You are on page 1of 11

Share

More

Next Blog

Create Blog Sign In

Beranda

JUMAT, 30 MARET 2012

TENTANG BLOG INI

Dalam Pusaran Perubahan - Sindo 29 maret 2012


Pusaran perubahan kembali menghantam Indonesia. Setelah pasaran automotif berjaya pada 2011, kini harga bahan bakar minyak (BBM) dunia bergerak naik. Ketika negara-negara tetangga menjadikan kebijakan kenaikan harga BBM-nya secara lebih independen dan fleksibel dalam pengambilan keputusan, di Indonesia justru sebaliknya. Demikian pula ketika perekonomian Indonesia menapak naik, persaingan justru semakin meningkat, dari luar dan dari dalam. Ketika demokrasi berkembang tanpa arah, teknologi membuka semua dinding rahasia. Menjadi sangat terbuka dan cepat berubah. Pusaran perubahan tengah dialami oleh hampir semua sektor usaha, besar maupun kecil. Perasaan gundah bukan hanya ada di pikiran CEO atau para pemilik perusahaan, melainkan juga para manajer dan pegawai di bawah. Dirasakan oleh para guru dan dosen, hakim dan jaksa, serta para pemimpin pusat maupun daerah. Statistik ekonomi yang membaik justru bisa menimbulkan pusaran baru. Kepada setiap orang yang berada di dalam pusaran perubahan, setidaknya tiga hal ini perlu diketahui. Pertama, persoalan perubahan yang penting bukanlah soal memasuki dunia baru, melainkan bagaimana membuang kebiasaan-kebiasaan lama. Kedua, perubahan menuntut hati yang bersih. Seberapa hebatnya prestasi perubahan yang Anda berikan, kalau tidak dilakukan sepenuh hati dan seputih kapas, Anda akan tergulung arus balik perubahan. Lantas ketiga, dalam setiap perubahan yang paling menentukan adalah self management.

Blog ini bukanlah blog pribadi Rhenald Kasali, melainkan blog yang berisi kumpulan artikel beliau yang dimuat di berbagai media massa di Indonesia.
PROFIL RHENALD KASALI

Rhenald Kasali adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi universitas tersebut. Selain bergerak sebagai akademisi, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga produktif menulis. Buku-buku yang ditulisnya selalu menjadi perhatian kalangan bisnis dan hampir semua bukunya menjadi best seller di kalangan mahasiswa. Berikut beberapa buku yang telah ditulis Prof. Rhenald Kasali. Sembilan Fenomena Bisnis - 1997 Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting dan Positioning, Gramedia Pustaka Utama (1998) Sembari Minum Kopi Politiking di Panggung Bisnis, Gramedia Pustaka Utama Sukses Melakukan Presentasi, Gramedia Pustaka Utama (2001) Change!, Gramedia Pustaka Utama (2005) Recode Your Change DNA, Gramedia Pustaka Utama (2007) Mutasi DNAPowerhouse, Gramedia Pustaka Utama (2008) Wirausaha Muda Mandiri, Gramedia Pustaka Utama (2010) Myelin: Mobilisasi intengibles sebagai kekuatan perubahan, Gramedia Pustaka Utama (2010). Buku ini menjadi rujukan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia Cracking Zone, Gramedia Pustaka Utama (2011) Selain mengajar di Universitas Indonesia, ia juga menjadi dosen terbang di Program Magister Manajemen Universitas Sam Ratulangi, Universitas Tanjung Pura, Universitas Udayana, dan Universitas Lampung.

Membuang Kebiasaan Lama Anda tentu masih ingat bagaimana orang tua memberi iming-iming agar Anda siap memasuki dunia baru. Hadiah bila naik kelas, pesta sunatan, cincin kawin, dan tentu saja permen manis agar tidak menangis sehabis menerima suntikan imunisasi. Iming-iming seperti itu diteruskan para pelaku ekonomi. Termasuk agar Anda mau menerima kenaikan harga BBM. Ada paket Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dan samar-samar terdengar ada paket jalan-jalan untuk rektor dan aktivisaktivis mahasiswa, konon pula ada hadiahbagi oknum anggota partai politik yang tidak menentang kebijakan ini. Namanya juga konon,bisa betul bisa juga wallahu alam. Tapi bagaimana membuang kebiasaan lama? Ampun, ini memang masalah besar yang bisa menjadi penghalang. Manusia sulit sekali membuang kebiasaan-kebiasaan lamanya, apalagi pikiran-pikiran lamanya. Perubahan setidaknya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi berubah (changing) dan dimensi tidak berubah (not changing). Pengalaman saya membantu lembaga-lembaga nasional melakukan perubahan menunjukkan, sebagian besar kita lebih banyak menaruh perhatian pada aspek dimensi yang pertama (changing ). Changing memiliki the plus side (persepsi terhadap manfaat perubahan) dan the negative side (persepsi terhadap biaya, upaya, dan risiko-risiko bila Anda berubah). Padahal not changing juga penting. Manusia juga menimbang-nimbang apa plus-minusnya bila ia tidak berubah. Selama benefit terhadap adanya perubahan lebih besar dari cost-nya, kita sering berpikir bahwa manusia sudah pasti siap untuk berubah. Padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Manusia ternyata juga menimbang-nimbang the plus side of not changing (manfaat kalau tidak berubah) dan the negative side of not changing (ruginya bila tidak berubah). Pusing ya? Begitulah perubahan. Selama the plus side of changing tidak diimbangi dengan the negative side of not changing, manusia Akan tetap berada di dunia lama. Hidup dalam aturan dan cara berpikir lama. Jadi cost-benefit analysis saja tidak cukup. Untuk meninggalkan dunia lama,manusia perlu diberi tahu konsekuensi- konsekuensi negatif apa

Penghargaan
Atas kerja kerasnya, Rhenald mendapatkan beberap penghargaan sebagai berikut. Piagam Penghargaan Satya Lencana

