You are on page 1of 21

BARTOLINITIS

BAB I PENDAHULUAN

I.1

LATAR BELAKANG

Bagi kebanyakan wanita, kehamilan adalah keadaan normal dan sehat. Tapi, kehamilan juga bisa membuat wanita lebih rentan terhadap infeksi tertentu. Lebih lanjut lagi, kehamilan dapat membuat infeksi yang lebih parah bahkan infeksi ringan dapat menyebabkan penyakit yang serius. Kehamilan mempengaruhi setiap sistem fisiologis dalam tubuh. Perubahan fungsi kekebalan dan keseimbangan hormon dapat membuat ibu hamil lebih rentan terhadap infeksi dan komplikasi serius. Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian dalam vagina agak keluar. I.2 I.2.1 I.2.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana etiologi dan patofisiologi bartolinitis pada kehamilan? Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan bartolinitis pada kehamilan?

I.3 I.3.1 I.3.2 I.4 I.4.1

TUJUAN Mengetahui etiologi dan patofisiologi bartolinitis pada kehamilan. Mengetahui cara mendiagnosis dan penatalaksanaan bartolinitis pada kehamilan. MANFAAT Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kebidanan

dan kandungan pada khususnya I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan

klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan

BAB II STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI II.1 IDENTITAS PASIEN Identitas pribadi : Nama penderita Umur penderita Nama Suami Umur suami Alamat : Ny. K : 17 tahun : Tn. J : 18 tahun : Sumber pucung

Pekerjaan penderita : IRT Pekerjaan suami : buruh bangunan

Pendidikan penderita : SD

Pendidikan suami Anamnesa :

: SD

1. Masuk rumah sakit tanggal : 26 februari 2011 2. Pasien dikirim oleh : bidan. 3. Keluhan utama : terdapat benjolan di kemaluan sebelah kiri, sejak kurang lebih 4 hari yang lalu. mulai terasa sakit dan panas sejak kemarin, kemudian dibawa ke bidan dan dirujuk. 4. Keluhan penyerta : benjolan terasa nyeri dan panas, nyeri biasanya jika dibuat duduk, habis mandi, jalan, dan memakai celana dalam, demam (-), dibuat kencing tidak sakit. 5. Riwayat kehamilan yang sekarang : ini merupakan kehamilan pertama pasien, pada saat trisemester I & II tidak ada keluhan, mual muntah (-) 6. Riwayat menstruasi : menarche umur 12 tahun, HPHT 12-6-2010 7. Riwayat perkawinan : pasien menikah 1 x, lamanya 1 tahun, umur pertama menikah 16 tahun. 8. Riwayat persalinan sebelumnya : 9. Riwayat penggunaan kontrasepsi : 10. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : 11. Riwayat penyakit keluarga : 12. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial menengah ke bawah, kebiasaan : 13. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : pasien belum mengkonsumsi obat apapun Pemeriksaan fisik 1. Status present Keadaan umum : kesadaran compos mentis Tekanan darah : 130/90 Nadi : 80x/menit Suhu: 36,5C Jumlah pernapasan : 20x/menit

1. Pemeriksaan umum Kulit Kepala Mata Wajah Mulut : normal : : anemi (-/-) : simetris : kebersihan gigi geligi kurang hiperemi faring (-) Leher stomatitis (-) pembesaran tonsil (-) ikterik (-/-) odem palpebra (-/-)

: pembesaran kelenjar limfe di leher (-) pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax Paru : Inspeksi

: hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-) pergerakan pernapasan simetris tipe pernapasan normal retraksi costa -/-

Palpasi Perkusi Auskultasi

: teraba massa abnormal -/: sonor +/+ : vesikuler +/+ wheezing -/hipersonor -/-

pembesaran kelenjar axila -/pekak -/-

suara nafas menurun -/ronki -/-

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi

: thrill -/: batas jantung normal : denyut jantung : : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/: pembesaran organ -/teraba massa abnormal -/nyeri tekan -/S1 S2

Perkusi Auskultasi Ekstremitas

: timpani : suara bising usus +/+ metallic sound -/: odem -/-

1. Status obstetri Pemeriksaan luar Leopold I : Tinggi fundus uteri : 4 jari dibawah procesus xiphoideus

Bagian teratas dari janin : bokong Leopold II Leopold III Leopold IV : Punggung janin : sebelah kanan : Bagian terendah dari janin : kepala : Bagian terendah janin masuk ke PAP : kepala : 142x/menit, regular Tunggal/gemelli : tunggal

