You are on page 1of 5

Demokrasi Thaghut vs Khilafah

Bismillaahi aktubu,

Ada orang-orang yang mengaku sebagai Muslim yang ketika ditanya tentang
”Apakah Demokrasi dapat diterima Allahu Tabaraka Ta’ala dan agama-
Nya ?.”
Mereka menjawabnya dengan jawaban yang kita bisa menyimpulkan bahwa
entah mereka itu Munafiq, Kafirun, Fasiq atau mereka tidak tahu apa-apa,
akan tetapi mengurus hajat hidup orang banyak. Dan kadang-kadang
membawa-bawa nama suatu Universitas besar di Kairo, Mesir.

Dan bahkan mereka dengan nada ekstrim mengindikasikan bahwa Kafirun


atau Hipokrit itu justru dari kaum yang suka Golput dari Pemilu.

Kita bisa bertanya, kapankah Universitas Al Azhar mengajarkan


Demokrasi?.

Mengapa pemerintahan Mesir tidak sepenuhnya memakai Demokrasi?.


Karena Manhaj mereka bukan dari Manhaj ”tidak bermadzhab (laa
madzhabiyyah)” seperti yang dilaksanakan oleh kaum Indon dan sejumlah
negara Muslim lainnya.

Kan lucu sekali ya, ada kaum manusia yang memilih tradisinya orang Pagan
yakni Yunani dan Romawi untuk sistem pemerintahannya, daripada yang
dari agamanya sendiri yakni Islam, sekalipun jika mereka menganggap
bahwa itu hanyalah tradisi belaka. Itu sebagiannya masih dipertahankan oleh
banyak kaum Arab dan berasal dari masa keIslaman.

Jika ditanya, mengapa memakai tradisi Pagan, maka mereka akan


membelokkan pembicaraan.

Jika dikatakan kepada mereka ”Anda adalah pemecah belah persatuan yang
sebenarnya. Yakni persatuan Muslim antara kaum Muslim Melayu dengan
kaum Muslim Arab dengan kaum Muslim Afrika dst. Dulu negara anda
ketika diajak untuk mendirikan Khilafah oleh Ibn Su’ud Rahimahullah, yang
anda lakukan hanyalah bersikap pelit, arogan dan enggan menerimanya.
Anda menyebut mereka Wahhabi karena itu. Muhammad bin Abdul Wahhab
At Tamimi Rahimahullah tidaklah memerintahnya, melainkan pada masa itu
kerajaan Saudi Arabia itu, dalam masa kepemimpinan oleh Ibn Su’ud
Rahimahullah.”

Manhajnya kaum Sekuler itu sama dengan Manhajnya kaum yang menjadi
Babu-Babu kepada hawa nafsu mereka sendiri.
Bagi mereka itu semata untuk kekuasaan yang memiskinkan kaum Muslim
daripada untuk bernegara dengan Syari’at Islam yang sesungguhnya.

Kami tidak mengurus kaum model begini yang enggan memakai Syari’at
Islam. Justru selama 60 tahun ini yang menciptakan masalah-masalah
terhadap kesejahteraan dan terhadap harkat serta martabat mereka adalah
mereka sendiri.

Begitu juga kaum model begini senantiasa menjadikan Syari’at Islam


sebagai komoditi barter, untuk ditukar dengan harta benda atau prestise yang
dapat diberikan oleh kaum Musyrikin dan Yahudi maupun kaum Kafir.

Begitu juga mereka senantiasa merayu dan merayu kepada sejumlah orang
yang masyarakat mengikuti mereka dan berTaklid buta kepada mereka,
kemudian ketika tokoh yang ditaklidi itu menerima ajakan na’dzubillah
mereka, maka mereka pun bergembira ria dan berpesta pora untuk
segolongan dari mereka belaka.

Kami hendak menyatakan bahwa urusan mereka itu tidak berkaitan


dengan kami sama sekali, melainkan sesuatu yang harus pertanggung
jawabkan kepada Allahu Subhaanahu wa Ta’ala dan terhadap setiap
pengikut mereka.

Al Qur’an telah menyatakan bahwa si pengikut kaum model begini akan


mengatakan kepada pemimpinnya yang menyombongkan diri:

”Allahumma berikan kepada mereka adzab 2x lipat yang akan diterima


oleh kami.”
Padahal Allahu Tabaraka Ta’ala kemudian akan berfirman terhadap
mereka:

”Diamlah kalian sesungguhnya kalian dan mereka sama-sama akan


mendapatkan adzab 2x lipat.”
Kaum pengikut dari kaum yang menyombongkan diri akan berkata
kepada kaum yang menyombongkan diri:

”Dulu kesalahanmulah yang menghalau dan mendatangi kami dari kiri


dan kanan.”

Kaum yang menyombongkan diri akan berkata kepada kaum


pengikutnya:

”Tidaklah kesalahan kalian itu terjadi kecuali karena kesalahan diri


sendiri. Sesungguhnya kalian saat itu tidak ingin menjadi Mukmin.”

