You are on page 1of 29

BAB II LANDASAN TEORI

A. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan 1. Pengertian RTH Dalam makalah lokakarya pengembangan sistem RTH di perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum oleh Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas

Pertanian IPB, disebutkan bahwa pengertian RTH adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,

kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Sedangkan dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian RTH adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian RTH kawasan perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. 2. Tipologi RTH Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di

21

Kawasan Perkotaan, pengklasifikasikan RTH yang ada sesuai dengan tipologi berikut : a. Berdasarkan fisik Berdasarkan fisik, RTH dapat dibedakan menjadi : 1) RTH Alami RTH alami adalah RTH yang terdiri dari habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional. 2) RTH Non Alami/Binaan RTH non alami/binaan adalah RTH yang terdiri dari taman, lapangan olahraga, makam, dan jalur-jalur hijau jalan. b. Berdasarkan struktur ruang Berdasarkan struktur ruang, RTH dapat dibedakan menjadi : 1) RTH dengan pola ekologis Merupakan RTH yang memiliki pola mengelompok,

memanjang, tersebar. 2) RTH dengan pola planologis Merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. c. Berdasarkan segi kepemilikan Berdasarkan segi kepemilikan, RTH dapat dibedakan menjadi : 1) RTH Publik 2) RTH Privat d. Berdasarkan fungsi Berdasarkan fungsinya, RTH dapat berfungsi sebagai : 1) Fungsi Ekologis 2) Fungsi Sosial Budaya 3) Fungsi Arsitektural/Estetika 4) Fungsi Ekonomi

22

3.

Fungsi dan Manfaat RTH Seperti telah disebutkan sebelumya, fungsi dari RTH adalah sebagai: a. Fungsi Ekologis RTH berfungsi ekologis merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota untuk menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik. Secara ekologis, RTH dapat meningkatkan kualitas airtanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani, dan sempadan sungai. b. Fungsi Sosial Budaya Secara sosial budaya, RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan sarana rekreasi. Bentuk RTH yang berfungsi sosial budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun raya, dan TPU. c. Fungsi Arsitektural/Estetika Secara arsitektural, RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebunkebun bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalam kota. d. Fungsi Ekonomi Sedangkan secara ekonomi melalui pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat

mendatangkan wisatawan. 4. Jenis-jenis RTH Perkotaan Jenis-jenis RTHKP berdasarkan Permendagri No.1 Tahun 2007 adalah : a. Taman kota Taman kota merupakan ruang di dalam kota yang ditata untuk menciptakan keindahan, kenyamanan, keamanan, dan kesehatan bagi penggunanya. Selain itu, taman kota difungsikan sebagai paru-paru

23

kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, dan habitat berbagai flora dan fauna. Apabila terjadi suatu bencana, maka taman kota dapat difungsikan sebagai tempat posko pengungsian. Pepohonan yang ada dalam taman kota dapat memberikan manfaat keindahan, penangkal angin, dan penyaring cahaya matahari. Taman kota berperan sebagai sarana pengembangan budaya kota,

pendidikan, dan pusat kegiatan kemasyarakatan. Menurut Karyono (2005), taman kota harus nyaman secara spasial atau keruangan, dimana warga kota dapat menggunakannya untuk aktivitas informal sehari-hari seperti istirahat, duduk, bermain dan lainnya. Untuk itu, perlu disediakan sarana atau prasarana untuk kebutuhan tersebut, misalnya bangku, ruang terbuka, toilet umum, dan lainnya. Taman kota juga perlu mempertimbangkan kenyamanan audial akibat kebisingan kota dengan penanaman tumbuhan yang dapat membantu mengurangi polusi suara kendaraan bermotor. Dari aspek termal, taman kota dipertimbangkan mampu mengurangi ketidaknyamanan termal yang diakibatkan oleh iklim setempat dan dari aspek kenyamanan visual, taman perlu ditata indah dan secara estetika baik. b. Taman wisata alam Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan ini dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (www.ditjenphka.go.id). c. Taman rekreasi Taman rekreasi merupakan tempat rekreasi yang berada di alam terbuka tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan di alam bebas. Kegiatan rekreasi dibedakan menjadi

24

kegiatan yang bersifat aktif dan pasif. Kegiatan yang cukup aktif seperti piknik, olah raga, permainan, dan sebagainya melalui penyediaan sarana-sarana permainan. d. Taman lingkungan perumahan dan permukiman Taman lingkungan perumahan dan permukiman merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukkan untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi

terbatas/masyarakat sekitar. Taman ini mempunyai fungsi sebagai paru-paru kota (sirkulasi udara dan penyinaran), peredam

kebisingan, menambah keindahan visual, area interaksi, rekreasi, tempat bermain, dan menciptakan kenyamanan lingkungan. e. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial

merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukkan untuk kebutuhan terbatas yang meliputi populasi terbatas/pengunjung. Taman ini terletak di beberapa kawasan institusi, misalnya pendidikan dan kantor-kantor. Institusi tersebut membutuhkan RTH pekarangan untuk tempat upacara, olah raga, area parkir, sirkulasi udara, keindahan dan kenyamanan waktu istirahat belajar atau bekerja. f. Taman hutan raya Kawasan taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (www.ditjenphka.go.id).

