Professional Documents
Culture Documents
More
Next Blog
Beranda
Blog ini bukanlah blog pribadi Rhenald Kasali, melainkan blog yang berisi kumpulan artikel beliau yang dimuat di berbagai media massa di Indonesia.
PROFIL RHENALD KASALI
Rhenald Kasali adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi universitas tersebut. Selain bergerak sebagai akademisi, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga produktif menulis. Buku-buku yang ditulisnya selalu menjadi perhatian kalangan bisnis dan hampir semua bukunya menjadi best seller di kalangan mahasiswa. Berikut beberapa buku yang telah ditulis Prof. Rhenald Kasali. Sembilan Fenomena Bisnis - 1997 Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting dan Positioning, Gramedia Pustaka Utama (1998) Sembari Minum Kopi Politiking di Panggung Bisnis, Gramedia Pustaka Utama Sukses Melakukan Presentasi, Gramedia Pustaka Utama (2001) Change!, Gramedia Pustaka Utama (2005) Recode Your Change DNA, Gramedia Pustaka Utama (2007) Mutasi DNAPowerhouse, Gramedia Pustaka Utama (2008) Wirausaha Muda Mandiri, Gramedia Pustaka Utama (2010) Myelin: Mobilisasi intengibles sebagai kekuatan perubahan, Gramedia Pustaka Utama (2010). Buku ini menjadi rujukan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia Cracking Zone, Gramedia Pustaka Utama (2011) Selain mengajar di Universitas Indonesia, ia juga menjadi dosen terbang di Program Magister Manajemen Universitas Sam Ratulangi, Universitas Tanjung Pura, Universitas Udayana, dan Universitas Lampung.
Membuang Kebiasaan Lama Anda tentu masih ingat bagaimana orang tua memberi iming-iming agar Anda siap memasuki dunia baru. Hadiah bila naik kelas, pesta sunatan, cincin kawin, dan tentu saja permen manis agar tidak menangis sehabis menerima suntikan imunisasi. Iming-iming seperti itu diteruskan para pelaku ekonomi. Termasuk agar Anda mau menerima kenaikan harga BBM. Ada paket Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dan samar-samar terdengar ada paket jalan-jalan untuk rektor dan aktivisaktivis mahasiswa, konon pula ada hadiahbagi oknum anggota partai politik yang tidak menentang kebijakan ini. Namanya juga konon,bisa betul bisa juga wallahu alam. Tapi bagaimana membuang kebiasaan lama? Ampun, ini memang masalah besar yang bisa menjadi penghalang. Manusia sulit sekali membuang kebiasaan-kebiasaan lamanya, apalagi pikiran-pikiran lamanya. Perubahan setidaknya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi berubah (changing) dan dimensi tidak berubah (not changing). Pengalaman saya membantu lembaga-lembaga nasional melakukan perubahan menunjukkan, sebagian besar kita lebih banyak menaruh perhatian pada aspek dimensi yang pertama (changing ). Changing memiliki the plus side (persepsi terhadap manfaat perubahan) dan the negative side (persepsi terhadap biaya, upaya, dan risiko-risiko bila Anda berubah). Padahal not changing juga penting. Manusia juga menimbang-nimbang apa plus-minusnya bila ia tidak berubah. Selama benefit terhadap adanya perubahan lebih besar dari cost-nya, kita sering berpikir bahwa manusia sudah pasti siap untuk berubah. Padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Manusia ternyata juga menimbang-nimbang the plus side of not changing (manfaat kalau tidak berubah) dan the negative side of not changing (ruginya bila tidak berubah). Pusing ya? Begitulah perubahan. Selama the plus side of changing tidak diimbangi dengan the negative side of not changing, manusia Akan tetap berada di dunia lama. Hidup dalam aturan dan cara berpikir lama. Jadi cost-benefit analysis saja tidak cukup. Untuk meninggalkan dunia lama,manusia perlu diberi tahu konsekuensi- konsekuensi negatif apa
Penghargaan
Atas kerja kerasnya, Rhenald mendapatkan beberap penghargaan sebagai berikut. Piagam Penghargaan Satya Lencana
converted by Web2PDFConvert.com
