bahwa peran aktif pemerintah daerah sangat penting dalam percepatan penanggulangan kemiskinan. Inisiatif pemerintah daerah diperlukan karena lebih memahami kondisi sosial, yang selanjutnya mendorong pendekatan kebijakan dan program yang lebih tepat dan optimal.
Referensi: Kunjungan Lapang ke Kabupaten dan Kota Serang

Riski Raisa Putra

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

17 9

Keberhasilan Penyaluran Program Perlindungan Sosial Klaster I

eberhasilan pelakasanaan program perlindungan sosial tidak pernah lepas dari peran serta pemerintah daerah dalam implementasi pemerintah daerah lebih mengerti kondisi masyarakat di daerahnya sehingga akan lebih efektif untuk mengalokasikan bantuan perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Perlu komitmen yang besar dari pemerintah daerah untuk mendukung program tersebut. Beberapa daerah di Indonesia telah berhasil dalam pengimplementasian program perlindungan sosial seperti Jamkesmas, PKH, Raskin dan BSM. Program Keluarga Harapan (PKH) berperan penting dalam pengentasan kemiskinan masyarakat. PKH juga merupakan investasi sumber daya manusia untuk membantu generasi berikutnya keluar dari garis kemiskinan. Pemerintah Daerah Provinsi Banten merupakan daerah yang dinilai berhasil dalam menjalankan PKH di daerahnya. Keberhasilan Banten dalam menjalankan program tersebut dinilai dari tingkat partisipasi ibu yang berkunjung ke posyandu dan tingkat partisipasi belajar anak. Sejak diberlakukannya PKH di Banten, jumlah ibu yang berkunjung ke posyandu meningkat sehingga berdampak pada berkurangnya tingkat kematian ibu atau anak saat persalinan. Selain itu, program Keluarga Berencana (KB) di Provinsi Banten juga berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk alami Banten, tercermin dari peningkatan jumlah pasangan usia subur yang mengikuti program KB sebesar 2,78%. Atas keberhasilan tersebut, Gubernur Banten, Ratu Atut, menerima penghargaan Satyalancana Wira Karya pada tahun 2009 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) merupakan program yang sangat penting meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Keberhasilan program Jamkesmas sangat membantu Indonesia untuk mencapai target targetnya sesuai dengan MDGs poin ke 4,5 dan 6, yaitu penurunan angka kematian anak, peningkatan kesehatan ibu dan penanggulangan HIV/AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya. Peningkatan akses terhadap fasilitas kesehatan bagi masyarakat miskin merupakan kriteria untuk menilai keberhasilan program Jamkesmas di Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapat dari Pokja Perlindungan Sosial TNP2K, Kabupaten Purwakarta merupakan daerah yang dinilai berhasil dalam melaksanakan program Jamkesmasnya. Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, melakukan kerjasama dengan 11 rumah sakit baik di Purwakarta, Bandung dan Jakarta untuk memberikan pelayanan gratis bagi para penerima bantuan Jamkesmas. Pelayanan tersebut

berupa fasilitas rawat inap gratis untuk kelas III dan juga klaim obat yang tidak dibatasi jumlah biayanya. Selain itu, program Jamkesmas di Purwakarta juga telah berhasil memberikan jaminan kesehatan bagi para pekerja informal dengan penghasilan rendah. Selama ini kelompok masyarakat tersebut tidak pernah mendapatkan perhatian untuk jaminan kesehatan. Dalam rangka pencapaian program tersebut, Pemerintah Kabupaten Purwakarta menganggarkan dana sebesar Rp 50 milyar dari APBD Kabupaten Purwakarta. Jika dilihat dari presentase penyaluran program Beras Miskin (Raskin) berdasarkan target penyaluran, informasi dari Bulog menjelaskan Jawa Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan Maluku Utara merupakan daerah daerah yang berhasil memperoleh pencapaian target penyaluran terbaik. Selanjutnya, untuk program Bantuan Siswa Miskin yang diberikan pada setiap daerah, Yogyakarta dan Aceh menempati urutan pertama untuk tingkat keberhasilan penyaluran program tersebut. Berdasarkan data angka siswa putus sekolah yang diperoleh dari BPS, kedua provinsi tersebut merupakan dua provinsi terbaik yang memiliki tingkat drop out terendah tahun 2013. Bahkan presentase siswa drop out di kedua provinsi tersebut jauh dibawah rata rata nasional baik untuk jenjang pendidikan dasar (SD), SMP dan SMA. Walaupun beberapa daerah telah berhasil memperbaiki angka kemiskinan melalui program program perlindungan sosial yang telah disalurkan, bukan berarti tugas telah selesai. Masih banyak pemerintah daerah yang belum maksimal dalam penyaluran program tersebut, baik dari segi ketersediaan anggaran dan juga proses pendampingan masyarakat selama program berlangsung. Permasalahan lain adalah menyangkut keakuratan data masyarakat sangat miskin. Untuk itu dibutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dalam mendukung keberhasilan program tersebut, tentunya dengan melakukan kooordinasi antar- stakeholders terkait. Dengan langkah-langkah tersebut, maka target akselerasi penurunan jumlah penduduk miskin dapat terwujud.
Sumber : TNP2K, Bulog, BPS

18

Dara Ayu Prastiwi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Jalan Panjang Program Perlindungan Sosial


masyarakat golongan miskin, rentan dan menengah berada dibawah rata-rata laju pertumbuhan pengeluaran per kapita sebesar 4,87%. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat golongan miskin dan rentan menjadi lebih rendah dan dapat mendorong kenaikan tingkat kemiskinan. Untuk meningkatkan efektifitas upaya penanggulangan kemiskinan telah diterbitkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang bertujuan mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8 % - 10 % pada akhir tahun 2014. Stabilitas harga beras dan pangan menjadi salah satu bagian penting karena 65 persen konsumsi masyarakat miskin digunakan untuk mengkonsumsi makanan dengan komposisi 29 persen konsumsi untuk beras. Pengendalian inflasi diperlukan untuk menekan peningkatan biaya hidup dan garis kemiskinan. Adapun program perlindungan sosial yang dapat mengurangi beban rumah tangga sasaran (RTS) melalui pemenuhan kebutuhan pokok dalam bentuk beras, yaitu Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN). Program lain yang utama dalam menunjang masyarakat miskin adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) guna mempertahankan produktivitas dengan memberikan akses kesehatan. Bagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) diberikan program perlindungan sosial bersyarat, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH). Dalam jangka pendek, PKH

eningkatan pertumbuhan ekonomi ini belum diiringi dengan penurunan angka kemiskinan yang signifikan. Walaupun jumlah penduduk miskin dan persentasi tingkat kemiskinan mengalami penurunan, namun kecepatan penurunan semakin melamban. Selain itu, ketimpangan Indonesia juga semakin meningkat, mencapai angka gini 0.41. Gambaran ini perlu menjadi perhatian bersama untuk perumusan kebijakan dan program yang mendorong pemerataan pendapatan. Pada Forum Diagnosa Ekonomi (FDE) periode Mei 2013 yang bertema Efektivitas Program Perlidungan Sosial Menuju Pembangunan Indonesia Mandiri dan Sejahtera Prof. Suahasil Nazara, PhD memaparkan penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial. Dalam paparannya masyarakat dapat dibagi dalam empat klasifikasi golongan pengeluaran, yaitu (i) 12% masyarakat golongan miskin atau 29 juta orang dengan pengeluaran Rp 250.000/kapita/bulan, (ii) 28% masyarakat golongan rentan atau 70 juta orang dengan pengeluaran Rp 370.000/kapita/bulan, (iii) 40% masyarakat golongan menengah atau 100 juta orang dengan pengeluaran Rp 750.000/kapita/bulan dan (iv)