converted by Web2PDFConvert.com

yang akan ia terima bila ia tidak berubah. Jadi melihat keindahan di depan tembok saja belum tentu membuat seorang anak melompat ke atas tembok setinggi dua setengah meter. Ia baru melompat kalau pantatnya akan digigit anjing besar bertaring tajam yang mengejar di belakangnya. Diberi tahu saja tidak cukup. Manusia perlu dibukakan matanya, yaitu melihat apa yang tidak atau belum terlihat. Hati Bersih Belakangan saya juga bertemu dengan orang-orang yang mengaku berhasil melakukan perubahan. Hasilnya mungkin saja mengagumkan.Tapi yang menarik perhatian saya,orang-orang ini terbentur oleh kejadian- kejadian negatif. Kejadian-kejadian negatif bisa berakibat karya perubahan menjadi sia-sia.Tapi sepanjang Anda melakukannya dengan sepenuh hati, sesungguhnya Anda tidak perlu bercemas hati.Kebenaran akan menemukan pintunya sendiri. Semua itu hanya mungkin dibersihkan oleh hati yang bersih. Hanya pemimpin-pemimpin yang melakukan perubahan dengan keikhlasan dan cinta pada perubahan yang akan selamat mengawal perubahan. Mudah kita membedakan mana pemimpin yang cinta jabatan dan mana yang cinta perubahan. Orang yang mengaku cinta perubahan bisa saja sesungguhnya pencinta jabatan yang bertarung habis-habisan mempertahankan kekuasaannya. Kalau Anda cinta perubahan, Anda akan siap terhadap kemungkinan Anda hanya bisa memimpin satu kali. Ada melakukan people development dan Anda menjaga reputasi sekuat tenaga karena tanpa reputasi kekuasaan tak punya gigi. Self Management Di mana peran Anda dalam pusaran perubahan ini? Praktik- praktik yang ada umumnya mengacu pada literatur-literatur dan best practice yang seakanakan menempatkan semua orang sebagai change agents atau change leaders. Padahal sebagian besar orang bukan pemimpin dan tak terpilih menjadi change agent dalam perubahan. Apa yang harus Anda lakukan? Pengalaman saya menemukan orang-orang yang berada di dalam pusaran perubahan bukan hanya terdiri atas mereka yang menentang perubahan, melainkan karena mereka tidak terbiasa melihat apa yang tidak atau belum terlihat. Berbagai latihan umumnya sangat diperlukan untuk melatih karyawan agar mampu melihat, bahkan mendengar yang belumatau tak terdengar. Melalui berbagai pelatihan, pegawai dilatih agar memiliki sikap proaktif yang melekat pada diri setiap individu. Pelatihan-pelatihan seperti itu menjadi penting di era performance management tidak lain karena setiap orang telah berubah menjadi manusia robotic yang hanya peduli dengan indikator-indikator kinerja utamanya atau yang biasa dikenal dengan istilah KPI (key performance indicator). Ketika manusia terlalu fokus pada pekerjaannya atau apa yang ditugaskan kepadanya (dalam birokrasi dikenal dengan istilah tupoksi), maka biasanya mereka tidak mampu melihat hal-hal yang berada di luar titik fokusnya. Maka latihlah diri Anda agar mampu melihat yang tak terlihat dan mendengar apa yang tak terdengar. Hanya orang-orang yang memiliki keberanianlah yang mampu melihat hal-hal yang tak terlihat. Dan hanya merekalah yang mampu membawa diri dalam pusaran perubahan. Mereka bukan hanya bisa beralih memasuki dunia baru dengan selamat, melainkan juga meninggalkan dunia lama dengan penuh kedamaian. Itulah yang membedakan seorang winner (pemenang) dengan seorang looser (pecundang). Pemenang melenggang riang, pecundang bicara kotor dengan umpatan yang tak tersalurkan. Selamat menjalankan perubahan. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 21:07 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google

Karya Satya 10 tahun dari Presiden Republik Indonesia , Piagam No. 112451/4-22/2004 Penghargaan "KREATIVITAS" di bidang Pendidikan dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, Yayasan Pengembangan Kreatifitas , Surat No. 46/SK-YPK/IV/2005 Piagam Penghargaan dari Rektor Universitas Indonesia sebagai Penulis Buku , UI , Piagam Penghargan Rektor UI tgl. 9 Mei 2005 Alice & Charlote Biester Award (1995) Dosen Terbaik, FEUI (2003)

Guru Besar
Pada 4 Juli 2009, Rhenald dinobatkan menjadi guru besar Ilmu Manajemen di Universtas Indonesia. Saat pengukuhannya sebagai guru besar, Rhenald membawakan orasi ilmiahberjudul "Keluar dari Krisis: Membangun Kekuatan Baru Melalui Core Belief dan Tata Nilai".
sumber www.wikipedia.com PENGIKUT

ARSIP BLOG

2012 (74) Oktober (9) September (7) Agustus (4) Juli (7) Juni (12) Mei (4) April (6) Maret (8) Dalam Pusaran Perubahan - Sindo 29 maret 2012 BBM Untuk Kelas Menengah - Jawapos 26 Maret 2012 Perdebatan Harga BBM - Sindo 22 Maret 2012 Redeem Economy - Jawapos 19 Maret 2012 Ekspor Gampang-gampangan - Sindo 15 Maret 2012 Community of Trust - Jawapos 12 Maret 2012 National Branding - 8 Maret 2012 Beternak Sapi di Timur - Sindo 1 Maret 2012 Februari (8) Januari (9) 2011 (13)

BBM Untuk Kelas Menengah - Jawapos 26 Maret 2012


Setiap tahun kita mendengar orang-orang kaya Indonesia bertambah terus. Diperkirakan 8-9 juta orang setiap tahun naik menjadi kelas menengah. Diperkirakan saat ini 56.5% dari 237 juta warga Indonesia sudah menjadi warga kelas menengah, meski sekitar 29 juta-an masuk dalam kategori miskin. Indonesia telah menjadi negeri penenggak air mineral terbesar di dunia, dan tak pernah protes kendati harga per liter air mineral dalam kemasan bisa lebih mahal dari harga BBM (Premium). Indonesia juga menjadi negara terbesar pembeli sepeda motor (tahun 2011, 8.1 juta unit). Perbankan juga sangat progresif, dengan jumlah rekening koran sebesar 101 juta (menurut data Lembaga Penjamin Simpanan). Jadi pertumbuhan kantor cabang bank tercepat di dunia saat ini ada di sini. Membuka 100 kantor cabang dalam setahun adalah hal biasa bagi bank-bank di Indonesia, sedangkan di negara ASEAN, membuka lima cabang dalam setahun susahnya setengah mati. Di antara para pembuka rekening itu, ternyata kontributor terbesar adalah rekening-rekening pribadi di atas 5 miliar rupiah, yang enam bulan lalu tercatat memasuki 41.21% dari seluruh nilai