yang akan ia terima bila ia tidak berubah. Jadi melihat keindahan di depan tembok saja belum tentu membuat seorang anak melompat ke atas tembok setinggi dua setengah meter. Ia baru melompat kalau pantatnya akan digigit anjing besar bertaring tajam yang mengejar di belakangnya. Diberi tahu saja tidak cukup. Manusia perlu dibukakan matanya, yaitu melihat apa yang tidak atau belum terlihat. Hati Bersih Belakangan saya juga bertemu dengan orang-orang yang mengaku berhasil melakukan perubahan. Hasilnya mungkin saja mengagumkan.Tapi yang menarik perhatian saya,orang-orang ini terbentur oleh kejadian- kejadian negatif. Kejadian-kejadian negatif bisa berakibat karya perubahan menjadi sia-sia.Tapi sepanjang Anda melakukannya dengan sepenuh hati, sesungguhnya Anda tidak perlu bercemas hati.Kebenaran akan menemukan pintunya sendiri. Semua itu hanya mungkin dibersihkan oleh hati yang bersih. Hanya pemimpin-pemimpin yang melakukan perubahan dengan keikhlasan dan cinta pada perubahan yang akan selamat mengawal perubahan. Mudah kita membedakan mana pemimpin yang cinta jabatan dan mana yang cinta perubahan. Orang yang mengaku cinta perubahan bisa saja sesungguhnya pencinta jabatan yang bertarung habis-habisan mempertahankan kekuasaannya. Kalau Anda cinta perubahan, Anda akan siap terhadap kemungkinan Anda hanya bisa memimpin satu kali. Ada melakukan people development dan Anda menjaga reputasi sekuat tenaga karena tanpa reputasi kekuasaan tak punya gigi. Self Management Di mana peran Anda dalam pusaran perubahan ini? Praktik- praktik yang ada umumnya mengacu pada literatur-literatur dan best practice yang seakanakan menempatkan semua orang sebagai change agents atau change leaders. Padahal sebagian besar orang bukan pemimpin dan tak terpilih menjadi change agent dalam perubahan. Apa yang harus Anda lakukan? Pengalaman saya menemukan orang-orang yang berada di dalam pusaran perubahan bukan hanya terdiri atas mereka yang menentang perubahan, melainkan karena mereka tidak terbiasa melihat apa yang tidak atau belum terlihat. Berbagai latihan umumnya sangat diperlukan untuk melatih karyawan agar mampu melihat, bahkan mendengar yang belumatau tak terdengar. Melalui berbagai pelatihan, pegawai dilatih agar memiliki sikap proaktif yang melekat pada diri setiap individu. Pelatihan-pelatihan seperti itu menjadi penting di era performance management tidak lain karena setiap orang telah berubah menjadi manusia robotic yang hanya peduli dengan indikator-indikator kinerja utamanya atau yang biasa dikenal dengan istilah KPI (key performance indicator). Ketika manusia terlalu fokus pada pekerjaannya atau apa yang ditugaskan kepadanya (dalam birokrasi dikenal dengan istilah tupoksi), maka biasanya mereka tidak mampu melihat hal-hal yang berada di luar titik fokusnya. Maka latihlah diri Anda agar mampu melihat yang tak terlihat dan mendengar apa yang tak terdengar. Hanya orang-orang yang memiliki keberanianlah yang mampu melihat hal-hal yang tak terlihat. Dan hanya merekalah yang mampu membawa diri dalam pusaran perubahan. Mereka bukan hanya bisa beralih memasuki dunia baru dengan selamat, melainkan juga meninggalkan dunia lama dengan penuh kedamaian. Itulah yang membedakan seorang winner (pemenang) dengan seorang looser (pecundang). Pemenang melenggang riang, pecundang bicara kotor dengan umpatan yang tak tersalurkan. Selamat menjalankan perubahan. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 21:07 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
Karya Satya 10 tahun dari Presiden Republik Indonesia , Piagam No. 112451/4-22/2004 Penghargaan "KREATIVITAS" di bidang Pendidikan dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, Yayasan Pengembangan Kreatifitas , Surat No. 46/SK-YPK/IV/2005 Piagam Penghargaan dari Rektor Universitas Indonesia sebagai Penulis Buku , UI , Piagam Penghargan Rektor UI tgl. 9 Mei 2005 Alice & Charlote Biester Award (1995) Dosen Terbaik, FEUI (2003)
Guru Besar
Pada 4 Juli 2009, Rhenald dinobatkan menjadi guru besar Ilmu Manajemen di Universtas Indonesia. Saat pengukuhannya sebagai guru besar, Rhenald membawakan orasi ilmiahberjudul "Keluar dari Krisis: Membangun Kekuatan Baru Melalui Core Belief dan Tata Nilai".