20% masyarakat golongan atas atau 50 juta orang dengan pengeluaran diatas Rp 750.000/kapita/bulan. Masing-masing golongan diberikan program pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan, diantaranya (i) masyarakat golongan miskin dan rentan dilakukan penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial, (ii) masyarakat golongan menengah dilakukan program perlindungan sosial, iklim usaha dan akses pasar dan (iii) masyarakat golongan atas dilakukan program pemberdayaan berupa iklim usaha. Pada tahun 2008-2012, laju pertumbuhan pengeluaran per kapita masyarakat golongan atas tumbuh lebih cepat daripada laju pertumbuhan pengeluaran per kapita masyarakat golongan miskin, rentan dan menengah. Laju pertumbuhan pengeluaran per kapita

bertujuan untuk mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang, diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan. Pada bidang pendidikan, pemerintah juga memberikan perlindungan sosial berupa Bantuan Siswa Miskin (BSM). Program ini bertujuan agar siswa dari kalangan tidak mampu dapat terus melanjutkan pendidikan dan bertujuan untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

19 9

Suahasil menambahkan bahwa pemerintah perlu menjamin akses dalam program penanggulangan kemiskinan. Hal tersebut diupayakan melalui tiga upaya yaitu pertama, Bantuan Tunai Bersyarat. Kelompok miskin dan rentan dapat memanfaatkan transfer dan untuk mendapatkan bantuan ini, masyarakat miskin dan rentan harus memenuhi syarat wajib pendidikan dan kesehatan untuk menjadi modal dasar bagi keluarga miskin untuk keluar dari kemiskinan. Kedua, pendampingan. Perlunya bantuan untuk mengakses sekolah, layanan kesehatan dan pelayanan publik lain yang adalah hak sebagai warga negara. Ini tugas dari pekerja sosial dan aparat yang mendapat tugas memberikan pendampingan. Terakhir adalah akses pekerjaan. Guna kelompok miskin dan rentan dapat keluar dari kemiskinan salah satunya adalah pekerjaan. Oleh karena itu Pemerintah terus berupaya memberikan lapangan kerja ataupun memperbanyak kesempatan mendapatkan pekerjaan.

Forum Diagnosa Ekonomi 16 Mei 2013

Sumber :

Oktya Setya Pratidina

Pelajaran Penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2005 untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2013
baik pada pola konsumsi masyarakat miskin juga dampaknya pada produktivitas kerja dan sektor pendidikan. Dalam kondisi yang hampir sama kala itu, pemerintah menaikkan harga BBM dan memberikan BLT sebagai bantalan bagi masyarakat miskin. Penelitian ini menggunakan data panel tahun 2005, 2006 dan 2007 untuk dapat melihat dampak jangka pendek maupun jangka panjang dari BLT. Penelitian dilakukan konsisten pada keluarga yang sama pada tiap tahunnya untuk dampak melihat dampak dari program ini. Program BLT sendiri adalah program bantuan langsung tunai yang diperuntukkan bagi keluarga miskin dan hampir miskin atau setara dengan 1,2 kali garis kemiskinan. Dalam penelitiaan in masih ditemukan beberapa kasus bahwa banyak keluarga mampu yang memperolah manfaat dari BLT. Pembahasan diawali dengan kajian dampak inflasi dari kebijakan kenaikan BBM. Kenaikan harga BBM tahun

aat ini angka kemiskinan sudah menurun jauh, 11,66% per September 2012 (sekitar 28,6 juta jiwa). Namun, berdasarkan kajian TNP2K jumlah penduduk yang berada di sekitar garis kemiskinan masih tinggi. Bila garis kemiskinan Indonesia dinaikkan 1,2 kali lipat saja, tingkat kemiskinan Indonesia meningkat menjadi 23 persen dan menjadi 38 persen bila garis kemiskinan dinaikkan 1,5 kali lipat. Lebih jauh lagi tingkat ketimpangan pendapatan penduduk di Indonesia sangat tinggi tercermin dari rasio gini yang mencapai 0,41. Tentu perjalanan masih sangat jauh, mengingat target pemerintah angka kemiskinan 8-10 persen pada tahun 2014. Dalam kondisi ekonomi seperti ini Indonesia dihadapkan pada satu pilihan kebijakan untuk menaikkan harga BBM. Banyak perdebatan yang muncul di publik mengenai kebijakan ini dalam fungsinya sebagai bantalan bagi masyarakat miskin atas kenaikan harga BBM. Salah satu hasil kajian Lembaga Penelitian SMERU yang melakukan kajian efektifitas dampak dari Bantuan Langsung Tunai (BLT)

20

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

2005 mendorong kenaikan inflasi cukup tinggi. Dampak inflasi paling besar terjadi di sektor transportasi baru kemudian diikuti inflasi pada makanan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Penelitian menggunakan metode different in different ini menyebutkan BLT mampu menjaga stabilitas konsumsi (expenditure) masyarakat miskin selama masa awal (2006-2006) hingga tahun ke dua kenaikan harga BBM. Pada rumah tangga miskin yang tidak menadapatkan BLT terjadi penurunan expenditure yang sangat tajam. Lebih jauh analisis dampak pada pola konsumsi masyarakat miskin ini lebih signifikan bila dilihat dalam jangka panjang (2005-2007). Berdasarkan peruntukan penggunaan BLT, konsumsi makanan, buah dan sayur menjadi prioritas disusul penggunaan untuk transportasi. Salah satu yang menarik dari analisis mengenai alokasi penggunaan BLT adalah peningkatan konsumsi rokok paska penyaluran. Namun secara umum porsi paling besar masih untuk kategori makanan dibanding bukan makanan. BLT mampu menahan keluarga hampir miskin (near poor) untuk tidak jatuh ke dalam golongan miskin. Bahkan dalam perhitungan jangka panjang (20052007), BLT signifikan mendorong keluarga miskin keluar dari kategori miskin (out of poverty). Namun sebagian besar setelah BLT dikucurkan, mereka tetap terkategori keluarga miskin (cronic poor) Selanjutnya, dugaan yang selama ini buruk mengenai BLT yakni berupa bantuan yang tidak mendidik jiwa wirausaha penduduk miskin juga menjadi perhatian dalam penelitian ini. SMERU mengungkapkan bahwa ada hubungan positif antara penerima BLT dengan peningkatan jumlah jam kerja penerima, khusunya dalam jangka panjang. Artinya, sejak dilaksanakannya program BLT pada tahun 2005 terjadi peningkatan produktivitas rumah tangga penerima bantuan. Dalam jangka pendek memang terlihat bahwa BLT tidak signifikan meningkatkan jam kerja masyarakat miskin, namun dalam jangka panjang penerima BLT terbukti mengalami peningkatan jam kerja yang cukup signifikan. Program ini mampu merangsang produktifitas masyarakat tidak hanya sekedar memberikan bantuan tunai. Dampak lain dari program BLT ini juga terjadi pada sektor kesehatan. Terjadi peningkatan penggunaan fasilitas kesehatan baik publik maupun swasta setelah program ini dilaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa kendala selama ini rendahnya kesadaran masyarakat miskin akan kesehatan dominan didorong oleh faktor biaya. Di bidang pendidikan, pada awal 2006 di wilayah sampel penelitian, terdapat 18.234 anak usia sekolah, tercatat hanya 29 anak yang putus sekolah sejak pelaksanaan program BLT dari tahun 2005. 14 dari 29 anak yang putus sekolah tersebut berasal dari keluarga

miskin yang tidak mendapatkan program. Dampak pada pendidikan lebih besar bila dilihat pada jangka panjang (2005-2007). Penelitian ini menyebutkan bahwa probabilitas penurunan angka putus sekolah makin besar. Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa, sejak pelaksanaan program BLT tahun 2005 terjadi penurunan jumlah jam kerja anak usia sekolah, sehingga beban mereka untuk bekerja membantu ekonomi keluarga dan mengorbankan jam sekolah semakin berkurang.