converted by Web2PDFConvert.com

simpanan di bank. Wajar jika mereka sungguh merepotkan otoritas di bandara yang terlambat memperbesar kapasitas sehingga bandara menjadi sangat sempit. Di Bandara Soekarno-Hatta saja, setahun tercatat lebih dari 50 juta penumpang (2011) terbang. Seorang pemimpin rumah sakit pemerintah milik daerah mengatakan rata-rata dokter di RSUD yang ia pimpin bisa membawa variable income antara 10.5 juta rupiah (terendah) hingga 100.7 juta rupiah (tertinggi). Pendapatan terbesar itu diperoleh dari pelayanan pada pasien Gakin (Keluarga Miskin). Hanya saja, ia menyesalkan, pelayanan para dokter terhadap pasien miskin ini belum membaik: Sering terlambat dan dipandang sebelah mata. Guru-guru di Jakarta dan kota-kota besar lainnya kini juga mulai beralih dari mencicil sepeda motor ke mobil-mobil murah. Maklum saja, gajinya banyak yang sudah mencapai Rp. 8 juta perbulan. Tak berlebihan bila jumlah ponsel yang dimiliki penduduk dari Sinabang di Pulau Simeulue, sampai ke pelosok Nusantara sudah mencapai 280 juta unit. Meski demikian, harus diakui pula, sebagian besar warga hidup dari sektor mikro dan informal yang hidup tanpa jaminan sosial memadai dan menjadi kejaran Satpol PP. menurut kantor Kementrian Koperasi dan UMKM jumlahnya mencapai 54,5 juta dan menampung sekitar 111 juta tenaga kerja. Hebat ya kelas menengah kita. Data-data ini dipakai orang bisnis yang bebas dari kepentingan politik. Tapi sayangnya, kelas menengah yang hebat-hebat ini ternyata masih mengkonsumsi subsidinya kaum miskin, senang bergaya hidup tetapi kalau bisa dapat yang disubsidi juga tak ditolak. Harga Tak Wajar Dengan berbagai dalih saya membaca media massa dan melihat di televisi, para pengamat kaya mewakili cara berpikir kelas menengah yang enggan berubah itu. Mereka berpandangan populis bahwa BBM kita sudah terlalu mahal. Ada yang memakai logika cost accounting yang sangat logis, namun mengaburkannya dengan mengabaikan biaya-biaya transportasi dan manajemen usaha. Harga yang disajikan tepat sekali, tetapi kita tidak diberitahu bahwa harga segitu hanya berlaku kalau rakyat bisa membeli di bibir sumur yang menampung minyak. Harga serendah itu juga mengabaikan aspek reinvestasi atau perawatan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha. Dengan demikian harga BBM Indonesia (Ron 88) yang dijual seharga Rp. 4.500,- kita nikmati dengan nafas lega. Sangat lega. Bahkan membuat anak-anak kita bebas trek-trekan, atau membeli sate sejauh lima kilometer, kendati di mulut gang sudah tersedia sate yang enak. Sementara kelas menengah di Thailand harus membayar Rp. 12.453,- (Blue gasoline 91) di Filipina (unleaded) Rp.12.147,- dan Singapura (grade 92) RP. 15.695,-. Demikian pula di China yang berkisar Rp. 12.000,- semuanya memberlakukan harga non-subsidi. Thailand sudah mematok harga BBM dunia dengan asumsi USD 140 kendati harganya belum menyentuh setinggi itu. China tahun ini sudah menaikkan harga BBM dua kali dan sedang mengeluarkan regulasi yang memungkinkan BUMN nya menjual harga mengikuti ketentuan pasar. Padahal itu negeri sosialis berlambang palu dan arit. Pantaskah kelas menengah Indonesia yang semakin kaya ini menikmati subsidi yang demikian besar? Tentu saja tidak! Subsidi harus sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkannya. Tengoklah ucapan-ucapan para politisi, pengamat atau bahkan rakyat biasa. Semuanya mewakili kaum jelata padahal semuanya punya mobil bagus dan anaknya dididik di sekolah mahal. Kita menjadi seperti hansip di tahun 1990-an yang kala itu hendak dipersenjatai oleh militer tanpa latihan yang memadai. Artinya, yang dibidik kaki, tetapi yang kena adalah kepala. Kita membidik penghapusan subsidi pada kelas menengah ke atas, tapi yang jadi tameng warga miskin. Alih-alih mau menolong rakyat kecil, tetapi atas nama sikecil, kelas menengah memberontak. Saya tak membayangkan apa jadinya perekonomian kita bila kita terus saling mengunci dan menunda penyelesaian masalah. Kalau BBM sudah menjadi konsumsinya kelas menengah dan sulit di-diferensiasi, maka rekyat kecil berhak mendapatkan subsidi dalam bentuk lain yang lebih langsung. Sekolah, rumah sakit, transportasi publik, alat-alat pertanian, perumahan, listrik, dan sebagainya. Mengapa bisnis kontrakan rumah belakangan ini marak sekali? Jawabnya adalah karena si miskin tak mampu mencicil sebesar yang ditetapkan pasar, bunga banknya masih mahal. Bicara dengan orang kaya ternyata sudah semakin sulit di negeri ini, dan ini berarti musibah bagi rakyat jelata. Masalah akan tetap menjadi masalah, bahkan akan ter-eskalasi bila ditunda. Masalah itu hanya bisa diatas bila kita mau sungguh-sungguh mengatasinya dan rela berkorban. Jadi, subsidi harus ditarik dari kelas menengah dan hanya diberikan pada mereka yang berhak. Mengapa segala hal menjadi sulit belakangan ini? Saya mnduga sebabnya ada pada rasa keadilan yang pupus di atas mau pun di bawah. Yang korupsi tidak ditangkap, yang nyolong sandal malah dipenjarakan. Kalau pada rakyat kecil keadilan tak ditegakkan, kemungkinan di atas ada rasa tidak adil dalam bagi-bagi rezeki, bahkan dalam tangkap menangkap, bongkar membongkar. Kalau para pejabat negara banyak terlibat konflik kepentingan dan korup, pengambilan keputusan menjadi lamban, mengambang, kurang berani, tertunda-tunda, tawar menawar, bahkan kekuasaan menjadi tak bergigi. Kalau benar mengapa takut? Di bawah sungguh terasa, penyelesaian tentang subsidi ini sudah bukan logika ekonomi, melainkan tidak adanya fair play yang membuat trust di kalangan para politisi sudah memudar. Trust itulah bondingnya, perakat di antara kita. Rakyat masih harus berjuang membela kepentingannya, sedangkan yang hidupnya sudah nikmat tak mau berubah. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
converted by Web2PDFConvert.com

Diposkan oleh Rhenald Kasali di 21:06 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google