25

g.

Hutan kota Dalam membangun sebuah hutan kota terdapat dua pendekatan yang dapat dipakai. Pendekatan pertama, hutan kota dibangun pada lokasi-lokasi tertentu saja. Pada bagian ini, hutan kota merupakan bagian dari suatu kota. Penentuan luasnya pun dapat berdasarkan : a. Prosentase, yaitu luasan hutan kota ditentukan dengan

menghitungnya dari luasan kota. b. Perhitungan per kapita, yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduknya. c. Berdasarkan isu utama yang muncu. Misalnya untuk

menghitung luasan hutan kota pada suatu kota dapat dihitung berdasarkan tujuan pemenuhan kebutuhan akan oksigen, air, dan kebutuhan lainnya. Pendekatan kedua, semua areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota. Pada pendekatan ini, komponen yang ada di kota seperti pemukiman, perkantoran, dan industri dipandang sebagai suatu enklave (bagian) yang ada dalam suatu hutan kota. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat dengan luas minimal sebesar 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu). Taman hutan raya, kebun raya, kebun binatang, hutan lindung, arboretum, dan bumi perkemahan yang berada di wilayah kota atau kawasan perkotaan dapat diperhitungkan sebagai luasan kawasan yang berfungsi sebagai hutan kota.

26

Hutan

kota

juga

mempunyai

beberapa

fungsi

seperti

memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian

lingkungan fisik kota, dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati. Hutan kota dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata alam, rekreasi, olah raga, penelitian dan pengembangan, pendidikan, pelestarian plasma nutfah, dan budidaya hasil hutan bukan kayu. Hal-hal tersebut dapat dilakukan selama tidak mengganggu fungsi hutan kota. h. Hutan lindung Hutan lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. i. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah RTH bentang alam adalah ruang terbuka yang tidak dibatasi oleh suatu bangunan dan berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara; tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati; pengendali tata air; dan sarana estetika kota. j. Cagar alam Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Sesuai fungsinya, kawasan cagar alam ini dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya (www.ditjenphka.go.id). k. Kebun raya Kebun raya adalah suatu area kebun yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan terutama untuk keperluan penelitian.

27

Selain itu, kebun raya juga digunakan sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Dua buah bagian utama dari sebuah kebun raya adalah perpustakaan dan herbarium yang memiliki koleksi tumbuh-tumbuhan yang telah dikeringkan untuk keperluan pendidikan dan dokumentasi (http://id.wikipedia.org). l. Kebun binatang Kebun binatang adalah tempat dimana hewan dipelihara dalam lingkungan buatan serta dipertunjukkan kepada publik. Selain menyuguhkan atraksi kepada pengunjung dan memiliki berbagai fasilitas rekreasi, kebun binatang juga mengadakan programprogram pembiakan, penelitian, konservasi, dan pendidikan

(http://en.wikipedia.org). m. Pemakaman umum Pemakaman umum merupakan salah satu fasilitas sosial yang berfungsi sebagai tempat pemakaman bagi masyarakat yang meninggal dunia. Pemakaman umum juga memiliki fungsi lainnya seperti cadangan RTH, daerah resapan air, dan paru-paru kota. Lahan pemakaman selain digunakan untuk tempat pemakaman, umumnya memiliki sedikit lahan untuk ruang terbangun dan sisanya ditanami berbagai jenis tumbuhan. n. Lapangan olah raga Lapangan olahraga merupakan lapangan yang dibangun untuk menampung berbagai aktifitas olahraga seperti sepak bola, voli, atletik, dan golf serta sarana-sarana penunjangnya. Fungsi lapangan olahraga pertemuan, adalah sebagai wadah dan olahraga, tempat bermain, untuk

sarana

interaksi

sosialisasi,

serta

meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya. o. Lapangan upacara Lapangan upacara merupakan lapangan yang dibangun untuk kegiatan upacara. Umumnya kegiatan ini dilakukan di halaman perkantoran yang cukup luas dan lapangan olah raga.