sumber www.wikipedia.com PENGIKUT
ARSIP BLOG
2012 (74) Oktober (9) September (7) Agustus (4) Juli (7) Juni (12) Mei (4) April (6) Maret (8) Dalam Pusaran Perubahan - Sindo 29 maret 2012 BBM Untuk Kelas Menengah - Jawapos 26 Maret 2012 Perdebatan Harga BBM - Sindo 22 Maret 2012 Redeem Economy - Jawapos 19 Maret 2012 Ekspor Gampang-gampangan - Sindo 15 Maret 2012 Community of Trust - Jawapos 12 Maret 2012 National Branding - 8 Maret 2012 Beternak Sapi di Timur - Sindo 1 Maret 2012 Februari (8) Januari (9) 2011 (13)
converted by Web2PDFConvert.com
simpanan di bank. Wajar jika mereka sungguh merepotkan otoritas di bandara yang terlambat memperbesar kapasitas sehingga bandara menjadi sangat sempit. Di Bandara Soekarno-Hatta saja, setahun tercatat lebih dari 50 juta penumpang (2011) terbang. Seorang pemimpin rumah sakit pemerintah milik daerah mengatakan rata-rata dokter di RSUD yang ia pimpin bisa membawa variable income antara 10.5 juta rupiah (terendah) hingga 100.7 juta rupiah (tertinggi). Pendapatan terbesar itu diperoleh dari pelayanan pada pasien Gakin (Keluarga Miskin). Hanya saja, ia menyesalkan, pelayanan para dokter terhadap pasien miskin ini belum membaik: Sering terlambat dan dipandang sebelah mata. Guru-guru di Jakarta dan kota-kota besar lainnya kini juga mulai beralih dari mencicil sepeda motor ke mobil-mobil murah. Maklum saja, gajinya banyak yang sudah mencapai Rp. 8 juta perbulan. Tak berlebihan bila jumlah ponsel yang dimiliki penduduk dari Sinabang di Pulau Simeulue, sampai ke pelosok Nusantara sudah mencapai 280 juta unit. Meski demikian, harus diakui pula, sebagian besar warga hidup dari sektor mikro dan informal yang hidup tanpa jaminan sosial memadai dan menjadi kejaran Satpol PP. menurut kantor Kementrian Koperasi dan UMKM jumlahnya mencapai 54,5 juta dan menampung sekitar 111 juta tenaga kerja. Hebat ya kelas menengah kita. Data-data ini dipakai orang bisnis yang bebas dari kepentingan politik. Tapi sayangnya, kelas menengah yang hebat-hebat ini ternyata masih mengkonsumsi subsidinya kaum miskin, senang bergaya hidup tetapi kalau bisa dapat yang disubsidi juga tak ditolak. Harga Tak Wajar Dengan berbagai dalih saya membaca media massa dan melihat di televisi, para pengamat kaya mewakili cara berpikir kelas menengah yang enggan berubah itu. Mereka berpandangan populis bahwa BBM kita sudah terlalu mahal. Ada yang memakai logika cost accounting yang sangat logis, namun mengaburkannya dengan mengabaikan biaya-biaya transportasi dan manajemen usaha. Harga yang disajikan tepat sekali, tetapi kita tidak diberitahu bahwa harga segitu hanya berlaku kalau rakyat bisa membeli di bibir sumur yang menampung minyak. Harga serendah itu juga mengabaikan aspek reinvestasi atau perawatan yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha. Dengan demikian harga BBM Indonesia (Ron 88) yang dijual seharga Rp. 4.500,- kita nikmati dengan nafas lega. Sangat lega. Bahkan membuat anak-anak kita bebas trek-trekan, atau membeli sate sejauh lima kilometer, kendati di mulut gang sudah tersedia sate yang enak. Sementara kelas menengah di Thailand harus membayar Rp. 12.453,- (Blue gasoline 91) di Filipina (unleaded) Rp.12.147,- dan Singapura (grade 92) RP. 15.695,-. Demikian pula di China yang berkisar Rp. 12.000,- semuanya memberlakukan harga non-subsidi. Thailand sudah mematok harga BBM dunia dengan asumsi USD 140 kendati harganya belum menyentuh setinggi itu. China tahun ini sudah menaikkan harga BBM dua kali dan sedang mengeluarkan regulasi yang memungkinkan BUMN nya menjual harga mengikuti ketentuan pasar. Padahal itu negeri sosialis berlambang palu dan arit. Pantaskah kelas menengah Indonesia yang semakin kaya ini menikmati subsidi yang demikian besar? Tentu saja tidak! Subsidi harus sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkannya. Tengoklah ucapan-ucapan para politisi, pengamat atau bahkan rakyat biasa. Semuanya mewakili kaum jelata padahal semuanya punya mobil bagus dan anaknya dididik di sekolah mahal. Kita menjadi seperti hansip di tahun 1990-an yang kala itu hendak dipersenjatai oleh militer tanpa latihan yang memadai. Artinya, yang dibidik kaki, tetapi yang kena adalah kepala. Kita