JUMAT, 23 MARET 2012

Perdebatan Harga BBM - Sindo 22 Maret 2012


Masih adakah energi murah di atas muka bumi ini? Pertanyaan ini dijawab setiap bangsa dengan catatan berbeda-beda. Brasil dan Norwegia adalah dua negara yang beruntung karena oil powerhouse-nya,Petrobraz dan Statoil, berhasil mengembangkan teknologi laut dalam, sehingga mampu mengeksplorasi minyak di mancanegara. Saat bahan bakar berbasiskan fosil yang ada di atas permukaan bumi mulai menipis, keduanya justru berjaya di laut dalam. China di sisi lain, memanjakan empat BUMN-nya dengan berbagai insentif dan harga minyak dalam negeri yang tinggi, sehingga berhasil membangun kilang-kilang besar di mancanegara dan mendapatkan jaminan suplai dari Sudan, Arab Saudi dan Venezuela. Petronas juga dikembangkan dengan cara yang sama, sehingga mampu menjalankan peran sebagai penjamin masa depan energi Malaysia. Harga boleh berubah-ubah, tetapi rakyatnya tenang. Dengan cara berbeda, Amerika Serikat, Rusia, dan Kanada menemukan cadangan-cadangan baru, baik minyak maupun gas dengan teknologi canggih. Mereka bisa menghasilkan minyak dan gas murah dengan sejumlah catatan: cadangan besar terkonsentrasi, teknologi terus dikembangkan, insentif terus diberikan pada pengusaha perminyakan, dividen tidak diambil pemegang saham, ada kepastian berusaha yang memadai, infrastruktur prima dan korupsinya terkendali. Bagaimana Indonesia? Selain cadangan minyaknya tidak besar, cadangan minyak dan gas yang kita miliki menyebar dalam volume kecil-kecil di lokasi yang berjauhan. Keadaan ini berbeda sekali dengan cadangan yang dimiliki negara-negara lain seperti Qatar, Arab Saudi, Brasil, Venezuela, atau Malaysia sekalipun. Sudah demikian, insentif yang diberikan untuk investasi migas tidak memadai, bahkan dividennya lebih banyak diperah untuk menambal APBN, sehingga BUMN energi tidak memiliki kesempatan berinvestasi dalam teknologi dan ladang-ladang minyak baru di mancanegara. Cara berpikir kita sangat lokal, domestik, jangka pendek dan konsumsi. Jangan lupa juga kita tinggal di negara kepulauan dengan azas kesatuan, namun payah infrastrukturnya. Ini belum ditambah dengan ruwetnya birokrasi dan bisingnya kicauan politik dengan segala conflict of interest yang mengacaukan pikiran anak bangsa. Jadi energi murah, mohon maaf, sudah tidak ada lagi bagi Indonesia kecuali kita mempercepat pembangunan infrastruktur sampai ke daerah-daerah terpencil, mengembangkan teknologi baru, mendorong BUMN migas menjamin masa depan energi bangsa dengan investasi besar-besaran dan tentu saja masyarakat yang cerdas, berpikir logis dan tak mudah terprovokasi oleh janji-janji bohong. Kalau survei hendak diajukan, isinya tidak boleh lagi setuju atau tidak setuju harga BBM dinaikkan. Akal sehat saya mengatakan, survei seperti ini sama dengan menanyakan anak sekolah dasar pilih yang mana, masuk surga atau neraka? Jawabannya pasti sudah jelas. Survei yang cerdas hanya membandingkan BBM murah, tapi tidak terjamin ketersediaan dan masa depannya, atau harga dinaikkan tetapi masa depan terjamin. Tetapi kalau cara kerjanya buruk, yang terjadi adalah harga naik dan mahal, ketersediaan buruk, jaminan masa depan energi tidak ada. Bangun Logika Cerdas Suasana politik seperti ini memang sungguh merisaukan. Pengambilan keputusan serba sulit, saling mengunci dan saling membohongi. Anda kaum cerdas mungkin bisa membedakan mana pemimpin yang baik dan benar serta mana politisi jujur dan yang mengaburkan masalah. Namun bagi rakyat kecil, perdebatan harga BBM sudah tidak jelas lagi. Di beberapa stasiun pompa bensin, saya masih bisa menemukan pengemudi sepeda motor yang dengan kesadaran penuh membeli bensin nonsubsidi. Sayangnya, jumlah mereka tidak banyak. Sebagian besar rakyat tentu mengantre di jalur subsidi,dan tentu saja mereka mengaku sangat berkeberatan menggunakan BBM nonsubsidi atau BBM subsidi yang dinaikkan harganya. Namun, mengapa seseorang bersedia membeli harga nonsubsidi perlu menjadi perhatian pembuat kebijakan. Semula saya berpikir orang yang saya temui di jalur nonsubsidi adalah rakyat yang kaya dengan pendapatan tinggi. Kalau tidak demikian, mungkin ia orang yang taat beribadah dan tahu persis bahwa subsidi BBM itu bukan haknya. Pikiran saya menerawang pada iklan-iklan yang dikeluarkan Kementerian ESDM yang menjelaskan siapa yang berhak mengonsumsi BBM bersubsidi. Ternyata tidak. Orang yang saya temui ini mengatakan pertimbangannya logis saja. Pertama, ia tahu BBM murah identik dengan perawatan mesin yang mahal. Kedua,BBM murah membuat pengeluarannya boros, dan tarikan mesinnya terhambat. Ia mengaku dirinya bukanlah seorang yang religius, bukan penonton setia acara televisi, dan bukan pendukung partai yang berkuasa. Sebagai warga negara, saya tentu maklum dengan kondisi birokrasi, ketentuan perundangundangan yang carut marut, koordinasi yang amburadul, situasi politik yang membingungkan dan

converted by Web2PDFConvert.com

infrastruktur yang buruk menyulitkan kita untuk mendapatkan BBM murah. Namun membiarkan rakyat hidup dalam logika yang tidak cerdas, bukanlah pilihan yang harus diambil baik oleh partai yang berkuasa, pemerintah, ilmuwan, pengamat politik, atau bahkan oleh oposisi sekalipun. Bangsa ini perlu mereposisi dari cara memimpin bodoh-bodohan kepada cara cerdas yang berpikir jauh ke depan dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang, yaitu energy security. Tanpa ketersediaan energi, bangsa ini tak akan pernah maju. RHENALD KASALI Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 04:30 1 komentar: Rekomendasikan ini di Google

Redeem Economy - Jawapos 19 Maret 2012


Sewaktu kecil saya mempunyai dua orang sahabat. Yang pertama, sebut saja si Amir dan yang kedua Budi. Amir dan budi sama-sama baik dan pintar, tetapi keduanya mempunyai nasib yang berbeda. Amir kini terlihat lebih tua dari usianya. Wajahnya lusuh dan menyimpan berbagai masalah yang siap diletupkan. Rambutnya tipis dan banyak kerutannya. Setiap bertemu, kami hanya mendengar keluhan dan amarah. Persis seperti poitisi yang baru merasakan nikmatnya diberi panggung untuk menyalah-nyalahkan orang lain. Amir sudah lima tahun menganggur, dan setiap mminta pekerjaan selalu itolak kawan-kawan. Ia menyambung hidup dari belas kasihan kawankawannya. Istrinya minta bercerai beberapa tahun yang lalu. Bagaimana Budi? Kontras sekali. Budi justru berada dititik perilaku dan aura yang berbeda dengan Amir. Wajahnya mengeluarkan cahaya, penuh antusias, positif, sehat, dan terlihat bahagia. Amir ingin banyak berbicara, sedangkan Budi lebih lebih ingin mendengarkan. Amir banyak mengeluarkan kata-kata yang memilukan. Isi BBM (Blackberry Messenger) yang ia sebarluaskan lebih banyak nasehat dan ajaran agama yang menakut-nakuti. Sedangkan Budi lebih banyak mengirim jokes dan informasiinformasi berharga, atau ayat-ayat kita suci yang menyejukkan. Anda ingin tahu apa yang membedakan keduanya? Mereka berdua adalah simbol dari pertarungan ekonomi yang tengah di hadapi manusia-manusia Indonesia, antara Taking Economy dan Redeem Economy. Anda berada dibagian yang mana? Taking economy Amir adalah typical rata-rata masyarakat kita yang mudah tersulut emosi. Saya ingat betul sewaktu kecil, ia adalah pribadi yang sangat pemilih dalam pergaulan. Setiap kali diajak bepergian, ibunda Amir selalu bertanya kemana ia hendak pergi. Tidak hanya itu, ibunda Amir selalu mengingatkan anaknya,Apa yang akan kamu dapatkan dari teman-temanmu? Kalau saya pikir-pikir kembali, saya suka bertanya mengapa ibunda Amir mengijinkan anaknya bermain dengan saya, bahkan sering mengajak saya bicara. Karena sering bermain, saya jadi mengerti cara berpikir ibunda Amir. Ia bahkan sering mengingatkan pentingnya memilih teman. Kalimat, "kalau ke sana kamu akan mendapatkan apa?" sering sekali saya dengar dari ucapannya. Dan itu diamini oleh Amir, bahkan ia sering menasehati saya agar jangan bermain dengan teman-teman tertentu khususnya orang-orang yang tak jelas jelas sosial dan bukan anak siapa-siapa. Dan bagi saya itu sungguh menyebalkan. Mengambil manfaat atau mengambil membentuk perilaku Amir sedari kecil. Setiap berhubungan dengan orang lain ia selalu menyimpan agenda akan mendapat apa saya dari sini. Bahkan setiap mulai bekerja, atau menerima tawaran baru untuk pindah kantor, Amir selalu bertanya berapa yang bakal gue terima? Otak dan cara berpikir Amir adalah otak pendek. Ia hanya bisa melihat apa yang kasat mata, yaitu apa yang harus menjadi haknya. Ia hidup dalam budaya mengambil atau taking economy. Sama sekali ia tidak memikirkan bagaimana masa depan perusahaan yang akan merekrutnya, apa usahanya, akan bertemu siapa ia disitu, kecurangan-kecurangan yang harus ia jalankan, kerusakan alam yang ditimbulkan atau potensi bagi pribadinya untuk berkembang. Inilah yang menurut saya telah membuat Amir gagal. Ia enggan membangun masa depan, tak mau bersusah payah untuk menikmati sesuatu di hari tua. Ini pulalah yang sekarang banyak diajarkan orang-orang bodoh di masyarakat yang selalu bicara soal kaya atau cara cepat menjadi kaya. Ini pula yang ada di otak para perusak areal tambang, perampok hutan, politisi yang menjual negara untuk kepentingan pribadi dan para spekulator yang mejual money games. Yang menjual dan membeli sama-sama berpikir seperti Amir dan kelak bernasib seperti Amir. Redeem Culture Budi menjalankan prinsip sebaliknya. Yang ada di kepalanya adalah bagaimana memberi. Bahkan memberikan yang terbaik. Setiap memberi, wajahnya tersenyum dan ia merasa pemberiannya belum apa-apa, masih merasa kecil. Ia memberi tanpa pernah berpikir akan mendapatkan sesuatu. Agenda terselubungnya tidak ada. Ia tidak memberi sambil memilih-milih orang. Ia membantu siapa saja, termasuk orang-orang yang pernah mengancam dirinya atau orang yang tidak dikenalnya.
converted by Web2PDFConvert.com

