You are on page 1of 16

ASKEP ANAK DENGAN KOLESTASIS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN CHOLESTASIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief, 2010). Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).

2. EPIDEMIOLOGI Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.

3. ETIOLOGI/PENYEBAB Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan ekstrahepatic cholestasis. a. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis. b. Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir. Saluran empedu Diblokir mungkin juga hasil dari infeksi, kanker atau jaringan parut internal. Parut dapat memblokir saluran empedu, yang dapat mengakibatkan kegagalan hati (Richard, 2002)

4. PATOFISIOLOGI Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif

memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010)

Perubahan fungsi hati pada kolestasis Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural: a. Proses transpor hati Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.

b. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan terganggu. c. Sintesis protein Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum protein albumin-globulin akan menurun. d. Metabolisme asam empedu dan kolesterol Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di usus menurun. e. Gangguan pada metabolisme logam Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik. f. Metabolisme cysteinyl leukotrienes Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.

g. Mekanisme kerusakan hati sekunder 1) Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui membran juga terganggu.Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu. 2) Proses imunologis Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier (Nazer, 2010)

5. KLASIFIKASI Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi: a. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik. Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis,infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan

genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier. Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai (Anonym, 2010) b. Kolestasis intrahepatik 1) Saluran Empedu Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing

kolangitis, Carolis disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstrahepatik.Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal. Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1.Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit).Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu (Anonym, 2010) 2) Kelainan hepatosit Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab

utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis. Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan (Reksoprodjo, 1995)

6. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan: a. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus 1) Tinja akolis/hipokolis 2) Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif 3) Urobilin dalam air seni negatif 4) Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak 5) Steatore 6) Hipoprotrombinemia b. Akumulasi empedu dalam darah 1) Ikterus 2) Gatal-gatal 3) Hiperkolesterolemia

c. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu 1) Anatomis a) Akumulasi pigmen b) Reaksi peradangan dan nekrosis 2) Fungsional a) Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama glutamil transpeptidase meningkat) b) Transaminase serum meningkat (ringan) c) Gangguan ekskresi sulfobromoftalein d) Asam empedu dalam serum meningkat Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior tidaka ada), sering bersamaan dengan atresia bilier: bentuk muka yang khas, posterior embriotokson, serta adanya bising pulmunal stenosis perifer, sering bersamaan dengan paucity of the intrahepatic bile ductules (arterio hepatic displasia/Alagilles syndrome) nafsu makan yang jelek dengan muntah, irritable, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia. Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki, sedangkan atresia bilier ekstrahepatal lebih banyak pada anak perempuan.

7. PEMERIKSAAN FISIK Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera

mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif. Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain (Arief, 2010)

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra- atau ekstrahepatal dengan tujuan utama memperbaiki/ mengobati keadaan-keadaan yang memang dapat diperbaiki/diobati. Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan apakah ada kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah: a. Hapusan darah tepi b. Bilirubin dalam air seni

c. Sterkobilinogen dalam air seni d. Tes fungsi hepar yang standar: Heymans vd Bergh, SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta serum protein Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih sensitif seprti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat hanya dengan melihat pemerikasaan bilirubin air seni. Hasil positf menunjukkan adanya kelainan hepatobilier. a. Bila ada bukti keterlibatan hepar maka dilakukan tahap berikutnya untuk membuktikan: 1) Kelainan intra/ekstrahepatal 2) Mencari kemungkinan etiologi 3) Mengidentifikasi kelainan yang dapat diperbaiki/diobati b. Pemeriksaan yang dilakukan adalah: 1) Terhadap infeksi/bahan toksik 2) Terhadap kemungkinan kelainan metabolik 3) Mencari data tentang keadaan saluran empedu c. Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah: 1) Virus: a) Virus hepatotropik: HAV, HBV, non A non B, virus delta b) TORCH c) Virus lain: EBV, Coxsackies B, varisela-zoster 2) Bakteri: terutama bila klinis mencurigakan infeksi kuman leptospira, abses piogenik 3) Parasit: toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid 4) Bahan toksik, terutama obat/makanan hepatotoksik

d. Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting: 1) Galaktosemia, fruktosemia 2) Tirosinosis: asam amino dalam air seni 3) Fibrosis kistik 4) Penyakit Wilson 5) Defisiensi alfa-1 antitripsin e. Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan: 1) Rose Bengal Excretion (RBE) 2) Hida Scan 3) USG 4) Biopsi hepar Ket: no. 1 dan 2 belum dapat dilakukan di Indonesia. Bila dicurigai ada suatu kelainan saluran empedu dilakukan pemeriksaan kolangiografi. 9. DIAGNOSIS Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.

10. PENATALAKSANAAN Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu: a. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu b. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis

c. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar d. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan e. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat

mengganggu/merusak hepar Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu: a. Tindakan medis 1) Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy cholic acid (UDCA). 2) Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak. 3) Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) b. Tindakan bedah Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu yang ada. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure) diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati (Nezer, 2010).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harusdicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier. b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal. c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau disertai tanda-tanda infeksi. d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi 1-antitripsin).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berhubungan dengan penurunanekspansi paru ditandai dengan pasien sesak nafas b. PK anemia c. Gangguan keseimbangan cairan dan eklektrolit berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebih ditandai dengan diare

4. EVALUASI a. Dx 1: RR 40-60 x/menit, auskultasi bunyi nafas vesikuler, tidak menggunakan otot bantu pernafasan b. Dx 2: Konjungtiva tidak pucat (berwarna merah muda), Pasien tidak tampak lemah, Hasil laboratorium DL dalam batas normal , RBC : 4,0-5,2 /uL, HGB : 12-16 g/dL, HCT : 36-46% c. Dx 3: Balance cairan normal, kebutuhan cairan terpenuhi (antara intake dan output seimbang), tidak ada mual dan muntah, BAB normal (frekuensi 1-3/hari, konsistensi feses lembek, warna kekuningan)

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2010 available at http://herodessolution.blogspot.com/2010/09/asuhankeperawatan-anak-dengan.html Anonym. 2010. available at http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bileductdiseases.html(Diakses tanggal 8Januari 2010) Anonym. 2010. available at http: ://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000215.htm(Diakses tanggal 8 januari 2010) Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya. Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Jakarta: Media Aesculapius, FKUI. Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. available at http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview (Diakses tanggal 8 januari 2010) Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan. Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta Richard S. Snell. 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266. Jakarta: EGC Sherlock. S, Dooley J. 1993. Disease of the Liver and Biliary Sistem 9 th. Ed. Blackwell Scientific Publication: London.

You might also like