28

p. Parkir terbuka Area parkir merupakan unsur pendukung sistem sirkulasi kota yang dapat menambah kualitas visual lingkungan. Lahan parkir terbuka yang ada di perkantoran, hotel, restoran, pusat perbelanjaan, dan lainnya hendaknya ditanami dengan pepohonan agar tercipta lingkungan yang sejuk dan nyaman. q. Lahan pertanian perkotaan Pertanian kota adalah kegiatan penanaman, pengolahan, dan distribusi pangan di wilayah perkotaan (http://en.wikipedia.org). Kegiatan ini tentunya membutuhkan lahan yang cukup luas. Oleh karena itu, lahan ini biasanya jarang ditemui di wilayah perkotaan yang cenderung memiliki lahan yang sudah terbangun. Hasil pertanian kota ini menyumbangkan jaminan dan keamanan pangan yaitu meningkatkan jumlah ketersediaan pangan masyarakat kota serta menyediakan sayuran dan buah-buahan segar bagi masyarakat kota. Selain itu, pertanian kota juga dapat menghasilkan tanaman hias dan menjadikan lahan-lahan terbengkalai kota menjadi indah. Dengan pemberdayaan masyarakat penggarap maka pertanian kota pun menjadi sarana pembangunan modal sosial. r. Jalur dibawah tegangan tinggi (sutt dan sutet) SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) adalah sistem penyaluran listrik yang ditujukan untuk menyalurkan energi listrik dari pusat-pusat pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan efisien. Daerah sekitarnya hendaklah tidak dijadikan daerah terbangun, tapi dijadikan RTH jalur hijau. RTH ini berfungsi sebagai pengamanan, pengendalian jaringan listrik tegangan tinggi, dan mempermudah dalam

melakukan perawatan instalasi.

29

s.

Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa Sempadan adalah RTH yang berfungsi sebagai batas dari sungai, danau, waduk, situ, pantai, dan mata air atau bahkan kawasan limitasi terhadap penggunaan lahan disekitarnya. Fungsi lain dari sempadan adalah untuk penyerap aliran air, perlindungan habitat, dan perlindungan dari bencana alam. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai

buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai,

mengamankan aliran sungai, dan dikembangkan sebagai area penghijauan. PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN menetapkan kriteria-kriteria sempadan sungai, yaitu: 1) daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar; 2) daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan 3) daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai. t. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian Jalur hijau jalan adalah pepohonan, rerumputan, dan tanaman perdu yang ditanam pada pinggiran jalur pergerakan di samping kirikanan jalan dan median jalan. RTH jalur pengaman jalan terdiri dari RTH jalur pejalan kaki, taman pulo jalan yang terletak di tengah persimpangan jalan, dan taman sudut jalan yang berada di sisi persimpangan jalan. Median jalan adalah ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masingmasing arah yang berfungsi mengamankan ruang bebas samping

30

jalur lalu lintas. Beberapa fungsi jalur hijau jalan yaitu sebagai penyegar udara, peredam kebisingan, mengurangi pencemaran polusi kendaraan, perlindungan bagi pejalan kaki dari hujan dan sengatan matahari, pembentuk citra kota, dan mengurangi peningkatan suhu udara. Selain itu, akar pepohonan dapat menyerap air hujan sebagai cadangan airtanah dan dapat menetralisir limbah yang dihasilkan dari aktivitas perkotaan. u. Kawasan dan jalur hijau Kawasan adalah suatu area yang dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu di wilayah perkotaan dan memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. RTH kawasan berbentuk suatu areal dan non-linear dan RTH jalur memiliki bentuk koridor dan linear. Jenis RTH berbentuk areal yaitu hutan (hutan kota, hutan lindung, dan hutan rekreasi), taman, lapangan olah raga, kebun raya, kebun pembibitan, kawasan fungsional (perdagangan, industri, permukiman, pertanian), kawasan khusus (hankam, perlindungan tata air, dan plasma nutfah). Sedangkan RTH berbentuk jalur yaitu koridor sungai, sempadan danau, sempadan pantai, tepi jalur jalan, tepi jalur kereta, dan sabuk hijau. v. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara Daerah penyangga adalah wilayah yang berfungsi untuk memelihara dua daerah atau lebih untuk beberapa alasan (http://en.wikipedia.org). Salah satu jenis daerah penyangga adalah daerah penyangga lapangan udara. Daerah penyangga ini berfungsi untuk peredam kebisingan, melindungi lingkungan, menjaga area permukiman dan komersial di sekitarnya apabila terjadi bencana, dan lainnya. w. Taman atap (roof garden) Taman atap adalah taman yang memanfaatkan atap atau teras rumah atau gedung sebagai lokasi taman. Taman ini berfungsi untuk membuat pemandangan lebih asri, teduh, sebagai insulator panas,

31

menyerap gas polutan, mencegah radiasi ultraviolet dari matahari langsung masuk ke dalam rumah, dan meredam kebisingan. Taman atap ini juga mampu mendinginkan bangunan dan ruangan dibawahnya sehingga bisa lebih menghemat energi seperti

pengurangan pemakaian AC. Tanaman yang sesuai adalah tanaman yang tidak terlalu besar dengan sistem perakaran yang mampu tumbuh pada lahan terbatas, tahan hembusan angin, dan tidak memerlukan banyak air. Taman atap mempunyai dua fungsi, yaitu bersifat intensif, di mana kegiatan yang dilakukan didalamnya aktif dan variatif serta menampung banyak orang. Fungsi yang kedua bersifat ekstensif, yaitu mempunyai satu jenis kegiatan dan tidak melibatkan banyak orang atau bahkan tidak diperuntukkan untuk kegiatan manusia. Taman atap mempunyai pemandangan yang berbeda dengan taman konvensional.