membidik penghapusan subsidi pada kelas menengah ke atas, tapi yang jadi tameng warga miskin. Alih-alih mau menolong rakyat kecil, tetapi atas nama sikecil, kelas menengah memberontak. Saya tak membayangkan apa jadinya perekonomian kita bila kita terus saling mengunci dan menunda penyelesaian masalah. Kalau BBM sudah menjadi konsumsinya kelas menengah dan sulit di-diferensiasi, maka rekyat kecil berhak mendapatkan subsidi dalam bentuk lain yang lebih langsung. Sekolah, rumah sakit, transportasi publik, alat-alat pertanian, perumahan, listrik, dan sebagainya. Mengapa bisnis kontrakan rumah belakangan ini marak sekali? Jawabnya adalah karena si miskin tak mampu mencicil sebesar yang ditetapkan pasar, bunga banknya masih mahal. Bicara dengan orang kaya ternyata sudah semakin sulit di negeri ini, dan ini berarti musibah bagi rakyat jelata. Masalah akan tetap menjadi masalah, bahkan akan ter-eskalasi bila ditunda. Masalah itu hanya bisa diatas bila kita mau sungguh-sungguh mengatasinya dan rela berkorban. Jadi, subsidi harus ditarik dari kelas menengah dan hanya diberikan pada mereka yang berhak. Mengapa segala hal menjadi sulit belakangan ini? Saya mnduga sebabnya ada pada rasa keadilan yang pupus di atas mau pun di bawah. Yang korupsi tidak ditangkap, yang nyolong sandal malah dipenjarakan. Kalau pada rakyat kecil keadilan tak ditegakkan, kemungkinan di atas ada rasa tidak adil dalam bagi-bagi rezeki, bahkan dalam tangkap menangkap, bongkar membongkar. Kalau para pejabat negara banyak terlibat konflik kepentingan dan korup, pengambilan keputusan menjadi lamban, mengambang, kurang berani, tertunda-tunda, tawar menawar, bahkan kekuasaan menjadi tak bergigi. Kalau benar mengapa takut? Di bawah sungguh terasa, penyelesaian tentang subsidi ini sudah bukan logika ekonomi, melainkan tidak adanya fair play yang membuat trust di kalangan para politisi sudah memudar. Trust itulah bondingnya, perakat di antara kita. Rakyat masih harus berjuang membela kepentingannya, sedangkan yang hidupnya sudah nikmat tak mau berubah. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
converted by Web2PDFConvert.com
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 21:06 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
converted by Web2PDFConvert.com
infrastruktur yang buruk menyulitkan kita untuk mendapatkan BBM murah. Namun membiarkan rakyat hidup dalam logika yang tidak cerdas, bukanlah pilihan yang harus diambil baik oleh partai yang berkuasa, pemerintah, ilmuwan, pengamat politik, atau bahkan oleh oposisi sekalipun. Bangsa ini perlu mereposisi dari cara memimpin bodoh-bodohan kepada cara cerdas yang berpikir jauh ke depan dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang, yaitu energy security. Tanpa ketersediaan energi, bangsa ini tak akan pernah maju. RHENALD KASALI Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 04:30 1 komentar: Rekomendasikan ini di Google
Akibatnya Budi mememiliki banyak teman dan namanya selalu disebut dimana-mana. Untuk memberi ternyata Budi harus bekerja keras. Ia membaca banyak buku sebelum memberi kuliah. Ia menuliskan pengalaman-pengalaman hidupnya dan pengetahuan yang ia miliki untuk dibagibagikan kepada orang lain. Ia mendatangi bawahan-bawahannya bukan melulu didatangi. Ia membuat keputusan lebih cepat, membuat mesin bekerja lebih sempurna dan melatih orangorangnya memberikan pelayanan terbaik. Budi tak pernah bertanya berapa gajinya sejak mulai berkaier sampai sekarang. Bahkan honornya di koran tak pernah ditagih. Ia hanya bekerja keras, dan melatih diri memberi. Kalau manusia sudah biasa memberi, maka dengan sendirinya ia tak perlu mengambil. Pasangan kata giving bagi orang-orang seperti Budi bukanlah taking melainkan redeem. Silahkan buka kamus, maka Anda akan mengerti yang saya maksud. Inilah rahasia orang-orang bahagia yang hidupnya sejahtera dan berkelimpahan. Orang-orang seperti ini mampu melihat hal yang tak terlihat, otaknya panjang, dan keberuntungan selalu berpihak kepadanya. Inilah yang harus kita ajukan pada wirausaha-wirausaha muda agar bangsa ini bisa kembali meraih kejayaan. Silahkan memilih, Anda ingin menjadi Amir atau Budi. Pilihan anda itulah yang menentukan hasil akhirnya. Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 04:29 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