Bunyi jantung janin

Ukuran panggul luar (jika diperlukan) : Pemeriksaan Dalam

Pengeluaran pervaginam Vulva / vagina

:: pada labia kiri terdapat benjolan sebesar telur ayam, nyeri tekan (+)

Pembukaan waktu his Penipisan portio Ketuban Bagian terdahulu

::::-

Bagian tersamping terdahulu : Bagian terendah Hodge Molase :::-

Ukuran panggul dalam (kalau diperlukan) : Ringkasan :

Anamnesa : pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada kemaluan sebelah kiri sejak kurang lebih 4 hari yang lalu. Sakit dan panas terutama dibuat jalan, duduk dan sehabis mandi. Saat ini pasien hamil anak pertama dengan umur kehamilan 37-38 minggu. Pemeriksaan fisik : keadaan umum : kesadaran compos mentis, tekanan darah : 130/90 nadi : 80x/menit, suhu: 36,5C, jumlah pernapasan : 20x/menit Pemeriksaan obstetric luar Leopold I :

: Tinggi fundus uteri : 4 jari dibawah procesus xiphoideus

Bagian teratas dari janin : bokong Leopold II : Punggung janin : sebelah kanan Tunggal/gemelli : tunggal

Leopold III Leopold IV

: Bagian terendah dari janin : kepala : Bagian terendah janin masuk ke PAP : kepala : 142x/menit, regular

Bunyi jantung janin

Pemeriksaan obstetric dalam : Vulva / vagina : pada labia kiri terdapat benjolan sebesar telur ayam, nyeri tekan (+) Diagnose : GIP0000Ab000 belum inpartu umur kehamilan 37-38 minggu

dengan bartholinitis sinistra Rencana tindakan 1. 2. 3. 4. Antibiotik Analgesik Marsupialiasi SCTP :

Laboratorium : Hb 10,6 Leukosit 13.340 Hitung jenis 1/-/2/73/19/5 Trombosit 373.000 Hct 33 Masa perdarahan 200 Masa pembekuan 1300

GDS 57 SGOT 14 SGPT 7 Ureum 41 Kreatinin 0,71 BAB III TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Istilah kehamilan lewat bulan mempunyai beberapa sinonim yaitu: post-term pregnancy, kehamilan postdatisme, prolonged pregnancy, extended pregnancy, kehamilan postmatur, kehamilan serotinus, late pregnancy, post maturity pregnancy. Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Beberapa penulis juga menyatakan KLB sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika ditinjau dari segi bayi yang dilahirkan maka lebih dianjurkan menggunakan istilah postmatur, dimana istilah ini merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi, maka usia gestasi dilihat dengan memeriksa tandatanda fisik dan laboratorium yang ditemukan pada bayi dan dengan melakukan penilaian menurut score maturity rating. Beberapa istilah yang perlu dimengerti antara lain: janin aterm adalah janin pada kehamilan minggu ke 38-42 setelah HPHT, dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah HPHT. Preterm dimaksudkan untuk kehamilan dan janin adalah saat sebelum minggu ke 38 dari HPHT, sedangkan bayi prematur adalah bayi yang lahir pada minggu ke 37 atau kurang. Prematuritas adalah bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2.500 gram atau kurang. Istilah postmature sering digunakan secara keliru sebagai kehamilan yang terus berlangsung melewai taksiran persalinan. Sebenarnya istilah tersebut digunakan bagi bayi baru lahir dari KLB yang terbukti terjadi gangguan nutrisi intra uterin dan bayi lahir dengan dismature yaitu dengan adanya tanda-tanda sindroma postmaturitas.