B. Pengelolaan RTH 1. Peran Aktor Manajemen Perkotaan dalam Mengelola RTH Pengelolaan RTH dapat dilakukan oleh beberapa aktor dalam manajemen perkotaan, yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. Bentuk-bentuk pengelolaan RTH yang dilakukan oleh aktor manajemen perkotaan antara lain adalah sebagai berikut (Nurhapy, 2008) : a. Pemerintah 1) Memberikan penyuluhan kepada semua pihak tentang

pentingnya fungsi dan keberadaan RTH. 2) Merencanakan RTH baik sebagai bagian dari RTRW kota, RDTR, Rencana Tata Hijau, ataupun rencana tata ruang lainnya. 3) Menyediakan luasan dan sebaran RTH yang memadai bagi kotanya.

32

4) Memelihara RTH yang ada sebagai salah satu komponen peningkat daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan tetap mempertahankan fungsi ekologisnya. 5) Memfasilitasi pelaku pembangunan lainnya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan RTH. 6) Mengendalikan dan membatasi alih fungsi lahan RTH menjadi kawasan terbangun. 7) Menyusun program RTH termasuk aspek pembiayaan dan pelaku/instansi pembangunan yang terlibat dalam program tersebut. 8) Berkoordinasi antar dinas/instansi terkait dalam pengelolaan RTH untuk merumuskan pembagian tugas, peran, hak, dan kewajiban RTH yang tidak berada di bawah wewenang langsung pemerintah daerah kota namun pemerintah tingkat provinsi atau pusat. b. Masyarakat Peran masyarakat dalam mengelola RTH antara lain : 1) Menjaga keberadaan RTH dengan tidak membangun di jalur sempadan sungai, tidak mengubah fungsi taman sebagai area perdagangan, dan tidak menebang pohon. 2) Memelihara RTH di wilayah lingkungan perumahan. 3) Ikut mengawasi pemeliharaan dan keberadaan RTH. 4) Menyediakan lahan untuk penyelenggaraan RTH. 5) Memberikan bantuan dalam mengidentifikasi komponen RTH yang ada maupun yang potensial dikembangkan. 6) Memberikan informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyelenggaraan RTH. c. Swasta Peran swasta dalam mengelola RTH antara lain :

33

1) Menjaga keberadaan RTH dengan tidak membangun di jalur sempadan sungai, tidak mengubah fungsi taman sebagai area perdagangan, dan tidak menebang pohon. 2) Memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan pembangunan RTH. 3) Memelihara taman dengan biaya pemeliharaan dan penyediaan tenaga kerja serta mendapat keuntungan lain seperti pemasangan iklan/reklame. 4) Menyediakan lahan RTH dalam setiap pembangunan

perumahan, perdagangan, jasa, serta perkantoran. 5) Memberikan informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyelenggaraan RTH. 6) Memberikan bantuan dalam mengidentifikasi komponen RTH yang ada maupun yang potensial dikembangkan. 2. Isu-isu RTH Dalam makalah lokakarya pengembangan sistem RTH di perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum oleh Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas

Pertanian IPB, disebutkan bahwa empat issue utama dari ketersediaan dan kelestarian RTH adalah : a. Dampak negatif dari suboptimalisasi RTH dimana RTH kota tersebut tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak fungsional, fragmentasi lahan yang menurunkan kapasitas lahan dan selan-jutnya menurunkan kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan) terjadi terutama dalam bentuk/kejadian: 1) Menurunkan kenyamanan kota: penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah (pencemaran meningkat, ketersediaan airtanah menurun, suhu kota meningkat, dll) 2) Menurunkan keamanan kota

34

3) Menurunkan keindahan alami kota (natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi 4) Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat (menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dn psikis) b. Lemahnya lembaga pengelola RTH 1) Belum terdapatnya aturan hukum dan perundangan yang tepat 2) Belum optimalnya penegakan aturan main pengelolaan RTH 3) Belum jelasnya bentuk kelembagaan pengelola RTH 4) Belum terdapatnya tata kerja pengelolaan RTH yang jelas c. Lemahnya peran stake holders 1) Lemahnya persepsi masyarakat 2) Lemahnya pengertian masyarakat dan pemerintah d. Keterbatasan lahan kota untuk peruntukan RTH 1) Belum optimalnya pemanfaatan lahan terbuka yang ada di kota untuk RTH fungsional. 3. Pengelolaan RTH Dalam pengelolaan RTH, aspek-aspek yang perlu diperhatikan antara lain adalah (Nurhapy, 2008) : a. Aspek Legalitas UUD 1945 pasal 33 menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial masyarakat, maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaan sumber daya tersebut dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang. Tujuan dari pengelolaan lingkungan hidup telah ditetapkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu : 1) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup 2) Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia

35

3) Menjamin kelangsungan kehidupan kelestarian ekosistem

makhluk

hidup dan

4) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup 5) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan

lingkungan hidup 6) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan 7) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia 8) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana 9) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan 10) Mengantisipasi isu lingkungan global. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaaran di atas yaitu dengan penyediaan dan pengelolaan RTH (RTH). RTH merupakan salah satu elemen dari pembangunan berkelanjutan yang memiliki fungsi sangat penting dalam menunjang kelestarian lingkungan hidup. Untuk keberhasilan pelaksanaan pengelolaan RTH diperlukan peraturan perundangan yang tegas untuk mengatur pemanfaatannya. Saat ini telah terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan RTH. Sejalan dengan otonomi daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi : 1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan 2) Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang 3) Pengendalian lingkungan hidup Hal tersebut dapat diartikan bahwa pemerintah daerah

mempunyai tanggung jawab yang cukup besar dalam mengelola daerahnya, salah satunya pengelolaan RTH untuk kepentingan seluruh masyarakat. Perangkat perundang-undangan berupa

peraturan daerah perlu dipersiapkan guna dijadikan sebagai dasar

36

kebijakan pemerintah daerah untuk menentukan aturan bagi aparat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan. Peraturan tersebut dapat pula dijadikan acuan dalam memberikan sanksi ataupun penghargaan terhadap aparat terkait dan anggota masyarakat. b. Aspek Prosedural Menurut Gie (1982) dalam Nurhapy (2008), prosedur adalah rangkaian kerja berpola dalam melakukan pekerjaan yang

merupakan suatu kebulatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam rangka mencapai tujuan penataan ruang yang berkualitas, khususnya dalam pengelolaan RTH, dibutuhkan beberapa prosedur penyusunan program pembangunan. Instansi yang berkaitan dalam pengelolaan RTH kota seperti Dinas Pertamanan harus memiliki kemampuan dalam menyusun suatu program yang terpadu untuk mewujudkan rencana

pengembangan RTH yang telah dialokasikan dalam RTRW maupun RDTRK. Kedalaman rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH pada masing-masing rencana tata ruang tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

37

Tabel 2.1 Kedalaman Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTH


No. Jenis Rencana Tata Ruang Kedalaman Muatan 1. Rencana Tata Ruang Wilayah a. Luas minimum yang harus dipenuhi Kota (RTRW) b. Penetapan jenis dan lokasi RTH yang akan disediakan. c. Tahap-tahap implementasi penyediaan RTH. d. Ketentuan pemanfaatan RTH secara umum. e. Tipologi masing-masing RTH, alternatif vegetasi pengisi ruang khususnya arahan vegetasi dalam kelompok-kelompok besar, arahan elemen pelengkap pada RTH, hingga konsep-konsep rencana RTH sebagai arahan untuk pengembangan disain selanjutnya. 2. RDTRK/RTR Kawasan a. Rencana penyediaan RTH yang dirinci Strategis Kota/ RTR Kawasan berdasarkan jenis/tipologi RTH, lokasi, dan Perkotaan (Rencana Rinci) luas dengan skala yang lebih detail/besar. b. Alternatif vegetasi pengisi ruang khususnya arahan vegetasi dalam kelompok-kelompok besar. c. Arahan elemen pelengkap pada RTH. d. Konsep-konsep rencana RTH sebagai arahan untuk pengembangan disain selanjutnya. e. Indikasi program mewujudkan penyediaan RTH pada masing-masing kawasan/ bagian wilayah kota. f. Ketentuan tentang peraturan zonasi.
Sumber : Permen PU No. 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

Rencana

RTH

merupakan

proses

awal

yang

harus

ditindaklanjuti dengan menyusun program-program pemanfaatan dan pengendalian. Suatu bentuk pedoman atau tata cara penjabaran strategi pemanfaatan ruang diperlukan dalam kegiatan operasional di lapangan. Sistem penyelenggaraan pembangunan daerah di

Indonesia berpedoman pada prosedur perencanaan, sumber tertib hukum dan peraturan perundangan yang akan mempengaruhi aktivitas penyelenggaraan pembangunan daerah. c. Aspek Kelembagaan Institusi kota yang profesional diperlukan dalam penyediaan dan pengelolaan RTH dimana institusi tersebut harus memiliki

wewenang, tanggung jawab, dan kepemimpinan yang efektif. Wewenang dan tanggung jawab ini dibentuk berdasarkan peraturan 38

