You are on page 1of 23

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN Hipertensi (HTN) yang berkaitan dengan kehamilan dibedakan menjadi 4, yaitu: Hipertensi kronis Hipertensi

si yang diinduksi kehamilan Preeklampsia Eklampsia Masing-masing diagnosa hipertensi tersebut dikelompokkan atas: Ringan: sistole > 140 mm Hg dan/atau diastole > 90 mm Hg Berat: sistole > 160 mm Hg dan/atau diastole > 110 mm Hg Satu-satunya pengobatan hipertensi pada kehamilan (kecuali hipertensi kronis yang sudah ada) adalah dengan mengakhiri kehamilan. Hipertensi menyebabkan kematian pada wanita hamil sekitar 15 % (kedua setelah emboli paru). Lihat gambar 1 untuk algoritme penanganan. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN Normal Asam arakidonat memacu terjadinya 2 jalur: 1. prostasiklin: penurunan tekanan darah melalui: pengurangan vasokonstriksi peningkatan aliran darah uteroplacental 2. tromboksan: peningkatan tekanan darah melalui: peningkatan vasokonstriksi penurunan aliran darah uteroplacental Pada keadaan hipertensi dalam kehamilan Keseimbangan dianggap terjadi melalui jalur tromboksan. Hipertensi kronis dan kehamilan Merupakan hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan: Ringan: sistole > 140 mm Hg dan/atau diastole > 90 mm Hg Berat: sistole > 160 mm Hg dan/atau diastole > 110 mm Hg Jika selama kehamilan, pasien dengan hipertensi kronik mengalami peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 30 mm Hg atau diastolik meningkat sebesar 15 mm Hg, hal tersebut merupakan hipertensi yang diinduksi kehamilan pada pasien dengan hipertensi kronis.

Gambar 1. PENANGANAN HIPERTENSI PADA KEHAMILAN


Diagnosa hipertensi Tekanan darah > 140/90 pada istirahat, diukur minimal 2 kali, dengan selang waktu lebih dari 6 jam. (disokong oleh peningkatan tekanan darah)

Riwayat hipertensi sebelum kehamilan Ada Tidak ada

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Onset Hipertensi sebelum 24 minggu

Hipertensi kronis

pikirkan kehamilan mola

Ya

Tidak

Jika kondisi memburuk, seperti: HTN, proteinuria, DIC, pertumbuhan janin, gejala/ tanda lain Preeklampsia berat

Tekanan darah > 160/110

Ya

Tidak

Periksa Protein pada Urine 24 jam Bayi dilahirkan >5g > 0.3 g <5g

Kehamilan > 36 minggu

dibutuhkan pemeriksaan fisik pada nyeri epigastrium, sianosis, HA, oliguria

Ya

Tidak

Preeklampsia ringan

Penanganan konservatif terhadap tekanan darah

Kehamilan < 36 minggu

Penanganan: Ringan: ultrasonografi awal dan serial, biofisika Berat: * ultrasonografi dan biofisika serial * antihipertensi (metildopa atau nifedipin) Hipertensi yang diinduksi kehamilan Merupakan hipertensi selama kehamilan pada wanita dengan tensi awal yang normal (pasien memiliki tekanan darah yang normal sebelum 20 minggu kehamilan): Ringan: sistole > 140 mm Hg dan/atau diastole > 90 mm Hg Berat: sistole > 160 mm Hg dan/atau diastole > 110 mm Hg (sama seperti hipertensi kronis) Pada hipertensi yang diinduksi kehamilan, kita harus memonitor intrauterine growth retardation (IUGR) dan kemungkinan terjadinya preeklampsia (insiden 15 25 %). Hipertensi berat yang diinduksi kehamilan biasanya terjadi pada trimester ketiga. Gejala dari penyakit yang berat termasuk: sakit kepala gangguan penglihatan nyeri epigastrium Ada beberapa jenis hipertensi yang diinduksi kehamilan, yaitu: 1. Hipertensi yang diinduksi kehamilan (simple) 2. Preeklampsia: ada keterlibatan ginjal sehingga terjadi proteinuria 3. Eklampsia: ada keterlibatan susunan saraf pusat sehingga terjadi kejang 4. HELLP syndrome: gambaran kliniknya berupa manifestasi hematologi dan hepatik Komplikasi Gagal jantung Perdarahan serebral Solutio plasenta Terhambatnya pertumbuhan janin Kematian janin Penanganan Ringan: observasi, bed rest Berat: rawat di rumah sakit + farmakoterapi anti hipertensi (hidralasin atau labetalol jangka pendek, nifedipin atau metildopa jangka panjang) Secara umum, untuk keadaan hipertensi pada kehamilan: Ditambah dengan hal-hal berikut: Jika > 36 minggu/fetal lung maturity: induksi persalinan Jika < 34 minggu/fetal lung immaturity: steroid + penanganan yang diperlukan Jika keadaan ibu atau janin memburuk pada usia kehamilan berapa pun: induksi persalinan