BLSM perlu belajar dari BLT


Banyak manfaat yang sudah diterima masyarakat miskin dari pelaksanaan program BLT. Namun demikian masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan program semacam ini di masa mendatang. Terdapat beberapa catatan mengenai program ini diantaranya; Pertama, targeting improvement adalah hal yang perlu menjadi bagian dari perbaikan program BLT karena berdasarkan pengalaman tahun 2005-2007 masih banyak masyarakat tidak miskin yang menerima BLT. Tepat tidaknya sasaran sebuah program sangat menentukan signifikansi dampak dari pelaksanaan program tersebut. Terkait mengenai data ini perlu dibangun sebuah unified database for targeting, hal ini bermanfaat agar kedepan tidak lagi terjadi salah sasaran dan beda persepsi antara data kemiskinan dari pusat dan data kemiskinan dari desa sehingga penerima BLT jelas terkualifikasi sebagai kelompok masyarakat miskin. Kedua, size of transfer. Program BLT pada tahun 2005 menargetkan berdasarkan jumlah keluarga, namun pada kenyataannya jumlah orang dalam sebuah keluarga berbeda beda sehingga dampak dari BLT tidak optimal dirasakan oelh sejumlah keluarga. Kedepan perlu dikembangkan BLT dengan target per kepala sehingga masing-masing individu jelas akan merasakan dampak dan manfaat dari BLT. Ketiga, program BLT yang dikucurkan per tiga bulan mendorong perubahan pada pola konsumsi masyarakat miskin. Karena tiba-tiba mendapat uang dalam jumlah besar sehingga di periode awal masa penerimaan terjadi lonjakan konsumsi sehingga muncul konsumsikonsumsi untuk barang di luar kebutuhan pokok seperti rokok dan perangkat komunikasi. Sebaiknya BLT di salurkan rutin setiap bulannya agar BLT tepat guna dan tidak memunculkan efek psikologis yang buruk dalam pola konsumsi masyarakat miskin.

Riski Raisa Putra

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

21 9

Opini Pakar

P
Asep Suryahadi, PhD
Direktur Lembaga Penelitian SMERU

Meneropong Lebih Dalam Perlindungan Sosial Indonesia


Untuk itu, perlu adanya perbaikan strategi dalam mempercepat penurunan tingkat kemiskinan. Asep berpendapat, bahwa bantuan yang bersifat langsung dibutuhkan untuk mengatasi hardcore poverty yang saat ini telah menjadi salah satu akar masalah kemiskinan di Indonesia. Selain itu, Pemerintah membutuhkan alat yang lebih baik untuk menjangkau penduduk miskin, misalnya dengan peta kemiskinan yang lebih rinci sampai ke tingkat desa atau bahkan sampai ke tingkat rumah tangga sehingga program bantuan sosial dapat diberikan tepat sasaran. Selain masalah kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan juga menjadi persoalan yang perlu diselesaikan. Rasio gini Indonesia pada tahun 2012 mencapai angka 0,41 yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Untuk mengatasi ketimpangan, tidak akan cukup hanya dengan kebijakan sosial yang sifatnya membantu orang miskin, tetapi juga perlu kebijakan ekonomi yang akan mengatasi inti persoalan. ungkap Asep sebagai respon. Kebijakan ekonomi yang dapat diterapkan yakni melalui kebijakan fiskal dengan cara menetapkan tarif pajak (marginal tax rate) yang lebih progresif dan dengan menarik pajak tambahan (surcharge tax) untuk orang-orang super kaya dan perusahaan-perusahaan yang mengekstraksi sumber daya alam. Indonesia dapat belajar dari Brazil yang merupakan negara yang cukup berhasil mengatasi persoalan ketimpangan. Pemerintah Brazil menyelenggarakan

Perkembangan ekonomi Indonesia sampai dengan Triwulan I-2013 cukup menggembirakan. Ekonomi tumbuh di atas enam persen diikuti dengan kestabilan moneter dan indikator makro lainnya. Selain itu, seiring dengan kenaikan investment grade dari berbagai lembaga pemeringkat internasional, arus investasi masuk terus mengalir deras. Indikator sosial seperti angka kemiskinan juga terus menurun. Jumlah penduduk miskin pada September 2012 tercatat sebesar 28,59 juta orang atau setara dengan 11,66% dari total penduduk. Akan tetapi penurunan jumlah penduduk miskin cenderung mengalami perlambatan. Untuk mendalami masalah tersebut telah dilakukan wawancara dengan Direktur Lembaga Penelitian SMERU, Asep Suryahadi PhD. Beliau menjelaskan beberapa faktor penyebab perlambatan penurunan kemiskinan. Pertama, perlambatan penurunan angka kemiskinan merupakan sesuatu yang natural. Penurunan tingkat kemiskinan akan lebih cepat dilakukan pada saat tingkat kemiskinan masih tinggi. Oleh karena itu, semakin rendah tingkat kemiskinan akan semakin sulit untuk membantu orang miskin keluar dari kondisi kemiskinan karena penduduk miskin yang tersisa tergolong paling parah (hardcore poverty). Kedua, dari sisi lokasi juga akan lebih sulit untuk menemukan orang miskin ketika jumlahnya semakin sedikit. Akibatnya program sosial akan kesulitan menjangkau sasaran yang tepat karena karena lokasi orang miskin yang semakin terpencar dan tersebar di pelosok.