EPIDEMIOLOGI Angka kejadian KLB rata-rata 10%, bervariasi antara 3,5%-14% dan 4%-7,3% diantaranya kehamilan berlangsung melebihi 43 minggu. Perbedaan yang lebar ini disebabkan perbedaan dalam menentukan umur kehamilan berdasarkan definisi yang dianut, populasi dan kriteria dalam penentuan umur kehamilan. Karena pada umumnya umur kehamilan diperhitungkan dengan rumus Naegle, sehingga masih ada faktor kesalahan pada penentuan siklus haid dan kesalahan dalam perhitungan. Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian KLB dari 7,5% berdasarkan HPHT turun menjadi 2,6% berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi secara dini (pada umur kehamilan 1218 minggu) dan turun menjadi 1,1% bila diagnosis ditegakkan berdasarkan HPHT dan ultrasonografi. Saito dkk dalam penelitian terhadap 110 pasien yang taksiran tanggal ovulasi diketahui berdasarkan suhu basal, angka kejadian KLB adalah 11% berdasarkan HPHT dibandingkan 9% berdasarkan tanggal ovulasi. Menurut Shime et al makin lama janin berada dalam kandungan, maka makin besar resiko gangguan berat atau asfiksia yang akan dialami janin dan bayi baru lahir demikian juga ibu. Menurut Eastman, jika dipakai batasan umur kehamilan 43 minggu maka angka kejadian KLB sebesar 4% saja, sedangkan jika dipakai batasan umur kehamilan 42 minggu maka angka kejadian KLB sebesar 12%. Tapi mengingat resiko yang dihadapi oleh janin dan ibu, maka batasan yang digunakan adalah umur kehamilan 42 minggu atau lebih. Untuk itu penderita perlu dirawat karena termasuk kehamilan resiko tinggi. ETIOLOGI Terjadinya KLB sampai sekarang belum jelas diketahui, beberapa teori dicoba untuk menjelaskan terjadinya KLB. Secara umum teori-teori tersebut menyatakan KLB terjadi karena adanya gangguan terhadap timbulnya persalinan. Menjelang persalinan terjadi penurunan hormon progesteron, peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan his adekuat. Secara garis besar penyebab terjadinya KLB dari beberapa teori tersebut di atas dapat dirangkum:

1. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah. 2. Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi waktu ovulasi oleh karena sebab apapun. 3. Kehamilan ekstrauterin. 4. Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko untuk mengalami KLB. 5. Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena: Kurangnya produksi 16-a-hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat (prekursor estrogen)

janin, yang sering ditemukan pada anensefalus. Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat mengakibatkan

penurunan produksi prekursor estriol sintesis. Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited disease yang bersifat

resesif, sehingga pemecahan sulfat dari dehidroandrosteron sulfat tidak terjadi 1. Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang paling berperan adalah prostaglandin. 2. Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta dan rendahnya kadar kortisol dalam darah janin akan menimbulkan kerentanan terhadap tekanan dari miometrium sehingga tidak timbul kontraksi. 3. Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam arakidonat pada pembentukan konversi prostaglandin. 4. Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan, diduga gangguan yang menyebabkan tidak adanya tekanan pada pleksus Frankenhauser oleh bagian tubuh janin, oleh sebab apapun, dapat mengakibatkan terjadinya KLB. PATOFISIOLOGI 1) Sindrom Postmatur

Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmatur didasarkan pada 37 kelahiran secara tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Ia membagi postmatur menjadi tiga

tahapan: pada stadium 1 cairan amnion jernih, pada stadium 2 kulit berwarna hijau, dan stadium 3 kulit menjadi berwarna kuning-hijau. Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Gambaran ini berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukkan pengurasan energy, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut bermata terbuka, tampak luar biasa siaga, tua dan cemas. Kulit keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti itu tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun di bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun, dapat terjadi hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu terjadi sebelum minggu 42 minggu lengkap.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Insiden sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, 43 minggu masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Shime dkk (1984), dalam satu diantara segelintir laporan kontemporer tentang kronik postmatur, menemukan bahwa sindrom ini terjadi pada sekitar 10% kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33% pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas. Trimmer dkk (1990) mendiagnosis oligohidramnion bila kantung cairan amnion vertical maksimum pada USG berukuran 1 cm atau kurang pada gestasi 42 minggu dan 88% bayi adalah postmatur. 2) Disfungsi Plasenta

Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur disebabkan oleh hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis keduanya yang terus mempengaruhi konsep-konsep kontemporer menghubungkan sindrom postmaturitas dengan penuaan plasenta. Namun Clifford tidak dapat mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya tidak ditemukan perubahan morfologis dan kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker (1999) baru-baru ini melaporkan bahwa apoptosis plasenta meningkat secara signifikan pada gestasi 41 sampai 42 minggu lengkap dibanding dengan 36 sampai 39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas sampai sekarang.

Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat pada 124 neonatus tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37 sampai 43 minggu. Mereka ingin menilai apakah oksigenasi janin terganggu, yang mungkin disebabkan oleh penuaan plasenta, pada kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya. Penurunan tekanan parsial oksigen adalah satusatunya stimulator eritropoetin yang diketahui. Setiap wanita yang diteliti mempunyai perjalanan persalinan dan perlahiran nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat janin atau pengeluaran mekonium. Kadar eritropoetin plasma tali pusat menindkat secara signifikan pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada skor apgar dan gas tali darah pusat yang abnormal pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan bahwa ada penurunan oksigenasi janin pada sejumlah kehamilan postterm. Janin postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu. Nahum dkk (1995) baru-baru ini memastikan bahwa pertumbuhan janin terus berlangsung sekurang-kurangnya sampai 42 minggu. 3) Gawat Janin dan Oligohidramnion

Alasan-alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm dijelaskan oleh Leveno dkk. Mereka melaporkan bahwa bahaya pada janin intrapartum merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion. Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium. Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin janin tiap jam dengan menggunakan pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada 38 kehamilan dengan usia gestasi 42 minggu atau lebih. Produksi urin yang berkurang ditemukan menyertai oligohidramnion. Namun, ada hipotesis bahwa aliran urin janin yang berkurang mungkin merupakan akibat oligohiramnion yang sudah ada dan membatasi penelanan cairan amnion oleh janin. Velle

dkk (1993) dengan menggunakan bentuk-bentuk gelombang Doppler berdenyut, melaporkan bahwa aliran darah ginjal janin berkurang pada kehamilan postterm dengan oligohidramnion. 4) Pertumbuhan Janin Terhambat

Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan yang seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Morbiditas dan mortalitas meningkat secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan . seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relative kecil.

DIAGNOSA Dalam menegakkan diagnosis KLB sering kita mengalami kesulitan, terutama jika dihadapkan pada penderita yang tidak mengetahui/memperhatikan siklus haidnnya. Karena itu banyak diagnosis KLB yang terjadi hanya 10% menunjukkan bayi yang sesuai. Diagnosis yang tepat bagi KLB memerlukan penentuan HPHT secara hati-hati dan pemeriksaan klinis awal serta pemeriksaan ultrasonografi untuk mencocokan tanggal haid terakhir. Penentuan saat terjadi konsepsi adalah sangat penting dalam mengurangi kesalahan diagnosis KLB dan membantu menentukan kapan resiko kehamilan meningkat. Taksiran persalinan dianggap dapat lebih diyakini bila umur kehamilan dapat ditentukan secara akurat pada awal kehamilan. Untuk menegakkan diagnosis KLB, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal. Anamnesis dan pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosis KLB antara lain: 1. Riwayat haid 2. Denyut jantung janin 3. Gerakan janin 4. Pemeriksaan ultrasonografi 5. Pemeriksaan radiologi 6. Pemeriksaan sitologi

Menurut pernoll, digunakan beberapa parameter, dianggap KLB jika 3 dari 4 kriteria hasil pemeriksaan ditemukan, yaitu: 1. Telah lewat 36 minggu sejak tess kehamilan urin dinyatakan positif 2. Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan menggunakan fetalphone Doppler. 3. Telah lewat 24 minggu sejak ibu merasakan aktivitas/gerakan janin (quickening) 4. Telah lewat 22 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan menggunakan stetoskop Laennec. Parameter yang dapat membantu penentuan umur kehamilan adalah tanggal saat pertama kali tes kehamilan positif (+_ UK 6 minggu) persepsi ibu akan adanya gerakan janin (quickening) pada UK 16-18 minggu, waktu saat detk jantung janin pertama kali terdengar (10-12 minggu dengan fetal phone/Doppler dan 19-20 minggu dengan fetoskop)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan sebagai gold standar dalam membantu menentukan UK. Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi berubah seiring dengan lamanya umur kehamilan saat diperiksa. Pada trimester I, parameter yang paling sering dipakai adalah panjang puncak kepala-bokong (CRL=Crown-Rump Lenght), sedangkan pada trimester kedua digunakan diameter biparetal (BPD-Biparetal Diameter), lingkar kepala (HC=Head Circumference) dan panjang femur (FL=Femur Lenght). Berdasarkan pengukuran CRL, 90% dengan interval kepercayaaan 3 hari. BPD sampai UK 20 minggu memeiliki ketepatan 90% interval kepercayaan 8 hari, tetapi antara UK 18-24 minggu ketepatan 90% dengan interval kepercayaan 12 hari. Pengukuran BPD dan FL pada trimester ketiga masing-masing ketepatannya 21 hari dan 16 hari. Panjang femur pada umumnya dipakai sebagai pedoman pada UK 14 minggu, dan bila digunakan sebelum UK 20 minggu ketepatannya 7 hari. Waktu yang paling baik untuk konfirmasi UK dengan ultrasonografi adalah antara 16-20 minggu. Bila perkiraan UK dengan perhitungan berdasarkan HPHT berbeda lebih dari 10-12 hari dibandingkan pemeriksaan ultrasonografi tersebut.