Akibatnya Budi mememiliki banyak teman dan namanya selalu disebut dimana-mana. Untuk memberi ternyata Budi harus bekerja keras. Ia membaca banyak buku sebelum memberi kuliah. Ia menuliskan pengalaman-pengalaman hidupnya dan pengetahuan yang ia miliki untuk dibagibagikan kepada orang lain. Ia mendatangi bawahan-bawahannya bukan melulu didatangi. Ia membuat keputusan lebih cepat, membuat mesin bekerja lebih sempurna dan melatih orangorangnya memberikan pelayanan terbaik. Budi tak pernah bertanya berapa gajinya sejak mulai berkaier sampai sekarang. Bahkan honornya di koran tak pernah ditagih. Ia hanya bekerja keras, dan melatih diri memberi. Kalau manusia sudah biasa memberi, maka dengan sendirinya ia tak perlu mengambil. Pasangan kata giving bagi orang-orang seperti Budi bukanlah taking melainkan redeem. Silahkan buka kamus, maka Anda akan mengerti yang saya maksud. Inilah rahasia orang-orang bahagia yang hidupnya sejahtera dan berkelimpahan. Orang-orang seperti ini mampu melihat hal yang tak terlihat, otaknya panjang, dan keberuntungan selalu berpihak kepadanya. Inilah yang harus kita ajukan pada wirausaha-wirausaha muda agar bangsa ini bisa kembali meraih kejayaan. Silahkan memilih, Anda ingin menjadi Amir atau Budi. Pilihan anda itulah yang menentukan hasil akhirnya. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 04:29 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google

Ekspor Gampang-gampangan - Sindo 15 Maret 2012


Pekan lalu saya diminta sahabat-sahabat saya dari Kementerian Perdagangan untuk berbicara tentang national branding(yang sudah saya uraikan minggu lalu). Saya sebut mereka sahabat- sahabat karena suatu ketika saya pun pernah bersama- sama dengan mereka dan sebagian besar masih saya kenali. Bedanya, sekarang mayoritas sudah aktif berbahasa Inggris. Mungkin ini karena arahan Menteri Gita Wirjawan yang sadar pentingnya bahasa dalam diplomasi pasar global. Dulu sewaktu saya memasuki Kantor Departemen Perdagangan, para pejabat dan menteri tengah sibuk ganti logo. Hasilnya logo berbentuk payung yang ada warna hijau dan birunya. Sekarang, tak lama setelah menterinya berganti, logo baru yang lebih sederhana sudah tersemat di dada para pejabatnya, payungnya sudah hilang. Cukup warna dasar biru dengan tulisan Kementerian (bukan lagi Departemen) Perdagangan. Saya berharap tiga tahun lagi, yang diganti menteri baru bukan logonya, tetapi paradigmanya, yaitu cara berpikirnya. Bukankah perubahan belum pernah terjadi sebelum manusia berhasil mengubah cara berpikirnya? Maksud saya, cara berpikir para follower, para aparatur negara, pejabat, dan birokrat yang sehari-hari mengurusi perizinan dan masyarakat. Sebab, reformasi birokrasi itu sebenarnya adalah peningkatan pelayanan. Itu pun kalau menterinya sudah benar-benar memiliki cara pandang baru yang lebih match, lebih pas dengan tuntutan zaman, supaya kompetitif di pasar global dan domestik. Pasalnya, kalau melihat data statistik, ekspor Indonesia memang naik terus. Januari 2012 ini saja, ekspor Indonesia mencapai USD 15,49 miliar, naik 6% dibandingkan Januari tahun lalu. Dari jumlah itu, ekspor migas semakin hari semakin kecil, yaitu tinggal USD 2,97 miliar atau 18,05% dari total ekspor kita. Padahal, di era kejayaan migas Indonesia, dulu kita pernah menuai 6070% pendapatan ekspor dari migas. Bagi para penggagas diversifikasi ekspor yang dipikirkan 25 tahun lalu, jelas ini suatu kemajuan. Lantas bagaimana legacy perubahan menteri-menteri sekarang untuk Indonesia 25 tahun ke depan? Ekspor atau Marketing Kata ekspor memang masih lazim dipakai oleh banyak negara. Namun dalam literatur pemasaran internasional, kata ini sudah jarang disebut. Maklum, ekspor berkonotasi bisnis gampanggampangan, cuma membuang kelebihan kapasitas produksi yang tak terserap di pasar domestik ke luar negeri. Cara gampang-gampangan ini pun tidak mudah untuk diubah. Ekportir bisa marah besar dibilang bisnisnya gampang- gampangan. Tapi begitulah Change! Manusia lebih sulit membuang kebiasaan dan paradigma lama daripada mengadopsi sesuatu yang baru. Mereka bisa mengadopsi bisnis batu bara atau kelapa sawit, tetapi membuang memori ekspor atau cara-cara dagang ekspor, susahnya setengah mati. Di pabrik jamu saja ada puluhan produk minuman kesehatan baru dibuat, tetapi jamu beri-beri tetap diproduksi kendati orang yang terkena penyakit beri-beri sudah hampir tidak ada. Mengapa cara ekspor disebut cara gampanggampangan dan sulit dibuang? Jawabannya adalah karena itulah cara termudah. Barang yang diekspor sama dengan yang dibuat di dalam negeri. Kalaupun disesuaikan, ya hanya sedikit sekali yang harus diutak-atik. Kemasannya juga sama. Nama mereknya juga sama. Atau kemasannya dikupas sama sekali, menjadiunbranded. Tinggal terserah yang membeli di luar negeri mau dibungkus lagi dengan merek buatan mereka (repacking) atau dijual dalam bentuk komoditas polos (unbranded). Karena itu pulalah distribusinya pun sederhana saja. Tanyakanlah
converted by Web2PDFConvert.com