22

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

program

...untuk mengatasi ketimpangan, tidak akan cukup hanya dengan kebijakan sosial yang sifatnya membantu orang miskin, tetapi juga perlu kebijakan ekonomi yang akan mengatasi inti persoalan..

pemberian dana tunai kepada masyarakat lanjut usia yang memenuhi syarat. Bantuan ini diberikan secara regular setiap bulan dengan jumlah tertentu. Program ini dinilai berhasil membantu mengurangi ketimpangan di negara penghasil kopi terbesar di dunia ini. Menurut Asep, kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah belum sepenuhnya berpihak pada orang miskin (pro-poor). Porsi anggaran untuk bantuan sosial tercatat hanya 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh lebih rendah dari negara-negara maju yang sudah mencapai 5 persen atau lebih. Bahkan di negara-negara tertangga pun porsi bantuan sosial sudah mencapai sekitar 2 persen. Hal ini mungkin diakibatkan karena kurang fokusnya penganggaran pada investasi di program-program sosial sejak awal pembangunan. Pemerintah baru mulai fokus pada program-program sosial saat melonjaknya kemiskinan akibat krisis ekonomi pada tahun 1998-99. Pemerintah telah melaksanakan program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) untuk mendorong penurunan tingkat kemiskinan. Program ini terdiri dari Raskin, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Jamkesnas. Terkait dengan program P4S, Asep memaparkan strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial. Pertama, Pemerintah perlu memperluas cakupan program

social pension atau

sehingga dapat menjangkau bukan hanya masyarakat miskin, tetapi juga masyarakat hampir miskin yang rentan terjatuh ke jurang kemiskinan. Di samping itu, perlu adanya peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam pelaksanaan program perlindungan sosial. Harapannya Pemda lebih tahu keperluan dan kondisi masyarakat di daerahnya sehingga tujuan dan sasaran program lebih mudah dicapai. Asep juga mengapresiasi penyusunan unified database atau basis data terpadu, yaitu sebuah sistem yang digunakan untuk penetapan sasaran bantuan sosial, baik rumah tangga maupun individu penerima bantuan berdasarkan pada data rumah tangga sasaran terpadu. Hal ini menjadi sarana yang penting untuk penentuan sasaran yang lebih tepat. Adanya basis data terpadu menjadikan berbagai program perlindungan sosial lebih terintegrasi dalam penetapan penerima manfaat dari program-program tersebut. Penyaluran program perlindungan sosial tidak lepas dari tantangan dan kendala pelaksanaan operasional. Salah satunya adalah dinamika politik lokal dan sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa bantuan sosial yang diberikan merupakan hak masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Adanya kecemburuan sosial juga ikut menghambat pelaksanaan program. Kecemburuan sosial timbul ketika penargetan program dilakukan secara tajam hanya kepada penduduk miskin, sehingga kalangan masyarakat yang rentan atau berada sedikit di atas garis kemiskinan merasa terpinggirkan.

Masyitha Mutiara R

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

23

Penguatan Ketahanan terhadap Resiko Penurunan Kesejahteraan Sosial


masa pertanggungan yakni 3 tahun, pembayaran premi tersebut dapat diambil kembali oleh peserta Askesos. Dengan membayar premi sebesar Rp. 5.000,00 per bulan, peserta Askesos, pada tahun I akan mendapat dana pertanggungan Rp. 100.000,00 apabila sakit (10 hari berturut-turut atau 3 hari rawat ekonomi yang bertugas sebagai lembaga pelaksana Askesos dan tim pengelola Askesos yang secara teknis melayani peserta Askesos.Kendala yang mungkin timbul berasal dari paradigma masyarakat yang belum memperhitungkan resiko kecelakaan kerja. Masyarakat yang kurang mampu memiliki kecenderungan menggunakan seluruh pendapatannya untuk konsumsi, dan mengesampingkan tabungan dan perlindungan dirinya. Melalui kerjasama pemerintah dan lembaga masyarakat untuk memberikan edukasi akan membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap kesejahteraan sosial. Secara simultan, melalui Askesos masyarakat akan dikenalkan dengan budaya menabung yang bisa digunakan untuk keperluan di masa yang akan datang. Sehingga ke depannya terdapat pemeliharaan penghasilan bagi peserta Askesos dan terciptanya kebiasaan menabung seiring dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mengusahakan jaminan sosial yang berbasis masyarakat.
Sumber : Kementerian Sosial

Askesos:

Keuangan

Menurut data yang dirilis BPS, pada Bulan Februari 2013 sebanyak 60,02% atau 68,4 juta orang bekerja pada kegiatan informal. Dengan besarnya proporsi pekerja informal, perlindungan terhadap resiko pekerjaan tidak hanya dilakukan pada kegiatan formal namun kegiatan informal pun memerlukan adanya perlindungan. Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) merupakan sistem perlindungan yang memberikan jaminan pertanggungan dalam bentuk pengganti pendapatan keluarga bagi warga masyarakat sebagai pekerja di sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pembantu rumah tangga buruh bangunan, buruh tani, nelayan dan pekerja informal lainnya. Dalam Askesos perlindungan diberikan terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama dalam keluarga menderita sakit, mengalami kecelakaan dan atau meninggal dunia. Selain itu, Askesos juga meningkatkan ketahanan keluarga dari kerentanan terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial melalui pemeliharaan pendapatan. Askesos diperuntukkan bagi : i) pekerja mandiri di sektor informal; ii) pencari nafkah utama dengan penghasilan minimal Rp. 300.000,00 per bulan; iii) berumur 21-60 tahun atau telah menikah. Setiap bulan peserta Askesos membayar premi sebesar Rp. 5.000,00. Pembayaran premi ini juga berfungsi sebagai tabungan, sehingga pada akhir

inap) atau mengalami kecelakaan, dan Rp. 200.000,00 apabila meninggal dunia. Untuk tahun II dan III, dana pertanggungan untuk resiko kematian masing-masing sebesar Rp. 400.000,00 dan Rp. 600.000,00. Masa pertanggungan Askesos adalah 3 tahun, baik terjadi resiko maupun tidak dana tabungan dan uang premi akan dikembalikan sebesar Rp. 180.000,00 (36 bulan x Rp. 5.000,00). Setelah masa pertanggungan selesai, peserta dapat mengikuti kembali Askesos dengan mendaftar kembali. Pelaksanaan program Askesos didukung oleh Departemen Sosial dan Dinas Sosial Provinsi sebagai koordinator dalam taraf kebijakan, Instalasi Sosial Daerah sebagai pengendali, Lembaga sosial dan

Alexcius Winang

24

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

BUMN/ Korporasi

Strategi Bisnis BUMN Meraup Laba

"Di tengah gejolak krisis ekonomi global, perekonomian Indonesia dapat dikatakan cukup stabil. Salah satu penopangnya ialah prestasi sejumlah perusahaan BUMN yang membukukan laba cukup besar"

Di tengah gejolak krisis ekonomi global, perekonomian Indonesia dapat dikatakan cukup stabil. Salah satu penopangnya ialah prestasi sejumlah perusahaan BUMN yang membukukan laba cukup besar. Namun terlepas dari tercapainya target setoran dividen atas laba BUMN tahun buku 2012 yang mencapai Rp 30,78 triliun, terselip permasalahan yaitu tidak semua BUMN menyetorkan deviden karena merugi. Tercatat 16 dari 141 BUMN tidak mampu mencapai target laba usaha yang telah ditetapkan pada tahun 2012. Menurut Wahyu Hidayat selaku Deputi Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis BUMN, kerugian yang terjadi di 16 BUMN diperkirakan hampir mencapai Rp1,5 triliun. BUMN sering merugi karena memiliki aset besar yang kurang produktif. Oleh karenanya, direksi dan para pemangku jabatan di perusahaan-perusahaan BUMN harus dapat menentukan strategi pasar yang tepat dan efektif. Dalam contoh nyata, beberapa perusahaan BUMN berhasil bangkit dari keterpurukan, misalnya : PT Kereta Api Indonesia, PT PELNI, dan PT Garuda Indonesia. Pakar pemasaran Hermawan Kertajaya menyatakan, ketiga perusahaan pelat merah bidang transportasi itu dapat kembali sukses dengan melakukan pengubahan arah bisnis yang dalam istilah marketing disebut rightsizing.