Umur kehamilan menurut terlihatnya inti penulangan Inti penulangan Kalkaneus Talus Femur distal Tibia proksimal Kuboid Humerus proksimal Korpus kapitatum Korpus hamitatum Kuneiformis ke-3 Femur proksimal Umur kehamilan (minggu) 24-26 26-28 36 38 38-40 38-40 40 40 40 40

Gambaran sitologi hormonal kehamilan mendekati genap bulan, genap bulan dan KLB Sitologi Kelompok dan lipatan sel Sel navikular Penyebaran sel tersendiri Sel superficial tersendiri Sel intermediate tersendiri Sel basal eksterna tersendiri Mendekati genap bulan ++ +++ + 0 + 0 Genap bulan +/0 +/0 ++/+++ ++ ++ 0 Lewat bulan 0 0 +++ +++ +/0 ++

Indeks piknotik Indeks eosinofil Sel radang Simak Baca secara fonetik

< 10% 1% +

15-20% 2-15% +

>20% 10-20% ++

Kamus Lihat kamus yang lebih detail

PENATALAKSANAAN Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan KLB yaitu: 1. Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif 2. Pengelolaan aktif Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan mengingat beberapa hal: a) b) Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar, sehingga janin mungkin kurang matur. Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah janin akan meninggal atau akan

mengalami morbiditas serius jika tetap dipertahankan. c) d) e) Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik. Induksi persalinan tidak selalu berhasil. Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu, bukan hanya pada kehamilan ini,

tapi juga kehamilan berikutnya. Tapi mengingat resiko untuk terjadinya kegawatan pada janin cukup besar, dimana resiko kematian janin dapat terjadi setiap saat antepartum, intrapartum maupun pasca persalinan, maka dianjurkan pengelolaan secara aktif dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

a)

Terjadinya oligohidramnion tidak dapat diramalkan, bahkan dapat terjadi dalam 24 jam

setelah dilakukan pemeriksaan, dimana ditemukan indeks cairan amnion cukup. b) c) Induksi persalinan tidak meningkatkan angka bedah Caesar. Resiko morbiditas dan mortalitas yang dihadapi janin cukup besar, dengan makin

lamanya kehamilan berlangsung. 1. 1. Pengelolaan ekspektatif

Kehamilan dibiarkan berlangsung sampai 42 minggu dan seterusnya sampai terjadi persalinan spontan sepanjang hasil uji kesejahteraan janin masih baik. Induksi dilakukan bila terjadi: skor Bishop >5 (matang) atau terdapat indikasi obstetri untuk mengakhiri kehamilan antara lain bila tes tanpa tekanan hasilnya abnormal. Sejak UK 42 minggu dilakukan uji kesejahteraan janin. Uji kesejahteraan janin dapat menggunakan metode tes tekanan darah oksitosin CST (contraction stress test) atau tes tanpa tekanan NST (non stress test), profil biofisik, rasio estrogen-kretinin ibu. Untuk negara berkembang, Thongsong (1999) mengusulkan pemeriksaan profil biofisik secara cepat (rapid biophysic profile) yang terdiri atas pemeriksaan gerakan janin yang terprovokasi suara (sound-provoked foetal movement) dan pengukuran indeks air ketuban (amnion fluid index=AFI), keduanya dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi. Rapid biophysic profile memiliki kelebihan: sederhana, murah, interpretasi hasil lebih mudah, waktu yang diperlukanb lebih pendek, dan apabila dibandingkan dengan profile biofisik yang lengkap (NST dan AFI) serta 3 komponen gerakan spontan janin yaitu gerak nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil biofisik yang telah dimodifikasi (hanya NST dan AFI) memiliki ketepatan yang hampir sama. 1. 2. Pengelolaan aktif