Penanganan definitif terhadap hipertensi yang diinduksi kehamilan, hanya dengan penghentian kehamilan. Preeklampsia Preeklampsia adalah hipertensi yang diinduksi kehamilan dengan proteinuria +/- dan edema patologis. Dibagi menjadi ringan dan berat. Preeklampsia jarang muncul sebelum usia kehamilan 20 minggu dan biasanya terjadi pada kehamilan pertama. Preeklampsia biasanya asimptomatik sehingga penting sekali ditemukan pada pemeriksaan antenatal. Kriteria untuk preeklampsia ringan: Tekanan darah: sistole > 140 mm Hg atau diastole > 90 mm Hg Proteinuria: 300 mg 5 gram/24 jam (normal: < 300 mg/24 jam pada kehamilan, < 150 mg/24 jam pada keadaan tidak hamil) Manifestasi dari preeklampsia berat: Tekanan darah: sistole > 160 mm Hg atau diastole > 110 mm Hg Proteinuria: > 5 gram/24 jam Peningkatan serum kreatinin Oliguria (< 500 mL/24 jam) Gejala yang menunjukkan keterlibatan end organ: o Sakit kepala o Gangguan penglihatan o Nyeri epigastrium/kuadran kanan atas Edema paru Gangguan fungsi hepatoselular (peningkatan aspartate transaminase [AST], alanine transaminase [ALT]) Trombositopenia IUGR atau oligohidramnion Hemolisis mikroangiopati Kejang grand mal (eklampsia) Faktor predisposisi: Nulipara Riwayat keluarga preeklampsia-eklampsia Gemelli Diabetes Chronic vascular disease Penyakit ginjal Mola hidatidosa hidrofetalus HELLP Syndrome

HELLP Syndrome adalah manifestasi dari preeklampsia dengan hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombosit yang rendah. Seperti pada preeklampsia, hal ini berhubungan dengan: Morbiditas yang tinggi Ibu dengan multipara Ibu dengan usia > 25 tahun Usia kehamilan kurang dari 36 minggu Hipertensi dapat tidak terlihat pada 20 % wanita dengan HELLP dan meningkat banyak pada 50 %. Diagnosa preeklampsia Bila diagnosa mengarah kepada preeklampsia, maka harus dilakukan tes sebagai berikut: Darah: elektrolit, blood urea nitrogen (BUN), kreatinin, tes fungsi hepar (ALT, AST), hitung darah lengkap, asam urat, dan hitung trombosit. Urine: sedimen, protein 24 jam, kreatinin 24 jam Fetus: ultrasonografi, nonstress test, profil biofisika Penanganan Tergantung dari beratnya penyakit dan usia kehamilan: Preeklampsia ringan Rawat di rumah sakit, observasi, bed rest, diet rendah garam, monitor pemeriksaan laboratorium Preeklampsia berat Rawat di rumah sakit, bed rest, diet rendah garam rendah kalori Farmakoterapi dengan antihipertensi: hidralasin atau labetalol jangka pendek, nifedipin atau metildopa jangka panjang Terapi dengan antikonvulsif: Magnesium sulfat Tujuan utama penanganan pada kasus-kasus yang berat adalah untuk mencegah kejang, perdarahan intrakranial dan kerusakan serius pada organ vital yang lain, dan melahirkan bayi yang sehat. Ditambah dengan hal-hal berikut: Jika > 36 minggu/fetal lung maturity: induksi persalinan Jika < 34 minggu/fetal lung immaturity: steroid + penanganan yang diperlukan Jika keadaan ibu atau janin memburuk pada usia kehamilan berapa pun: induksi persalinan Pengobatan satu-satunya dengan mengakhiri kehamilan. Eklampsia Kriteria Preeklampsia ringan atau berat

Kejang umum 25 % kejang terjadi sebelum persalinan. 50 % kejang terjadi selama persalinan. 25 % kejang terjadi setelah persalinan (mungkin dialami sampai 10 hari postpartum).

Penanganan 1. mengontrol kejang (magnesium sulfat iv dan im) keracunan magnesium (7-10 mEq/L) berhubungan dengan hilangnya refleks patela. Diobati dengan calcium glukonat 10 % solution 1 gram iv. 2. mengoreksi hipoksia dan asidosis 3. mengontrol tekanan darah 4. melahirkan setelah mengontrol kejang Antihipertensi yang digunakan pada kehamilan Kontrol jangka pendek hidralasin: iv atau per oral, vasodilator cepat efek samping: Systemic lupus eritematosus (SLE)-like syndrome, sakit kepala, palpitasi labetalol: iv atau per oral, nonselective beta-1 dan alpha-1 blocker efek samping: sakit kepala dan tremor Kontrol jangka panjang metildopa: per oral, false neurotransmitter efek samping: hipotensi postural, mengantuk, retensi cairan nifedipin: per oral, calcium channel blocker efek samping: edema, pusing atenolol: per oral, selective beta-1 blocker efek samping: sesak nafas

HIPERTENSI dalam KEHAMILAN HDK - Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu hamil setelah perdarahan dan infeksi. Bagaimana suatu peristiwa kehamilan dapat memicu atau memperberat hipertensi merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang memuaskan. Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 % seluruh kehamilan. TERMINOLOGI dan KLASIFIKASI HG-Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan adanya hipertensi berkaitan dengan kehamilan yang sifatnya new-onset. Klasifikasi berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) tahun 2000. 1. HG-Hipertensi Gestasional ( istilah sebelumnya adalahpregnancy induced hypertension yang mencakup pula hipertensi transien) 2. PE-Pre Eklampsia 3. E-Eklampsia

4. Pre Eklampsia super imposed pada Hipertensi Kronis 5. HK-Hipertensi Kronis Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetrics , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 DIAGNOSIS Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah istirahat 140/90 mmHg. Kriteria edema pada PE sudah tidak digunakan lagi oleh karena selain subjektif dan juga tidak mempengaruhi out-come perinatal. Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan 1. HG-Hipertensi Gestasional TD-Tekanan darah 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam kehamilan. Tidak terdapat Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam waktu < 12 minggu pasca persalinan. Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan. Dapat disertai dengan gejala PE Berat : nyeri epgastrium atau trombositopenia. 2. PE-Preeclampsia KRITERIA MINIMUM TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dispstick PRE-EKLAMPSIA BERAT ( PE disertai dengan satu atau lebih gejala berikut dibawah ini) : 1. TD 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu 2. Proteinuria 2.0 g/24 jam 2+ (dispstick) 3. Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal ) 4. Trombosit < 100.0000 / mm3 5. Microangiopathic hemolysis ( increase LDH ) 6. Peningkatan ALT atau AST 7. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten 8. Nyeri epigastrium 3. Eklampsia Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia 4. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik ) Proteinuria new onset 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang tidak menunjukkan adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu. atau Peningkatan TD atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia < 100.000/mm3 pada penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu. 5. Hipertensi Kronis TD 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak terkait dengan penyakit trofoblas gestasional HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai > 12 minggu pasca persalinan. ALT = Alanin aminotranferase AST = Aspartate aminotranferase LDH = Lactate Dehydrogenase 1. HIPERTENSI GESTASIONAL Sering disebut sebagai hipertensi transien.