PT Garuda Indonesia hampir bangkrut karena popularitas jasa penerbangan murah. Karena Garuda Indonesia saat itu merupakan low cost airline, akhirnya diubah menjadi full service airlines. PT KAI merugi karena selain banyaknya penumpang kereta kelas ekonomi tidak mau membeli karcis resmi, juga kelebihan tenaga kerja. Namun saat ini PT KAI mencoba menopangnya dengan menyediakan kereta wisata, memperbesar kargo, dan mengangkut batubara untuk PT Bukit Asam. PT PELNI pun mengubah arah bisnisnya, dari sekadar melayani penumpang antarpulau, kini banting setir mengangkut kargo di pulau-pulau wilayah timur Indonesia. Selain jeli menangkap peluang bisnis baru dari yang selama ini biasa dilakukan, direksi BUMN juga harus memikirkan branding alias memperkokoh merek dagang di mata masyarakat. Caranya bisa mencontoh langkah PT KAI yang menawarkan paket kereta wisata. Walaupun untungnya tidak besar, tetapi dengan branding akan membuat imej perusahaan menjadi lebih komersil dan dinilai potensial.

Arief Firmansyah

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

25

Fiskal dan Regulasi Ekonomi

Aturan Baru Perpajakan Usaha Mikro Kecil Menengah

khlas bisa didefinisikan sebagai tindakan memberikan sesuatu dengan tulus hati. Program pemerintah dalam membantu pengembangan UMKM merupakan salah satu keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha kecil. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian begitu besar*) sehingga Pemerintah perlu membantu UMKM dalam mengatasi hambatanhambatan yang ada. Jikalau kemudian ada niat Pemerintah untuk memungut Pajak Penghasilan (PPh) terhadap UKM, bukankah hal ini bisa dinilai bahwa program Pemerintah dalam membantu UMKM selama ini sebagai kebijakan dengan pamrih? Sudut pandang sangat berpengaruh dalam menilai hal ini. Melihatnya dari sudut pandang pengembangan UMKM akan menghasilkan penilaian berbeda jika dibandingkan dengan melihatnya dari sudut pandang penerimaan negara. Jikalau sudah begini, ada baiknya jika kita menyimak pendapat Anderson (1975) yang menyatakan bahwa kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan. Demikian juga dengan niat untuk mengenakan PPh UKM, Pemerintah tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pengenaan PPh terhadap UKM merupakan salah satu cara dalam mengoptimalkan penerimaan pajak dengan memperluas basis pajak (ekstensifikasi). Ide ini masih menjadi bahan perdebatan pada beberapa kalangan. Ada yang berpendapat bahwa penerimaan perpajakan akan meningkat signifikan dengan mengoptimalkan penggalian wajib pajak badan besar daripada harus mengurus pajak UKM. UKM merupakan usaha skala kecil dan perlu didorong untuk berkembang. Singkat kata, daripada menangkap ikan-ikan kecil lebih baik fokuskan saja untuk menangkap ikan-ikan besar. Direktorat Jenderal Pajak dalam Laporan Tahun 2011 menyebutkan bahwa sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, dari sekitar 110 juta jumlah orang yang aktif bekerja di Indonesia, jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar hanyalah 19,9 juta wajib pajak. Sementara itu, dari sekitar 12,9 juta jumlah badan usaha yang berdomisili tetap dan aktif, jumlah wajib pajak badan terdaftar hanya sebesar 1,9 juta wajib pajak. Hal ini berarti bahwa rasio wajib pajak orang pribadi (18,1%) maupun rasio wajib pajak badan (14,8%) masih sangat rendah. Oleh karena itu, perlu upaya yang kuat dalam meningkatkan rasio tersebut. Semua opsi dalam rangka meningkatkan penerimaan perpajakan perlu dikaji lebih mendalam, termasuk didalamnya pengenaan PPh terhadap UKM.

Pengenaan PPh terhadap UKM dirumuskan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam RPP ini tarif yang dikenakan terhadap wajib pajak adalah tarif PPh Final sebesar 1%. PPh Final adalah pengenaan PPh dengan tarif tunggal yang dikenakan atas penghasilan bruto dari kegiatan usaha tertentu dan bersifat final. Dengan tarif PPh Final perhitungan besarnya PPh yang terhutang menjadi lebih sederhana. Hal ini akan memudahkan UKM dalam menghitung PPh terutangnya. Sementara itu kriteria wajib pajak yang dikenakan adalah wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang menerima penghasilan usaha (tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas) dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam satu tahun pajak. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagai instansi pembina mengusulkan agar usaha dengan peredaran bruto sampai dengan Rp300.000.000,00 ditegaskan dalam RPP sebagai wajib pajak yang tidak dikenakan. Jika ketentuan ini disepakati, maka jika dikaitkan dengan kriteria UMKM dalam UU 20 Tahun 2008 maka hanya Usaha Kecil dan sebagian Usaha Menengah yang dikenakan PPh. Pengenaan tarif PPh Final sebesar 1% merupakan tarif yang cukup adil dan tidak memberatkan. Namun demikian perlu juga diperhatikan terkait sektor usaha yang sudah masuk dalam basis pungutan pajak daerah seperti pajak restoran dan pajak hotel. Jika pelaku usaha tersebut harus dibebani oleh pajak daerah dan pajak pusat maka tentunya akan menjadi hal yang memberatkan dan bahkan akan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha. Proses sosialisasi menjadi salah satu hal terpenting dalam menjalankan kebijakan ini. UKM bukanlah usaha besar yang sudah mempunyai pembukuan yang baik terutama dalam penghitungan pajak. Perlu pendampingan agar aturan ini dapat dipahami dengan baik oleh kalangan pengusaha UKM. Dalam jangka pendek, kebijakan ini lebih berfokus pada sisi penataan wajib pajak dan proses edukasi mengenai kesadaran membayar pajak. Ibarat menjaring ikan di lautan, tangkapan ikan besar akan memberikan hasil yang besar pula. Namun demikian, jika ikan-ikan kecil yang ada bisa diatur dengan baik, tangkapan ikan-ikan kecil tersebut akan memberikan hasil yang signifikan pula.