secara random kepada para pemilik produk atau komoditas Indonesia. Ambil saja 100 responden secara acak (gunakan tabel nomor random).Anda pasti akan mendapatkan jawabannya. Mereka pasif menunggu orang datang ke sini, memesan barang- barang mereka untuk diperdagangkan keluar negeri. Jadi kalau Anda melihat barang-barang asal Indonesia di luar negeri, sesungguhnya itu bukan sesuatu yang dipasarkan dengan prinsip-prinsip bisnis internasional yang modern. Barang-barang itu dibawa para pedagang yang melihat adanya permintaan, misalnya permintaan dari para TKI yang jumlahnya cukup besar di Arab Saudi, Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Malaysia atau dari para mahasiswa asal Indonesia di Australia, Amerika Serikat, dan Eropa Barat. Itu untuk barang-barang konsumsi. Sebut saja jamu, permen, kacang, kecap, sambal, terasi, daun salam, dan ikan asin. Lalu bagaimana dengan komoditas yang dipungut dari alam seperti kopi, kakao, minyak sawit, nikel, biji besi, dan batu bara? Caranya ternyata sama saja, diekspor dari tempat asalnya. Sedikit sekali eksportir komoditas jenis ini yang mau bersungguh-sungguh mencengkeramkan kakinya di pasar global. Kantor dagangnya ya di sini saja. Petugasnya menunggu pembeli datang. Pasif. Apa akibatnya? Indonesia menjadi ramai oleh para pembeli yang berdatangan ke sini. Bisnis penerbangan dan hotel di pusat-pusat komoditas ramai didatangi pembeli-pembeli komoditas dari China, India,Korea Selatan, Jepang, dan orang-orang Barat. Tapi akibatnya mereka ingin berhubungan langsung dengan petani dan pemilik lahan. Semula pembeli, berikutnya jadi pesaing. Mereka memainkan harga kopi, kakao, nikel, ikan, dan seterusnya. Paradigma ini jelas harus segera diperbaharui. Kalau ingin menjadi global player yang disegani,Indonesia harus benarbenar mempersiapkan pelaku-pelaku usahanya menjadi world class company. Ini berarti Indonesia perlu mengubah cara berpikirnya, yaitu cara-cara global player. Bahkan birokratnya pun harus kelas dunia, baik pengetahuan, sistem, governance maupun pelayanannya. Jadi menurut hemat saya, kata ekspor pun harus diganti menjadi global marketing. Harus ada niat sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencetak global brand Indonesia seperti upaya Malaysia mencetak merek sepatu Vinci dan tas kulit Bonia sebagai regional player yang disegani. Bahkan sekarang Malaysia sedang giat mempromosikan snack cokelat merek Barley di pasar global, termasuk di sini. Padahal kakaonya diambil dari Sulawesi. Global marketing antara lain ditandai dengan dibentuknya kantor-kantor perwakilan dagang perusahaan di luar negeri, bahkan membangun atau mengakuisisi pabrik lain di luar negeri seperti yang dilakukan Indofood di beberapa negara (Afrika, Timur Tengah, dan beberapa negara Asia).Dengan kantor-kantor dagang itu, dilakukan upaya pengendusan pasar dan membuka jalurjalur distribusi baru sekaligus. Tidak terlalu sulit, tetapi tentu ada risikonya bila tidak dimonitor dari kantor pusat. Jadi apa yang mau dicapai dari ekspor cara gampang-gampangan ini? Tanpa global player, perwakilan dagang Pemerintah Indonesia di luar negeri bakal pontang-panting menerima keluhan pembeli yang kata birokrat permintaannya bagus, tapi bagi eksportir jumlahnya tidak menarik. RHENALD KASALI Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 04:27 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google

RABU, 14 MARET 2012

Community of Trust - Jawapos 12 Maret 2012


Malam minggu kemarin saya di undang oleh suatu komunitas yang mungkin tak akan pernah saya lupakan dalam hidup saya. Mereka datang dari beberapa kota: Bandung, Palembang, Balikpapan, Surabaya, Jakarta dan sebagainya. Di sebuah kafe papan atas di Plaza Senayan malam itu sekitar 300 orang hadir. Semuanya membawa BlackBerry. Saya menyebut komunitas ini sebagai Community of trust, sebuah komunitas Virtual yang hanya sewaktu-waktu bertemu, tetapi ikatan rasa percaya di antara mereka besar sekali. Pius Nugraha, dosen senior FEUI yang hadir di acara itu bercerita suatu saat ia membeli sebuah alat untuk menyimpan tenaga listrik yang bisa dipakai untuk BlackBerry nya. Harganya tidak mahal, katanya. Empat ratus ribu rupiah. Tentu saja ia membeli dari komunitas itu. Barang segera dikirim, padahal down payment, apalagi full payment belum dikirim. Sewaktu ditanya, si penjual bilang begini, gampang kok, bayarnya kapan sempatnya saja. Anda tentu bertanya, masih adakah rasa percaya seperti itu di negeri kita? Yang kita dengar selama ini justru berita-berita negatif seperti penipuan dan pemalsuan sehingga yang berkembang justru bisnis premanisme ala debt collector. Peran Indosat Malam itu tuan rumah acara adalah Indosat. Maklum komunitas yang saya maksud ini adalah Indosat-BlackBerry Community. Malam itu mereka merayakan ulang tahun ke empat. Komunitas seperti itu belakangan marak muncul, bahkan selalu di upayakan oleh para pengusaha agar bisnisnya ikut berkembang. Namun pelajaran penting yang bisa di ambil adalah, tak ada

converted by Web2PDFConvert.com

komunitas Virtual yang langgeng selain yang tumbuh secara alamiah, organik dari bawah. Ia harus benar-benar genuine, lahir karena dikehendaki anggota-anggotanya. Ya, seperti komunitas Udin sedunia sajalah. Semuanya berisi orang-orang yang ada nama Udin-nya. Bukan karena terpaksa bernama Udin. Demikian pula lah dengan Indosat-BlackBerry Community ini. Ia lahir dari para pengguna BlackBerry yang 4 tahun lalu baru berkenalan dengan teknologi ini. Awalnya mereka merasa asing dengan istilah-istilah baru yang jarang dipakai di ponsel biasa seperti PIN, DP, Aprove, status, PIN barcode, dan seterusnya. Karena Indosat provider pertamanya, maka ia diuntungkan mendapatkan para pioner sejati. Jogianto, mantan wartawan yang menjadi pemimpin di kelompok ini mengatakan anggotanya sudah di atas 5000 orang. Harry Sasongko, CEO Indosat berujar orang-orang inilah yang menjadi pembela Indosat. Kalau ada komplain, merekalah yang lebih aktif menjawab. Sebab masalah yang dihadapi rata-rata adalah ketidakpahaman terhadap istilah-istilah teknis. Begitu dijawab para pioner urusan selesai. Minyak Kayu Putih Di forum itu saya di minta menjelaskan apa yang tengah terjadi di Pulau Buru dan mengapa saya dan team melancong ke Pulau buangan tapol ini. Saya katakan masalahnya sederhana saja, kita semua berhutang pada Pulau Buru. Ketika saya tanya apakah ada di antara tamu yang pernah di besarkan tanpa minyak kayu putih, semuanya pun terdiam. Mereka mengatakan bukan hanya dirinya, melainkan juga orang tua dan anak-anak nya pernah di hangatkan minyak kayu putih. Tak banyak yang tahu bahwa sebagian besar minyak itu berasal dari Pulau Buru. Dan tak banyak pula yang tahu bahwa kebun-kebun penghasil minyak ini hampir punah ditelan kemiskinan dan ancaman tambang emas. Bayangkan apa jadinya Indonesia bila minyak kayu putih saja harus import? Nasibnya akan sama seperti garam, batik, jeruk Bali dan sapi lokal. Saya lalu menjelaskan hubungan antara sapi dengan minyak kayu putih, sawah-sawah para transmigran, energy biomassa, air terjun dan kebun-kebun coklat yang merana. Sungguh saya tak menyangka di forum ini saya mendapat banyak sahabat. Mereka memberi charity untuk masyarakat adat Pulau Buru. Dan yang lebih menarik lagi, mereka berebut mendapatkan botolbotol kecil berisi minyak kayu putih asli yang sudah kami botolkan. Semua mengambil sambil memberi charity. Dari sini saya mendapat ide, kelak minyak kayu putih masyarakat adat Pulau Buru bisa dipasarkan secara eksklusif pada Community of trust seperti ini, lewat charity. Minyak buatan mereka sudah pasti asli tidak di campur bahan-bahan berbahaya seperti yang banyak ditemui belakangan ini. Minyak asli seperti ini tidak berbahaya bagi kesehatan Anda, bahkan sejumlah orang mencampurnya dengan air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Dan sudah pasti pula jumlahnya tidak banyak. Ini jauh lebih baik dari pada mendiamkannya dikuasai para tengkulak yang memainkan harga. Anda pun bisa mengembangkan komunitas baik hati seperti ini Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 00:19 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google