Proteinuria pada keadaan ini adalah pertanda semakin memburuknya penyakit. Proteinuria persisten yang bermakna dapat meningkatkan resiko maternal dan fetus.

2. PRE-EKLAMPSIA Sindroma khusus dalam kehamilan yang berupa hipertensi yang disertai dengan vasospasme generalisata(menyebabkan gangguan perfusi organ vital) dan aktivasi endotelial. Hipertensi dan Proteinuria adalah kriteria PE.Proteinuria adalah protein dalam urine >300 mg/24 jam ; atau 30 mg/dL (dipstick 1+) Derajat proteinuria bervariasi selama 24 jam, sehingga hasil kadar protein sesaat tidak merefleksikan keadaan sebenarnya. Nyeri epigastrium diakibatkan oleh nekrosis hepatoseluler, iskemia dan edema hepar yang meneybabkan regangan kapsule Glisson. Nyeri epigastrium sering disertai dengan kenaikan kadar serum hepatik transaminase (indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan) Trombositopenia adalah tanda memburuknya PE dan disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet akibat vasospasme yang merangsang hemolisis mikroangiopatik. Gross hemolisis yang dengan adanya hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia menunjukkan beratnya penyakit. Faktor lain yang menunjukkan beratnya penyakit adalahdisfungsi jantung dan edema paru serta PJT Derajat preeclampsia Derajat beratnya PE dinilai dari frekuensi dan intensitas masing-masing abnormalitas seperti yang terlihat pada tabel dibawah. Penyimpangan dari nilai normal yang semakin banyak merupakan indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan semakin kuat. Pemisahan PE ringan dan PE Berat secara tegas dapat menimbulkan kesulitan oleh karena penyakit ringan dapat dengan cepat berubah menjadi penyakit yang berat. Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama klasifikasi berat atau ringannya PE. 3. EKLAMPSIA Pre-eklampsia yang disertai dengan kejang dan kejang tersebut tidak disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Kejang bersifat menyeluruh dan dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah persalinan. Pada nulipara, kejang kadang-kadang dapat terjadi sampai 48 jam Pasca Persalinan. Chames dkk (2002) : dengan memperbaiki kualitas perawatan prenatal, sejumlah kasus eklampsia intrapartum atau antepartum dapat dicegah. 4. HIPERTENSI KRONIS SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA Semua penyakit HK apapun penyebabnya memiliki predisposisi untuk berkembang menjadi PE atau E selama kehamilan. Diagnosa adanya latar belakang HK dibuat bila: 1. Hipertensi tercatat sebelum kehamilan. 2. Hipertensi terdeteksi pada kehamilan < 20 minggu. 3. Hipertensi menetap > 6 minggu pasca persalinan.

Faktor anamnesa tambahan yang dapat membantu menegakkan diagnosis hipertensi kronis adalah : 1. Multipara 2. Riwayat HT pada kehamilan sebelumnya. Keadaan ini sering pula disertai dengan kecenderungan 3. Menurun dalam keluarga. Diagnosa HK menjadi sulit ditegakkan bila kunjungan antenatal pertama kali dilakukan setelah lewat dari pertengahan kehamilan. Tergantung lamanya penyakit, komplikasi hipertensi kronis dapat berupa hipertrofi ventrikular, dekompensasi jantung, CVA-cerebro vascular accident atau kerusakan ginjal. 25% kasus hipertensi kronis akan berkembang menjadi superimposed PE Pada hipertensi kronis superimposed PE sering kali disertai dengan solusio plasenta. Janin pada penderita Hipertensi Kronis sering mengalami : PJT pertumbuhan janin terhambat Persalinan preterm IUFD intra uterine fetal death Pada penderita HK, terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan > 24 minggu. Bila disertai dengan proteinuria maka disebut hipertensi kronis superimposed PE. Superimposed PE muncul lebih dini dibandingkan jenis PE murni dan cenderung lebih parah serta seringkali disertai dengan PJT. ANGKA KEJADIAN DAN FAKTOR RESIKO Angka kejadian HDK pada umumnya sekitar 5% dari seluruh kehamilan. Faktor resiko : 1. Usia HG sering terjadi pada pasien nullipara dan usia tua (> 35 tahun) 2. Kehamilan kembar 3. Paritas 4. Ras : sering terjadi pada afro-america 5. Predisposisi genetik 6. Faktor lingkungan : kebiasaan hidup ETIOLOGI Teori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada : 1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara ) 2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar atau mola ) 3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan. 4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi . Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi : 1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina. 2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal . 3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama kehamilan. 4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ). 5. Pengaruh genetik. 1. INVASI TROFOBLAST ABNORMAL Implantasi plasenta yang normal Terlihat proliferasi trofoblas ekstravillous

membentuk kolom sel didekat anchoring villous Trofoblas ekstravilous melakukan invasi desidua dan kearah bawah kedalam arteri spiralis. Akibatnya, terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta pembesaran dari pembuluh darah Pada proses implantasi normal : arteri spiralis mengalami remodelingsecara ekstensif akibat invasi oleh trofoblast endovaskular (gambar atas) Pada PE : invasi trofoblastik berlangsung secara tak sempurna. Pembuluh darah desidua ( bukan pembuluh darah miometrium ) terbungkus dengan trofoblas endovaskular. Besarnya gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya HT yang terjadi.