Ahmad Rifai Sapta

26

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Kolom MP3EI

Koordinasi MP3EI untuk Indonesia Bagian Barat dan Timur

akor MP3EI di Nusa Dua, Bali, 19 April 2013, dilaksanakan untuk membahas perkembangan KE Jawa dan KE Bali-NT. Pada Rakor tersebut dilaporkan, hasil validasi KE Jawa menunjukkan jumlah proyek sebanyak 331 proyek dengan nilai sebesar Rp.1.489,9 triliyun. Untuk perkembangan kegiatan sektor riil dan infrastruktur KE Bali-NT, berdasarkan Peraturan Presiden nomor 32 Tahun 2011 tentang MP3EI 20112025, jumlah proyek sebanyak 136 proyek dengan nilai sebesar Rp.210,3 triliyun. Sedangkan dari hasil validasi data yang dilakukan hingga April 2013, berjumlah 42 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp.172,96 triliyun. Sementara itu, realisasi groundbreaking (GB) 2011-2012 untuk KE Jawa tahun 2011-2012 berjumlah 67 proyek dengan nilai Rp.207 triliyun dan rencana GB 2013-2014 berjumlah 36 proyek dengan nilai Rp.219,32 triliyun. Sedangkan, realisasi GB KE Bali-NT berjumlah 17 proyek dengan nilai sebesar Rp.42,32 triliyun dan rencana GB 2013-2014 berjumlah 9 proyek dengan nilai Rp. 79,4 triliyun. Beberapa keputusan untuk KE Bali-NT antara lain: (1) Pemberlakukan Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral, terhadap rincian investasi PT. Newmount di Nusa Tenggara Barat diputuskan harus dilakukan review dan revisi lampiran Permen ESDM No.7 tahun 2012; (2) persetujuan Pengembangan Kawasan Wisata Mandalika bahwa Analisis Dampak dan Lingkungan (AMDAL), namun perihal pembebasan lahan dan realisasi investasi akan diselesaikan secepatnya. Selanjutnya, keputusan untuk KE Jawa, terkait dengan pembangunan Bandara Ahmad Yani di Semarang saat ini masih dalam tahap pembahasan di Kementerian Pertahanan. Rakor di Manado, 3 Mei 2013, dilaporkan bahwa perkembangan kegiatan untuk KE Sulawesi, jumlah proyek sebanyak 193 proyek dengan nilai sebesar Rp.355,6 triliyun. Validasi data hingga April 2013 menunjukkan investasi yang siap sebanyak 255 proyek bernilai Rp.282,8 triliyun. Sedangkan untuk KE PapuaKep. Maluku 44 proyek bernilai Rp.448,19 triliyun. Validasi data hingga Mei 2013 investasi yang siap berjumlah 16 proyek bernilai Rp.433,38 triliyun.

Realisasi GB 2011-2012 untuk KE Sulawesi berjumlah 19 proyek dengan nilai sebesar Rp. 28,1 triliyun dan rencana GB 2013-2014 berjumlah 22 proyek dengan nilai sebesar Rp23,5 triliyun. KE Papua-Kepulauan Maluku realisasi GB berjumlah 21 proyek dengan nilai sebesar Rp.93,3 triliyun dan rencana GB 2013-2014 berjumlah 6 proyek dengan nilai sebesar Rp.205,9 triliyun. Untuk KE Sulawesi dihasilkan keputusan-keputusan, diantaranya: (1) dilakukannya studi perpanjangan landasan Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, (2) pelabuhan Bitung akan menjadi Hub Port Internasional untuk menghubungkan seluruh angkutan cargo maupun kontainer dari arah pasifik yang akan masuk ke kawasan Indonesia melalui Bitung, (3) pembangunan jalan Tol Manado-Bitung dengan nilai sebesar Rp.4,3 triliyun dan direncanakan proses lelang bulan Oktober dan (4) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung akan ditetapkan tahun 2013. Untuk infrastruktur strategis lainnya seperti pembangunan Jalan Palu-Parigi Menko Perekonomian mengarahkan agar dilakukan percepatan dengan beberapa hambatan akan dilakukan evaluasi secepatnya. Beberapa isu-isu strategis untuk KE Papua dan Kep. Maluku, diantaranya (1) pembahasan percepatan Renegosiasi Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport dan PT. Wedabay Nickel), (2) Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Solway Group akan ditindaklanjuti dengan Kementerian ESDM dan Pemprov Maluku Utara, (3) pengembangan Merauke Integrated Food dan Energy Estate (MIFEE) terkait percepatan penetarapan RTRW Provinsi Papua sudah dilakukan pembahasan dengan DPRP Papua, (4) teknis lokasi pelabuhan pendukung MIFEE di Bian akan dicari alternatif solusi melalui feasibility study dan (5) direncanakan Proyek pembangunan Pabrik Semen di KE Papua yang akan GB bulan Juni 2013. Berdasarkan keputusan-keputusan yang telah di ambil pada rangkaian Rakor tersebut diharapkan dapat mempercepat proses debottlenecking dan realisasi investasi MP3EI di tiap koridor ekonomi.

Raisa Anastasia

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

27

Ketenagakerjaan

Monitoring dan Evaluasi Penyaluran KUR TKI di Kabupaten Lebak, Banten


Beberapa hal yang menjadi perhatian para CTKI adalah (i) asuransi, (ii) besaran gaji yang diterima dan (iii) besaran pinjaman yang diperbolehkan melalui KUR TKI dan cicilannya. Tim Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan bahwa setiap TKI yang akan berangkat diberikan kartu asuransi untuk melindungi para TKI pra penempatan, selama penempatan maupun pasca penempatan. Namun, diingatkan, walaupun para TKI mimiliki asuransi bukan berarti kecelakan yang terjadi diluar jam kerja dapat dengan mudah dilakukan pencairan klaim. Oleh karena itu, para TKI harus menjaga diri dengan baik saat dan sesudah waktu jam kerja. Perihal dengan besaran pendapatan para TKI, dijelaskan bahwa untuk sektor konstruksi di Brunei adalah sebesar 18 dollar Brunei per jam dan 4 dollar Brunei per jam untuk lembur, dengan masa kerja dua tahun dan kontrak kerja akan di tanda tangani di Indonesia. Besaran yang dapat dipinjam melalui KUR TKI, khusus untuk CTKI dari Pondok Pesantren Mubasyirin, kurang lebih sebesar Rp. 15.750.000 yang sudah termasuk biaya cost structure, bunga bank, agent di dalam dan luar negeri, uang saku untuk satu bulan di Brunei dan titipan untuk istri atau keluarga yang ditinggal. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Lebak, menjelaskan bahwa pada tahun 2012 terdapat 220 TKI dan 357 TKI pada triwulan pertama 2013 yang dikirim keluar negeri. Namun, berdasarkan data dari BNP2TKI terdapat 1.700 TKI pada tahun 2012 dan 357 TKI pada triwulan pertama 2013. Perbedaan ini karena para CTKI berangkat dan terdaftar bukan dari Kabupaten Lebak, melainkan melalui daerah lain, yaitu Sukabumi. Fungsi dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial dalam penyaluran KUR TKI adalah membantu dalam melakukan pembinaan terhadap PPTKIS, memilih PPTKIS yang sehat dan mengawasi penyaluran KUR TKI yang berlangsung di Kabupaten Lebak. Dari hasil tinjauan Pelaksanaan KUR TKI di Kabupaten Lebak, masih banyak yang belum memahami dan mengerti mengenai KUR TKI sehingga perlu diadakan sosialisasi kebijakan KUR TKI yang lebih banyak dan mendalam karena potensi penyaluran KUR TKI sebenarnya sangat besar.