KAMIS, 08 MARET 2012

National Branding - 8 Maret 2012


Tak dapat dipungkiri, setiap bangsa punya sisi plus dan minus. India, misalnya, dikenal sebagai bangsa pekerja keras dengan nilai-nilai budaya dan spiritual tinggi. Tetapi dalam berbagai pemberitaan, India selalu dikaitkan dengan luapan penumpang kereta api, kesemrawutan, jorok, dan kemiskinan. Negara-negara maju dan kaya sama saja. Mereka punya sistem pendidikan dan kesehatan bagus, lalu lintas tertib, lapangan kerja terjamin, dan bebas korupsi. Namun di sisi lain, sebagian penduduknya punya masalah kebahagiaan, sektor keuangannya egocentrist, rendahnya ikatan-ikatan sosial yang membuat hubungan antargenerasi menjadi datar, tingkat stres tinggi, dan seterusnya. Demikian pula dengan Indonesia, ada orang terkaya di dunia dan ada yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ada yang asyik menghisap sabu-sabu dan ada yang memilih jalan bunuh diri. Ada penerima Olimpiade Fisika, namun tak sedikit yang sekolahnya ambruk. Perusahaan asal Indonesia adalah pembeli pesawat terbang Boeing, konsumen alat-alat berat, dan sepeda motor terbesar di dunia. Namun yang sering diberitakan adalah konflik, tawuran, tabrakan, pesawat jatuh, banjir, korupsi, dan kemiskinan. Indonesia adalah sebuah negara dengan nation branding yang tak jelas. Sudah tak jelas, masih bisa dibuat lebih tidak jelas lagi kalau para elite tak berhati-hati. Manipulasi Persepsi Citra yang tidak jelas, jelas sebuah masalah. Karena itulah, ia harus dibenahi, diperbaiki. Dari mana membenahinya? Insan-insan periklanan bisa datang dengan segudang konsep, dengan

converted by Web2PDFConvert.com

dalih nation branding tentunya. Namun harap diingat, dunia pencitraan memiliki dua mazhab.Yang pertama mazhab propaganda dan yang kedua mazhab integrity. Mazhab propaganda adalah warisan dari era peperangan yang percaya bahwa musuh harus ditaklukkan dengan memanipulasi pikiran para prajurit di negeri seberang bahwa jenderal (panglima) mereka telah berhasil ditaklukkan atau dipermalukan. Berbagai fakta-fakta bohong diciptakan dan disebarkan sehingga terkesan dapat dipercaya. Di era pasca perang,mazhab propaganda berganti baju, berevolusi menjadi alat manipulasi persepsi yang dibuat melalui pendekatan media elektronik (TV) dan virtual (internet). Iklan, video, atau kampanye public relations banyak dipakai untuk memanipulasi persepsi. Para pengikut mazhab ini percaya bahwa perception is reality. Benar, apa yang ditangkap melalui persepsi membentuk pandangan tentang realitas. Namun, begitu suatu realitas sulit diperbaiki, mereka lari ke dunia gaib, dunia pikiran. Bukan reality yang diperbaiki agar membentuk persepsi, melainkan persepsi itulah yang dimanipulasi. Cara kerjanya benar-benar hebat seperti dukun yang menggunakan setan atau jin, tetapi memulai layanannya dengan ayat-ayat kitab suci yang membuat pasiennya percaya bahwa dukun yang dihadapinya adalah dukun putih. Dukun tukang manipulasi persepsi ini pun memulai tesisnya dengan pentingnya honesty, namun diakhiri dengan membuat Anda menyerah bahwa ujungnya Anda harus membuat iklan dan abaikan persoalan-persoalan yang ada. Hebat bukan! Entah karena kurang ilmu, entah karena conflict of interest, pengonsepannya di sini menjadi rancu. Nation branding itu kalau dalam perusahaan sejajar dengan corporate branding, bukan product branding. Pemimpin corporate itu namanya CEO. Kalau pemimpin a nation ya tentu saja kepala pemerintahan atau kepala negara. Kalau pemimpin departemen, ya namanya menteri yang memimpin secara sektoral. Jadi lucu juga kalau nation brandingIndonesia dijalankan oleh menteri. Ini reduksi namanya. Orang di seluruh dunia bisa bertanya, Indonesia itu ada presidennyakah? Aneh tapi nyata, nation of branding di Indonesia ini digembar- gemborkan oleh menteri. Pertanyaannya,bagaimana koordinasinya? Apakah ini benar-benar niat membangun branding atau sekadar cari uang proyek dari penempatan iklan? Lantas bagaimana sektor-sektor yang terkait? Harap diingat, nation branding itu adalah bagian dari marketing places yang cakupannya interdepartemen, mulai dari tempat untuk berwisata, tempat tinggal,tempat berobat, tempat sekolah, serta tempat berinvestasi dan menghasilkan barang-barang ekspor. Karena itulah, perlu dipahami mazhab kedua yaitu mazhab integrity. Mazhab integrity bukan tidak percaya bahwa perception is reality, melainkan titik awalnya harus dari sisi reality. Apalagi ini abad internet dengan generasi baru yang disebut gen c yang connected (terhubung) dan curious (memiliki rasa ingin tahu yang besar) dan pembaharu-pembaharunya berkelakuan crakers. Manipulasi persepsi itu mudah sekali diurai dan dipatahkan. Inilah abad di mana reality tidak dapat lagi dikemas lebih baik dari isinya. Maka integritas menjadi penting. Dalam abad ini, reality creates perception. Setiap realitas bahkan akan menemukan pintu persepsinya sendiri. Caranya? Ikuti saja global standard, buat segala sesuatu lebih bagus. Perbaiki infrastruktur, keamanan, pembuangan sampah, dan ciptakan daya tarik. Dari pada uangnya dipakai buat beriklan lebih baik perbaiki dahulu sanitasi. Jadi semuanya harus menyatu dan kerjanya tak boleh sendiri-sendiri. Nation branding adalah sebuah kerja bareng, sebuah konsensus! Rhenald Kasali
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 20:41 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google