Perubahan dini pada PE : Kerusakan endothelium. Insudasi bahan dalam plasma kedalam dinding pembuluh darah. Proliferasi sel miointima dan nekrosis bagian medial. Terdapat akumulasi lipid pada sel miointima dan makrofag, sel yang mengandung lipid tersebut disebut artherosis Obstruksi lumen arteri spiralis akibat artherosis menyebabkan terganggunya aliran darah. Redman dan Sargent (2003) : gangguan perfusi plasenta akibat artherosis arteri spiralis adalah awal kejadian sindroma PE. 2. FAKTOR IMUNOLOGI Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa PE adalah penyakit dengan mediasi imunologi. Resiko PE meningkat pada keadaan dimana pembentukan blocking antibody terhadap placental site terganggu. Dekker dan Sibai (1998) meneliti peranan maladaptasi imunologis dalam patofisiologi PE. Dimulai sejak trimester kedua, pasien yang akan menderita PE mempunyai helper T cell (Th1) yang rendah dibandingkan mereka yang tidak akan menderita PE. Ketidak seimbangan Th1/Th2 ( Th2 yang lebih dominan) tersebut dipengaruhi oleh adenosin. Yoneyama dkk (2002) kadar adenosin pada penderita PE lebih besar dibandingkan yang normotensif. Helper cell T lympocyte menghasilkan cytokine spesifik yang memudahkan implantasi dan disfungsi dari helper cell lymphocyte dan keadaan ini akan menyebabkan terjadinya PE. Pada penderita dengan antibodi anticardiolipin, lebih sering terjadi kelainan plasenta dan PE.

3. VASKULOPATI dan INFLAMASI Melalui berbagai macam cara, perubahan inflamasi merupakan kelanjutan dari perubahan yang terjadi plasenta. Sebagai respon terhadap faktor plasenta yang dilepaskan akibat adanya reaksi iskemik terjadi sebuah rangkaian proses seperti yang terlihat pada gambar skematik dibawah. Pada desidua terdapat banyak sel yang bila diaktivasi akan mengeluarkan bahan bahan tertentu yang dapat merusak sel endotel. Disfungsi sel endotel berhubungan dengan PE melalui proses adaptasi inflamasi intravaskular. PE dianggap sebagai

keadaan ekstrem dari aktivasi leukosit dalam sirkulasi maternal. Manten dkk (2005) : Cytokine ( tumor necrosis factor ) dan interleukin berperan sebagai stressor oksidatif yang berkaitan dengan PE. Stresor oksidatif memiliki karakter bagi spesies tertentu dan adanya radikal bebas penting bagi pembentukan peroksidase lipid yang dapat berlipat ganda dengan sendirinya (self propagation ). Bahan yang bersifat radikal bebas tersebut mempunyai sifat : Mampu mencederai sel endothel pembuluh darah. Modikasi produksi nitric oxide. Mengganggu keseimbangan prostaglandin. Pengetahuan mengenai peran stresor oksidatif dalam kejadian PE meningkatkan perhatian pada keuntungan pemberian antioksidan dalam pencegahan PE . Antioksidan penting antara lain : Vitamin E atau -tocopherol, Vitamin C dan Vitamin A -carotene 4. FAKTOR NUTRISI Berbagai faktor defiensi nutrisi diperkirakan berperan sebagai penyebab Eklampsia. Banyak saran yang diberikan untuk menghindarkan hipertensi misalnya dengan menghindari konsumsi daging berlebihan, protein, purine, lemak, hidangan siap saji (snack), dan produk-produk makanan instan lain. John dkk (2002) : diet buah dan sayur banyak mengandung aktivitas non-oksidan yang dapat menurunkan tekanan darah. Zhang dkk (2002) : kejadian PE pada pasien dengan asupan vitamin C harian kurang dari 85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat. Obesitas adalah faktor resiko yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya PE. Obesitas pada ibu tidak hamil dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik yang berhubungan dengan arterosklerosis. Kadar C-reactive protein (inlamatory marker) meningkat pada obesitas yang seringkali berkaitan dengan PE. 5. FAKTOR GENETIK Ness Dkk (2003) : predisposisi hipertensi secara herediter sangat berkait dengan kejadian PE dan E. Chesley dan Cooper (1986) : menyimpulkan bahwa PE dan E menurun diantara saudara sekandung perempuan, anak perempuan, cucu perempuan.

PATOGENESIS Perubahan utama yang terjadi pada HDK adalah VASOSPASME danAKTIVASI SEL ENDOTHELIUM 1. VASOSPASME Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada kuku, fundus oculi dan konjuntiva. Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan TD. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstitisial yang meliputi bahan dalam darah a.l trombosit, fibrinogen dan deposit subendotelial lain. Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan arterial pada penderita PE. Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi, iskemia dan perdarahan jaringan menyebabkan terjadinya serangkaian gejala PE. Fischer dkk (2000) : vasospasme pada penderita PE jauh lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi pada pasien dengan sindroma HELLP. 2. AKTIVASI SEL ENDOTEL Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas masuk kedalam sirkulasi ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel.