yang berlaku sehingga tugas pokok dan fungsinya jelas didalam pelaksanaannya. Pelaksanaan pengembangan RTH memerlukan koordinasi yang efektif antar instansi terkait di dalam pengelolaan RTH. Instansi yang berkaitan langsung dengan pengelolaan RTH terlebih dahulu menentukan standar pengelolaan RTH berdasarkan tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi. Selain pihak pemerintah, pihak-pihak di luar itu juga dapat diberikan kesempatan untuk turut ambil bagian dalam pengelolaan RTH, seperti dari sektor swasta dan masyarakat. Pengaturan kelembagaan dan organisasi dibutuhkan untuk mempermudah keberhasilan dari pelaksanaan pengelolaan RTH. d. Aspek Pembiayaan Ketersediaan dana yang memadai untuk pembiayaan RTH adalah penting untuk pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan RTH. Pembiayaan RTH biasanya selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pajak pemasukan dari pemanfaatan RTH itu sendiri, dan pajak tidak langsung seperti izin bangunan. Pada kenyataannya, dana RTH yang ada tidak mencukupi karena adanya prioritas dalam pembangunan sektor pelayanan publik. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya dapat lebih bijak dalam menghimpun dana terutama dari sumber lokal seperti pajak, donasi, dan sistem kemitraan. Selain itu, pengembangan RTH perlu dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, pendanaan penataan RTH kabupaten/kota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota, partisipasi swadaya masyarakat dan/atau swasta, serta sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.

39

C. Kualitas Lingkungan 1. Meningkatkan Kualitas Lingkungan Kota merupakan pusat kehidupan manusia. Kota juga merupakan konsumen utama berbagai sumber daya yang karenanya telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan demi kelangsungan kehidupan manusia maka salah satu upaya penting yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup manusia adalah melalui pengembangan, peningkatan, dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK). Melalui pengembangan RTHK yang berkualitas dalam jumlah sebanyakbanyaknya maka dampak negatif dari gas buangan dan asap industri maupun perubahan iklim mikro dapat dikurangi. Fungsi RTHK sebagai saringan maupun produsen gas oksigen akan menolong mengurangi dampak negatif tersebut. Dengan demikian peningkatan kualitas dan kuantitas RTHK secara langsung maupun tidak langsung berperan meningkatkan kualitas lingkungan hidup kota. Seperti yang telah dijelaskan dalam penjabaran variabel penelitian pada BAB 1, yang merupakan variabel terikat dalam kualitas lingkungan antara lain : a. Kualitas Fisik Lingkungan 1) Definisi Kualitas Fisik Lingkungan Secara sederhana kualitas fisik lingkungan diartikan sebagai keadaan lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan hidup manusia di suatu wilayah. Kualitas lingkungan itu dicirikan antara lain dari suasana yang membuat orang betah/kerasan tinggal ditempatnya sendiri (geox0904.htm).

40

2) Indikator a) Kualitas udara (1) Baku Mutu Kualitas Udara Pengelolaan sumber daya udara, sebagaimana halnya dengan sumber daya pada umumnya, perlu dinaungi oleh iklim yang mengizinkan dilakukan tindakan-tindakan untuk pengelolaan tersebut. Iklim ini dapat tercipta setelah dibuat peraturan atau

perundangan yang mengatur semuanya itu. Undangundang sedemikian dikenal sebagai undang-undang udara bersih. Undang-undang yang ada di Indonesia sekarang ini mengatur lingkungan secara umum dan dikenal sebagai UU No. 4 Tahun 1982. Untuk dapat melaksanakan perundangan sedemikian diperlukan peraturan pelaksanaan yang berisikan angka-angka yang konkret tentang kadar berbagai zat yang boleh ada di dalam udara. Peraturan seperti itu disebut standar. Standar yang berlaku di Indonesia saat ini tampak pada tabel berikut : Tabel 2.2 Baku Mutu Kualitas Udara Ambien
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Parame ter SO2 CO NOx Ox Debu Pb H2S NH3 HC Waktu Pengukuran 24 jam 8 jam 24 jam 1 jam 24 jam 24 jam 30 min 24 jam 3 jam Baku Mutu 260 g/m3 2260 g/m3 (20,00 ppm) 92,5 g/m3 (0,05 ppm) 200 g/m3 (0,10 ppm) 0,26 mg/m3 0,06 mg/m3 0,03 ppm 2,00 ppm 0,24 ppm Metode Analisis Pararosanilin NIDR Saltzman Chem.lum Gravimetrik Gravimetrik Hgthiocyanat Nessler Flame ionization Peralatan Spektrophotometer NIDR analyzer Spektrophotometer Hi-volume sampler Hi-vol, AAS Spektrophotometer Spektrophotometer Spektrophotometer Gas Chromatography