Alhasil, sudah cukup menjadi sebagai seorang Muslim. Menurut kaum


model begini, tidaklah perlu Muslim itu menjadi Mukmin. Seperti yang
diindikasikan oleh An Nisa (4) :115

Oleh karena itu, saya katakan kepada mereka, ”Jangan mendirikan negara
diatas negara,” seperti ”Negara tidak berhati diatas negara Sekuler,” atau
”Negara Kafir diatas negara Kufur ni’mat.”

Oleh karena itu, saya katakan kepada mereka, ”Jangan egois kepada Allahu
Jalla Jalaaluhu, dengan hanya semata memperhatikan penderitaan kalian
sendiri.”
Jangan hanya memerhatikan Politik, hiburan dan kesenangan dunia belaka
dengan mengabaikan Aqidah Islamiyyah dan Manhaj yang diturunkan oleh
Allahu Jalla Jalaaluhu.

Janganlah berdalih dengan Takdir sebagai penyebab utama masalah bangsa


yang padahal tidaklah kondisi tsb terjadi kecuali karena dosa.
Jadi mereka adalah kaum yang tidak memiliki Imunisasi untuk mencegah
bangsa mereka dari memiliki pemimpin-pemimpin tsb.

Mereka pernah memiliki Presiden yang tidak bisa memimpin Shalat


berjama’ah dan tidak bisa memimpin perang.

2. Yang tidak bisa bersikap Rasional, membubarkan santunan untuk anak


yatim, dan menyukai klenik.

3. Yang suka membunuh lawan-lawan politiknya.


Tidaklah Muslim Indonesia itu mendapatkan Presiden yang suka
membunuh, kecuali karena mereka sendiri dulu membunuh karakter dari
Syari’at Islam walaupun mereka mayoritas sebanyak 90%. Sedangkan
sekarang jumlah Muslim sudah berkurang menjadi 80%.

Tidaklah Muslim Indonesia itu mendapat Presiden yang irasional dan pelit
serta suka berkelit, kecuali memang karena mereka kaum yang suka terlihat
saling kontradiksi antar golongan-golongan Islam di negara mereka.

Tidaklah Muslim Indonesia itu mendapat Presiden yang tidak bisa


memimpin Shalat ataupun perang Jihad fi sabilillaah, kecuali karena mereka
memang malas membela negara Islam yang sedang kesusahan secara
materiil ataupun moral dan mereka dipimpin oleh Presiden yang melarang
membantu Palestina yang dilanda perang oleh teroris Yahudi.

Pada faktanya, ada golongan-golongan yang berkeyakinan bahwa mereka


telah dilawan dan ditelantarkan oleh golongan tertentu di negara tsb,
sementara nasib bangsa itu sendiri yang seharusnya bersyari’at Islam
tersebutlah yang telah dilawan dan diacuhkan.
Tidaklah kaum Muslim Indonesia di abad 17 dan 18 itu berJihad untuk
kemerdekaan Indonesia, kecuali dengan semboyan dan yel-yel ”Allahu
akbar.”

Sampai ketika kehormatan Rasulullaah Shalallaahu ’alaihi Shalawatu wa


Sallam digunjingkan dan direndahkan, yang mereka lakukan tidak lain
adalah menjadi Syaithan-Syaithan yang bisu terhadap hal itu.

Lagi-lagi Allahu Subhaanahu wa Ta’ala menguji mereka dengan kaum yang


suka memalak tukang-tukang parkir dan suka memalak orang-orang kaki
lima. Ini tepat sekali dengan Hadits majazi yang disebutkan Rasulullaahu
Shalallaahu ’alaihi Shalawatu wa Sallam tentang:

”Kaum kejam yang suka memegang cambuk-cambuk dari ekor-ekor sapi.”


Artinya ini adalah mereka adalah gerombolan orang kejam yang suka
memperbudak orang lemah atau yang terpinggirkan.
Misalnya: memalak tukang-tukang parkir. Memalak pedagang kaki lima.
Hanya karena memiliki kekuasaan dan senjata ataupun tenaga untuk itu.
Masih di Hadits yang sama,

”Kaum wanita yang bergoyang-goyang kepalanya seperti punuk-punuk


unta.”

Yakni dari kaum yang bergoyang erotis.

Inilah yang menimpa kepada bangsa Muslim. Mereka ini adalah kaum yang
suka melawan dan menelantarkan kaum Salafiyyin.

Assalaamu manit taba’al huda (Semoga kedamaian, kesejahteraan dan


keselamatan dari segala aib bagi manusia bagi yang mengikuti petunjuk).

Assalaamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh (Semoga kedamaian,


kesejahteraan dan keselamatan dari segala aib bagi manusia, dan kasih
sayang kepada Allah dan keberkahan dari-Nya agar dicurahkan kepada
kalian).

You might also like