JUMAT, 02 MARET 2012

Beternak Sapi di Timur - Sindo 1 Maret 2012


Berjalan dalam gelap melewati perkampungan di Desa Basalele, Kabupaten Buru Utara, seekor sapi bali betina tiba-tiba muncul. Biasanya rombongan sapi berjalan beriringan, tapi kali ini hanya seekor. Ke mana rombongannya? Listrik PLN baru saja mati saat saya dan rombongan akan beranjak menuju balai adat. Ketika sapi besar itu muncul di depan mata, kami semua terkejut. Apakah sapi itu tahu jalan pulang ke kandangnya? Mengapa ia terpisah dari rombongannya? Di balai adat desa, jawaban itu mulai terungkap. Bapak Soa, tokoh adat yang datang dengan ikat kepala khas orang Buru, mengaku sapi itu miliknya. Sapi-sapi itu biasa berjalan sejauh itu. Ir Eka, ahli peternakan, yang ikut dalam rombongan saya menjelaskan, Sapi itu haus, ia berjalan mencari air. Setiap ekor sapi bali butuh lebih dari 30 liter air sehari. Nanti setelah dapat air dia akan pulang. Bapak Soa, para guru, petani, dan tokoh adat tertegun. Baru kali ini mereka mendengar sapi-sapinya kehausan. Yang mereka tahu sapi-sapi malah cukup gemuk dengan menyantap aneka hijauan yang tumbuh subur di Desa Basalele. Tapi setelah kami bicara dengan para peternak di dataran rendah

converted by Web2PDFConvert.com

Wayapo, semuanya sama-sama tidak mengerti, sama tidak mengertinya mereka dengan ketidakberesan yang dialami pada kebun-kebun cokelat yang tidak produktif. Seorang tokoh adat yang memiliki kebun cokelat seluas 3 hektare hanya mampu mendapatkan uang Rp 1,5 juta setiap tahun. Seorang guru yang punya 300 pohon cokelat hanya menghasilkan pendapatan Rp 500.000. Kalau itu dilakukannya di Sulawesi Tenggara, saya yakin hasilnya bisa lebih dari 10 kali lipat. Kebunkebun cokelat itu tidak produktif karena tak ada yang merawatnya. Masyarakat Pulau Buru bukanlah masyarakat yang dilahirkan dalam budaya pertanian, apalagi perkebunan yang membutuhkan manajemen, perawatan, dan pemeliharaan rutin. Pohon-pohon minyak kayu putih yang menjadi penghasilan utama penduduk bukanlah tanaman kebun. Ia tumbuh secara alamiah dari semak-semak yang tidak ditata. Kayu putih adalah tanaman bandel yang tak memerlukan perawatan khusus. Tapi kakao atau cokelat bukan datang dari langit. Kakao adalah pemberian pemerintah. Namun seperti kebanyakan yang dilakukan, pemerintah pasca- Orde Baru ini terlihat asyik dengan dirinya sendiri. Semua pekerjaan dijadikan proyek dan usia programnya sama dengan usia proyek. Bagi bibit, bagi sapi, pasang panel surya, bisa! Sudah, selesai! Bagaimana dengan penduduk? Proyek selesai, masalah justru bermunculan. Sapi-sapi bantuan pemerintah terus beranak- pinak, tetapi badannya semakin kecil karena tak ada penyuluhan. Sudah mengecil, sapi-sapi itu tidak diberi minum yang cukup, apalagi konsentrat dan vitamin memadai. Padahal kombinasi tanaman yang ada memadai untuk diracik menjadi pakan ternak yang baik. Kemana para penyuluh? Bukankah dulu di tahun 1970-1980an kita pernah mengenal istilah BUTSI? Itu sukarelawan yang direkrut pemerintah menjadi penyuluh-penyuluh pertanian di desadesa. Di mana mereka sekarang berada? Guru ada, dokter dan dokter gigi di puskesmas juga ada.Tapi penyuluh tidak kelihatan. Sebagian orang berguyon, penyuluh telah beralih profesi menjadi agen penjual pestisida yang direkrut perusahaan multinasional.

Integrated Farming Selain tidak ada penyuluhan, tidak majunya peternakan dan pertanian di Indonesia antara lain juga disebabkan cara-cara kerja yang tidak terintegrasi. Direktorat Pertanian dan Peternakan masingmasing sibuk urus diri masing-masing. Padahal, mana bisa pertanian jalan tanpa peternakan? Pertanian-peternakan dan energi pada dasarnya adalah tiga serangkai yang tidak dapat dipisahkan. Anda mungkin bisa saja berpendapat lain, tetapi di tengah-tengah peradaban modern yang sangat kompetitif ini kalau mau unggul ketiganya harus disatu lokasikan, diintegrasikan. Inilah yang sedang kami uji coba di Pulau Buru bersama-sama dengan masyarakat adat. Ternak diberi pakan dari limbah pertanian, kotorannya dipakai memupuk kebun-kebun cokelat dan rempah-rempah, tetapi gasnya diambil dulu untuk memasak dan menyuling minyak kayu putih. Semuanya harus berdekatan dan tentu saja masyarakat adat memerlukan dokter-dokter hewan dan sarjana pertanian yang mau bekerja di daerah-daerah yang listriknya belum tentu ada. Saya tidak tahu bagaimana mempersiapkan semua ini ke dalam sebuah integrated farming yang tidak kecil, tetapi saya banyak dibantu mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang beridealisme tinggi. Saya juga dibantu para social entrepreneur yang hebat-hebat. Saya anggap hebat karena mereka mau saja menumpang kapal lebih dari 8 jam menembus lautan lepas Maluku yang jauh dari sinyal ponsel, jauh dari peradaban modern, gelap dan tinggal dalam mes yang banyak nyamuknya. Meski penat, pagi harinya mereka sudah tampak ceria dan larut bersama penduduk. Mereka juga mulai punya hobi baru bersama saya, yaitu memberi kuliah umum buat anak-anak SMP dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Kalau memberi kuliah umum di kampus kami biasa bicara pakai laptop dan proyektor, di Buru kami memberi kuliah umum dengan papan tulis dan keringat yang sulit dihentikan. Semuanya begitu mengasyikkan. Kami tidak mengajarkan teori, melainkan cara membebaskan tangan dan kaki dari belenggu-belenggu yang mengikat pikiran mereka. Kami mengajari mereka menjangkau langit, hidup dalam realitas yang bisa dijangkau. Mata anak-anak yang sehat memberi kami inspirasi. Kami hanya bermimpi, kelak akan ada anak-anak dari desa adat yang terpencil di Pulau Buru yang bisa menjadi dokter atau dokter hewan, insinyur atau ekonom kelas dunia. Itulah anak-anak yang dibesarkan dari usaha sapi yang mereka geluti dengan semangat bersama relawan-relawan Rumah Perubahan. Andaikan Tuhan mengabulkannya, niscaya negeri ini bisa menghentikan kebiasaannya dari hobi impor. Saya melihat sebuah lilin menyala di ujung terowongan gelap dunia pertanian dan peternakan Indonesia. Maka itulah saya dan masyarakat adat Pulau Buru bergerak ke sana. RHENALD KASALI Guru Besar Universitas Indonesia
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 06:49 Tidak ada komentar:

converted by Web2PDFConvert.com

Rekomendasikan ini di Google

Posting Lebih Baru Langganan: Entri (Atom)

Beranda

Posting Lama

Template Simple. Gambar template oleh Storman. Diberdayakan oleh Blogger.

converted by Web2PDFConvert.com

You might also like