Sumber : KEP-2/MENKLH/I/1988

41

Dengan diberlakukannya baku mutu ini, maka berarti bahwa udara yang mengandung unsur-unsur melebihi standar tadi akan disebut tercemar (bukan lagi terkotori). Diharapkan bahwa bila kualitas udara dapat dipelihara sehingga kadar berbagai zat tadi tidak terlampaui, gangguan maka diharapkan tidak akan terjadi kesehatan terhadap manusia, hewan,

tumbuhan, maupun harta benda. b) Kebisingan Kebisingan adalah segala bentuk suara dalam tingkat, jenis, atau intensitas yang tidak disukai atau dapat menimbulkan gangguan fisik maupun psikologis terhadap manusia (Benarek, 1972 dalam Sulastoro, 2010). Tingkat kebisingan mempunyai satuan decibell (DBA). Kebisingan dapat menimbulkan berbagai macam

gangguan, mulai dari gangguan fisiologis sampai pada gangguang psikologis. Gangguan Fisiologis : (1) Penyempitan pembuluh darah (> 70 dBA) (2) Ketegangan otot (> 90 dBA) (3) Gangguan pada pendengaran : (a) sementera (b) permanen (4) Gangguan pencernaan (5) Gangguan pernapasan (6) Gangguan sitem saraf sentral Gangguan Psikologis : (1) Ketidaknyamanan (2) Gangguan komunikasi verbal (percakapan) (3) Gangguan pada waktu tidur/istirahat (4) Gangguan penurunan kinerja pekerja

42

(5) Lain-lain Kebisingan mempunyai bermacam-macam jenis

kejadian, diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Kebisingan menerus, contohnya adalah lalu lintas kendaraan berjalan. (2) Kebisingan intermittent, contohnya adalah kereta api dan pesawat terbang. (3) Kebisingan hentakan, contohnya adalah pukulan, pemancangan fondasi Dengan berbagai macam jenis kebisingan tersebut, maka diharapkan tingkatannya tidak sampai mengganggu lingkungan. Berikut adalah tabel yang menggambarkan tingkat kebisingan dengan kondisi lingkungannya : Tabel 2.3 Hubungan Tingkat Kebisingan dengan Kondisi Lingkungan
Derajat Suara Sangat lemah Lemah Tekanan Suara ( Bar) 0,0002 0,00063 0,0020 0,0063 0,020 0,063 0,20 0,63 1,00 2,0 6,3 Sangat keras 20 63 200 2000 SPL (dBA) 0 10 20 30 40 50 60 70 74 80 90 100 110 120 130/140 Kondisi Lingkungan Ambang batas pendengaran Orang bernafas Di dalam studio rekaman Di dalam rumah pada malam hari Di dalam ruangan belajar yang tenang Ruang kontor atau permukiman

Sedang

Keras

Percakapan biasa jarak 1 meter Suara radio di dalam ruangan/ lalu lintas jarak 30 meter Mobil lalu pada jarak 6 meter Di tepi jalan raya/ truk ringan pada jarak 6 m Di dalam pabrik/ kereta api pada jarak 6m Di dalam ruangan genset/ mesin pemintal benang (tekstil) Suara tembakan senapan mesin/ sepeda motor pada jarak 6 m Pesawat tinggal landas/ musik rok Mesin jet jarak dekat

43

Dengan mengetahui tingkat kebisingan dan kondisi lingkungan dimana kebisingan tersebut terjadi, maka berikut disajikan tabel yang menggambarkan standard tingkat kebisingan maksimum yang diizinkan dan

dikehendaki yang ditetapkan dalam peraturan DKI Jakarta. Tabel 2.4 Peraturan DKI untuk Mengurangi Kebisingan
Kawasan perumahan perumahan/industri perkantoran/industri pertokoan rekreasi Tingkat kebisingan maksimum yang Diizinkan Dikehendaki 60 dBA 45 dBA 60 dBA 50 dBA 70 dBA 70 dBA 85 dBA 75 dBA 60 dBA 50 dBA

Tingkat kebisingan tinggi biasa terjadi pada jalan raya, pabrik, maupun landasan pesawat terbang. Tingkat

kebisingan yang tinggi dan berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama tentu akan berpengaruh dengan kesehatan manusia, terutama kesehatan

pendengarannya. Dengan demikian, perlu adanya standard mengenai maksimum lama tingkat kebisingan yang

diperbolehkan per hari untuk didengar manusia. Tabel 2.5 Tingkat Kebisingan yang Diperbolehkan dalam Hubungannya dengan Ketulian
Tingkat Kebisingan (dBA) 90 92 95 97 100 102 105 110 115 (maksimum Maksimum lama bising yang diperbolehkan per hari (jam) 8 6 4 3 2 1,5 1,0 0,5 < 0,25

44

Pemerintah melalui peraturan menteri juga telah menetapkan tingkat kebisingan yang diperbolehkan untuk zona-zona tertentu. Berikut adalah tabel mengenai syarat kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 718/Menkes/per/XI/87 Tentang Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tabel 2.6 Syarat Kebisingan
Zona A Intensitas Suara (dBA) 35-45 Keterangan Zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan sosial, dan sebagainya. Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sebagainya. Zona yang diperuntukkan bagi pertokoan, perkantoran, perdagangan, pasar, dan sejenisnya. Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus, dan lain sebagainya.