secara random kepada para pemilik produk atau komoditas Indonesia. Ambil saja 100 responden secara acak (gunakan tabel nomor random).Anda pasti akan mendapatkan jawabannya. Mereka pasif menunggu orang datang ke sini, memesan barang- barang mereka untuk diperdagangkan keluar negeri. Jadi kalau Anda melihat barang-barang asal Indonesia di luar negeri, sesungguhnya itu bukan sesuatu yang dipasarkan dengan prinsip-prinsip bisnis internasional yang modern. Barang-barang itu dibawa para pedagang yang melihat adanya permintaan, misalnya permintaan dari para TKI yang jumlahnya cukup besar di Arab Saudi, Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Malaysia atau dari para mahasiswa asal Indonesia di Australia, Amerika Serikat, dan Eropa Barat. Itu untuk barang-barang konsumsi. Sebut saja jamu, permen, kacang, kecap, sambal, terasi, daun salam, dan ikan asin. Lalu bagaimana dengan komoditas yang dipungut dari alam seperti kopi, kakao, minyak sawit, nikel, biji besi, dan batu bara? Caranya ternyata sama saja, diekspor dari tempat asalnya. Sedikit sekali eksportir komoditas jenis ini yang mau bersungguh-sungguh mencengkeramkan kakinya di pasar global. Kantor dagangnya ya di sini saja. Petugasnya menunggu pembeli datang. Pasif. Apa akibatnya? Indonesia menjadi ramai oleh para pembeli yang berdatangan ke sini. Bisnis penerbangan dan hotel di pusat-pusat komoditas ramai didatangi pembeli-pembeli komoditas dari China, India,Korea Selatan, Jepang, dan orang-orang Barat. Tapi akibatnya mereka ingin berhubungan langsung dengan petani dan pemilik lahan. Semula pembeli, berikutnya jadi pesaing. Mereka memainkan harga kopi, kakao, nikel, ikan, dan seterusnya. Paradigma ini jelas harus segera diperbaharui. Kalau ingin menjadi global player yang disegani,Indonesia harus benarbenar mempersiapkan pelaku-pelaku usahanya menjadi world class company. Ini berarti Indonesia perlu mengubah cara berpikirnya, yaitu cara-cara global player. Bahkan birokratnya pun harus kelas dunia, baik pengetahuan, sistem, governance maupun pelayanannya. Jadi menurut hemat saya, kata ekspor pun harus diganti menjadi global marketing. Harus ada niat sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencetak global brand Indonesia seperti upaya Malaysia mencetak merek sepatu Vinci dan tas kulit Bonia sebagai regional player yang disegani. Bahkan sekarang Malaysia sedang giat mempromosikan snack cokelat merek Barley di pasar global, termasuk di sini. Padahal kakaonya diambil dari Sulawesi. Global marketing antara lain ditandai dengan dibentuknya kantor-kantor perwakilan dagang perusahaan di luar negeri, bahkan membangun atau mengakuisisi pabrik lain di luar negeri seperti yang dilakukan Indofood di beberapa negara (Afrika, Timur Tengah, dan beberapa negara Asia).Dengan kantor-kantor dagang itu, dilakukan upaya pengendusan pasar dan membuka jalurjalur distribusi baru sekaligus. Tidak terlalu sulit, tetapi tentu ada risikonya bila tidak dimonitor dari kantor pusat. Jadi apa yang mau dicapai dari ekspor cara gampang-gampangan ini? Tanpa global player, perwakilan dagang Pemerintah Indonesia di luar negeri bakal pontang-panting menerima keluhan pembeli yang kata birokrat permintaannya bagus, tapi bagi eksportir jumlahnya tidak menarik. RHENALD KASALI Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 04:27 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
converted by Web2PDFConvert.com
komunitas Virtual yang langgeng selain yang tumbuh secara alamiah, organik dari bawah. Ia harus benar-benar genuine, lahir karena dikehendaki anggota-anggotanya. Ya, seperti komunitas Udin sedunia sajalah. Semuanya berisi orang-orang yang ada nama Udin-nya. Bukan karena terpaksa bernama Udin. Demikian pula lah dengan Indosat-BlackBerry Community ini. Ia lahir dari para pengguna BlackBerry yang 4 tahun lalu baru berkenalan dengan teknologi ini. Awalnya mereka merasa asing dengan istilah-istilah baru yang jarang dipakai di ponsel biasa seperti PIN, DP, Aprove, status, PIN barcode, dan seterusnya. Karena Indosat provider