Sindroma klinis PE adalah manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel tersebut. Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos terhadap agonis melalui pengeluaran nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi sel endotel akan menyebabkan keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor. Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah: 1. Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus. 2. Peningkatan permeabilitas kapiler. 3. Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi tersebut. Peningkatan repon terhadap bahan pressor Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian vasopressor. Pada awal kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas vaskular terhadap pemberian nor-epinephrine dan angisotensin II. Prostaglandin Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara spesifik, respon terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa penurunan respon vaskular yang terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial vaskular. Pada penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah dibandingkan kehamilan normal ; tetapi sekresi thromboxane A2 dari trombosit meningkat. Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang menurun tersebut akan meningkatkan sensitivitas terhadap angiostension II sehingga terjadi vasokonstriksi. Nitric oxide Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide ini diambil maka timbul gejala-gejala yang menyerupai PE . Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan : Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure. Penurunan frekuensi denyut jantung. Kepekaan terhadap vasopresor meningkat. Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel meningkat. Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut adalah sebuah akibat bukan sebuah sebab. Endothelin Endothelin adalah 21amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan endothelin-1 (ET-1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia. Kadar endothelin dalam plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada penderita PE kadar endothelin jauh lebih meningkat. Pemberian MgSO4 pada penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1. PATOFISIOLOGI 1. SISTEM KARDIOVASKULAR Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E Peningkatan afterload jantung akibat HT. 1. Gangguan pre-load jantung akibat akibat terganggunya proses hipervolemia dalam kehamilan.

2. Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang ekstraseluler terutama kedalam paru. Perubahan hemodinamika Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor : Derajat HT Latar belakang penyakit kronis. Apakah telah terjadi PE. Saat kapan pemeriksaan dikerjakan. Pada PE terjadi penurunan curah jantung dan kenaikan tahanan perifer. Pada Hipertensi Gestasional, curah jantung tetap tinggi. Pemberian cairan yang berlebihan pada penderita PE Berat akan menyebabkan tekanan pengisian jantung kiri ( ventricular filling pressure ) akan sangat meningkat dan meningkatkan curah jantung yang normal ke tingkatan diatas normal.

Volume Darah Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia yang lazim dalam kehamilan normal tidak terjadi atau sangat minimal sehingga penderita eklampsia disebut sebagai pasien yang berada dalam keadaan normotensive shock. Hemokonsentrasi pada PE dan E terjadi akibat adanya : Vaskonstriksi generalisata. Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular. Pada PE tergantung pada beratnya penyakit tidak selalu terjadi hemokonsentrasi. Pada penderita HG umumnya memiliki volume darah yang normal. Penurunan kadar hematokrit pada penderita dengan hemokosentrasi hebat merupakan pertanda perbaikan keadaan. Bila tidak terjadi perdarahan, ruang intravaskular penderita PE dan E biasanya tidak terlalu kosong. Terjadinya vasospasme dan kebocoran plasma endothel menyebabkan ruang vaskular tetap terisi. Perubahan ini menetap sampai beberapa saat pasca persalinan bersamaan dengan perbaikan endotel. Vasodilatasi dan peningkatan volume darah menyebabkan penurunan hematokrit. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E sangat peka terhadap: 1. Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan volume darah ke tingkatan sebelum kehamilan. 2. Perdarahan selama persalinan. 2.

DARAH

dan

PEMBEKUAN mengancam jiwa

DARAH penderita.

Trombositopenia yang terjadi dapat Trombositopenia terjadi oleh karena : Aktivasi platelet Agregasi platelet Konsumsi meningkat Trombitopenia hebat (bila <>

SINDROMA HELLP Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga menggambarkan derajat proses patologi yang terjadi. Pada umumnya semakin rendah trombosit semakin tinggi morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya perhatian terhadap kejadian trombositopenia pada penderita PE yang disertai dengan sejumlah gejala (sindroma HELLP). Sindroma HELLP: 1. Hemolysis 2. Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase ) 3. Low Platelets PE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan kadar serum LDH - lactate-dehydrogenase dan perubahan gambaran dari darah perifer (schizocytosis, spherocytosis dan reticulocytosis) Hemolisis terjadi akibat hemolisis mikrosangiopatik yang diakibatkan oleh kerusakan endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin.

3.

VOLUME

HOMEOSTASIS

Perubahan endokrin Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal meningkat. Pada PE kadar bahan tersebut sama dengan kadar wanita yang tidak hamil. Alibat retensi natrium dan atau HT, sekresi renin oleh ginjal menurun. Renin berperan sebagai katalisator dalam proses konversi angiostensin menjadi angiostensin I dan perubahan angiostensin I menjadi angiostensi II dengan katalisator ACE angiostensin converting enzyme. Perubahan cairan dan elektrolit Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema. Pada penderita PEBerat biasanya lebih menonjol dibandingkan kehamilan normal. Retensi cairan terjadi akibat adanya cedera pada endotel. Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga mengalami penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan gangguan keseimbangan proses filtrasi. 4. GINJAL Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFR glomerular filtration rate dan RBF renal blood flow. Pada PE terjadi perubahan anatomi dan patofisiologi, sehingga terjadipenurunan perfusi renal dan filtrasi glomerulos.. PE berkaitan dengan penurunan produksi urine dan eksresi kalsium akibat peningkatan resorbsi tubuler. Pemberian Dopamine i.v pada penderita PE dapat meningkatkan produksi urine. Pemberian cairan i.v pada penderita PE dengan oliguria tidak perlu dikerjakan.