Kredit Usaha Rakyat Tenaga Kerja Indonesia (KUR TKI) adalah sebuah progam pemerintah berlandas hukum, Inpres No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, khususnya tindakan Menyusun Kebijakan Penyaluran Kredit Kepada Pekerja Migran di Daerah sebagai salah satu upaya dalam meringankan beban bagi para Calon TKI (CTKI). Dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menangah Nasional (RPJMN) 2010-2014, khususnya yang terkait dengan pembiayaan TKI dan Inpres No. 3 Tahun 2010, Bidang Perluasan Kesempatan Kerja, Kedeputian Koordinasi Fiskal dan Moneter pada tanggal 29 April 2013, melakukan tinjauan Pelaksanaan KUR TKI ke Kabupaten Lebak, Serang. Kabupaten Lebak merupakan salah satu kantong pengiriman TKI. Dalam tinjauan dilakukan pertemuan dengan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Lebak dan para calon TKI dari Kecamatan Muncang. Dijelaskan terkait dengan KUR TKI, koperasi dapat berperan sebagai lembaga linkage guna meneruspinjamankan KUR TKI dari Bank Pelaksana kepada CTKI. Dari 652 koperasi di Kabupaten Lebak memiliki 86.258 orang dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.241 tenaga kerja, hanya enam koperasi yang dapat dikategorikan sangat bagus. Keenam koperasi tersebut akan dimanfaatkan menjadi lembaga linkage penyaluran KUR TKI. Salah satu dari ke-enam koperasi adalah koperasi AlHikmah yang dimiliki oleh Pesantren Mubasyirin, Kecamatan Muncang, Lebak, dan sudah bertindak sebagai lembaga linkage dalam penyaluran KUR TKI. Pesantren Mubasyirin memiliki 65 CTKI laki-laki dengan umur diatas 20 tahun yang sedang dalam proses pemberangkatan ke Brunei Darussalam Juni mendatang untuk bekerja di sektor konstruksi. Pembiayaan disalurkan oleh Bank Syariah Mandiri (BSM) cabang Serang melalui KUR TKI. Dalam dialog yang berlangsung di Pondok Pesantren Mubasyirin bersama pimpinan Pondok Pesantren, pimpinan PPTKIS Bagus Bersaudara, pejabat Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak dan para CTKI, dapat terlihat antusias para CTKI untuk berangkat. Satusatunya alasan para peserta untuk menjadi TKI adalah kesempatan untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi di bandingkan di dalam negeri.

Insani Sukandar

28

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

KUR dan UKM

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) April 2013 Semakin Dominan di Sektor Perdagangan

"Secara sektoral, KUR bulan April 2013 lebih banyak disalurkan untuk sektor perdagangan yakni sebesar 57%, diikuti oleh sektor pertanian sebesar 16% "

enyaluran KUR pada bulan April 2013 menurun hingga Rp 3,4 triliun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 5,3 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 203.410 orang. Sejak bulan November 2007 hingga Februari 2013, total penyaluran KUR mencapai Rp 111 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 8,45 juta orang. Rata-rata setiap debitur mendapatkan kredit sebesar Rp 13,2 juta per orang dengan tingkat NPL 4,4%. Bank yang menyalurkan KUR tertinggi adalah BRI khususnya KUR Mikro yang hingga bulan Maret 2013 telah tersalur sebesar Rp 53,8 triliun. Selanjutnya KUR Ritel BRI telah menyalurkan sebesar Rp 14,0 triliun. Jumlah masing-masing debitur sebesar 7,7 juta orang dan 85.371 orang untuk KUR Ritel BRI. Sementara itu penyaluran KUR melalui BPD bulan Maret 2013 sebesar Rp 54,7 milliar dengan jumlah debitur sebanyak 632 orang. Penyaluran melalui BPD periode November 2007 hingga April 2013, penyalur tertinggi adalah Bank Jatim diikuti Bank Jabar Banten masingmasing sebesar Rp 3,49 triliun dan

Rp 2,45 triliun dengan jumlah debitur sebesar 33.216 orang dan 22.638 orang dengan tingkat rata-rata NPL sebesar 8%. Dilihat dari sektor yang menerima KUR pada bulan April 2013, sektor perdagangan mendapatkan KUR terbanyak hingga 57%. Selanjutnya, untuk urutan kedua adalah sektor pertanian yang mencapai 16% atau setara dengan Rp 18.098.846 juta. Pemerintah menyalurkan KUR di sektor pertanian seiring dengan program peningkatan produktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan sebaran regional penyaluran tertinggi tercatat pada provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan penyaluran masing-masing sebesar Rp 17,1 triliun, Rp 16,8 triliun dan Rp 14,2 triliun. Untuk laporan penyaluran KUR TKI juga mengalami peningkatan dari segi debitur dan penyaluran. Pada bulan April 2013 tercatat penyaluran KUR TKI mencapai Rp 50.1 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 4.203 TKI.

Windy Pradipta

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

29

Forum Kajian Pembangunan

Pengaruh Flukstuasi Harga Pangan terhadap Perekonomian


Peningkatan harga pangan yang tajam menyebabkan beberapa masalah, seperti: (i) semakin banyak kemiskinan; (ii) kerentanan pangan dan (iii) kekurangan gizi yang mendasari penelitian Food Price Volatility (FPV) oleh SMERU Research Institute. Hasil penelitian dipaparkan dalam Forum Kajian Pembangunan (FKP) tanggal 8 Mei 2013. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat: (i) bagaimana FPV mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari masyarakat miskin di kota dan desa; (ii) jenis-jenis dukungan yang diterima masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan pangannya dan (iii) kendala yang dialami generasi muda dalam melakukan pekerjaan di sektor pertanian. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada 10 negara. Untuk Indonesia, pengambilan contoh acak dilakukan di Cianjur (Desa Cibulakan) dan Banjar (Desa Simpang Empat) sebagai kawasan pedesaan dan di Bekasi (Desa Gandasari) sebagai kawasan perkotaan. Terlampir tabel daftar responden pada ketiga wilayah tersebut. Berdasarkan data Global Food Security Index, status ketahanan pangan Indonesia berada di posisi 64 dari 105 negara di dunia. Pada tahun 2012, World Food Program menyatakan bahwa terdapat 25 Juta penduduk Indonesia mengalami kerentanan pangan. Dalam mengelola pendapatan untuk kebutuhan pangan, karakteristik masyarakat desa dan kota cenderung sama. Mereka akan lebih mengalokasikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun, hanya nilai persentasenya saja yang berbeda. Masyarakat desa akan mengalokasikan 63,66% total pendapatan untuk konsumsi pangan, sedangkan masyarakat mengandalkan proses memasak yang lebih murah, seperti menggoreng tanpa minyak dan (iv) menanam bahan makanan sendiri. Penelitian ini juga menyatakan adanya beberapa jenis bantuan yang dapat meringankan beban masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan pangan. Terdapat karakteristik yang berbeda antara akses bantuan di kota dan desa. Akses bantuan di desa cenderung lebih sedikit dibandingkan akses bantuan di kota. Selain itu, akses bantuan di desa cenderung lebih bersifat informal. Hal yang dibahas selanjutnya pada penelitian ini adalah kendala yang dialami oleh generasi muda dalam melakukan pekerjaan di sektor pertanian. Kendalakendala tersebut antara lain: (i) Sektor pertanian mempunyai gambaran yang buruk, seperti kotor, panas dan tidak berpendidikan; (ii) Mata pencaharian yang lain mempunyai prospek pendapatan yang lebih baik dan (iii) Imbal hasil sektor pertanian cenderung rendah dan tidak menentu. Secara umum, sebagian besar generasi muda memandang sektor pertanian merupakan pilihan terakhir apabila tidak mendapatkan pekerjaan lain dan terdapat pemaksaan dari orangtua untuk melanjutkan pekerjaan sebagai petani.
Referensi: The SMERU Research Institute

kota akan mengalokasikan pendapatannya sebesar 53,95%. Hal ini menunjukkan bahwa dampak periode FPV terutama pada pola alokasi pendapatan masyarakat desa. Lebih lanjut hasil penelitian tersebut menemukan FPV akan mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari masyarakat. FPV akan mengakibatkan: (i) pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan; (ii) harga makanan jadi akan lebih mahal dan (iii) menurunnya jumlah belanja pangan. Sebagian masyarakat menyiasati dampak tersebut dengan: (i) mengurangi porsi makan, baik makanan pokok maupun makanan pelengkapnya; (ii) mengkonsumsi bahan makanan yang harganya lebih murah; (iii)