pertamanya, maka ia diuntungkan mendapatkan para pioner sejati. Jogianto, mantan wartawan yang menjadi pemimpin di kelompok ini mengatakan anggotanya sudah di atas 5000 orang. Harry Sasongko, CEO Indosat berujar orang-orang inilah yang menjadi pembela Indosat. Kalau ada komplain, merekalah yang lebih aktif menjawab. Sebab masalah yang dihadapi rata-rata adalah ketidakpahaman terhadap istilah-istilah teknis. Begitu dijawab para pioner urusan selesai. Minyak Kayu Putih Di forum itu saya di minta menjelaskan apa yang tengah terjadi di Pulau Buru dan mengapa saya dan team melancong ke Pulau buangan tapol ini. Saya katakan masalahnya sederhana saja, kita semua berhutang pada Pulau Buru. Ketika saya tanya apakah ada di antara tamu yang pernah di besarkan tanpa minyak kayu putih, semuanya pun terdiam. Mereka mengatakan bukan hanya dirinya, melainkan juga orang tua dan anak-anak nya pernah di hangatkan minyak kayu putih. Tak banyak yang tahu bahwa sebagian besar minyak itu berasal dari Pulau Buru. Dan tak banyak pula yang tahu bahwa kebun-kebun penghasil minyak ini hampir punah ditelan kemiskinan dan ancaman tambang emas. Bayangkan apa jadinya Indonesia bila minyak kayu putih saja harus import? Nasibnya akan sama seperti garam, batik, jeruk Bali dan sapi lokal. Saya lalu menjelaskan hubungan antara sapi dengan minyak kayu putih, sawah-sawah para transmigran, energy biomassa, air terjun dan kebun-kebun coklat yang merana. Sungguh saya tak menyangka di forum ini saya mendapat banyak sahabat. Mereka memberi charity untuk masyarakat adat Pulau Buru. Dan yang lebih menarik lagi, mereka berebut mendapatkan botolbotol kecil berisi minyak kayu putih asli yang sudah kami botolkan. Semua mengambil sambil memberi charity. Dari sini saya mendapat ide, kelak minyak kayu putih masyarakat adat Pulau Buru bisa dipasarkan secara eksklusif pada Community of trust seperti ini, lewat charity. Minyak buatan mereka sudah pasti asli tidak di campur bahan-bahan berbahaya seperti yang banyak ditemui belakangan ini. Minyak asli seperti ini tidak berbahaya bagi kesehatan Anda, bahkan sejumlah orang mencampurnya dengan air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Dan sudah pasti pula jumlahnya tidak banyak. Ini jauh lebih baik dari pada mendiamkannya dikuasai para tengkulak yang memainkan harga. Anda pun bisa mengembangkan komunitas baik hati seperti ini Rhenald Kasali Founder Rumah Perubahan
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 00:19 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
converted by Web2PDFConvert.com
dalih nation branding tentunya. Namun harap diingat, dunia pencitraan memiliki dua mazhab.Yang pertama mazhab propaganda dan yang kedua mazhab integrity. Mazhab propaganda adalah warisan dari era peperangan yang percaya bahwa musuh harus ditaklukkan dengan memanipulasi pikiran para prajurit di negeri seberang bahwa jenderal (panglima) mereka telah berhasil ditaklukkan atau dipermalukan. Berbagai fakta-fakta bohong diciptakan dan disebarkan sehingga terkesan dapat dipercaya. Di era pasca perang,mazhab propaganda berganti baju, berevolusi menjadi alat manipulasi persepsi yang dibuat melalui pendekatan media elektronik (TV) dan virtual (internet). Iklan, video, atau kampanye public relations banyak dipakai untuk memanipulasi persepsi. Para pengikut mazhab ini percaya bahwa perception is reality. Benar, apa yang ditangkap melalui persepsi membentuk pandangan tentang realitas. Namun, begitu suatu realitas sulit diperbaiki, mereka lari ke dunia gaib, dunia pikiran. Bukan reality yang diperbaiki agar membentuk persepsi, melainkan persepsi itulah yang dimanipulasi. Cara kerjanya benar-benar hebat seperti dukun yang menggunakan setan atau jin, tetapi memulai layanannya dengan ayat-ayat kitab suci yang membuat pasiennya percaya bahwa dukun yang dihadapinya adalah dukun putih. Dukun tukang manipulasi persepsi ini pun memulai tesisnya dengan pentingnya honesty, namun diakhiri dengan membuat Anda menyerah bahwa ujungnya Anda harus membuat iklan dan abaikan persoalan-persoalan yang ada. Hebat bukan! Entah karena kurang ilmu, entah karena conflict of interest, pengonsepannya di sini menjadi rancu. Nation branding