Proteinuria Terjadinya proteinuria bersifat lambat. Pemeriksaan kuantitatif dengan dipstick tidak akurat dan memerlukan pemeriksaan selama 24 jam. Albuminuria adalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada PE yang salah oleh karena sebagaimana pada

keadaan glomerulopati lain terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein ber-BM tinggi sehingga albuminuria sering disertai dengan keluarnya hemoglobin, globulin dan transferin. Perubahan anatomi pada ginjal Ukuran glomerulos membesar 20%. Terjadi glomerular capillary endotheliosis. Gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut sering terjadi dengan gejala oliguria sampai anuria ( peningkatan kadar serum creatinine 1 mg/dL ). Haddad dkk (2000) melaporkan bahwa 5% dari 183 penderita sindroma HELLP mengalami ARF dan setengah diantaranya adalah penderita solusio plasenta dan perdarahan pasca persalinan. Meskipun jarang, dapat terjadi nekrosis cortex ginjal yang ireversibel. 5. HEPAR Perdarahan periportal pada tepi hepar Ruptura hepar Perdarahan subkapsular 6. OTAK Nyeri kepala dan Gangguan visus Sering terjadi pada PE dan eklampsia. Terdapat dua perubahan PA pada cerebri: 1. Perdarahan akibat pecahnya pembuluh arteri karena HT 2. Edema, hiperemia , iskemia, trombosis dan hemoragia yang kecil dan kadangkadang meliputi daerah yang luas Aliran darah otak : Pada eklampsia, mungkin akibat hilangnya autoregulasi dari CBF-cerebral blood flow terjadi hipoperfusi sebagaimana yang terjadi pada hipertensif encephalopathi yang tak berkaitan dengan kehamilan. Pasien nyeri kepala biasanya disertai dengan peningkatan perfusi cerebral.

Kebutaan : Gangguan visus sering terjadi pada PEBerat, namun kebutaan permanen jarang terjadi pada PE dan terjadi pada 10% penderita E. Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat mengenai wanita yang menderita edema vasogenik pada lobus occipitalis yang luas. Umumnya kebutaan berlangsung antara 4 jam sampai satu minggu. Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual permanen akibat PEBerat atau E adalah akibat gangguan pada cerebri atau iskemia arteri retina. Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya mengenai salah satu sisi dan prognosis nya baik. 7. PERFUSI UTERO PLASENTA Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal pada PE dan E. Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 ; pada penderita PE 200 Doppler velosimetri Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk memperhitungkan besaran resistensi dalam aliran uteroplasenta.

Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan antara bentuk gelombang arterial sistolik dan diastolik. Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada semua penderita PE dan E. Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler mengukur besarnya tahanan dalam arteri spiralis. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa Impedansi pembuluh perifer ternyata lebih besar dari pada pembuluh sentral. PREDIKSI dan PENCEGAHAN PREDIKSI Sampai saat ini tidak ada tes skrining yang realistis, valid dan ekonomis untuk meramalkan kejadian PE. Salah satu tujuan dari jaringan Unit Feto-Maternal Medis adalah melakukan identifikasi faktor-faktor prediktor berikut ini : Roll over test Adanya respon hipertensif yang terjadi pada perubahan posisi ibu hamil 28 32 minggu dari posisi miring menjadi telentang merupakan prediktor terjadinya HG. Pasien dengan test positif juga menunjukkan kepekaan yang tidak normal terhadap pemberian angiostensin II. Nilai prediktif dari Roll-Over tes ini hanya 33%. ASAM URAT Weerasekera dan Peiris (2003) : kadar serum asam urat tidak berbeda secara bermakna sebelum terjadinya HT. Kadar asam urat tidak bermanfaat dalam membedakan antara hipertensi gestasional dengan PE. FIBRONEKTIN Aktivasi sel endothel menyebabkan kenaikan kadar serum fibronectin pada penderita PE. Chavaria dkk (2003a) : menyatakan bahwa nilai prediktif positif dari Fibronectine adalah 29% dan nilai prediktif negatif kira-kira 98%. AKTIVASI SISTEM KOAGULASI Trombositopenia dan disfungsi platelet adalah gambaran intergral PE. Peningkatan destruksi menyebabkan ukuran platelet membesar oleh karena relatif lebih muda dan hal ini dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya PE. Pada kehamilan, aktivitas fibrinolitik menurun akibat peningkatan palsminogen activator inhibitor-PAI 1 dan 2. Pada PE, PA1 secara relatif lebih tinggi daripada PAI 2 akibat disfungsi sel endotel. Chappel dkk (2002) : menyatakan bahwa perbandingan PA 1 dan PA2 dapat digunakan untuk prediksi PE UTERINE ARTERY DOPPLER VEOLIMETRI Penentuan resistensi vaskular uteroplasenta dengan mengamati impendansi pada arteri uterina trimester II dapat digunakan sebagai prediksi PE Audibert dkk (2005) : kombinasi pemeriksaan hCG AFP (alfa fetoprotein ) dan pencatatan aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya PE dengan sensitivitas berkisar antara 2 40%.

PENCEGAHAN Modifikasi diet Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya preeklampsia

Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi gestasional Aspirin dosis rendah Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan kejadian PE berawal dari kemampuan untuk menekan produksi tromboksan secara selektif dengan hasil akhir peningkatan produksi prostacyclin endothelial. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah tidak efektif dalam pencegahan PE. Antioksidan Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang. Konsumsi vitamin E tidak berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang tinggi pada penderita PE adalah merupakan respon terhadap stressor oksidatif yang ada. Chappel dkk (1999) : membuktikan adanya penurunan aktivasi sel endothel pada pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 22 dan pemberian vitamin C dan E dapat menurunkan secara bermakna kejadian PE. PENATALAKSANAAN Prinsip tujuan penatalaksanaan kehamilan dengan PE : 1. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu dan anak seminimal mungkin. 2. Melahirkan anak yang sehat. 3. Pemulihan kesehatan ibu secara sempurna. Pada penderita preeklampsia, khsususnya saat atau menjelang aterm, 3 prinsip tujuan diatas dapat tercapai dengan melakukan induksi persalinan. Informasi terpenting bagi obstetrician untuk melakukan penatalakasanaan PE adalah dengan mengetahui secara tepat usia kehamilan.