45-55

50-60

60-70

Untuk memenuhi syarat tersebut, perlu dilakukan pengendalian kebisingan. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan baik pada sumber suara, penerima, maupun pada lintasannya. Berikut adalah beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kebisingan : (1) Pada sumber suara : (a) Memilih peralatan yang tingkat kebisingannya rendah (b) Pengoperasian alat sesuai SOP (c) Perawatan alat (2) Pada penerima (receiver) (a) Adminstratif: diatur tingkat kebisingan dan

lamanya bising diterima untuk melindungi thd. Kerusakan pendengaran

45

(b) Teknis : mengenakan earnplug / earmuff (3) Pada lintasan (path) : (a) Out door noise control i. ii. iii. Absorbsi udara Vegetasi Barrier

(b) In door noise control Menggunakan bahan-bahan akustik yang dapat menghalangi, kebisingan.
c)

memantulkan,

dan

menyerap

Aliran Air Permukaan (1) Pengertian Air larian adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau yang disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian air hujan yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke luar permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. Kedua fenomena aliran air permukaan yang disebut terakhir tersebut disebut air larian. Bagian penting dari air larian yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian adalah besarnya debit puncak (peak flow) dan waktu tercapainya debit puncak, volume, dan penyebaran air larian. Sebelum air dapat mengalir di atas permukaan tanah, curah hujan terlebih dahulu harus memenuhi keperluan air untuk evaporasi,

46

intersepsi, infiltrasi, dan berbagai bentuk cekungan tanah (surface detentions) dan bentuk penampung air lainnya. (2) Pengelolaan Vegetasi dan Aliran Air Kebanyakan persoalan sumberdaya air berkaitan dengan waktu dan penyebaran aliran air. Kekeringan dan banjir adalah dua contoh klasik yang kontras tentang perilaku aliran air sebagai akibat perubahan kondisi tataguna lahan dan faktor meteorologi, terutama curah hujan. Penelaahan masalah sumber daya air melibatkan berbagai macam pendekatan pengelolaan vegetasi dan usaha-usaha keteknikan lainnya. Sebagai contoh, waduk dapat menampung aliran air hujan ketika hujan deras berlangsung di daerah hulu, dan dengan demikian, mengurangi kemungkinan terjadinya banjir di daerah hilir. Ia juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan aliran air selama musim kemarau sehingga dapat menambah debit aliran air untuk irigasi pada saat-saat kritis tersebut. Pengelolaan vegetasi di daerah hulu juga dapat menurunkan aliran sedimen yang masuk ke dalam waduk sehingga umur waduk dapat diperpanjang dan mendukung kelangsungan pemanfaatan waduk. Tetapi, perencanaan pengelolaan vegetasi, terutama dalam pemilihan jenis vegetasi untuk meningkatkan hasil air yang tidak tepat dapat memberikan hasil yang sebaliknya, yaitu menurunkan besarnya hasil air karena cadangan airtanah di tempat berlangsungnya kegiatan tersebut berkurang oleh adanya proses evapotranspirasi vegetasi. Hasil penelitian yang dilakukan secara intensif di banyak negara tentang pengaruh pengaturan jumlah dan

47

komposisi

vegetasi terhadap perilaku

aliran air

menunjukkan bahwa aliran air tahunan meningkat apabila vegetasi dihilangkan atau dikurangi dalam jumlah cukup besar. (Bosch dan Hewlett, 1982; Hamilton dan Kin, 1984; Bruijnzeel, 1990; Mlmer, 1992). Secara umum, kenaikan aliran air disebabkan oleh penurunan penguapan air oleh vegetasi

(transpiration), dan dengan demikian, aliran air permukaan maupun airtanah menjadi lebih besar. b. Kualitas Sarana Rekreasi Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu fungsi RTH adalah sebagai sarana sosial budaya. Sebagai fungsi sosial budaya, RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial dan sarana rekreasi. Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Mulato, Fajar (2008) dalam tugas akhirnya yang berjudul ketersediaan ruang terbuka publik dengan aktivitas rekreasi masyarakat penghuni perumnas Banyumanik disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya, ruang terbuka publik merupakan tempat bertemu, berinteraksi dan silaturrahmi antar warga serta sebagai tempat rekreasi dengan bentuk kegiatan yang khusus seperti bermain, berolahraga dan bersantai (Ahmad, 2002:32 dalam Mulato, Fajar, 2008). Sebagai sarana rekreasi, ruang terbuka publik merupakan tempat untuk melakukan aktivitas rekreasi bagi pelakunya. Rekreasi merupakan salah satu yang dibutuhkan manusia, dengan rekreasi diharapkan pelaku dapat mengembalikan individu seutuhnya baik badan, pikiran, dan semangat (Kellly,1989:27 dalam Mulato, Fajar 2008). Rekreasi sangat dibutuhkan masyarakat untuk melepaskan kepenatan dan kejenuhan aktivitas sehari-hari mereka. Sebagai tempat untuk berekreasi menghilangkan kejenuhan aktivitas sehari-

48

hari, maka RTH seharusnya didesain sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kerapian, keteraturan, dan keindahan kota.

49

You might also like