itu kalau dalam perusahaan sejajar dengan corporate branding, bukan product branding. Pemimpin corporate itu namanya CEO. Kalau pemimpin a nation ya tentu saja kepala pemerintahan atau kepala negara. Kalau pemimpin departemen, ya namanya menteri yang memimpin secara sektoral. Jadi lucu juga kalau nation brandingIndonesia dijalankan oleh menteri. Ini reduksi namanya. Orang di seluruh dunia bisa bertanya, Indonesia itu ada presidennyakah? Aneh tapi nyata, nation of branding di Indonesia ini digembar- gemborkan oleh menteri. Pertanyaannya,bagaimana koordinasinya? Apakah ini benar-benar niat membangun branding atau sekadar cari uang proyek dari penempatan iklan? Lantas bagaimana sektor-sektor yang terkait? Harap diingat, nation branding itu adalah bagian dari marketing places yang cakupannya interdepartemen, mulai dari tempat untuk berwisata, tempat tinggal,tempat berobat, tempat sekolah, serta tempat berinvestasi dan menghasilkan barang-barang ekspor. Karena itulah, perlu dipahami mazhab kedua yaitu mazhab integrity. Mazhab integrity bukan tidak percaya bahwa perception is reality, melainkan titik awalnya harus dari sisi reality. Apalagi ini abad internet dengan generasi baru yang disebut gen c yang connected (terhubung) dan curious (memiliki rasa ingin tahu yang besar) dan pembaharu-pembaharunya berkelakuan crakers. Manipulasi persepsi itu mudah sekali diurai dan dipatahkan. Inilah abad di mana reality tidak dapat lagi dikemas lebih baik dari isinya. Maka integritas menjadi penting. Dalam abad ini, reality creates perception. Setiap realitas bahkan akan menemukan pintu persepsinya sendiri. Caranya? Ikuti saja global standard, buat segala sesuatu lebih bagus. Perbaiki infrastruktur, keamanan, pembuangan sampah, dan ciptakan daya tarik. Dari pada uangnya dipakai buat beriklan lebih baik perbaiki dahulu sanitasi. Jadi semuanya harus menyatu dan kerjanya tak boleh sendiri-sendiri. Nation branding adalah sebuah kerja bareng, sebuah konsensus! Rhenald Kasali
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 20:41 Tidak ada komentar: Rekomendasikan ini di Google
converted by Web2PDFConvert.com
Wayapo, semuanya sama-sama tidak mengerti, sama tidak mengertinya mereka dengan ketidakberesan yang dialami pada kebun-kebun cokelat yang tidak produktif. Seorang tokoh adat yang memiliki kebun cokelat seluas 3 hektare hanya mampu mendapatkan uang Rp 1,5 juta setiap tahun. Seorang guru yang punya 300 pohon cokelat hanya menghasilkan pendapatan Rp 500.000. Kalau itu dilakukannya di Sulawesi Tenggara, saya yakin hasilnya bisa lebih dari 10 kali lipat. Kebunkebun cokelat itu tidak produktif karena tak ada yang merawatnya. Masyarakat Pulau Buru bukanlah masyarakat yang dilahirkan dalam budaya pertanian, apalagi perkebunan yang membutuhkan manajemen, perawatan, dan pemeliharaan rutin. Pohon-pohon minyak kayu putih yang menjadi penghasilan utama penduduk bukanlah tanaman kebun. Ia tumbuh secara alamiah dari semak-semak yang tidak ditata. Kayu putih adalah tanaman bandel yang tak memerlukan perawatan khusus. Tapi kakao atau cokelat bukan datang dari langit. Kakao adalah pemberian pemerintah. Namun seperti kebanyakan yang dilakukan, pemerintah pasca- Orde Baru ini terlihat asyik dengan dirinya sendiri. Semua pekerjaan dijadikan proyek dan usia programnya sama dengan usia proyek. Bagi bibit, bagi sapi, pasang panel surya, bisa! Sudah, selesai! Bagaimana dengan penduduk? Proyek selesai, masalah justru bermunculan. Sapi-sapi bantuan pemerintah terus beranak- pinak, tetapi badannya semakin kecil karena tak ada penyuluhan. Sudah mengecil, sapi-sapi itu tidak diberi minum yang cukup, apalagi konsentrat dan vitamin memadai. Padahal kombinasi tanaman yang ada memadai untuk diracik menjadi pakan ternak yang baik. Kemana para penyuluh? Bukankah dulu di tahun 1970-1980an kita pernah mengenal istilah BUTSI? Itu sukarelawan yang direkrut pemerintah menjadi penyuluh-penyuluh pertanian di desadesa. Di mana mereka sekarang berada? Guru ada, dokter dan dokter gigi di puskesmas juga ada.Tapi penyuluh tidak kelihatan. Sebagian orang berguyon, penyuluh telah beralih profesi menjadi agen penjual pestisida yang direkrut perusahaan multinasional.