Pengobatan Medikamentosa Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia. Idealnya, antibiotik harus

segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengobatan abses bartholin: 1. Ceftriaxone Sebuah monoterapi efektif untuk N gonorrhoeae. Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose. 1. Ciprofloxacin Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari 1. Doxycycline Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk C trachomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari 1. Azitromisin Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untuk C trachomatis. Dosis yang dianjurkan: 1 g PO 1x

KOMPLIKASI 1. Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan. 2. Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase abses.

3. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati. 4. Timbul jaringan parut.

PENCEGAHAN Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya baik. Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.

BAB III PENUTUP

III.1 KESIMPULAN Kista Bartholin dan abses Bartholin merupakan masalah umum pada wanita usia reproduksi. Incidensnya adalah sekitar 2% dari wanita usia reproduksi. Usia yang paling sering terserang penyakit kelenjar Bartholin adalah wanita antara usia 20 dan 30 tahun. Pembesaran kelenjar Bartholin pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun jarang ditemukan, dan perlu dikonsultasikan pada gynecologist untuk dilakukan biopsi. Penyakit ini seringkali recurrence, sehingga diperlukan suatu penanganan yang adekuat. Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah tersumbatnya bagian distal dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan selanjutnya berkembang menjadi abses. Abses Bartholin selain merupakan akibat dari kista terinfeksi, dapat pula disebabkan karena infeksi langsung pada kelenjar Bartholin. Kista bartholin bila berukuran kecil sering tidak menimbulkan gejala. Dan bila bertambah besar maka dapat menimbulkan dispareunia. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif.

Dalam penanganan kista dan abses bartholin, ada beberapa pengobatan yang dapat dilakukan. Dapat berupa intervensi bedah, dan medikamentosa. Intervensi bedah yang dapat dilakukan antara lain berupa incisi dan drainase, pemasangan Word catheter, marsupialisasi, dan eksisi. Pemilihan terapi ini disesuaikan dengan ukuran dan keadaan kista. Jika Kista Bartholin atau abses terlalu dalam, pemasangan Word catheter tidak praktis, dan pilihan lain harus dipertimbangkan. Prosedur seperti marsupialisasi tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda tanda abses akut. Oleh sebab itu, abses perlu diobati dengan pemberian antibiotik broad spectrum. Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif. III.2 SARAN 1. Dilakukan penelitian epidemiologis tentang bartholinitis di Indonesia 2. Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang penyakit bartholinitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Andhi Juanda, 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. FKUI 2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC); Update to CDCs sexually transmitted diseases treatment guidelines, 2006: fluoroquinolones no longer recommended for treatment of gonococcal infections.; MMWR Morb Mortal Wkly Rep; 2007; Vol. 56; pp. 332-6 3. Centers for Disease Control and Prevention, Workowski KA, Berman SM; Sexually transmitted diseases treatment guidelines, 2006.; MMWR Recomm Rep; 2006; Vol. 55; pp. 1-94 4. Landay Melanie, Satmary Wendy A, Memarzadeh Sanaz, Smith Donna M, Barclay David L, Chapter 49. Premalignant & Malignant Disorders of the Vulva & Vagina (Chapter). DeCherney AH, Nathan L: CURRENT Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, 10e. USA: McGraw-Hill

5. MacKay H. Trent, Chapter 18. Gynecologic Disorders (Chapter). McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM, Jr.: CURRENT Medical Diagnosis & Treatment 2010. USA: McGraw-Hill 6. 8. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3 hal. 386. 2005. FK UI

7. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG, Chapter 41. Surgeries for Benign Gynecologic Conditions (Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams Gynecology. USA: McGraw-Hill 8. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG, Chapter 4. Benign Disorders of the Lower Reproductive Tract (Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams Gynecology. USA: McGraw-Hill

You might also like