Deteksi Prenatal Dini Pada trimester IIII pasien dengan HT harus diperiksa setiap 2 3 hari. Penderita dengan penyakit yang berat dan persisten harus dirawat di RS dan bila perlu dilakukan terminasi kehamilan. Pasien dengan TD diastolik 81 89 mmHg dan disertai dengan kenaikan berat badan secara mendadak perlu diperiksa ulang 3 hari kemudian, dan bila keadaan masih menetap maka harus dirawat di RS untuk pengamatan selanjutnya.

Perawatan antepartum di rumah sakit 1. Pemeriksaan teliti : nyeri kepala - gangguan visus - nyeri epigastrium dan kenaikan BB cepat 2. Pemeriksaan BB awal dan pada hari-hari berikutnya 3. Analisa proteinuria saat MRS dan 2 hari kemudian 4. Pemeriksaaan TD dalam posisi duduk 5. Pemeriksaan plasma atau serum creatinine dan hematokrit, trombosit, enzym hepar 6. Pengukuran besar janin dan volume cairan amnion Bila hasil observasi mengarah pada diagnosa PE Berat ( lihat tabel ) maka penatalaksanaan sama dengan terhadap kasus eklampsia. Istirahat merupakan bagian terapi yang sangat penting tanpa harus disertai dengan pemberian tranquilizer atau sedatif. Diet harus mengandung kalori dan protein secukupnya.

Pemberian cairan dan natrium dalam batas wajar. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada : 1. Derajat penyakit PE, 2. Usia kehamilan dan 3. Keadaan servik.

Terminasi kehamilan Terapi definitif pada PE dan E adalah mengakhiri kehamilan. Kehamilan 40 minggu yang disertai dengan PE Ringan harus diterminasi. Bila servik sudah matang, dapat dilakukan induksi dengan oksitosin drip. Nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium adalah pertanda akan terjadinya kejang ( gejala impending eclampsia). Oliguria adalah merupakan tanda memburuknya PE BERAT. Pada PE Berat dan Ringan, bila terapi konservatif tak memberikan hasil maka kehamilan harus segera diakhiri demi untuk kesehatan ibu dan anak. Terminasi kehamilan yang dipilih sebaiknya adalah pervaginam. Sectio caesar dilakukan hanya atas indikasi obstetri secara umum dan atau bila induksi persalinan diperkirakan tidak akan berhasil. Indikasi terminasi kehamilan pada penderita Preklampsia(salah satu atau beberapa dari gejala dibawah ini ) 1. TD Diastolik > 110mmHg 2. Serum kreatinine meningkat 3. Gejala impending eklampsia Nyeri kepala hebat persisten Nyeri epigastrium Gangguan visus 4. LFT- liver function test abnormal 5. Trombositopenia 6. Sindroma HELLP 7. Eklampsia 8. Edema paru 9. Hasil pemantauan janin yang abnormal - cardiotocography 10. SGA small for gestational age dengan IUGR intra uterine growth retardation pada pemeriksaan serial USG. PREEKLAMPSIA BERAT PE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi kehamilan. Tujuan terapi pada PE: 1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial 2. Mengendalikan tekanan darah 3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital 4. Melahirkan janin yang sehat Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin. Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan kontroversi. Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat pada kehamilan 32 34 minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru. Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 32 perlu pertimbangan untuk menunda persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Terapi pada pasien ini adalah : 1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier) 2. MgSO4

3. Antihipertensi 4. Kortiskosteroid 5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium 6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif. Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC EKLAMPSIA Eklampsia terjadi pada 0.2 0.5% persalinan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian sama dengan yang ada pada PE. Kadang-kadang eklampsia terjadi pada usia kehamilan <> 75% kejang terjadi sebelum persalinan. 50% dari eklampsia pasca persalinan terjadi dalam waktu 48 jam pasca persalinan. Patofisiologi Patogenesis Diperkirakan

eklampsia tidak disebabkan

diketahui oleh

dengan karena

jelas. :

Trombosis oleh platelet Hipoksia cerebri akibat vasospasme lokal Perdarahan cortex cerebri Kejadian eklampsia tidak memiliki korelasi dengan tingginya Tekanan Darah Temuan Klinik Biasanya tak didahului dengan aura ; serangan kejang antara 2 4 kali Terjadi hiperventilasi setelah serangan kejang tonik-klonik untuk kompensasi adanya asidosis (lactic acid) respiratorik akibat fase apnea. Demam jarang terjadi, tetapi demam adalah pertanda prognosa yang buruk Komplikasi kejang : gigitan lidah, fraktura, trauma kapitis , aspirasi Edema paru dan abruptio retina dapat terjadi pasca kejang

Terapi A. Terapi PRENATAL 1. Pengendalian Kejang 1. MgSO4 i.v dilanjutkan dengan Mg SO4 infuse atau i.m (sebagai loading dose ) dan diteruskan dengan pemberian berkala secara i.m 2. Pemberian antihipertensi secara berkala i.v atau per-oral bila TD diastolik> 110 mmHg 3. Hindari pemberian diuretik dan batasi pemberian cairan intravena kecuali bila perdarahan hebat. Jangan berikan cairan hiperosmotik 4. Akhiri kehamilan atau persalinan. Magnesium sulfat MgSO4.7H2O ; Antikonvulsan yang efektif tanpa penekanan pada SSP ibu dan janin Dosis untuk PEBerat sama dengan dosis untuk Eklampsia

Berikan sampai 24 jam pasca persalinan Tidak dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah Eksresi melalui ginjal Intoksikasi dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan reflek patela dan frekuensi pernafasan serta pengamatan volume produksi urine perjam. Bila terjadi depresi pernafasan berikan Calcium Gluconate 1 gram i.v perlahan-lahan sampai depresi nafas menghilang.