Integrated Farming Selain tidak ada penyuluhan, tidak majunya peternakan dan pertanian di Indonesia antara lain juga disebabkan cara-cara kerja yang tidak terintegrasi. Direktorat Pertanian dan Peternakan masingmasing sibuk urus diri masing-masing. Padahal, mana bisa pertanian jalan tanpa peternakan? Pertanian-peternakan dan energi pada dasarnya adalah tiga serangkai yang tidak dapat dipisahkan. Anda mungkin bisa saja berpendapat lain, tetapi di tengah-tengah peradaban modern yang sangat kompetitif ini kalau mau unggul ketiganya harus disatu lokasikan, diintegrasikan. Inilah yang sedang kami uji coba di Pulau Buru bersama-sama dengan masyarakat adat. Ternak diberi pakan dari limbah pertanian, kotorannya dipakai memupuk kebun-kebun cokelat dan rempah-rempah, tetapi gasnya diambil dulu untuk memasak dan menyuling minyak kayu putih. Semuanya harus berdekatan dan tentu saja masyarakat adat memerlukan dokter-dokter hewan dan sarjana pertanian yang mau bekerja di daerah-daerah yang listriknya belum tentu ada. Saya tidak tahu bagaimana mempersiapkan semua ini ke dalam sebuah integrated farming yang tidak kecil, tetapi saya banyak dibantu mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang beridealisme tinggi. Saya juga dibantu para social entrepreneur yang hebat-hebat. Saya anggap hebat karena mereka mau saja menumpang kapal lebih dari 8 jam menembus lautan lepas Maluku yang jauh dari sinyal ponsel, jauh dari peradaban modern, gelap dan tinggal dalam mes yang banyak nyamuknya. Meski penat, pagi harinya mereka sudah tampak ceria dan larut bersama penduduk. Mereka juga mulai punya hobi baru bersama saya, yaitu memberi kuliah umum buat anak-anak SMP dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Kalau memberi kuliah umum di kampus kami biasa bicara pakai laptop dan proyektor, di Buru kami memberi kuliah umum dengan papan tulis dan keringat yang sulit dihentikan. Semuanya begitu mengasyikkan. Kami tidak mengajarkan teori, melainkan cara membebaskan tangan dan kaki dari belenggu-belenggu yang mengikat pikiran mereka. Kami mengajari mereka menjangkau langit, hidup dalam realitas yang bisa dijangkau. Mata anak-anak yang sehat memberi kami inspirasi. Kami hanya bermimpi, kelak akan ada anak-anak dari desa adat yang terpencil di Pulau Buru yang bisa menjadi dokter atau dokter hewan, insinyur atau ekonom kelas dunia. Itulah anak-anak yang dibesarkan dari usaha sapi yang mereka geluti dengan semangat bersama relawan-relawan Rumah Perubahan. Andaikan Tuhan mengabulkannya, niscaya negeri ini bisa menghentikan kebiasaannya dari hobi impor. Saya melihat sebuah lilin menyala di ujung terowongan gelap dunia pertanian dan peternakan Indonesia. Maka itulah saya dan masyarakat adat Pulau Buru bergerak ke sana. RHENALD KASALI Guru Besar Universitas Indonesia
Diposkan oleh Rhenald Kasali di 06:49 Tidak ada komentar:
converted by Web2PDFConvert.com
Beranda
Posting Lama
converted by Web2PDFConvert.com