30

Fitria Faradila

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

Laporan Kegiatan

emikian cetusan rekomendasi konferensi edukasi keuangan OECD yang digelar bersama bank sentral Republik Ceko, Czech National Bank dan Kementerian Keuangan Ceko pada pertengahan Mei lalu di Praha. Konferensi mengambil tema Promoting financial wellbeing through financial education and awareness membahas pemikiran, kebijakan bauran dan implementasi program edukasi keuangan terkait pola komunikasi yang efektif dan obyektif. Para panelis dari berbagai negara memberikan pengalamannya dalam meramu kebijakan edukasi keuangan. Kebijakan tersebut dilakukan untuk mempermudah penyaluran informasi produk keuangan dengan tujuan membangkitkan kesadaran pengelolaan keuangan sejak dini untuk kehidupan yang lebih bermanfaat.

Edukasi Keuangan Perlu Menyentuh Hingga Pendidikan Dasar

kebutuhan pemahaman konsumen dalam mengambil keputusan konsumsi produk keuangan, sedangkan promosi produk lebih bertujuan komersial menjaring konsumen. Otoritas keuangan perlu tegas dalam membuat aturan yang dinamis untuk menjaga hak konsumen memperoleh pemahaman produk keuangan. Pembahasan para panelis di hari kedua konferensi menyuguhkan berbagai strategi dan program edukasi keuangan bagi berbagai segmen pasar dari pendidikan dasar hingga para pensiunan agar mereka tetap memperoleh proteksi terhadap batasan pemahaman produk keuangan. Rancangan program edukasi yang disampaikan oleh panelis dari beberapa negara secara umum berupaya meningkatkan kesadaran konsumen mengambil keputusan keuangan yang tepat sesuai manfaatnya hingga jangka panjang. Ini akan menghindari tindak spekulasi tanpa landasan rasionalitas yang berakibat pada belitan utang yang semakin berat atau konsumsi yang tidak produktif dan tidak sebanding dengan penghasilan. Edukasi keuangan dengan berpegang pada paradigma kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang menjadi kesepakatan negara-negara G20 yang melahirkan prinsip-prinsip kesadaran dan pemahaman keuangan (financial literacy and awareness). Sejak itu, negara-negara berlomba membangun program edukasi keuangan agar peristiwa krisis keuangan 2008 akibat the fallacy of common sense dalam berinvestasi. Sayangnya, pembahasan dalam konferensi kali ini belum mendefinisikan dengan jelas apa rupa financial wellbeing dikaitkan dengan edukasi dan kesadaran keuangan yang dijadikan tema besar konferensi. Pembahasan juga belum menyentuh bagaimana menentukan skala ukuran kesuksesan dari kesejahteraan keuangan yang hendak dipromosikan dalam konferensi. Para panelis lebih terkonsentrasi mempromosikan capaian program edukasi dan pemasaran keuangan berdasarkan pengalaman spesifik di negaranya masing-masing. Isu ini dipertanyakan pada sesi diskusi terkait proses pengukuran tingkat keberhasilannya. Edi Prio Pambudi

OECD gencar mempromosikan edukasi keuangan sejak prahara krisis keuangan 2008 yang membawa keruntuhan lembaga-lembaga keuangan besar akibat terjebak dalam pola pikir tak terkendali yang tidak rasional (wilderness irrationality) dalam berinvestasi di sektor keuangan. Sebagai penyelenggara konferensi kali ini, OECD menekankan pembahasan tiga isu sentral edukasi keuangan, yaitu: 1) mengembangkan bauran kebijakan keuangan dan edukasi yang berorientasi pada manfaat konsumen dan kemampuan menabung, 2) rancangan yang spesifik dan inivatif edukasi keuangan menyesuaikan kebutuhan dan minat konsumen keuangan, serta 3) peran serta sektor swasta dalam edukasi keuangan. Pada hari pertama konferensi pembahasan para panelis mencoba menampilkan betapa pentingnya keseimbangan antara perlindungan konsumen keuangan, peraturan dan edukasi untuk mengangkat kesejahteraan setiap individu di tengah semakin kompleks lanskap sektor keuangan dan semakin beragam produk keuangan. Konsumen keuangan berhak menerima informasi yang lengkap sebelum mengambil keputusan pemanfaatan produk yang dikemas sebagai program edukasi keuangan. Pemberian edukasi ini harus dipisahkan dengan kegiatan promosi produk oleh lembaga keuangan karena mempunyai substansi tujuan yang berbeda. Edukasi keuangan bertujuan untuk memenuhi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

31

Laporan Kegiatan

Kota Bitung Siap Menjadi Kawasan Ekonomi Khusus Tahun 2013

emerintah akan menetapkan Kota Bitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pada tahun 2013. Hal ini diungkapkan oleh Menko Perekonomian, Dr. (HC) M. Hatta Rajasa dalam Rapat Koordinasi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 3 Mei 2013. Menurut Hatta Rajasa, dari dua koridor ekonomi di Sulawesi yaitu Bitung dan Palu, baru Bitung yang dinilai sudah memenuhi persyaratan sebagai kawasan ekonomi khusus. Kota Bitung siap menjadi KEK tahun ini. Adapun proyek perluasan dan percepatan yang mendukung Bitung menjadi KEK adalah pembangunan jalan tol Bitung-Manado. Proses tender proyek jalan tol tersebut akan dilaksanakan melalui dua tahap dan akan dimulai pada bulan Oktober-November 2013, sehingga ground breaking dapat dilakukan pada bulan Januari 2014. Selain jalan tol, infrastruktur darat lainnya yang akan dibangun adalah jalur kereta api. Kementerian Perhubungan telah siap membangun jalur kereta api Bitung-Manado. Implementasi proyek jalur kereta api ini diperkirakan akan lebih mudah dilaksanakan, karena

bersebelahan dengan jalan tol. Jika sesuai rencana, maka ground breaking pembagunan jalur KA BitungManado dapat dilaksanakan pada 16 Januari 2014. Untuk pengembangan infrastruktur laut, Bitung juga akan ditetapkan sebagai International Hub Port (IHP) berdasarkan hasil evaluasi dan pendalaman. Bitung akan menjadi satu Hub Port yang dapat menghubungkan seluruh angkutan kargo maupun kontainer dari arah Pasifik yang akan masuk ke kawasan Indonesia. Pembangunan infastruktur Bitung tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem logistik nasional dan ekonomi Indonesia menjadi lebih terintegrasi, demikian arahan Menko Perekonomian. Referensi: Bagian Hubungan Masyarakat, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Predi Muliansyah

32

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013

"Ing ngarsa sung tulada, ing madya

mangun karsa, tut wuri handayani"


Di depan (guru) memberi contoh, di tengah (guru) memberi semangat, di belakang (guru) memberi dorongan Ki Hadjar Dewantara, 1889 1959

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei, 2013

Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 24 Jakarta, 10710 Telepon. 0213521843, Fax. 0213521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

You might also like