1. Pengendalian Hipertensi Hidralazine Pemberian hidralazine i.v bila TD Diastolik > 110 mmHg atau TS Sistolik> 160 mmHg. Dosis: 5 mg i.v selang 20 menit sampai TD Diastolik 90 100 mmHg Efek puncak 30 60 menit Duration of action 4 6 jam Efek samping : nyeri kepala, pusing, palpitasi, angina. Labetalol Beta-blocker non selektif dan post-sinaptik -adrenergic blocking agent Tersedia preparat oral ataupun parenteral Dosis : Pemberian i.v setiap 10 menit . Dosis pertama: 20 mg , dosis kedua 40 mg dan dosis selanjutnya 80 mg dengan dosis maksimum 300 mg. Onset of action = 5 menit. Efek puncak = 10 20 menit . Duration of action = 45 menit sampai 6 jam. Nifedipine Calcium channel blocker. Dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat. Onset of action = 1 2 menit. Duration of action = 3 5 menit. B. Terapi PASCA PERSALINAN Setelah persalinan, pemilihan jenis obat anti HT menjadi lebih bebas.

Pemberian diuretik tidak lagi merupakan kontraindikasi. MgSO4 diberikan sampai 24 jam pasca persalinan. Phenobarbital 120 mg/hari dapat diberikan pada pasien dengan HT persisten dimana diuresis masih belum terjadi. Bila 24 jam pasca persalinan TD Diastolik masih diatas 110 mmHg dapat diberikan obat anti HT lainnya a.l diuretik, calcium channel blocker, ACE inhibitor , betta blocker dsbnya. Pemeriksaan TD dilakukan dalam posisi berdiri untuk menghindari kesalahan pemeriksaan.

PROGNOSA Kematian maternal akibat PE atau E secara langsung jarang terjadi, kematian umumnya disebabkan oleh : Cerebral hemorrhage. Pneumonia aspirasi. Hipoksik ensepalopati. Tromboemboli. Ruptura hepar. Gagal ginjal. HIPERTENSI KRONIS Angka kejadian HK pada berbagai populasi berbeda 0.5 4% (rata-rata 2.5%). HK pada kehamilan 80% idiopatik dan 20% oleh karena penyakit ginjal. Gejala Klinik A. Gejala dan Tanda Usia umumnya > 30 tahun. Obesitas. Multipara. Umumnya disertai masalah medis sistemik lain : DM atau penyakit ginjal. Berhubungan dengan ras dan bersifat familial. Tidak disertai dengan proteinuria. Diagnosa ditegakkan dengan adanya riwayat HT sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan > 20 minggu. Dan menetap sampai 6 minggu pasca persalinan. B. Hasil Pemeriksaan Laboratorium X-ray dan ECG ECG : Hipertrofi ventrikel kiri pada 5 10% penderita. Laboratorium : Kenaikan serum creatinine. Penurunan clearance creatinine. Proteinuria. X-ray : umumnya normal, kadang-kadang memperlihatkan kardiomegali. Pasien dengan LVH-left ventricle hypertrophy : kenaikan serum creatinine beresiko tinggi menderita superimposed PE. Pasien dengan kardiomegali akibat penyakit hipertensif kardiovaskular atau kardiomiopathia kongestif memiliki resiko menderita superimposed PE, edema paru dan aritmia jantung.

KOMPLIKASI A. Komplikasi Maternal Superimposed PE (1/3 pasien) Keadaan pasien lebih cepat memburuk dibandingkan PE murni

Solusio plasenta ( 0.4 10%) DIC disseminated intravascular coagulation ATN acute tubular necrosis RCN renal cortical necrosis B. Komplikasi Janin Prematuritas ( 25 30%). IUGR (10 15%). HK superimposed PE cenderung terjadi pada kehamilan 26 34 minggu sehingga sering menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Peningkatan mortalitas perinatal akibat solusio plasenta.

TERAPI a. Pengendalian Hipertensi Methyldopa Clonidine [ -adrenergic agonist ] Calcium channel blocker Hydralazine Beta blockers b. Efek pemberian antihipertensi terhadap pemberian ASI Pengetahuan mengenai farmakokinetik obat anti HT dalam ASI sangat minimal. Pemberian Thiazide diuretic harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan penurunan produksi ASI. Methyldopa diperkirakan aman bagi ibu menyusui. Kecuali propanolol, jenis beta blocker lain terdapat dalam ASI dengan kadar tinggi. Kadar Clonidine dan Captopril dalam ASI sangat minimal. c. Penatalaksanaan Obstetrik Umum Pada kunjungan pertama tanyakan : Lama hipertensi dan jenis obat yang digunakan Riwayat penyakit ginjal dan atau jantung Outcome persalinan yang lalu Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fundus occuli Auskultasi arteri renalis Pemeriksaan denyut arteri dorsalis pedis ( coarctatio aorta ) Pemeriksaan TD dalam posisi duduk Pemeriksaan laboratorium pada kunjungan antenatal pertama : Pemeriksaan urine dan darah lengkap Faal ginjal Faal hepar Serum elektrolit EKG Pemeriksaan urine 24 jam untuk melihat clearance creatinine X-ray thorax Pemeriksaan ultrasonografi : menentukan usia kehamilan Advis diet : Makanan biasa tanpa retriksi garam Frekuensi pemeriksaan antenatal lebih sering dibandingkan perawatan antenatal

PROGNOSA Pada penderita HT ringan atau sedang, outcome kehamilan baik dengan perinatal survival sekitar 95 97%. Komplikasi utama : Superimposed PE, Solusio plasenta , Prematuritas dan PJT. Prognosa buruk bila : HT berat terjadi pada trimester I. Onset superimposed PE pada kehamilan < 28 minggu. Insufisiensi ginjal sebelum kehamilan. Penyakit kardiovaskular hipertensif. Kardiomiopathia kongestif.

You might also like